TUGAS KULIAH ANALISIS LANSEKAP TERPADU “Proses Pembentukan Bumi di Jawa Tengah dan Sekitarnya” Disusun Oleh: Fatkhun Ni’mah 115040200111136 Kelas A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 Dilihat dari satuan fisiografis dan geologis Daerah Istimewa Yogyakarta, secara keseluruhan mempunyai kondisi geomorfologi yang beraneka ragam, antara lain : 1 Satuan Gunung Merapi Satuan Gunung Api Merapi yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan vulkanik. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung dan sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan wilayah ini terletak pada zone utara di Kabupaten Sleman. Gunung Merapi yang mempunyai karakteristik khusus, menjadi daya tarik untuk dapat dijadikan sebagai obyek studi kegunungapian dan pariwisata. Namun demikian, kawasan ini rawan bencana alam. 2 Satuan Pegunungan Selatan Satuan Pegunungan Selatan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul, atau dikenal sebagai Pegunungan Seribu merupakan wilayah perbukitan batu gamping (limestone) yang kritis, tandus dan selalu kekurangan air dengan bagian tengah terdapat dataran (Wonosari Basin). Wilayah ini merupakan bentang lahan solusional, dengan bahan batuan induk batu gamping, mempunyai karakteristik lapisan tanahnya dangkal dan vegetasi penutupnya relatif jarang. Sebagai akibat proses pengangkatan, kawasan batugamping yang berkembang di bagian paling selatan dari Pegunungan Selatan, khususnya di wilayah Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan, berkembang menjadi topografi karst dengan sistem drainase bawah tanahnya (subterranean drainage). Sementara itu, kenampakan platonya pun pada akhirnya berubah menjadi bukit-bukit kecil berbentuk kerucut (conical hillocks) yang dikenal dengan Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaman gelombang Samudera Hindia terus-menerus membentuk lereng-lereng terjal (cliff), yang di beberapa tempat diselingi oleh teluk-teluk yang sebagian terhubung dengan wilayah pedalaman melalui lembah-lembah kering. Di sisi utaranya, perbukitan kerucut Gunung Sewu berbatasan dengan dua buah ledok (basins), yaitu Ledok Wonosari di bagian barat dan Ledok Baturetno di bagian timur. Ledok Wonosari hingga kini masih mempertahankan pola drainase aslinya di aliran Sungai Oyo, yang mengalir menembus tebing-tebing tinggi di ujung barat. Ledok Baturetno di daerah Wonogiri, yang semula merupakan daerah hulu dari sebuah sungai yang mengalir ke selatan, sebagaimana ditunjukkan melalui Lembah Giritontro yang membelah Gunung Sewu ke arah Samudera Hindia, akhirnya berubah menjadi anak sungai bagi Bengawan Solo yang hingga saat ini mengalir ke utara. Di sisi utara kedua ledok terdapat punggungan-punggungan tinggi dengan sisa-sisa planasinya yang tetap dipertahankan. Batas utara dari punggungan tersebut berupa tebing curam (steep escarpment), memanjang mulai daerah Parangtritis ke utara, di selatan Prambanan berbelok ke arah timur hingga Wonogiri. Di sebelah utaranya membentang dataran rendah, di mana lipatan batuan yang lebih tua turun cukup dalam, tertutup oleh kipas-kipas fluvio-volkanik muda dari beberapa gunung api. Geomorfologi Daerah Gunung Sewu, berdasarkan morfogenetik dan morfometriknya dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran Karst, Satuan Geomorfologi Perbukitan Kerucut Karst, dan Satuan Geomorfologi Teras Pantai. Secara umum karstifikasi di daerah ini sudah mencapai tahapan dewasa. Sebagai akibat proses pengangkatan, kawasan batugamping yang berkembang di bagian paling selatan dari Pegunungan Selatan, khususnya di wilayah Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan, berkembang menjadi topografi karst dengan sistem drainase bawah tanahnya (subterranean drainage). Sementara itu, kenampakan platonya pun pada akhirnya berubah menjadi bukitbukit kecil berbentuk kerucut (conical hillocks) yang dikenal dengan Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaman gelombang Samudera Hindia terus-menerus membentuk lereng-lereng terjal (cliff). 