BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angin bintang dapat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel
(plasma) dari permukaan atmosfer bintang dengan kecepatan cukup besar
sehingga mampu melawan tarikan gaya gravitasi bintang (Lamers dan Cassinelli,
1997:8). Aliran tersebut disebabkan oleh gradien tekanan gas, tekanan radiasi,
atau tekanan magnetik. Aliran plasma menjalar dalam ruang antarplanet dan
memengaruhi keadaan di sekelilingnya. Kajian terbaik tentang angin bintang
adalah angin Matahari. Karena Matahari merupakan bintang paling dekat dengan
Bumi, sehingga pengamatannya lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
bintang-bintang yang lain.
Angin Matahari adalah aliran kontinyu material yang berasal dari
Matahari. Angin Matahari pertama kali diketahui dari fenomena radiasi
korpuskular Matahari akibat dari aurora dan aktivitas geomagnetik (Parker, 1965).
Aurora merupakan tirai bercahaya yang disebabkan oleh partikel-partikel yang
terlontar dari permukaan aktif Matahari yang mencapai Bumi dan berinteraksi
dengan atmosfer Bumi.
Dua parameter paling penting mengenai angin bintang yang dapat
diperoleh dari pengamatan adalah laju kehilangan massa, yaitu jumlah massa yang
hilang dari bintang tiap satu satuan waktu dan kecepatan terminal yaitu kecepatan
angin bintang pada jarak yang besar dari pusat bintang (Lamers dan Cassinelli,
1
1 1997:8). Laju kehilangan massa ini dapat diintegrasikan untuk mendapatkan
persamaan momentum seperti yang telah dilakukan oleh Parker tahun 1965.
Kecepatan angin Matahari bergantung pada kekuatan angin. Dalam
mempelajari kecepatan angin Matahari banyak dilakukan pemodelan terhadap
sifat-sifat angin Matahari. Salah satu diantaranya, angin Matahari dianggap
bersifat isotermal dengan gravitasi berarah ke dalam dan gradien tekanan gas
berarah ke luar. Pemodelan ini dilakukan untuk memudahkan penentuan
persamaannya. Namun, sebenarnya angin Matahari secara radial mempunyai
temperatur yang berbeda-beda bergantung pada jaraknya terhadap pusat Matahari.
Adapun hubungan antara temperatur dan jarak dari pusat Matahari untuk jarak
sampai 40 SA telah diteliti oleh Gazis pada tahun 1994 (Gazis, 1994).
Berdasarkan penelitiannya diperoleh profil temperatur angin Matahari yang
dinyatakan dalam grafik hubungan antara temperatur angin Matahari terhadap
jarak dengan pusat Matahari.
Tesis ini mencoba untuk menurunkan persamaan momentum angin
Matahari dalam keadaan non-isotermal, beserta penyelesaiannya.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana persamaan momentum angin Matahari pada kondisi nonisotermal?
2. Bagaimana grafik hubungan antara kecepatan angin Matahari dengan
jarak dari pusat Matahari pada kondisi non-isotermal?
2 1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada kasus angin bintang yang sekarakter dengan
Matahari dewasa ini dan untuk jarak kurang dari 40 SA dari pusat bintang.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Menentukan persamaan momentum angin Matahari pada keadaan nonisotermal.
2. Mendapatkan profil kecepatan angin Matahari dengan jarak dari pusat
Matahari pada keadaan non-isotermal.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1. Dapat memahami perilaku cuaca di Bumi dengan mengetahui dinamika
angin Matahari.
2. Menambah referensi ilmu pengetahuan mengenai angin bintang.
3. Mengetahui karakteristik angin Matahari tentang hubungan temperatur,
jarak dan kecepatan angin Matahari.
1.6. Tinjauan Pustaka
Angin Matahari pertama kali dikenal sebagai fenomena radiasi
korpuskular Matahari yang menyebabkan terjadinya aurora dan aktivitas
geomagnetik. Keberadaan radiasi korpuskular Matahari dimulai dari usulan
3 Störmer, bahwa aurora disebabkan oleh sinar monoenergetic partikel cepat dari
Matahari. Namun dugaan Störmer tersebut ternyata tidak benar, melainkan lebih
pada keberadaan radiasi korpuskular dari Matahari. Kemudian Chapman dan
Ferraro pada tahun 1931 menunjukkan bahwa radiasi korpuskular Matahari yang
berasal dari aktivitas geomagnetik. Ide ini kemudian mulai diterapkan pada
sebuah model yang kemudian dari sini berkembang menjadi ide-ide dari badai
geomagnetik (Parker, 1965).
Tahun 1938 variasi sinar kosmik, pertama kali ditemukan oleh Förbus.
