1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai sejak berada di dalam kandungan sampai meninggal. Setiap kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal diatur dalam administrasi kependudukan yang mengatur diantaranya tentang peristiwa kependudukan dan peristiwa penting, yang dimakhsud peristiwa kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir rnati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Dalam pasal 3 Undang-Undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa “setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil”, itu artinya bahwa setiap anak yang lahir harus segera dilakukan pencatatan kelahiran. Dalam peristiwa penting tersebut perlu mempunyai bukti yang otentik, karena untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai 2 dengan ketentuan undang-undang. Bukti dari pencatatan kelahiran tersebut adalah dengan diterbitkannya akta kelahiran, pengertian akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian1. Pengertian akta kelahiran adalah sebuah akta yang wujudnya berupa selembar kertas yang dikeluarkan Negara berisi informasi mengenai identitas anak yang dilahirkan yaitu berupa nama, tempat tanggal lahir, nama orang tua serta tanda tangan pejabat yang berwenang2. Ada tiga alasan pentingnya pencatatan kelahiran yaitu : 1. Pencatatan kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaaan seseorang anak secara individual terhadap Negara dan status anak dalam hukum. 2. Pencatatan kelahiran adalah elemen penting dari perencanaan nasional untuk anak-anak, memberikan dasar demografis agar strategis yang efektif dapat dibentuk. 3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk mengamankan hak anak lain misalnya identifikasi anak sesudah berperang, ditelantarkan atau diculik agar anak dapat mengeatahui orang tuanya ( khusunya jika lahir di luar nikah ), sehingga mereka mendapat akses pada sarana atau prasarana dalam perlindungan negara 1 Sudikno Mertokusumo, 2002, Hukum Acara Perdata di Indonesia Edisi 6 Cet 1, Liberty, Yogyakarta, hlm 142 2 Srinurbayanti Herni, Rofiandri Ronal, dan Novitarini Wini, 2003, Publikasi Hak Masyarakat Dalam Bidang Identitas Cet 2, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2003, hlm 19 3 dalam batas usia hukum ( misalnya : pekerjaan, rekrutmen ABRI, dalam system peradilan anak ) serta mengurangi atau kemungkinan penjualan bayi 3. Semua akta yang dikeluarkan tersebut merupakan akta otentik yang mengandung kebenaran murni yang mempunyai kekuatan dan kepastian hukum dimana tidak dapat dikatakan palsu sebelum dinyatakan oleh Pengadilan dengan ketetapan dan keputusannya, serta tidak dapat diralat, dibatalkan atau diperbaharui tanpa seijin pengadilan serta mengikat semua pihak. Dengan demikian akta tersebut merupakan hal yang sangat menentukan akan kebenaran dari suatu permasalahan apabila diperkarakan dan dalam lingkungan internasional akta tersebut mendapat pengakuan yang sah4. Akta kelahiran digunakan untuk membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah dapat dilihat dari akta kelahiran yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut5. Fungsi utama dari Akta Kelahiran adalah menunjukkan hubungan hukum antara si anak dengan orang tuanya secara hukum, di dalamnya disebutkan siapa bapak dan ibu dari si anak, merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki sang anak. Tidak hanya itu saja akta kelahiran juga digunakan sebagai syarat dalam pembuatan dokumen administrasi kependudukan yang lain seperti KTP, KK, dokumen yang lain dimana juga penting untuk melamar pekerjaan, syarat untuk menikah dan masih banyak peristiwa hukum yang membutuhkan akta kelahiran. 3 Daly Erni, 1999, Kajian Implementasi Peraturan Perundang-undangan dalam hal Pembuatan Akta Kelahiran, (Laporan Penelitian, Depok ), hlm 2 4 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggan, 1996, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di Indonesia, Ed.1, Cet 2, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 3 5 Ibid, hal 40. 4 Pencatatan kelahiran adalah hak anak yang paling dasar yang seharusanya diberikan oleh Negara, seiring pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, maka Pemerintah daerah dituntut lebih optimal menyelenggarakan urusan Pemerintahan sendiri. Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004 bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di dalam pasal 10 ayat 1 UndangUndang 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa “Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintah oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah”. Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten atau kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi : 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan 2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyrakat 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum 5. Penanganan bidang kesehatan 6. Penyelenggaraan pendidikan 7. Penanggulangan masalah social 5 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan 9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah 10. Pengendalian lingkungan hidup 11. Pelayanan pertanahan 12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan 14. Pelayanan administrasi penanaman modal 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, dan 16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan Kemudian dalam pasal 7 Undang-Undang No 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan disebutkan Pemerintah Kabuaten/Kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan administrasi kependudukan yang dilakukan oleh Bupati/Walikota dengan kewenangan meliputi : 1. Koordinasi penyelengaraan adinistrasi kependudukan 2. Pembentukan instansi pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang administrasi kependudukan 6 3. Pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4. Pembinaan dan sosialisasi penyelengaraan administrasi kependudukan 5. Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang administrasi kependudukan 6. Penugasan kepala desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan administrasi kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan 7. Pengelolaan dan penyajian data kependudukan bersekala kabupaten/kota 8. Koordinasi pengawasan dan penyelenggaraan administrasi kependudukan Maka bentuk penyelenggaraan diatas dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Yogyakarta yang pengaturannya sesuai dalam pasal 6 Peraturan Daerah Yogya No 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan yang berbunyi bahwa “Urusan administrasi kependudukan diselenggarakan oleh instansi pelaksana” yang dipertegas dengan penjelasan pasal 13 yaitu “Instansi pelaksana adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang bertugas menyelenggarakan urusan administrasi kependudukan di daerah”. Pentingnya pencatatan kelahiran buat anak sebagai bentuk upayaperlindungan hak sebagai anak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2 menyatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dan 7 menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 3 menyatakan “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera”. Dalam berbagai bentuk peraturan yang ada menyatakan bahwa begitu pentingnya pencatatan kelahiran anak sebagai upaya perlindungan hak anak dari mulai mendapatkan perlindungan, penghidupan yang layak, pendidikan dan status kewarganegaraan serta masih banyak lagi yang lain. Pada prakteknya ternyata di Indonesia masih banyak anak yang tidak dicatatkan kelahirannya atau anak tersebut tidak punya akte kalahiran. Hal ini dibuktikan menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat ada sekitar 50 juta anak Indonesia tidak memiliki akta kelahiran, padahal total jumlah anak di Indonesia sekarang ini mencapai 85 juta jiwa6. Pada dasarnya setiap kelahiran wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Jika pelaporan pencatatan kelahiran melampaui batas waktu 60 hari sampai dengan 1 tahun sejak hari kelahiran, pencatatan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat dan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Hal diatas disebut dengan pencatatan kelahiran yang 6 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, “50 juta anak yang tidak punya akte kelahiran”, http://www.kpai.go.id/berita/kpai-50-juta-anak-indonesia-tak-punya-akta-lahir/, diakses pada tanggal 10 September 2013, jam 19.00 8 melampaui batas waktu yang diatur didalam pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 UndangUndang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dari pengaturan diatas terdapat hal yang berbeda dengan pencatatan kelahiran yang tidak melampaui batas waktu yaitu terkait dengan kewenangan dari pihak yang melakukan pencatatan kelahiran kalau yang melampaui batas 1 tahun dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan. Hal ini yang menjadi kesulitan dalam melakukan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu, karena beracara di pengadilan membutuhkan waktu yang lama dan juga membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk melakukan pendaftaran register permohonan, membayar saksi-saksi hal ini yang diutarakan oleh salah satu pemohon pembuatan akte kelahiran di Sidoarjo7. Akhirnya, karena terdapat permasalahan diatas pasal 32 Undang-Undang Aminduk di judicial review sehingga pasal tersebut sekarang dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak berlaku. Isi dari putusan MK No 18/PUU-XI/2013 adalah menyatakan bahwa pasal 32 ayat 1 diganti menjadi “Pelaporan kelahiran sebagaimana dimakhsud dalam pasal 27 ayat 1 yang melampaui batas waktu 60 hari sejak kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapat keputusan kepala instansi pelaksana setempat”, menyatakan pasal 32 ayat 2 tidak mempunyai kekuatan hukum tetap8. Setelah adanya putusan MK tersebut, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri 7 Judicial Review Undang-Undang Aminduk, di acara Talk Show “Kick Andy”, yang disiarkan di Metro Tv pada hari Minggu tanggal 3 November 2013 8 Putusan MK No 18/PUU-XI/2013 9 No 472.11/2304/SJ sebagai bentuk tindak lanjut dari pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu yang menyatakan : 1. Pelaporan kelahiran yang melampui batas waktu 1 ( satu ) tahun, pencatatannya tidak lagi memerlukan penetapan pengadilan negeri tetapi langsung diproses oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. 2. Pelaporan kelahiran yang melampui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan kelahirannya dilaksanakan setelah mendapatkan Keputusan Kepala Instansi Pelaksana dalam hal ini yang dimakhsudkan adalah Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. 3. Pencatatan kelahiran tersebut dilengkapi dengan syarat-syarat sesuai yang ditentukan dalam Peraturan Presiden No 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Berarti hal ini juga berlaku bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Yogyakarta, melihat dari pengaturan yang dibuat oleh Mendagri tersebut, munculnya permasalahan dimana pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 hari sampai 1 tahun hari diproses oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hal ini akan berpengaruh terhadap kewenangan dari Dukcapil itu sendiri dalam melakukan penilaian, pembuktian terhadap dokumen, akta yang diajukan sebagai syarat dalam pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu dalam menetukan status hukum dan kedudukan anak. Mengingat sekarang setelah 10 adannya putusan MK tentang status anak terdapat 4 macam status anak