1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Keuangan 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Keuangan
2.1.1
Pengertian Sistem Keuangan
Dalam perekonomian di suatu negara, sistem keuangan pada dasarnya adalah
tatanan yang memiliki peran penting dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa
keuangan. Sistem keuangan pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis
yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Fungsi dari
lembaga keuangan bank adalah sebagai penerima simpanan dana dari masyarakat
(depository financial institutions) yang terdiri dari bank umum dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR). Lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga keuangan selain dari
bank yang tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat
dalam bentuk simpanan.
Sistem keuangan memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung pada hal
yang hendak ditekankan.Dari sisi moneter, sistem keuangan merupakan sistem yang
mempunyai kemampuan untuk menciptakan uang primer dan bank-bank pencipta
uang giral, sedangkan lembaga keuangan lainnya termasuk dalam kelompok di luar
sistem moneter.
Definisi lainnya memberikan penekanan pada pembedaan lembaga keuangan
menjadi 2, yaitu : lembaga keuangan bank (bank financial intermediary) dan
lembaga keuangan bukan bank (non-bankfinancial intermediary). Sistem keuangan
lebih luas didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari : (a) lembaga keuangan
sebagai lembaga intermediasi yang menghubungkan unit surplus dan unit yang
defisit dalam suatu ekonomi , (b) instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh
lembaga , (c) pasar tempat instrumen diperdagangkan.
2.1.2
Sistem Keuangan di Indonesia
Sistem keuangan Indonesia dijalankan oleh bank sentral , perbankan,
pegadaian , perusahaan asuransi , dana pensiun, pasar modal dan lembaga
pembiayaan. Lembaga keuangan tersebut yang memberikan jasa keuangan kepada
masyarakat Indonesia dengan bantuan instrumen keuangan tertentu, disesuaikan
dengan jenis usaha yang dijalankan masing-masing lembaga.Jalannya lembagalembaga keuangan di Indonesia tersebut harus memiliki peraturan perundangan yang
dibentuk secara resmi untuk menghindari adanya permasalahan. Dalam memasuki
9
10
era deregulasi diikuti dengan peraturan perundang-undangan terkait dengan bidang
keuangan dan perbankan yaitu:
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentanga Asuransi;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
5. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
6. Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Perkembangan jalannya sistem keuangan di Indonesia mengalami perubahan
yang sangat fundamental dari masa ke masa setelah memasuki era globalisasi. Pada
saat ini, adapun lembaga yang mengatur , mengawasi serta melindungi jalannya
industri keuangan di Indonesia adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketentuan
terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diatur dalam Undang-Undang No 21 Tahun
2011(www.ojk.go.id).
2.2
Sektor Keuangan
Sektor keuangan memegang peranan yang relatif signifikan dalam memicu
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendalaman sektor keuangan (financial
deepening) merupakan sebuah pencerminan yang digunakan untuk menunjukkan
terjadinya peningkatan peranan dan kegiatan
dari jasa-jasa keuangan terhadap
ekonomi. Dalam sektor keuangan umumnya akan lebih difokuskan pada :
(i) dominasi bank,
(ii) Pertumbuhan pasar modal, dan
(iii)Penetrasi dana pensiun, asuransi dan lembaga keuangan lainnya yang masih
rendah.
2.3
Financial Exclusion
2.3.1 Pengertian Financial Exclusion
Lembaga keuangan baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan
bukan bank memiliki peranan yang penting sebagai pendukung peningkatan
perekonomian dalam suatu negara. Industri perbankan sebagai perantara berperan
dalam menampung dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana untuk kemudian
11
disalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana (peminjaman kepada investor).
Bagi lembaga bukan bank memiliki peranan secara aktif dalam bidangnya masing
masing seperti asuransi ,leasing, dan sebagainya. Kemajuan suatu negara menjadi
salah satu faktor yang meningkatkan kebutuhan masyarakatnya dalam sisi finansial,
dimana lembaga keuangan akan meningkatkan fasilitas baik bagi kalangan bisnis
maupun bukan bisnis.
