BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Pengertian Hotel Menurut SK Menteri Parpostel Nomor: KM 34/HK103/MPPT 1987, hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam keputusan pemerintah. Menurut the American Hotel and Motel Association (AHMA) sebagaimana dikutif oleh Steadmon dan Kasavana : Hotel dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang dikelola secara komersial dengan memberikan fasilitas penginapan untuk umum dengan fasilitas pelayanan sebagai berikut: pelayanan makan dan minum, pelayanan kamar, pelayanaan barang bawaan, pencucian pakaian dan dapat menggunakan fasilitas/perabotan dan menikmati hiasan-hiasan yang ada didalamnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hotel adalah: a. Menggunakan bangunan fisik. b. Menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa lainnya c. Diperuntukkan bagi umum d. Dikelola secara komersial 2.1.2 Klasifikasi Hotel Dari segi lamanya tamu hotel tinggal : o Transit hotel : merupakan hotel dengan lama tinggal tamu rata-rata semalam. Dari segi jumlah kamar (kapasitas) : 15 16 o Medium hotel : merupakan hotel dengan jumlah kamar yang besar (minimum 300 kamar). Hotel ini biasanya dibangun di daerah dengan angka kunjungan yang tinggi. Dari segi lokasi hotel Jenis Hotel, dapat dilihat dari lokasi dimana hotel tersebut dibangun, diantaranya: o City hotel : merupakan hotel yang terletak di kota-kota besar terutama ibu kota. Hotel yang biasanya dihuni oleh para pelaku yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh hotel tersebut. Umumnya terletak di pusat kota. Berikut adalah tabel pembagian hotel menurut Keputusan Direktur Jendral Pariwisata (1988) berdasarkan fasilitas dan jumlah kamar hotel. Tabel 2.1 Pengelompokan Hotel Berdasarkan Kelas Bintang Jenis ***** **** *** ** * *Kamar Tidur *Suite Min.100 4 kamar Min. 50 3 kamar Min. 30 2 Kamar Min, 20 1 kamar Min. 15 - Luas Kamar 20-28m2 18-28m2 18-26m2 18-24m2 *Ruang makan *Restoran & bar Min. 2 Min. 1 Min. 2 Min. 1 Min. 2 Min. 1 Min. 2 Min. 1 Function room Min. 1 dan pre function room Min. 1 dan pre function room Min. 1 dan pre function room - - Kolam Renang dan dianjurkan ditambah dengan 2 sarana lain Kolam Renang dan dianjurkan ditambah dengan 2 sarana lain Min. 1 sarana Fasilitas Rekreasi & olahraga Kolam Kolam Renang dan Renang dianjurkan dan ditambah ditambah dengan 2 dengan 2 sarana sarana lain lain 1820m2 Min. 1 *tdk wajib Ruang yang Min. 3 Min. 3 Min. 1 Min. 1 Min. 1 disewakan ruangan ruangan ruangan ruangan ruang Lounge Wajib Wajib Wajib Taman Wajib Wajib Wajib Wajib Wajib Sumber : Keputusan Direktur Jendral Pariwisata (1988) 17 Tabel 2.2. Klasifikasi Hotel Berdasarkan Kelas Bintang Klasifikasi Bintang Persyaratan - Jumlah kamar standar, minimum 15 kamar Hotel bintang 1 - Kamar mandi di dalam - Luas kamar standar, minimum 20 m2 - Jumlah kamar standar, minimum 20 kamar - Kamar suite minimum 1 kamar Hotel bintang 2 - Kamar mandi di dalam - Luas kamar standar, minimum 22 m2 - Luas kamar suite, minimum 44 m2 - Jumlah kamar standar, minimum 30 kamar - Kamar suite minimum 2 kamar Hotel bintang 3 - Kamar mandi di dalam - Luas kamar standar, minimum 24 m2 - Luas kamar suite, minimum 48 m2 - Jumlah kamar standar, minimum 50 kamar - Kamar suite minimum 3 kamar Hotel bintang 4 - Kamar mandi di dalam - Luas kamar standar, minimum 24 m2 - Luas kamar suite, minimum 48 m2 - Jumlah kamar standar, minimum 100 kamar - Kamar suite minimum 4 kamar Hotel bintang 5 - Kamar mandi di dalam - Luas kamar standar, minimum 26 m2 - Luas kamar suite, minimum 52 m2 Sumber : Akomodasi Perhotelan (2008) Hotel tidak lepas dari aktifitas penghuni didalamnya, karekter pengunjung sebuah hotel akan menunjukkan dan menentukan kegiatan dalam sebuah hotel, dalam karya ilmiah ini pengunjung dengan karakter pebisnis dan wisatawan merupakan sasaran utama perancangan. 