KINFlash - Konvensi Injil Nasional

advertisement
Edisi
6
9 NOV 2013
Dari meja redaksi….
Sesi KIN Malam Pdt. Dr. Stephen Tong
“PENGUNCI PINTU INJIL!”
D
i dalam sesi ke-16 KIN hari keempat ini, Pdt.
Stephen Tong dengan tajam menganalisis
kondisi gereja di Indonesia. Sejarah mencatat
bahwa kekristenan mulai masuk ke Indonesia
sekitar 500 tahun yang lalu oleh penjajah Portugis.
Sejarah juga mencatat bahwa Islam datang ke
Indonesia sekitar awal abad kedelapan. Ini berarti
Islam sudah datang ke Indonesia hanya dalam
waktu 70-100 tahun setelah wafatnya Muhammad.
Di lain pihak, Injil baru masuk ke Indonesia sekitar
1500 tahun setelah Yesus Kristus wafat. Ini suatu
fakta yang menyedihkan, apalagi mengingat
bahwa Muhammad lahir 570 tahun setelah Kristus.
KIN Flash
M
Mengapa Injil masuk ke Indonesia demikian telat?
“Karena orang Islam mengabarkan Islam lebih rajin
dari orang Kristen mengabarkan Kristen!” seru Pdt.
Stephen Tong.
Pdt. Stephen Tong melanjutkan bahwa Belanda
datang ke Indonesia bukan untuk mengabarkan
Injil tetapi hanya untuk menjajah orang lain dan
mengeruk keuntungan. Bahkan keberadaan gereja
pada mulanya hanyalah untuk mengisi keperluan
ibadah para penjajah. Hal ini dapat kita lihat dari
Bersambung ke hal.7
ore reason to evangelize! According to Rev. Billy Kristanto, while Paul concentrates on the death
and resurrection of Christ, the four gospels present the whole life of Christ as creating a counterculture against the Caesar cult. Therefore, we must preach the Gospel not only by words but also
through our life-witness just as attested by Christ’s own life. Concluding his previous session, Ev. David Tong
shows how Reformed theology—e.g., the doctrine of predestination and the doctrine of concurrentism—
further contributes to the birth of modern science. On a separate note, David stresses on the importance
of Christ’s bodily resurrection for evangelism. Sedated by worldly euphoria many churches, in Rev. Tumpal
Hutahaean’s estimation, have neglected the supremacy of Christ. Unfortunately, this gives birth to churches
that are easily swayed by false teachings and congregations that do not grow in their faith. Thus for the
health of God’s church, pastors must realize the importance of doctrinal teaching for their congregations.
In his morning session, Rev. Stephen Tong reminds all audiences of the sovereignty of God over creatures.
The sovereignty of God is the basis for the biblical teaching of predestination—that God has sovereignly
and unconditionally elected some people, not all, to be saved. Thus, it is by God’s grace alone that we
believe. Furthermore, those who are elected are those who will be sanctified. True revival brings one to
true realization of their sins and results in a true repentance. Reflecting on the life of Elijah and Elisha,
both of whom were simply simple people but used greatly by the LORD. Rev. Stephen Tong, in his evening
session, urges all audiences to seek the power of God above all. (dt)
Sungguh kekuatan dari
Tuhan ketika kita bisa
diberikan kekuatan selama
enam hari ini mengikuti KIN
2013. Limpahnya berkat
firman Tuhan, pengajaran
yang begitu tajam,
memberikan kesempatan
kita dengan rendah hati
mau mengkaji kembali
setiap kita. Seberapa jauh
kita rela dengan rendah
hati, penuh ketaatan, mau
belajar diubahkan oleh
kebenaran-kebenaran yang
mungkin selama ini kita
kurang mengertinya.
Malam ini kita akan
menjalankan KPIN Jakarta
2013. Ini adalah sebuah
peperangan rohani yang
besar. Kita merindukan
ribuan orang boleh
mengalami sentuhan mistis
di mana Roh Kudus boleh
menghidupkan hati yang
mati dan mengeras (Yeh.
36:26-27) dan menggantinya
dengan hati yang taat.
Kita perlu terus mendoakan
agar baik KIN 2013
(Konvensi Injil Nasional) dan
KPIN (Kebaktian Pembaruan
Iman Nasional) Jakarta
2013 boleh berjalan sampai
selesai dalam pimpinan
Tuhan. Kita perlu berdoa
untuk semua Panitia yang
sedang bekerja keras
mempersiapkan KPIN yang
hanya beberapa jam lagi.
Kita sungguh rindu Tuhan
bekerja bukan hanya untuk
diri kita, tetapi untuk
banyak orang yang akan
hadir di KPIN Jakarta 2013.
Kiranya kita boleh
mendapatkan pembentukan
rohani, pembaruan hidup,
dan pembentukan karakter
kita menjadi seorang hamba
Tuhan yang akan Tuhan
pakai di dalam KerajaanNya.
Redaksi.
SEKILAS
L i p u ta n S e putar K IN
KIN
” Yang seperti ini belum pernah kami lihat...”
T
idak terasa waktu bergulir sangat
cepat. Tidak terasa hari ini KIN telah
memasuki hari ke-6. Selama lima
hari yang sudah dilewati, para peserta
telah berkesempatan menerima sejumlah
rangkaian ceramah dan khotbah penting;
terutama khotbah dari Pdt. Dr. Stephen
Tong, yang sedemikian padat setiap pagi
dan malam hari. Setiap hari acara dimulai
dari pagi hari jam 7.30 WIB hingga selesai
hampir pukul 22.00 WIB. Para peserta yang
harus duduk berjam-jam mendengarkan
kupasan firman Tuhan dengan penuh
antusias. Dengan penuh kosentrasi dan
antusiasme tinggi para peserta mencatat
bagian demi bagian kupasan firman dan
ceramah untuk dibawa pulang sebagai hasil
pembelajaran untuk membangun pelayanan
masing-masing di berbagai daerah yang
Tuhan percayakan untuk digembalakan.
