1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an sebagai muʻjizât terbesar dalam sejarah para pembawa pesan Tuhan (the messengers) memberikan petunjuk (hudâ)1 yang melingkupi seluruh lini kehidupan. Kelengkapan petunjuk al-Qur’an menyentuh seluruh aspek kehidupan, karena ia adalah wahyu paling akhir yang diturunkan Allah SWT untuk memberikan rekomendasi tugas kekhalîfahan manusia dimuka bumi.2 Bukan hanya yang berkaitan dengan kehidupan ke empat (ukhrawî), akan tetapi masalah dunia tidak dilupankannya.3 Meski wahyu ini mengandung dimensi ketuhanan (al-khâliq), aplikasinya ia tidak hanya mengambang di awan, namun mampu menyentuh tanah dan menyatu dengan dimensi kemanusiaan (makhlûq). 1 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Tangerang, Vol. I, Lentera Hati, Cet. III, 2005, h. v-vi. Lihat juga Rizal Fuadi, Fungsi al-Qur’an, dalam paper mata kuliah seminar tafsir program studi hukum Islam pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1998, tidak diterbitkan M. Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik al-Qur’an; mencurigai makna tersembunyi di Balik Teks, Bekasi, PT Gugus Press, Cet. I, 2002, h. 46-59 2 3 John L. Esposito, Islam dan Politik, Jakarta, PT. Bulan Bintang, Cet. I, 1990, h. 38. Lihat juga Badri Khaeruman, sejarah perkembangan Tafsir al-Qur’an, Bandung,CV. Pustaka Setia, Cet. I, 2004, h. 11 2 Keberadaan petunjuk al-Qur’an adalah petunjuk yang bersifat implemen4 yang membutuhkan aplikasi dan implementasi5 kongkrit. Pemaknaan ini penting karena sebagian masyarakat muslim sendiri memahami-dalam beberapa hal, terutama masalah keduniaan-bahwa ajaran al-Qur’an sulit diterima bahkan mustahil diamalkan (resistensi).6 Dan yang lebih parah, mengasumsikan al-Qur’an hanya berbicara ketuhanan dan semua hal yang koneksinya adalah akhirat, karena tidak mampu memahaminya.7 Dalam masalah muʻâmalah (interaksi sosial) dan muhâkamah (hukum syariʻah), masyarakat muslim lebih memilih menggunakan hukum positif dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang melegitimasinya. Mereka enggan menggunakan ajaran al-Qur’an karena menganggap tidak mungkin untuk dijalankan. Karena keberadaan situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan karena berbeda jauh dengan situasi dan kondisi dimana alQur’an diwahyukan,8 terlebih masalah tata negara (politik).9 4 Implemen berarti al-Qur’an adalah sebuah alat, perabot, perkakas, peralatan dan piranti yang bersifat teoritis dan dogmatis yang rasional dan irasional. Lihat Farida Hamid, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya, Apollo, tt, h. 37 dan 215 5 Aplikasi adalah penerapan dari sebuah ide, gagasan, dan rancangan yang berdiri untuk mewujudkan sebuah aksi. Sedangkan implementasi adalah prosesi penerapan dan pemanfaatan sebuah implemen yang berhubungan dengan pemakaian. Lihat Farida Hamid, Kamus Ilmiah...., h. 37 dan 215 6 Humar Syihab, al-Qur’an dan Rekayasa Sosial, Jakarta, Pustaka Kartini, Cet. I, 1990, 7 Ibid., h. 55-62 h. 10 8 Raffles, The Histori Of Java, jilid 2, h. 280 seperti yang dikutip dalam buku Perspektif Islam di asia Tenggara, penyunting Azyumardi Azra, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, edisi pertama, 1989, h. 151 Moenawar Chalil, Kembali Kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, Jakarta, PT Bulan Bintang, Cet. VI, 1986, h. 14. Gambaran dari QS. al-Mâ`idah 49-50 9 3 Dalam kehidupan masyarakat muslim sendiri10 ada anggapan bahwa permasalahan pemerintahan dan negara tidak ada sangkut pautnya dengan agama, bahkan Tuhan. Politik adalah murni urusan duniawi yang orientasi akhirnya adalah kekuasaan. Dari asumsi ini muncul sebuah pemikiran untuk menskulerkan politik dari agama.11 Adanya sebuah gerakan untuk menyingkirkan politik dari umat Islam. Selain itu ada arus yang menanamankan mainset bahwa politik itu selalu identik dengan upaya penguasaan dan eksploitasi bahkan pembumi hangusan kelompok lain yang berseberangan. Ironisnya, orang-orang yang berada dalam lingkaran pemerintahan (politikus) mendapatkan predikat fâsik, munâfik bahkan dikâfirkan. Di sisi lain, orang-orang yang menjalin hubungan dan mendekati politikus dilarang. Sehingga dengan pelarangan itu penghakiman atas orang yang mendekati kekuasaan kredibelitas keislamannya dipertanyakan (tidak wiraʻi).12 Kenyataan ini diperparah dengan fenomena hilangnya kepercayaan publik atas politikus muslim yang dianggap telah menjual keimanan untuk Terutama setelah terhapusnya sistem Khilâfah