Financial
Exclusion
umumnya
tidak
memiliki
suatu
pengertian
mutlak.Menurut Leyshon (2006) financial exclusion dapat didefinisikan menjadi
kumpulan individu yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan yang
mengakibatkan kumpulan orang tersebut memanfaatkan jasa keuangan yang telah
tersedia.Financial exclusion merupakan keadaan dimana dalam suatu negara masih
terdapat bagian masyarakat yang tidak menggunakan pelayanan dan fasilitas yang
disediakan lembaga-lembaga keuangan karena alasan utama yaitu : kemiskinan.
Permasalahan dalam financial exclusion tidak hanya menjadi sorotan di negara
berkembang seperti Indonesia, di Amerika, Inggris serta negara maju lainnya di
benua Eropa financial exclusion menjadi sorotan dikarenakan banyaknya masyarakat
yang belum menikmati fasilitas lembaga keuangan. (Santiago Cargo : 2008 p184)
2.3.2
Aspek Financial Exclusion
Menurut Edward PM. Gardener (2008) beberapa aspek penyebab terjadinya
financial exclusion adalah sebagai berikut :
-
Access Exclusion
Merupakan keadaan yang disebabkan oleh penilaian resiko terkait jasa
keuangan seperti suku bunga kredit yang terlalu tinggi dan persyaratan
tabungan yang menyulitkan atau tidak dapat dipenuhi sehingga tidak dapat
diakses oleh mayoritas masyarakat.
-
Condition Exclusion
Suatu keadaan dimana produk / jasa yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga
keuangan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat
tidak dapat memanfaatkan jasa keuangan.
-
Price Exclusion
Suatu keadaan yang disebabkan oleh harga dari produk/jasa keuangan tidak
dapat dicapai masyarakat, contohnya : biaya administrasi untuk membuat
rekening bank terlalu tinggi.
12
-
Marketing Exclusion
Suatu keadaan dimana pengenalan serta pemasaran dari suatu produk / jasa
keuangan tidak tepat atau tidak diterima oleh masyarakat.
-
Self Exclusion
Suatu keadaan dimana dimana mayoritas masyarakat tidak ingin menerima
produk/jasa keuangan bukan dari faktor eksternal namun dari faktor
internalnya, contoh : tidak memiliki keinginan untuk memanfaatkan jasa
keuangan sebab takut ditipu.
Leyshon, et al (2006)
menambahkan 1 (satu) faktor yang turut serta
mengambil andil terjadinya financial exclusion yaitu : physical exclusion. Physical
exclusion merupakan suatu keadaan yang disebabkan tidak adanya bentuk fisik dari
jasa keuangan yang tersedia seperti kurangnya cabang-cabang bank sehingga
masyarakat tidak dapat memanfaatkan jasa keuangan.
Faktor lain yang turut andil dalam terjadinya financial exclusion adalah
restrukturisasi industri keuangan yang telah terjadi pada tahun 1980an hingga tahun
1990an. Pada saat itu, industri keuangan di Inggris mengalami segmentasi pelanggan
yang menyebabkan pada tahun 1990an industri keuangan lebih fokus terhadap
kualitas pelanggan. Hal ini menyebabkan financial exclusion dimana tidak semua
pelanggan dapat menikmati fasilitas lembaga keuangan itu sendiri.
2.3.3 Financial Exclusion di Negara Lain
Financial exclusion memberikan dampak negatif terhadap perekonomian
suatu negara.Adapun permasalahan-permasalahan mulai muncul ke permukaan tidak
hanya menarik perhatian pemerintahan serta lembaga keuangan namun juga
kelompok pelanggan turut merasakannya. Dalam mencari solusi atas permasalahan
tersebut, di Inggris didirikan Social Exclusion Unit (SEU) didukung oleh Bank of
England dan Financial Service Authority (FSU) yang bertugas dalam melakukan
peninjauan atas kebijakan dalam financial exclusion untuk dapat memperoleh solusi
permasalahannya.