Di tengah-tengah padatnya studi firman,
semenjak hari ketiga hingga hari keenam
berturut-turut
setiap harinya setelah
istirahat makan siang, para peserta secara
berkelompok
bergantian
memperoleh
kesempatan mengunjungi Sophilia Fine Art
Center. Sophilia Fine Art Center adalah
sebuah aula seni rupa yang digagasi dan
diprakarsai oleh Pdt. Dr. Stephen Tong,
dengan mengumpulkan secara pribadi dan
mengorbankan kepentingan diri lebih dari
30 tahun berbagai barang seni rupa baik
dari Barat maupun Timur. Aula Seni Rupa
Sophilia ini didirikan sebagai bagian dari
visi dan beban yang diberikan oleh Tuhan
kepada Pdt. Stephen Tong dalam rangka
melaksanakan mandat budaya dan mendidik
manusia Indonesia melihat kemuliaan Tuhan
Allah melalui wahyu umum dan mengagumi
bijaksana Allah Pencipta yang diwujudkan
melalui berbagai karya yang dihasilkan
oleh para seniman sebagai peta teladan
Allah. Selain Sophilia Fine Art Center,
Pdt. Stephen Tong juga mendirikan dan
mendesain sendiri Aula Simfonia Jakarta
(ASJ), satu tempat untuk mendidik manusia
Indonesia menghargai dan memahami
musik-musik bermutu tinggi. Baik Sophilia
Fine Art Center maupun Aula Simfonia
Jakarta merupakan wujud kecintaan Pdt.
Stephen Tong kepada Tuhan Yesus Kristus ,
Injil, dan sesama manusia.
Dengan penuh perjuangan mengumpulkan
berbagai bentuk karya seni ini, bahkan
kadang Pdt. Stephen Tong harus mengangkat
dengan tangan sendiri dari berbagai
tempat, satu demi satu barang dikumpulkan
secara perlahan tapi pasti dalam jangka
waktu sangat lama, tanpa dukungan dana
dari pihak manapun; baik pemerintah,
pihak luar negeri, bahkan gereja. Barangbarang seni rupa itu kini dapat dihadirkan,
2
dinikmati, dan dipelajari. Barang-barang
seni rupa yang sangat bernilai tinggi itu
terdiri dari berbagai jenis lukisan baik
Kristen maupun bukan Kristen, ukiran,
kaligrafi Tionghoa, barang-barang bermutu
sangat tinggi seperti keramik dan porselen
Tiongkok, barang-barang perunggu, dan
sebagainya dalam berbagai bentuk dan
ukuran hingga barang seni rupa Indonesia.
Koleksi-koleksi ini ada yang asli, ada yang
replika, sangat sukar untuk dibedakan
karena mutu replikanya yang begitu tinggi.
Setelah mengelilingi bersama para peserta
lebih dari 1 jam, Liputan Sekilas KIN berhasil
secara acak mendapatkan beberapa kesan
yang mewakili para hamba Tuhan – peserta
KIN dari berbagai daerah. Seorang hamba
Tuhan dari Tanah Toraja mengatakan ia
sangat tergugah oleh lukisan-lukisan di
tempat ini; apalagi lukisan-lukisan yang
bercerita tentang para martir bagi Injil. Ia
terdorong untuk menghayati dan refleksi
diri lebih dalam lagi pelayanannya bagi
Injil. Seorang Ibu Pendeta dari Papua
mengatakan perlu waktu lebih lama lagi
untuk belajar semua barang di tempat ini.
1-2 jam itu terlalu singkat. Hamba Tuhan ini
juga menyatakan ketertarikannya dengan
motif-motif yang ada pada piring-piring
keramik Tiongkok. Ada catatan menarik
berkenaan dengan soal piring keramik ini.
Hamba Tuhan ini mengatakan bahwa di
dalam adat perkawinan suku Biak dan Serui,
ada kebiasaan memakai piring yang corak
dan motifnya sama dengan motif yang ada
pada piring keramik Tiongkok itu sebagai
mas kawin. Lalu Ibu Pendeta ini tertarik
untuk memikirkan dan ingin mempelajari
lebih jauh lagi adakah hubungan sejarah
masa lalu bangsa Papua dan dinastidinasti di Tiongkok. Seorang hamba
Tuhan dari Kalimantan Barat mengatakan
bahwa mereka yang biasanya melayani di
pedalaman, sangat bersyukur mengikuti KIN
dan bisa melihat berbagai barang seni ini.
Seperti mimpi! Lukisan tentang penderitaan
Kristus di atas kayu salib menjadi gugahan
yang mendalam bagi hamba Tuhan ini untuk
lebih lagi mengabarkan Injil di daerahnya.
Seorang hamba Tuhan dari Sulawesi
Utara mengagumi sejarah dan ketelitian
orang Tionghoa memelihara benda-benda
sejarah. Lebih mengagumkan lagi bagi
dia adalah kemampuan Pdt. Stephen Tong
mengumpulkan barang bernilai seperti
ini untuk sebagai barang pendidikan bagi
generasi muda. Seorang hamba Tuhan
dari daerah Jawa Timur dengan penuh
kekaguman mengatakan berulang-ulang:
“ini adalah tempat langka, jarang-jarang
ada tempat seperti ini yang sangat mendidik
kita orang Kristen supaya bermentalitas
dunia”. Seorang hamba Tuhan dari Sulawesi
Tengah juga sangat mengagumi dan
bersyukur mengatakan :
“Kita patut bersyukur kepada Tuhan,
menaruh hormat dan kagum kepada
keberanian Pdt. Stephen Tong dengan susah
payah mendirikan Sophilia Fine Art Center
ini bagi Kerajaan Allah. Yang seperti ini
belum pernah kami lihat!” (lhw).
Kunjungan peserta KIN ke Sophilia Fine Art Center
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
SEKILAS
KIN
Refleksi Hari ke-5
RenunganPagi
Pdt. Billy Kristanto
Renungan ini membahas aspek-aspek Injil. Paulus memfokuskan Injil sebagai berita
kematian dan kebangkitan Kristus sesuai dengan Kitab Suci (1Kor. 15:3-6). Berita Injil bukan
tanpa kehadiran saksi-saksinya. Keempat Kitab Injil melengkapi perspektif Paulus. Istilah
Injil dipakai oleh Markus untuk berpolemik dengan pandangan penyembahan Kaisar: Kaisar
dianggap tuhan, juru selamat dan membawa kabar baik (Injil), namun Markus mengatakan
Yesus Kristuslah Tuhan, Juru Selamat dan Pembawa kabar baik. Injil menghadirkan
kepercayaan dan kebudayaan tandingan (bandingkan istilah Logos dalam Yohanes dan
juga Roma 12:2). Keempat Injil mencatat bukan hanya kematian dan kebangkitan Kristus
melainkan juga kehidupan-Nya. Markus misalnya menyajikan Injil sebagai proses perjalanan
seorang mengenal Yesus sebagai Anak Allah (Mrk. 1:1; 15:39). Maka Injil juga harus berurusan
dengan seluruh kehidupan, sifat, dan karakter Kristus. “Beritakan Injil dan jika perlu,
gunakan kata-kata” (Franciscus Assisi). Pemberitaan Injil yang sejati bukan hanya kata-kata, melainkan juga kesaksian hidup kita. Yoh.
