Mekanisme Apoptosis pada Sepsis

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Apoptosis pada Sepsis
Achmad Guntur Hermawan
PENDAHULUAN
Banyak kasus sepsis yang disebabkan oleh
trauma, luka bakar, syok, ataupun infeksi bakteri
berat mengakibatkan gagal organ multipel (multiple
organ failure/MOF) dan kematian.1 Sejumlah
terapi termasuk terapi anti-TNF, antibodi terhadap
endotoksin, dan anti-IL-1 telah banyak diteliti dalam
terapi sepsis, namun banyak di antaranya yang
mengalami kegagalan pada tahap klinis. Kecuali
pada pemberian protein C yang teraktivasi (APC/
activated protein C), penggunaan steroid dosis
rendah, dan terapi insulin yang secara langsung
akan memelihara kadar gula darah pada kadar 110
mg/dL, namun masing-masing pendekatan terapi
tersebut hanya mampu meningkatkan survival
pasien sepsis sampai 10% dan model terapi tersebut
belum sepenuhnya dipahami sehingga dibutuhkan
pemahaman mekanisme syok dan sepsis akibat
kegagalan organ.2,3,4
Apoptosis adalah suatu proses penting saat sel
dihapus dengan suatu cara yang terkendali untuk
membatasi kerusakan yang berlebihan terhadap
lingkungan sekitarnya.5 Apoptosis atau kematian
sel yang terprogram adalah suatu komponen normal
dalam suatu pengembangan dan kesehatan organisme
multiselular. Sel yang mati sebagai suatu respons
terhadap sejumlah rangsangan dan selama terjadinya
proses apoptosis merupakan sesuatu proses yang
Sub. Bagian Alergi-Imunologi dan Penyakit Tropik Infeksi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Jl. Kolonel Sutarto No. 132, Jebres - Surakarta
Korespondensi : [email protected]
26
terkontrol. Perubahan bentuk dalam proses apoptosis
sering disebut nekrosis yaitu kematian sel yang terjadi
tidak terkontrol sehingga memicu sel lisis, respons
inflamasi dan berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan yang serius.6,7 Sebaliknya apoptosis
adalah suatu proses saat sel berperan aktif dalam
kematian selnya sendiri (dikenal sebagai sel bunuh
diri). Apoptosis adalah suatu proses fisiologis yang
dikendalikan dengan kontrol genetik yang ketat,
berlangsung melalui proses proteolisis, kondensasi,
dan fragmentasi DNA disusul dengan pengerutan
sel. Secara biokimia terjadi aktivasi berbagai enzim
endonuklease dan protease, sehingga DNA dipecah
menjadi fragmen-fragmen dengan panjang yang
berbeda. Proses ini berakhir dengan di”makan”nya
sel-sel tersebut oleh sel-sel yang berada di sekitarnya
misalnya makrofag, tanpa merangsang respons
inflamasi.8 Hal ini terjadi karena dalam apoptosis
tidak terjadi pecahnya membran sel, sehingga
senyawa-senyawa kimia yang berada di dalam sel
tidak akan memicu terbentuknya inflamasi.
Apoptosis merupakan proses penting baik dalam
perkembangan jaringan normal maupun homeostasis
jaringan pada orang dewasa termasuk pengaturan
sistem imun. Limfosit T merupakan sistem imun
seluler yang bertanggung jawab untuk membinasakan
sel yang rusak ataupun terinfeksi dalam tubuh.
