BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Keuangan 2.1.1 Pengertian Sistem Keuangan Dalam perekonomian di suatu negara, sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan yang memiliki peran penting dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Sistem keuangan pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Fungsi dari lembaga keuangan bank adalah sebagai penerima simpanan dana dari masyarakat (depository financial institutions) yang terdiri dari bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga keuangan selain dari bank yang tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Sistem keuangan memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung pada hal yang hendak ditekankan.Dari sisi moneter, sistem keuangan merupakan sistem yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan uang primer dan bank-bank pencipta uang giral, sedangkan lembaga keuangan lainnya termasuk dalam kelompok di luar sistem moneter. Definisi lainnya memberikan penekanan pada pembedaan lembaga keuangan menjadi 2, yaitu : lembaga keuangan bank (bank financial intermediary) dan lembaga keuangan bukan bank (non-bankfinancial intermediary). Sistem keuangan lebih luas didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari : (a) lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi yang menghubungkan unit surplus dan unit yang defisit dalam suatu ekonomi , (b) instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh lembaga , (c) pasar tempat instrumen diperdagangkan. 2.1.2 Sistem Keuangan di Indonesia Sistem keuangan Indonesia dijalankan oleh bank sentral , perbankan, pegadaian , perusahaan asuransi , dana pensiun, pasar modal dan lembaga pembiayaan. Lembaga keuangan tersebut yang memberikan jasa keuangan kepada masyarakat Indonesia dengan bantuan instrumen keuangan tertentu, disesuaikan dengan jenis usaha yang dijalankan masing-masing lembaga.Jalannya lembagalembaga keuangan di Indonesia tersebut harus memiliki peraturan perundangan yang dibentuk secara resmi untuk menghindari adanya permasalahan. Dalam memasuki 9 10 era deregulasi diikuti dengan peraturan perundang-undangan terkait dengan bidang keuangan dan perbankan yaitu: 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentanga Asuransi; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 5. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 6. Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Perkembangan jalannya sistem keuangan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat fundamental dari masa ke masa setelah memasuki era globalisasi. Pada saat ini, adapun lembaga yang mengatur , mengawasi serta melindungi jalannya industri keuangan di Indonesia adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketentuan terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diatur dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2011(www.ojk.go.id). 2.2 Sektor Keuangan Sektor keuangan memegang peranan yang relatif signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) merupakan sebuah pencerminan yang digunakan untuk menunjukkan terjadinya peningkatan peranan dan kegiatan dari jasa-jasa keuangan terhadap ekonomi. Dalam sektor keuangan umumnya akan lebih difokuskan pada : (i) dominasi bank, (ii) Pertumbuhan pasar modal, dan (iii)Penetrasi dana pensiun, asuransi dan lembaga keuangan lainnya yang masih rendah. 2.3 Financial Exclusion 2.3.1 Pengertian Financial Exclusion Lembaga keuangan baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank memiliki peranan yang penting sebagai pendukung peningkatan perekonomian dalam suatu negara. Industri perbankan sebagai perantara berperan dalam menampung dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana untuk kemudian 11 disalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana (peminjaman kepada investor). Bagi lembaga bukan bank memiliki peranan secara aktif dalam bidangnya masing masing seperti asuransi ,leasing, dan sebagainya. Kemajuan suatu negara menjadi salah satu faktor yang meningkatkan