18 Berikut adalah tabel karakter kegiatan pengunjung hotel dari buku Hotel Planning and Design : Tabel 2.3 Karakter pengunjung hotel Jenis Pengunjung Grup Perseorangan Karakter Pengunjung Single atau double Menginap 2-4 malam 75% pria dan 25 % wanita Harga tidak dipermasalahk an Single Menginap 1-2 malam 85% pria dan 15% wanita Sangat memperhitung kan biaya Tujuan Konvensi dan konverensi Perkumpulan profesional Rapat pelatihan dan perdagangan Kerjasama bisnis Perdagangan Konvensi dan konverensi Tipe Kamar King, twin, double-double Kamar mandi yang memiliki area ganti pakaian Terdapat Area kerja yang baik King Kamar mandi standar dengan shower Terdapat area kerja Sumber : Hotel Planning and Design 2.1.3 Pembagian Area Hotel Secara prinsip, aktivitas dalam hotel dibagi menjadi 4 area, yaitu: Area Privat, merupakan area yang bersifat khusus dan digunakan untuk kegiatan pribadi dimana hanya orang tertentu yang dapat masuk ke dalam dan dengan izin dari pihak yang menggunakannya/memilikinya, seperti kamar tidur tamu, kantor pengelola, dll. Area semi publik, merupakan area penghubung antara area publik dan area privat, yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang dengan kepentingan yang sama, seperti lobby, restoran, function room, dll. Area publik, merupakan area yang terbuka secara umum, dimana semua orang dapat mengakses dan menggunakan area tersebut, seperti taman, area parkir, pedestrian, dll. Area servis, merupakan area berupa fasilitas toilet, mekanikal dan area khusus karyawan. 19 Secara fungsional perancangan sebuah hotel terdapat 2 faktor utama didalamnya yaitu pembagian antara 2 area penting Front of the house dan Back of the house dimana akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Front of the house adalah area karyawan yang berhadapan langsung dengan tamu. Ruangan yang termasuk dalam area front of the house adalah: a. Front desk & Concierge b. Area reservasi dan kasir c. Room service d. Area lift e. Retail f. Restoran g. Function room 2. Back of the house adalah area karyawan yang berada di area servis dan terpisah dengan area tamu. Ruangan yang termasuk dalam area back of the house adalah: a. Dapur dan gudang b. Area bongkar muat (receiving area) c. Area pegawai d. Laundry dan housekeeping e. Mekanikal dan elektrikal 2.1.4 Hotel Bintang 4 Berdasarkan Keputusan Menteri Parpostel nomor KM.37/PW/MPPT-86 Hotel bintang 4 memiliki persyaratan dan klasifikasi sebagai berikut : Tabel 2.4 Syarat minimal Hotel bintang 4 Fasilitas Kamar tidur Keterangan Minimum 50 kamar standar luas 24 m²/ kamar. Minimum 3 kamar suite dengan luas 48 m²/ kamar. Tinggi minimum 2.6 m tiap lantai. Dilengkapi dengan pengatur suhu kamar di dalam bedroom Dinning room Mempunyai minimum 2 buah dinning room, salah satunya berupa coffee shop 20 Bila tidak berdampingan dengan lobby, maka harus dilengkapi dengan kamar mandi/WC sendiri. Apabila Bar berupa ruang tertutup maka harus dilengkapi ac Lebar ruang kerja bartender setidaknya 1 meter Ruang Fungsional Minimum terdapat 1 buah pintu masuk yang terpisah dari lobby dengan kapasitas