14:6 mengatakan bahwa Yesus bukan hanya satu-satunya jalan, melainkan juga membawa kita kepada satu-satunya tujuan. Pemberita
Injil perlu senantiasa bergumul untuk mendapatkan kepenuhan Roh Kudus.
Sesi 18
Ev. David Tong
Melanjutkan sesi ke-5 (hari kedua KIN), Ev. David Tong mengatakan bahwa kekristenan,
secara khusus theologi Reformed, memberikan sumbangsih penting bagi lahirnya sains
modern. Di dalam konteks abad ke-16, orang melihat ada kaitan antara theologi yang
“baru” ini dengan bidang ilmu yang “baru” pula. Tuhan yang sudah mempredestinasikan
keselamatan adalah selaras dengan Tuhan yang telah memberikan hukum alam; sebagaimana
jumlah orang dan malaikat yang dipilih tidak dapat diubah lagi, demikian juga ada suatu
sifat ketidakberubahan di dalam hukum alam. Demikian pula doktrin concurrentism, yang
dikemukakan oleh theologi Reformed, menyebabkan manusia dapat menyelidiki alam dengan
mencari sebab-penyebab di dalam alam, sambil tetap percaya bahwa Allahlah penyebab
utama segala sesuatu. Terlebih lagi, theologi Reformed menekankan bahwa semua bentuk
pekerjaan adalah panggilan Allah yang manusia lakukan di dalam Kerajaan Allah untuk
kemuliaan Allah belaka.
Membahas topik yang berbeda dengan mengacu kepada Yoh. 20:26-31, Ev. David Tong juga berkhotbah mengenai signifikansi dari
kebangkitan Kristus bagi iman Kristen dan, khususnya penginjilan. Kebangkitan Kristus adalah inti dari iman Kristen yang menghancurkan
sistem pemikiran manusia berdosa, khususnya rasionalisme dan empirisisme. Terlebih lagi, perkataan Yesus di Yoh. 20:29 menunjukkan
bahwa Kristus mau kita mengerti bahwa penginjilan adalah satu keharusan. Dan yang memberi sukacita di dalam kita menginjili
adalah mengetahui bahwa Kristus sendiri telah menjamin akan adanya orang yang percaya di kemudian hari karena pengabaran firman
kebangkitan-Nya (faith comes by hearing).
Sesi 20
Pdt. Tumpal Hutahaean
Pdt. Tumpal mengawali dengan menjelaskan gereja yang terhisap dengan euforia rohani,
yang hanya mementingkan kepuasan emosi dan kepuasan hidup (kaya dan sukses), tetapi
tanpa Supremasi Kristus (Church without Theology), kedua, terbius dengan filsafat New
Age, ketiga, dipengaruhi filsafat Post-Modernisme, dan keempat, tertidur dalam theologi
Liberalisme. Akibatnya banyak gereja cenderung menelan segala macam bentuk pengajaran
dan mudah terbawa arus pengajaran yang palsu. Theologi gereja bersifat “Theologi Gadogado”. Akibat yang kedua, jemaat mengalami kebingungan dalam menghidupi imannya,
karena tergantung dengan apa yang terjadi di luar. Akibat ketiga, Jemaat tidak memiliki
fondasi iman dan ketangguhan iman, sehingga mudah disusupi oleh ajaran-ajaran liar atau
sesat. Akibat keempat, Gereja tidak menjadi Garam dan Terang dunia, dengan kata lain
gereja gagal menjadi berkat bagi dunia yang berdosa ini karena dipengaruhi oleh dunia.
Dengan kondisi gereja seperti ini, siapa yang berani menegur seperti seruan Tuhan Yesus untuk lima jemaat di Asia Kecil: Efesus, Pergamus,
Tiatira, Sardis, dan Laodikia (Why. 2-3:22), dan siapa yang berani berteriak dengan lantang seperti nabi Yeremia, menegur dosa umatnya
pada zamannya? Siapakah yang berani seperti Yohanes Pembaptis, menegur dosa raja atau penguasa pada saat itu? Siapakah yang
meratapi keberadaan gereja Tuhan yang seperti ini?
Secara komunal atau sosiologis gereja tampak hanya sebagai perhimpunan manusia dari segala suku, bangsa, ideologi politik, status
ekonomi, maupun latar belakang pendidikan, yang menyambut panggilan Kristus. Secara institusional atau organisasional, gereja tampak
tak lebih dari suatu struktur yang berbeda dari struktur sosial lainnya. Namun secara spiritual atau theologis sesungguhnya gereja adalah
“umat perjanjian Allah, tubuh Kristus, dan bait Roh Kudus”.
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
3
SEKILAS
KIN
KEJATUHAN & KEBUDAYAAN
Ekses Kejatuhan Manusia dalam Kebudayaan oleh: Pdt. Dr. Stephen Tong
Bagian 1
Renungan ini ditulis berdasarkan paparan
Pdt. Stephen Tong (dengan judul yang
sama) di Singapore Theological Seminar
pada tahun1992
A
lkitab tidak hanya berbicara mengenai
masuk sorga dan kepercayaan saja.
Alkitab juga mengajar kita memakai
prinsip firman Allah yang orisinal untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang
timbul, baik di bidang politik, masyarakat,
seni, dan lain-lain. Kita perlu memahami
bukan hanya theologi sistematika tradisionil
yang membahas tentang keselamatan,
Kerajaan Allah, dan rencana Allah yang
kekal, tetapi juga topik-topik yang
berkenaan dengan konsep politik, nilai,
kebudayaan, maupun sejarah.