kebutuhan masyarakatnya dalam sisi finansial, dimana lembaga keuangan akan meningkatkan fasilitas baik bagi kalangan bisnis maupun bukan bisnis. Financial Exclusion umumnya tidak memiliki suatu pengertian mutlak.Menurut Leyshon (2006) financial exclusion dapat didefinisikan menjadi kumpulan individu yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan yang mengakibatkan kumpulan orang tersebut memanfaatkan jasa keuangan yang telah tersedia.Financial exclusion merupakan keadaan dimana dalam suatu negara masih terdapat bagian masyarakat yang tidak menggunakan pelayanan dan fasilitas yang disediakan lembaga-lembaga keuangan karena alasan utama yaitu : kemiskinan. Permasalahan dalam financial exclusion tidak hanya menjadi sorotan di negara berkembang seperti Indonesia, di Amerika, Inggris serta negara maju lainnya di benua Eropa financial exclusion menjadi sorotan dikarenakan banyaknya masyarakat yang belum menikmati fasilitas lembaga keuangan. (Santiago Cargo : 2008 p184) 2.3.2 Aspek Financial Exclusion Menurut Edward PM. Gardener (2008) beberapa aspek penyebab terjadinya financial exclusion adalah sebagai berikut : - Access Exclusion Merupakan keadaan yang disebabkan oleh penilaian resiko terkait jasa keuangan seperti suku bunga kredit yang terlalu tinggi dan persyaratan tabungan yang menyulitkan atau tidak dapat dipenuhi sehingga tidak dapat diakses oleh mayoritas masyarakat. - Condition Exclusion Suatu keadaan dimana produk / jasa yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga keuangan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat tidak dapat memanfaatkan jasa keuangan. - Price Exclusion Suatu keadaan yang disebabkan oleh harga dari produk/jasa keuangan tidak dapat dicapai masyarakat, contohnya : biaya administrasi untuk membuat rekening bank terlalu tinggi. 12 - Marketing Exclusion Suatu keadaan dimana pengenalan serta pemasaran dari suatu produk / jasa keuangan tidak tepat atau tidak diterima oleh masyarakat. - Self Exclusion Suatu keadaan dimana dimana mayoritas masyarakat tidak ingin menerima produk/jasa keuangan bukan dari faktor eksternal namun dari faktor internalnya, contoh : tidak memiliki keinginan untuk memanfaatkan jasa keuangan sebab takut ditipu. Leyshon, et al (2006) menambahkan 1 (satu) faktor yang turut serta mengambil andil terjadinya financial exclusion yaitu : physical exclusion. Physical exclusion merupakan suatu keadaan yang disebabkan tidak adanya bentuk fisik dari jasa keuangan yang tersedia seperti kurangnya cabang-cabang bank sehingga masyarakat tidak dapat memanfaatkan jasa keuangan. Faktor lain yang turut andil dalam terjadinya financial exclusion adalah restrukturisasi industri keuangan yang telah terjadi pada tahun 1980an hingga tahun 1990an. Pada saat itu, industri keuangan di Inggris mengalami segmentasi pelanggan yang menyebabkan pada tahun 1990an industri keuangan lebih fokus terhadap kualitas pelanggan. Hal ini menyebabkan financial exclusion dimana tidak semua pelanggan dapat menikmati fasilitas lembaga keuangan itu sendiri. 2.3.3 Financial Exclusion di Negara Lain Financial exclusion memberikan dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara.Adapun permasalahan-permasalahan mulai muncul ke permukaan tidak hanya menarik perhatian pemerintahan serta lembaga keuangan namun juga kelompok pelanggan turut merasakannya. Dalam mencari solusi atas permasalahan tersebut, di Inggris didirikan Social Exclusion Unit (SEU) didukung oleh Bank of England dan Financial Service Authority (FSU) yang bertugas dalam melakukan peninjauan atas kebijakan dalam financial exclusion untuk dapat memperoleh solusi permasalahannya. Di Amerika, permasalahan yang terjadi dalam financial exclusion terjadi pada tahun 2001. Berdasarkan survei yang dilakukan the Survey of Consumer Finances (SCF) terdapat 9.0% keluarga yang tidak menggunakan fasilitas yang telah 13 disediakan perbankan berupa giro maupun tabungan.Keluarga dengan berpendapatan rendah merupakan mayoritas dari kelompok 9.0% tersebut.Dari