Belajar Sistem Pemeritahan dari Jerman Dikirim oleh humas3 pada 09 Desember 2010 | Komentar : 0 | Dilihat : 9794 Pipit R Kartawidjaja (kiri) saat memberikan kuliah tamu bersama M Faishal Aminuddin (mod) Salah satu pembelajaran yang bisa diambil dari sistem pemerintahan Jerman adalah adanya pemisahan hubungan antara pemerintah (eksekutif dan legislatif) dengan administrasi negara. Pemerintah merupakan organ pembuat dan pengatur kebijakan sementara administrasi negara adalah organ pelaksana dan pengelola kebijakan atau bisa disebut sebagai eksekutor undang-undang. Ini disampaikan Pipit R Kartawidjaja, pegawai publik di Kantor Landesagentur fur Struktur und Albeit (LASA) Brandenburg dan Board Lembaga Watch Indonesia-Berlin, Senin (6/12), saat mengisi kuliah tamu bertajuk "Pemerintah Bukan Negara" program studi Ilmu Politik (IP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB). Ruang lingkup, fungsi dan peranan administrasi negara harus diatur dan dijelaskan dalam Undang-undang yang spesifik. Di Jerman, kerja administrasi negara diberi payung hukum melalui sebuah Undang-undang Prosedur Administrasi Negara (Verwaltung fur Fahrengesetz). Sementara di Indonesia, sudah dirancang Rancangan Undangundang Administrasi Pemerintahan (RUUP AP) namun sampai saat ini masih belum disahkan. Lebih lanjut disampaikan Pipit, pemisahan antara pemerintah dan administrasi negara yang jelas membuat abdi negara atau abdi publik bisa bekerja lebih profesional dan tidak terimbas resiko politik praktis. Di Indonesia misalnya, jenis pegawai dibedakan dalam pegawai negeri (PNS) dan pegawai honorer dimana keduanya masih berada dibawah kendali langsung dari jabatan politik. Sebaliknya, di Jerman, aparat administrasi negara dipilah menjadi dua kelompok yaitu Pegawai Negeri (Beamte) dan Pegawai Publik (Angestellte) yang terpisah dari pemerintah. Dampak positif lain yang bisa dirasakan dari pembagian ini bisa ditemukan dari adanya efisiensi dan kepastian hukum atas Undang-undang yang dijalankan. Setelah UU dibuat dan ditetapkan pemerintah, langsung bisa dijalankan oleh Administrasi Negara. Selain UU yang dibuat lebih rinci, administrasi negara juga diberi kewenangan yang disebut Ermessen atau ruang keleluasaan terbatas untuk menafsirkan UU. Sedangkan di Indonesia, sekalipun sebuah UU sudah ditetapkan tetapi harus menunggu perangkat teknis seperti Peraturan Pemerintah (PP) sampai tingkat Surat Keputusan (SK) Menteri terkait. Kuliah tamu yang dimoderatori dosen IP, M Faishal Aminuddin, ini dihadiri oleh mahasiswa semua angkatan dan dibuka oleh Ketua Program Studi Wawan Sobari MA. Wawan Sobari dalam sambutannya menyampaikan penting bagi Indonesia untuk mempelajari lebih mendalam bagaimana administrasi negara di Jerman bekerja. Pipit merupakan narasumber yang tepat, baik dalam kapasitas sebagai pengamat dan pakar yang sudah menekuni kajian tentang pemerintahan dan pemilu. Disamping itu, juga sebagai praktisi yang bisa menceritakan teknis dan detail pelaksanaan administrasi negara di Jerman dalam posisinya sebagai pegawai publik di kantor LASA atau Kantor Negara Bagian Urusan Struktur dan Kerja di negara bagian Brandenburg Jerman. Kantor ini merupakan kantor negara yang bekerja dibawah pengawasan 6 kementrian terkait. Agenda kuliah tamu ini terselenggara terkait agenda reformasi birokrasi. Selama ini, netralitas birokrasi menjadi perihal yang sensitif diperbincangkan. Politisasi birokrasi menjelang momen pemilihan umum sampai kepala daerah menjadi pergunjingan yang tidak mudah untuk diungkapkan secara jelas. Hal itu semua terjadi karena masih berlaku praktek yang mempersamakan antara negara dan pemerintah. Selain itu, penyatuan bentuk dan cara kerja antara negara dengan pemerintah memunculkan ketidakpastian bagi perbaikan kinerja pegawai negeri. Mereka selalu menjadi bagian perubahan politik tanpa mampu melakukan perbaikan yang signifikan bagi optimalisasi tugas mereka sebagai abdi negara dan publik.[mfa/ai] Artikel terkait Humas Unggul Kunci Keberhasilan Organisasi Bagaimana Menumbuhkan Kedisiplinan Anak Tanpa Kekerasan? HIMAHI akan Gelar Seminar Internasional Digital Diplomacy UB Jadi Tuan Rumah PSNMHII ke 27 Jurusan Ilmu Komunikasi UB Incar Akreditasi A