Buletin Pesan 2 - BPD GSJA DKI JAKARTA

advertisement
ASSEMBLIES OF GOD
100
Tahun
Salam kami,
............
Tahun 2014 adalah tahun yang bersejarah bagi Assemblies of God (baca: Gereja
Sidang-sidang Jemaat Allah) di dunia. Karena tahun ini adalah tahun dimana
GSJA dunia telah melakukan pelayanannya selama 100 tahun! Dimulai pada tahun 1914 di Hot Spring, Arkansa – Amerika Serikat, GSJA membuat dunia tidak
pernah sama lagi.
Pada edisi ke-2 buletin “Pesan” (Oktober – Desember 2014), pembaca akan
disajikan tentang Sejarah Singkat GSJA di dunia. Tulisan itu untuk mengawali
laporan singkat “Pesan” dari Perayaan Hari Jadi 100 tahun Assemblies of God,
yang diselenggarakan di Springfield, Missouri pada tanggal 5 -10 Agustus 2014.
Memang sulit untuk dapat merangkum seluruh hal yang luar biasa menarik dari
acara yang bersejarah tersebut, dengan keterbatasan halaman “Pesan.” Namun
cobalah menangkap bagaimana peserta ter-inspirasi dan terbakar hatinya menyaksikan bagaimana Tuhan telah bekerja melalui GSJA selama 100 tahun. Dan
teruskanlah sejarah tersebut dalam pelayanan kita masing-masing. (Laporan
lengkap dapat juga di-unduh di: http://100.ag.org/ag100/ )
Pembaca juga akan diingatkan pentingnya Doa di dalam kehidupan kerohanian
kita dengan menyajikan beberapa kegiatan doa yang diselenggaran oleh GSJA
DKI Jakarta. Mengenai doa C.S Lewis pernah mengatakan: “Relying on God has
to begin all over again every day as if nothing had yet been done.” (Bersandar pada
Tuhan harus dimulai dari awal lagi setiap hari layaknya seperti tidak ada yang
telah kita lakukan sebelumnya.)
Menjelang akhir tahun sebelum kita merayakan Natal 2014, “Pesan” menampilkan tesis menarik mengenai “Masa Adven”. Ini sebuah tesis yang sangat menarik
dan memberi pencerahan mengenai topik ini, yang ditulis oleh Pdp. Oyan Simatupang, seorang PI GSJA DKI Jakarta. Silakan simak dengan seksama dan renungkanlah sambil anda mempersiapkan pelayanan Natal anda untuk menutup
tahun 2014 yang istimewa untuk sejarah GSJA di dunia. Keistimewaan tahun
ini akan kita tandai dengan perayaan Natal Pelayan Injil GSJA DKI Jakarta yang
akan kita selanggarakan pada 3 Desember 2014, dengan tema “Nothing is Impossible”. Pada tahun 2014 ini GSJA CWS Kelapa Gading akan menjadi penyelenggara dan pendukung utama dari perayaan Natal kita, sekaligus mensyukuri
sejarah GSJA di dunia.
Tuhan Yesus memberkati – BPD GSJA DKI Jakarta.
1
............
Sejarah Singkat Assemblies of God (GSJA)
Badan Pengurus Pusat Assemblies of God Amerika Serikat (baca GSJA Amerika
Serikat) adalah salah satu denominasi Pentakosta terbesar di Amerika Serikat,
yang dibentuk pada tahun 1914 oleh sekelompok hamba Tuhan yang memiliki
kerinduan untuk melayani dengan tujuan yang sama, seperti mengirim misionaris
dan memberikan wadah persekutuan yang dapat dipercaya. Badan ini dibentuk
ditengah maraknya pergerakan kebangkitan pentakosta dunia, yang dengan
cepat berkembang dan mengakar di berbagai negara lain dengan terbentuknya
lembaga tersebut di masing-masing negara. Seluruh Gereja Sidang-sidang Jemaat
Allah (Assemblies of God) di dunia tergabung dalam PERSEKUTUAN GSJA
DUNIA (World Assemblies of God Fellowship) yang merupakan persekutuan
pentakosta terbesar di dunia.
Akar Sejarah
Dipertengahan abad 19 di Amerika Serikat, orang-orang Protestan dari berbagai
latar belakang mulai bertanya pada diri sendiri mengapa gereja mereka kelihatan
tidak mengalami kegairahan, dan kepenuhan iman seperti mereka yang ada di
jaman Perjanjian Baru. Banyak dari orang-orang percaya ini akhirnya bergabung
dengan kelompok evangelical atau “Holiness Church” dan mereka terlibat dalam
doa yang tekun serta pengorbanan diri, bersungguh-sungguh mencari Tuhan.
Dengan keadaan seperti itu orang-orang mulai mengalami pertumbuhan iman
alkitabiah.
Para pionir gerakan pentakosta haus terhadap kemurnian kekristenan, dan
mereka melihat kembali pengalaman pencurahan kerohanian terdahulu, seperti
Kebangunan Besar Pertama (First Great Awakening 1730-an sampai 40-an), dan
Kebangunan Besar Kedua (1800-an 1830-an) yang dijadikan sebagai inspirasi dan
perintah. Mereka mengidentifikasikan diri mereka dengan para tokoh reformasi
tradisional dan para penggerak seperti Martin Luther, John wesley dan Dwight
L. Moody.
Kebangunan Kelompok Pentakosta
Salah satu titik penting dari kemunculan gerakan pentakosta dikenal sebagai
Azuza Street Revival (1906-1909). Ini adalah tempat yang sama sekali tidak
pernah diharapkan untuk terjadinya perubahan dari wajah kekristenan. Pada
musim panas 1906, kebangunan rohani meledak dari sebuah jemaat baru pada
pertemuan kecil, yang menjalankan misi Iman Apostolik di jalan Azuza 312
2
............
di Los Angeles, negara bagian California. Mereka diserang dan dikritik karena
seorang pengkhotbah Amerika berkulit hitam yang memiliki pembawaan lembut
dari kelompok Holiness bernama William J. Seymour, berkhotbah mengenai
rekonsialiasi rasial dan restorasi karunia rohani yang alkitabiah. Tidak diperlukan
waktu terlalu lama untuk kebangunan ini menjadi sensasi dilingkungan mereka,
dan kemudian menarik perhatian ribuan orang yang penasaran dari seluruh
dunia untuk melakukan perjalanan rohani ke tempat itu.
Seymour pernah menjadi murid dari Charles Parham, seorang yang memberikan
bingkai kegerakan pentakosta secara doktrinal kepada kaum muda. Perham di kena l
didalam pengajaran mengenai bahasa
lidah sesuai
dengan bukti
Alkitab (belakangan disebut “bukti
mula-mu l a” )
d a r i baptisan
R o h Ku d u s
yang menjadi tanda yang
jelas dari kebangkitan kegerakan pentakosta. Setelah
para pelajar
d ar i B e t hel
Welliam J. Seymour
Charles Parham
Bible School
d i To p e k a ,
Kansas mulai berbahasa lidah pada sebuah persekutuan doa pada 1 Januari 1901,
oleh Perham, melalui “Apostolic Faith Movement” (Gerakan Iman Apostolik),
gerakan ini mulai sukses dipromosikan sebagai pembaharuan dari karunia berbahasa lidah. Sementara Gerakan Iman Apostolik mempengaruhi secara luas bagian Selatan dan Tengah Amerika Serikat, kebangunan rohani di Azusa Street
mendorong kegerakan pentakosta kepada masyarakat dunia.
3
............
Terbentuknya The Assemblies Of God
Dengan meluasnya kebangunan rohani secara cepat, banyak dari orang-orang
aliran pentakosta menyadari
akan kebutuhan dari adanya sebuah organisasi yang besar dan
dapat dipercaya. Para bapak
dan ibu pendiri “Assemblies of
God” (Gereja Sidang - sidang
Jemaat Allah) bertemu di Hot
Spring, Arkansas pada 2 - 12
April 1914 untuk mempromosikan kesatuan dan kestabilan
doktrinal, mengembangkan
pendirian hukum / aturan,
mengkoordinasikan badan misi, dan mengembangkan sekolah untuk pelayanan.
Para pendiri ini melembagakan Badan Pengurus Pusat pertama dan memilih dua
pengurus: Eudorus N. Bell sebagai “Chairman” (pemimpin) dimana kemudian
gelar jabatan ini dirubah menjadi “general supperintendent” (Ketua Umum) dan
J. Roswell Flower sebagai sekretaris, sekaligus sebagai “Executive Presbytery” pertama (Pimpinan Majelis Pusat).
Sekitar 300
peserta hadir
dalam kongres
pertama Badan
Pengurus Pusat
yang mewakili
ge re j a - ge re j a
independen
dan juga jejaring antar gereja, termasuk
“ Ass o c i a t i o n
of Christian
Assemblies”
dari Ind i ana
d an “Church of
God in Christ
and in Unity
Eudorus N. Bell
J. Rosewell Flower
w i t h t h e Ap o st o li c Fait h
Movement” dari negara bagian Alabama, Arkansas, Missisippi, dan Texas.
Hampir secara segera, para pemimpin menghadapi perselisihan doktrinal,
apakah mereka akan meninggalkan Trinitarian Theology tradisional untuk lebih
memilih pandangan Monarchian dari godhead (dikenal juga sebagai “New Issue”
atau “Oneness theology”). Pada tahun 1916 Badan Pengurus Pusat menyetujui “a
Statement of Fundamental Truths” (Pengakuan Iman), yang menegaskan pada
Trinitarian orthodoxy (Ortodoksi Tritunggal).
Dari sejak awal berdirinya, Penginjilan dan Misi adalah merupakan identitas
sentral dari Assemblies of God, yang telah menghasilkan perkembangan yang
terus menerus baik di dalam negeri maupun luar negeri. Assemblies of God
(Gereja Sidang Jemaat Allah) telah berkembang menjadi lebih dari 67 juta jemaat
di seluruh dunia yang merupakan denominasi Pentakosta terbesar di dunia.