penelitian diketahui bahwa dengan pendapatan rendah, keluarga tersebut tidak dapat menyisakan pendapatannya untuk ditabung dikarenakan biaya yang dikenakan lembaga keuangan serta saldo minimum sebagai kebijakannya.Adapun langkah yang dilakukan pemerintahan Amerika Serikat berbeda dengan pemerintahan Inggris yaitu dengan menggunakan pendekatan regulasi yaitu mengeluarkan Community Reinvestment Act (CRA) dan mengeluarkan regulasi lainnya.Dengan peraturan baru yang dibuat di Amerika bertujuan agar dapat menjamin lembaga keuangan untuk dapat terus menyalurkan kredit sesuai dengna komunitasnya serta mengeliminasi kebutuhan saldo minimum di lembaga keuangan. Selain permasalahan financial exclusion mencuat di Inggris dan di Amerika, di negara-negara Eropa, financial exclusion berkembang menjadi masalah yang lebih besar dan serius yang harus segera diatasi.Perbedaan dari perkembangan sistem serta lembaga keuangan negara-negara di Eropa menjadi faktor kunci penyebab sulitnya pencarian solusi. Sebagai contoh, di Yunani, Spanyol , Irlandia dan Italia memiliki karakter penggunakan jasa layanan perbankan yang relatif rendah sehingga financial exclusion lebih pada agenda politik. Sementara di Prancis, Jerman dan Belgia asosiasi profesional yang ada telah mengembangkan kontrak yang berhubungan dengna masalah financial exclusion.Dari penjelasan ini, disimpulkan solusi yang tepat dalam mengatasi perbedaan ini adalah peranan perbankan dalam masing masing negara di Eropa.(Santiago Cargo : 2008) 2.3.4 Alternatif Solusi Financial Exclusion Financial exclusion tidak hanya dapat terjadi pada negara maju melainkan juga pada negara berkembang.Financial exclusion di negara-negara berkembang terkait dengan jumlah penduduk kurang mampu yang tidak memiliki modal yang berskala cukup besar serta disertai dengan tidak adanya lembaga keuangan yang efisien dan struktul sosial ekonomi daerah pedalaman yang masih belum dijangkau lembaga keuangan. Dalam mengatasi masalah financial exclusion, adapun 2 alternatif solusi yang dapat dilaksanakan berupa : - Pengembangan melalui lembaga keuangan informal - Pengembagan melalui lembaga keuangan microfinance 14 Alternatif solusi dalam financial exclusion ini membantu mengatasi permasalahan biaya perbankan yang ingin membangun cabang di daerah pedalaman guna membantu meningkatkan financial literacy masyarakat.“The Grameen Bank” sebagai contoh keberhasilan mikro finance yang dikembangkan di pedesaan negara Bangladesh. Grameen bank dengan fokus pada keluarga kurang mampu didirikan oleh Professor Muhammad Yunus pada tahun 1976 dan pada posisi bulan Juli 2004 mempunyai 1.267 cabang yang melayani 46.000 desa atau lebih 68% dari total desa di Bangladesh. Dalam mengatasi permasalahan financial exclusion, Indonesia melalui badan Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan cetak biru strategi berupa Literasi Keuangan Indonesia dalam menghadapi permasalahan financial exclusion yang terjadi. Peluncuran strategi ini bertujuan sebagai kesadaran akan pentingnya pengetahuan keuangan pada semua ruang lingkup masyarakat. Literasi merupakan rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan dan keterampilan konsumen dan masyarakat luar sehingga mampu untuk menggunakan produk tertentu. 2.4 2.4.1 Financial Inclusion Pengertian Financial Inclusion Ubaidillah dalam bukunya “Catatan Keuangan dan Pasar Modal” menyebutkan bahwa suatu sistem keuangan yang berdasarkan atas pemberdayaan keuangan masyarakat saat ini tidak terpusat hanya kepada pemilik modal saja. Penggantian atas sistem keuangan ekslusif harus ditinggalkan digantikan dengan sistem keuangan inklusif dimana semua bagian masyarakat tiap elemen yang memiliki berbagai perbedaan baik dalam sisi pendapatan, agama, gender,usia, dan profesi memiliki hak yang sama untuk mengambil bagian dalam keuangan. Berdasarkan survei yang dilakukan dalam ruang lingkup suatu negara, dua pertiga menerapkan peraturan terkait dengan Financial Inclusion. Pengertian financial inclusion tidak memiliki suatu pengertian