Ajik Azmijah; Pengamatan Jumlah Sel Apoptotik pada Bursa Fabrisius Akibat … Pengamatan Jumlah Sel Apoptotik pada Bursa Fabrisius Akibat Infeksi Virus Avibirna Observation of Bursal Apoptotic Cells Due to Avibirna Virus Infection Ajik Azmijah Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surab aya Abstract The aim of this study is to prove the increasing amount of apoptotic cells in bursa Fabricius of chicken infected by Avibirna virus. Fifty broiler chicken of 21 day old, devided randomly into 10 groups i.e 5 groups as control and the other 5 as treated groups. Each chick of five treated groups inoculated by Tasik isolate of Avibirna virus through intraocular, intracloacal and oral routes. Subsequently both control and treated groups were sacrificed at 2 nd, 4th, 6th, 8th and 10 th day after infection. The bursae were taken and processed using S177101 Apopteg plus Peroxidase in situ Apoptosis Detection Kit and put into histological examination. Apoptotic cells of bursa from treated chicken which sacrificed on 4 th and 6 th day after infection increa se sharply and differ significantly with those of control. This high amount of apoptotic cells thought to be induced by increasing number of T lymphocytes in the acute phase of viral infection Key words: bursa of Fabricius, avibirna virus, apoptotic cells . Pendahuluan Avibirna virus merupakan penyebab penyakit viral pada unggas yang menyerang organ bursa Fabrisius. Penyakit ini bersifat akut, sangat menular dan immunosupresif. Penyakit ini merupakan masalah bagi industri perunggasan sejak lama di seluruh dunia, terutama karena adanya penurunan respon imun terhadap vaksinasi dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi oportunistik, dan kegagalan vaksinasi (Betch and Muller, 1991). Setelah muncul virus Avibirna yang bersifat ganas sejak tahun 1986 di berbagai Negara Eropa dan Asia (Nunoya et al; 1992) termasuk di Indonesia, masalah jadi semakin komplek. Wabah yang terjadi di Indonesia pada tahun 1991 menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar karena penyakit ini dapat menimbulkan gejala klinik dan menyebabkan kematian sampai 60 % pada ayam petelur dara terutama bila diikuti dengan infeksi sekunder (Parede, 1993). Organ sasaran virus avibirna adalah bursa Fabrisius pada perkembangan maksimum. Bursa Fabrisius merupakan sumber dari spesifik limfosit B pada unggas. Menurut van den Berg et al (1991) dan Nunoya et al (1992), keparahan penyakit berhubungan langsung dengan jumlah sel peka yang ada di bursa Fabrisius, oleh karena itu umur kepekaan paling tinggi adalah antara tiga sampai enam minggu ketika bursa Fabrisius pada perkembangan maksimum . Tanimura and Sharma (1998 ) dan Jungmann et al. (2001) menjelaskan bahwa setelah virus sampai di bursa Fabrisius kemudian diikuti pengosongan limfosit bursa akibat nekrosis dan apoptosis . Menurut Nieper et al. (1999), terdapat hubungan antara apoptosis dengan replikasi virus di sel bursa Fabrisius. Adapun selanjutnya menurut Tanimura and Sharma (1998) pengosongan limfosit bursa Fabr isius ini dapat permanen, akibatnya walaupun terjadi penyembuhan, inang tetap mengalami imunosupresi. Masalah utama pada infeksi virus Avibirna yang perlu mendapat perhatian adalah imunosupresi yang timbul. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kontribusi terbesar terjadinya imunosupresi adalah pengosongan sel limfoid pada bursa akibat infeksi yang berupa apoptosis dan nekrosis. Rautenschlein et al. (2002) mengungkapkan bahwa untuk destruksi sel bursa dibutuhkan peran limfosit T. Menurut Goldsby et al. (2000) limfosit T sitotoksik dan sel NK dapat men imbulkan lisis pada sel target melalui pengeluaran perforin dan granzime. Penanggulangan penyakit akibat virus avibirna di Indonesia selama ini adalah dengan pemberian vaksinasi teratur, terutama pada induk ayam bibit komersial dengan tujuan anak ayam me mperoleh kekebalan yang cukup. Namun demikian, sampai sekarang belum ditemukan vaksin yang sesuai dengan strain yang ad a (Dirjen Produksi Ternak, 58 Media Kedokteran Hewan 2002), oleh karena itu masih sering dilaporkan kasus penyakit Gumboro di lapangan, terutama dampak immunosupresinya sehingga menimbulkan kematian yang tinggi akibat rentan terhadap penyakit lain . Metode Penelitian Sebagai hewan coba digunakan ayam broiler umur 21 hari sebanyak 50 ekor. Anak ayam dipelihara sampai umur 21 hari. Sebelum penginfeksian virus pada hewan coba, dilakukan perbanyakan dan pengganasan virus terlebih dahulu, pasase dua kali pada ayam umur 14 hari.Pada pasase pertama 2 ekor ayam umur 14 hari diinfeksi virus avibirna isolat Tasik secara oral, tetes mata dan melalui kloaka sebanyak 0,4 ml. Dua hari kemudian bursa dipanen . Lima puluh ekor ayam secara random dibagi menjadi sepuluh kelompok yang terdiri dari lima kelompok kontrol dan lima kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor ayam. Kelompok kontrol tanpa perlakuan seda ngkan lima kelompok perlakuan diinokulasi dengan avibirna virus isolat Tasik secara intraokuler, intra kloakal dan per oral dengan dosis 1000 EID 50/ml. Kemudian secara bertahap tiap tiap kelompok dari kelompok perlaku an dan kelompok kontrol (masing-masing lima ekor ayam) dikorbankan yaitu pada 2, 4, 6, 8 dan 10 hari setelah inokulasi.Setelah ayam dikorbankan, bursa Fabrisius diambil kemu dian dipersiapkan untuk pembuatan sediaaan histo patologi dengan menggunakan S77101 Apopteg plus Peroxidase in situ Apoptosis Detection Kit. Vol. 21, No. 2, Mei 2005 Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan bursa Fabrisius ayam secara mikro skopis dapat dinyatakan bahwa, salah satu ciri sel bursa yang mengalami apoptosis pada sediaan mikroskopis dengan pewarnaan menggunakan Kit Apopteg adalah adanya warna coklat gelap pada inti (Gambar 1-3). Hasil analisis statistik terhadap jumlah sel apoptosis pada sel bursa pada infeksi Avibirna virus, pada hari kedua setelah infeksi belum terjadi peningkatan sel apoptotik, kemudian meningkat pada hari ke empat dan ke enam serta tampak mengalami penurunan pada hari ke delapan dan kesepuluh. Tabel 1. Hasil Analisis Statistik Jumlah Sel Bursa yang Mengalami Apoptosis Kombinasi Rataan ± SD Hari ke II~Kontrol 30,20 a ± 4,207 Hari ke II~Perlakuan 41,20 a ± 10,826 Hari ke IV~Kontrol 42,80 ab ± 5,357 Hari ke IV~Perlakuan 117,80 d ± 18,913 Hari ke VI~Kontrol 49,40 ab ± 1,949 Hari ke VI~Perlakuan 96,00 c ± 17,421 Hari ke VIII~Kontrol 49,20 ab ± 3,493 Hari ke VIII~Perlakuan 52,00 b ± 3,464 Hari ke X~Kontrol 45,20 ab ± 5,404 Hari ke X~Perlakuan 42,20 ab ± 11,432 a,b,c Superskrip yang berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p < 0,01). Gambar 1. Peningkatan apoptosis sel bursa pada kelo mpok perlakuan hari ke empat setelah infeksi virus Gumboro (perbesaran 400X, pewarnaan dengan kit apopteg) . 