Islâmiyah di Turki, dan masuknya pemikiran dan kebudayaan Barat baik melalui invansi senjata, budaya maupun pemikiran dan dominasi barat atas dunia Islam 10 11 Pemisahan antara otoritas keagamaan dan politik dalam dunia Islam sudah terjadi sejak dinasti Umaiyah (611–750 H) berkuasa dengan preseden pengangkatan para qâdhi dan fungsionaris keagamaan lainnya. Di Indonesia sendiri sudah ada sejak zaman kerajaan dan diperkuat selama masa penjajahan kolonial dengan dibentuknya kantor urusan agama (KUA), dan pada penjajahan Jepang dengan dibentuknya Majlis Syura Ulama Indonesia (MASYUMI). Pada era orde baru sekulerisasi agama dan politik terstruktur dengan rapi dengan dibentuknya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai patron dan monitoring pemerintah dalam mengawasi gerak politik kyai. Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia Pengalam Islam, Jakarta, Paramadina, Cet. I, 1999, h. 165166 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozalî, Ihya’ Ulûm al-Dîn, Bairut, Dar al-Ma’rifah, Juz. II, h. 142, Maktabah Syâmilah 12 4 mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompoknya. Pemanfaatan agama untuk mendulang keuntungan yang bersifat materi maupun nonmateri yang tidak ada sangkut pautnya dengan urusan agama. Agama hanya dijadikan alat untuk mencapai puncak kekuasaan. Terlebih di indonesia, pandangan sebelah mata terhadap para tokoh agama (kyai) yang terjun dalam politik praktis nyaris hilang karamahnya dan ketokohannya di cabut. Sebelum berpolitik segala tindakan kyai dijadikan panutan oleh masyarakat dan ucapannya selalu dituruti. Kyai yang dianggap adiluhung setelah berpolitik semuanya tidak berlaku lagi. Keluarganya dikucilkan dan pesantren yang diasuhnya menjadi sepi. Hukuman moral dan sosial atas kyai yang berpolitik melebihi hukuman terhadap koruptor yang menelan uang rakyat dan membunuhnya secara perlahan. Entah karena benci atau kecintaan yang terlalu dalam terhadap kyai, yang tidak rela apabila kehilangan figur kyai, atau tidak tega apabila kyai direpotkan dengan urusan yang sangat remeh. Asumsi masyarakat ini memberikan imbas partai Islam dan politikus tidak punya daya jual (unmarketable). Justru, partai yang berasas dan berlambangkan Islam maupun politikus muslim selalu kalah dengan setiap pemilu. Kepercayaan rakyat terhadap politikus yang mempunyai background Islam kalah jauh dengan yang politikus nasionalis. Hal ini semakin kronis ketika para politikus muslim banyak yang terperosok dalam kasus hukum. Bukan karena kalah konsep dalam berpolitik terlebih karena imege negatif yang terbangun lebih dulu bahwa politikus muslim hanya memanfatkan situasi 5 dan posisi untuk mengenyangkan perutnya sendiri. Mereka lebih berhak untuk tidak dipilih karena selain tidak menggunakan kepercayaan yang diamanahkan konstituen, mereka juga telah memanfaatkan agama untuk politiknya. 13 Dari sini menarik untuk dikaji terkait politik Islam yang bersumber dari al-Qur’an yang menjadi pedoman, dan diyakini mampu memberikan solusi terhadap semua masalah. Karena sebagai wahyu Tuhan tentunya al-Qur’an diharapkan memberikan gambaran yang tepat, selain untuk memberikan gambaran yang jelas dan pedoman terhadap politik Islam yang benar-benar bernafaskan al-Qur’an. Untuk itu penulis mengambil tema “Konsep Al-Qur’an Tentang Politik: Kajian Tematik Tentang Ayat-Ayat Politik”. B. Fokus Penelitian Medan permasalahan ini sebenarnya terlalu luas, sehingga penulis merasa perlu untuk memberikan batasan agar dalam pembahasan memiliki fokus utama. Karena pada dasarnya misi awal al-Qur’an adalah untuk memberikan petunjuk strategis tugas kekhalîfahan manusia dimuka bumi ini senantiasa tidak terlepas dari strategi untuk menuntaskan tugas itu. Adapun yang menjadi bidikan penulisan ini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara politik, tafsir dari beberapa mufassîr terhadap ayat-ayat politik dan penerapannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 13 Kenyataan sejarah sejak Republik Indonesia berdiri sampai masa Reformasi partai Islam tidak pernah manjadi jawara dalam pemilihan umum dan hanya puas menjadi runner up. Lihat Fananie Anwar, Politik Islam Politik Kasih Sayang, Sidoarjo, Masmedia Buana Pustaka, Cet. I, 2009, h. 47-65 6 C. Rumusan Masalah Berawal dari permasalahan diatas, pembahasan dalam masalah ini adalah untuk mengeksplorasi ayat-ayat yang berbicara politik maupun memiliki hubungan dengan politik, baik dilihat dari nilai, pesan moral maupun faktor eksternal yang lain. Adapun yang menjadi rumusan pembahasan dalam kajian ini adalah: 1. Bagaimana bunyi ayat-ayat yang berbicara politik? 