mutlak. Dalam Global Financial Development Report (2014) Financial Inclusion didefinisikan sebagai “The proportion of individuals and firms that use financial services has become a subject of considerable interest among policy makers, researchers and other stakeholders.” Menurut World Bank, 2008 dan European Commision 2008 Financial Inclusion adalah Suatu aktivitas secara keseluruhan dengan tujuan agar dapat meminimalisir 15 berbagai bentuk hambatan jenis harga ataupun bukan harga terhadap akses masyarakat dalam penggunaan dan pemanfaatan layanan jasa keuangan.Komite RaghuramRajan (2007) mendefinisikan financial inclusion sebagai akses keseluruhan dalam lingkup yang besar dan luas terhadap jasa keuangan dengan biaya yang mudah dijangkau yang tidak hanya meliputi produk dan jasa keuangan melainkan juga produk dan jasa lembaga bukan bank lainnya seperti asuransi.Financial Inclusion merupakan suatu keadaan dimana mayoritas individu dapat memanfaatkan jasa keuangan yang tersedia serta meminimalisir adanya kelompok individu yang belum sadar akan manfaat akses keuangan melalui akses yang telah tersedia tanpa biaya yang tinggi. 2.4.2 Tujuan dan Kerangka Financial Inclusion Dalam pelaksanaan financial inclusion umumnya memiliki suatu tujuan yaitu untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan.Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dilakukan program-progam dukungan pengembangan ekonomi. Target dalam mengurangi kemiskinan difokuskan pada masyarakat kurang mampu di Indonesia dengan menetapkan peraturan dan kebijakan untuk melindungi masyarakat. Selain itu financial inclusion bertujuan dalam pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia dengan menciptakan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.Dalam proses pemerataan pendapatan, fokus dilakukan pada masyarakat golongan miskin, sedangkan untuk menciptakan sistem keuangan yang stabil, fokus yang dilaksanakan pemerintah berupa penyesuaian peraturan perundangan. Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, dapat dirumuskan dalam bagan sebagai berikut: 16 Gambar 2.1. Tujuan Financial Inclusion (www.bi.go.id) Berdasarkan tujuan serta fokus kelompok masyarakatnya dapat disusun kerangka yang dapat disusun dalam financial inclusion di Indonesia adalah sebagai berikut : Gambar 2.2. Kerangka Financial Inclusion (www.fiskal.depkeu.co.id) 17 Dalam kerangka di atas dijelaskan susunan pelaksanaan program financial inclusion. Dalam mencapai tujuan dari financial inclusionyang disebutkan dalam kerangka terhadap fokus target program keuangan inklusif, dibutuhkan lingkungan sosial yang produktif dengan menciptakan akses mudah untuk dapat memanfaatkan jasa keuangan. Penjabaran kerangka juga diikuti dengan beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mendukung program keuangan inklusif yang terdiri dari 6 pilar.Adapun pihak yang menjadi target utama merupakan berkisar dari kelompok sosial dengan tingkat kemiskinan yang sangat tinggi hingga sangat rendah. 2.4.3 Strategi Keuangan Inklusif Adapun strategi yang dikembangkan dalam keuangan inklusif dapat dikembangkan oleh beberapa pihak baik dari lembaga keuangan perbankan maupun dari pemerintahan. Agus DW. Martowardojo (2013) sebagai Gubernur Bank Indonesia memaparkan lima strategi yang digunakan untuk penguatan kebijakan inklusif oleh Bank Indonesia meliputi : i. Pendidikan serta pengetahuan keuangan; Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperbaiki strategi pengolahan keuangan terutama bagi kelompok dengan penghasilan rendah. ii. Akses ke lembaga keuangan; Meningkatkan sarana-sarana yang dapat mempermudah masyarakat untuk dapat memanfaatkan jasa keuangan yang tersedia dengan memperkuat infrastruktur sistem pembayaran, memanfaatan teknologi informasi dan inovasi, serta mendukung jaringan unit ekonomi lokal. iii. Perlindungan akan pelanggan; Strategi ini bertujuan untuk memastikan hak-hak masyarakat dalam memanfaatkan akses kuangan dan sistem pembayaran dapat terlindungi. Perlindungan akan pelanggan tercatat dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. iv. Peraturan dan kebijakan yang dibentuk ;dan Adapun lembaga yang dipercaya untuk mengatur dan mengawasi jalannya program keuangan inklusif yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan peraturan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011. 