sel-sel kelenjar dan stroma

advertisement
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Endometriosis .
Endometriosis didefinisikan susunan jaringan ( sel-sel
kelenjar dan stroma ) abnormal mirip endometrium ( endometrium –
like tissue ) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus dan memicu reaksi
peradangan menahun.2
2.1.1. EpidemiologiEndometriosis .
Endometriosis merupakan penyakit progresif ginekologi yang
sering ditemukan.Endometriosis merupakan penyakit yang jinak
akan tetapi endometriosis memiliki karakteristik keganasan seperti
morfologi yang abnormal, invasi selular, dan neoangiogenesis.
Endometriosis juga berpengaruh dengan infertilitas dan tidak dapat
diobati yang didiagnosis pada 68% pasien yang menderita
infertilitas.3
Endometriosis merupakan penyakit yang sering terjadi yaitu
sekitar 5% - 10% dari wanita usia reproduktif dan 60-80% dari wanita
infertil atau wanita dengan nyeri pelvis. Dengan usia rata- rata 25
hingga 30 tahun. Banyak sekali penderita endometriosis yang tak
bergejala, sehingga tidak waspada akan keadaannya. Meski
endometriosis sering terkait dengan infertilitas, tetapi banyak pula
6
Universitas Sumatera Utara
penderita endometriosis mencapai kehamilan tanpa penanganan,
sehingga penyakit itu tidak sempat terdiagnosis.3
2.1.2. Etiologi dan Patogenesis Endometriosis .
Insidensi
endometriosis
meningkat
dengan
adanya
penundaan kehamilan, riwayat penyakit yang sama di keluarga,
penurunan insidensi pada penggunaan kontrasepsi oral, dan
paparan terhadap toksin tertentu seperti dioksin.7
Adhesi sel eksfoliata ke permukaan peritoneal akan
menyebabkan pertumbuhan endometriosis. Sejumlah protein adhesif
dan proteoglikan terlibat dalam proses ini.Sejumlah penelitian
membuktikan bahwa darah menstruasi mengandung zat yang dapat
mengubah morfologi mesotelium peritoneal menjadi tempat adesi di
sel peritoneal. Setelah itu, sel eksfoliataakan berproliferasi dan
menginvasi jaringan peritoneal. Perkembangan endometriosis akan
didukung dengan proses vaskularisasi.8,9
Penyebab dan patofisiologi terjadinya endometriosis masih
belum pasti. Beberapa hipotesa dibuat oleh para peneliti, yaitu:
1. Teori CoelomicMetaplasia .
Pada awalnya teori ini diungkapkan oleh Mayer.Diketahui
bahwa peritoneum pelvis, epitel germinal dari ovarium, dan
duktus mullerian berasal dari epitelium coelomic.Berdasarkan
hipotesis
Mayer,
endometriosis
timbul
akibat
pengaruh
7
Universitas Sumatera Utara
transformasi bergantung hormon dari sel yang berjalan antara
peritoneum ke mullerian.Mayer juga menyatakan adanya infeksi
atau stimulus lainnya dapat menyebabkan metaplasia dan
menyebabkan endometrioisis di pelvis. Hipotesis ini semakin
diperkuat dengan adanya penemuan endometriosis pada wanita
prepubertas, wanita dengan ameorea primer, dan kasus
endometriosis yang jauh misalnya pada rongga pleura.10,11
2. Teori Induksi .
Teori ini merupakan kelanjutan dari teori metaplasia
yangmenyatakan faktor imunologi atau substansia biokemikal
endogen dapat menginduksi sel undiferensiasi menjadi sel
diferensiasi pada jaringan endometrium. Teori ini dikemukakan
oleh Levander dan Normann yang menanamkan potongan
dinding uterus yang diambil dari kelinci yang hamil ke jaringan
subkutan kelinci betina berusia 2 bulan dan kemudian distimulasi
dengan gonadotropin.10,11
3. Teori penyebaran darah dan limfe .
Endometriosis pada daerahnya yang jauh seperti pleura,
umbilikus, rongga retroperitoneal dan ekstremitas bawah sering
dihubungkan dengan penyebaran melalui darah. Endometriosis
pada vagina dan serviks berhubungan dengan penyebaran
melalui saluran limfe.10,11
8
Universitas Sumatera Utara
4. Teori Dmowski .
Teori ini menyatakan wanita dengan defisit sel imun
terutama
reduksi
limfosit
T
cenderung
menderita
endometriosis.10,11
5.Teori Menstruasi Retrograde .
Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada saat haid
masuk kedalam kavum peritoneum melalui tuba akibat kontraksi
yang tidak adekuat. Potongan endometrium tersebut kemudian
mengimplantasikan dalam mesotelium.Teori ini tidak dapat
mejelaskan endometriosis letak jauh.10,11
Teori yang paling luas diterima pada saat ini adalah teori
implantasi yang diusulkan oleh Sampson pada pertengahan tahun 1920an yang dapat menjelaskan mekanisme yang logis untuk terjadinya
kebanyakan lesi endometriosis tetapi tidak dapat menjelaskan mengapa
endometriosis terjadi pada sebagian kecil wanita tetapi tidak terjadi pada
kebanyakan wanita. Kebanyakan wanita mengalami menstruasi retrograde
(76-90%) ke dalam kavum peritoneum tetapi endometriosis terjadi hanya
5-10%
saja
kemungkinan
3
.
Oleh
tidak
karena
hanya
itu,
melibatkan
perkembangan
menstruasi
endometriosis
retrograd
tetapi
melibatkan faktor-faktor lain pada tingkat molekuler yaitu defek genetik
atau sistem imun atau kedua seperti adesi dan invasi sel-sel endometrium,
proliferasi, angiogenesis dan lepasnya dari pengawasan sistem imun.
9
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut predisposisi genetik tampaknya terlibat dalam patogenesis
endometriosis .43
Gambar 1.Patofisiologi Endometriosis4
2.1.3. Klasifikasi Endometriosis .
Klasifikasi berdasarkan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) pada endometriosis dibagi menjadi 4 tahap yaitu
tahap pertama atau minimal, tahap kedua atau ringan, tahap ketiga
atau sedang, dan tahap keempat atau berat. Tahap ini didasarkan
pada lokasi, luas dan kedalaman invasi endometriosis, ada
tidaknya serta keparahan adhesi endometrium dan ada tidaknya
serta ukuran endometrioma ovarium.12,13
10
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya wanita dengan endometriosis minimal maupun
ringan
akan
beradhesi
ringan
dan
implantasi
yang
superfisial.
Endometriosis sedang dan berat dengan karakteristik kista coklat dan
adhesi yang berat. Klasifikasi endometriosis tidak berhubungan dengan
gejala yang timbul.12,13
Gambar 2 . Klasifikasi Endometriosis .12
11
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi yang dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS)
adalah:
Gambar 3. Lembaran Klasifikasi Endometriosis berdasarkan
Klasifikasi American Society for Reproductive Medicine
12
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostik didapatkan jumlah skor:
(1) Stadium I (minimal)
:1–5
(2) Stadium II (mild)
: 6 – 15
(3) Stadium III (moderate) : 16 – 20
(4) Stadium IV (servere) : bila berkisar 40.12,13
Gambar 4.Lesi Peritoneum Endometriosis.4
2.1.4. Diagnosis Endometriosis .
Untuk menegakkan diagnosa endometriosis, dibuat atas
dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan
laparoskopi.12
1. Anamnesis.
Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid,
nyeri pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau haid yang
13
Universitas Sumatera Utara
tidak teratur.Nyeri haid atau biasa disebut dismenorea dapat
menjadi gelaja endometriosis ataupun patologi pelvis lainnya
seperti fibroid uterin atau adenomiosis.Nyeri haid yang parah
dapat disertai dengan mual, muntah, dan diare.Dismenorea
primer yang awalnya timbul pada tahun pertama dimulai dari
pertama kali mendapatkan haid dan berkesinambungan hingga
seterusnya biasanya tidak berhubungan dengan endometriosis.