Di Amerika, permasalahan yang terjadi dalam financial exclusion terjadi pada
tahun 2001. Berdasarkan survei yang dilakukan the Survey of Consumer Finances
(SCF) terdapat 9.0% keluarga yang tidak menggunakan fasilitas yang telah
13
disediakan perbankan berupa giro maupun tabungan.Keluarga dengan berpendapatan
rendah merupakan mayoritas dari kelompok 9.0% tersebut.Dari penelitian diketahui
bahwa dengan pendapatan rendah, keluarga tersebut tidak dapat menyisakan
pendapatannya untuk ditabung dikarenakan biaya yang dikenakan lembaga keuangan
serta saldo minimum sebagai kebijakannya.Adapun langkah yang dilakukan
pemerintahan Amerika Serikat berbeda dengan pemerintahan Inggris yaitu dengan
menggunakan pendekatan regulasi yaitu mengeluarkan Community Reinvestment Act
(CRA) dan mengeluarkan regulasi lainnya.Dengan peraturan baru yang dibuat di
Amerika bertujuan agar dapat menjamin lembaga keuangan untuk dapat terus
menyalurkan kredit sesuai dengna komunitasnya serta mengeliminasi kebutuhan
saldo minimum di lembaga keuangan.
Selain permasalahan financial exclusion mencuat di Inggris dan di Amerika,
di negara-negara Eropa, financial exclusion berkembang menjadi masalah yang lebih
besar dan serius yang harus segera diatasi.Perbedaan dari perkembangan sistem serta
lembaga keuangan negara-negara di Eropa menjadi faktor kunci penyebab sulitnya
pencarian solusi. Sebagai contoh, di Yunani, Spanyol , Irlandia dan Italia memiliki
karakter penggunakan jasa layanan perbankan yang relatif rendah sehingga financial
exclusion lebih pada agenda politik. Sementara di Prancis, Jerman dan Belgia
asosiasi profesional yang ada telah mengembangkan kontrak yang berhubungan
dengna masalah financial exclusion.Dari penjelasan ini, disimpulkan solusi yang
tepat dalam mengatasi perbedaan ini adalah peranan perbankan dalam masing masing
negara di Eropa.(Santiago Cargo : 2008)
2.3.4
Alternatif Solusi Financial Exclusion
Financial exclusion tidak hanya dapat terjadi pada negara maju melainkan
juga pada negara berkembang.Financial exclusion di negara-negara berkembang
terkait dengan jumlah penduduk kurang mampu yang tidak memiliki modal yang
berskala cukup besar serta disertai dengan tidak adanya lembaga keuangan yang
efisien dan struktul sosial ekonomi daerah pedalaman yang masih belum dijangkau
lembaga keuangan.
Dalam mengatasi masalah financial exclusion, adapun 2 alternatif solusi yang
dapat dilaksanakan berupa :
-
Pengembangan melalui lembaga keuangan informal
-
Pengembagan melalui lembaga keuangan microfinance
14
Alternatif solusi dalam financial exclusion ini membantu mengatasi
permasalahan biaya perbankan yang ingin membangun cabang di daerah pedalaman
guna membantu meningkatkan financial literacy masyarakat.“The Grameen Bank”
sebagai contoh keberhasilan mikro finance yang dikembangkan di pedesaan negara
Bangladesh. Grameen bank dengan fokus pada keluarga kurang mampu didirikan
oleh Professor Muhammad Yunus pada tahun 1976 dan pada posisi bulan Juli 2004
mempunyai 1.267 cabang yang melayani 46.000 desa atau lebih 68% dari total desa
di Bangladesh.
Dalam mengatasi permasalahan financial exclusion, Indonesia melalui badan
Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan cetak biru strategi berupa Literasi
Keuangan Indonesia dalam menghadapi permasalahan financial exclusion yang
terjadi. Peluncuran strategi ini bertujuan sebagai kesadaran akan pentingnya
pengetahuan keuangan pada semua ruang lingkup masyarakat. Literasi merupakan
rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan dan
keterampilan konsumen dan masyarakat luar sehingga mampu untuk menggunakan
produk tertentu.
2.4
2.4.1
Financial Inclusion
Pengertian Financial Inclusion
Ubaidillah dalam bukunya “Catatan Keuangan dan Pasar Modal”
menyebutkan bahwa suatu sistem keuangan yang berdasarkan atas pemberdayaan
keuangan masyarakat saat ini tidak terpusat hanya kepada pemilik modal saja.
Penggantian atas sistem keuangan ekslusif harus ditinggalkan digantikan dengan
sistem keuangan inklusif dimana semua bagian masyarakat tiap elemen yang
memiliki berbagai perbedaan baik dalam sisi pendapatan, agama, gender,usia, dan
profesi memiliki hak yang sama untuk mengambil bagian dalam keuangan.
