1. Farmasi pada zaman purbakala ( 1630 S.M.) Ketika timbul pemukiman-pemukiman di lembah Nil, Eufrat , Tigris, Sungai Yangtse dan Kuning serta sungai Indus, terjadi perubahan-perubahan yang mempengaruhi secara perlahan-lahan tentang konsep penyakit dan pengobatan. Ketika manusia mulai belajar bagaimana mengontrol gejala alam, misalnya bertani, membangun proyek-proyek yang besar, kepercayaan akan kekuatan ”dewadewa” dalam kehidupan sehari-hari mulai mengalami perubahan. Perubahan ini dibuktikan dengan ditemukannya clay tablets dan papyrus dalam masyarakat Mesopotamia dan Mesir pada milenium kedua sebelum masehi. Ini merupakan awal penggunaan obat secara rasional. Gambar no.2 : Pengobatan pada masyarakat Babylonia kuno. Dari dokumen-dokumen yang didapat, diketahui sudah ada pemisahan secara perlahan antara pengobatan empirik (berdasarkan pengalaman) dengan yang spiritual. Pada masyarakat Babylonia dikenal dua macam pengobat yaitu asipu (magical healer ) dan asu ( empirical healer ). Asipu dalam mengobati penyakit menggunakan batu-batu magic, bukan dengan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan Asu menggunakan berbagai macam tumbuhan yang dibuat dalam berbagai bentuk misalnya bentuk supositoria, pil, larutan dan salep. Asu dan Asipu tidak saling bersaing, tetapi tidak jarang saling bekerja sama kalau menghadapi kasus yang sulit. Seperti halnya dengan masyarakat Babylonia, masyarakat Mesir telah menemukan spesialisasi dalam pembuatan dan penjualan obat. Pembuat obat pada zaman ini belum dapat dikatakan sebagai pendahulu masyarakat farmasis saat ini, sebab setelah surutnya kedua masyarakat tersebut, pengobat atau tabib kembali mengambil peran sebagai pembuat obat. Farmasi yang betul-betul terpisah dari pengobat atau tabib masih menunggu waktu yang panjang. Perkembangan obat di Barat berakar pada kemajuan masyarakat Yunani yang bermukim di pesisir laut Aegea pada milenium berikutnya. Masyarakat Yunani mengembangkan tulisan-tulisan bangsa Yunani, Sumeria, Asiria dan Babylonia. Para rhizotomoi, yaitu para ahli pengumpul dan peracik simplisia, meracik simplisia menjadi obat (pharmakon ) yang kemudian disimpan diruang khusus yang disebut apotheke. Gambar no.3 : Masyrakat Cina kuno telah menggunakan ratusan jenis tumbuhan untuk pengobatan. Homer (800 SM ) menghargai kebijaksanaan pengobat bangsa Mesir dan memberikan ilustrasi mengenai pasang surutnya pengetahuan kuno. Dokter-dokter Yunani pertama, Demiourgi telah mendiagnosis penyakit sebagai sesuatu yang disebabkan oleh sebab-sebab yang alamiah, tanpa menghilangkan pengaruh supranatural. Gambar no.4 : Zaman papyrus Eber (1500 SM ). Masyarakat Mesir telah mengenal 800 resep yang terdiri dari 700 bahan obat. Gambar no. 5 : Dioscorides pengumpul obat-obatan dari tumbuhan pada abad pertama setelah Masehi Tradisi rasional dalam pengobatan Yunani disempurnakan dan dituliskan dalam literatur oleh Hipocrates (425 SM). Dituliskan tentang penjelasan rasional menge nai suatu penyakit. Dijelaskan pula tentang hubungan lingkungan dengan manusia, dengan mengkaitkan empat elemen yaitu tanah, udara, api dan air dengan empat cairan yang mengatur kegiatan tubuh, yaitu darah, empedu hitam, empedu kuning dan lendir. Dokter Yunani pengikut metode Hipocrates memilih pengaturan cara hidup dan makanan dalam mengatasi penyakit.Para dokter Yunani menyiapkan obatnya sendiri atau membuat resep. Gambar no. 6 : Galen sedang mencobakan ramuan obatnya Galen melalui pendidikan dan tulisannya, mengajarkan untuk mengobati penyakit dengan bahan yang bertentangan dengan gejala penyakit tersebut Misalnya inflamasi diobati dengan mentimun yang mempunyai efek dingin, Cara pengobatan tersebut dinamakan allopathy. Prinsip pengobatan ini adalah contraria contraris curantur. Galen juga menganjurkan penggunaan polifarmasi dalam pengobatan. Pandangan ini menganggap bahwa pasien diberi obat sebanyak mungkin. Resep dengan 50 macam obat pada waktu itu bukan suatu yang mustahil. Pengobatan pada masa ini mencapai puncaknya dengan penerapan konsep pengobatan dari Galen.