Dismenorea sekunder yang timbul pada usia dewasa harus
diperhatikan dan biasanya semakin parah seiring berjalannya
usia.12
Endometriosis yang menyebabkan nyeri senggama disebut
dispareunia.Penetrasi yang dalam menyebabkan nyeri pada
lingkaran ovarium dan menyebabkan jaringan parut pada puncak
vagina. Nyeri juga dapat disebabkan akibat sentuhan penetrasi
ke nodul endometriosis dibelakang uterus atau pada ligamen
uterosakral yang menghubungkan serviks dengan sakrum .12
Banyak
penelitian
menunjukkan
endometriosis
dapat
menyebabkan infertilitas.Endometrosis dapat ditemukan pada
50%pasien infertil.Pasien dengan endometriosis sedang dan
berat memiliki kemungkinan hamil hanya sekitar 2%. Akan tetapi
tidak semua pasien endometriosis akan mengalami infertilitas.12
Banyak kasus endometriosis ringan dan sedang tanpa
adhesi
juga
mengalami
infertilitas.Banyak
teori
menghubungkannya dengan proses inflamasi, sistem imun yang
14
Universitas Sumatera Utara
terganggu, perubahan hormonal, gangguan fungsi tuba fallopi,
dan masalah pada implantasi. Pada endometriosis sedang dan
berat, infertilitas disebabkan oleh penghambatan pengeluaran
sel telur dan proses penutupan jalan sperma pada tuba falopi
oleh endometriosis.12
2. Pemeriksaan fisik .
Pada
pemeriksaan
dapat
ditemukan
massa
kenyal
dibelakang serviks pada pemeriksaan vaginal dan rektal. Salah
satu atau kedua ovarium dapat membesar.12
3. Laparoskopi .
Laparoskopi merupakan gold standard dalam menegakkan
diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat
langsung ke dalam rongga abdomen.Tampak lesi endometriosis
yang berwarna merah atau kebiruan, berkapsul dan juga terlihat
lesi endometriosis yang minimal.Klasifikasi endometriosis dapat
dinilai
dari
hasil
laparoskopi.
Skor
1-15
menunjukkan
endometriosis minimal dan ringan, skor 16 dan selebihnya
menunjukkan endometriosis sedang dan berat.13
Endometriosis merupakan penyakit invasif dan didiagnosis
berdasarkan laparoskopi yang bersifat traumatik dan memiliki risiko
timbulnya komplikasi seperti cedera pembuluh besar ataupun cedera
usus.Untuk itu diperlukan pemeriksaan yang cepat, terpercaya, dan
tidak invasif dalam mendiagnosis penyakit ini.Selama ini marker
15
Universitas Sumatera Utara
serum CA-125
dapat
digunakan sebagai
alat
diagnosis dan
manajemen endometriosis tahap lanjut.Kadar CA-125 mengalami
peningkatan pada endometriosis. Akan tetapi, CA-125 juga meningkat
pada kondisi lain seperti neoplasma ovarium, mioma uteri dan
penyakit radang pelvik sehingga memiliki spesifisitas yang tidak
bermakna untuk menegakkan diagnosa endometriosis. CA-125
memiliki peranan untuk follow up endometriosis yang telah atau
sedang menjalani terapi medis maupun terapi pembedahan.14
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendeteksi mRNA
overekspresi di darah tepi pasien dengan kanker melalui alat real time
reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR). Vascular
endothelial growth factor A (VEGFA) merupakan substansi untuk
mengstimulasi proses angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah pada endometriosis. Matriks metalloproteinase-3
(MMP-3) berperan dalam proses degenerasi dan remodeling matriks
ekstraselular, menstimulasi proliferasi sel, apoptosis, dan menginduksi
migrasi sel.15,16
Selain itu juga didapatkan penelitian bahwa cairan peritoneal
dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis melalui sitokin
dan marker imunologi lainnya.Bahkan terdapat penelitian yang
menunjukkan ekspresi MMP dapat ditemukan meningkat pada urin
penderita endometriosis.Penelitian lain juga menggunakan interleukin6
dan
tumor
necrosis
factor
(TNF)
sebagai
penanda
16
Universitas Sumatera Utara
endometriosis.Marker diagnosis endometriosis juga dapat diambil dari
ekspresi gen dengan metode hibridisasi.15,16
Beberapa penelitian dipusatkan pada IL-8 dan monocyte
chemotactic protein-1 (MCP-1). IL-8 merupakan agen angiogenik
yang poten, chemoattractant dan activating cytokine untuk granulosit,
sedangkan MCP-1 adalah chemoattractant dan activating cytokine
untuk monosit dan makrofag. Sumber dari cytokines termasuk
endometrium dan peritoneal mesothelium. Konsentrasi IL-8 dan MCP1
meningkat
dalam
cairan
peritoneal
pada
wanita
dengan
endometriosis dibandingkan dengan wanita sehat dan peningkatan
konsentrasi cytokines ini berhubungan dengan derajat keparahan
penyakit.26
Gambar 5. Mekanisme Endometriosis .26
17
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis .
Endometriosis dapat ditangani dengan berbagai cara yaitu:
1. Medisinalis .
Terapi medisinalis pada endometriosis bertujuan untuk
menurunkan ukuran massa dan menangani nyeri pelvis yang
timbul. Regimen pengobatan yang selama ini digunakan adalah
progesteron, kombinasi estrogen-progesteron, antiprogesteron,
danazol, dan agonis gonadotropine releasing hormone.Obat
obatan ini cukup efektif dalam menurunkan massa endometriosis
serta
mengurangi
nyeri
pelvis
yang
timbul.
Keuntungan
penggunaan progesteron adalah efek samping yang minimal dan
harga yang terjangkau.17,18,19
Mekanisme regimen ini berhubungan dengan level aksis
hipotalamus-pituitari.