Berdasarkan survei yang dilakukan dalam ruang lingkup suatu negara, dua
pertiga menerapkan peraturan terkait dengan Financial
Inclusion. Pengertian
financial inclusion tidak memiliki suatu pengertian mutlak. Dalam Global Financial
Development Report (2014) Financial Inclusion didefinisikan sebagai “The
proportion of individuals and firms that use financial services has become a subject
of considerable interest among policy makers, researchers and other stakeholders.”
Menurut World Bank, 2008 dan European Commision 2008 Financial Inclusion
adalah Suatu aktivitas secara keseluruhan dengan tujuan agar dapat meminimalisir
15
berbagai bentuk hambatan jenis harga ataupun bukan harga terhadap akses
masyarakat dalam penggunaan dan pemanfaatan layanan jasa keuangan.Komite
RaghuramRajan
(2007)
mendefinisikan
financial
inclusion
sebagai
akses
keseluruhan dalam lingkup yang besar dan luas terhadap jasa keuangan dengan biaya
yang mudah dijangkau yang tidak hanya meliputi produk dan jasa keuangan
melainkan
juga
produk
dan
jasa
lembaga
bukan
bank
lainnya
seperti
asuransi.Financial Inclusion merupakan suatu keadaan dimana mayoritas individu
dapat memanfaatkan jasa keuangan yang tersedia serta meminimalisir adanya
kelompok individu yang belum sadar akan manfaat akses keuangan melalui akses
yang telah tersedia tanpa biaya yang tinggi.
2.4.2
Tujuan dan Kerangka Financial Inclusion
Dalam pelaksanaan financial inclusion umumnya memiliki suatu tujuan yaitu
untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan.Untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dilakukan program-progam dukungan
pengembangan ekonomi. Target dalam mengurangi kemiskinan difokuskan pada
masyarakat kurang mampu di Indonesia dengan menetapkan peraturan dan kebijakan
untuk melindungi masyarakat.
Selain itu financial inclusion bertujuan dalam pemerataan pendapatan dan
stabilitas sistem keuangan di Indonesia dengan menciptakan sistem keuangan yang
dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.Dalam proses pemerataan pendapatan,
fokus dilakukan pada masyarakat golongan miskin, sedangkan untuk menciptakan
sistem keuangan yang stabil, fokus yang dilaksanakan pemerintah berupa
penyesuaian peraturan perundangan. Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, dapat
dirumuskan dalam bagan sebagai berikut:
16
Gambar 2.1. Tujuan Financial Inclusion
(www.bi.go.id)
Berdasarkan tujuan serta fokus kelompok masyarakatnya dapat disusun
kerangka yang dapat disusun dalam financial inclusion di Indonesia adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.2. Kerangka Financial Inclusion
(www.fiskal.depkeu.co.id)
17
Dalam kerangka di atas dijelaskan susunan pelaksanaan program financial
inclusion. Dalam mencapai tujuan dari financial inclusionyang disebutkan dalam
kerangka terhadap fokus target program keuangan inklusif, dibutuhkan lingkungan
sosial yang produktif dengan menciptakan akses mudah untuk dapat memanfaatkan
jasa keuangan. Penjabaran kerangka juga diikuti dengan beberapa strategi yang dapat
dilakukan dalam mendukung program keuangan inklusif yang terdiri dari 6
pilar.Adapun pihak yang menjadi target utama merupakan berkisar dari kelompok
sosial dengan tingkat kemiskinan yang sangat tinggi hingga sangat rendah.
2.4.3
Strategi Keuangan Inklusif
Adapun strategi yang dikembangkan dalam keuangan inklusif dapat
dikembangkan oleh beberapa pihak baik dari lembaga keuangan perbankan maupun
dari pemerintahan. Agus DW. Martowardojo (2013) sebagai Gubernur Bank
Indonesia memaparkan lima strategi yang digunakan untuk penguatan kebijakan
inklusif oleh Bank Indonesia meliputi :
i.
Pendidikan serta pengetahuan keuangan;
Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperbaiki strategi pengolahan
keuangan terutama bagi kelompok dengan penghasilan rendah.
ii.
Akses ke lembaga keuangan;
Meningkatkan sarana-sarana yang dapat mempermudah masyarakat untuk
dapat memanfaatkan jasa keuangan yang tersedia dengan memperkuat
infrastruktur sistem pembayaran, memanfaatan teknologi informasi dan
inovasi, serta mendukung jaringan unit ekonomi lokal.
iii.