yaitu diantaranya anak temuan, anak ibunya (anak luar kawin), anak hasil perkawinan yang sah, dan anak hasil dari perkawinan yang tidak sah yang semuanya harus dibuatkan akte kelahiran. Adanya ketentuan tersebut, perlunya sikap kehati-hatian bagi Kepala Dukcapil Yogyakarta dalam mentanda-tangani akte anak karena harus perlu penilaian yang lebih dalam melakukan penilaian terhadap akta-akta, dokumen, saksi yang dibutuhkan sebagai syarat pengajuan pencatatan kelahiran tersebut. Padahal sesuai dari Surat Edaran Mendagri tersebut bahwa syarat dan tata cara pelaksanaan sesuai ketentuan dari Perpres No 25 Tahun 2008 artinya setelah adanya putusan MK tersebut tidak ada aturan terbaru atau petunjuk pelaksanaaan terbaru dalam melaksanakan pencatatan tersebut. Berarti Dukcapil Yogyakarta akan menggunakan aturan Peraturan Daerah Yogyakarta No 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Peraturan Walikota Yogyakarta No 10 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No 7 Tahun 2007 yang merupakan turunan dari Undang-Undang No 23 Tahun 2004. Hal tersebut akan memunculkan terjadinya penyelundupan hukum, dimana akan sangat mudah bagi masyarakat untuk mengunakan akta, dokumen dan saksi palsu karena kewenangan dari Dukcapil berbeda dengan kewenangan Pengadilan yang bisa membuktikan kebenaran akan akta perkawinan, dokumen dan melakukan sumpah kepada para saksi yang akan diajukan, serta tidak ada bentuk pengawasan dan sanksi yang dilakukan oleh Mendagri dalam hal kewenangan tersebut kepada Dukcapil dalam penertbitan akta kelahiran karena kewenangan 11 tersebut mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam melakukan penilaian. Tidak hanya itu juga permasalahan selanjutnya adalah dimana pada dasarnya memiliki akta kelahiran adalah hak anak yang seharusnya didapatkan dengan mudah tetapi ternyata kewajiban pencatatan kelahiran seharusnya dibebankan kepada negara dan bukan kepada warga negara (stelsel aktif negara, bukan stelsel aktif penduduk) dengan harus dikenai sanksi administratif jika pelaporan pencatatan melampaui batas waktu sebesar paling banyak 1.000.000 ( satu juta rupiah) padahal seharusnya tidak perlu dikenakan biaya untuk memberikan kemudahan sehingga upaya perlindungan anak dapat terwujud. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun penelitian skripsi yang mengambil judul PENCATATAN “PERANAN SIPIL DINAS YOGYAKARTA KEPENDUDUKAN TERHADAP DAN PENCATATAN KELAHIRAN YANG MELAMPAUI BATAS WAKTU SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK ANAK” B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana peranan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Yogyakarta terhadap pencatatan kelahiran yang melampui batas waktu ? 2. Apa saja yang menjadi kendala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Yogyakarta terhadap pencatatan kelahiran yang melampui batas waktu ? 3. Bagaimana Upaya yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Yogyakarta terhadap pencatatan kelahiran yang melampui batas waktu ? C. Tujuan Penelitian 12 Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui serta menggambarkan peranan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Yogyakarta terhadap pencatatan kelahiran yang melampui batas sebagai upaya perlindungan hak anak. 2. Untuk mengetahui penerapan atau pelaksanaan terhadap pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu setelah dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 472.11/2304/SJ. 3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi kendala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Yogyakarta dalam pencatatan kelahiran yang melampui batas sebagai upaya perlindungan hak anak. 4. Untuk mengetahui dan menemukan upaya dalam rangka mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Pembangunan Melalui penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan pada pemerintah daerah khusunya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil agar dapat memberikan pelayanan pencatatan kelahiran yang melampaui batas dengan baik. 2. Untuk Ilmu Pengetahuan Melalui penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah pengetahuan hukum bagi masyarakat khususnya dalam pengetahuan hukum administrasi 13 Negara dalam hal administrasi kependudukan yang berkaitan dengan pencatatan kelahiran yang melampaui batas. E. Keaslian Penelitian Penulis merasa bahwa penelitian mengenai Badan Keluarga Berencana bukanlah penelitian yang pertama kali dilakukan. Maka dari itu, untuk melihat keaslian penelitian Penulisan Hukum, penulis telah melakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan di internet. Penelitian Penulisan Hukum yang berkaitan dengan judul “Peranan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta Terhadap Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu” belum pernah dilakukan. Adapun Penulisan Hukum mengenai Akta Kelahiran yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Berjudul “Pelakasanaan Pencatatan Kelahiran Anak dari Perkawinan antar Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing di Kabupaten Bantu”, oleh Munarsatdika. A., bagian Hukum Perdata tahun 2006. Adapun rumusan masalahnya : 1) Bagaimana pelaksanaan pencatatan kelahiran anak dari perkawinan wanita warga Negara Indonesia dan pria warga Negara asing di Kabupaten Bantul antara tahun 1990-1995 ? 2) Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan para pihak keyika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan pencatatan kelahiran anak dari perkawinan wanita warga Negara Indonesia dan pria warga Negara Asing di Kabupaten Bantul ? 14 2. Berjudul “Peranan Catatan Sipil Dalam Meningkatkan Permohonan Pembuatan Akte Kelahiran Bagi Anak-Anak Terlantar di Kota Yogyakarta”, Oleh Elizabeth Prasasti, bagian Hukum Perdata tahun 2001.