18 v. Meminimalisir informasi negatif terkait pelaksanaan keuangan inklusif. Umumnya strategi dalam keuangan inklusif akan lebih diterapkan pada sisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berikut strategi penguatan keuangan inklusif yang dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam bentuk bagan. Gambar 2.3. Strategi Financial Inclusion (www.bisniskeuangan.kompas.com) Bagan diatas merupakan bagan yang menjelaskan terkait 5 strategi yang dimuat dalam salah satu surat kabar elektronik di dunia maya. (Keterangan :SMEs Small Medium Enterprise ). Dari bagan dapat dijelaskan bahwa adapun 5 strategi yang digunakan untuk meningkatkan financial inclusionmeliputi : pendidikan keuangan , akses ke lembaga keuangan, perlindungan pelanggan, mengurangi informasi negatif tentang lembaga keuangan, dan pembentukan kebijakan /peraturan pemerintah. Dalam mengefektifkan 5 strategi keuangan inklusif dilakukan pengembangan atas berbagai kegiatan dan kebijakan keuangan inklusif agar dalam memaksimalkan penyalurannya ke masyarakat melalui berbagai bantuan lembaga keuangan kepada UMKM. 2.5 Financial Literacy 2.5.1 Pengertian Financial Literacy Ilmu keuangan merupakan sebuah ilmu dan seni yang dinamis dengan sistem pelaksaan (praktek) yang melekat erat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa ilmu keuangan diperlukan setiap orang agar dapat mengoptimalkan penggunaan instrumen-instrumen keuangan serta produk-produk 19 finansial yang ada dan dapat membuat keputusan keuangan yang tepat, dengan kata lain setiap orang harus mempunyai financial literacy yang memadai. Dalam Working Paper ”Defining and Measuring Financial Literacy.”(2009 :5-6), menurut Lusardi (2008) financial literacy didefinisikan sebagai “knowledge ofbasic financial concepts, such as the working of interest compounding, the difference between nominal and real values and the basic of the risk diversivication.” Mengacu pada The Presidents Advisory Council on Financial Literacy (PACFL, 2008)financial literacy merupakan kemampuan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola sumber daya keuangan secara efektif. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa financial literacy adalah pengetahuan konsep-konsep dasar keuangan untuk dapat digunakan dalam membuat keputusan secara lebih efektif dalam pengelolaan keuangan dari individu. 2.5.2 Aspek Keuangan dalam Financial Literacy Financial Literacy memiliki hubungan terhadap keuangan. Beberapa aspek keuangan yang dicakup dalam Financial Literacymeliputi : - Basic Personal Finance ( Dasar Keuangan Pribadi ); Dalam aspek pengetahuan dasar terkait keuangan pribadi meliputi pemahaman terhadap hal-hal mendasar dalam suatu sistem keuangan, seperti : pengaruh inflasi, cost opportunity, nilai manfaat dari uang , likuiditas atas aset dan lain sebagainya. - Money Management ( Manajemen Dana ); Merupakan suatu aspek keuangan yang meliputi bagaimana individu dalam pengelolaan dana yang dimilikinya serta kemampuan individu tersebut dalam memahami pendapatan pribadinya. Aspek ini berkaitan dengan kemampuan individu dalam memprioritaskan penggunaan dana yaitu salah caranya dengan membuat anggaran. - Credit and Debt Management ( Manajemen Kredit dan Hutang ); Semakin tingginya kebutuhan hidup menyebabkan pengeluaran tidak dapat dibiayai dengan pendapatan yang ada.Hal ini merupakan masalah yang sering terjadi dalam masyarakat.Penggunaan kredit maupun berhutang merupakan jalan yang umumnya ditempuh oleh individu dalam mencukupi kebutuhannya.Pertimbangan penggunaan kredit sebagai sumber pendaaan ini 20 harus disertai dengan pengetahuan yang cukup dari individu mencakup faktor yang mempengaruhi kelayakan kredit