Limfosit T ini mengalami maturasi dalam kelenjar
timus, tetapi sebelum masuk dalam peredaran darah
akan diuji terlebih dahulu untuk memastikan bahwa
sel tersebut efektif untuk melawan antigen-antigen
asing dan juga tidak bersifat reaktif terhadap sel
normal. Apabila ada limfosit T yang tidak efektif
ataupun self-reactive maka akan disingkirkan melalui
proses apoptosis.6
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Achmad Guntur Hermawan
Apoptosis juga merupakan proses penting dalam
berbagai stadium perkembangan sel B, yaitu apabila
terjadi kesalahan rearrangement gen imunoglobulin
dan apabila terdapat klon sel B autoreaktif IgM+/
IgD-. Di dalam pusat germinal juga terjadi proses
apoptosis yang tinggi untuk menyingkirkan sel yang
tidak diperlukan dan memilih sel yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap antigen.9,10 Sejumlah
penelitian menyatakan bahwa disregulasi apoptosis
terhadap kematian sel imun berperan penting dalam
menimbulkan disfungsi imun serta MOF selama
sepsis.11,12 Pemicu apoptosis termasuk steroid, sitokin
seperti TNF-a, 1L-1, dan IL-6, FasL, heat shock
protein, oksigen radikal bebas, NO, dan limfosit
Tc akan mengekspresikan FasL pada permukaan
selnya.13 Proses kematian set melalui apoptosis
terjadi melalui tiga jalur yang berbeda, yaitu jalur
reseptor kematian ekstrinsik (set tipe I), jalur intrinsik
(mitokondria) (set tipe II), dan jalur yang diinduksi
oleh stres (atau jalur retikulum endoplasma).14-17
Pada set tipe I, antigen Fas (CD95) adalah protein
permukaan sel yang merupakan reseptor membran
yang termasuk dalam TNF superfamily, yang
berperan untuk signaling apoptosis ekstrinsik pada
sel tipe I. Fas diekspresikan pada sejumlah tipe
sel, termasuk timosit, sel B yang teraktivasi, sel T,
monosit, makrofag, netrofil, dan juga sejumlah sel
non-imun pada paru-paru, hati maupun jantung.18
Ketika Fas terikat dengan ligand-nya, FasL, terjadi
trimerisasi dan death-induced signaling complex
(DISC) yang menarik molekul adaptor yang juga
mengandung domain kematian, dikenal sebagai Fasassociated death domain (FADD). FADD terikat
dengan domain kematian teraktivasi ini dan ke procaspase 8 melalui death effector domains (DEDs)
untuk membentuk DISC. Sinyal kematian kemudian
ditransduksi dari DISC ke downstream caspase
cascade ketika pro-caspase 8 dipecah dan menjadi
caspase 8 aktif, yang akhirnya akan bisa memecah
dan mengaktivasi downstream effector caspase,
Jalur ekstrinsik (awal
death receptor)
Jalur intrinsik
(mitokondria)
Ekskresi hormon-hormon
dan faktor pertumbuhan
hubungan receptor - ligand
reseptor
FAS
TNF
Limfosit T
Sitotoksik
molekul
Pro-apoptotic
Pengatur
Anggota
family
Bcl - 2
Fagosit
Radiasi
Toksin
Radikal
bebas
Mitokondria
Kerusakan
DNA
Aktivasi
Endonuclease
Pecahnya
Fragmentasi
ligand untuk
receptor sel
fagositik
tunas sitoplasmik
badan apoptotik
Gambar 1 : Perubahan morfologi sel pada Apoptosis; 1. fase inisiasi, 2. fase efektor, 3. fase degradasi
Volume 2 Nomor 1 Januari 2012
27
Mekanisme Apoptosis pada Sepsis
“Intrinsik”
“Eksintrik”
Jaras Death Receptor
Jaras Mitokondria/RE
Faktor
Pertumbuhan
Sitokin
dll
Aktivasi
NF- kB
Protease
lainya
Jaras RE
Aktivasi
Endonuklease
Gambar 2. Mekanisme Apoptosis
seperti easpase 3, 6, atau 7. Caspase 3 memecah
inhibitor caspase activated Dnase (ICAD) dan
memecah DNA dalam nukleus, yang menyebabkan
apoptosis.18,19
Pada sel tipe II, hampir tidak ada DISC yang
dibentuk, dan mitokondria penting untuk melepaskan
molekul destruksi selular seperti cytochrome c yang
mengaktivasi downstream caspases seperti caspase
3 dan caspase 9 (Gambar 1). Namun inisiasi jalur ini
belum terdefinisi dengan baik. Jalur bisa diaktivasi
oleh hilangnya faktor pertumbuhan seperti IL-2, IL-4,
atau GM-CSF, tambahan sitokin seperti IL-1 dan IL6, atau stresor eksogen seperti steroid, intermediate
oxygen reactive, peroxynitrite atau NO yang pada
akhirnya mengaktivasi anggota antiapoptotik famili
Bcl-2. Anggota famili Bcl-2 pro-apoptotik seperti tBid atau Bax diperkirakan bisa mengalami translokasi
dari cytosol, yang normalnya hadir dalam status
quiscent, ke membran mitokondria dan beraksi untuk
menurunkan potensial membran mitokondria (Dyrm).