Melalui pengamatannya diperoleh asal magnetik antarplanet. Hasilnya, variasi
pacaran sinar kosmik itu berasal dari tata surya bagian dalam dan diangkut oleh
medan magnet ke dalam radiasi korpuskular Matahari. Sifat alami aurora dan
aktivitas geomagnetik yang teramati memberikan pandangan bahwa radiasi
korpuskular Matahari dipancarkan oleh awan terisolasi pada permukaan Matahari.
Mekanisme tersebut untuk memproduksi pancaran partikel energetik yang tidak
diketahui, yang diyakini sebagai elektromagnetik. Ternyata, fenomena ini juga
tidak benar, radiasi korpuskular Matahari tidak terbatas pada awan terisolasi saja,
namun, asal-usulnya tidak hanya terbatas pada permukaan Matahari. Hal ini
sesuai analisis Biermann pada tahun 1950 tentang ekor komet yang menunjukkan
sifat radiasi korpuskular Matahari (Parker, 1965).
Biermann menunjukkan bahwa ekor komet yang berupa gas selalu berada
di titik jauh dari Matahari sebagai konsekuensi dari tekanan radiasi korpuskular
Matahari. Hal ini menunjukkan bahwa radiasi korpuskular Matahari mengisi
ruang antarplanet setiap saat. Selanjutnya Chapman menunjukkan bahwa panas
4 atmosfer terionisasi mampu mengantarkan panas dengan baik sampai jarak yang
sangat jauh. Hasilnya, partikel mempunyai kecepatan panas yang besar meski jauh
dari Matahari dan harus melawan tarikan gravitasi, sehingga membuat kerapatan
turun sangat lamban. Karena terlalu lamban, membuat atmosfer Matahari harus
melewati orbit Bumi, dengan kata lain Bumi terbenam dalam atmosfer statik
Matahari (Parker, 1965).
Pada tahun 1958 diperoleh hasil pendekatan oleh Eugene Parker dengan
mendukung gagasan Biermann dan Chapman. Parker merujuk pada teori fluks
kontinyu partikel Matahari oleh Biermann dan teori atmosfer Matahari yang
mengembang membentang diangkasa sebagai aliran supersonik oleh Chapman.
Karena atmosfer sangat panas, meski di tempat yang sangat jauh dari Matahari
dan tarikan gravitasi Matahari bukan suatu tekanan medium antar-bintang,
akhirnya munculah konsep angin Matahari modern. Teori Parker tidak hanya
menemukan solusi yang membawa bukti-bukti, tetapi membuat sejumlah prediksi
yang dapat diuji, salah satunya adalah angin mengalir beberapa ratus kilometer
per detik secara radial dari Matahari. Parker juga melakukan analisis mengenai
dinamika angin Matahari, di antaranya dengan menentukan persamaan momentum
untuk angin Matahari.
Selanjutnya penelitian mengenai angin Matahari telah banyak dilakukan
diantaranya:
Tahun 1994 oleh Gazis yang meneliti tentang kecepatan dan temperatur
angin Matahari. Penelitiannya berdasarkan data yang diperoleh dari pesawat luar
angkasa yang diluncurkan pada akhir tahun 1992 yaitu Pioneer 10, Pioneer 11,
5 dan pesawat ruang angkasa Voyager 2. Ketiga pesawat tersebut berada pada jarak
heliosentris dari 56.0, 37.3, dan 39.0 SA dan berada pada koordinat 3.3o LU,
17.4oLU, dan 8.6o LS. Pioneer 11 dan Voyager 2 berada pada bujur yang sama,
sedangkan Pioneer 10 berada pada sisi yang berlawanan dengan Matahari.
Pesawat-pesawat tersebut digunakan untuk mencari informasi penting tentang
karakter global angin Matahari di luar heliosfer. Keadaan rata-rata kecepatan
angin Matahari terus menunjukkan variasi yang terkenal dengan siklus Matahari.
Bahkan pada jarak heliosentris lebih dari 50 SA, diperoleh kecepatan rata-rata
tertinggi selama fase turun dari siklus Matahari dan terendah di titik dekat
Matahari. Suhu angin Matahari menurun dengan meningkatnya jarak heliosentris
keluar sampai jarak 20 SA. Penurunan ini tampaknya terus pada jarak heliosentris
yang lebih besar, namun temperatur diluar heliosfer sangat tinggi.
Richardson dan Smith pada tahun 2003 menyusun profil temperatur angin
Matahari secara radial melalui data yang diperoleh dari pesawat Voyager. Data
diperoleh untuk jarak radial dari 1 SA sampai 68 SA. Data Voyager menunjukkan
penurunan temperatur di dalam heliosfer, suhu meningkat dari 30 SA sampai 50
SA. Menurun pada 50-63 SA dan meningkat lagi dari 63-68 SA. Dari
penelitiannya diperoleh grafik dan persamaan hubungan antara temperatur dan
jarak angin Matahari dari Matahari.