minimum 2.5 kali jumlah kamar. Dilengkapi dengan toilet apabila tidak satu lantai dengan lobby. Terdapat pre function room. Mempunyai luas minimal 100 m². Lobby Dilengkapi dengan lounge. Terdapat dua toilet umum untuk pria dan tiga toilet umum untuk wanita dengan perlengkapannya lebar koridor minimum 1,6 m. Minimum terdapat drugstore, bank, money Drug store changer, biro perjalanan, air line agent, souvenir shop, perkantoran, butik dan salon. Tersedia poliklinik Tersedia paramedis Sarana rekreasi dan Minimum satu buah dengan pilihan: tenis, bowling, golf, fitnes, sauna, billiard, jogging, diskotik, taman olahraga bermain anak Terdapat kolam renang dewasa yang terpisah dengan kolam renang anak Terdapat diskotik/night club dengan AC dan toilet Utilitas penunjang Terdapat transportasi vertikal (lift). Dilengkapi dengan instalasi air panas/ dingin pada kamar mandi kamar hotel. Dilengkapi dengan telepon lokal dan interlokal. Dilengkapi sentral video/TV, radio, paging, carcall. Sumber : Panduan Perancangan Bangunan Komersial (2008) 21 Kesimpulan tinjauan umum dalam klasifikasi proyek hotel ini yaitu : Tabel 2.5. Klasifikasi Proyek Hotel Bintang 4 Puri Indah Jakarta Barat DAFTAR KLASIFIKASI PENJELASAN Berdasarkan Kelas Hotel bintang empat (****) Berdasarkan Ukuran Hotel Sedang/Medium hotel Berdasarkan Lokasi City Hotel Berdasarkan Area Urban Hotel Berdasarkan maksud kunjungan tamu Berlibur dan Berbinis 2.2 Studi Banding Kesimpulan Studi Banding (Terlampir) Jakarta Novotel Mangga Dua, Red Top Hotel, dan Grand Tropic Hotel. Kesimpulan : Hotel terletak dekat dengan pusat kota dan berdetakan dengan pusat bisnis seperti perkantoran dan pusat belanja, sehingga mudah dalam pencapaian dan mendukung pelaku wisatawan. Memiliki rata-rata jumlah 314 kamar Bentuk massa bangunan umumnya persegi panjang atau memanjang dan tanpa adanya balkon. Orientasi bangunan dominan menghadap arah view terbaik atau disesuaikan dengan orientasi lingkungan dan tapak. Bentuk dan fasad bangunan disesuaikan dengan arah terhadap matahari. Rata-rata minimal terdapat 3 jenis kamar : standart, superior, dan suite. Sasaran utamanya adalah pebisnis dan wisatawan (lokal dan mancanegara). Fasilitas disesuaikan dengan perimbangan harga, luas site, kebutuhan standar pengguna, dan sebagai daya tarik pengunjung. Sesuai standar bangunan tinggi terdapat lift dan tangga darurat Harga hotel dengan kelas bintang yang sama, relatif memiliki harga yang tidak jauh berbeda. 22 Kesimpulan Studi Banding Kantor Kementrian Pekerjaan Umum dan Hotel Rivera (Terlampir) Dari studi literatur dan studi banding pada proyek sejenis, maka dapat diambil sebuah kesimpulan informasi yang dapat digunakan untuk perancangan hotel bintang 4 ini, hal tersebut antara lain : Fasilitas yang cukup diperlukan pada hotel di daerah perkotaan adalah ruang meeting, berdasarkan hasil studi banding kebutuhan ruang meeting cukup intensif digunakan. Penggunaan shading device dan double skin facade pada dinding maupun jendela saat ini cukup efektif dimanfaatkan pada bangunan, sebagai pereduksi radiasi matahari yang masuk ke dalam ruangan. Salah satu upaya penghematan energi listrik dapat dilakukan dengan penggunaan memanfaatkan reflektor dan pemanfaatan lampu listrik berdaya watt rendah pada gedung Kementrian Pekerjaan Umum. 2.3 Tinjauan Khusus 2.3.1 Environmentally Sustainable, Healthy, and Liveable Human Settlement Topik besar dalam perancangan tugas akhir ini yaitu Sustainable Human Settlements