Pengembangan Kultur Sekolah Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu

advertisement
28
ISSN 0216.0692
v-r:r,
t
I
i
I
I
'i
'f
Dilerbilkon Oleh
:
Dinos Pendidilron Kolo Podong Ponjong
i'I
tr
I
I
tI
i
iI
1
i
!
-]
Podongponjong
Desember 2010
Jurnal Guru, No. 2 Vol 7 Desember 2010
Pengembangan Kulhrr
Sekolah
149
PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN MUTU SEKOLAH
DR. G. Rudi Prihantoro
(Dosen Fakultas Teknik Univ. Negeri Jakarta)
Abstract
lmprovement of the quality of schoo/s needs to understand the culture of
the school concerned. Through an understanding of school culture, school
functioning can be understood, vaious problems are known, and his
expeiences can be reflected. Therefore, by understanding the
characteristics of school culture will be cultivated real action for school
improvement. .Efforls to determine the development of school culture,
school culture needs to be done shooting in order to understand the
culture of positive, neutral, or negative. The nefi sleps are analysing,
monitoring, evaluating and repoiing.
Key words : culture, school culture, the quality of school
A.
LATARBELAKANG
Peningkatan kualitas pendidikan pada
semua jenjang sekolah telah menjadi tekad
dan
kesepakatan nasional. Diperlukan
langkah-langkah dan tindakan nyata di tingkat
sekolah, kelas dan masyarakat lokal tempat
sekolah beroperasi. Ada dua strategi utama
yang dapat dilakukan dalam meningkatkan
dan mengembangkan kualitas sekolah, yaitu
strategi yang berfokus pada (1) dimensi
struktural dan (2) dimensi kultural dengan
.\tekanan pada perubahan perilaku nyata
dalam bentuk tindakan.
Penerapan strategi struktural telah
sering digunakan namun hasilnya belum
mencapai seperti yang diharapkan. Berbagai
program aksi seperti penataan manajemen
sekolah, pelatihan kepala sekolah, pelatihan
para guru, penambahan fasilitas belajar telah
dilakukan, namun hasilnya tidak banyak
membawa perubahan. Berdasarian
Sekolah mempunyai kultur yang harus
dipahami dan dilibatkan agar perubahan yang
terjadi bisa berlangsung terus menerus.
Kultur sekolah. akan menjelaskan bagaimana
sekolah berfungsi dan seperti apakah
mekanisme internal yang terjadi. Para siswa
masuk ke sekolah dengan bekal kultur yang
merekal miliki, sebagian bersifat positif yaitu
mendukung peningkatan
kualitas
pembelajaran. Namun'ada yang negatif, yaitu
ada yang menghambat usaha peningkatan
kualitas pembelajaran. Sekolah harus
berusaha memperkuat kultur yang positif dan
menghilangkan kultur yang negatif.
Elemen penting kultur sekolah adalah
norma, keyakinan, tradisi, upacata
keagamaan, seremoni, dan mitos yang
diterjemahkan oleh sekelompok orang
tertentu. Terjemahan ini dapat dilihat dari
kebiasaan-kebiasaan atau perbuatan yang
dilakukan sekelompok orang secara terus
menerus. Setiap sekolah memiliki sejumlah
kultur dengan satu kultur dominan dan
'
Jurnal Guru, No. 2 Vol 7 Desembbr 2010
Pengembangan Kultur
Spkolah 150 '
berkeyakinan bahwa prestasi' belajat'sudah ^ semua warga sekolah sebagai dasar dalam
memahami dan memecahkan berbagai
maksimal, maka guru tidak akan mencari'
persoalan yang muncul disekolah dan
strategi lain untuk meningkatan kemampuan
sebagai dasar dalam mengejar mutu
siswa. Namun bila guru berkeyakinan bahwa
baik secara akademik maupun
i"pendidikan
prestasi belajar siswl belum maksimuitl, guru
akan berusaha menggunakan
berbagai
strategi pembelajaran agar prestasi belajar
siswa mening{63t.
e'e"s
persdkolahan pd?
intinya adalah membangun sekolah ddilBg'it'
kekuatan utama.Bekolah yang bersangkutan.