Supresi
pelepasan
gonadotropin
dan
deplesi kadar estrogen akan meregresi massa endometriosis
dan nyeri pelvis. Hal ini disebabkan penurunan steroidogenesis
pada ovarium. Supresi steroid ovarium dan diinduksi kondisi
hipoestrogenik mencegah pertumbuhan di endometrium.17,18,19
Progesteron merupakan agen imunosupresif yang poten
yang dapat memblok kerja dan pelepasan sitokin.Analog agonis
gonadotropine releasing hormone dan danazol bekerja melalui
sistem ini. Sitokin dan faktor pertumbuhan dari sel imun
peritoneum meregulasi pertumbuhan di endometrium.17,18,19
18
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, juga terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa
metformin dapat meregresi pertumbuhan endometriosis pada
tikus
dengan
cara
peningkatan
penghambat
matriks
metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di Korea didapatkan penelitian
ekstrak cervus elarvus dapat menurunkan kadar matriks
metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di China juga didapatkan
penelitian kapsul Guizhi Fuling dapat menurunkan volume
besarnya endometriosis.17,18,19
2. Pengobatan operatif .
Pengobatan operatif dapat melalui eksisi ataupun ablasi.
Terdapat penelitian yang menunjukkan 63% proses ablasi akan
menimbukan gejala kembali. Adhesiolisis terbukti efektif dalam
mengurangi gejala nyeri dengan cara mengembalikan bentuk
normal anatomis. Prosedur operatif dapat berupa reseksi
endometrioma, neurektomi presakral, dan histerektomi dengan
bilateral ooforektomi.24
2.2.
Responimundan Reaksi inflamasi dalamendometriosis.
Banyak faktor yang diduga memainkan peran dalam patogenesis
endometriosis
:untuk
memungkinkan
dan
mempertahankan
keberlangsungan hidup dan proliferasi sel endometrium. Faktor- faktor
tersebut meliputi molekul-molekul bioaktif seperti hormon, growth factor,
sitokin, dan prostaglandin. Demikian juga berbagai tipe sel yang terdapat
19
Universitas Sumatera Utara
pada lesi endometriosis seperti sel imun, sel epitel endometrium, sel
stroma, dan sel endotel vaskular.35
Diantara berbagai faktor tersebut, sel imun tampaknya memiliki
peran penting dalam hal penerimaan dan penolakan sel – sel
endometrium yang mengalami refluks. Selain fungsi utama mereka, sel –
sel imun juga berkontribusi terhadap proses perkembangan penyakit
dengan mensekresikan berbagai sitokin yang mengontrol proliferasi sel,
inflamasi, angiogenesis, dan sebagainya. Memang, berbagai sel imun
seperti limfosit T dan B, sel Natural Killer, makrofag, dan sel mast telah
terbukti didapati pada lesi sel endometriosis, yang menunjukkan adanya
potensi peranan sel ini terhadap proses terjadinya penyakit. 35
Hasil
pengamatan
menunjukkan
bahwa
wanita
dengan
endometriosis mengalami peningkatan respon inflamasi dan perubahan
fungsi imun. Sitokin dan sel-sel imun diduga dapat memodulasi
perkembangan dan perilaku inflamasi dari implantasi endometriotik.
Peningkatan jumlah makrofag yang teraktivasi dapat diamati pada cairan
peritoneum penderita endometriosis.24 Osterlynck dkk menyatakan
adanya penurunan aktivitas dan sitotoksisitas sel natural killer di cairan
peritoneum. Berkurangnya jumlah sel T yang teraktifasi dan sel dendritik
matur merupakan temuan lain yang dapat diamati pada wanita dengan
endometriosis.36
Bahwa endometriosis dihubungkan dengan sebuah keadaan
inflamasi subklinis peritoneum yang ditandai oleh peningkatan volume
cairan peritoneum, peningkatan konsentrasi sel darah putih cairan
20
Universitas Sumatera Utara
peritoneum (terutama makrofag dengan peningkatan aktivitasnya), dan
peningkatan sitokin inflamasi,
faktor pertumbuhan,
dan substansi
penyokong angiogenesis. Telah dilaporkan pada baboon bahwa inflamasi
subklinis peritoneum terjadi selama menstruasi dan setelah injeksi
peritoneum intrapelvik. Tingkat aktivasi basal yang lebih tinggi dari
makrofag
peritoneum
pada
pasien
dengan
endometriosis
dapat
mengganggu fertilitas dengan cara menurunkan motilitas sperma,
meningkatkan fagositosis sperma, atau mengganggu fertilisasi, mungkin
dengan meningkatkan kadar sitokin seperti TNF-α.TNF-α juga dapat
memfasilitasi implantasi endometrium pada pelvis.Perlekatan sel-sel
stroma endometrium ke dalam sel-sel mesotel in vitro telah ditingkatkan
dengan pretreatment sel-sel mesotel dengan dosis fisiologis TNF-α.