(Pdt. Stefano Indra Bramono - sumber: AG USA)
4
............
Saat 100 tahun dalam Pembentukan –
Perayaan Seabad Gereja Sidang-sidang Jemaat
Allah (Assemblies of God)
............
tahun 2014 Assemblies of God (Gereja Sidang-sidang Jemaat Allah) adalah merupakan persekutuan atau denominasi Pentakosta terbesar di dunia dengan lebih
dari 67 juta jemaat, yang berada di 200 negara dan memiliki lebih dari 350.000
gereja. Hal ini masih terus berkembang karena menurut catatan setiap 39 menit
ada gereja Assemblies of God baru yang dibuka. Puji Tuhan!
Kegerakan Assemblies of God diciptakan dengan 5 tujuan, dimana ke lima tujuan
itu masih sangat relevan hari ini sama seperti 100 tahun yang lalu:
Kira-kira seperti judul di atas itulah terjemahan bebas untuk mengartikan tema
dari perayaan hari jadi 100 tahun Gereja Sidang-sidang Jemaat Allah (Assemblies
of God) dunia yang jatuh pada tahun 2014 ini – “A MOMENT 100 YEARS IN
THE MAKING – THE CENTENNIAL ASSEMBLIES OF GOD”.
Pada tanggal 2 April 1914, sebanyak 300 orang yang terdiri dari Pelayan Injil
dan aktivis gereja melakukan perjalanan ke Hot Springs, Arkansas. Mereka
berkumpul untuk mempromosikan kebersamaan diantara berbagai gereja yang
akhirnya membentuk Gerakan Pentakosta. Kegerakan Pentakosta yang begitu
pesat membutuhkan pimpinan dan kesatuan visi untuk bertumbuh dari sebuah
peristiwa semata, menjadi sebuah pergerakan.
Terbentuk dari berbagai kelompok yang luar biasa, dengan kekuatan visi dari
Roh Kudus, para bapak dan ibu pendiri gerakan Assemblies of God dengan
berani memilih tujuan untuk menjadi: “Kegerakan dengan pekerjaan Penginjilan
terbesar yang dunia pernah saksikan”. Pada akhir tahun 1914 dasar-dasar dari
Assemblies of God ditetapkan; dan dunia tidak pernah sama lagi sejak saat itu.
1. Unity (Kesatuan): Kami berkumpul untuk mendapat pengertian yang
lebih baik mengenai bagaimana Tuhan akan mengajar kami, dimana kami
bisa menyingkirkan berbagai perbedaan, baik secara doktrinal maupun
dari berbagai nama dimana orang-orang pentakosta mau disebut dan
bekerja di dalamnya. Dan sebagaimana tertulis di Kisah Para Rasul 14,
baiklah kami datang bersama untuk belajar Firman Tuhan, dan saling
mendoakan – dengan kesatuanlah kami dipimpin untuk mencapai tujuan.
2. Community (Komunitas): Sekali lagi, kami berkumpul agar kami mengetahui bagaimana melindungi pelayanan ini, agar kami semua dibangun
dan tidak saling menjatuhkan, baik di dalam negeri, maupun di luar negeri.
3. World Mission (Misi Dunia): Kami berkumpul juga untuk alasan
yang lain, yaitu agar kami lebih mengerti akan kebutuhan dari masingmasing ladang pelayanan di luar negeri, dan dapat mengerti bagaimana
menempatkan dana misi kami dengan baik, sehingga pelayanan misi dan
para misionarisnya tidak akan sengsara, tetapi dilain pihak mereka juga
tidak akan hidup bermewah-mewah. Dan juga kami tidak akan merasa
patah semangat karena memboroskan dana untuk mereka yang tidak jelas
pelayanannya dan tidak berhasil. Untuk itu kami akan berkonsentrasi
untuk mendukung mereka yang bersungguh-sungguh bekerja untuk
Kerajaan Tuhan.
4. Legal Basis (Dasar Hukum): Kami akan mematuhi hukum yang berlaku
di masing-masing tempat gereja melayani.
5. Education (Pendidikan): Kami mendorong adanya sekolah Alkitab untuk
memperlengkapi pelayan-pelayan kami dan juga untuk masyarakat.
Dari pelayanan Lillian Trasher di Mesir yang mendirikan panti asuhan untuk
melayani lebih dari 25.000 orang, sampai kehidupan yang luar biasa dari John
dan Cuba Hall dengan suku Mossi di Burkina Faso - Afrika, ke pekerjaan tanpa
henti dari Cornelia Jones Robertson di San Francisco, sampai pada seorang
janda dengan empat anak yang membesarkan mereka dengan doa yang tidak
henti-hentinya di bangku gereja, Tuhan telah bekerja pada gerakan Assemblies of
God untuk memampukannya dari sekedar visi awal sebuah pergerakan menjadi
lembaga yang mempengaruhi banyak jiwa-jiwa. Kini 100 tahun kemudian, pada
Perayaan Hari Jadi 100 tahun GSJA diadakan di kota Springfield, di negara
bagian Missouri – Amerika Serikat, pada tanggal 5 sampai dengan 10 Agustus
2014. Dimana penyelenggaraannya dijadikan menjadi dua acara besar, yaitu
“Assemblies of God 100th Anniversary & World AG Congress” pada tanggal 7
– 10 Agustus 2014, dan diawali dengan acara “Global Church Planting Summit”
5
6
............
pada tanggal 5 – 6 Agustus 2014.
Kantor Assemblies of God 100 tahun di Springfield, Missouri.
Sebagaimana tertulis dengan grafik yang kuat dan jelas dalam buku acaranya,
tujuan diselenggarakan perayaan ini adalah seperti yang terlukis dalam kata-kata
berikut: “Heritage – It is absolutely essensial that we conserve and pass on our
pentacostal heritage to the next generation” and “Legacy – We live a great legacy
and rejoyce in a great spiritual inharitance”. (Warisan – adalah sebuah hal yang
sangat penting untuk melindungi dan meneruskan warisan pentakosta kepada
generasi penerus dan Legacy – Kita hidup dalam peninggalan/sejarah yang
luar biasa dan bersuka-cita dalam warisan spiritual yang luar biasa). Perayaan
ini dilakukan untuk mengungkapkan perjalanan dan pembentukan GSJA dunia
dalam rencana Tuhan selama 100 tahun, dan sekaligus menampilkan berbagai
pembicara dan acara untuk mendorong kita semua sebagai penerus mengukir
“Legacy” bersama dalam rencana Tuhan menyelamatkan dunia.
............
saja para pionir yang mendirikan Badan Pengurus Pusat dari Assemblies of God
di tahun 1914 ada disini hari ini, dan mereka bisa melihat bahwa benih yang
ditanamnya dahulu sudah menjadi ranting yang berbuah di seluruh dunia, pasti
bagi mereka tidak akan ada batasnya perayaan saat itu; dengan pujian dan katakata Haleluya. Dan oleh karenanya, sudah semestinya juga tidak ada batasnya
bagi kita; untuk merayakan dengan pujian dan Haleluya yang sama saat ini.”
Ada 120 negara dan lebih dari 2000 peserta yang hadir dalam perayaan ini.
Dimana didalamnya termasuk 28 orang delegasi Indonesia yang berkesempatan
datang sendiri-sendiri secara swadaya dan swadana. Delegasi Indonesia yang
hadir disana didorong oleh keyakinan bahwa acara bersejarah ini sangat penting
untuk mewarnai iman pelayanan mereka masing-masing. Dan mereka percaya
bahwa dampak yang mereka alami akan dapat mereka tularkan bagi masyarakat
dan jemaat yang mereka layani. Karena hal ini adalah suatu peristiwa besar
dan capaian pelayanan yang luar biasa dari sejarah GSJA dunia dalam jangka
waktu 100 tahun. Di dalam 28 orang delegasi tersebut termasuk Ketua Umum
GSJA di Indonesia, Pdt. I. Kaihatu dan istri, juga penulis dan istri. Hal yang
juga membanggakan adalah dengan turut hadir di dalam perayaan ini seorang
Presiden. Yaitu Presiden Republik Ghana – John Dramani Mahama. Beliau adalah
Pelayan Injil GSJA Ghana
yang aktif dalam pelayanan.
Rev. Dr. George O. Wood, Ketua Umum GSJA Amerika Serikat menulis: “Kalau
Acara diawali dengan Global
Church Planting Summit dan
Celebration Service pada hari
Selasa, 5 Agustus jam 19.00
– 21.00 waktu setempat,
dengan menampilkan pemb i c a r a : R e v. D r. D a v i d
Mo h a n – Ke tu a Um u m
Presiden Ghana & George Wood
GSJA India. Dan kemudian
pada hari berikutnya Rev. Rey Calusay – Ketua Umum GSJA Filipina, tampil
berbicara dari perspektif seorang perintis (Church Planter). Perayaan seabad
GSJA dunia ini benar-benar bisa mempersatukan wakil-wakil GSJA dunia
di satu tempat bersejarah dari lahir dan berkembangnya GSJA yaitu tanah
Amerika Serikat. Perayaan ini serasa membakar peserta untuk dipenuhi dengan
kerinduaan terus melayani dunia untuk dimenangkan bagi Tuhan Yesus Kristus.
Seluruh acara dipusatkan di dua tempat yaitu: Gereja Central Assembly of God
di Boonville Avenue, 1301 North, Springfield, Missouri dan JQH Arena di John
Q. Hammons Parkway, 685 South, Springfield, Missouri.
7
8
Celebration 100 tahun
............