2. Apa misi politik al-Qur’an ? 3. Seperti apa bentuk idealnya politik al-Qur’an ? D. Tujuan Penelitian Dalam penulisan penelitian ini penulis mempunyai tujuan untuk; 1. Menelusuri ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai kaitan dengan masalah politik baik secara tekstual maupun kontekstual, secara tersurat maupun yang tersirat. 2. Mengetahui ayat-ayat makiyah madâniyah, asbâb al-nuzûl, beserta serta penafsiran dari beberapa mufassîr. 3. Mengetahui kandungannya ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan politik, merumuskan misi politik al-Qur’an dan menentukan bentuk ideal pemerintahan formal maupun non formal menurut al-Qur’an. E. Sumbangan Intelektual Penelitian ini memberikan kontribusi kepada seluruh masyarakat muslim baik dari segi teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Sumbangan teoritis 7 Penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan sumbangan intelektual bagi kelengkapan data teoritis dalam upaya mengkaji pemahaman tentang politik dalam perspektif al-Qur’an untuk kepentingan ilmiah (scientific need) dan wacana baru dalam kajian tafsîr, khususnya terhadap metode maudhu`i (tematik). 2. Sumbangan praktis Dalam ranah praktis penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran yang moderat di era modern, sekaligus memberikan peta baru bagi para pegiat perpolitikan, lebih khusus kepada politikus muslim. Selain itu untuk memberikan rekomendasi yang Islami demi terwujudnya perpolitikan yang sehat dan bermartabat sehingga slogan al-Islâm Yaʻlû walâ Yuʻlâ ‘Alaih itu menjadi gerakan empiris dan bukan sekedar fatamorgana dipadang sahara. F. Penegasan Istilah Kata “konsep” dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki beberapa arti yaitu: ide umum, pemikiran, rancangan, atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang diluar bahasa, yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lainya. Dari berbagai makna ini penulis ingin menggunakan makna konsep sebagai ide umum dan pemikiran atau rancangan.14 Term “politik” dalam kamus bahasa Arab diungkapkan dengan kata siyâsah yang mempunyai arti proses perbaikan makhluk dengan menunjukkan mereka kejalan yang menyelamatkan, baik saat ini maupun yang akan datang. 14 Farida Hamid, Kamus Ilmiah...., h. 304 8 Sebuah konsentrasi hukum dan management pemerintahan baik intern maupun ekstern.15 Kata “al-Qur’an” adalah derivasi (musytaq) dari asal kata qara`a yaqra`u qar`an qirâ`atan dan qur’ânan yang memiliki arti membaca (talâ).16 Kata alQur’an dipakai untuk memberikan nama terhadap sesuatu yang dibaca, yakni objek bacaan yang berada dalam wazan masdar (asal bentuk kalimat).17 Sedangkan yang dimaksud istilah al-Qur’an dalam kajian ini adalah kitab suci umat Islam, yaitu mukjizat dari Allah SWT yang diberikan (wahyu) kepada nabi Muhammad SAW dengan mutawâtir (berturut-turut)18 melalui perantara malaikat Jibril, sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia agar selamat dan bahagia didunia dan akhirat,19 dalam bentuk mushaf yang ditulis dengan menggunakan bahasa Arab, bernilai ibadah bagi pembacanya, diawali dengan surah al-fâtihah dan diakhiri oleh surah al-Nâs20 dan terpelihara dari pemalsuan hingga akhir dunia.21 G. Kajian Penelitian Terdahulu Sejauh ini belum ada penelitian khusus terkait ayat-ayat al-Qur’an yang memuat magnet politik dan secara tegas mamaparkan bentuk kongkrit dari misi Maʻluf luwis, al-Munjid Fî al-Lughah wa al-Aʻlâm, Bairut, Dar al-Masyriq, Cet. XXXX, 2003, h. 362 15 16 Ibid., h. 616-617 17 Nur Cholis, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta, Teras, 2008, h. 23 M. Quraish Shihab, Mu’jizat al-Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahsaan: Isyarat Ilmiah dan Pemberiataan Ghaib, Jakarta, Mizan, 2007, h. 45 18 19 Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’ân, Beberapa Aspek Ilmiah Tentang al-Qur’ân, Jakarta, Lentera Antar Nusa, 2008, h. 1 20 21 Muchotob Hamzah, Tafsir Maudhuʻî al-Muntaha, Yogyakarta, Lkis, 2004, h. 5 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta, Grafindo Persada, 1999, h. 68. Yanuar Ilyas, Cakrawala Al-Qur’an Tafsir Tematis Tentang Berbagai aspek Kehidupan, Yogyakarta, Itqan Publishing, Cet. III, 2011, h. 42 9 politik dan rumusan langkah-langkah politis yang rekomendasinya bersumber langsung dari al-Qur’an. Yang penulis temukan