Perbaikan mutu"-sekolah perlu memahami
"ilfill;; r8t",
dapat direfleksikan. Oleh karena itu, dengan
memahami ciri-ciri kultur sekolah akan dapat
diusahakan tindak nyata untuk peningkatan
kualitas sekolah.
Kultur sekolah bersifat dinamik, milik
kolektif, merupakan hasil sejarah perjalanan
sekolah, produk dari interaksi berbagai
kekuatan yang masuk ke sekolah. Sekolah
perlu menyadari keberadaan aneka kultur
sekotah dengan sifat yang positif dan
negative. Nilai-nilai dan keyakinan tidak akan
nadir dalam waktu singkat. Mengingat
non akademik.
Ada banYak nilai-nilai budaYa
di
budaya
sekolah seperti; budaya disiplin,
tertib, ubudaya malu 16qtuk melakukan hal
yang melanggar peraturan, budaya sopan,
budaya berani untuk qrelakukan hal yang
positif, dan x6lain-lain. Apabila nilai-nilai
iersebut telah "mem-bumi" dan berkembang
disekolah maka upaya untuk meningkatkan
kemampuan anak baik secara akademik
maupun- non akademik akan lebi[ ringan,
karena banyak hal-hal positif dari
pembudayaan nilai-nilai tersebut disekolah,
seperti semua warga sekolah mulai dari
kepala sekolah, guru, tenaga administrasi,
murid, komite sekolah akan (1)
membiasakan diri bersikap sesuai dengan
norma aturan yang berlaku, seperti tata
krama, sopan santun, akhlak yang baik; (2)
ada ambisi. meraih prestasi; (3) hidup
mengembanq!(a!
bersemangat
sportivitas, jujur, mengakui keunggulan pihak
lain dalam usana meningkatkan kualitias diri;
(4) daling menghargai; dan (5) saling
.
/
untuk
percaya.
B. KULTUR
SEKOLAH
Aan Komariah dan CepiTriatna dalam
{t
s
4.
:9
Kultur sekolah memiliki dub idpisan'
yaitu lapisan yang sebagian danSt diamati
ian sebagian tidak teramati' Lapipan yang
bisa diamati seperti: arsitektur, tata ruang'
eksterior dan interior, kebiasaan dan rutinitas'
peraturan-peraturan, cerita-cerita, upacaraupacara, ritus-ritus, simbol, logo' slogan'
ULnO"rr, gambar-gambar, tanda;tanda'
toprn santun, dan cara berpakaian' Lapisan
yang tidak dapat dimaknai secara jelas
berintikan norma perilaku bersama warga
kultur
suatu organisasi. Lapisan pertama
perilaku
atau
berupa norma-norma kelompok
Normdkelompok'
Vrn-g i"fan lama dimiliki
diubah'
sukar
ilotil" perilaku ini umumnya
dengan
Lrfit"n pertama ini biasa disebut
artitat<.
fl
nilai-nilai
LaPisan kedua beruPa
bersama yans dianut kelompok o"tl:filryAl
dengan aPa Yang Penting' Yang
I
.1
:
f'
lI
T
I
|
rurna Guru, No. 2 Vol
7
Desember 2010
Pengembangan Kultur
yang benar. Lapisan kedua semuanya tidak
dapat diamati karena terletak
di
dalam
Sekoiah l5l
kontak dengan suatu sekolah. Aspek kultur ini
bersifat abstrak dan tersembunyi.
kehidupan bersama.
nyata./dapa
^"|-'
-
Keyakinan
t diamati
lingkungan yang bersih, indah, dan asri membuat belajar atau
beke{a akan menjadi nyaman dan tidak mudah bosan
- dan sebagainya
I
Nilai
abstrak/te rsembunyi
- harmoni
- kerja keras akan berhasil
- sekolah bermutr.r adalah hasil
kerja bersama sekolah dengan
masyarakat
1
Asumsi
.,i
Gambar 1. llustrasi kulttii sekolah
Jika lapisan pertama yang berintikan
norma perilaku bersama sukar diubah,
lapisan kedua yang berintikan nilai-nilai dan
keyakinan sangat sukar diubah serta
memerlukan waktu untuk berubah.