Rev. David Mohan berbicara mengenai Matius 16:18 dan langsung mengingatkan peserta bahwa: “Segera setelah gereja didirikan atau ditanam/dibuka,
maka sesegera itu pula iblis akan mengadakan perlawanan!” Itu sebabnya gereja
harus didirikan dengan 3 hal yang sangat esensial, yaitu yang pertama: harus ada
wahyu dari Tuhan! Dimana wahyu itu adalah; Yesus Kristus adalah anak Allah
yang hidup. Dan gereja harus memberitakan ini. Yang kedua, doa. Akan ada
perlawanan, dan kesukaran! Karena pintu neraka akan terbuka, namun Alkitab
mengatakan bahwa pintu neraka tidak akan pernah mengalahkan gereja! Itu
sebabnya gereja perlu berdoa. Dan melakukan doa peperangan rohani. Dan setelah
itu gereja akan menghantar orang ke pintu sorga, bukan pintu neraka. Gereja
layaknya dibangun diatas fondasi doa. Kalau di gereja ada doa yang kuat, maka
gereja akan hidup sebagai organisme yang hidup. Ketiga, gereja harus dibangun
dengan kuasa Roh Kudus. Dan mereka yang terlibat di dalam perintisan gereja
tersebut, perlu juga memiliki roh kerendah-hatian untuk mendengar suara Tuhan
(KPR 16:6-7). Dengan Kuasa Roh Kudus kita akan banyak menanam gerejagereja baru. Gereja harus ditanam dengan benar! Tuhan ingin membangun para
pekerja/pelayan, bukan para supervisor. Kita harus memiliki kompetensi yang
berasal dari Tuhan. Kita harus menjadi “co-worker” (teman sekerja) Allah. Kita
harus sederhana seperti Yesus, dan berjalan seperti Yesus (melakukan apa yang
Yesus lakukan).
Rev. Rey Calusay, bukan saja seorang Ketua Umum GSJA Filipina, tapi dia
seorang perintis gereja sejati. Pada 29 tahun yang lalu beliau bersama istrinya
Senida, memulai suatu ide gerakan misi di gereja mereka - First Assembly - di
kota Roxas, di Filipina Tengah. Ide gerakan misi ini diberi nama gerakan S.O.S
– Summer of Service (Pelayanan di Musim Panas). Dalam 29 tahun melalui
kuasa Roh Kudus dan metode penginjilan ini telah ditanam/dibuka 900 gereja
di kota Roxas dan sekitarnya dan diseluruh Filipina. Gerakan misi ini adalah
gerakan yang didorong oleh keterlibatan kaum awam. Pada saat Rev. Rey Calusay
berbicara, kata-kata pertama yang dikeluarkan di depan ribuan peserta Global
Church Planting Summit, adalah: “Church of Jesus is non-stopable!” (Gereja
Yesus tidak akan pernah dapat dihentikan). Dalam perspektif Rev. Rey, saat
mengartikan Amanat Agung, maka artinya gereja harus memiliki mobilitas
(Church to be mobiled). Amanat Agung tidak lain daripada membawa Firman
Tuhan dan memuridkan dan mengindikasikan teritorinya bergerak dari mulai
“Jerusalem, Yudea, Samaria, bahkan sampai ke ujung dunia”. Gereja harus tidak
menetap hanya di satu tempat, tapi harus terus bergerak. Berikutnya Amanat
Agung juga merupakan amanat untuk penaklukan! Sehingga hal ini akan
membantu para perintis untuk sadar bahwa keterlibatan gereja adalah untuk
terlibat dalam peperangan rohani! Iblis menguasai dunia, waktu Yesus datang, ia
katakan: “Bertobatlah! Kerajaan Sorga sedang menyerbu, Kerajaan Sorga hadir,
9
............
dimulai dari pusat kesibukan dan hal-hal besar di Yerusalem (bukan dari tempat
yang tidak penting, kata Rey), terus ke Yudea, lalu Samaria bahkan sampai ke
ujung dunia.” Gereja tidak dimaksudkan untuk bertahan hanya disatu lokasi
pusat, tetapi dari lokasi pusat itu harus terus berkembang ke berbagai arah,
demikian ungkap Rev. Rey Calusay.
Selanjutnya Rev. Rey memaparkan, di akhir tahun 1980 GSJA dunia
menginisiasikan “Dekade Penuaian”, dan di Filipina mereka juga menginisiasikan
hal semacam itu dikalangan gereja-gereja evangelical. Mereka menyebutnya
sebagai “The dawn 2000” (Pagi buta tahun 2000). Mereka memiliki visi bahwa
pada tahun 2000 ada 58.000 gereja baru di seluruh Filipina, dengan ide dasar:
bahwa akan ada 1 gereja untuk setiap 1000 warga. Pada saat itu GSJA di Filipina
dikenal sebagai denominasi terkecil dari kelompok gereja-gereja evangelical,
dengan anggota 790 gereja saja. Tetapi pada akhir tahun 2000, GSJA Filipina
adalah merupakan gereja terbesar dari kalangan gereja-gereja evangelical, dan
dikenal sebagai gereja yang memiliki perkembangan terpesat di seluruh Filipina,
dengan tingkat pertumbuhan pertahun sebesar 12%. Oleh PCEC (The Philippines
Council of Evangelical Churches – Konsul Gereja-gereja Evangelical Filipina),
dikatakan pertumbuhan GSJA itu terjadi dalam dua dekade yang penuh dengan
penginjilan/penanaman gereja baru. Rev Rey lebih lanjut mengungkapkan bahwa
hal tersebut bisa terjadi pada saat gereja memobilisasi kaum awam di gereja untuk
terlibat dalam pekerjaan misi merintis dan menanam gereja-gereja baru. Kaum
awam seringkali dianggap oleh sebagian gereja sebagai aset yang tidak terlalu
bermanfaat. Yang dimaksud dengan hal tersebut adalah mereka yang termasuk:
jemaat miskin, mereka yang cacat, kaum gay dan banci, tuna wisma, dan lainlain. Mereka seringkali dipandang sebelah mata, dan tidak dilibatkan. Padahal
kalau mereka turut terlibat, maka mereka akan menjadi orang-orang yang effektif
untuk menjangkau masyarakat yang memiliki kekurangan-kekurangan seperti
mereka. Gereja perlu memanfaatkan kemauan mereka untuk terlibat dalam
menjalankan Amanat Agung sambil mempersiapkan mereka dalam pelatihanpelatihan yang tepat dan mengandalkan Kuasa Roh Kudus untuk menaklukan
dunia. Itulah yang dikerjakan Rev Rey Calusay dengan metode penanaman gereja
baru melaui S.O.S – merekrut kaum awam, dimotivasi dan dilatih dan diutus
melakukan penginjilan pada liburan musim panas. Dan hasilnya 900 gereja baru
telah dibuka selama 29 tahun bekerja di ladang Tuhan.
Beberapa pembicara lain juga memaparkan bagaimana Tuhan telah bekerja
melaui GSJA di negara mereka masing-masing sama luar biasanya dengan Tuhan
bekerja di Filipina. Salah satunya adalah Rev. Barnabas Mtokambali, Ketua
Umum GSJA Tanzania, Afrika. Sejak tahun 1983 beliau menanam/merintis
gereja Bethel Revival Temple. Gereja beliau adalah gereja yang missioner yang
10
............
akhirnya bisa membuka 240 gereja lainnya sebagai gereja cabang dari gerejanya.
Pada tahun 2008 beliau diangkat menjadi Ketua Umum GSJA Tanzania. Dan
segera setelah itu beliau mengajak seluruh pimpinan BPP GSJA Tanzania dan
para direktur misinya untuk melakukan doa dan puasa selama 16 hari non-stop
berdoa dan mencari hadirat Tuhan. Hasilnya adalah suatu “10 tahun Startegic
Planning” untuk merintis 10.000 gereja GSJA di Tanzania. Pada tahun 2008 GSJA
Tanzania memiliki 2.314 gereja, dan pada akhir tahun 2013, GSJA Tanzania
memiliki 6.810 gereja, dalam 5 tahun mereka telah merintis gereja baru sebanyak
4.496 gereja.
Yang luar biasa dari kegerakan misi GSJA Tanzania dan kepemimpinan yang
taat berdoa-puasa sebagai awal dari masa kepemimpinannya tersebut, adalah
bagaimana bisa kepemimpinan ini membawa seluruh gereja-gereja di Tanzania
untuk menjadi gereja yang misioner dan bersama-sama secara kompak mewujudkan Amanat Agung Tuhan.
Ada 4 langkah strategis yang mereka lakukan, yaitu: Pertama Berdoa-puasa,
Kedua: Analisa secara kritis, Ketiga: Konsultasi dimana di dalamnya ada 7 langkah kunci yang tidak boleh ditawar, dan ke-empat: Diterima/diikut-sertakan
(Acceptance) dimana di dalam penjabaran butir ini, ada 6 langkah untuk memobilisasi seluruh gereja lokal untuk terlibat. (Catatan: semua butir-butir secara
detail ada di kepustakaan redaksi).
Springfield, adalah kota kecil dari negara bagian Missouri di Amerika Serikat.
Meskipun demikian Springfield adalah kota terbesar ke tiga dari negara bagian Missouri tersebut. Pada saat Perayaan Hari Jadi 100 tahun GSJA dunia diselenggarakan suhu udara disana berkisar antara 16° - 30° Celcius, cukup nikmat untuk orang Indonesia, dan kebanyakan peserta. Menurut sensus tahun
2010 penduduknya berjumlah 159.498 orang (1.6% dari penduduk kota Jakarta), dan itupun sudah naik 5.2% dibandingkan tahun 2000. Luas areanya: 213.2
km2 (bandingkan: Jakarta 650 km2). Perbedaan waktu dengan Jakarta adalah
12 jam di belakang waktu Jakarta. Meskipun merupakan kota kecil, tetapi perayaan hari jadi GSJA ke 100 tahun disana terasa cocok. Seluruh peserta tersebar di beberapa Hotel, Motel dan Iin dibagian Utara, Tengah dan Selatan kota.
Sementar lokasi tempat acara yaitu Gereja Central Assembly of God dan JQH
Arena berada kurang lebih ditengah-tengah antara tempat para peserta tinggal.