Perlindungan akan pelanggan;
Strategi ini bertujuan untuk memastikan hak-hak masyarakat dalam
memanfaatkan akses kuangan dan sistem pembayaran dapat terlindungi.
Perlindungan akan pelanggan tercatat dalam Undang-undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
iv.
Peraturan dan kebijakan yang dibentuk ;dan
Adapun lembaga yang dipercaya untuk mengatur dan mengawasi jalannya
program keuangan inklusif yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan
peraturan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011.
18
v.
Meminimalisir informasi negatif terkait pelaksanaan keuangan inklusif.
Umumnya strategi dalam keuangan inklusif akan lebih diterapkan pada sisi
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berikut strategi penguatan
keuangan inklusif yang dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam bentuk
bagan.
Gambar 2.3. Strategi Financial Inclusion
(www.bisniskeuangan.kompas.com)
Bagan diatas merupakan bagan yang menjelaskan terkait 5 strategi yang
dimuat dalam salah satu surat kabar elektronik di dunia maya. (Keterangan :SMEs Small Medium Enterprise ). Dari bagan dapat dijelaskan bahwa adapun 5 strategi
yang digunakan untuk meningkatkan financial inclusionmeliputi : pendidikan
keuangan , akses ke lembaga keuangan, perlindungan pelanggan, mengurangi
informasi negatif tentang lembaga keuangan, dan pembentukan kebijakan /peraturan
pemerintah. Dalam mengefektifkan 5 strategi keuangan inklusif
dilakukan
pengembangan atas berbagai kegiatan dan kebijakan keuangan inklusif agar dalam
memaksimalkan penyalurannya ke masyarakat melalui berbagai bantuan lembaga
keuangan kepada UMKM.
2.5
Financial Literacy
2.5.1 Pengertian Financial Literacy
Ilmu keuangan merupakan sebuah ilmu dan seni yang dinamis dengan sistem
pelaksaan (praktek) yang melekat erat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu,
dapat disimpulkan bahwa ilmu keuangan diperlukan setiap orang agar dapat
mengoptimalkan penggunaan instrumen-instrumen keuangan serta produk-produk
19
finansial yang ada dan dapat membuat keputusan keuangan yang tepat, dengan kata
lain setiap orang harus mempunyai financial literacy yang memadai.
Dalam
Working
Paper
”Defining
and
Measuring
Financial
Literacy.”(2009 :5-6), menurut Lusardi (2008) financial literacy didefinisikan
sebagai “knowledge ofbasic financial concepts, such as the working of interest
compounding, the difference between nominal and real values and the basic of the
risk diversivication.” Mengacu pada The Presidents Advisory Council on Financial
Literacy
(PACFL,
2008)financial
literacy
merupakan
kemampuan
untuk
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola sumber daya
keuangan secara efektif. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa financial literacy
adalah pengetahuan konsep-konsep dasar keuangan untuk dapat digunakan dalam
membuat keputusan secara lebih efektif dalam pengelolaan keuangan dari individu.
2.5.2
Aspek Keuangan dalam Financial Literacy
Financial Literacy memiliki hubungan terhadap keuangan. Beberapa aspek
keuangan yang dicakup dalam Financial Literacymeliputi :
-
Basic Personal Finance ( Dasar Keuangan Pribadi );
Dalam aspek pengetahuan dasar terkait keuangan pribadi meliputi
pemahaman terhadap hal-hal mendasar dalam suatu sistem keuangan, seperti :
pengaruh inflasi, cost opportunity, nilai manfaat dari uang , likuiditas atas
aset dan lain sebagainya.
-
Money Management ( Manajemen Dana );
Merupakan suatu aspek keuangan yang meliputi bagaimana individu dalam
pengelolaan dana yang dimilikinya serta kemampuan individu tersebut dalam
memahami pendapatan pribadinya. Aspek ini berkaitan dengan kemampuan
individu dalam memprioritaskan penggunaan dana yaitu salah caranya
dengan membuat anggaran.