Ada tiga lapisan kultur yaitu (1) artifak di
permukaan, (2) nilai-nilai dan keyakinan di
tengah, dan (3) asumsi di lapisan dasar.
Artifak adalah lapisan kultur sekolah yang
paling mudah diamati seperti aneka hal ritual
sehari-hari di sekolah, berbagai upacara,
benda-benda simbolik di sekolah, dan aneka
ragam kebiasaan yang berlangsung
di
cepat
ini
dengan
kultur
Keberadaan
sekolah.
dapat dirasakan ketika orang mengadakan
1.
Kultur Positif dan Negatif
Kultur sekolah ada Yang bersifat
positif dan ada yang bersifat negatif
dilihat dari dukungan
terhadaP
peningkatan kualitas pembelajaran. Hal
ini dapat dilihat dari artifak yang terkait
dengan kultur positif dan yang terkait
dengan kultur negatif. Contoh artifak yang
terkait dengan kultur positif dan negatif
adalah sebagai berikut: (a) Mifak Terkait
Kultur Positif, seperti: (1) ada ambisi
untuk meraih Prestasi, Pemberian
penghargaan pada yang berpretasi; (2)
hidup semangat menegakkan sportivitas,
Jumal Guru, No. 2 Vol 7 Desember
2010
jujur, mengakui keunggulan pihak lain; (3)
saling menghargai perbedaan; dan (4)
trusf (saling percaya). (b) Artifak Terkait
Kultur Negatif, seperti: (1) banyak jam
kosong dan absen dari tugas; (2) terlalu
permisif terhadap pelanggaran nilai-nilai
moral; (3) adanya friksi yang mengarah
perpecahan, terbentuknya
kelompok yang saling menjatuhkan; (4)
penekanan pada nilai pelajaran bukan
pada kemampuan.
pada
2. Artifak, Nilai, Keyakinan, dan
Asumsi
t
Kuttur hanya dapat dikeiali melalui
pencerminannya pada berbagai hal yang
dapat diamati yang disebut dengan
artifak. Artifak ini dapat berupa: (a)
perilaku verbal: ungkapan lisan/tertulis
dalam bentuk kalimat dan kata-kata; (b)
perilaku nonverbal: ungkapan dalam
tindakan;
benda hasil budaya:
arsitektur, eksterior dan interior, lambang,
tataruang, mebelair, dan sebagainya.
Di balik artifak itulah tersembunyi
kultur yang dapat berupa: (a) nilai-nilai:
mutu, disiplin, toleransi, dan sebagainya;
(b) keyakinan: tidak kalah dengan
sekolah lain bila mau kerja keras; dan (c)
asumsi: semua anak dapat menguasai
bahan pelajaran, hanya waktu yang
diperlukan berbeda.
(c)
3.
Peran Kepala Sekolah
Kepala Sekolah
dalam
memberi
perhatian terhadap aspek informal, aspek
simbolik, dan aspek yang tak tampak dari
kehidupan sekolah yang membentuk
keyakinan dan tindakan tiap warga
sekolah. Tugas kepala sekolah adalah
menciptakan atau membentuk dan
mendukung kultur yang diperlukan untuk
menguatkan sikap yang efektif dalam
segala hal yang dikerjakan di sekolah.
Apabila sikap ini timbu! dan didukung
membangun
kultur harus
Pengembangan Kultur
Sekolah
152
oleh kultur, semua aspek lain akan selalu
berjalan beriringan. Oleh karena itu,
pembangunan kultur merupakan kunci
kesuksesan sekolah.
