1 KERUKUNAN BERAGAMA DI SUMATERA BARAT Oleh : Prof.Dr.H.Syamsul Bahri Khatib 1. Pendahuluan Filosofi ‘ Adat basandi ( berdasarkan, berfondasi ) syara’ ( agama Islam), syara’ basandi kitabullah ( al-Quranul Karim), syara’ mangato ( mengatakan, menyampaikan ) adat mamakai ( melaksanakan) adalah pijakan aktifitas religius dan kultur di Sumatera Barat, Minangkabau.Bila terjadi penyimpangan dari pijakan ini membuat masyarakat gelisah dan merasa tersinggung. Karena makna dan hakikat dari filosofi itu telah dihayati oleh masyarakat, dapat dikatakan mendarah mendaging bagi masyarakat, sekalipun mereka tidak pernah mempelajarinya secara khusus. Berdasarkan filosofi itu terbentuklah kepemimpinan nan formal yang mempunyai fungsi yang sangat besar di tengah masayarakat, yang disebut “tungku tigo sajarangan” yaitu ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai.Sebutannya adalah, ninik mamak nan gadang basa batuah, pai tampaik batanyo, pulang tampaik babarito. Alim ulama, suluah bendang dalam nagari, palito ( lampu ) nan tidak kunjuang padam, duduak bacamin kitab, tagak rintang bapitua, kato bahakikat dan pandangan bamakrifat. Andaikata terjadi persoalan di tengah masyarakat, ketiga fungsionaris itu tidak bisa ditinggalkan, karena pada merekalah kusuik( kusut) manyalasai, karuah nan kamampajaniah.Terutama di jorong, nagari termasuk diperkotaan. Di perkotaan yang mengambil peran bukan perorangan niniak mamak tidak sama dengan di jorong dan nagari, tetapi adalah organisasai tempat berhimpunnya para ulama dan tempat berhimpunnya ninik mamak. Tempat berhimpunnya para ulama adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI ) pada semua tingkatan, sedangkan tempat berhimpunnya ninik mamak adalah Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau ( LKAAM ).Keputusan kedua lembagi ini didengar, diterima dan diikuti oleh masyarakat. Maka dalam menciptakan kerukunan di daearh ini ketiga fungsionaris adat itu harus dilibatkan, dan apa yang disampaikannya perlu disimak dan didengar., karena mereka berpendapat bukan untuk keperluan politik dan bukan pula pribadi tetapi untuk kemaslahatan rakyat. 2. Sekilas profil 2 a.Jumlah penganut agama Islam di Sumaera Barat ;sesuai dengan buku Sumatera Barat Dalam Angka tahun 2010 sebanyak 4.783.123 dari jumlah penduduk 4.906.416 b.Jumlah rumah ibadah umat Islam di Sumatera Barat; sesuai dengan buku Sumatera Barat Dalam Angka tahun 2010, masjid sebanyak 4.820 dan mushalla 10.479 buah. c.Jumlah ormas Islam 48 ormas, data Badan Kesbang Pol & Linmas Prov. Sumbar tahun 2011 d. Aman dan rukun 2. Potensi Kerukunan di Sumatera Barat Ada suatu keistimewaan Sumatera Barat yang perlu dicatat dan disebar luaskan di Nusantara ini yaitu suko jo ( senang dengan ) tamu yang datang. Ketika kota Padang menjadi pusat perdagangan banyak etnis yang datang berdagang di sini dan banyak suku-suku bangsa yang masuk, masyarakat menerima mereka dengan tangan terbuka, bahkan etnis-etnis itu diberi daerah tersendiri agar mereka leluasa mengembangkan kehidupannya dan budayanya, seperti di kota Padang ada Kampung Cino, Kampuang Kaliang, Kampuang Nias, dan Kampung Jawa ( Jawo). Demikian juga ditemui di Bukittinggi dan Padang Panjang. Menurut sepengetahuan saya, maaf, saya belum meneliti, tidak ada daerah lain yang berbuat seperti itu. Kabarnya, tidak ada di provinsi lain kampuang atau desa Kaliang, desa Cina, desa Nias, desa jawa apalagi kampung Minang.Maka para pendatang ke daerah ini merasa