adalah sebatas kajian sistem dan bentuk praktis dari pola perpolitikan dengan bangunan sistem pemerintahan (governance) yang sudah diakui rakyat diantaranya: Al-Tîjânî ‘Abdul Qâdir Hamîd, dengan judul asli ushûl al-Fikr al-Siyâsî fî al-Qur’ân al-Makkî, yang diterjemakan kedalam bahasa Indonesia oleh ‘Abd al-Hayî al-Kattânî dengan judul pemikiran politik dalam al-Qur’an. Menjelaskan tentang pokok-pokok pemikiran politik yang diambil dari alQur’an versi ayat makiyah. Dalam buku ini al-Qur’an diposisikan sebagai fenomena yang membutuhkan analisis mendalam pada bagian-bagian redaksionalnya dan menukik secara gradual kedalam sehingga dapat difahami kata kuncinya dalam memahami fenomena sosial. Pembahasan pemikiran politik ini menampilkan satu model bagi kajian-kajian sosial dan humanisme yang serius serta selalu merujuk pada al-Qur’an sebagai sumber pokoknya. Buku ini terdiri dari 280 halaman ditambah kata pengantar. 22 Muhammad Dhiauddin Rais dengan judul asli al-Nazhariyah alSiyâsiyah al-Islâmiyah, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Abd alHayî al-Kattânî dkk dengan judul teori politik Islam. Buku ini menjelaskan pemikiran politik, penjelasan tentang timbulnya teori-teori politik dan aliranaliran politik, imâmah, pembahasan tentang kekuasaan, kewajiban negara, hak umat, hubungan antara umat dan pemerintah serta teori-teori politik dalam Al-Tîjânî ‘Abdul Qâdir Hamîd, dengan judul asli ushûl al-Fikr al-Siyâsî fî al-Qur’an al-Makkî, yang diterjemakan kedalam bahasa Indonesia oleh ‘Abd al-Hayî al-Kattânî dengan judul Pemikiran Politik Dalam al-Qur’an, Jakarta, Gema Insani Press, 2001 22 10 firqoh Islam. Buku ini terdiri dari 318 halaman yang mencakup kata pengantar, indeks dan daftar pustaka.23 Abdul Muʻin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Politik Dalam al-Qur’an. Didalamnya menjelaskan konsepsi politik dalam al-Qur’an, yaitu ajaran politik Islam yang dikehendaki oleh al-Qur’an. Hakikat dan kebenaran konsep negara dalam perspektif Islam dan juga menyinggung persepsi falsafahnya. Kesimpulan dari isi buku ini adalah kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan berada dalam prerogratif Allah SWT dengan al-Qur’an sebagai konstitusinya. Politik adalah otoritas untuk menyelenggarakan tertib masyarakat berdasar hukum Allah SWT yang disebutkan dalam kitab suci al-Qur’an. Buku ini terdiri dari 331 halaman meliputi pengantar, daftar pustaka dan indeks ayat alQur’an.24 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam. Buku ini merupaka potret terhadap persoalan sosial politik umat Islam yang real berkembang dalam masyarakat. Dari sini penulis memberikan pemetaan atas persoalan mendasar yang memerlukan solusi intelektual dan praktikal, selanjutnya merumuskan strategi dengan tahapan secara gradual. Menjelaskan respon intelektual terhadap epistemologi pemikiran politik Islam dan mentransformasikannya dalam preskripsi-preskipsi dasar yang implementatif dengan berpijak pada realitas historis umat Islam Indonesia. Buku ini adalah pembelaan penulis Muhammad Dhiauddin Rais dengan judul asli al-Nazhariyah al-Siyâsiyah alIslâmiyah, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Abdul Hayî al-Kattani dkk dengan judul teori politik Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 2001 23 Abdul Mu’in Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Politik Dalam al-Qur’an, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1994 24 11 terhadap pandangan minor sarjana barat atas Islam, khususnya Indonesia. Terdiri dari 253 halaman meliputi pengantar, pendahuluan, daftar pustaka dan indeks.25 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. Buku ini ditulis sebagai respon terhadap penerapan nilai-nilai politik oleh barat kedalam dunia Islam. Menjelaskan kelengkapan ajaran Islam termasuk mengajarkan tentang politik dan kenegaraan sebagai tuntutan agama. Islam erat kaitanya dengan keberadaan sebuah negara, nabi SAW memberikan contoh pembentukan negara Islam dan wewenang politis. Menunjukkan aturan kenegaraan dalam Islam yang diambil dari sejarah Islam dan al-Qur’an. Islam bukan sekedar agama tapi juga sebagai pranata sosial yang membentuk sebuah masyarakat berbudaya yang meliputi siyâsah dustûriyah, siyâsah dauliyah dan siyâsah mâliyah. Buku ini terdiri dari 321 halaman meliputi kata pengantar, pendahuluan, daftar pustaka dan indeks.26 Khalid Ibrahîm Jiddân, The Islamic Theory of Goverment According to Ibn