C. ASESMEN KULTUR SEKOI.AH
Asesmen artifak
dapat
keyakinan
mengungkapkan nilai dan
masyarakat sekolah. Namun tidak semua
artifak memiliki nilai dan keyakinan
karena pembuatan atau pengembangan
artifak ada yang tidak didasari oleh nilai
atau keyakinan. Pengumpulan informasi
memerlukan instrumen. lnstrumen yang
digunakan dntuk menggali kultur sekolah
bukan berupa tes. lnstrumen ini dapat
berupa angket atau kuesioner, inventori,
pengamatan, dokumentasi, dan
wawancara. lnstrumen yang digunakan
untuk mengukur kultur sekolah harus
memiliki bukti kesahihan (validity) dan
keandalan (reliability).
lklirn sekolah merupakan bagian
kecil dari konsep kultur sekolah. lklim
adalah istilah yang digunakan untuk
menjplaskan persepsi bersama dari
sejurtrlah orang tentang o;ganisasi unit
kerja. lklim berdqsarkan pada persepsi
orang tentang perilaku dan keadaan
situasi seperti kerjasama kelompok,
saling menghargai, saling menybpa, dan
kenyamanan sekolah. Kultur tidak hanya
mencakup bagaimana persepsi orang
terhadap sekolah, tetapi juga mencakup
nilai, keyakinan, dan asumsi . yang
mendasari perilaku. Asesmen kultur
sekolah mencakup asesmen pada tiga
level tersebut, yaitu artifak, nilai dan
keyakinan, dan asumsi.
1. Asesmen Artifak
Tujuan asesmen artifak adalah
untuk mengungkap nilai atau keyakinan
yang ada pada artifak. Asesmen terhadap
artifak dilakukan dengan menggunakan
daftar isian yang menjaring informasi
Jumal Guru, No. 2 Vol 7 Desember 2010
Pengembangan Kultur
S€kolah
I53
kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara,
sekolah yang tergolong negatif adalah
siswa takut berbuat salah, siswa takut
bertanya atau mengemukakan pendapat,
lingkungan sekolah, keadaan sekolah,
fasilitas sekolah, gambar-gambar yang
ada di ruang kepala sekolah, ruang guru,
siswa jarang melakukan kerjasama dalam
guru
memecahkan
masalah,
menganggaP siswa tidak mampu.
tentang: simbol-simbol, tulisan-tulisan,
iata letak ruang gedung sekolah,
dan di kelas. Selain
menggunakan
instrumen kuesioner, penilaian terhadap
artifak dilakukan dengan cara
pengamatan, wawancara,
dan
menggunakan dokumen yang ada.
Semua informasi yang tergolong
artifak dianalisis untuk mengungkapkan
-\nilai dan keyakinan yang ada di balik
setiap artifak. Analisisiterhadap data hasil
pengukuran artifak dilakukan melalui
wawancara terhadap berbagai sumber
informasi di sekolah. Semua artifak dicari
penafsirannya atau maknanya melalui
pengamatan, dan wawancara kepada
kepala sekolah, guru, siswa, orang tua,
tata usaha, penjaga sekolah, penjaga
warung atau kantin sekolah, dan orang di
sekitar sekolah.
2.
Asesmen Nilai dan Keyakinan
Nilai dan keyakinan dapat dijaring
melalui pengamatan terhadap interaksi
antar siswa, antar guru, siswa dengan
kepala sekolah, siswa dengan guru, guru
^dengan kepala sekolah. Pengamatan di
kelas, ikut serta dalam kegiatan rapat
guru dengan kepala sekolah juga dapat
menjaring informasi tentang nilai dan
keyakinan.
Analisis terhadap
nilai
dan
keyakinan masyarakat sekolah dilakukan
untuk mengetahui jenis kultur sekolah.
Hasil analisis akan memberi informasi
teniang kultur yang positif dan kultur yang
negatif. Contoh kultur yang posotif adalah
mendukung
kegiatan-kegiatan
peningkatan kualitas pendidikan, seperti
kerjasama dalam mencapai prestasi,
penghargaan terhadap yang berprestasi,
komitmen terhadap belajar. Contoh kultur
yang
3.
Asesmen Asumsi
Asesmen asumsi termasuk yang
paling sulit. Melalui pengamatan keadaan
ruang kerja kepala sekolah, ruang kerja
guru dapat ditarik asumsi tentang
kerajinan kepala sekolah, dan guru.
Asumsi
ini harus diverifikasi
melalui
wawancara. Sebagai contohnya yang
sudah secara luas menjadi asumsi
adalah bahwa jurusan IPA lebih baik
daripada jurusan lPS, siswa yang
memiliki NEM rendah akan sulit diajak
untuk maju.
lnstrumen yang digunakan untuk
melakukan asesmen kullur sekolah
adalah: kuesionef, pedoman wawancara,
pedoman pengamatan, dan dokumentasi.