Sehingga hal itu memudahkan peserta untuk mencapai tempat tujuan. Ditambah
lagi panitia menyediakan Shuttle bus yang cukup banyak yang selalu siap mengantar-jemput setiap peserta dari berbagai lokasi. Sebagian peserta ada pula yang
menyewa mobil, dan cukup banyak juga yang hanya berjalan kaki untuk pulang
dan pergi ke lokasi acara. Karena kota tersebut kecil, seringkali kita bisa melihat
11
............
peserta dengan tanda pengenal (badge) acara ada diseluruh penjuru kota pada
saat waktu-waktu istirahat. Kami bisa bertemu mereka di Wallmart, di pompa
bensin, di restauran-restauran, di mall, di toko buku, bahkan kami bisa melihat
mereka yang sedang berjalan-jalan di beberapa lokasi kota. Namun demikian secara keseluruhan semua peserta merasa bahagia dan mendapat banyak berkat
menghadiri acara tersebut. Terlihat sekali bahwa panitia bekerja dengan keras
dan profesional, kami melihat betapa banyak jemaat-jemaat gereja lokal terlibat
sebagai tenaga sukarela yang begitu ramah menolong peserta. Mereka bahkan
menolong dengan keramahan yang tinggi sejak dari tempat-tempat parkir mobil
sampai dengan seluruh pelosok tempat penyelenggaraan. Adalah menyenangkan
mendapat kesempatan untuk juga bisa berkenalan dan ngobrol dengan sesama
Pelayan Injil dari berbagai negara. Kami saling bertukar kesaksian dan saling
mendoakan satu dengan lainnya.
Assemblies of God memindahkan kantor pusatnya ke kota Springfield, Missouri
pada tahun 1918. Pada waktu itu terdaftar mereka memiliki sekitar lebih dari
500 orang Pastor/Pelayan Injil, dan 91 orang misionaris. Saat ini kantor pusat
Assemblies of God berdiri megah dan besar menempati 1 blok dari Boonville
Avenue, 1445 North. Kantor ini disebut sebagai “National Office” dan juga sering
disebut sebagai “National Leadership and Resources Center”. Namun dikalangan
para PI GSJA dunia, dengan gurauan kantor ini sering juga disebut “Mekah-nya
GSJA”. Karena banyak juga orang datang berkunjung dalam rangka kunjungan
rohani, seperti misalnya menghadiri acara “School of Mission” – sebuah acara
yang diselenggarakan untuk seluruh missionaris, agar mereka dapat menyamakan visi pelayanan, berdoa, merencanakan pekerjaan Tuhan dan mengisi kerohanian mereka dengan mencari Kehendak Tuhan bersama, sebelum pada akhirnya
mereka kembali lagi ke ladang pelayanan di berbagai negara. Pada saat penulis
pertama kali mengunjungi kantor ini di tahun 2005 dalam rangka kunjungan
misi bersama Ketua Umum GSJA Indonesia (pada waktu itu penulis sebagai Direktur Misi Nasional GSJA untuk Indonesia Timur), kantor ini masih di dominasi dengan warna biru cerah, oleh karenanya orang sering menyebut juga sebagai “Blue Meccah of AoG” (Mekah Biru-nya GSJA), namun saat ini warna kantor
tersebut telah dirubah dengan dominasi warna abu-abu muda. Gedung kantor itu
kelihatan bersih, gagah dan sangat representatif. Hampir semua peserta perayaan
100 Tahun Assemblies of God merasa bangga dan beruntung dapat mampir dan
mengadakan tour ke kantor yang bersejarah ini. Sebagian peserta bahkan diberi
kesempatan untuk duduk di kursi meja kerja-nya Ketua Umum GSJA Amerika
Serikat, Rev. Dr. George O. Wood.
Selain Kantor Nasional GSJA, di Springfield ini terdapat juga kantor dari Gospel
Publishing House (Percetakan) milik GSJA yang mencetak banyak sekali buku12
............
buku Kristen yang berkualitas. Juga ada Evangel University (Universitas dan
Lembaga pendidikan milik GSJA Amerika Serikat), dan Global University (Universitas dan Lembaga pendidikan koresponden milik GSJA Amerika Serikat).
Seluruh lembaga tersebut turut memeriahkan perayaan 100 tahun GSJA ini baik
sebagai sponsor salah satu acara, atau mengikuti pameran dalam eksibisi yang
diselenggarakan sepanjang hari. Pada eksibisi tersebut peserta dapat berinteraksi
dengan mereka untuk mendapatkan informasi dan sekaligus membangun jejaring pelayanan.
Sementara di pagi hingga siang hari peserta diperkaya dan dibakar dalam semangat pelayanan pada Global Church Planting Summit dengan pembicara seperti
Dr. Mohan dan Rev. Rey Calusay, ada lagi berbagai pembicara yang luar biasa
pada Devotional & Early Morning Session, Late Morning & Evening Session seperti: Yong Mok Cho (Korea Selatan), Juan Carlos Escobar (Spanyol), Edward A.
Grabovenko (Rusia), Lazarus Chakwera (Malawi), Ivan Satyavrata (India), John
Lindall (USA), Wilfredo de Jesus (USA), Jules V. Jules (Iraq), Jose Wellington
(Brazil) dan banyak lagi.
Berbagai topik dari apa yang dikatakan oleh para pembicara benar-benar memberi pencerahan seluruh peserta, dan sangat terasa setiap kali mereka berbicara,
kuasa Roh Kudus bekerja di dalamnya menyentuh dan mendorong peserta untuk
lebih dipakai Tuhan dalam melayani dunia.
Rev. Mark Batterson, Lead Pastor National Community Church, Washington DC
mengatakan: “When you pray to God regularly, irregular things will happen.” (Saat
kita biasa berdoa dengan teratur, hal-hal luar biasa akan terjadi). Selanjutnya dia
mengatakan: “Tetaplah engkau mencari Tuhan hari lepas-hari, suatu hari Tuhan
akan hadir.” Pada saat Tuhan hadir, bersiaplah juga untuk mendengar teguran
Tuhan. Tuhan mengingatkan bahwa kita harus menjadi “Garam & Terang Dunia”. Pada saat makanan tawar, tidak ada gunanya mengutuki makanan itu, tetapi
sebaiknya yang harus ditanya: “Dimana garamnya?” Pada saat gelap pekat, tidak
ada gunanya mengutuki kegelapannya, tetapi yang harus ditanya: “Tolong bisa
nayalakan lampunya tidak?” Pada saat korupsi merajalela, dan keadilan tidak
ada di masyarakat, tidak ada gunanya mengutuki masyarakat dan pemerintah.
Yang harus ditanya: “Apa yang terjadi dengan pembawa Garam?”. “Dimana Lilin Emas yang akan menerangi dunia, dimana orang-orang pilihan “Tahun Rahmat” Tuhan berada?” Demikian kata DR. Ivan Satyavrata, AG Kalkuta, India,
yang mengingatkan gereja Tuhan untuk bertindak mengalahkan kegelapan dan
kemiskinan serta penderitaan umat manusia.
13
............
Demikian juga Pastor Wilfredo “Choco” De Jesus, Senior Pastor dari gereja
New Life Covenant, Chicago yang dijuluki sebagai salah satu dari 100 orang
paling berpengaruh di dunia tahun 2013 versi majalah Time. Ia mengingatkan
bahwa gereja harus hadir ditengah-tengah masyarakat. Karena saat ini kita hidup
di sistem yang rusak. Yang hancur oleh kekerasan dan kesedihan, dan ketidak ada
harapan secara global, kematian, setiap 30 detik ada aborsi, setiap 10 detik ada
anak mati kelaparan karena penyakit, rata-rata orang bunuh diri setiap 40 detik,
ketidakadilan yang besar, 80% orang di dunia hidup dengan kurang dari 10 dolar
sehari, lebih dari 1 miliar orang buta huruf, 1 dari 3 orang tidak memiliki akses
ke air bersih, peperangan terjadi dengan dasyat, 270 juta orang terbunuh; dalam
kurun waktu 100 tahun terakhir lebih banyak orang Kristen dibunuh dibandingkan dengan seluruh sejarah kehidupan manusia, lebih dari 1 juta orang Kristen
telah dibunuh sejak tahun 2000, itu artinya seseorang dibunuh setiap 5 menit;
karena iman percaya mereka kepada Yesus Kristus. Kita hidup ditengah-tengah
klutur dimana semua orang memiliki hak! Mereka juga suka mengatakan bahwa mereka punya hak untuk hidup sesuka mereka sendiri. Lalu apa yang harus
kita kerjakan? Sederhana, kata pastor Choco: “Kita harus mengerjakan apa yang
Yesus kerjakan!” Yesus menghampiri orang yang berbeda dengan dia. Ia datang
ke perempuan Samaria, Ia menghampiri Zakheus, Ia menghampiri orang kusta,
Ia datang ke orang yang kerasukan setan! “Kita harus melakukan yang Yesus
lakukan.” Demikian ujarnya lagi. Kenapa? “Karena dunia juga berhak untuk tahu
tentang Yesus.” Dunia juga berhak untuk tahu tentang Firman Allah. “Gereja
harus berada ditengah-tengah kekosongan dunia!” (#InTheGap). “Church need
to be enggaged, we must fill the gap!” (Gereja harus terlibat, kita harus mengisi
celah kekosongan itu). “We must always filled by the Holy Spirit!” (Kita harus selalu kepenuhan dengan kuasa Roh Kudus). Karena seperti diingatkan oleh Pastor
John Lindell, Lead Pastor John River Church, Springfield, Missouri: “Unless God’s
spirit empowered us, change will not happen!” (kecuali dengan kuasa Tuhan, maka
perubahan tidak akan terjadi).