Taymiyah, yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Mufid dengan judul Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah. Dalam buku ini penulis menjelaskan pandangan Ibnu Taimiyah terhadap hakekat dan perilaku pemerintahan Islam dikaitkan dengan konteks sejarah yang mengitari kehidupan penulis, tradisi pemikiran politik dari al-Qur’an dan al-Hadits, teori politik dalam firqoh-firqoh Islam. Kesimpulan dari tulisan ini memandang 25 26 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung, Mizan, 1997 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2001 12 Islam memiliki ciri kenegaraan sendiri yang berbeda dengan sistem politik lainnya. Kekhususan tersebut berakar pada hakekat teologi dan hukum Islam yang menuturkan bahwa agama dan politik tidak dapat dipisahkan dan saling bertautan. Konsep pemerintahan yang dibangun Ibnu Taimaiyah adalah realisme dan kelenturan sistem khalifah tradisional. Buku ini terdiri dari 139 halaman termasuk pengantar dan abstraksi.27 Muhammad Abd al-Qâdir Abû Fâriz, al-Nidhâm al-Siyâsî fî al-Islâm, yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Musthala Maufur dengan judul Sistem Politik Islam. Buku ini menjelaskan tentang hakekat negara atau institusi dan kedudukannya dalan ajaran Islam yang merujuk kepada keteladanan nabi Muhammad SAW. Didalamnya memuat kaidah-kaidah sistem politik dalam Islam yang diambil dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an, kepemimpinan dalam negara Islam dan baiat. Buku ini murni pemikiran dengan menyadur ayat al-Qur’an sebagai penguat argumentasinya. Terdiri dari 241 halaman dan tidak memiliki daftar pustaka maupun indeks.28 ‘Abd al-Rahman ‘Abd al-Qâdîr Qurdî, The Islamic State A Study on the Islamic Holy Constitution, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Ilzamuddin Ma’mur dengan judul Tatanan Sosial Islam; Studi berdasarkan alQur’an dan Sunnah. Dalam buku ini penulis menjelaskan Islam dan negara perspektif umum, fondasi politik Islam, fungsi dan organisasi negara Islam, Khalid Ibrahîm Jiddân, The Islamic Theory of Goverment According to Ibn Taymiyah, yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Mufid dengan judil Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1994 27 Muhammad ‘Abd al-Qâdir Abû Fâriz, al-Nidhâm al-Siyâsî fî al-Islam, yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Musthala Maufur dengan judul, Sistem Politik Islam, Jakarta, Robbani Press, 2000 28 13 konsepsi damai dan perang dalam Islam dan ekonomi negara Islam. Penataan ini dimaksudkan untuk memenuhi ketertiban masyarakat dalm rangka mencapai kesejahteraan bagi semua orang, dengan memberi peluang dan kebebasan yang sama untuk berkompetisi memperoleh pendapatan ekonomi, ini adalah kewajiban negara. Buku ini terdiri dari 277 halaman dengan pendahuluan dan indeks, tanpa mencantumkan referensi pustaka.29 Imâm al-Mawardî, al-ahkâm al-Sulthâniyah fî al-Wilâyah al-Dîniyah, diterjemahkan oleh Fadli Bahri memakai bahasa Indonesia dengan judul, alAhkam as Sulthaniyah; Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara Islam. Buku ini memuat dengan detail sistem politik, sistem moneter, sistem pemerintahan, sistem peradilan menurut Islam madzhab Syafi’i. Dalam Islam, imâmah adalah pondasi yang mengokohkan prinsip-prinsip agama dan mengatur kepentingan umum, sehingga urusan rakyat berjalan dengan tertib. Dengan mengutamakan keputusan imam diatas keputusan yang lain, karena keputusan imam adalah untuk menertibkan hukum agar tidak tumpang tindih. Ini adalah buku pertama dalam Islam yang menjelaskan tata negara, ditulis atas desakan dari khalifah dari bani Buwaih yaitu khalifah al-Qâ`imu billâh. Buku ini terdiri dari 431 halaman tanpa memberikan daftar pustaka muapun indeks.30 Jadi, dari berbagai penelitian maupun karya tulis yang penulis temukan belum ada yang secara spesifik mengupas ayat-ayat al-Qur’an yang secara 29 ‘Abd al-Rahman ‘Abd al-Qâdir Qurdî, The Islamic State A Study on the Islamic Holy Constitution, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Ilzamuddin Ma’mur dengan judul Tatanan Sosial Islam; Studi berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000 Imâm al-Mawârdî, al-Ahkâm al-Sulthâniyah fî al-Wilâyah al-Dîniyah, diterjemahkan oleh Fadli Bahri memakai bahasa Indonesia dengan judul, al-Ahkam as Sulthaniyah; PrinsipPrinsip Penyelenggaraan Negara Islam, Jakarta, Darul falah, 2000 30 14 khusus membicarakan politik secara komprehenshif dan mendalam. Tulisan yang ada adalah panafsiran terhadap