Kita yang hidup di dunia ini tidak dapat
menghindari pembahasan semacam ini,
karena konsep dasar secara langsung
atau tidak langsung memengaruhi reaksi
hidup kita. Bila kita merenungkan secara
mendalam dan mempunyai pemahaman
konsep yang tepat, maka kita akan menjadi
orang Kristen yang mampu memuliakan
Allah dan membawa berkat bagi sesama.
Allah memberkati mereka, lalu
Allah berfirman kepada mereka:
“Beranakcuculah dan bertambah banyak;
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas
segala binatang yang merayap di bumi.”
TUHAN Allah mengambil manusia itu dan
menempatkannya dalam taman Eden untuk
mengusahakan dan memelihara taman itu.
(Kejadian 1 : 28 dan 2 : 15)
Istilah
‘mengusahakan’
(LAI)
atau
cultivate dalam ayat ini berkaitan
dengan istilah culture. Ini berarti bahwa
manusia diciptakan sebagai makhluk yang
berbudaya.
Jika kita memandang sejarah sebagai
sebuah sistem sirkulasi, kita akan
menemukan bahwa di dalam sistem dan
sirkulasi ini terdapat definisi-definisi
yang seolah-olah tidak tampak namun
sebenarnya ada. Bagaimana sirkulasi ini
terjadi? Pada saat seorang yang bijaksana
mendisiplin
tindakan
yang
kurang
bijaksana, maka keprimitifan pun akan
dikikis secara perlahan-lahan, karena
wisdom is conquering the barbarianism.
Pendidikan tampil ke permukaan dan
membentuk masyarakat yang berbudaya,
dan kebijaksanaan mulai melayani penguasa
yang dominan. Seorang politikus yang
mengerti hal ini kemudian akan bertekad
4
untuk merebut dan menguasai orang-orang
yang bijaksana untuk melayani ambisi
mereka. Ambisi politik terdapat dalam diri
para pemimpin yang bengis, yang menganut
pemikiran diktator. Padahal kuasa diktator
secara mutlak akan menjadi penghancur
kuasa politik. Pada saat kuasa tertinggi
hancur, maka irama sejarah kembali kepada
barbarisme yang mendominasi kuasa politik
yang tertinggi. Sirkulasi ini berlangsung
sampai abad XX dan berkembang menjadi
suatu pengharapan bahwa demokrasi dapat
menyelesaikan masalah ini.
Demokrasi perlu dibangun di atas dasar
neutral information (informasi netral, tidak
terdistorsi) dan pendidikan kebudayaan
secara menyeluruh. Dengan demikianlah
demokrasi dapat berkembang. Namun hal
ini adalah idealisme yang tidak mungkin.
Bagi saya, kemenangan demokrasi mungkin
sekali
merupakan
wujud
pemikiran
barbarisme dari orang-orang zaman
modern. Jangan kita heran apabila suatu
hari kelak kita menemukan negara Amerika
– yang mempunyai hikmat dan pengetahuan
tinggi – akan jatuh ke dalam tangan orangorang yang menyebut diri demokrat,
tetapi memberikan toleransi terhadap
perdagangan narkotik, homoseksualitas,
aborsi, dan lain sebagainya. Hal tersebut
terjadi karena pada saat pemilihan
presiden, calon presiden takut kalau-kalau
rakyat tidak mau mendukungnya, sehingga
dengan terpaksa dia berkompromi demi
memperoleh kemenangan saat pemilihan.
Sebenarnya, dia telah menggantikan
demokrasi
dengan
kuasa.
Sejarah
menunjukkan bahwa di dalam sistem
sirkuliasi ini, kebudayaan yang dibangun
manusia dengan susah payah telah
menempatkan dirinya dalam suatu krisis,
suatu masalah yang mendalam dan serius.
Siapakah manusia? Berapa pentingnya nilai
sifat manusia? Berapa besar potensi dan
krisis sifat manusia? Sesungguhnya manusia
berpotensi untuk memahami masalah krisis
ini hanya melalui terang firman Tuhan, yang
bahkan dapat menembus dan memahami
sampai sedalam-dalamnya. Maka hanya
kekristenanlah yang dapat menjelaskan
krisis ini. Jika kekristenan hanya meraba
masalah superfisial yang sehari-hari dihadapi
manusia dan tidak menemukan prinsip dasar
yang Allah wahyukan, maka sumbangsih
kekristenan terhadap dunia hanyalah untuk
menghadapi kesementaraan, serta tidak
mampu bertahan lama.
Adakah unsur kejatuhan manusia dalam
dosa juga tercakup dalam kebudayaan?
Apakah kebudayaan dihasilkan setelah
kejatuhan? Atau kebudayaan sendiri
mempunyai kemungkinan untuk mencegah
datangnya kejatuhan? Semua ini merupakan
hal yang istimewa.
Ketika pemerintah menganjurkan rakyat
untuk ber-KB (red – Keluarga Berencana),
rakyat mengira KB dapat menyelesaikan
masalah ekonomi dan masyarakat. Maka
mereka memakai berbagai alasan untuk
menunjang ketetapan itu. Namun 10-20
tahun kemudian, saat mereka mendapati
bahwa
mayoritas
rakyatnya
adalah
‘manula’, mereka kembali memberi
semangat kepada rakyat untuk melahirkan
banyak anak, sementara rakyat sudah
terlanjur tidak suka mempunyai banyak
anak. Saat mereka menemukan arah
sejarah sudah susah dikembalikan, mereka
baru menyesal akan keputusan yang pernah
mereka tetapkan.
Jadi apakah setiap kali strategi dan aksi
masyarakat yang kita pilih akan selalu
menelurkan kesalahan-kesalahan yang baru
disadari pada kemudian hari? Ini hanya
salah satu contoh untuk memikirkan apakah
kejatuhan sendiri memang sudah tercakup
di dalam kebudayaan.
Dari buku-buku dan hasil pemikiran rasio
manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa,
kita tidak berhasil menemukan penyebab
kejatuhan. Hanya di dalam firman Tuhan
kita bisa menemukan penyebab utama dari
semuanya ini.