59 Ajik Azmijah; Pengamatan Jumlah Sel Apoptotik pada Bursa Fabrisius Akibat … Gambar 2. Sel apoptotik pada kelompok perlakuan hari ke sepuluh setelah infeksi virus Gumboro (perbesaran 400X, pewarnaan dengan ki t apopteg). Gambar 3. Apoptosis sel bursa pada kel kontrol (perbesaran 400X, pewarnaan dengan kit apopteg) Kontribusi terbesar terjadinya imunosupresi pada infeksi Avibirna Virus adalah adanya pengo songan sel limfoid pada bursa Fabrisius akibat infeksi yang berupa apoptosis dan nekrosis. Apoptosis merupakan kematian sel terprogram melalui mekanisme genetik yang dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Aktivitas enzim telomerase diketahui sangat berperan pada proses apoptosis fisiologis, sedangkan apoptosis patologis terjadi karena terdapat gangguan keseimbangan system genetik yang dipicu oleh faktor lingkungan, misal Infeksi virus (Thomson, 1995 ). Menurut Reed (2000) proses apoptosis melibatkan beberapa protease sistein yang disebut caspase (cyst ein Aspartyl-Spesifik Protease). Caspase yang terlibat dalam proses apop tosis antara lain caspase 2, 8, 9, 10 yang tergolong caspase inisiator, caspase 3, 6, 7 yang tergolong caspase eksekutor. Penelitian yang di lakukan oleh Routenschlein et al (2002) mengungkapkan bahwa untuk penghancuran sel bursa dibutuhkan peran sel limfosit. Perlakuan tinektomi pada infeksi avibirna virus menghilangkan respon inflamasi yang diinduksi virus secara signifikan mengurangi keja dian apoptosis sel bursa Fabrisius dibandingkan dengan ayam yang memiliki sel T utuh. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pada infeksi avibirna virus, limfosit T berperan besar pada proses apoptosis. 60 Media Kedokteran Hewan Hasil statistik terhadap jumlah sel apoptotik sel bursa pada infeksi avibirna virus pada penelitian ini menunjukkan bahwa hari ke 4 dan ke 6 paling tinggi dan berbeda sangat nyata dengan hari ke 2,8 dan 10. Hari ke 2 belum terjadi peningkatan sel apoptotik, kemudian meningkat pada hari ke 4 dan ke 6 dan tampak mengalami penurunan pada hari ke 8 dan 10 . Sel apoptotik pada bursa juga terjadi pada kontrol, hal in dapat dijelaskan bahwa apoptosis dapat terjadi baik patologik maupun fisiologik. Gambaran ini sesuai dengan pernyataan Rautenschlein et al, 2002, bahwa pada fase akut, yaitu sekitar lima hari setelah infeksi terjadi peningkatan jumlah sel limfosit T yang berperan sangat besar pada mekanisme apoptosis melalui pengaktifan caspase oleh granzim. Limfosit T sitotoksik dan sel NK dapat menimbulkan lisis pada sel target melalui pengeluaran perforin dan granzime. Perforin merupakan enzim yang mampu membentuk celah pada membrane sel target sehingga kemudian granzim dapat menerobos masuk untuk melisis sel trsebut (Abbas et al., 2000) setelah masuk sitoplasma target,granzim dapat langsung mengaktifkan caspase inisiator seperti caspase 10, kemudian terjadi aktivasi kaskade caspase yang selanjutnya memicu apoptosis. Menurut Jungmann et al. (2001) peningkatan proporsi jumlah sel apoptosis pada infeksi avibirna virus ini, dapat dihubungkan dengan replikasi virus. Sel apoptosis banyak ditemukan didaerah sekitar sel sel yang mengekspresikan antigen, ini mengindikasikan bahwa factor penginduksi apoptosis