bentuk-bentuk pemerintahan dan tugastugas pemerintah, dan pemikiran tentang tata negara yang di korelasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an. Karya yang berbentuk tafsîr pun tidak secara lugas memaparkan pesan-pesan al-Qur’an yang sifatnya aplikatif. Penulisan tafsîr yang ada cenderung bersifat normatif dogmatis yang cenderung holistik. Untuk itu penulis mengupas pembicaraan al-Qur’an tentang politik yang secara lugas dan ilmiah. Dan untuk menjaga dari plagiasi dan orsinilitas penulisan penelitian ini, peniliti akan menulis karya ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dengan judul “Konsep Al-Qur’an Tentang Politik: Kajian Tematik Tentang Ayat-Ayat Politik”. H. Metode Penelitian Metode (manhaj atau tharîqoh) adalah seperangkat atauran yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh mufassîr dalam memberikan interpretasi terhadap al-Qur’an agar terhindar dari kesalahan dan penyimpangan. Adapun penelitian ini ditinjau dari aspek sasaran penelitian ini menggunakan metode tafsir maudhuʻî (tematik).31 1. Variabel Variabel adalah objek dalam sebuah penelitian. Adapun dalam penelitian ini variabelnya adalah ayat-ayat politik dalam al-Qur’an . Disini 31 Usman, Ilmu Tafsir, Teras, Yogyakarta, Cet. I, 2009, h. 281. Ahmad Saydzali dan Ahmad Rofi’i, Ulum al-Qur’an Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKMD, Bandung, Pustaka Setia, 2000, h.6. ‘Abd al-Rahman al-Farmawî, al-Bidâyah fî Tafsir al-Maudhuʻî, Madinah, Maktabah al-Qâhiroh, 2005, h. 52 15 ayat-ayat tersebut selain diposisikan sebagai variabel independen (penyebab) juga sebagai variabel dependen (akibat).32 2. Instrumen Dalam penelitian ini peneliti menempatkan diri sebagai instrumen dalam perencanaan, pelaksana, pengumpulan data, analis, penafsir data, penulis laporan dan pelaksana revisi. Sedangkan peran peneliti adalah sebagai pengamat penuh.33 3. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan data-data dari berbagai literatur kepustakaan terkait politik dalam al-Qur’an dengan mengungkapkan secara argumentatif agar penelitian ini bukan sekedar penelitian yang normatif dogmatis dan lebih bersifat normatif aplikatif. Sedangkan secara umum karya ini dikategorikan dalam bentuk kajian kepustakan (library reseach). Yakni melakukan penelitian untuk memperoleh data-data dan informasi-informasi serta objek-objek yang digunakan dalam pembahasan masalah tersebut. Kajian kepustakaan merupakan penampilan argumentasi penalaran keilmuan untuk memaparkan hasil olah pikir mengenai suatu permasalahan atau topik kajian kepustakaan yang dibahas dalam penelitian ini. Sedangkan bila dilihat dari cara dan taraf pembahasan penelitian ini menggunakan 32 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Reineka Cipta, 2002, h. 161-162 33 Lexi J. Melong, metodologi Penelitian kualitatif Edisi Revisi, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, Cet. XX, 2011, h. 168-172. Ahmad Tanzeh, Metodologi penelitian Praktis, Yogyakarta, Teras, Cet. I, 2011, h. 167. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 109 16 metode tematik (maudlu`î). Adapun pendekatan dalam memahami ayat alQur’an menggunakan pendekatan sosio-historis filosofis linguistik.34 4. Sumber Data Data adalah catatan fakta yang akan diolah dalam kegiatan penelitian.35 Sedangkan yang dimaksud sumber data menurut Suharsimi Arikunto adalah “subjek dimana diperolehnya”.36 Dalam ranah penelitian, penelitian tafsir ini adalah termasuk dalam kategori penelitian kualitatif. Sedangkan data yang digunakan melalui dua sumber yaitu primer dan sekunder:37 a. Data Primer Dari tema penelitian ini yaitu “Konsep Al-Qur’an Tentang Politik: Kajian Tematik Tentang Ayat-Ayat Politik”, maka sumber utama dari penelitian ini adalah al-Qur’an dan berbagai karya tafsir di antaranya: Tafsîr Jalâlain Berikut Asbâb al-Nuzûl Ayat karya Imâm Jalâluddîn AlMahallî dan Imâm Jalâluddîn Al-Suyûthî, Jamiʻ al-Bayân fî ta’wîl alQur’an karya Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al‘Amalî Abû Jaʻfar al-Thabarî, al-Jamiʻ lî Ahkâm al-Qur’an karya Abû ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abî Bakar bin Farah al-Anshâri al-Khazrajî Syams al-Dîn al-Qurthubî, Tafsir al-Qur’an al-Adzîm karya 34 Usman, Ilmu Tafsir…, h. 319-320 35 Ahmad Tanzeh, Metodologi penelitian Praktis…, h. 80 36 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 172 37 Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh peneliti untuk tujuan penelitian itu. Sedangkan data sekunder adalah data yang terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang luar meskipun data itu berupa data yang asli. Lihat Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, Bandung, PT Tarsito, Edisi Revisi, Cet. IX, 2001, h. 162 17 Abu al-Fida` Ismâʻil bin ‘Umar bin Katsîr al-Qursyî al-Dimisyqî, dan fath al-Qadîr karya Muhammad bin Alî bin Muhammad al-Syaukanî. dan kitab-kitab hadits (kutub al-tisʻah). b. Data Sekunder sumber data sekunder terdiri dari berbagai karya tulis seperti: John L. Esposito, Islam dan Politik, M. Arkoun, M. Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik al-Qur’an; mencurigai makna tersembunyi di Balik Teks. Ali Maschan Moesa, Kiai dan Politik Dalam Wacana Civil Siciety, Ahkâm al-Fuqohâ`’: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 M. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Saʻid ‘Āqiel Sirâdj, Islam Kebangsaan Fiqih Demokratik Kaum Santri, Bahtiar Effendy, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Islam di Indonesia, Muhammad Saʻid Al-Asymawî, Menentang Islam Politik, Sayîd Muhammad Baqîr ash-Shadr, Sistem Politik Islam (Sebuah Pengantar), ‘Abdul Muʻin Salim, Fiqh Siyâsah Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al Qur’an, M. Iqbal, Fiqh Siyâsah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, M. Dhiauddin Raîs, Teori Politik Islam, Saʻid ʻĀqil Husain alMunawar, al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Tobroni, Islam, Pluralisme, Budaya dan Politik: Refleksi Teologi Untuk Aksi Dalam Keberagamaan dan Pendidikan,dan sumber lain yang relevan. 5. Prosedur Pengumpulan Data 18 Karena sifatnya penelitian kepustakaan, penelitian ini dalam memperoleh data melalui kajian kepustakaan dengan menelusuri ayat-ayat politik, karya-karya tafsir yang relevan dengan tema, karya-karya para peneliti sebelumnya baik yang berupa karya ilmiah, buku, jurnal, majalah, koran, dan dokumen lain yang mendukung. Dari data-data itu penulis akan membuat bibliografi kerja dan membuat catatan-catatan serta ulasan maupun kutipan38 dan di akhir pembahasan penulis akan memberikan kesimpulan (conclusion) terkait pembahasan masalah. 6. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisa data adalah langkah paling menentukan dalam malakukan penelitian untuk menemukan simpul-simpul dari berbagai data yang didapat. Ketelitian, kecermatan dan kecerdasan peneliti dalam hal ini benar-benar diuji. Setelah data terkumpul lalu dibahas dalam satuan-satuan kecil objek penelitian dengan memilah-milah serta mengaitkan kepada kategori-kategori yang sesuai ataupun mendukung terhadap masalah yang dibahas. Kemudian data-data itu difahami dan diinterpretasikan dengan menggunakan langkah dan teknik interpretasi yang relevan dengan menggunakan disiplin ilmu tafsir dan ilmu Qur’an dan juga berbagai pendapat mufassîr. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap fokus permasalahan, yang endingnya akan diperoleh sebuah generalisasi ide (al-manhaj al-ra’yî).39 Adapun modus analisis data 248 38 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah…, h. 254-260 39 Usman, Ilmu Tafsir…, h. 322. Lexi J. Melong, metodologi Penelitian kualitatif …, h. 19 dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan hermeneutikasemiotik.40 Langkah ini selanjutnya akan dipegangi peneliti dalam melaksanakan penelitian dan penulisannya. I. Kerangka Teori Apa itu politik? Politik dalam bahasa Arab berarti siyâsah derivasi dari kata sâsa-yasûsusaisan wa siyâsatan dengan mengikuti wazan fiʻil (kata kerja) faʻala-yafʻilufaʻlan wa mafʻalan yang berati mengatur dan mengemudikan.41 Dalam kamus bahasa arab siyâsah mempunyai arti proses perbaikan makhluk dengan menunjukkan mereka kejalan yang menyelamatkan baik saat ini maupun yang akan datang.42 Dalam terminologi kata siyâsah didefinisikan sebagai sebuah proses perbaikan makhluk dengan menunjukkan mereka ke jalan yang menyelamatkan baik di dunia maupun di akhirat yang mencakup para nabi secara khusus dan raja serta pucuk pemerintahan baik secara zhâhir dan bâthin (formal dan non formal). Dalam term ini para ulama juga masuk dalamnya, namun hanya secara bathîn. Dan lebih khusus lagi adalah proses pencegahan dan pembelajaran walau dalam prosesi pembelajaran pembunuhan. Definisi ini di benarkan oleh Ibnu ‘Abidin dalam kitab Rad al-Mukhtar. Dari definisi ini politik dibagi menjadi dua yaitu politik yang zhâlim yang dilarang syarîʻah dan politik yang 40 Lexi J. Melong, metodologi Penelitian kualitatif …, h. 277-278 41 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya, Pustaka Progressif, Cet. XX, 2002, h. 677 42 Ma’luf luwis, al-Munjid Fî al-Lughah Wa al-Aʻlâm…, h. 362 20 adil yang membela kebenaran dan mencegah penganiayaan dan penindasan serta menolak perusakan dan melaksanakan tujuan syarîʻah.43 Apa misi politik Islam? Adapun misi politik dalam pemerintahan menurut imâm al-Mawardî ada enam44 yang terdiri dari: 1. Menjaga keamanan dan peraturan umum dalam pemerintahan. 