-
Credit and Debt Management ( Manajemen Kredit dan Hutang );
Semakin tingginya kebutuhan hidup menyebabkan pengeluaran tidak dapat
dibiayai dengan pendapatan yang ada.Hal ini merupakan masalah yang sering
terjadi dalam masyarakat.Penggunaan kredit maupun berhutang merupakan
jalan
yang
umumnya
ditempuh
oleh
individu
dalam
mencukupi
kebutuhannya.Pertimbangan penggunaan kredit sebagai sumber pendaaan ini
20
harus disertai dengan pengetahuan yang cukup dari individu mencakup faktor
yang mempengaruhi kelayakan kredit seperti tingkat bunga pinjaman, jangka
waktu pinjaman, sumber hutang ataupun kredit dan lain sebagainya. Hal ini
diperlukan agar individu dapat menggunakan kredit ataupun hutang secara
lebih bijaksana sehingga tidak mengganggu proses pelunasannya pula.
-
Saving and Investment ( Tabungan dan Investasi );
Tabungan (saving) adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat syarat tertentu. (Kelembagaan
Perbankan : p43). Dapat diartikan pula tabungan merupakan pendapatan
masyarakat yang disimpan dan tidak digunakan sebagai konsumsi. Investasi
(Investment) adalah suatu komitmen untuk menanamkan sejumlah dana
sebagai bentuk kelebihan dari penghasilan pada saat ini dengan tujuan
memperoleh keuntungan di masa datang.
-
Risk Management ( Manajemen Resiko )
Risiko bisa didefinisikan sebagai ketidakpastian atau kemungkinan adanya
kerugian finansial.Kebanyakan individu cenderung menghindari situasi yang
menimbulkan rasa tidak aman ataupun tidak berkecukupan. Oleh karena itu,
penting untuk dapat menghadapi risiko dengan cara yang logis dan terkendali.
Proses manajemen risiko meliputi tiga langkah berikut:
1. Mengindetifikasi eksposur dari risiko yang kita hadapi ;
2. Mengidentifikasi dampak keuangan yang dari risiko yang dihadapi ;
3. Memilih cara yang paling tepat untuk menghadapi risiko yang ada.
Cara dalam menangani risiko akan berpengaruh terhadap keamanan finansial
di masa yang akan datang. Salah satu cara menaggulangi risiko tersebut
adalah dengan cara mengasuransikan aset ataupun hal-hal berisiko.
Dibutuhkan pengetahuan atau literasi yang memadai untuk dapat mengelola
risiko-risiko tersebut dan terhidar dari risiko tambahan akibat kurangnya
pengetahuan, contohnya risiko penipuan berkedok asuransi.
21
2.5.3
Strategi Financial Literacy
Agustianto sebagai Ketua 1 Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia memaparkan 3
(tiga) pilar StrategiNasional Literasi Keuangan Indonesia yang disusun oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) yaitu :
a. Pilar 1 : Edukasi serta kampanye Nasional Literasi Keuangan
Pilar pertama dilakukan dengan meningkatkan tingkat awareness masyarakat
akanpengetahuan dan keterampilan produk dan jasa keuangan.Tujuan dari
pilar pertama ini untuk mengubah pola pikir dan perilaku keuangan
masyarakat; serta meningkatkan jumlah pengguna produk dan jasa keuangan.
b. Pilar 2 : Meningkatan Infrastruktur Literasi Keuangan
Pilar kedua sebagai pendukung edukasi dan kampanye nasional literasi
keuangan sehingga akses informasi keuangan dapat diperluas dan program
literasi keuangan dapat terus berlanjut.
c. Pilar 3 : Mengembangkan produk serta jasa keuangan
Pilar
ketiga
sebagai
pendorong
lembaga
jasa
keuangan
untuk
mengembangkan produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan
masyrakat; meningkatkan kualitas produk dan jasa keuangan; dan mendorong
lembaga jasa keuangan untuk dapat memperluas jangkauan area layanan jasa
keuangan seperti membuka cabang-cabang bank di daerah-daerah yang belum
terjangkau.