28
Anggota antiapoptotik famili Bcl-2 (Bcl-2, Bel-xL)
menghambat pelepasan cytochrome c, Smac/Diablo,
dan apaf-1 mitokondria via formasi apoptosom bisa
mengaktivasi caspase 9 yang akhirnya mengaktivasi
downstream caspase 3. Karena apoptosis pada se1
tipe II tergantung dari keseimbangan anggota famili
Bcl-2, dominasi anggota famili antiapoptotik seperti
Bcl-2 dan Bcl-xL bisa mempromosikan survival sel.
Jalur retikulum endoplasmik/diinduksi stres adalah
jalur apoptotik yang paling terakhir dimengerti dan
tampaknya melibatkan aktivasi caspase 12 oleh
Ca2+ dan stres oksidan (Gambar 2).18,19
JALUR
APOPTOSIS
DAN
MOLEKUL YANG TERLIBAT
BERBAGAI
Selama proses apoptosis terjadi perubahan
morfologi sel yang dapat dibagi dalam tiga fase,
yaitu :
1. fase inisiasi atau induksi heterogen yang bergantung pada stimulus,
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Achmad Guntur Hermawan
2. fase efektor atau komitmen pada saat diambil
keputusan untuk “bunuh diri”, dan
3. fase degradasi atau eksekusi saat sel-sel yang
bersangkutan memperlihatkan gambaran biokimia dan morfologi apoptosis.20,21
Selama fase induksi atau inisiasi yang heterogen,
sel menerima stimulus yang menginduksi kematian,
kehilangan faktor-faktor yang menunjang ketahanan
hidup, kekurangan suplai untuk metabolisme
dan terjadi pengikatan reseptor yang meneruskan
sinyal kematian, misalnya pengikatan Fas/FasL,
TNFITNFR dan lain-lain. Reaksi kimia yang
berperan dalam fase induksi ini sangat heterogen
bergantung pada seberapa lethal stimulus yang
diterimanya.10,6 Pada fase berikutnya, yaitu fase
efektor, proses inisiasi dilanjutkan dengan reaksi
metabolik dengan pola yang lebih teratur, dan sel
mengambil keputusan atau komitmen untuk “bunuh
diri”.10 Pada fase selanjutnya, yaitu fase degradasi
atau fase eksekusi, terjadi peningkatan berbagai
aktivitas, termasuk peningkatan aktivasi enzimenzim katabolik dan produksi reactive oxygen
species (ROS). Pada fase ini perubahan morfologi
dan biokimia sel, di antaranya fragmentasi DNA,
degradasi berbagai jenis protein dan lain-lain menjadi
lebih jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut
pola tertentu dan menunjukkan bahwa sel-sel tersebut
mengekspresikan semua komponen protein yang
diperlukan untuk mengeksekusi kematian sel.20,21
Apoptosis dapat diinduksi oleh kerusakan
subnekrosis atau melalui sinyal yang diterima oleh
reseptor pada permukaan sel. Proses induksi apoptosis
yang terjadi selanjutnya dalam fase ini bergantung
pada stimulus, sehingga jalur ini merupakan jalur
“privat” dan heterogen. Integrasi berbagai jalur
privat ke dalam jalur umum yang berlaku bagi
semua jalur apoptosis dan tidak bergantung pada
apa yang menginduksinya, berlangsung melalui
transisi permeabilitas mitokondria (permeability
transitional/PT). Onkoprotein Bcl2 mengatur
induksi PT dan sebagai respons terhadap induksi
PT, mitokhondria melepaskan apoptosis inducing
factor (AIF) yang memberikan sinyal apoptosis
pada nukleus. Di samping itu PT mengakibatkan
penglepasan ROS dan ekspresi phosphatidyl serine
(PS) pada permukaan sel dalam waktu singkat.21
TNF receptor signalling
TNF diproduksi oleh sel limfosit T dan makrofag
yang teraktivasi pada respons terhadap infeksi,
daengan teraktivasinya reseptor TNF (TNFR1), TNF
dapat menunjukkan sejumlah efek. Pada sejumlah
Volume 2 Nomor 1 Januari 2012
sel keadaan ini akan megaktivasi NF-kb dan AP1 yang akhirnya akan menginduksi sejumlah gen.