Kuasa Tuhanlah, dan kerinduan untuk membagikan kasih Kristus bagi mereka
yang belum mengenal keselamatan kekal yang membuat Ann Marie dari Silk
Road Expeditions, bersama dengan suaminya Stan (seorang missionari Amerka
Serikat) dan 2 orang anaknya pada 8 tahun yang lalu pergi dan menenggelamkan
diri ke negara kaum fokus atau disebut juga sebagai negara sensitif. Hal menyedihkan terjadi, pada hampir 2 tahun yang lalu. Ann memberitahu bahwa suaminya yang berumur 51 tahun meninggal setelah mengalami sakit kanker yang mematikan. Suaminya memutuskan untuk dimakamkan di sebuah kampung kecil
di dekat sungai – yang nama sungai itu tertulis di Alkitab, ditempat ia melayani
sebagai misionari. Ia ingin kematiannya berbicara dengan lantang sebagai sebuah
kesaksian bahwa kematian orang benar memiliki harapan. Kejadian ini menjadi
14
............
kejadian yang luar biasa dalam sejarah pengutusan misionaris ke ladang misi
untuk GSJA Amerika Serikat (Kisahnya ditulis dalam buku “Dying Out Loud”).
Pada saat diwawancarai di depan para peserta perayaan 100 tahun GSJA ini, saat
ditanya motivasi apa yang membuat Ann pada 8 tahun yang lalu pergi ketempat
yang sama sekali tidak memiliki akses akan Firman Tuhan itu? Ann menjawab:
“Awalnya tidak telalu dipikirkan, sampai saat kami ada di kampung-kampung,
dan kami menyadari bahwa setiap kampung yang kami jangkau, masih ada kampung lain lagi yang ketinggalan perlu dijangkau, baru saat itu terasa motivasi
yang lebih kuat.” Ann bercerita sambil menangis, pada suatu saat di malam hari
pada saat semua lampu menara tempat masyarakat kampung tersebut beribadah menyala, maka saat itu semakin terasa tidak satupun gereja dan orang percaya ada di daerah itu (Ann dan suaminya menyebut malam itu sebagai “Holy
Night”). Mereka makin memiliki motivasi tinggi, karena tanpa dikirimnya lebih
banyak orang percaya ke negara seperti ini, maka tidak akan mungkin mereka
bisa mendengar kabar baik itu. Ann mengatakan: “Kami mau pergi ke tempat
dimana orang tidak ada yang mau pergi kesana, karena mereka memiliki hak
untuk mendengarkan kabar baik.
Yang lebih mengagumkan dari Ann Marie ini adalah pada saat dia sudah melewati masa dukacita-nya, dia kembali lagi ke tempat itu sendiri untuk menyelesaikan waktu pekerjaannya yang tersisa dari suaminya dan dia di sana. Dan
bahkan pada saat ini, saat dia telah menjadi janda, dia tengah mempersiapkan
diri untuk pada musim semi yang akan datang, dia akan berangkat lagi ke negara
itu menjadi misionari. Waktu ditanya, apa yang kini mendorong dia melakukan
itu, bahkan saat dimana dia sudah tidak memiliki suami? Dengan suara tersendat
dan menangis Ann menjawab: “Ada saatnya waktu air mata berubah menjadi
tindakan, saat dimana kita mengangkat pedang dan perisai kita, dan kembali
lagi, dan kita berperang!” Lalu Ann melanjutkan: “Kita tidak akan memerangi
masyarakatnya, kita tidak akan memerangi anak-anak Tuhan (karena mereka
juga anak-anak Tuhan), tetapi kita berperang untuk hak mereka mendengarkan
Kabar Baik.” Selanjutnya dia mengatakan: “Saya akan pergi kepada orang-orang
yang saya cintai, saya pergi untuk Nalgun, untuk Urz, untuk Isak, untuk Arjun,
Rehan, Mardi, Gotin, Halid, Hanifah, saya akan pergi untuk mereka semua.”
Pada saat Ann Marie selesai mengatakan ini sambil menangis, semua peserta
bertepuk tangan. Rev. George Wood, Ketua Umum GSJA Amerka Serikat yang
mewawancarai Ann Marie menutup wawancara dengan memberikan apresiasi
dengan penekanan bahwa kesaksian Ann Marie benar-benar memberi inspirasi
dan kekuatan sekaligus tantangan untuk GSJA tetap melakukan misi kerajaan
Allah dimanapun.
Tangisan Ann Marie adalah tangisan Kristus untuk jiwa-jiwa di seluruh dunia.
15
............
Saat Ann Marie menangis, banyak dari peserta ikut menangis karena merasakan
gejolak (passion) yang sama untuk jiwa-jiwa. Di dalam Perayaan Hari Jadi 100
Tahun GSJA ini masih banyak lagi pembicara yang membawakan kesaksian, suara kenabian dan dorongan dengan dirajut acara pujian dan penyembahan kelas
dunia yang luar biasa. Setiap saat peserta bisa merasakan Roh Kudus dan Hadirat
Tuhan bekerja.
Pada hari Jumat, 8 Agustus 2014 siang hari diantara waktu luang, penulis berhasil mengumpulkan sebagian besar dari 28 orang delegasi Indonesia untuk
berkumpul di aula eksibisi yang sedang tidak dipakai. Disana kami sempat berdiskusi untuk merefleksikan apa yang kami akan perbuatan dalam pelayanan
GSJA Indonesia setelah kami menerima banyak inspirasi dari acara ini. Diskusi
dipimpin oleh Ketua Umum GSJA Indonesia sendiri dan juga dihadiri oleh Koordinator Lapangan dari Badan Urusan Gerejawi (misionaris AGWM untuk Indonesia) Pastor Dave Kenney.
Beberapa temanteman misionaris
untuk Indonesia
s e p e r t i Jammi e
Kemp dan istrinya
Tasha, Chris Duncan, John Taylor, bahkan pak
Terry Pascal dan
istri yang sekarang sudah kembali ke USA ikut
berkumpul berDiskusi delegasi Indonesia
sama dengan kami.
Dari diskusi ini kami sepakat untuk kerja lebih keras lagi di ladang Tuhan. Dan
diskusi akan dilanjutan di Jakarta. Banyak pelajaran dan inspirasi berharga yang
kami dapat dari Perayaan 100 Tahun GSJA, seperti misalnya apa yang dilakukan
oleh teman-teman dari GSJA Tanzania, dan GSJA Filipina. Kami telah membuka
hubungan untuk dapat belajar dan melakukan jejaring dengan mereka dan beberapa delegasi negara lainnya. Kami berdoa Tuhan akan memberi kami “Passion” untuk melayani Indonesia dan membawa kabar baik untuk semua orang.
Kami akan mengukir “Legacy” bersama, dalam rencana Tuhan menyelamatkan
dunia. Dirgahayu 100 tahun Assemblies of God (Gereja Sidang-sidang Jemaat
Allah).
(Penulis: Pdt. Stefano Indra Bramono)
16
............
............
GSJA DKI Jakarta ber-doa
baru-nya, BPP GSJA di Indonesia, Seluruh BPD GSJA di Indonesia, Seluruh PI
GSJA di Indonesia dan DKI Jakarta khusunya, dan Assemblies of God (GSJA
Dunia) dalam 100 Tahun Pelayanannya di dunia 1914-2014.
Tetaplah berdoa (1 Tesalonika 5:17)
Pada tanggal 3-4
September 2014,
GSJA DKI Jakarta kembali berdoa. Kali ini dengan melakukan
Menara Doa, dimana dilakukan
selama 24 jam
non-stop dengan
cara setiap 2 jam
sekali ada sekitar
4 – 8 gereja GSJA
DKI Jakarta berdoa; dan seterusnya demikian sambung-menyambung. Doa dimulai tanggal 3 September 2014,
jam 12.00 siang, diakhiri pada tanggal 4 September jam 12.00 siang. Dilakukan
di ruang Menara Doa dari GSJA CWS Gedung Kenanga. Doa ini dihadiri oleh
193 peserta termasuk 29 orang Gembala Sidang. Lawatan Tuhan dan Roh Kudus benar-benar terasa disini; sementara pujian dan penyembahan dipanjatkan
ditengah pokok-pokok doa syafaat yang ada pada waktu itu. (Baca juga: Kesaksian ibu Monica
Tedjamihardja).
Semua dari kita tahu mengenai DOA, tetapi tidak semua dari kita senang berdoa.
Kalau ungkapan tadi dirasa kurang tepat; silakan ganti dengan: “Semua dari kita
tahu mengenai Doa, tetapi tidak semua dari kita rajin berdoa!” Apapun saja
kualitas kehidupan doa kita, kita semua tahu bahwa doa itu sangat penting untuk
kehidupan kerohanian kita.
Dutch Sheet pengarang buku terkenal, yang menulis buku “Intercessory Prayer”
(Berdoa Syafaat), menulis: “Prayer is not a check request asking for things from
God. It is a deposit slip – a way of depositing God’s character into our bankrupt
souls.” (Doa bukanlah lembar cek untuk meminta beberapa hal dari Tuhan, tetapi
slip deposito – sebagai sebuah jalan untuk mendepositokan karakter Tuhan ke
dalam jiwa-jiwa kita yang bangkrut).
Kami akan tetap
berdoa! Pada
tanggal 20 – 21
Oktober 2014
diadakan lagi
Doa & Puasa di
Pondok Kaluska,
Gadog – Bogor, Jawa Barat.
Retreat Doa & Puasa
Untuk GSJA DKI Jakarta, pentingnya kehidupan doa ini, diakomodir bersama
dalam beberapa acara yang diselenggarakan oleh BPD GSJA DKI Jakarta, seperti:
BPD GSJA DKI Jakarta menyelenggarakan Retreat Doa & Puasa - Mentoring
Next Level Program (Program Mentoring Gereja) di MDC, Gadog – Bogor, Jawa
Barat pada 21-22 Juni 2014. Dimana di dalamnya ada sesi Renungan mengenai
“Kepekaan Mendengar Suara Tuhan” dibawakan oleh: Pdt. Abigail Puteh, dan
sesi berjudul: “Rawat & Sirami Kebun Kehidupan dan Pelayanan Anda Sekarang
- Sebuah Manajemen Kehidupan & Pelayanan” oleh: Pdt. Stefano Indra Bramono.
Pokok-pokok doa yang dipanjatkan adalah untuk: Indonesia & Pemerintahan
17
(SIB –red.)