Development yang berarti pembangunan pemukiman manusia yang berkelanjutan. Terdapat 11 pembagian pada topik besar, dimana salah satu topik kecil yang di pilih oleh penulis yaitu Environmentally sustainable, healthy and liveable human settlements. Dalam rangka mempromosikan lingkungan yang berkelanjutan yang mendukung tempat tinggal yang memadai untuk pemukiman manusia yang berkelanjutan bagi generasi sekarang dan masa depan. Pada perkembangan kehidupan saat ini dimana perubahan sikap dan pola konsumsi pada energi dalam desain bangunan dan lingkungan. Bangunan yang berkelanjutan dapat di capai dengan pemanfaatan energi yang inovatif, efisien, dan baik yang diperlukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Kontribusi dan tingkat penggunakan manusia terhadap energi yang terus-meneurs meningkat, apabila tidak di tanggapi dengan perancangan bangunan yang berkelanjutan dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan. 23 2.3.2 Sustainable Building Sustainable building adalah bangunan yang dirancang, dibangun dan dioperasikan dengan sekecil mungkin dampaknya terhadap lingkungan, atau memberi dampak positif terhadap lingkungan, seraya meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup penghuni/pemakainya. (Lighthouse Sustainable Building Centre;2005). Definisi Sustainable building yang muncul pertama kali di tahun 1987, pada the UN Brundtland Report, menyebutkan definsi resminya adalah ‘mempertemukan kebutuhan generasi saat ini terhadap kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Forum yang ‘mendeklarasikan’ definisi ini adalah suatu forum dimana dialog publik diadakan dan selanjutnya semakin aktif dan penting dikemudian hari. Terdapat empat asas dalam pembangunan berkelanjutan menurut Frick (2007, p.125), yang dua diantaranya masuk dalam tinjauan yang digunakan dalam karya ilmiah ini antara lain : 1. Asas 1 : menggunakan bahan baku alam yang tidak lebih cepat daripada alam mampu membentuk penggantinya. Prinsi-prinsipnya antara lain : Meminimalkan penggunaan bahan baku Mengutamakan penggunaan bahan yang dapat diperbaharui dan dapat digunakan kembali. Meningkatkan efisiensi – efisiensi akan penggunaan energi, dan penggunaan energi yang lebih sedikit. 2. Asas 2 : menciptakan sistem yang menggunakan sebanyak mungkin energi terbarukan, prinsip-prinsipnya antara lain : Menggunakan energi surya. Menggunakan energi dalam tahap banyak yang kecil dan bukan dalam tahap besar yang sedikit. Meminimalkan pemborosan Tapak di Puri Indah yang merupakan lokasi dengan iklim tropis, iklim tropis dengan arsitektur tropisnya yang merupakan suatu karya arsitektur yang mampu mengantisipasi problematik yang ditimbulkan iklim tropis (T.H.Karyono, 2007). Iklim tropis adalah iklim dimana panas merupakan 24 masalah yang dominan pada hampir keseluruhan waktu dengan suhu rata-rata per tahunnya tidak kurang dari 20°C (Koenigsberger, 1975:3). Berikut adalah aplikasi rancangan arsitektur pada iklim tropis yang dilandasi konsep desain berkelanjutan (Tri Harso Karyono, 2007): 1. Meminimalkan perolehan panas matahari Menghalangi radiasi matahari langsung pada dinding-dinding transparan melalui penerapan solar shading. Orientasi bangunan utara-selatan, untuk meminimalkan permukaan bangunan yang terkena radiasi matahari dari sisi timur dan barat. Warna dan tekstur dinding luar bangunan 2. Organisasi ruang Penempatan ruang servis pada sisi barat, karena dinding ruang di bagian barat akan mendapatkan radiasi matahari siang dan sore yang sangat tinggi sehingga dapat membuat ruang di dalamnya menjadi panas. 