Ketika kuasa politik berubah, ketika sistem
dan cara pendidikan telah tersingkirkan,
ada hal-hal yang lebih mendalam dan yang
sama sekali tidak berubah, yaitu:
1. Kebudayaan
2. Agama
Hal yang bersifat budaya dan agama selalu
melampaui hal yang bersifat politik,
masyarakat, ekonomi, dan pendidikan.
Komunis yang ingin mendongkel ajaran
konfusionisme justru binasa, dan atheisme
yang ingin memusnahkan agama juga
mengalami kehancuran. Komunisme dan
atheisme mengunggulkan konsep kosmologi
mereka sebagai kebenaran yang mutlak.
Mereka menggunakan konsep kosmologi
untuk menyerang sistem pemikiran lama
dan memperalat kuasa politik untuk
memperoleh posisi yang menguntungkan.
Tetapi taktik politik bukanlah hal yang
kekal. Tatkala komunisme dan atheisme
sudah lenyap, kebudayaan dan agama tetap
ada. Yang membinasakan telah binasa,
tetapi yang dibinasakan tetap berada.
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
(Bersambung…)
SEKILAS
Christ Washing the Disciples’
Feet, Tintoretto
KIN
Christ before the High Priest,
Honthorst
J
acopo Tintoretto (1518-1594) adalah seorang pelukis dari
Venezia yang hidup pada zaman Renaisans akhir. Karyanya
memiliki ciri khas kontras warna, adegan-adegan yang
dinamis dan gerakan yang dramatis. Karena intensitas religius dan
‘ekspresionisme’ dalam lukisannya, orang biasa mengategorikan
Tintoretto dalam aliran mannerism. Gaya mannerist ini ditandai
dengan proporsi yang diperpanjang (perhatikan misalnya kaki Petrus
yang cenderung terlalu panjang), pose yang bergaya (tangan dan
tubuh Yesus), dan kurangnya perspektif yang jelas (perbandingan
orang yang di depan dan di belakang). Dalam Alkitab, cerita Yesus
membasuh kaki para murid-murid ini menandai bagian kedua dari
Injil Yohanes. Bagian pertama adalah pelayanan Yesus kepada
masyarakat umum. Pada bagian kedua (mulai dari Yoh. 13) Yesus
memfokuskan diri-Nya kepada pelayanan yang ditujukkan bagi
murid-murid-Nya. Fokus lukisan ini ada pada Petrus yang berusaha
mencegah Yesus untuk membasuh kakinya (Yoh. 13:6), namun
yang akhirnya membiarkan Yesus melakukannya juga setelah
Yesus berkata, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau
tidak mendapat bagian dalam Aku” (ayat 8). Pembasuhan kaki ini
mengajarkan kepada para murid apa artinya saling melayani. (BK)
G
erard van Honthorst (1592-1656) adalah seorang pelukis
pada masa keemasan Belanda. Gaya lukisannya sangat
dipengaruhi oleh teknik kontras cahaya terang dan gelap
Caravaggio. Demikian dalam lukisan Christ before the Hight
Priest ini kita melihat teknik kontras cahaya yang ditimbulkan
oleh sebuah lilin yang ada di tengah. Lukisan ini aslinya berada
di National Gallery di London. Perhatikan bahwa sekalipun imam
besar ini berada pada jarak yang lebih dekat dengan lilin, namun
dalam lukisan ini digambarkan Kristus lebih berada dalam terang
daripada imam besar. Sementara imam besar ini berusaha untuk
menghakimi Kristus dalam kecongkakannya, ekspresi wajah Kristus
terlihat begitu tenang dan damai. Injil yang paling banyak mencatat
tentang Kayafas adalah Yohanes. Kayafas pernah menubuatkan,
“Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa”
(Yoh. 18:14). Namun nubuat ini ironisnya tidak membawa Kayafas
untuk berbagian dalam rencana keselamatan Kristus. Sebaliknya
ia justru menjalankan peran hakim bersama Hanas, mertuanya.
Dalam saat yang paling menakutkan, Kristus tetap menyatakan
keberserahan sepenuhnya kepada Bapa. (BK)
Tuntun aku Tuhan Allah, William Williams (1717-1791)
A
bad 18 adalah abad terjadinya Kebangkitan Besar Kedua (Great Awakening II) di dunia Barat, termasuk di Wales, daerah Timur Laut
Inggris. Penginjil Howell Harris memberitakan Injil yang mempertobatkan seorang anak muda berusia 24 tahun yang bersiap menjadi
seorang dokter, William Williams. Setelah mendengar Injil Kristus yang menantangnya, ia menyerahkan hidupnya sepenuhnya
kepada Tuhan untuk melayani Tuhan. Dengan naik kuda, ia menjelajahi Wales lebih dari 100.000 mil. Williams mengabarkan Injil ke
seluruh Wales selama 43 tahun. Syair yang terkenal yang ditulisnya adalah Tuntun Aku Tuhan Allah (Guide Me O Thou Great Jehowah).
Williams telah menulis lebih dari 800 himne. Dari gurun dunia menuju Tanah Perjanjian, mari merelakan diri dituntun oleh-Nya, Sumber
Hidup, kekuatan dan pelindung kita selamanya.
If you can contain your enemy in your heart, you can contain anything in this world!
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
5
SEKILAS
GER AKAN REFORMASI
DALAM SEJAR AH Bagian 2
KIN
oleh: Pdt. Dr. Stephen Tong
(sambungan dari bagian pertama)
K
etiga, pandangan yang penting dari
para Reformator, baik Martin Luther,
Calvin, maupun Zwingli yang menjadi
prinsip dasar theologi reformasi adalah
pandangan mereka terhadap Alkitab
dan kedudukannya. Bagi Luther, Alkitab
identik dengan firman Allah (The Word
of God). Alkitab diberikan melalui para
rasul dan para nabi yang digerakkan dan
diilhami langsung oleh Roh Kudus sehingga
Alkitab identik dengan firman Allah. Calvin
berpendapat selain Alkitab diwahyukan
oleh Roh Kudus, maka Alkitab juga harus
dimengerti melalui iluminasi Roh Kudus
agar kita dapat menafsirkannya dengan
benar. Oleh sebab itu para Reformator
harus
berhadapan
dengan
berbagai
penafsiran Alkitab yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan yang merajalela di
dalam gereja. Cara penafsiran Alkitab yang
tidak benar harus diperangi. Ini menjadi
permulaan gerakan untuk menyelidiki dan
mempelajari hermeneutika (bagaimana
menafsirkan Alkitab).