di kampungnya sendiri. Bila orang berbicara tentang kerukunan, masyarakat Sumatera Barat sudah berbuat sedangkan orang lain baru berangan-angan untuk itu.Potensi kerukunan di Sumatera Barat adalah senang menerima tamu. Disamping telah membudayanya senang menerima tamu diperkuat dengan ajaran Islam, sebagaimana yang disuruh oleh Nabi kita Muhammad Rasulullah saw.”Siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhir hendaklah dia memuliakan tamu atau orang datang” Sampai sekarang al-hamdulillah, tidak ada konflik antara orang datang dengan masyarakat pribumi. Demikin pula, tidak ada konflik antar umat beragama di Sumatera Barat. Sumatera Barat adalah bumi yang rukun dan damai, tidak ada silang sengketa dan permusuhan, seiya sekata. Seiya sekata bagi masyarakat selalu menjadi do’a, seperti ketika doa atau hajatan bersama, salah satu permintaan yang akan dimohonkan ke hadhirat Allah adalah “mudahmudahan hiduik sanang, padi manjadi… dan saukua sakato ( seiya sekata). Jadi untuk mewujudkan kerukunan beragama di nusantara ini hendaklah merobah sikap dan memperbaiki pola pikir dan membiasakan senang melihat orang lain dan senang menerima 3 tamu atau orang datang. Jangan menganggap orang datang itu untuk mengalahkan dan merugikan. Selain itu, negeri ini perlu masuk salah satu yang harus didoakan kepada Allah swt, agar negri ini aman dan rukun serta seiya sekata. Lihat al-Quran., bahwa mendoakan negeri itu adalah sunnah para rasul Allah, seperti do’anya Nabi Ibrahim as.( al-Baqarah ayat 126). 3. Potensi-potensi Ketidakrukunan Ketidakrukunan itu banyak penyebabnya, bila dilihat dari sisi keminangkabauan bahwa diantara penyebabnya adalah ; a. Masuak indak sarato tahu, kalua indak sarato izin, maksudnya, bila ada pendatang ingin berbuat di suatu daerah harus setahu penduduk daerah itu yaitu ninik mamaknya, alim ulamanya dan cadiak pandainya serta anak kemenakannya. Dengan arti semuanya mengetahui. Demikian juga bila meninggalkan daerah itu dengan setahu semuanya. Bila ada yang masuk indak sarato tahu disebut “orang maling”artinya perampok.Yang benar adalah masuk sarato tahu kalua sarato izin. b. Penyiaran agama tidak ditujukan untuk lingkungan sendiri Dakwah dalam Islam dan missi yang dilakukan oleh agama-agama atau aliran-aliran dalam agama-agama itu hendaklah ditujukan ke dalam lingkungan sendiri, karena semua masyarakat di daerah ini telah beragama. Penyiaran itu adalah dalam rangka meningkatkan kwalitas iman dan moralitas kalangan sendiri. Kegiatan seperti ini dianjurkan oleh setiap agama dan tidak akan mengundang konflik atau ketegangan di tengah-tengah masyarakat. Jadi tokoh-tokoh agama bertugas ,gubalokan taranak surang-surang , Akan tetapi bila penyiaran agama itu dengan berbagai macam media seperti brosur, bantuan materi, pendidikan, pengobatan dan bahkan perkawinan ditujukan bukan ke dalam kalangan sendiri, pasti penganut agama lain tidak dapat menerima cara seperti itu. Semua pemeluk agama akan merasa tersinggung bila iman atau kepercayaan umatnya diganti dengan iman dan kepercayaan agama lain, dalam Islam cara seperti itu disebut pemurtadan. Penyiaran agama seperti itu adalah pangkal bencana, merusak keserasian hubungan antara umat beragama, membuat kegelisahan, keresahan anggota masyarakat, dikhawatirkan membawa perpecahan di tangah-tengah masyarakat yang pada akhirnya menbimbulkan instabilitas di masyarakat. Jadi, dalam usaha membangun kerukunan umat beragama itu sebaiknya penyiaran agama itu bersifat ke dalam untuk memperkuat dan memperkokoh keimanan dan moral penganut masing-masing agama. 