mungkin dikeluarkan oleh sel sel yang mereplikasi virus. Menurut Nieper et al (1999), sebagian besar sel sel apoptotik dalam bursa Fabrisius mengandung antigen virus empat hari setelah penginfeksian. Interferon yang terbentuk setelah infeksi virus ini di pertimbangkan sebagai satu dari beberapa penyebab kemungkinan terjadinya apoptosis. Infeksi virus merupakan penyebab paling umum terjadinya pem bentukan interferon. DsRNA diketahui sebagai perangsang kuat interferon yang mungkin menghambat sintesis protein dan juga merangsang apoptosis. Apoptosis dirangsang oleh interf eron alpha berhubungan dengan aktivasi beberapa caspase, seperti aktivasi caspase 3. Aktivasi caspase ini merupakan peristiwa penting dalam penginduksian kaskade caspase oleh interferon alpha (Thyrell and Erickson, 2002 ). Kesimpulan Pada infeksi Avibirna virus pada penyakit gumboro terjadi peningkatan jumlah sel apoptosis. Peningkatan jumlah sel apoptosis tersebut terjadi pada hari keempat dan keenam setelah inokulasi virus dan terlihat berbeda sangat nyata. 61 Vol. 21, No. 2, Mei 2005 Daftar Pustaka Abbas, K.A., A.H. Lichtman and J.S. Pober. 2000. Celluler and Mollecular Immunology 4 th ed.W.B. Saunders Company A Harcourt Health Sciences Company Philadelphia London New York St Louis Sydney Toronto. www.yahoo.com Becht, H. and H. Muller. 1991. Infectious Bursal Disease dependent Immuno Deficiency syndrome in chicken Bhering institute Mitteillingen 89: 217 -225 Direktorat Jenderal Produksi Ternak. 2002. Keterpaduan Kebijakan Pembangunan Sektor Peternakan dan Perikanan. Seminar Nasional Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga . Goldsby, A.R., T.J. Kindt and B.A.Osborne .2000.Kuby Immunology.W.H. Feeman and Company New York .www.google.com. Jungmann, A., H. Nieper and H. Mueller. 2001. Apoptosis is Induce by Infectious Bursal Disease Virus Replication in Productively Infected Ce lls as well as in Antigen–Negative Cells in Their Vicinity.Journal of General Virology. 2: 11071115. www.google.com. Nieper, H., J.P.Teifke, A. Jungmann, C.V. Lhor and H. Mueller. 1999. Infected and Apoptotic Cell in The IBDV Infected Bursa of Fabricius, Studied by Double Labelling techniques. Avian Pathol. 28: 279-285.www.google.com Nunoya, T., Y. Otaki, M. Tajima, M. Hiraga and T. Sato. 1992. Occurrence of Acut in Infectious Bursal Disease with High Mortality in Japan and Patogenicity of Field Isolates in SPF Chickens .Avian Disease. 36: 597-609.www.google.com. Parede, L. 1993. Laporan Proyek Hasil Penelitian Virus dan Penyakit Gumboro Kerjasama Balivet dan P4N Badan Litbang Pertanian. Rautenschlein, S., H.Y. Yeh, M.K. Njenga and J.M. Sharma. 2002. Role of Intra bursal T Cells in IBDV Infection: Tcell Promotwe Viral Clearance But Delay Reed, C.J. 2000. Mechanism of Apoptosis. Am. J. of Pathology. 157(5): 1415-1430.www. google.com. Tanimura, N.and J.M. Sharma. 1998. In Situ Apoptosis in Chickens Infected wi th Infectious Bursal Disease Virus. J. of Compar. Pathol. 118: 15-27.www.google.com. Thyrell, L and S. Erickson. 2002. Mechanism of Interferon-Alpha Induced Apoptosis in Malignant Cell (Abst) 21(8): 1251-1262.www. google.com Van den Berg, T.P., M. and G. Meulemans. 1991. Acute Infectious Bursal Disease in Poultry: Isolation and Characterization of a Highly Viru lent Strain. Avian Pathol. 20: 133-134. www.google.com