PRINSIP PENTING THEOLOGI REFORMASI
Pengembalian doktrin yang dilakukan oleh
para reformator dapat disarikan dalam
beberapa prinsip yang penting, yaitu:
Sola Gratia, hanya berdasarkan anugerah
saja. Prinsip ini menolak segala jasa
manusia, menolak pandangan mengenai
adanya kerja sama antara manusia dan
Allah untuk menyelamatkan manusia atau
manusia dengan melakukan yang baik dapat
menggantikan sesuatu berkat dari Tuhan.
Sola Fide, Fide dalam bahasa Latin
artinya iman (faith), Sola Fide artinya
hanya berdasarkan iman kepercayaan saja
manusia diterima oleh Tuhan dan dapat
datang kepada Tuhan.
Sola Scriptura, hanya percaya kepada
apa yang dikatakan oleh Alkitab yang
adalah firman Allah. Penegasan akan Sola
Scriptura mengakibatkan para reformator
menyingkirkan semua kitab di luar ke-66
kitab dalam Alkitab. Kitab yang disingkirkan
adalah Apokrifa (kitab-kitab yang diterima
oleh gereja Roma Katolik sebagai bagian
dari kanon, yaitu sebanyak 14 kitab).
Solus Christus, berarti hanyalah bagi Kristus
dan Kristus menjadi pusat dari seluruh
Alkitab. Maka tidak ada seorang pun di
dalam dunia ini yang boleh dibandingkan
atau disetarakan dengan kedudukan
Kristus. Paus, orang suci, Maria, atau siapa
pun tidak dapat disetarakan dengan Kristus.
Semua ini mengarah kepada Soli Deo Gloria
(seluruhnya bagi kemuliaan Allah).
Jadi Gerakan Reformasi dapat disimpulkan
dalam 5 kalimat yang pendek yaitu: Sola
Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura, Solus
Christus, dan Soli Deo Gloria. Dari Gerakan
Reformasi,
kita
dapat
menyaksikan
beberapa prinsip penting, yaitu:
Pertama, Gerakan Reformasi melaksanakan
dua aspek yang penting, yaitu merobohkan
yang salah dan membangun kembali yang
benar. Dalam merobohkan semua yang
salah ini, Tuhan memakai Martin Luther,
sedangkan untuk membangun kembali
ajaran yang ketat dan sistematis, Tuhan
memakai John Calvin. Tanpa merobohkan
maka
tidak
mungkin
memberikan
pengharapan yang baru, oleh karena
tidak mungkin menambal kain yang baru
pada kain yang usang. Namun pekerjaan
reformasi bukan merobohkan, tetapi harus
membangun kembali.
Kedua, Gerakan Reformasi tidak pernah
berusaha
mendirikan
suatu
doktrin
yang baru dan tidak pernah berusaha
mementingkan doktrin yang satu dan
melalaikan doktrin yang lain.
Ketiga, Gerakan Reformasi tidak pernah
mau tunduk pada filsafat atau pikiran
manusia, tetapi berdasarkan Alkitab saja.
Keempat, segala usaha Calvin khususnya
menjelaskan kepada orang-orang yang
tidak lagi diakui oleh gereja Roma Katolik,
yaitu orang-orang Protestan, bahwa apa
yang dipercayai oleh orang-orang reformasi
tidak melawan Alkitab, melainkan justru
kembali kepada ajaran Alkitab sesuai Kredo
Apostolik yaitu Pengakuan Iman Rasuli.
Kiranya kita semakin mengerti dan
menghargai apa yang Tuhan telah kerjakan di
dalam sejarah, untuk mengembalikan umat
Tuhan kepada ajaran yang benar, semangat
yang benar, hati yang benar, motivasi yang
benar, dan perilaku yang benar seturut
ajaran Alkitab, demi kemuliaan nama-Nya.
Amin.
Kunjungan peserta KIN ke Sophilia Fine Art Center
6
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
SEKILAS
Pengunci Pintu Injil
(sambungan dari hal.1)
fakta bahwa baru sekitar 120-180 tahun
lahir gereja-gereja protestan di Indonesia.
Usia GMI, HKBP, GT, misalnya, tidak lebih
dari 100 tahun. Berarti lebih dari 250
tahun Injil tidak diberitakan baik-baik oleh
orang-orang Belanda. Mengapa demikian?
Karena para penjajah ini datang bukan
untuk Injil! Ditambah lagi orang Arab
ketika datang ke Indonesia berdagang lebih
jujur daripada orang Kristen. Maka ketika
orang Islam datang kembali ke Indonesia,
orang Indonesia langsung menerima Islam
lebih daripada Kristen. Pdt. Stephen Tong
memperingati semua peserta KIN agar
memiliki motivasi yang benar di dalam
mengabarkan Injil; jika kita pergi ke
suatu daerah hanya untuk mendapatkan
keuntungan dari daerah itu, tidak mungkin
kita dapat mengabarkan Injil! Demikian
juga, jika di dalam Konvensi ini kita tidak
ada cinta kasih untuk mengabarkan Injil
kepada jiwa yang tersesat, hanya mau
mendengar khotbah, maka kita adalah
seperti orang mati yang tidak mungkin
membangkitkan orang mati lainnya.
Di dalam exposisi Yoh. 20:19, Pdt. Stephen
Tong mengemukakan kesulitan yang dialami
murid-murid Yesus setelah guru mereka
mati. Murid-murid goncang dan kecewa
kepada Yesus. Mereka pikir Yesus akan
datang membangun kembali kerajaan Israel
tapi sekarang Dia mati, dipaku di atas kayu
salib. Tuhan macam apa itu? Menolong diri
sendiri pun tidak bisa, bagaimana bisa
menolong orang lain? Rasul-rasul kecewa
kepada Tuhan karena mereka pernah punya
pengharapan kepada Yesus berdasarkan
janji yang diinterpretasikan secara salah.