3. Hindari radiasi matahari memasuki bangunan atau mengenai bidang kaca, melalui penempatan bukaan berupa jendela terhadap arah datang sinar matahari. 4. Memanfaatkan radiasi matahari tidak langsung untuk menerangi ruang dalam bangunan. Memaksimalkan cahaya langit sebagai sumber pencahayaan alami di dalam bangunan. 5. Rancangan ruang luar Pembayangan radiasi matahari oleh vegetasi sekitar bangunan. Meminimalkan penggunaan material keras (beton, aspal) untuk menutup permukaan halaman, taman atau parkir. Menurut Lippsmeier (1994), ciri-ciri daerah beriklim tropis basah diantaranya adalah: Radiasi dan panas matahari tinggi yakni berkisar 1500-2500 kwh/m2/tahun. Sebagian radiasi matahari dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan, meski demikian radiasi matahari yang mencapai permukaan 25 bumi berdampak pada kenaikan suhu udara. Terjadi fluktuasi perbedaan temperatur udara harian dan tahunan. Rata-rata temperatur maksimum tahunan adalah 30,5°C. Temperatur rata-rata tahunan untuk malam hari berkisar 21°C27°C sedangkan selama siang hari berkisar 27°C-32°C. Dari data literatur tersebut, maka pada perancangan hotel ini akan diterapkan beberapa hal diantaranya : 1. Menggunakan shading device pada jendela atau fasade bangunan untuk mengurangi sinar radiasi matahari. 2. Posisi pada tapak yang memanjang mengakibatkan bagian memanjang akan banyak mengenai pancaran radiasi matahari yang banyak dan besar maka mengoptimalkan posisi gubahan massa terhadap tapak. 3. Menggunakan warna dan tekstur bangunan luar yang tidak banyak menyerap radiasi matahari sehingga tidak menyebabkan suhu ruang menjadi panas. 4. Mengoptimalkan masuknya cahaya langit bukan cahaya langsung matahari. 5. Mengatur perletakan ruang, dimana area ruang utama lebih di prioritaskan untuk menghindari posisi yang terkena simar matahari secara langsung pada sisi barat, dengan menempatkan area servis pada sisi bangunan yang menghadap bagian timur-barat. 6. Memaksimalkan vegetasi untuk sekitar tapak, selain memperoleh pembayangan pada sisi bangunan juga menyaring udara dari luar tapak ke dalam gedung. Perancangan hotel memperhatikan kriteria hemat energi yang dimana merupakan bagian dari Arsitektur hijau. Menurut Tri Harso Karyono (2010), arsitektur hijau merupakan suatu rancangan lingkungan binaan, kawasan, dan bangunan yang komprehensif. Rancangan harus memenuhi kriteria hemat dalam menggunakan energi dan sumber daya alam, minim menimbulkan dampak negatif, serta mampu meningkatkan kualitas hidup manusia. 26 Menurut Brenda dan RobertVale dalam buku Green Architecture Design for A Sustainable, prinsip dari green architecture atau arsitektur hijau adalah a. Hemat Energi / conserving energy Meminimalkan penggunaan bahan bakar atau energi listrik dalam pengoperasian bangunan. b. Memperhatikan kondisi iklim / working with climate Dalam perancangan bangunan perlu pertimbangan berdasarkan iklim yang berlaku dilokasi tapak. c. Minimizing new resources Merancang bangunan dengan mengoptimalkan kebutuhan sumber daya alam yang baru atau dengan penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi lingkungan, ekosistem, dan sumber daya alam. d. Respect for site Bangunan yang akan dibangun sebaiknya tidak merusak kondisi tapak aslinya, dan tidak merusak lingkungan sekitar yang ada. e. Respect for user Dalam merancang sebuah bangunan sebaiknya memperhatikan pengguna bangunan agar semua kebutuhan penggunan dapat terpenuhi. f. Holism / menetapkan prinsip green architecture Prinsip-prinsip green architecture dapat digunakan berdasarkan dari kebutuhan bangunan. 