Menara doa
18
............
Kesaksian: Ibu Monica Tedjamihardja
Pada Menara Doa 3-4 September 2014.
............
Indah sekali pertemuan malam itu! Kalau selama ini kita hanya bersatu secara
fisik dalam pelayanan dan persekutuan, tetapi kali ini kita bersatu secara Roh dan
Jiwa. Kita bisa mendoakan bersama sasaran-sasaran pelayanan secara nasional
dan kita bisa saling mengasihi dan mendukung dalam doa buat sesama gereja
GSJA yang hadir maupun seluruh gereja/kesatuan umat Tuhan, bahkan kita
mendoakan dunia yang telah hancur ini.
Saya sungguh merasa, ternyata kita tidak sendirian lagi karena Kita memiliki
partner doa, kita memiliki kubu doa, dan kita memiliki rally doa. Praise the
Lord! Api Allah ada di sana dan malaikat Tuhan juga menari-nari di sana. Tak
ada yang lebih menyenangkan hati Tuhan selain kita bisa bersekutu bersamaNya
dan menikmati hadiratNya. Biarlah kita senantiasa diberikan kepekaan untuk
mengerti kehendakNya, dan di berikan ketajaman perasaan untuk dapat
melakukan persis apa yang diperintahkan Tuhan. Agar kita senantiasa dapat
menyenangkan hatiNya.
Puji Tuhan!
Ibu Monica berdoa
Pada kebaktian minggu pagi Bapak Gembala saya Pdt. Budi Setiawan,
mengumumkan kalau BPD GSJA DKI Jakarta akan mengadakan Menara Doa
24 jam bersama gereja-gereja GSJA di DKI Jakarta. Doa tersebut akan diadakan
di Menara Doa GSJA CWS Gedung Kenanga. Menara Doa ini dibagi per 2 jam,
dimana setiap jamnya ada 8 gereja GSJA Jakarta yang akan berdoa bersama-sama
selama 24 jam penuh. Gereja kami, GSJA CWS Kelapa Gading mendapatkan
tugas doa dari jam 18.00 – 20.00 WIB, pada hari Rabu tanggal 3 September 2014.
Hati saya sangat senang mendengar hal ini, karena setelah ulang tahun GSJA yang
ke 100 tahun, akhirnya GSJA di Indonesia mempunyai Menara Doa di Jakarta!
Saya bersyukur kepada Tuhan yang setia dan adil. Akhirnya Tuhan merawat kita
juga melalui Menara Doa yang sudah lama kita rindukan.
Saya melihat semua yang hadir di Menara Doa itu sangat antusias dan penuh
semangat. Semua berdoa dengan sungguh-sungguh, memuji dan menyembah
Tuhan dengan luar biasa. Benar-benar saya pribadi merasakan suasana sorgawi
dan Allah sedang melawat kita dengan mencurahkan Roh Doa. Otot-otot doa
kita semua dikuatkan. Kalau para pemimpin bisa menjadi penggerak doa; bisa
di bayangkan pasti akan terjadi kegerakan Allah yang dahsyat di GSJA, setelah
kita menantikanNya selama 100 tahun. Biarlah ini merupakan kerinduan kita
bersama untuk dapat terus dilakukan.
19
Melakukan kehendak Bapa di Sorga dan menyelesaikan pekerjaanNya, hanya
mampu kita lakukan dengan kekuatan doa. Biarlah kita semua tidak lagi hanya
mengandalkan kepandaiannya, pengalaman, harta, dan kekuatan kita pribadi
yang tidak akan ada gunanya untuk pelayanan kita. Biarlah kita semuanya hanya
berpusat kepada Tuhan yang menjadi kekuatan kita. Kita akan menuju era GSJA
yang baru. Memiliki hati seperti Daud yang sangat menomor satu kan Tuhan dan
bisa berkenan di hatiNya.
Saya mewakili Departemen Doa Nasional GSJA, dan mewakili diri sendiri yang
senang berdoa; karena selalu mendapat berkat Tuhan dari waktu-waktu berdoa,
sangat berterima kasih kepada Bp. Pdt Jusak Ruslim selaku ketua BPD GSJA DKI
Jakarta yang telah memprakarsai dibangunnya Menara Doa di Jakarta sehingga
dapat mem-fasilitasi kerinduan hati para pendoa dan bisa melibatkan peran aktif
seluruh gereja GSJA di DKI Jakarta. Sukses selalu dalam pilot projekNya Tuhan
dan di dalam membangun Menara Doa.
Doa saya biarlah para pemimpin-pemimpin GSJA bisa menjadi teladan kesatuan,
ada roh unity. Sehingga dapat menjadi contoh kesatuan buat para jemaat di
gerejanya. Dan Roh Doa juga melandas seluruh jemaat gereja GSJA Indonesia
pada khususnya dan seluruh gereja Tuhan pada umumnya.
Lukas 18 : 1 Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk
menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu.
Amin.
(Monica Tedjamihardja)
20
............
Merayakan Masa Adven di Gereja GSJA
oleh Pdp. Oyan Simatupang, MDiv
Bio: Pdp. Oyan Simatupang adalah suami dari PI. Arlene
Simatupang dan ayah dari dua orang putri, Tedra (8thn)
dan Katriel (4thn). Penulis adalah anggota tim pastoral
dari GSJA IES Central di Plaza UOB. Selain berkhotbah di
kebaktian umum, tanggung jawab utama penulis adalah
memimpin kebaktian “alternatif ” yang dikenal dengan
sebutan Midweek dan berlangsung setiap Selasa malam.
Sebelum menjadi pelayan penuh-waktu Pdp. Oyan
bekerja di dunia profesional selama lima belas tahun.
Penulis mengenyam pendidikan teologinya di Regent
College di Vancouver, Kanada. Saat ini penulis sedang
menyelesaikan proses aplikasi program PhD di Regent University di Virginia, USA
(tidak berhubungan dengan Regent College) dan dengan seijin Tuhan akan melakukan
penelitian di bidang Teologi Kegerejaan Pentakosta (Pentecostal Ecclesiology).
............
Di gereja kami, IES Central, tahun 2014 ini adalah tahun keempat dimana kami
sudah memasukan perayaan Masa Adven kedalam kalender gereja kami. Tahun
ini juga merupakan tahun pertama dimana kami memasukan minggu pra-paskah
kedalam kalender gereja. Dan perayaan-perayaan tersebut telah menjadi sesuatu
yang memberikan makna yang sangat dalam yang memberkati jemaat kami. Hal
inilah yang akan menjadi tesis artikel ini: artikel ini ingin mengemukakan bahwa
penggalian kembali tradisi-tradisi gerejawi seperti Adven (dan juga masa pra-Paskah)
di gereja-gereja pentakosta akan sangat membantu meningkatkan kualitas kehidupan
kerohanian warga gereja secara korporat maupun pribadi.
Alur dari artikel ini adalah sebagai berikut: Pertama dimulai dengan penjelaskan
singkat apakah yang melatar-belakangi Masa Adven itu. Lalu kedua dengan
memberikan pendalaman teologis singkat akan latar belakang tersebut. Kedua
paparan tersebut kemudian dilanjutkan dengan bagian ketiga yang adalah bagian
utama artikel ini, yang bermaksud untuk mempertegas tesis artikel ini, yaitu mengapa
perayaan tradisi gereja ini bisa meningkatkan kualitas kehidupan spiritualitas gereja.
Sebagai penutup artikel ini akan diakhiri dengan ide-ide tema yang bisa dimasukan
dan diimplementasikan kedalam tatanan liturgi gereja di linkungan GSJA. Mari kita
mulai dengan pemaparan latar belakang perayaan Adven.
Prakata
Latar belakang perayaan Adven
Di dalam kalender gerejawi, empat minggu sebelum hari Natal dikenal sebagai
minggu-minggu Adven atau Masa Adven. Di tahun 2014 ini minggu Adven pertama
akan jatuh pada tanggal 30 Nopember, dan minggu Adven keempat dan terakhir
jatuh pada tanggal 21 Desember.
Adven adalah sebuah kata yang datang dari bahasa Latin, adventus, yang artinya
”datang” atau “kedatangan.” Masa Adven adalah masa dimana gereja dengan sengaja
memilih untuk masuk kedalam sebuah postur menunggu dalam dua hal: Pertama,
menunggu dengan cara memilih untuk kembali masuk ke dalam suasana sebelum
Natal pertama, dimana bersama dengan umat Tuhan jaman dahulu gereja menunggu
kedatangan “Dia Yang Dijanjikan.” Kedua, memilih masuk kepada suasana penuh
penantian menyongsong kedatangan “Dia Yang Dimuliakan,” yang datang untuk
menggenapi apa yang dia janjikan dan dia mulai pada saat “adven” yang pertama.
Oleh karena itu bagi umat Tuhan, tujuan Masa Adven adalah untuk mempertajam
dan menggaris-bawahi dua cakrawala yang mendefinisikan kehidupan umat dalam
Kristus: pertama, hidup yang dikaitkan dengan kedatangannya yang pertama dimana
dia hidup sebagai salah satu dari kita, kedatangannya untuk mentahirkan kita dan
mengajar kita hidup dalam “shalom,” untuk disalib untuk dosa kita dan mengalahkan
iblis dan maut; dan yang dikaitkan dengan kedatangannya yang kedua ketika dia
akan memperbaharui segala sesuatunya, dan “akan menghapus segala air mata dari
mata mereka.” (Wah 7:17)
Merayakan Masa Adven mungkin bukan sesuatu yang lumrah di gereja-gereja
pentakosta seperti kita karena secara historis tradisi eklesiologis kita, kecuali untuk
peristiwa Natal dan Paskah, tidak terlalu mengikuti atau menuruti urutan-urutan
peristiwa yang ada dalam kalender gerejawi. Sistem eklesiologi pentakosta yang bisa
dikatakan “longgar” memberi kecenderungan kalender gereja pentakosta bisa lebih
mengikut pada urutan peristiwa sekular (Mother’s Day, Father’s Day, dsb) sampai
bahkan bisa membuat peristiwa hari turunnya Roh Kudus itu sendiri pun terkadang
terlewatkan didalam tatanan kalender gereja - paling tidak seperti yang penulis alami
ketika sempat bermukim di luar negeri.