2.6
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Usaha Mikro, Kecil
Menengah dalam perekonomian makro disebut sebagai roda penggerak ekonomi
Indonesia. Berdasarkan data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah bahwa selama tahun 2009 jumlah UKM di Indonesia sebesar 52.764.750
unit dimana dari tahun ke tahunnya jumlah UMKM di Indonesia mengalami
peningkatan 1% hingga 2.5% .(www.depkop.go.id)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro
Kecil dan Menengah dijelaskan terkait definisi, kriteria serta ketentuan-ketentuan
yang mengatur UMKM di Indonesia. Adapun dalam undang-undang ini terdiri dari
11 (sebelas) bab. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 didefinisikan
pengertian dari elemen dalam UMKM yaitu :
22
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Dengan asas kekeluargaan , demokrasi , kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
kemandirian, berwawasan lingkungan, keseimbangan kemajuan dan kesatuan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah memiliki tujuan menumbuhkan dan mengembangkan
usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi
ekonomi yang berkeadilan. Dalam menentukan pembagian UMKM, adapun kriteria
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu :
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
23
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu
memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada
masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan
utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud
keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa
mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara. (UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008).
2.7
Bank
Kata Bank Berasal dari bahasa Italia yaitu banco yang memiliki arti kepingan
papan sebagai tempat meletakkan buku (Mohammad Muslehuddin, 1998 : Irsyad
Lubis : 2010). Definisi dari bank umumnya tidak berbeda satu sama lain. Di
Indonesia, undang-undang terkait dengan perbankan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Dalam undang-undang ini dijelaskan
pengertian perbankan serta bank. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Dari jabaran pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bank merupakan lembaga perantara (intermediary) antara masyarakat.
24
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pembagian jenis-jenis bank
terdiri dari :
1. Bank Umum
a. Merupakan bank dengan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan /atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu;
b. Memberikan kredit;
c. Menerbitkan surat pengakuan hutan;
d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya;
e.
Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan
nasabah;
f. Menempatkan dana pada , meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk. Cek atau sarana lainnya;
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak;
j. Melakukan penempatan dana dari ansabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di Bursa Efek
k. Dan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2. Bank Perkreditan Rakyat
Usaha Bank Perkreditan Rakyat sesuai UU No.10 Tahun 1998 meliputi :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito
berjangka,
tabungan,
dan
/atau
bentuk
lainnya
yang
dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit;
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengna ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
25
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ,
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan memuat
segala sesuatu terkait dengan aturan-aturan yang wajib dipatuhi oleh tiap lembaga
keuangan baik meliputi perizinan, bentuk hukum dan kepemilikan (Bab IV);
pembinaan dan pengawasan (Bab V);kerahasiaan bank (Bab VI), ketentuan pidana
serta sanksi administratif bagi yang melanggar aturan (Bab VIII); dan lain
sebagainya.
2.8
Tinjauan Pustaka
Penelitian terkait dengan analisa pelaksanaan financial inclusion dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu.Berikut ini, dilampirkan penelitian terkait dengan
financial inclusion oleh peneliti-peneliti terdahulu.
Mohammad Shafi dan Ali Hawi Medabesh (2012) melakukan penelitian
terkait program literasi keuangan di India. Penelitian dilatarbelakangi oleh keadaan
India sebagai negara berkembang yang menjalankan program keuangan inklusif
dengan pencapaian pertumbuhan yang baik dalam beberapa periode terakhir. Dalam
penelitian ini, Mohammad Shafi dan Ali Hawi Medabesh menemukan fakta bahwa
keuangan inklusif di India belum menyeluruh pada seluruh lapisan masyarakat
dimana keuangan inklusif hanya terjadi pada kota besar. Permasalahan atau
hambatan yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu akses yang belum memadai
untuk dapat memanfaatkan jasa keuangan yang ada. Dalam menghadapi
permasalahan keuangan ekslusif yang dirasakan pada masyarakat di pedesaan,,
pemerintah India mencanangkan suatu kebijakan yang mewajibkan jasa bank untuk
membantu kesuksesan program keuangan inklusif. Dalam kebijakan ini, pemerintah
India melalui RBI ( Reserve Bank of India) membuat beberapa peraturan seperti
bank-bank di India membentuk program pembukaan rekening bank dengan saldo
rendah tanpa dibebankan biaya-biaya tambahan dan lain sebagainya. Hasil yang
diperoleh dari kebijakan tersebut bahwa masih banyaknya bank-bank di India yang
belum dapat memberikan solusi pada permasalahan keuangan eksklusif tersebut.
