BAB V KESIMPULAN Kebijakan FSPTCA yang dikeluarkan pemerintah AS tahun 2009 ditujukan untuk mengurangi jumlah perokok AS khususnya bagi pemuda dan anak-anak. FSTPCA pada dasarnya mengatur tentang produksi (production), distribusi (distribution) dan pemasaran (marketing) produk tembakau secara detail dan ketat. Kebijakan FSPTCA juga dianggap mengadopsi atau mengimplementasikan beberapa ketentuan dalam WHO FCTC. Meskipun bisa dikatakan sebagai kebijakan kontrol tembakau yang detil dan ketat, FSPTCA bukannya tanpa kontroversi. Kontroversi pertama terkait ketentuan pelarangan rokok beraroma rasa namun mengecualikan rokok yang mengandung mentol yang notabene hampir seluruhnya diproduksi oleh industri tembakau domestik. AS mengklaim bahwa rokok beraroma rasa dapat rokok beraroma rasa sebagai pintu gerbang bagi anak-anak dan pemuda untuk menjadi perokok reguler Akibatnya, AS mendapatkan gugatan dan di-WTO-kan oleh Indonesia. Hasil DSB menunjukkan bahwa AS melanggar ketentuan WTO khususnya prinsip non diskriminasi. Kedua, keterlibatan industri rokok dalam pembuatan keputusan dalam FSPTCA melalui panitia penasihat ilmiah produk tembakau atau TPSAC. Keanggotaan TPSAC melibatkan 3 perwakilan industri tembakau sebagai anggota non voting dalam pengambilan keputusan mengenai dampak mentol terhadap kesehatan masyarakat AS. Keterlibatan industri tembakau tidak sesuai dengan ketentuan pasal 5.3 WHO FCTC. Dalam WHO FCTC, industri tembakau dianggap ancaman besar bagi kebijakan kontrol tembakau dan akan berusaha merongrong atau menghalangi implementasi kebijakan kontrol tembakau di seluruh dunia. Meskipun AS belum meratifikasi WHO FCTC namun keterlibatan industri tembakau dalam kepanitiaan TPSAC perlu dipertanyakan. AS menciderai kebijakan kesehatan yang padahal AS sebagai trendsetter bagi negara-negara dunia seharusnya mempertimbangkan dampaknya bagi kesehatan publik dunia atas tindakan tersebut. Putnam mengategorikan level internasional ini sebagai level yang saling mempengaruhi dan berkaitan dengan level domestik. Pengambil kebijakan memperoleh desakan internasional dan domestik. Oleh sebab itu pembuat kebijakan mengupayakan 1 pemenuhan tekanan internasional dan tekanan domestik. Penulis melihat bahwa pembentukan kebijakan FSPTCA dipengaruhi oleh tekanan internasional dan domestik. Dalam hal ini, AS mengeluarkan kebijakan FSPTCA dalam rangka memenuhi tekanan internasional dan domestik. Di level internasional, AS pemerintah AS berhadapan dengan FCA selaku aliansi organisasi-organisasi non pemerintah di bidang kesehatan dari berbagai negara dunia. FCA meminta AS meratifikasi WHO yang telah ditandatanganinya tahun 2004. Desakan tersebut terjadi sebelum tahun 2009, FCA menyayangkan bahwa negara besar bahkan superpower seperti AS belum atau tidak meratifikasi WHO FCTC. AS pernah menjadi leader atau trendsetter bagi perkembangan kebijakan kesehatan masyarakat dunia. FCA meminta kepemimpinan AS di dunia kesehatan diperbarui kembali. Kepemimpinan AS dalam mengurangi penggunaan tembakau bukan hanya kepentingan AS semata tapi juga kepentingan kesehatan global. Keikutsertaan AS dalam WHO FCTC sangat diharapakan mengingat peran AS yang mampu menerapkan iptek dalam mengurangi penggunaan tembakau. AS sebenarnya juga memiliki tanggung jawab lebih kepada kesehatan global karena sebagai home MNC tembakau besar dunia yang dianggap telah menyebabkan berbagai penyakit akibat tembakau di berbagai negara. Selain AS juga berhadapan dengan beberapa fakta kesehatan yang seolah menuntut AS meratifikasi WHO FCTC. Beberapa fakta kesehatan yaitu AS sebagai salah satu negara perokok terbesar dunia dengan angka sekitar 45% juta dari total penduduk AS, AS sebagai home MNC tembakau nomor 2 dunia padahal negara-negara lain yang memiliki perokok terbesar (kecuali Indonesia yang tidak berpartisipasi dalam WHO FCTC) dan home MNC tembakau besar telah meratifikasinya WHO FCFC. Dan terakhir, AS sebagai leading country dalam kesehatan global dimana AS AS dalam berbagai tindakannya telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kebijakan kontrol tembakau di seluruh dunia dari berbagai hal mulai dari pencetus pertama dan implementator awal kebijakan kontrol tembakau hingga program-program kontrol tembakau yang bisa dirasakan di berbagai negara dunia. Beberapa tekanan internasional tersebut seharusnya menjadi pertimbangan kuat bagi AS untuk meratifikasi WHO FCTC. 2 Di level domestik, pemerintah AS berhadapan dengan perusahaan-perusahaan rokok dan civil society groups. Kepentingan dari dua aktor sangatlah berbeda bahkan bertolak belakang. Pertama, perusahaan-perusahaan rokok besar domestik memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomin dan politik AS. ini tak lain karena