Dalam beberapa sel, TNF dapat juga mempengaruhi
apoptosis, walaupun jarang. Pengikatan TNF-a
pada TNFR1 terjadi pada reseptor tri-isomer dan
pada death domains intraselular. Selanjutnya akan
terikat pada molekul adapter intraseluler yang
disebut TNFR-associated death domain (TRADD)
melalui interaksi dengan death domains. TRADD
mempunyai kemampuan untuk merekrut sejumlah
protein yang berbeda pada reseptor yang teraktivasi.
Perekrutan TNF-associated factor Z (TRAF2) akan
mendorong kearah pengaktifan NF-kb dan jalur JNK.
TRADD juga berhubungan dengan FADD, yang
akan mendorong kearah induksi apoptosis melalui
perekrutan dan pembelahan pro-caspase 8.6
Peran Nitric Oxide pada Apoptosis
Nitric oxide (NO) merupakan molekul yang
mampu memberikan isyarat penting pada jaringan
untuk mengatur proses fisiologis yang mencakup
vasodilatasi, fungsi neuron, inflamasi dan fungsi
imun. NO juga terlibat dalam proses apoptosis. Efek
apoptosis tergantung pada dosis NO dan tipe sel
yang digunakan karena NO mampu menunjukkan
menginduksi apoptosis dan melindungi dari
apoptosis pada tipe sel yang berbeda. Sejumlah
penelitian menunjukkan NO mampu menghambat
apoptosis pada sejumlah tipe sel, termasuk leukosit,
hepatosit, trofoblas, dan sel endotel. Secara umum
efek antiapoptosis NO melalui sejumlah mekanisme
antara lain nitrosilasi dan inaktivasi sejumlah kaspase
termasuk caspase 3, caspase 1, dan caspase 8.
Mekanisme lain termasuk aktivasi p53, upregulating
heat shock protein 70 (dan sebagai konsekuensinya
adalah penghambatan rekruitmen pro-caspase 9 pada
Apaf-1 apoptosome), upregulating Bcl-2 dan BcIXL (dengan menghambat pelepasan C sitokrom dari
mitokondria) dan mengaktivasi sinyal cGMP untuk
mengaktivasi cGMP-dependent protein kinases dan
mensupresi aktivitas caspase.6
Peran Apoptosis pada Patologi Sepsis
Pada perawatan pasien sepsis yang berkembang
lebih lanjut adalah melalui terapi APC, steroid
dosis rendah serta insulin untuk menjaga kadar gula
darah. Penelitian menunjukkan bahwa disregulasi
sel imun berperan dalam memberikan kontribusi
pada disfungsi imun dan MOD selama sepsis,
sehingga blocking terhadap keadaan ini akan mampu
meningkatkan survival pada hewan coba.12,22 Sel
imun yang paling terlihat mengalami disregulasi
29
Mekanisme Apoptosis pada Sepsis
apoptosis ini adalah limfosit. Pada hewan coba
terlihat setelah 12 jam pasca pemaparan polimikroba
sepsis akan terlihat apoptosis limfosit pada timus,
lien, dan gut-associated lymphoid tissues (GALT).