2. Mencegah pemerintahan dari peperangan. 3. Mengawasi masalah-masalah umum. 4. Menegakkan keadilan. 5. Mengatur keuangan. 6. Menentukan pegawai. Sedangkan ketika perpolitikan masuk dalam ranah pemerintahan harus melaksanakan ketetapan umum individu sebagai fitrah kemanusiaan atau hak asasi manusia (al-Huqûq al-insâniyah)45 dan juga hak masyarakat (al-Huqûq al-Ijtimaʻiyah) sebagai bagian dari kelompok masyarakat46 yang terdiri dari: 1. Al-Syûrâ (musyawarah/deliberation). QS. Ali ‘Imrân 159, al-Syûrâ 38. 2. Al-Musawa (kesetaraan/equality). QS. al-Hujurât 13, al-Nisâ` 1, al-Nahl 97, al-Ahzâb 35, Ali ‘Imrân 195, al-Taubah 68. 43 Nurul Huda, Sang Penakluk: Kumpulan Ibarat Untuk Menjawab Tantangan Zaman, Kediri, CV Perkasa, tt, h. 204 dikutip dari kitab Sayid ‘Alawî bin Ahmad Assaqof, Majmuʻah Sab’ah Kutub Mufîdah, Surabaya, al-Hidayah, h. 70-71. Lihat juga dalam kitab Tarsyih alMustafidîn, kara Sayid ‘Alawî bin Ahmad Assaqof, Suriah, Dar al-Fikr, h. 38 Nurul Huda, Sang Penakluk…, h. 205 seperti yang dijelaskan Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islamî wa Adilatuhu, Suriah, Dar al-Fikr, Juz. 8, h. 308, Maktabah Syâmilah 44 Ahkâm al-Fuqoha’: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 M, Surabaya, Diantama bekerja sama dengan Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTNU) Jawa Timur, Cet. II, 2005 edisi revisi, h. 621-622 45 46 Ibid…, h. 641 21 3. Al-‘Adâlah (keadilan/justice). QS. al-Nisâ` 58 dan 135, al-Mâ`idah 8, alNahl 90. 4. Al-Hurriyah (kebebasan/freedom). QS. al-Baqarah 256, al-kahfi 29. 5. Al-Taqaddum (berorieantasi kedepan/Progresif). QS. al-Nisâ` 9, al-A’râf 179, al-Qashas 77 Bagaimana konsep pemerintahan dalam al-Qur’an ? Mengenai bentuk teknis pemerintahan al-Qur’an tidak memberikan sistem yang baku dan pasti, karena karakter ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan politik bersifat normatif senantiasa selalu menyesuaikan tuntutan situasi dan kondisi dimana hukum al-Qur’an dijalankan. Adapun instrumen yang di wacanakan al-Qur’an tentang praktisnya adalah sistem syûrâ seperti yang telah dijalankan Nabi SAW dalan membangun negara Madinah dan diteruskan para Khalîfahnya. Pengertian ini mengacu pada al-Qur’an surat Ali ‘Imrân ayat 159; “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan (politik) itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakkal kepada-Nya”. QS. al-Syûrâ ayat 38 22 “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. J. Sistematika Pembahasan Sitematika penulisan penelitian ini mengikuti kadah penulisan ilmiah yang menjadi panduan baku di kampus STAIN Tulungagung secara khusus dan metode ilmiah secara umum. Adapun penulisannya sendiri akan dibagi menjadi enam bab yang mana pada setiap bab ada pembagian sub bab yang masingmasing sub bab mempunyai penjelasan masing-masing. BAB I PENDAHULUAN dengan sub bab latar belakang masalah, fukus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, sumbangan intelektual, penegasan istilah, kajian penelitian terdahulu, metode penelitian, kerangka teori, dan sistematika pembahasan. BAB II: POLITIK DAN AJARAN ISLAM meliputi definisi politik, definisi ajaran Islam, tinjauan umum pokok ajaran Islam, tugas manusia sebagai wakil Tuhan dimuka bumi, politik dan hubungannya dengan hukum Tuhan, kewajiban berpolitik dalam rangka menjalankan hukum Tuhan, sejarah perjalanan sistem pemerintahan dalam Islam. Bab III: WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG POLITIK mencakup, ayat-ayat politik, asbâb al-nuzûl, Makiyah Madâniyah, pendapat para mufassîr terhadap ayat-ayat politik. 23 Bab IV: KONTEKSTUALISASI MAKNA POLITIK DALAM ALQUR’AN pembahasannya mengungkap, kontekstualisasi tafsir ayat-ayat politik, rekomendasi al-Qur’an menuju masyarakat madani, rancangan misi politik al-Qur’an, bangunan pemerintahan menurut al-Qur’an. Bab V: adalah sebagai penutup pembahasan dengan memberikan kesimpulan, kritik dan saran dan dihalaman terakhir akan dilampirkan daftar pustaka.