perusahaan-perusahaan rokok khususnya The Big Three selain memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian AS juga memiliki kontribusi politik bagi para para penguasa pemerintahan seperti kepada Presiden dan Kongres AS. Kontribusi ekonomi diberikan melaui cukai, lapangan pekerjaan, dan ekspor rokok yang bernilai milliaran dollar. Sedangkan kontribusi politik bisa diasosiasikan dari jutaan dollar untuk federal candidates ketika kampanye dan dana untuk kongres (Senat dan DPR) AS. Ratifikasi dan implementasi WHO FCTC disinyalir menjadi kebijakan yang berpotensi mengancam keberlangsungan perusahaan-perusahaan rokok besar domestik. Kontribusi yang besar tersebut tersebut menjadi faktor kedekatan antara pemerintah AS dengan perusahaan-perusahaan rokok domestik. Dengan demikian pemerintahan AS khususnya pemerintahaan Obama akan menjadikan pengaruh perusahaan-perusahaan rokok berupa kontribusi ekonomi dan politik sebagai pertimbangan penting kebijakan yang akan diambil. Dalam konteks lain kontribusi dari perusahaan-perusahaan rokok akan menjadi desakan domestik yang menekan pemerintah AS agar tidak meratifikasi WHO FCTC. Selain dengan perusahaan-perusahaan rokok, pemerintah AS juga berhadapan dengan civil society groups domestik di bidang kesehatan yang mendesak pemerintah AS agar meratifikasi WHO FCTC demi kesehatan masyarakat AS sekaligus mengikuti langkah ratusan negara dunia yang telah meratifikasinya. Sama halnya dengan desakan FCA, desakan civil society groups tidak terlalu digubris oleh pemerintahan Bush. Administrasi pemerintahan Bush yang identik memiliki hubungan dekat dengan perusahaan-perusahaan rokok beretorika dan berkilah bahwa mereka mendukung WHO FCTC dan menginginkan ratifikasi namun teks perjanjian masih terombang-ambing atau masih under review di Departemen negara. Meskipun begitu, desakan dari berbagai civil society groups yang masif melalui berbagai sarana tentu memberikan preseden pertimbangan penting bagi pemerintahan Obama untuk menentukan kebijakan yang 3 akan diambil. Apalagi Obama adalah salah satu yang mendukung ratifikasi WHO FCTC. Dalam two level games, dalam kondisi menghadapai dua tekanan pemerintah AS (Kongres dan Presiden Obama) dituntut bagaimana memenangkan kedua permainan demi mencapai tujuan yang aman bagi kedua level tersebut. Dengan kata lain, AS dituntut untuk bagaimana memberikan keputusan yang bisa memenuhi tekanan-tekanan tersebut. Inilah yang diperankan oleh pemerintah AS dengan mengeluarkan kebijakan FSPTCA tahun 2009. Kebijakan FSPTCA merupakan win-win solution bagi pemenuhan tekanan internasional dan domestik. Kebijakan tersebut menjadi upaya AS untuk membuat kebijakan kontrol tembakau guna memenuhi tekanan agar AS meratifikasi WHO FCTC namun di sisi lain tetap mempertimbangkan kelangsungan perusahaanperusahaan rokok domestik yang tercermin dari adanya dua kontroversi dalam kebijakan FSPTCA yakni pengecualian pelarangan rokok mentol dan dilibatkannya industri rokok dalam pengambilan keputusan melalui TPSCA. Dua kontroversi dalam ketentuan FSPTCA sekaligus menjadi konsensi yang diberikan pemerintah AS sebagai akibat penerapan kebijakan kontrol tembakau FSPTCA. Ini berarti AS tidak meratifikasi WHO FCTC namun membuat kebijakan FSPTCA yang mengadopsi atau mengimplementasikan beberapa ketentuan WHO FCTC. Salah satu bukti bahwa FSPTCA merupakan win-win solution bagi pendesak ratifikasi dan kepentingan perusahaan-perusahaan rokok adalah dukungan dari perusahaan-perusahaan rokok dan civil society groups atas dikeluarkan kebijakan kontrol tembakau, FSPTCA. Philip Morris merupakan pendukung terkuat dari kelompok industri tembakau. Sedangkan Reynolds dan Lorillard mendukung secara parsial ketentuan-ketentuan FSPTCA. Dari civil society groups, berbagai dukungan terhadap kebijakan FSPTCA muncul dari organisasi kesehatan seperti Campaign For Tobacco-Free Kids, American Cancer Society Action Network, American heart association, American Lung association, 1000 organisasi kesehatan publik, keagamaan, dan sebagainya. Uraian di atas telah membuktikan argumen utama bahwa benar pembentukan kebijakan FSPTCA dipengaruhi oleh tekanan internasional dan domestik. Kebijakan FSPTCA yang dikeluarkan AS tahun 2009 dibentuk untuk memenuhi tekanan 4 internasional dan domestik. Ini dibuktikan dengan adanya desakan FCA dan beberapa fakta kesehatan yang menuntut AS meratifikasi WHO FCTC. Selain itu, kelompok domestik berupa pengaruh perusahaan-perusahaan rokok dan desakan civil society groups agar AS meratifikasi WHO FCTC juga berperan terhadap pengambilan kebijakan FSPTCA. Selain itu, pasca dikeluarkan kebijakan FSPTCA, dukungan terhadap FSPTCA juga bermunculan baik dari industri tembakau maupun civil society groups. 5