Hal ini menunjukkan bahwa pada hewan coba
disregulasi apoptosis limfosit akan menurunkan
survival sepsis melalui hilangnya limfosit. Apoptosis
limfosit dalam kelenjar timus tampak terjadi pada
awal setelah onset sepsis (4 jam) dan hal ini tidak
tergantung pada efek endotoksin ataupun reseptor
kematian sel.11 Tetapi lebih terlihat sebagai akibat
dari glukokortikoid dan NO.23 Hal ini juga terlihat
ada pelepasan awal C5a yang akan mengakibatkan
apoptosis timosit 24, seperti kita ketahui bahwa C3a,
C4a dan C5a merupakan mediator inflamasi.
Pada sumsum tulang dan lamina propia sel B, Sel
T lien, intestinal intraepithelial lymphocytes (IELs),
dan sel B dan T mukosa plaques Peyeri, apoptosis
merupakan penggerak utama death receptor.
Apoptosis terutama sekali yang terjadi dalam lien
sepertinya berperan penting pada angka mortalitas
akibat sepsis, hal ini terlihat karena ada peningkatan
apoptosis limfosit lien pada hewan coba setelah cecal
ligation and puncture (CLP) akan mengakibatkan
penurunan survival.5 Penelitian Hotchkiss dkk 1999
menunjukkan peningkatan apoptosis limfosit pada
lien berhubungan dengan peningkatan mortalitas.
Apoptosis limfosit mungkin berhubungan dengan
disfungsi imun sehingga akan terjadi penurunan
proliferasi dan kemampuannya dalam melepaskan
IFN-g. IFN-g berpotensi dalam mengaktivasi
makrofag dan menginduksi terjadinya respons Thl.25
Netrofil berperan utama pada pertahanan alamiah
terhadap infeksi dengan mengeliminasi patogen.
Netrofil tidak hanya berhubungan dengan peningkatan
respiratory burst capacity tetapi juga penurunan
apoptosis.26,27 Jimenez et al., menemukan adanya
penurunan apoptosis secara bermakna pada pasien pasien dengan SIRS, dan plasma pasien SIRS mampu
menekan apoptosis netrofil orang normal. Adanya
delayed apoptosis pada keadaan inflamasi akan
menghambat kemampuan membunuh dari sel netrofil
dan peran anti inflamasi, sehingga akan timbul SIRS
maupun MOD/F. Penundaan apoptosis ini sepertinya
sebagian besar adalah suatu hasil dari aktivasi
faktor antiapoptosis. Anggota dari antiapoptosis
yaitu famili Bcl-2 dapat menghalangi apoptosis
melalui jalur intrinsik maupun ekstrinsik. Walaupun
netrofil secara spesifik tidak mengekspresikan Bcl2, namun mengekspresikan Bcl-xL, Mcl-1, A1
dan Bak.29 Pada penelitian apoptosis netrofil pada
pasien sepsis mengindikasikan bahwa penundaan
30
kematian sel akan mengaktifkan NF-xB dan akan
menekan caspase 9 dan 3. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian lipoprotein bakteri akan terikat pada
TLR2 dan CD 14 pada permukaan sel netrofil
yang selanjutnya akan menghambat depolarisasi
membran mitokondria, sehingga akan menurunkan
kadar caspase 3 yang aktif, sebagai akibatnya akan
terjadi penundaan kematian netrofil.30,31 Penundaan
kematian sel ini akan berakibat pada induksi protein
anti-apoptosis seperti cIAP-2 oleh endotoksin, yang
akan meningkatkan kecepatan degradasi caspase 3
yang aktif.32
Apoptosis berperan dalam pengaturan respons
inflamasi setelah terjadinya jejas pada paru-paru. Hal
ini menunjukkan bahwa fagositosis terhadap netrofil
apoptosis oleh makrofag alveolar dan hubungan
antara makrofag alveolar dengan apoptosis sel
endothel tidak hanya menghambat pelepasan sitokin
proinflamasi makrofag, tetapi juga peningkatan
sekresi sitokin antiinflamasi dan faktor pertumbuhan,
penurunan ekspresi FasL, dan inisiasi apoptosis sel T
melalui c-Myc.5
Apoptosis atau kematian sel yang terprogram
ditandai oleh degenerasi nukleus, kondensasi,
dan degradasi DNA nukleus serta fagositosis
residu sel. MODS atau MOF sering berhubungan
dengan peningkatan apoptosis sel limfoid. Sehingga
pengembangan terapi bertujuan pada memblok jalur
sinyal sel yang akan mengawali proses apoptosis
mungkin akan digunakan sebagai target terapi baru
pada pasien-pasien kritis dengan sepsis ataupun
SIRS.33
DAFTAR PUSTAKA
1. Angus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, Clermont G, Carcillo J, Pinsky MR. Epidemiology
of severe sepsis in the United States: analysis of
incidence, outcome, and associated costs of care.