2.3.3 Efisiensi Energi Menurut Taylor dalam bukunya Handbook of Energy Efficiency and Renewable Energy (2007) menyatakan bahwa penggunaan energi dari bangunan di dominasi oleh pengaruh iklim karena panas yang diperoleh dari konduksi langsung dari sumber panas atau infiltrasi/ekfiltrasi udara melalui permukaan bangunan mencapai 50-80% dari energi yang dikonsumsi. Hemat energi berlandaskan pada pemikiran meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan maupun produktivitas penghuninya. Arsitektur hemat energi berdasarkan pada prinsip konservasi energi (sumber yang tidak terbarukan) yang menciptakan istilah forms follows energy (Sumber: Energy-efficient Architecture, Paradigma dan Manifestasi Arsitektur Hijau, Jimmy Priatman, 2002). 27 Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau produktivitas penghuninya. “Designing building to minimize the usage of energy without constraining the building function nor the comfort of productivity of occupants..” (Hawkes Dean, 2002). Arsitektur Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007), adalah: Kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat (minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia. Perancangan sebuah bangunan yang hemat energi merupakan salah satu aspek dalam mewujudkan arsitektur berkelanjutan, menurut Ken Yeang (2006) “Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design.” yang menekankan perancangan pasif yang berbasis pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep desain dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah. Perancangan suatu bangunan yang sadar energi, menurut Ken Yeang dalam bukunya. The Green Skyscraper (Yeang, 2000), menyatakan bahwa terdapat beberapa parameter yang menjadi konsep dasar desain sadar energi, yaitu: 1. Kenyamanan Thermal Bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan sinar matahari sesuai dengan kebutuhannya. Bangunan yang berada pada iklim dingin harus mampu menerima radiasi matahari yang cukup untuk pemanasan, sedangkan bangunan yang berada pada iklim panas, harus mampu mencegah radiasi matahari secukupnya untuk pendinginan. 2. Kenyamanan Visual Membahas mengenai bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan cahaya matahari (penerangan) sesuai dengan kebutuhannya. 3. Kontrol Lingkungan Pasif Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan memanfaatkan seluruh potensi iklim setempat yang dikontrol dengan elemen – elemen bangunan (atap, dinding, lantai, pintu, jendela, aksesoris, lansekap) yang dirancang tanpa menggunakan energi (listrik). 4. Kontrol Lingkungan Aktif 28 Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal dan visual dengan memanfaatkan potensi iklim yang ada dan dirancang dengan bantuan teknologi maupun instrumen yang menggunakan energi (listrik). 5. Kontrol Lingkungan Hibrid Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan kombinasi pasif dan aktif untuk memperoleh kinerja bangunan yang maksimal. 2.3.4 Shading Device Menurut Dubois (1997), shading device adalah sebuah perangkat untuk mengurangi perolehan panas matahari yang berhubungan dengan penggunaan energi pada sistem pemanas, pendingin, dan pencahayaan untuk mencapai kenyamanan visual dan thermal. 