Pdt. Stephen Tong memaparkan ada empat
macam pengertian tentang Mesias yang
berkembang di antara orang Israel, dengan
4 unsur yang sama: 1) Mesias bersifat militer
yang akan memimpin tentara besar Israel
untuk melawan musuh (militaristic Messiah);
2) Mesias memiliki dendam dan benci pada
musuh-musuh Israel (vengeful Messiah);
3) Mesias memiliki kekuatan politik yang
akan duduk sebagai raja memimpin orang
Israel (political Messiah); 4) Mesias akan
jadi pemenang yang membangkitkan Israel
lebih daripada kerajaan Daud (victorious
Messiah). Inilah yang mereka pegang dan
mereka menyambut kedatangan Mesias.
Ketika Yesus berkata bahwa Dia harus
pergi ke Yerusalem, menanggung banyak
penderitaan, dibunuh, lalu dibangkitkan,
maka Petrus langsung menegur Yesus dan
mencoba untuk melarang hal tersebut
terjadi. Terjemahan bahasa Jerman
mengartikan perkataan Petrus ini sebagai
suatu permintaan agar Yesus mengasihi
(to have pitty) diri-Nya sendiri. Tapi
Yesus menjawab Petrus, “Enyahlah setan”
(Mat. 16:21-23). Pada saat itu Yesus tidak
memanggil dia rasul, tetapi memanggilnya
setan karena saat itu hatinya tidak mengerti
dan tidak mengikut Tuhan. Pdt. Stephen
Tong mengingatkan pendeta-pendeta yang
hadir, bahwa jikalau pendeta mau cari
keuntungan, sambil memakai jubah pendeta
sambil mencari untung dan kekayaan, maka
Tuhan juga akan mengatakan kepada kita,
“Enyahlah engkau!” Pada waktu Yesus mati
di atas kayu salib, selain Yohanes muridmurid lainnya tidak hadir. Pdt. Stephen
Tong menegaskan, “Jikalau engkau betul
mengerti siapa Yesus, betul mengerti
siapa Kristus, betul mengerti siapa dan
apa tugas Mesias, maka [engkau] harus
sadar Mesias datang untuk sengsara, bukan
untuk kekayaan.” Yesus bukan datang untuk
kemuliaan tanpa melalui penderitaan.
Yesus datang ke dunia harus sengsara
dahulu, baru masuk ke dalam kemuliaan.
Tidak ada jalan lain, tidak ada kompromi.
“Puji syukur”, sambung Pdt. Stephen Tong,
“Tuhan kita adalah Tuhan yang mau mati
di atas kayu salib.” Jika Tuhan tidak mau
[naik] ke atas salib, maka tidak ada Injil
dan tidak ada kemenangan atas dosa.
Semua kekecewaan manusia kepada Tuhan
Allah disebabkan karena manusia salah
mengerti janji Allah. Demikian juga kondisi
banyak orang Kristen pada saat ini. Banyak
yang menafsirkan janji Allah menurut apa
yang mereka inginkan: sehat, makmur, dan
kaya. Sehingga ketika kita tidak mencapai
apa yang kita inginkan dari Tuhan, kita pasti
kecewa terhadap Tuhan. Padahal, tegas
Pdt. Stephen Tong, keinginan-keinginan
semacam ini tidak pernah dijanjikan
di dalam Alkitab. Banyak pendeta
yang tidak bertanggung jawab setelah
memutarbalikkan Alkitab. Pengkhotbah
yang tidak memberitakaan firman Tuhan
dengan benar bisa membuat orang jatuh
dalam iman dan kecewa pada Tuhan karena
memiliki tuntutan yang salah kepada Tuhan.
Padahal orang yang tidak pernah menuntut
apa-apa dari Tuhan tidak mungkin dia bisa
kecewa terhadap Tuhan! Yang sebenarnya
KIN
kita layak terima dari Tuhan adalah neraka,
karena kita adalah orang berdosa, dan
cambukan karena kita banyak lalai sebagai
orang Kristen. Yang harus tuntut dari Tuhan
bukanlah materi dan berkat Tuhan, tetapi
kuasa Tuhan.
Gereja yang harus mengabarkan Injil dan
mengabarkan pengharapan ke seluruh
dunia. Mengapa tidak mengabarkan Injil?
Alkitab memberikan jawaban. Muridmurid menutup dan mengunci pintu karena
mereka takut kepada orang Yahudi. Muridmurid Yesus yang dipersiapkan untuk
mengabarkan Injil justru sekarang bukan
saja tidak pergi, tetapi justru mengunci
pintu dan hanya menikmati persekutuan
internal. Pdt. Stephen Tong mengingatkan
kita bahwa Gereja Tuhan hanya ada 2
macam. Pertama, gereja yang membongkar
kunci lalu keluar menyerang sarang musuh.
Kedua, gereja yang takut musuh, maka
mengunci dan mengurung diri sendiri
agar musuh tidak masuk. “Bagaimana
gerejamu?” tanya Pdt. Stephen Tong.
“Kalau memang kita adalah orang Kristen
yang setia, kenapa HKBP setelah ratusan
tahun belum kirim misionaris ke Afrika?
GMIM, pernahkah mengirim orang ke
Madura? Toraja, pernahkah kirim orang ke
India?” “Pintu Injil”, lanjut Pdt. Stephen
Tong, “tidak pernah dikunci dari luar. Pintu
Injil selalu dikunci dari dalam!”
Saat pintu Injil dikunci, saat itu Yesus
hadir dan menembus pintu tersebut.
Kalau kita memiliki iman bahwa Yesus
sudah bangkit, jangan kira bahwa Dia mau
dibatasi dan dikurung oleh kita. Pencipta
segala materi tidak mungkin bisa dikurung
oleh materi yang diciptakan-Nya. Gereja
harus menemukan kembali Kristus yang
sudah bangkit. Dia bukan lagi yang mati,
tapi sudah bangkit dan ada di tengahtengah kita. Dan Yesus yang sudah bangkit
berkata “sebagaimana Bapa mengutus
Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus
kamu” (Yoh. 20:21). Allah mengutus Yesus
untuk menjadi Tuhan yang menderita
sengsara dan mengalahkan kuasa maut.
Yesus, yang diutus Allah, telah mengutus
kita. Maka biarlah kita pergi ke seluruh
dunia dengan kuasa Tuhan. Indonesia adalah
negara terbesar keempat di dunia setelah
China, India, dan Amerika. Siapa yang mau
pergi mengabarkan Injil? Hanya orang yang
tidak mau mengunci pintu dalam gereja.