Sumber informasi adalah kepala sekolah,
guru, siswa, pegawai, kantin sekolah, dan
sebagd'inya. Semua informasi tersebut
dianalisis secara bersama-sama untuk
mengungkap nilai dan keyakinan yang
ada di sekolah. Contoh instrumen ini ada
pada Iampiran. Semua informasi tersebul
dianalisis secara bersama-sama untuk
memperoleh informasi tentang kultur
sekolah. Langkah awal mengembangkan
kultur sekolah adalah memotret kultur
sekolah. Memotret kultur sekolah
memerlukan waktu Yang lama, namun
bila diperoleh informasi kultur sekolah
yang tepat, dapat disusun Program
peningkatan kualitas sekolah yang tepat.
D. ANALISIS KULTUR SEKOLAH
Pengembangan kultur sekolah
dapat dilakukan dalam rangka
membangun iklim akademik sekolah
untuk peningkatan mutu. Untuk
Jurnal Guru, No. 2 Vol 7 Desember 2010
melakukan pengembangan kultur sekolah
sebagai
berikut.
diperlukan langkah-langkah
1. Memotret Kultur
Sekolah
Langkah-langkah memotret kultur
sekolah adalah sebagai berikut (a)
mengamati artifak, yaitu melihat dan
mengamati keadaan yang ditampilkan
sehari-hari
sekolah, dirasakan
langsung oleh siapa saja yang berada
di
dalam lingkungan sekolah, dan (b)
melakukan kontak langsung dengan
sekolah.
Artifak dapat berupa: '(a) perilaku verbal,
berupa ungkapan lisan atau tertulis baik
dalam bentuk kalimat maupun dalam
bentuk kata-kata, misalnya visi, misi,
semboyan, dan sebagainya. Visi ini
membawa tugas yang tidak ringan yang
harus diemban yakni suatu proses yang
sekondusif mungkin dalam pembentukan
pribadi, yaitu suatu proses pembentukan
yang memiliki ciri keunggulan dibidang
pengembangan intelektual, kerohanian,
kepribadian dan sosial. Sekolah mesti
mampu mengangkat peluang terbukanya
kesadaran untuk memprioritaskan nilaikehidupan (pendidikan yang
berkarakter), sikap kritis,keadilan dan
pengembangan
kepedulian.
komunitas pendidikan reflektif sangat
diperlukan untuk semakin mendorong
tumbuhnya pribadi-pribadi yang mampu
mengambil pilihan-pilihan hidup secara
benar bagi masa depan para peserta
didik. (b) Mengamati kegiatan sekolah,
berupa aktivitas atau kegiatan keseharian
di sekolah. Aktivitas ini dapat berupa:
kegiatan belajar mengajar, rapat-rapat di
sekolah, peringatan hari besar nasional
dan keagamaan, olahraga, hubungan
antar warga sekolah, upacara sekolah,
upacara keagamaan, dan sebagainya. (c)
Mengamati interaksi antarwarga sekolah,
nilai
Maka
Pengembangan Kultur
Sekolah
154
yang bertujuan mengungkap
interaksi
antar warga.
2. Menganalisis Hasil Pemotretan dan
!nterpretasi Kultur Sekolah
Hasil analisa data dapat digunakan
untuk menyimpulkan keadaan kultur
sekolah yang positif dan yang negatif baik
untuk aspek akdemik dan non akademik.
3. Melaporkan
Hasil
Kultur Sekolah
Berdasarkan
hasil
Pemotretan
pemotretan,
selanjutnya disusun laporan yang terdiri
dari (a) artifak, mendeskripsikan
kandungan makna yang ditemukan pada
aspek artifak fisik dan aktivitas yang ada
di sekolah, selanjutnya ditentukan
karakteristik kandungan makna tersebut
apakah tergolong jenis kultur akademik
atau
nonakademik.