Pada tahun 2004 Cranmer menyajikan jawaban untuk beberapa masalah
dalam angin matahari malalui pendekatan sarat analitik. Cara yang dilakukan
tersebut sebelumnya belum pernah ada penyelesaiannya. Jawaban untuk
penyelesaian kecepatan angin matahari dan nilai pengurangan massa yang hilang
6 pada zarah plasma yang hanyut dalam angin matahari diturunkan secara analitik
dengan suatu pendekatan penggambaran tertentu. Perhitungan kecepatan angin
matahari yang gayut pada arah radial menerapkan persamaan Parker pada keadaan
isotermal dan persamaan Bondi untuk akresi sferis. Dalam penyelesaian masalah
ini melibatkan persamaan transedental yang menghasilkan variabel-variabel dalam
bentuk logaritmis. Selanjutnya persamaan yang diperoleh diselesaikan dengan
menggunakan fungsi W Lambert.
Kim d.k.k. telah mengembangkan peragaan angin matahari hingga jarak 1
A.U. Persamaan dasar yang digunakan adalah persamaan kelestarian massa,
momentum, dan tenaga. Dalam persamaan tersebut melibatkan mekanisme
gelombang panas korona dan percepatan angin. Model yang digunakan
memperhitungkan spektrum daya fluktuatif gelombang Alfven. Peragaan
komputasi dilakukan dengan membatasi keadaan suhu elektron, proton, dan
kecepatan angin matahari di daerah 1 A.U. Peragaan yang dilakukan oleh Kim,
d.k.k. ini mampu menjelaskan gejala pemanasan proton pada korona dan
percepatan angin matahari (Kim, d.k.k., 2004).
Penelitian ini berusaha menerapkan hasil penelitian Gazis (1994)
mengenai profil temperatur Matahari yang secara radial bersifat non-isotermal.
Sepengetahuan penulis, selama ini, penelitian yang telah dilakukan sebatas pada
keadaan temperatur Matahari yang dianggap isotermal salah satunya yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Parker pada tahun 1958. Sedangkan penelitian
mengenai angin bintang non-isotermal baru dilakukan oleh Lamers dan Cassinelli
yang merumuskan tentang konsep dasar angin bintang non-isotermal terkait energi
7 dan momentumnya (Lamers dan Cassinelli, 1997). Adapun penelitian yang
mencoba menerapkan profil temperatur angin Matahari untuk memperoleh
persamaan momentum angin Matahari pada keadaan non-isotermal belum pernah
dilakukan. Sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan dan kebaruaannya dapat
dipertanggungjawabkan.
1.7. Metode Penelitian
Adapun penyusunan penelitian tesis ini mempunyai metode penelitian
sebagai berikut:
1. Tinjauan Pustaka, yang meliputi pencarian dan perunutan berbagai
acuan pustaka yang telah ada.
2. Telaah matematis, meliputi tahap perhitungan matematis untuk
menyusun dan menyelesaikan persamaan angin Matahari dalam
keadaan non-isotermal.
1.8. Sistematika Penulisan
Gambaran singkat mengenai isi tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan : Bab ini memaparkan tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika
penulisan.
2. Bab II Landasan Teoritik : Bab ini menjelaskan tentang fluida
dinamika meliputi persamaan dasar fluida dinamika. Selain itu juga
8 menjelaskan mengenai karakteristik Matahari, struktur Matahari secara
umum serta kaitannya dengan kemunculan angin Matahari. Karena
penyelesaian persamaan dalam tesis ini menggunakan metode numerik
dengan bantuan komputer, pada bab ini juga dijelaskan tentang metode
numerik yang digunakan yaitu metode Euler.
3. Bab III Angin Matahari : Bab ini menjelaskan tentang definisi dan
proses dari angin Matahari, profil temperatur dan kecepatan angin
Matahari serta persamaan momentum angin Matahari dalam keadaan
isotermal.
4. Bab IV Persamaan Momentum Angin Matahari Pada Keadaan NonIsotermal : Bab ini menjelaskan penurunan persamaan momentum
angin Matahari dalam keadaan non-isotermal serta penyelesaiannya
dalam grafik hubungan kecepatan angin Matahari terhadap jarak radial
dari Matahari dan grafik cepat rambat bunyi di angin Matahari pada
keadaan non-isotermal.
5. Bab V Penutup : Berisi kesimpulan dari pembahasan serta saran.
9 
Download