3 Satuan Pegunungan Kulon Progo Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kabupaten Kulon Progo bagian utara merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit yang mempunyai kendala lereng yang curam dan potensi air tanahnya kecil. Stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang menurut Van Bemmmelen (1949), kedua formasi terakhir ini mempunyai umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises. Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah pegunungan Kulon Progo, penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa Jonggrangan, bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977). Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968: 9). 4 Satuan Dataran Rendah Satuan Dataran Rendah merupakan bentang lahan fluvial yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta mulai dari Kabupaten Kulon Progo sampai dengan Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Wilayah ini merupakan daerah yang subur. Bentang Lahan lainnya yang belum didayagunakan secara ptimal adalah bentang lahan marin dan eolin yang merupakan satuan wilayah pantai, yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus di Parangtritis Bantul yang terkenal dengan gumuk pasir menjadi laboratorium alam studi geografi. Secara geografis, wilayah DIY tersusun atas empat satuan, yaitu Pegunungan Selatan, Gunung api Merapi, dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo, dan Pegunungan Kulonprogo dan dataran rendah selatan. Secara geomorfologis, Propinsi DIY terdiri dari 6 kelompok satuan bentuk lahan utama, yaitu bentuk marin dan eolin, fluvial, struktural-denudasional, solusional, vulkanik, dan denudasional. Jika menurut keadaan geomorfologi yang terbentuk oleh faktor endogen dan eksogen, maka Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dapat dibagi menjadi 6 satuan geomorfologi, yaitu : Satuan Dataran ; Satuan Perbukitan Rendah Satuan Perbukitan Sedang ; Satuan Perbukitan Tinggi (Pegunungan) ; Satuan Kaki Lereng Gunung Merapi ; Satuan Tubuh Gunung Merapi. Secara fisiografi daerah ini terbagi menjadi: Gunung Api Merapi dan lereng gunung api, terletak di bagian utara DIY pada ketinggian ± 500 m hingga ± 2.911 m, dengan susunan material dari endapan aktivitas Gunung Api Merapi. Dataran Aluvial, terletak di bagian tengah membentang ke selatan DIY hingga Samudra Indonesia. Wilayah ini mempunyai topografi datar-hampir datar, sehingga merupakan lahan yang baik untuk permukiman dan pertanian. Pegunungan Kulon Progo yang terletak di bagian barat DIY dengan batas bagian timur adalah lembah progo dan bagian selatan dibatasi oleh dataran aluvial pantai. Wilayah ini mempunyai lereng curam-hingga sangat curam sehingga proses erosi dan longsor sering terjadi dan perlu tindakan konservasi tanah. Dataran Tinggi Gunungkidul, yang meliputi bagian tenggara DIY. Bagian utara daerah ini dibatasi oleh pegunungan Batur Agung dengan garis yang terjal dan memanjang. Bagian tengah merupakan ledok Wonosari dengan topografi datar bergelombang dan pada bagian selatan merupakan perbukitan karst yang disebut Gunung Sewu. Lereng perbukitan karst tersebut curam dan merupakan lahan kritis. Satuan Geomorfologi Kabupaten Wonogiri Bedasarkan Perbandingan Perbedaan Relief Satuan Lingkungan Dataran Satuan ini merupakan dataran dengan kemiringan <5% pada ketinggian antara 50-100 meterdpl, melampar cukup luas di bagian utara dan bagian tengah.satuan dataran ini di pisahkan menjadi dataran limpah banjir,dataran lembah gunung dan dataran kaki gunung.dataranlembah waduk gajah mungkur digunakan untuk pengembangan industri. Satuan Perbukitan Berlereng Landai Satuan ini merupakan perbukitan rendah atau bergelombang rendah (undalating) dengankemiringan lereng 5-10% pada ketinggian antara 100-600 meter,melampar hamper disekeliling kaki baratdayaselatan G.Lawu tersusun oleh endapan batuan vulkanik, breksi, tufadan batupasir dan batuan beku.daerah ini adalah Perbukitan Landai Ngadirejo, Slogohimo,Purwantoro. Daerah ini di kembangkan sebagai lahan pemukiman, perkebunan, tegalan. Satuan Perbukitan Berlereng Agak Terjal Satuan ini membentuk morfologi agak terjal dengan kemiringan lereng 15-25% tersusun olehbatupasir, batulempung dan sebagian kecil batuan beku,breksi dan lahar. Satuan ini melamparsecara setempat berbatasan dengan perbukitan terutama di Purwantoro. Satuan Perbukitan Berlereng Terjal Satuan ini membentuk morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan antara 25-40% padaketinggian antara 200-1000 meter, tersusun oleh batuan beku, breksi, tufa dan konglomerat,satuan ini melampar luas di bagian barat dan tenggara,timur laut. Bentuk lahan ini sebagaihutan lindung, hutan, perkebunan. Daerah tersebut meliputi perbukitan terjal G. Kukusan, G.Gude, G.Badud. Satuan Berlereng Sangat Terjal Satuan ini merupakan puncak komplek G. Silamuk, G. Tejokaton dan G.Kemukus,membentuk ketinggian >1000 meter dpl, tersusun oleh breksi, lahar dan batuan beku jenisandesit dan basalt. Produktifitas akuifer kecil setempat berarti, setempat airtanah dalam jumlah terbatas dapat diperoleh pada daerah lembah atau zona lapukan, muka airtanah >10 Diastropisme adalah tenaga yang bekerja dari dalam bumi yang mengakibatkan pergeseran dan perubahan posisi lapisan batuan sehingga mengubah bentuk muka bumi. Gerakan tersebut dapat dibedakan menjadi gerakan orogenesis dan epirogenesis. Semua gerakan tersebut akan mengubah bentuk permukaan bumi berupa munculnya sesar dan pelipatan. Epirogenesis adalah pengangkatan jalur kerak bumi sehingga membentuk pegunungan yang berlangsung sangat lambat dan meliputi daerah yang sangat luas. Orogenesis adalah proses pembentukan pegunungan (mountain building) atau pengangkatan kerak bumi karena tumbukan lempeng. Proses tersebut menghasilkan pegunungan berangkai yang bersamaan dengan itu terbentuk patahan dan lipatan. Misalnya Pegunungan Himalaya. Jadi, gunungapi tidak termasuk orogenesis karena tenaga yang membentuknya adalah tenaga vulkanisme bukan diastropisme. 1) Lipatan Lipatan, terjadi akibat tenaga endogen yang mendatar dan bersifat liat (plastis) sehingga permukaan bumi mengalami pengerutan. Lapisan batuan pada kerak Bumi mendapat tekanan hebat yang menyebabkan pelipatan lapisan batuan. Proses pelipatan lapisan batuan ini merupakan awal pembentukan pegunungan lipatan. Terlipatnya lapisan batuan ini dapat mendorong terbentuknya perbukitan (antiklinal) dan lembah (sinklinal). Dalam suatu wilayah yang luas terkadang juga dapat dijumpai deretan antiklinal secara berulang-ulang (antiklinorium) maupun rangkaian sinklinal (sinklinorium). Tekanan dengan tingkat tenaga yang berlainan pada lapisan batuan dapat membentuk lipatan yang berbeda. Berikut ini gambaran terjadinya antiklinorium dan sinklinorium serta jenis lipatan batuan. 2) Patahan Tekanan dalam Bumi menyebabkan patahan jika bekerja pada lapisan batuan yang tidak elastis atau keras. Akibatnya, kerak Bumi retak kemudian patah. Di patahan ini ada bagian yang turun disebut graben (slenk). Contohnya graben Semangko di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, Sumatra. Kadang graben sangat dalam yang disebut ngarai. Contohnya Ngarai Sianok di Sumatra Barat. Jika graben itu terisi air dan menggenang akan menciptakan sebuah danau. Misalnya, Danau Toba di Sumatra Utara dan Danau Tempe di Sulawesi Selatan. Sementara itu, lapisan tanah yang terangkat disebut horst yang menghasilkan kenampakan sebuah plato (dataran tinggi). Contohnya Plato Dieng di Jawa Tengah dan Plato Wonosari di Daerah Istimewa Yogyakarta. Plato dieng di Jawa Tengah