(b)
lnteraksi;
berdasarkan hasil pengumpulan data
melalui instrumen untuk siswa, guru, dan
kepala sekolah. (c) Sesuai dengan data
tersebut, dikaitkan dengan delapan aspek
budayp utama (Core Culture), yakni
budafa baca, jujur, bersih,, disiplin dan
efisiensi, kerja sar4a, dan saling percaya
serta budaya berprestasi dan pemberian
teguran dan penghargaan.
4.
Merencanakan
Rancangan
Tindakan Pengembangan Kultur
Sekolah
Hasil analisis potret kultur sqkolah
akan menunjukkan kecenderungan kultur
sekolah yang bersifat positif, negatif dan
netral. Kultur yang positif
lebih
ditingkatkan, sedangkan yang sifatnya
negatif diusahakan diminimalisirkan.
Selanjutnya direncanakan suatu tindakan
atau kegiatan yang hasilnya diharapkan
dapat mengubah atau membangun kultur
yang positif yang dapat meningkatkan
mutu akdemik. Objek tindakan dan cara
melakukan tindakan harus timbul dari
Jurnal Guru, No. 2 YolT Desember 2OlO
bawah. Untuk itu perlu dimusyawarahkan
termasuk
orangtua melalui komite sekolah. Dengan
demikian, tindakan dapat dilakukan
secara bersama-sama dan serempak,
dan didukung oleh semua warga sekolah.
Nilai-nilai yang direkomendasikan
untuk dikembangkan
sekolah
dengan warga sekotah,
di
nilai kesederhanaan, nilai
keterbukaan,
disiplin dan efisiensi, nilai
^nilai
,<ebersamaan, nilai saling percaya,
budaya berprestasi dan berkompetisi,
budaya memberi teguran dan
penghargaan.
Tanda-tanda perubahan sebagai
akibat tindakan pengembangan dapat
dilihat dari beberapa indikator. lndikator
yang dikembangkan tergantung pada
nilai-nilai kultur yang menjadi fokus
garapan pengembangan kultur sekolah,
yaitu (a) terkait budaya jujur,
seperti
pengambilan
kebijakan sekolah seperti penerimaan
baru dan keuangan sekolah,
kemandirian siswa dalam mengerjakan
tugas-tugas
mencontek),
^esesuaian laporan dengan kenyataan.
Terkait budaya saling percaya,
transparansi
dalam
siswa
(tidak
(b)
misalnya pendelegasian wewenang jika
pimpinan sedang ada tugas tertentu dan
atau berhalangan tugas,
penetapan
penataran/pelatihan,
pembentukan tim kerja atau satuan
tugas. (c) Terkait budaya kerjasama,
misalnya keterlaksanaan pembagian
tugas, cara pengambilan keputusan,
orangtua,
masyarakat dan alumni, pelaksanaan
team teaching. (d) Terkait budaya baca,
kunjungan di
perpustakaan, jumlah
yang
jenis
dipinjam,
buku yang dipinjam atau
peserta
partisipasi yayasan,
seperti: jumlah
buku
Pengembangan Kultur
Sekolah
155
dibaca. (e) Terkait budaya disiplin dan
efisiensi, yaitu: ketepatan waktu,
frekuensi kehadiran, cara berpakaian,
ketepatan waktu rapat di sekolah,
pemanfaatan media, pemanfaatan
komputer untuk kearsipan/administrasi
sekolah. (f) Terkait budaya bersih, yaitu:
kebersihan halaman sekolah, kebersihan
ruang kelas/laboratorium, kebersihan
ruang kerja, kebersihan kamar mandi dan
WC. (g) Terkait budaya berprestasi dan
berkompetisi, seperti: partisipasi dalam
berbagai lomba, motivasi berprestasi. (h)
Terkait budaya memberi teguran dan
penghargaan, seperti: pemberian teguran
bagi yang berbuat salah, pemberian
penghargaan bagi yang berprestasi.
5. Monitoring
dan Evaluasi
Ada dua kelompok informasi yang
perlu diperhatikan, yakni: kesesuaian
pelaksanaan tindakan dengan rancangan
tindakan dari' kecenderuhgan terjadinya
tanda perubahan menuju kondisi yang
dikehendaki
Ada kemungkinan pelaksanaan
sudah sesuai dengan perencanaan akan
tetapi tidak kunjung menghasilkan tandatanda perubahan. Dalam kondisi yang
demikian diperlukan peninjauan -ulang
ketepatan rancangan dengan segala
asumsi dan teori yang menjadi dasarnya.