Namun belakangan ini di kalangan gereja-gereja pentakosta di mancanegara
memasukan peristiwa Masa Adven, dan sepertinya juga minggu pra-Paskah, mulai
menjadi sesuatu yang populer. Perayaan Masa Adven menjadi suatu tradisi kekristenan
yang kembali digali untuk diikuti dan dirayakan. Namun yang membuatnya menarik
adalah tradisi-tradisi lama gerejawi yang digali kembali ini dirayakan semangat
pembaharuan yang merupakan ciri khas gereja dan pergerakan pentakosta.
21
Agustinus seorang bapa Gereja yang hidup di abad keempat pernah berkata
demikian, “Kedatangan Kristus, Anak Allah yang adalah Allah kita pertama kali
22
............
............
ada dalam ketersembunyian. Kedatangannya yang kedua akan dalam kejelasan yang
terlihat oleh seluruh dunia. Ketika ia datang dalam ketersembunyian tidak ada yang
mengenalinya kecuali hamba-hambanya sendiri; ketika dia datang dengan terbuka
dalam kejelasan ia akan dikenal oleh orang baik maupun yang jahat. Ketika ia datang
dalam ketersembunyian ia datang dihakimi; ketika ia datang dalam kejelasan ia akan
datang sebagai yang menghakimi.”
yang sama di sisi lain orang itu juga hidup dengan kehausan mencari kekuasaan,
kesuksesan dan kekayaan untuk diri sendiri maka, sama dengan Israel, ibadah orang
tersebut adalah ibadah yang mati. Itulah sebabnya mengapa masa penantian yang ada
dalam pertobatan selalu dibutuhkan oleh orang beriman.
Berkaitan dengan apa yang Agustinus katakan, dalam masa Adven umat Tuhan
diajak untuk masuk kedalam perayaan awal dan akhir kemenangan Kristus atas
kuasa kegelapan, perayaan yang dibarengi dengan seruan umat kepada Tuhan untuk
juga menggenapi kemenangan itu dalam hidup umat Allah. Itulah inti pesan yang
disampaikan Nabi Yesaya: Juruselamat yang datang, bukan hanya datang bagi umat
Israel, tetapi bagi seluruh dunia dan segala isinya. Hal inilah yang ditekankan oleh
Yohanes Pembaptis dan Maria yang menghampiri umat Allah dengan ajakan untuk
menantikan sang Anak yang akan menggenapi pengharapan eskatologis, yaitu
penebusan segala sesuatunya.
Setelah paparan latar belakang teologis tersebut kini tiba saatnya kita masuk dalam
paparan praktis. Di bagian inilah tesis artikel ini akan lebih diperjelas. Hal ini akan
dilakukan dengan mencoba menjawab sebuah pertanyaan: mengapa perayaan tradisi
gereja ini bisa meningkatkan kualitas kehidupan spiritualitas gereja? Jawabannya
ada dua: Yang pertama, tidak dapat dipungkiri bahwa kita hidup di alam yang
semakin lama semakin komersil. Hampir seluruh aspek kehidupan kita dikepung
dan diselimuti dengan hal-hal komersil. Saya teringat ketika saya masih remaja
sekitar tigapuluh-tahunan yang lalu, jika saya memasuki sebuah pusat perbelanjaan,
mendengarkan musik Natal di pusat perbelanjaan tersebut adalah sesuatu yang
menyenangkan; saya yakin banyak dari para pembaca yang berpengalaman sama. Ini
disebabkan karena hal tersebut bagi seseorang yang hidup di negara yang mayoritas
bukan beragama Kristen adalah sesuatu yang cukup istimewa. Namun keadaannya
mungkin cukup berbeda sekarang. Saat ini memasuki sebuah pusat perbelanjaan dan
mendengar alunan musik Natal bukanlah lagi sesuatu yang istimewa walaupun tentu
masih merupakan hal yang menyenangkan. Namun jika kita cermati lebih seksama,
tidak bisa dipungkiri bahwa suasana “Natal” di pusat perbelanjaan tersebut, dengan
lagu-lagu “Natal” seperti Rudolph the Red-Nosed Reindeer, Santa Claus is Coming to
Town dan Frosty the Snowman, sangat jauh dari suasana makna Natal sesungguhnya.
Suasana tersebut bahkan bisa disebut sebagai Natal semu, yang sarat dengan halhal yang berbau komersil, karena tujuan dari suasana tersebut adalah bagaimana
meningkatkan penjualan pada musim tersebut: penjualan barang-barang yang
akan diberikan sebagai hadiah natal kepada yang kita kasihi, penjualan penawaran
“Christmas buffet” pada hotel-hotel berbintang atau “Christmas hamper” di toko-toko
kue. Semua itu tentu baik-baik saja, tetapi jika hal ini yang menjadi dominan maka
akan sangat berbeda dengan makna perayaan Natal sesungguhnya yaitu perayaan
lahirnya seorang Raja yang datang dalam suasana yang sangat penuh dengan
kesederhanaan.
Pemaparan Teologis
Yang menjadi dasar teologis mengapa bapa-bapa gereja merasa Masa Adven adalah
masa yang penting untuk dirayakan didasarkan pada nubuatan yang disampaikan
Yesaya kepada bangsa Israel. Pada saat Yesaya bernubuat, bangsa Israel ada dalam
keadaan menyedihkan. Kehidupan mereka baik dalam berumah-tangga, berbangsa
dan bermasyarakat sedang berada dibawah sebuah ancaman yang datang dari suatu
kondisi politik yang bisa menghancurkan mereka. Selain itu kondisi spiritual mereka
saat itu pun berada pada suatu titik yang begitu memprihatinkan sehingga jika bangsa
mereka dihancurkan maka kehidupan kerohanian mereka tidak bisa lagi menjadi
penopang terhadap apa yang akan mereka alami. Lalu datanglah Yesaya menantang
mereka untuk masuk kedalam sikap pertobatan. Dan dalam ajakan pertobatan itu
Yesaya juga mengajak mereka untuk mengambil sikap atau postur menanti dan
berharap bahwa Tuhan akan memenuhi janjiNya untuk mengirim sang Juruselamat.
Apa yang menjadi inti ajakan Yesaya adalah supaya bangsa Israel masuk kedalam
suatu masa penantian (“adven”). Keadaan pertobatan dalam penantian inilah yang
Allah inginkan dari bangsa Israel karena dalam postur pertobatan dan kesiapan
dalam menanti perkara Allah inilah maka bangsa Israel bisa masuk kedalam suatu
pengalaman rohani dimana Allah bisa menghampiri mereka.
Pemaparan Praktis
Postur seperti inilah yang juga dibutuhkan dalam kehidupan kerohanian seorang
pengikut Kristus. Kehidupan rohani yang sejati dari seorang pengikut Kristus
adalah kehidupan yang merayakan realitas Imanuel – Allah beserta dengan kita, dan
realitas bahwa Allah jugalah yang berkerja dalam kita untuk menghidupkan hasrat
untuk melayani. Jika seseorang menjalani satu sisi kehidupannya dengan beribadah,
mendengar Firman, bernyanyi dan menerima perjamuan kudus namun pada saat
Merayakan Masa Adven adalah antidote, atau obat penawar bagi penekanan komersil
yang berlebihan tersebut. Seorang teolog Pentakosta bernama Steven Jack Land
dalam bukunya “Pentecostal Spirituality” (Kerohanian Pentakosta) memberi subjudul yang tepat bagi bukunya: “Passion for the Kingdom.” Kerohanian Pentakosta
dilandasi suatu hasrat, gairah atau keinginan besar (passion) akan Kerajaan Allah.
Dan di salah satu bab dalam buku tersebut Land mengatakan bahwa salah satu
passion tersebut dilakukan dengan cara berpartisipasi dalam ceritera besar Tuhan,
God’s grand narative, dengan cara tinggal dalam Firman Tuhan, abide in the Word
23
24
............
(hal. 66). Dan di Masa Adven inilah kita bisa mengambil waktu secara khusus sengaja
tinggal dalam Firman Tuhan dengan cara mengingat bahwa ketika Tuhan kita datang
dia datang dengan kemiskinan dan kelemah-lembutan sehingga kita juga dibentuk
menjadi orang-orang yang miskin di hadapan Allah yang penuh kelemah-lembutan
(Mat 5).
Mungkin banyak dari pembaca bertanya atau berpikir, “mengapa kita harus
mengambil sesuatu yang berbau liturgis sedangkan gereja pentakosta bukanlah
gereja liturgis?” Pertanyaan sah tersebut saya rasa bisa dijawab dengan sekaligus
memberikan jawaban yang kedua kepada pertanyaan utama kita “mengapa perayaan
tradisi gereja ini bisa meningkatkan kualitas kehidupan spiritualitas gereja?”
Jawabannya adalah demikian: Gereja pentakosta adalah gerakan yang menekankan
pengalaman rohani dalam beribadah – ibadah yang disebut dengan sebutan experiential
worship. Ibadah yang menekankan sebuah pengalaman rohani (experiential worship)
bukanlah ibadah yang terpatri mutlak pada suatu bentuk tertentu, namun adalah
ibadah yang mengutamakan perjumpaan umat dengan Tuhannya melalui dan
menggunakan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan dari umat Tuhan tersebut
(Mar 12:30). Disinilah saya rasa perayaan Adven bisa membantu umat melakukan
hal tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa apapun bentuknya, semua gereja adalah
gereja yang liturgis. Perkataan yang menyatakan bahwa “liturgi tidak menarik buat
orang kontemporer” datang dari kesalah-pahaman dari arti kata liturgi itu sendiri.