Makrofag atau sel lain bisa menyokong pertumbuhan sel-sel endometrium
dengan
cara
mensekresi
growth
factor
dan
angiogenetic
factor
sepertiepidermal growth factor (EGF), macrophage-derived growth factor
(MDGF), fibronektin, dan adhesion molecule seperti integrin. Setelah
perlekatan sel-sel endometrium ke peritoneum, terjadi invasi dan
pertumbuhan lebih lanjut yang tampaknya diregulasi oleh matrix
metalloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringannya.43
Sitokin
inflamasi
memainkan
peran
sentral
dalam
regulasi
proliferasi, aktivasi, motilitas, adesi, kemotaksis dan morfogenesis dari sel.
Beberapa sitokin seperti IL-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-15, monocyte chemotactic
protein-1 (MCP-1), TNF-α, transforming growth factor-β (TGF-β) dan
Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed dan Secreted
21
Universitas Sumatera Utara
(RANTES) telah diimplikasikan dalam patogenesis endometriosis. Telah
juga diobservasi bahwa kadar beberapa sitokin dalam cairan peritoneum
dan serum berkorelasi dengan keparahan penyakit. Ekspresi TNF-α, IL-8,
dan MCP-1
lebih tinggi pada endometriosis tingkat dini dan menurun
pada endometriosis tingkat lanjut, sementara ekspresi TGF-β menurun
dengan penurunan keparahan penyakit. RANTES juga meningkat dalam
cairan peritoneum wanita dengan penyakit yang lebih berat .42
Gambar 6.Kelangsungan hidup dari Sel Endometrium di dalam
Rongga Peritoneum .2
22
Universitas Sumatera Utara
2.3. Inflamasi / Rekrutmen lekosit .
Rekrutmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat
jaringan inflamasi membantu untuk melindung dari mikroorganisme yang
menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen leukosit mengikuti kaskade
adesi multitingkat yang diregulasi secara ketatyaitu :44,45
1. Leukocyte capture .
Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen,
makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami aktivasi
melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin. IL-1
dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh darah yang
dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan cellular adhesion
molecule, termasuk selektin. Leukosit sirkulasi ditarik ke arah
tempat inflamasi karena adanya kemokin.
2. Rolling adhesion .
Ligand karbohidrat pada leukosit sirkulasi mengikat molekul selektin
pada dinding sisi dalam dari pembuluh darah dengan affinitas yang
lemah hingga sangat lemah. Ini menyebabkan leukosit bergerak
lambat
dan mulai berputar menggelinding (rolling) sepanjang
permukaan dalam dinding pembuluh darah. Selama gerakan rolling
ini, ikatan yang transien dibentuk dan dirusak antara selektin dan
ligandnya.
3. Tight adhesion .
Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh makrofag
mengaktifkan leukosit yang berputar dan menyebabkan molekul
23
Universitas Sumatera Utara
integrin permukaan berubah dari keadaan affinitas rendah ke
keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu oleh aktivasi bersamaan integrin
oleh kemokin dan faktor terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel
endotel sehingga leukosit terikat pada dinding endotel dengan
affinitas tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun
adanya shear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung.
4. Transmigration .
Sitoskeleton dari leukosit diorganisasi dengan cara bahwa leukosit
tersebar pada permukaan endotel. Pada bentuk ini, leukosit
membentuk pseudopodia dan menembus gaps antara sel-sel
endotel. Transmigrasi leukosit terjadi karena protein PECAM,
ditemukan
pada
permukaan
leukosit
dan
sel-sel
endotel,
berinteraksi dan menarik secara efektif leukosit melalui endotelium.
Leukosit mensekresikan protease yang mendegradasi membran
basalis, memungkinkan mereka keluar dari pembuluh darah, proses
yang disebut diapedesis. Sewaktu leukosit sudah berada di cairan
interstisial, leukosit bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis
menuju tempat inflamasi.