Fakta membuktikan bahwa di India hanya ditemukan 1 (satu) bank yaitu Bank J&K
yang mampu mencapai target yang ditetapkan pemerintah dalam program tabungan
26
tanpa beban lain-lain. Namun disimpulkan bahwa semua bank di India tidak mampu
memenuhi target pada bagian kredit . Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan
Audil Rashid Khaki dan Prof. Mohi-ud-Din Sangmi (2012) mengungkapkan
dalam penelitian mereka bahwa untuk menghadapi masalah kemiskinan harus
dilakukan dengan berbagai pengukuran, dimana dipercaya bahwa akses mudah untuk
mencapai sumber jasa keuangan menjadi titik fokus paling penting untuk mengurangi
kemiskinan. Dalam penelitian ini , bank menjadi fokus utama sebagai lembaga yang
diharapkan dapat menggunakan strategi-strategi untuk menghadapi masalah
keuangan ekslusif dan meningkatkan keuangan inklusif. Penelitian oleh kedua
peneliti ini dilakukan di daerah Jammu dan Kashmir. Data-data yang digunakan
dalam penelitian merupakan data primer berupa diskusi langsung dengan petinggi
bank, karyawan NABARD(National Bank of Agriculture and Rural Development),
pelaku bisnis ,dan lain sebagainya serta data sekunder berupa laporan, jurnal,
pernyataan dari NABARD , Laporan Komite Perbankan, survei-survei perekonomian
serta beberapa website resmi lainnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Audil
Rashid Khaki dan Prof. Mohi-ud-Din Sangmi disimpulkan berbagai upaya yang telah
dilakukan oleh industri perbankan serta pemerintah India tidak hanya berfokus pada
pembukaan rekening bank namun yang menjadi sasarannya adalah bagaimana
menjangkau dan menyediakan koneksi bagi masyarakat mengenai jasa keuangan.
Menurut peneliti, program pengembangkan keuangan inklusif yang dijalankan telah
mengalami perkembangan, namun tidak dapat dipungkiri masih banyaknya
masyarakat yang harus dijangkau.Disarankan agar industri perbankan maupun
pemerintah tetap mengembangkan perencanaan untuk dapat memastikan bahwa
bagian masyarakat terbebas dari kemiskinan serta pemanfaatan jasa keuangan.
Ram A.Cnaan, M.S. Moodithaya dan Femida Handy (2012) melakukan
penelitian financial inclusion dengan mempelajari keadaan di daerah pedesaan di
India bagian Selatan. Penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti tersebut
difokuskan untuk menguji kesuksesan implementasi financial inclusion pada 4
bagian daerah pedesaan di negara India bagian Selatan , apakah pernyataan dari
bank-bank tentang kesuksesan implementasi financial inclusion benar terjadi atau
tidak. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti berupa data primer dari hasil
survei dengan menggunakan kuesioner pada objek penelitian yaitu pemilik rumah di
4 wilayah di India bagian Selatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ram
A.Cnaan, M.S. Moodithaya dan Femida Handy ditemukan fakta bahwa
: (a)
27
Mayoritas dari warga di pedesaan telah memiliki akses ke jasa keuangan dimana
hanya 23% (persen) dari objek penelitian yang belum memiliki akses tersebut.
Berdasarkan hasil survei ditemukan pula bahwa mayoritas masyarakat (69%)
memilih pembukaan rekening bank sebagai akses yang paling mudah dijangkau. (b).
Permasalahan yang dihadapi dalam program financial inclusion yang dirasakan oleh
objek penelitian adalah tidak adanya rasa keamanan yang disediakan oleh pihak
perbankan serta tidak ada tawaran dari pihak perbankan terkait pinjaman. (c)
Pembagian karakteristik dalam menjelaskan financial inclusion difokuskan pada
beberapa karakteristik yaitu kasta, agama dan sumbernya. (d). Distribusi akses dari
program financial inclusion masih belum menyeluruh apabila dibandingkan dari satu
daerah dengan daerah lainnya. (e) Tidak ditemukan peranan dari SHG terhadap
financial inclusion dalam meminimalisir financial exclusion yang terjadi di India. (f)
Fakta dari penelitian yang ditemukan adalah kenyataan bahwa ada sebagian
masyarakat yang tidak tertarik untuk memanfaatkan jasa keuangan. (g). Tidak
ditemukan kesesuaian antara kebutuhan dari sisi demand dengan fasilitas yang
disediakan dari sisi bank sebagai lembaga penyedia jasa.
28
Download