4 Pemuka pemuka agama hendaknya benar-benar memahami dan memperhatikan dengan sungguh pesan adat dibawah ini : Kaluak paku kacang balimbiang Tampuruang lenggang lenggokan Anak dipangku kabanakan dibimbing Urang kampung dipatenggangkan Tenggang nagari jan binaso. Falsafah yang terkandung dalam pesan adat di atas sangat luas dan dalam maknanya. Ini berarti bahwa yang harus diutamakan adalah nagari ( bisa daerah atau negara ) tidak binasa. Nagari tidak binasa maksudnya nagari ini rukun, damai , seiiya sekata. Bila nagari ini sudah baik pasti berdampak ke dalam kehidupan masyarakatnya Anak dipangku kebenakan dibimbing dapat diartikan lebih luas, setiap pimnpinan agama agar memangku dan membimbiung umatnya agar umat itu tidak salah langkah. c.Sifat-sifat yang harus dijauhi, yaitu : 1).Lain dimuluik lain dihati, sebagaimana yang dipesankan oleh pantun adat di bawah ini: Dibao ribuik dibao angin Dibao pikek di bao langau Muluik jo hati kok balain Pantangan adat Minangkabau. Dalam menciptakan kerukunan itu benar-benar datang dari lubuk hati masing-masing, tidak hanya sekedar ikrar, ucapan kosong. Sewaktu berhadapan menyatakan sepakat, tetapi setelah pulang ceritanya sudah lain. Dalam Islam sifat seperti itu disebut munafiq, tempatnya dikerak neraka. 2). Jauhi umbuak umbai, umbuk umbai adalah bujuk rayu. 5 Diantara yang dilarang oleh adat yaitu melanggar Undang-Undang Nan Duo Puluh, mereka bisa diberi sangsi hukum adat, apakah dibuang atau diusir sepanjang adat atau lain sebagainya sesuai dengan besar kesalahan yang diperbuat. Salah satunya adalah umbuak umbai artinya bujuk rayu. Umbuak dapat diartikan menipu dengan perkataan yang manis, sedangkan umbai dapat diartikan menipu kadang-kadang diringi dengan ancaman. Biasanmya yang menjadi objek umbuak umbai itu adalah adalah orang-orang lemah, lemah ekonomi, lemah pendidikan atau orang sedang menghadapi kesusahan. Kadang-kadang umbuak umbai dilakukan oleh orang yang hendak mengeruk keuntungan dari nobjeknya dan tidak jarang pula umbuak umbai itu dilakukan oleh tokoh-tokoh tertentu dengan tujuan-tujuan tertentu pula. Ketidak harmonisan baru terjadi setelah objek umbuak umbai mengetahui atau diberi tahu oleh orang, bahwa dia kena tipu. Alangkah tersinggungnya yang kena itu setelah mengetahui yang demikian. Akibat dari itu sudah dingatkan oleh pesan adat : Satali mambali kumayan Sakupang mambali papayo Sakali lancuang kaujian Saumua hiduik urang indak pacayo Galundi di sawah ladang Sariak indak babungo lai Budi kalihatan dek urang Hiduik indak baguno lai 3.Hindari yang melanggar kepribadian yang berlaku dalam adat Adat memesankan agar sesorang bisa diterima oleh masyarakat hendaklah memperhatikan pesan adat itu, yaitu : - Dima bumi dipijak , disitu langik dijujuang - Datang tampak muko, pulang tampak punggung 6 - Bajalan paliharo kaki, bakato paliharo lidah Kaki tataruang inai padahannyo, lidah tataruang ameh padahannyo 5. Proyeksi dan saran ke depan Selama semua lapisan masyarakat dapat memahami kearifan lokal yang berlaku di tengah masyarakat maka kerukunan beragama akan menjadi kenyataan bahkan menjadi ciri khas kedaerahan. 6. Penutup Demikianlah sedikit pikiran yang dapat disumbangkan pada para peserta semoga ada manfaatnya dan mohon maaf bila ada kekeliruan. Padang, 8 Maret 2012 Wassalam Prof.Dr.H.Syamsul Bahri Khatib Ketua MUI Sumatera Barat 7