2.4. Peranan Makrofag .
Fagosit mononuklear (monosit dan makrofag) ditemukan pada
kebanyakan jaringan tubuh dan berperan vital dalam sistem imun innate
dan sistem imun didapat.Monosit yang bersirkulasi yang diproduksi
disumsum tulang dari progenitor mieloid adalah prekursor untuk makrofag
24
Universitas Sumatera Utara
jaringan.Pada waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi darah perifer, monosit
bersirkulasi selama beberapa menit sampai beberapa hari sebelum
memasuki jaringan. Monosit mampu berdiferensiasi menjadi sel-sel
efektor yang heterogen secara morfologi dan secara fungsional, termasuk
makrofag yang tinggal dalam jaringan dan makrofag inflamasi.46
Selama respons inflamasi, monosit darah direkrut ke jaringan yang
mengalami jejas dengan cara melekat ke endotel pembuluh darah dan
mengikuti
gradien
haptotaktik
dan
kemotaktik
lokal
sebelum
berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag baik yang tinggal di dalam
jaringan atau yang baru direkrut adalah sumber utama kemokin dalam
jaringan yang mengalami jejas, dan mungkin instrumental untuk rekrutmen
makrofag tambahan berikutnya.46
Pengetahuan
konvensional
menyatakan
bahwa
makrofag
mononuklear mengikuti neutrofil ke dalam tempat inflamasi, memfagosit
debris seluler dan material asing, dan akhirnya keluar dari tempat
inflamasi.Kehadiran yang berkepanjangan sejumlah besar makrofag
mononuklear pada tempat perbaikan jaringan adalah biasanya menjadi
indikasi adanya inflamasi kronik dengan pembentukan jaringan granulasi
dengan luaran seperti nekrosis, fibrosis dengan enkapsulasi, dan atau
beberapa derajat pembentukan jaringan parut.Penelitian yang luas telah
menunjukkan bahwa makrofag menunjukkan plastisitas, yaitu fenotip
makrofag dapat berubah bergantung pada lingkungan lokal. Makrofag bisa
diaktifkan secara klasik (M1 makrofag) atau diaktifkan secara alternatif
(M2 makrofag), tetapi ada heterogenitas substansial dalam fenotip
25
Universitas Sumatera Utara
makrofag, karena sebagian peran luas yang makrofag jalankan dalam
respon inflamasi dan dalam mempertahankan homeostasis jaringan .46
Makrofag
adalah
suatu
elemen
kunci
dari
respons
imun
nonspesifik, yaitu bagian dari sistem imun yang tidak spesifik antigen dan
tidak melibatkan memori imunologik. Makrofag mempertahankan host
dengan pengenalan, fagositosis, dan destruksi mikroorganisme yang
menyerang dan juga berperan sebagai scavenger, membantu untuk
membersihkan sel-sel yang mengalami apoptosis dan debris seluler.
Makrofag mensekresikan berbagai sitokin, faktor pertumbuhan, enzimenzim dan prostaglandin yang membantu memperantarai fungsinya
sendiri sementara menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi tipe sel lain.
Makrofag memiliki habitat normal pada cairan peritoneum dan jumlah dan
aktivitasnya sangat meningkat pada wanita dengan endometriosis.Bekerja
sebagai
scavenger
(makrofag
M1)
untuk
mengeliminasi
sel-sel
endometrium ektopik, makrofag peritoneum yang diaktifkan secara
alternatif (makrofag M2) dan monosit sirkulasi pada wanita dengan
endometriosis tampaknya menyokong endometriosis dengan mensekresi
faktor pertumbuhan dan sitokin yang menstimulasi proliferasi endometrium
ektopik dan menghambat fungsi scavengernya 47.
Pada penelitian pada tikus percobaan, makrofag yang diaktifkan
secara
alternatif
(makrofag
M2)
secara
dramatis
meningkatkan
pertumbuhan lesi endometriosis pada tikus.Sedangkan makrofag inflamasi
(makrofag M1) secara efektif melindungi tikus dari endometriosis.Oleh
karena itu, makrofag endogen yang terlibat dalam remodelling jaringan
26
Universitas Sumatera Utara
tampaknya berperan dalam perjalanan alamiah endometriosis yang
dibutuhkan untuk membentuk vaskularisasi yang efektif dan pertumbuhan
lesi endometriosis 48.
Aktivasi alternafif makrofag (makrofag M2) adalah langkah kunci
dalam perkembangan endometriosis dimana peningkatan makrofag M2 ini
akan mensekresi dan meningkatkan konsentrasi sitokin, prostaglandin,
komponen komplemen, dan faktor pertumbuhan seperti tumor necrosis
factor-β
(TNF-α),
IL-6,
dan
transforming
growth
factor-β
(TGF-
β).Normalnya sel-sel endometriosis yang masuk ke kavum peritonei
disingkirkan oleh makrofag.Mekanisme aberasi pada endometriosis ini
mengakibatkan tidak efektifnya sistem pembersihan imunologis terhadap
agen asing. Makrofag M2 dan peningkatan kadar sitokin mengakibatkan
inisiasi,
progresi,
dan
pertumbuhan
sel-sel
endometrium
juga
neovaskularisasi49.
Jadi makrofag M2 lebih berperan dibandingkan makrofag M1 dalam
patogenesis endometriosis.Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
genetik, hormonal, dan lingkungan.Sebuah penelitian menyatakan bahwa
estrogen meningkatkan aktivitas makrofag M2 melalui reseptor estrogen
yang diekspresikan pada permukaannya. Dibawah pengaruh estrogen ini
makrofag M2 akan mensekresikan sitokin dan faktor pertumbuhan (seperti
VEGF, hepatocyte growth factor, dan TNF-α) yang berkontribusi terhadap
perkembangan dan persistensi endometriosis 50.