Liturgi atau leitourgia artinya sebenarnya adalah “pekerjaan umat.” Dan karena di
hampir semua gereja, terutama gereja protestan dimana di dalamnya termasuk kita
orang-orang pentakosta, seluruh umat terlibat dalam bernyanyi, membaca firman
dan berdoa, semua gereja sesungguhnya adalah gereja liturgis menurut arti asli dari
kata tersebut.
Tetapi tidak juga bisa dipungkiri bahwa liturgi apapun bentuknya, ketika menjadi
suatu rutinitas atau business as usual, cenderung bisa menjadi mati. Yang membuat
suatu ibadah hidup, apapun bentuknya, adalah jika ibadah itu dihidupi dengan
semangat pembaharuan yang dipenuhi dengan keinginan untuk berjumpa dengan
Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Dan ketika kita dihadapkan
dengan dua pilihan: apakah empat minggu sebelum Natal akan berjalan rutin seperti
sudah-sudah sehingga kadang suara-suara komersil “Natal” yang semu bisa menjadi
lebih lantang, atau apakah empat minggu tersebut akan diisi oleh suatu yang jemaat
lakukan dengan disengaja (intentional) yang akan membantu umat untuk memaknai
Natal dengan lebih dalam, disinilah merayakan masa Adven bisa membantu
memperkaya kehidupan rohani kita sebagai umat Tuhan.
25
............
Ide-ide untuk merayakan Masa Adven di gereja.
Karena merayakan Masa Adven mungkin masih merupakan sesuatu yang cukup
asing bagi para pembaca, maka artikel ini akan penulis tutup dengan beberapa usulan
bagaimana cara merayakannya dengan baik di gereja lokal pembaca masing-masing.
Yang menjadi dasar semua ini tentunya adalah Firman Tuhan. Oleh karena itu akan
sangat baik jika perayaan Masa Adven dimulai dan didasari dengan satu rangkaian
khotbah. Sebagai contoh, selama empat minggu berturut jemaat bisa melihat
bagaimana umat Allah pada saat Adven pertama bersikap dalam masa penantian.
Nats bisa diambil dari pembukaan dari tiap-tiap Injil, melihat kisah Yusuf, Maria,
Orang Majus, gembala, bahkan Herodes, sebagai bahan refleksi bagaimana mereka
menunggu dan pergumulan apa yang mereka lalui. Dua tahun yang lalu tema Masa
Adven di IES Central adalah nyanyian-nyanyian yang dikumandangkan sebelum
kelahiran Yesus yang ditulis dalam injil Lukas – nyanyian Maria (Luk 1:46-55),
nyanyian Zakharia (Luk 1:67-79), nyanyian Simeon (Luk 2:29-32) dan nyanyian bala
Malaikat (Luk 2:8-14). Menggali nubuatan-nubuatan tentang Yesus di Perjanjian
Lama juga bisa dilakukan untuk mengajak jemaat masuk kedalam suatu sikap
penantian.
Untuk mendukung jalannya ibadah, lagu-lagu yang dipilih dalam empat minggu
tersebut juga sebaiknya lagu-lagu yang bertemakan penantian, baik mengingat
penantian Adven pertama maupun mengingat penyongsongan kita akan Adven
kedua. Jemaat juga bisa diajak untuk masuk dalam perenungan Masa Adven melalui
bacaan ayat-ayat yang sudah dipilih baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru. Dan tentu yang paling bisa dengan mudah digunakan adalah apa yang selalu
dilakukan di gereja-gereja aras utama yaitu melakukan rangkaian penyalaan lilinlilin Adven tiap-tiap minggunya yang berakhir pada lilin Kristus. Di tempat ibadah
disiapkan 5 lilin yang cukup besar, empat biasanya berwarna ungu dan yang kelima
berwarna putih. Dan tiap-tiap minggu lilin dinyalakan. Minggu Adven pertama,
lilin ungu pertama dinyalakan. Minggu kedua, lilin pertama yang sudah dinyalakan
minggu sebelumnya dinyalakan bersama dengan lilin kedua, dan seterusnya sampai
lilin keempat. Pada malam Natal, lilin putih yang dikenal dengan lilin Kristus (Christ’s
candle) dinyalakan sendiri, dilanjutkan dengan penyalaan kelima lilin itu bersamaan
di hari Natal. Tujuan melakukan hal ini adalah membantu jemaat secara visual
dengan harapan mereka semakin masuk kedalam sikap penantian menggunakan
segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan mereka.
Yang terpenting dari semuanya ini tentunya adalah untuk menggunakan Masa Adven
menjadi suatu kesempatan untuk bisa masuk dan menghidupi iman kita sebagai
pengikut Kristus, merenungkan akan kedatangan Raja yang datang dalam penuh
kesederhanaan dan merenungkan penantian dan penyongsongan kita pada Raja yang
akan datang dalam penuh kemuliaan. Selamat merayakan Masa Adven.
26
............
“Nothing is Impossible”
Natal Pelayan Injil GSJA
DKI Jakarta 2014
“Jika anda tidak
Pelayan Injil GSJA
2014 ini, tidak
hanya perlu metahun 2114 untuk
sejenis dalam sedang Jemaat Allah
tidak yakin akan
pai tahun 2114
anda memilih undaftarkan diri untanggal 3 Desem-
bis a ikut Nat al
DKI Jakarta tahun
m e n g ap a . A n d a
nung gu s amp ai
merayakan Natal
jarah Gereja SiDunia. Jika anda
bisa bertahan samnanti, sebaiknya
tuk bergegas mentuk hadir di Natal
ber 2014 nanti.
Kami tidak menjanjikan kem e w a h a n acara
m e n g i n g at ap a
yang akan ditekankan dalam Natal kali ini adalah tergabungnya
kita semua dalam
1000 foto cengkrama Natal 100 Tahun GSJA dan ratusan gaya di photo-booth sentenial kita semua
yang tersedia di ruangan. Kita akan makan bak pesta pernikahan, sekalipun tidak semewah pernikahan para bangsawan. Tetapi yang penting kita bisa tertawa dan lebih
mengenal pelayanan teman-teman kita di DKI Jakarta yang selama ini luput dari
perhatian kita. Menyaksikan 12 penayangan kebaktian gereja teman-teman kita akan
menyadarkan kita bahwa menjadi 94 gereja belum cukup untuk mengisi kota Jakarta.
Kita masih butuh sejumlah gereja lagi untuk didirikan, dan sejumlah kerja sama untuk menolong teman-teman kita yang memang layak untuk dibantu.
............
“Karena oleh aku umurmu diperpanjang, dan tahun-tahun hidupmu ditambah. (Amsal 9:11)
oleh sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya.”
(Pengkhotbah 11:8a)
Selamat Ulang Tahun PI
GSJA DKI Jakarta
Bp/Ibu/Sdr:
Oktober 2014:
Heru Prabowo, Glen Budi Erwin Paais, Devie Pandi, Jusak Ruslim, Tiur Panggabean,
Sri Mutiara Sutardji, Reiby R. Pandoh, Jonner Sirait, Kurniawaty Hidayat, Yahya Irwan, Andry Tulus, Timothy Zakaria, Hanna Wirawan Purnomo, Yudi Setiadi, Wahyu
Triantono, Joanne C. Mongan, Mullop Banjarnahor, Andreas Sutikno, Sherly Jualianty Sage, Petrus Tio, Handi Rustam, Welko M. Marpaung, Heydi Lifia Tombokan,
Benny Budiman, Lioe Samuel Handrinata, Sri Supratiningsih, Daniel Setiawan, Joice
Marcella Roroh, Rachmat Ibrahim, Kusmani Dwi Untari, Milka Susantio, Olga Y.
Kalalo, Evelyn Ramona L, Yenny Bratawinangoen, Tan Lim Kim, Holiong Seng Kombu.
November 2014:
Petrus Gunawan, Cecilia Pribadi, Lina Sulaiman, Yolian Talakua, Ishak Ramli,
Dirman Aritonang R, Mitchel Rigel Paais, Darma Suryadi Latif, Oey Daniel, Teny
Susantio, Samuel Santoso, Handoko, Anand Mohan Vasandani, Royke Bovie Rori,
Tri Nurhayati Adji, Johanes Leiwakabessy, Romingan Novri Sihombing, Tjung Phit
Kian, Livia Novita Kaseger, Glady Novita Paoki, Nadi Admaka, Maria Novi Kurniani,
Nofry J. Walangitan, Wasis Suseno, Arnold Paais.
Desember 2014:
Kali ini, memang kami mengharapkan anda tidak membawa anak-anak, tetapi ya
mungkin anda takut juga anak ditinggal sendirian di rumah. Jika terpaksa bawa
saja. Kami tidak akan menempatkan anak-anak anda di luar ruangan. Mereka akan
berada dalam ruangan dengan bantuan anda untuk menenangkannya. Yang penting,
bagaimana kerinduan para pemimpin kita di Badan Pengurus Daerah DKI Jakarta
bisa tercapai yaitu bahwa kita merasa benar-benar menjadi bagian dari sesuatu yang
besar di Indonesia dan sangat besar di dunia.
Tuhan memberkati!
Effy Magdalena, Gracia Mauree Silvana Supith, Paulus Chung, Edy Ngapuli Barus,
Leonara Rehatta, Inge Handradjaja, Jannes J. Sitinjak, Roy F.N. Lempoy, Julianty
Wijaya, Joseph Setiawan, Agus Triyanto, Erikman D. Tampubolon, Nortje Lempoy,
Ricky Sanjaya, Dias Pora Padang, Timotius Sabar, Andreas Puji Susanto, Melkyanus Lesnussa, Sie Tin Hong, Asminar Napitupulu, Mercy Grace R, Kelik Andreas S,
Christine Haryadi, Micha Fabian Tamaela Wattimena, Lidya TriSusilowati, Jasfawati
Djohan, Sintong P. Tanjung, Linda M. Pangaribuan, Jafet Kurniawan, Ramses Sihite,
Supandi Sukardi, Llewllyn Noel Belcourt.
27
28
Download