Crit Care Med. 2001;29(7):1303-10.
2. van den Berghe G, Wouters P, Weekers F, Verwaest C, Bruyninckx F, Schetz M, Vlasselaers D,
Ferdinande P, Lauwers P, Bouillon R. Intensive
insulin therapy in critically ill patients. N Engl J
Med. 2001;345(19):1359-67.
3. Annane D, Sébille V, Charpentier C, Bollaert PE,
François B, Korach JM, et al. Effect of treatment
with low doses of hydrocortisone and fludrocortisone on mortality in patients with septic shock.
JAMA. 2002;288(7):862-71.
4. Szabo G, Romics L Jr, Frendl G. Liver in sepsis
and systemic inflammatory response syndrome.
Clin Liver Dis. 2002;6(4):1045-66.
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Achmad Guntur Hermawan
5. Wesche DE, Lomas-Neira JL, Perl M, Chung
CS, Ayala A. Leukocyte apoptosis and its significance in sepsis and shock. J Leukoc Biol. 2005
Aug;78(2):325-37.
6. Dash P. 2007. Apoptosis. Available at: http://www.sgul.ac.ukldepts/immunolo~,,y/-dash (accessed on: 17 Nov 2007)
7. Winoto A. Cell death in the regulation of immune
responses. Curr Opin Immunol. 1997; 9(3):36570.
8. Gilewski T and Norton L. Cytokinetics of neoplasia. In: Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA,
Liotta LA (eds). The molecular basis of cancer.
Philadelphia: WB Saunders; 1995. P. 143-159.
9. Griffiths SD, Goodhead DT, Marsden SJ, Wright
EG, Krajewski S, Reed JC, et al. Interleukin 7dependent B lymphocyte precursor cells are ultrasensitive to apoptosis. J Exp Med. 1994 Jun
1;179(6):1789-97.
10. Kresno SB. Disregulasi apoptosis pada keganasan: telaah khusus pada astrocytoma. Simposium
apoptosis charming to death. Jakarta. 9-10 Dec
2006. p.1-15.
11. Chung CS, Chaudry IH, Ayala A. The apoptotic response of the lymphoid immune system to
trauma, shock and sepsis. In: Vincent, J-L., editor. Yearbook of intensive care and emergency
medicine. Berlin: Spinger-Verlag; 2000. p. 2740.
12. Chung CS, Song GY, Lomas J, Simms HH,
Chaudry IH, Ayala A. Inhibition of Fas/Fas ligand
signaling improves septic survival: differential
effects on macrophage apoptotic and functional
capacity. J Leukoc Biol. 2003;74(3):344-51.
13. Roth E, Pircher H. IFN-gamma promotes Fas
ligand- and perforin-mediated liver cell destruction by cytotoxic CD8 T cells. J Immunol.
2004;172(3):1588-94.
14. Peter ME, Krammer PH. The CD95(APO-1/
Fas) DISC and beyond. Cell Death Differ. 2003;
10(1):26-35.
15. Danial NN, Korsmeyer SJ. Cell death: critical
control points. Cell. 2004 Jan 23;116(2):205-19.
16. Strasser A, O’Connor L, Dixit VM. Apoptosis
signaling. Annu Rev Biochem. 2000;69:217-45.