Fenotip
makrofag
dapat
dikarakterisasi
sebagai
makrofag
proinflamasi (makrofag M1) atau makrofag imunomodulator atau makrofag
27
Universitas Sumatera Utara
remodelling
jaringan
(makrofag
M2).Metode
imunohistologi
dapat
digunakan untuk mengidentifikasi marker permukaan makrofag yaitu
CD68, CD80 dan CCR7 (M1 profile), dan CD163 (M2 profile) selama
proses remodelling 51.
2.5.MonositKemotaktik Protein-1 .
Monosit Kemotaktik protein-1 (MCP-1/CCL2) merupakan anggota
keluarga kemokin C-C, dan satu faktor kemotaktin yang poten untuk
monosit. MCP-1 diduga identik dengan JE, suatu gen yang ekspresinya
diinduksi pada fibroblas tikus oleh faktor pertumbuhan yang diturunkan
oleh faktor pertumbuhan. Akan tetapi, homolog manusia yang telah
diidentifikasi sebagai CCL2, pertama kali dipurifikasi dari barisan sel
manusia atas dasar kandungan kemotraktan.25
Monosit Kemotaktik Protein-1 (MCP-1) adalah famili small inducible
gene (SIG) dan subfamili kemokin C-C yang telah diketahui salah satu
fungsinya adalah sebagai kemotraktan yang kuat terhadap monosit.MCP1 terletak pada kromosom 17 di regio 17q11.2-q12.Struktur domain dari
MCP terdiri dari sheet alfa dan beta dengan loop residu sistein pada 30s
dan 40s, senyawa in distablisasi dengan ikatan disulfide .27,28
MCP-1 disebut juga sebagai CCL-2 yang terdiri dari 76 asam amino
dan 13 kDa.MCP ini adalah salah satu dari 4 member MCP.Homolog
antara keempat jenis MCP ini berkisar 61-71%.MCP-1 diproduksi oleh
berbagai tipe sel seperti endotel, fibroblas, epitelial, otot polos, mesangial,
astrositik, monositik, dan sel mikroglia oleh induksi stres oksidatif, sitikoin,
28
Universitas Sumatera Utara
atau faktor pertumbuhan. Protein ini berperan dalam regulasi migrasi dan
infiltrasi monosit, limfosit T, dan sel NK sehingga berperan dalam
timbulnya berbagai penyakit.29
Reseptor MCP dikode oleh 360 asam amino dengan kode pada
kromosom
3p21-22.Seluruh
reseptor
kemoik
diidentifikasi
sebagai
GPCRs, suatu famili reseptor rodopsi atau serpentin. Reseptor ini terdiri
dari N-terminus ekstraselular, tujuh domain transmembran hidrofobik yang
dihubungkan dengan 3 loop ekstraselular dan intraselular, dan regio
intraselular C-terminal. CCR terdiri dari tubtipe CCR2A dan CCR2B yang
hanya berbeda pada ujung C-terminal nya.30
Gambar 7. Sruktur Molekul CCL2 / MCP -1 .37
CCL2 memediasi efeknya melalui reseptor CCR2 dan tidak seperti
CCL2, ekspresi CCR2 relatif terbatas terhadap beberapa jenis sel.
Dijumpai dua bentuk CCR2 yang terpotong yakni, CCR2A dan CCR2B,
yang hanya dapat dibedakan pada ekor ujung Cnya. CCR2A merupakan
isoform utama yang diekspresikan oleh sel mononuklear dan sel otot polos
pembuluh darah, sementara monosit dan NK cell yang teraktivasi
mengekspresikan isoform CCRB2.25
29
Universitas Sumatera Utara
2.6.Peranan MCP-1padaEndometriosis .