seperti tingkat bunga pinjaman, jangka waktu pinjaman, sumber hutang ataupun kredit dan lain sebagainya. Hal ini diperlukan agar individu dapat menggunakan kredit ataupun hutang secara lebih bijaksana sehingga tidak mengganggu proses pelunasannya pula. - Saving and Investment ( Tabungan dan Investasi ); Tabungan (saving) adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat syarat tertentu. (Kelembagaan Perbankan : p43). Dapat diartikan pula tabungan merupakan pendapatan masyarakat yang disimpan dan tidak digunakan sebagai konsumsi. Investasi (Investment) adalah suatu komitmen untuk menanamkan sejumlah dana sebagai bentuk kelebihan dari penghasilan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang. - Risk Management ( Manajemen Resiko ) Risiko bisa didefinisikan sebagai ketidakpastian atau kemungkinan adanya kerugian finansial.Kebanyakan individu cenderung menghindari situasi yang menimbulkan rasa tidak aman ataupun tidak berkecukupan. Oleh karena itu, penting untuk dapat menghadapi risiko dengan cara yang logis dan terkendali. Proses manajemen risiko meliputi tiga langkah berikut: 1. Mengindetifikasi eksposur dari risiko yang kita hadapi ; 2. Mengidentifikasi dampak keuangan yang dari risiko yang dihadapi ; 3. Memilih cara yang paling tepat untuk menghadapi risiko yang ada. Cara dalam menangani risiko akan berpengaruh terhadap keamanan finansial di masa yang akan datang. Salah satu cara menaggulangi risiko tersebut adalah dengan cara mengasuransikan aset ataupun hal-hal berisiko. Dibutuhkan pengetahuan atau literasi yang memadai untuk dapat mengelola risiko-risiko tersebut dan terhidar dari risiko tambahan akibat kurangnya pengetahuan, contohnya risiko penipuan berkedok asuransi. 21 2.5.3 Strategi Financial Literacy Agustianto sebagai Ketua 1 Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia memaparkan 3 (tiga) pilar StrategiNasional Literasi Keuangan Indonesia yang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu : a. Pilar 1 : Edukasi serta kampanye Nasional Literasi Keuangan Pilar pertama dilakukan dengan meningkatkan tingkat awareness masyarakat akanpengetahuan dan keterampilan produk dan jasa keuangan.Tujuan dari pilar pertama ini untuk mengubah pola pikir dan perilaku keuangan masyarakat; serta meningkatkan jumlah pengguna produk dan jasa keuangan. b. Pilar 2 : Meningkatan Infrastruktur Literasi Keuangan Pilar kedua sebagai pendukung edukasi dan kampanye nasional literasi keuangan sehingga akses informasi keuangan dapat diperluas dan program literasi keuangan dapat terus berlanjut. c. Pilar 3 : Mengembangkan produk serta jasa keuangan Pilar ketiga sebagai pendorong lembaga jasa keuangan untuk mengembangkan produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan masyrakat; meningkatkan kualitas produk dan jasa keuangan; dan mendorong lembaga jasa keuangan untuk dapat memperluas jangkauan area layanan jasa keuangan seperti membuka cabang-cabang bank di daerah-daerah yang belum terjangkau. 2.6 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Usaha Mikro, Kecil Menengah dalam perekonomian makro disebut sebagai roda penggerak ekonomi Indonesia. Berdasarkan data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah bahwa selama tahun 2009 jumlah UKM di Indonesia sebesar 52.764.750 unit dimana dari tahun ke tahunnya jumlah UMKM di Indonesia mengalami peningkatan 1% hingga 2.5% .(www.depkop.go.id) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah dijelaskan terkait definisi, kriteria serta ketentuan-ketentuan yang mengatur UMKM di Indonesia. Adapun dalam undang-undang ini terdiri dari 11 (sebelas) bab. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 didefinisikan pengertian dari elemen dalam UMKM yaitu : 22 a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Dengan asas kekeluargaan , demokrasi , kebersamaan, efisiensi berkeadilan, kemandirian, berwawasan lingkungan, keseimbangan kemajuan dan kesatuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki tujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Dalam menentukan pembagian UMKM, adapun kriteria yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu : 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 23 3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara. (UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008). 