17. Thorburn A. Death receptor-induced cell killing.
Cell Signal. 2004;16(2):139-44.
18. Krammer
PH.
CD95(APO-1/Fas)-mediated apoptosis: live and let die. Adv Immunol.
1999;71:163-210.
19. Reed JC. Mechanisms of apoptosis. Am J Pathol.
2000;157(5):1415-30.
Volume 2 Nomor 1 Januari 2012
20. Reed JC. Bcl-2 family proteins: regulators of
apoptosis and chemoresistance in hematologic
malignancies. Semin Hematol. 1997;34 (4 Suppl
5):9-19.
21. Kroemer G, Zamzami N, Susin SA. Mitochondrial control of apoptosis. Immunol Today.
1997;18(1):44-51.
22. Hotchkiss RS, Swanson PE, Freeman BD, Tinsley KW, Cobb JP, Matuschak GM, et al. Apoptotic cell death in patients with sepsis, shock,
and multiple organ dysfunction. Crit Care Med.
1999; 27(7):1230-51.
23. Ayala A, Herdon CD, Lehman DL, DeMaso CM,
Ayala CA, Chaudry IH. The induction of accelerated thymic programmed cell death during
polymicrobial sepsis: control by corticosteroids
but not tumor necrosis factor. Shock. 1995;3(4):
259-67.
24. Guo RF, Huber-Lang M, Wang X, Sarma V,
Padgaonkar VA, Craig RA, et al. Protective effects of anti-C5a in sepsis-induced thymocyte
apoptosis. J Clin Invest. 2000;106(10):1271-80.
25. Döcke WD, Randow F, Syrbe U, Krausch D,
Asadullah K, Reinke P, et al. Monocyte deactivation in septic patients: restoration by IFN-gamma
treatment. Nat Med. 1997 Jun;3(6):678-81.
26. Ayala A, Chung CS, Lomas JL, Song GY, Doughty
LA, Gregory SH, et al. Shock-induced neutrophil
mediated priming for acute lung injury in mice:
divergent effects of TLR-4 and TLR-4/FasL deficiency. Am J Pathol. 2002;161(6):2283-94.
27. Lomas JL, Chung CS, Grutkoski PS, LeBlanc
BW, Lavigne L, Reichner J, et al. Differential
effects of macrophage inflammatory chemokine-2and keratinocyte-derived chemokine on
hemorrhage-induced neutrophil priming for
lung inflammation: assessment by adoptive cells
transfer in mice. Shock. 2003;19(4):358-65.
28. Jimenez MF, Watson RW, Parodo J, Evans D,
Foster D, Steinberg M, et al. Dysregulated expression of neutrophil apoptosis in the systemic
inflammatory response syndrome. Arch Surg.
1997;132(12):1263-9; discussion 1269-70.
29. Moulding DA, Akgul C, Derouet M, White MR,
Edwards SW. BCL-2 family expression in human neutrophils during delayed and accelerated
apoptosis. J Leukoc Biol. 2001;70(5):783-92.
30. Weaver JG, Rouse MS, Steckelberg JM, Badley
AD. Improved survival in experimental sepsis
with an orally administered inhibitor of apoptosis. FASEB J. 2004;18(11):1185-91.
31
Mekanisme Apoptosis pada Sepsis
31. Power CP, Wang JH, Manning B, Kell MR,
Aherne NJ, Wu QD, Redmond HP. Bacterial lipoprotein delays apoptosis in human neutrophils
through inhibition of caspase-3 activity: regulatory roles for CD14 and TLR-2. J Immunol.
2004;173(8):5229-37.
32
32. Mica L, Härter L, Trentz O, Keel M. Endotoxin
reduces CD95-induced neutrophil apoptosis by
cIAP-2-mediated caspase-3 degradation. J Am
Coll Surg. 2004;199(4):595-602.
33. Oberholzer C, Oberholzer A, Clare-Salzler
M, Moldawer LL. Apoptosis in sepsis: a new
target for therapeutic exploration. FASEB J.
2001;15(6):879-92.
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Download