MCP-1 merupakan kemokin yang kerjanya sampai saat ini
diketahui secara biologis untuk aktivasi monosit dan rekrutmen monosit
menuju tempat inflamasi.Terdapat peningkatan konsentrasi dan aktivitas
biologis MCP-1, pada cairan peritoneum dan serumpasien dengan
endometriosis.Stimulasi sitokin proinflamasi secara in vitro dan sel-sel
epitel endometrium eutopik akan menyekresikan MCP-1 dan sekresi
tersebut lebih besar pada sel-sel wanita dengan endometriosis daripada
sel-sel wanita dengan status ginekologis normal melalui laparaskopi. 24 Hal
ini membuat MCP-1 menjadi mediator sel yang penting dalam aktivasi
monosit di darah perifer dan makrofag di peritoneum pada pasien-pasien
endometriosis.31
Setelah endometriosis terjadi, kematian siklik sel endometrium
sebagai konsekuensi dari penarikan progesteron menyebabkan pelepasan
puing-puing
sel,
eritrosit
dan
heme
terikat
besi
dalam
rongga
peritoneum.Makrofag direkrut untuk melihat kematian sel yang sedang
berlangsung dan kerusakan jaringan,pada pasien endometriosis untuk
mengaktifkan program regeneratif reparatif / angiogenik yang diperlukan
untuk
pemeliharaan
penyembuhan
jaringan
lesi,
pertumbuhan
yang
menetapdari
dan
penyebaran.Aksi
makrofag
yang
terus
mengganggu apoptosis fisiologis sementara mendorong proliferasi sel
epitel
mungkin
mengatur
skenario
di
mana
perubahan
genetik
terakumulasi.31
30
Universitas Sumatera Utara
Seperti diketahui bahwa pada proses inflamasi, stres oksidatif, dll,
MCP-1 merekrut monosit ke tempat inflamasi aktif untuk merangsang lebih
banyak monosit. Diketahui bahwa jalur ini melalui jalur RANTES yang
merangsang monosit atau makrofag. Monosit akan banyak disekresikan
dan bersirkulasi di serum dan direkrut ke KGB.32
MCP-1 adalah suatu faktor kemotaktik yang mempromosikan
migrasi monosit dari darah tepi menunju kavum peritoneal, di mana
mereka bertransformasi menjadi makrofag dan berperan dalam inflamasi
peritoneal
lokal
yang
menjadi
bagian
dari
patogenesis
endometriosis.Makrofag yang menginfiltrasi berperan dalam reaksi
inflamasi lokal pada kavum peritoneal sehingga meningkatkan kejadian
infertilitas pada endometriosis melalui penurunan kemampuan fagositik
makrofag sehingga implantasi sel endometrial ektopik lebih gampang di
mana pinositosis sperma meningkat dan fertilisasi menurun. Selain itu,
aktivitas sekresi makrofag yang berinfiltrasi menurun sehingga banyak
faktor kemotaksis seperti MCP-1 disekresikan dalam kavum peritoneal
dan memicu infertilitas.33
Dalam hal ini, berbagai penelitian mencoba untuk mencari fakta
signfikansi pengaruh MCP-1 pada patogenesis endometrium.Penelitian
dilakukan pada cairan peritoneal yang cukup dinamis.Cairan serosa
(eksudat plasma dan eksudat ovarium) dalam peritoneal diapit oleh dua
jaringan ikat jarang yang tersusun dari kolagen, serat elastik, sel lemak,
makrofag, dan lapisan mesotelial. Tingginya inflamasi pada peritoneal
lokal mengubah fungsional dan biokimia cairan peritoneum sehingga
31
Universitas Sumatera Utara
memudahkan implantasi jaringan ektopik dan gangguan smotilitas
sperma.33
Gambar 8.Reaksi Inflamasi dan Sitokin pada Endometriosis .38
Makrofag adalah komponen paling banyak pada cairan peritoneal,
diproduksi di sum-sum tulang, makrofag masuk ke peritoneal melalui
ekstravasasi melalui pori kecil pada dinding pembuluh darah. Saat
diaktivasi, makrofag akan berfungsi sebagai fagosit. Makrofag memakan
semua debris peritoneal termasuk spermatozoa.Selain itu, makrofag juga
mensekresikan sitokin, prostanoid, komplemen, dan enzim hidrolitik.Pada
pasien endometriosis, ditemukan makrofag yang besar dengan aktivitas
yang sangat tinggi. MCP-1 juga ditemukan memicu terbentuknya
endometrium ektopik.34
32
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Histopatologi Endometeriosis .6
Gambar 10. Imunohistokimia MCP-1 pada Endometrium Normal dan
Endometriosis .6
33
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Teori
Sel endometrium
ektopik
Menstrurasi Retrograte
Endometriosis
Estrogen lokal
(aromatase)
MCP-1
RANTES
L-Selektin
Leukocyte capture,rolling,adhesi kuat
dan trasmigrasi leukosit ke dalam
jaringan interstisial Ekspresi L-Selektin
Makrofag jaringan
M1
IL-1,IL-2,IL-6,
IL-12,IL-23
M2
˂
IL-1,IL-6,IL-8,IL10,IL4,IL-13,IL-22,TNFα,TFG-β,VEGF MMP
Anti Apoptosis ↑
Proapoptosis ↓↓
Inflamasi Konik, invasi
pertumbuhan sel
34
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konsep
Monosit
Kemotaktik
Protein-1
Endometriosis
Variabel Independen
Variabel Dependen
35
Universitas Sumatera Utara
Download