2.7 Bank Kata Bank Berasal dari bahasa Italia yaitu banco yang memiliki arti kepingan papan sebagai tempat meletakkan buku (Mohammad Muslehuddin, 1998 : Irsyad Lubis : 2010). Definisi dari bank umumnya tidak berbeda satu sama lain. Di Indonesia, undang-undang terkait dengan perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Dalam undang-undang ini dijelaskan pengertian perbankan serta bank. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari jabaran pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bank merupakan lembaga perantara (intermediary) antara masyarakat. 24 Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pembagian jenis-jenis bank terdiri dari : 1. Bank Umum a. Merupakan bank dengan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan /atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b. Memberikan kredit; c. Menerbitkan surat pengakuan hutan; d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya; e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah; f. Menempatkan dana pada , meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk. Cek atau sarana lainnya; g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; j. Melakukan penempatan dana dari ansabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di Bursa Efek k. Dan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. 2. Bank Perkreditan Rakyat Usaha Bank Perkreditan Rakyat sesuai UU No.10 Tahun 1998 meliputi : a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan /atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b. Memberikan kredit; c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengna ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 25 d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) , deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan memuat segala sesuatu terkait dengan aturan-aturan yang wajib dipatuhi oleh tiap lembaga keuangan baik meliputi perizinan, bentuk hukum dan kepemilikan (Bab IV); pembinaan dan pengawasan (Bab V);kerahasiaan bank (Bab VI), ketentuan pidana serta sanksi administratif bagi yang melanggar aturan (Bab VIII); dan lain sebagainya. 2.8 Tinjauan Pustaka Penelitian terkait dengan analisa pelaksanaan financial inclusion dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu.Berikut ini, dilampirkan penelitian terkait dengan financial inclusion oleh peneliti-peneliti terdahulu. Mohammad Shafi dan Ali Hawi Medabesh (2012) melakukan penelitian terkait program literasi keuangan di India. Penelitian dilatarbelakangi oleh keadaan India sebagai negara berkembang yang menjalankan program keuangan inklusif dengan pencapaian pertumbuhan yang baik dalam beberapa periode terakhir. Dalam penelitian ini, Mohammad Shafi dan Ali Hawi Medabesh menemukan fakta bahwa keuangan inklusif di India belum menyeluruh pada seluruh lapisan masyarakat dimana keuangan inklusif hanya terjadi pada kota besar. Permasalahan atau hambatan yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu akses yang belum memadai untuk dapat memanfaatkan jasa keuangan yang ada. Dalam menghadapi permasalahan keuangan ekslusif yang dirasakan pada masyarakat di pedesaan,, pemerintah India mencanangkan suatu kebijakan yang mewajibkan jasa bank untuk membantu kesuksesan program keuangan inklusif. Dalam kebijakan ini, pemerintah India melalui RBI ( Reserve Bank of India) membuat beberapa peraturan seperti bank-bank di India membentuk program pembukaan rekening bank dengan saldo rendah tanpa dibebankan biaya-biaya tambahan dan lain sebagainya. Hasil yang diperoleh dari kebijakan tersebut bahwa masih banyaknya bank-bank di India yang belum dapat memberikan solusi pada permasalahan keuangan eksklusif tersebut. Fakta membuktikan bahwa di India hanya ditemukan 1 (satu) bank yaitu Bank J&K yang mampu mencapai target yang ditetapkan pemerintah dalam program tabungan 26 tanpa beban lain-lain. Namun disimpulkan bahwa semua bank di India tidak mampu memenuhi target pada bagian kredit . Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Audil Rashid Khaki dan Prof. Mohi-ud-Din Sangmi (2012) mengungkapkan dalam penelitian mereka bahwa untuk menghadapi masalah kemiskinan harus dilakukan dengan berbagai pengukuran, dimana dipercaya bahwa akses mudah untuk mencapai sumber jasa keuangan menjadi titik fokus paling penting untuk mengurangi kemiskinan. Dalam penelitian ini , bank menjadi fokus utama sebagai lembaga yang diharapkan dapat menggunakan strategi-strategi untuk menghadapi masalah keuangan ekslusif dan meningkatkan keuangan inklusif. Penelitian oleh kedua peneliti ini dilakukan di daerah Jammu dan Kashmir. Data-data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer berupa diskusi langsung dengan petinggi bank, karyawan NABARD(National Bank of Agriculture and Rural Development), pelaku bisnis ,dan lain sebagainya serta data sekunder berupa laporan, jurnal, pernyataan dari NABARD , Laporan Komite Perbankan, survei-survei perekonomian serta beberapa website resmi lainnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Audil Rashid Khaki dan Prof. Mohi-ud-Din Sangmi disimpulkan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh industri perbankan serta pemerintah India tidak hanya berfokus pada pembukaan rekening bank namun yang menjadi sasarannya adalah bagaimana menjangkau dan menyediakan koneksi bagi masyarakat mengenai jasa keuangan. Menurut peneliti, program pengembangkan keuangan inklusif yang dijalankan telah mengalami perkembangan, namun tidak dapat dipungkiri masih banyaknya masyarakat yang harus dijangkau.Disarankan agar industri perbankan maupun pemerintah tetap mengembangkan perencanaan untuk dapat memastikan bahwa bagian masyarakat terbebas dari kemiskinan serta pemanfaatan jasa keuangan. Ram A.Cnaan, M.S. Moodithaya dan Femida Handy (2012) melakukan penelitian financial inclusion dengan mempelajari keadaan di daerah pedesaan di India bagian Selatan. Penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti tersebut difokuskan untuk menguji kesuksesan implementasi financial inclusion pada 4 bagian daerah pedesaan di negara India bagian Selatan , apakah pernyataan dari bank-bank tentang kesuksesan implementasi financial inclusion benar terjadi atau tidak. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti berupa data primer dari hasil survei dengan menggunakan kuesioner pada objek penelitian yaitu pemilik rumah di 4 wilayah di India bagian Selatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ram A.Cnaan, M.S. Moodithaya dan Femida Handy ditemukan fakta bahwa : (a) 27 Mayoritas dari warga di pedesaan telah memiliki akses ke jasa keuangan dimana hanya 23% (persen) dari objek penelitian yang belum memiliki akses tersebut. Berdasarkan hasil survei ditemukan pula bahwa mayoritas masyarakat (69%) memilih pembukaan rekening bank sebagai akses yang paling mudah dijangkau. (b). Permasalahan yang dihadapi dalam program financial inclusion yang dirasakan oleh objek penelitian adalah tidak adanya rasa keamanan yang disediakan oleh pihak perbankan serta tidak ada tawaran dari pihak perbankan terkait pinjaman. (c) Pembagian karakteristik dalam menjelaskan financial inclusion difokuskan pada beberapa karakteristik yaitu kasta, agama dan sumbernya. (d). Distribusi akses dari program financial inclusion masih belum menyeluruh apabila dibandingkan dari satu daerah dengan daerah lainnya. (e) Tidak ditemukan peranan dari SHG terhadap financial inclusion dalam meminimalisir financial exclusion yang terjadi di India. (f) Fakta dari penelitian yang ditemukan adalah kenyataan bahwa ada sebagian masyarakat yang tidak tertarik untuk memanfaatkan jasa keuangan. (g). Tidak ditemukan kesesuaian antara kebutuhan dari sisi demand dengan fasilitas yang disediakan dari sisi bank sebagai lembaga penyedia jasa. 28