Analisis tindakan juga harus dilakukan
dan dibahas bersama-sama dengan
warga sekolah. Walaupun demik'hn
kepala sekolah atau tim yang dibentuk
harus membuat lapora secara tertulis.
Monitoring Pelaksanaan Tindakan.
Pelaksana monitoring sebaiknya adalah
tim yang dibentuk sekolah dan mencakup
yayasan sebagai unit yang idependen.
Monitoring dilakukan dengan prinsip
sebagai berikut:
menggunakan
indikator objektif, bukan opini dan
persepsi; (b) diupayakan memperoleh
hasil yang valid dan reliable; (c) dilakukan
(a)
Jumal Guru, No. 2 Vol 7 Desember
2010
sedini mungkin; (d) partisipatoris; (e) jelas
(0
mekanisme pengelolaan;
menindaklanjuti hasil monitoring.
Evaluasi Hasil Tindakan. Evaluasi
hasil tindakan dilakukan dengan prinsip:
(a) menggunakan indikator objektif bukan
hanya opini dan persepsi sehingga perlu
selalu dilakukan cek silang sumber
informasi; (b) diupayakan sahih dan
handal, atau dengan kata lain sesuai
dengan kenyataan yang aOa; (c) dihindari
kesimpulan yang bias, artinya kesimpulan
yang diambil tidak terkontaminasi atau
'tercemari oleh hal-hal di luar kenyataan
partisipatoris dalam
yang ada;
evaluasi dan refleksi; (e) mekanisme
yang jelas dalam pengelolaan dan
menindaklanjuti hasil evaluasi; dan (0
menjadikan evaluasi sebagai dasar
perencanaan langkah
refleksi
berikutnya.
dan
Pengembangan Kultur
Sekolah
156
pengembangan kultur sekolah dalam
rangka peningkatan mutu
(d)
T
dan
6.
I
;
Laporan Hasil Tindakan
)
Tujuan penyusunan laporan
sebagai pertanggungjawaban dan
penerapan prinsip akuntabilitas publik
dan
sosial, sebagai
upaya
pendokumentasian perubahan, sehingga
dapat membantu siapapun yang akan
meneruskan upaya pengembangan kultur
sekolah,
sebagai
tolak
perencanaan berikutnya
Struktur laporan terdiri dari latar
belakang dan tujuan, karakteristik kultur
sekolah, rencana pengembangan
pelaksanaan
tindakan,
pengembangan, hasil pengembangan,
faktor pendukung dan penghambat, dan
rekomendasi keberlanj utan.
Tindak lanjut laporan disampaikan
kepada masyarakaUyayasan, Dinas
Pendidikan, Bawasda, dan pihak terkait
lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat
digambarkan
alur
dan
titik
strategi
diagram
Gambar 2: Diagram Alur Pengembangan
Kultur Sekolah
E. SIMPULAN
Salah satu cara meningkatan
mutu
pendidikan di sekolah adalah dengan
mengembangkan kultur sekolah.' Kultur
sekolah yang sudah bernitai positif terus
ditingkatkan, yang bernilai negatif
diminimalisir. Cara mengembangkan
kultur sekolah pertama-tama adalah
dengan memprotret kultur sekolah,
menganalisis, menilai, merancang
tindakan pengembangan, melaksanakan
tindakan,
memonitoring
dan
mengevaluasi dan yang terakhir adalah
pelaporan.
Jurnal Guru, No. 2 Vol 7 Desember
2010
Pengembangah Kultur
KEPUSTAKAAN
Albertus, Doeni Koesoema. 2009.
Pendidik Karakter. Jakarta:
Grasindo
Karnadi, 2005. Manaiemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:
Cipta Jaya
Sallis, Edward. 2006. Total Quality
Management ln Education.
Management Mutu Pendidikan.
Jogjakarta: lrcisod
J
Sekolah
157
Download