Hanya mereka yang mau keluar! (rp/dt)
Saat kita teladani Tuhan Yesus, kita harus siap dibenci dunia. Kalau kita cinta Tuhan,
kita akan membenci hal-hal yang bertentangan dengan sifat Tuhan,
yang tidak berkenan pada-Nya.
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
7
SEKILAS
S
ejarah pengabaran Injil di Indonesia
tidak pernah melupakan seorang yang
berasal dari Tiongkok yang bernama
Ji Zhiwen, atau lebih dikenal di Indonesia
sebagai Andrew Gih (baca: ji), lahir di
Shanghai, Tiongkok, pada tanggal 10
Januari 1901. Ayahnya, Ji Youren, adalah
seorang Konghucu terpelajar dan ibunya
seorang Buddhis yang taat menjalankan
norma keagamaan.
Pada usia 12 tahun, ayahnya meninggal
dunia sehingga Andrew Gih, sebagai
anak pertama, harus membantu ibunya
mencari nafkah. Karena merasa minder
dengan teman-teman seusianya yang
fasih berbahasa Inggris, pada usia 18
tahun dia mencoba mendaftarkan diri
ke Sekolah Menengah Bethel Mission.
Sekolah tersebut merupakan sekolah misi
Kristen, sehingga mengharuskan setiap
murid mengikuti chapel dan mempelajari
Alkitab. Namun Andrew Gih sama sekali
tidak tertarik dengan agama, ia hanya ingin
belajar bahasa Inggris.
Suatu ketika seorang misionaris yang
bernama C. F. Tippet mengadakan Kebaktian
Kebangunan Rohani (KKR) di sekolahnya.
Pada saat itulah Andrew Gih yang berumur
13 tahun bertobat dan seluruh arah hidupnya
berubah. Setahun kemudian Andrew Gih
mengabdikan diri menjadi hamba Tuhan. Ia
RALAT SIARAN TV PDT.DR.STEPHEN TONG
1. Nasional. Life Channel sudah tidak
tayang.
2. Kaltim. TV Samarinda jam 17:30-18:30
3. Makassar. Sabtu, pukul 20:00-21:00
menikah dengan Dorcas Zhang Chui-Ing di
Shanghai pada tahun 1928.
Berkat pelayanan Andrew Gih gerejagereja di Guangxi, Guangdong, Fujian,
dan Xiamen mengalami perkembangan.
Selain melakukan KKR di kota, ia bersama
dengan tim penginjilannya memberitakan
Injil di Manchuria, Mongolia Dalam (Inner
Mongolia), Yunnan, Tibet, dan Xinjiang.
Andrew Gih tercatat pernah bekerja sama
dengan John Sung, seorang penginjil yang
sangat berpengaruh di Tiongkok. Keduanya
merupakan tokoh Injil berkarisma yang
membawa kebangunan rohani di gerejagereja Tiongkok sebelum berdirinya
pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok
tahun 1949.
Kemelut politik di Tiongkok tidak
menghalangi kerinduannya menyebarkan
Injil di dunia ini. Andrew Gih memutar
haluan pelayanannya dari daratan Tiongkok
ke selatan samudera dan memelopori
penginjilan
di
Filipina,
Malaysia,
Singapura,
Thailand,
Vietnam,
dan
Indonesia. Pada tahun 1950, ia pertama
kali datang ke Indonesia mengadakan
Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR)
di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan.
Pada tahun yang sama ia menerima
gelar Doctor Honoris Causa dari Cascade
KIN
College, Portland, Oregon, AS. Yayasan
Penyiaran
Injil
(Evangelize
China
Fellowship) yang didirikannya pada tahun
1947 di Shanghai kemudian dipindahkan
juga ke Indonesia dan sekarang berada
di Monterey Park, California, AS. Misi
pelayanan yayasan ini adalah mengadakan
pengabaran Injil dan KKR, juga mendirikan
panti-panti asuhan bagi yatim piatu akibat
perang saudara yang melanda Tiongkok
waktu itu.
Di Bandung, ia merintis Gereja Kristen Kalam
Kudus (GKKK) yang diresmikan pada tanggal
10 Mei 1952. Ia juga mendirikan Sekolah
Theologi Madrasah Alkitab Asia Tenggara
(MAAT) di tahun yang sama, yang kemudian
diubah namanya menjadi Seminari Alkitab
Asia Tenggara (SAAT) di Malang, Jawa Timur.
Seorang remaja waktu itu, bernama
Stephen Tong, yang sudah terpengaruh
oleh pemikiran atheisme dan modernisme
mengalami pertobatan dan menyerahkan
diri menjadi hamba Tuhan pada sebuah KKR
yang dipimpin oleh Andrew Gih.
Andrew Gih meninggal dunia pada tanggal 13
Februari 1985 di Los Angeles, California, AS
pada usia 85 tahun. Kegigihannya dalam
penyebaran Injil telah menjadi berkat bagi
sejarah kekristenan di Indonesia.
Kebaktian Pembaruan Iman Nasional (KPIN)
HARI INI!
(9 November 2013 - 18:00 WIB)
Pengumuman 9 November 2013
1. Bagi Bapak/Ibu/Saudara yang merasa kehilangan barang, dapat menghubungi sekretariat KIN.
2. Bagi peserta yang ingin memiliki DVD Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong dapat dibeli di counter STEMI Audio.
3. Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong dapat disaksikan 24 jam di Reformed 21 (TV kabel First Media Channel 21) dan juga live streaming di
http://reformed21.tv.
4. Bagi peserta yang memiliki payung / jas hujan, diharapkan membawanya ke KPIN.
5. Peserta diharapkan tidak berkeliaran setelah acara KPIN selesai.
TIM REDAKSI SEKILAS KIN: Penasihat: Pdt. Dr. Stephen Tong; Redaktur umum: Pdt. Sutjipto Subeno M.Th.; Tim Redaksi: Pdt. Hendra Wijaya M.Th., Ev. Edward Oei M.C.S.,
Ev. Dr. David Tong, Rubrik: Ev. Jun Eddy M.C.S, Iwan Darwins, Mildred Sebastian, Erwan, Soekarmini; Layout: Johannes Kornelius, Adhya Kumara, I; Produksi: Wilianto S.
Tjio, Iwan Darwins, Evalina Kwok.
8
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
Download