2.3.4.1 Sun Shading Menurut Lechner (2001), Sun shading merupakan salah satu elemen, strategi, dan cara untuk mencapai kenyamanan thermal didalam bangunan dengan melakukan pembayangan pada fasad bangunan. Perlindungan terhadap cahaya matahari Intensitas cahaya matahari umumnya memberikan cahaya yang berlebihan pada ruangan, untuk menghindarinya di perlukan penghalang sinar matahari langsung, antara lain dengan penyediaan selasar disamping bangunan, pembuatan atap tritisan atau pemberian sirip pada jendela. Prinsip perlindungan terhadap cahaya matahari langsung adalah dengan tujuan untuk penyaringan cahaya atau penciptaan pembayangan. Gambar 2.1 Sun shading Sumber : google image search 29 Perlindungan tetap terhadap pembukaan dinding dapat dicapai dengan penonjolan atap yang cukup luas atau dengan sirip tetap yang horisontal, tegak, atau keduanya. Dengan ukuran tertentu sirip menghindari sinar panas matahari yang masuk dari pembukaan dinding. Gambar 2.2 Jenis-jenis sun shading Sumber : google image search Jenis-Jenis Sun shading yang umum digunakan antara lain : Gambar 2.3 Horizontal sun shading Sumber : google image search Horizontal device provide shade based on the altitude angle of the sun. Most commonly seen in the form of overhangs, they are particulary effective for shading north and south building elevation. Horizontal devices let in lowangle sunlight and block high-angle sunlight; their effectiveness varies seasonally with the changing solar altitude (Olgyay, NJ, 1957.) Bentuk horisontal memberikan pembayangan berdasarkan suduk matahari. Paling sering berbentuk overhang. Bentuk horisontal paling efektif untuk membayangi bagian utara dan selatan pada tampak bangunan. Bentuk horisontal memasukkan sinar matahari pada sudut rendah dan menghalau sinar 30 pada sudut matahari yang tinggi. Tingkat keefektifannya bergantung pada perubahan ketinggian matahari (Olgyay, NJ, 1957). Gambar 2.4 Vertical sun shading Sumber : google image search Vertical devices provide shade based on the bearing angle of the sun. Their effectiveness varies diurnally, as the sun moves around the horizon. Vertical devices have the ability to block low-angle sun, and consequently they are often used o openings facing east or west. Blocking low-angle sun also block views, and since the sun bearing changes about 15 degrees per hour, a substansial amount of view may be blocked. Adjustable vertical devices can be responsive to the changes in sun angle (Olgyay, NJ, 1957.) Bentuk vertikal memberikan pembayangan pada sudut matahari yang besar. Efektivitas hariannya bervariasi, saat matahari bergerak sekitar cakrawala. Bentuk vertikal memiliki kemampuan untuk menghalau sudut matahari yang rendah dan sering digunakan pada sisi bagian timur dan barat. Menghalau sudut matahari rendah berarti menghalau pandangan keluar, hal ini dikarenakan pergerakan setiap 15 derajat per jam sehingga dapat menutupi pemandangan keluar, Tingkat keefektifannya bergantung pada perubahan ketinggian matahari (Olgyay, NJ, 1957). 2.3.5 Double Skin Facade Penggunaan Double Skin Facade pertama kali digunakan dan diuji di Swiss oleh arsitek Le Corbusier di awal abad ke 20. Ide pertamanya adalah (dinding penetral) yang meliputi penyisipan pemanasan / pendinginan antara lapisan kaca. Sistem ini diperkenalkan dalam bukunya Villa Schwob (La 31 Chaux-de-Fonds, Swiss, 1916), dan uji coba untuk beberapa proyek lain, termasuk Liga Bangsa-bangsa (1927), Centrosoyuz bangunan (Moskow, 1928-1933), dan Cité du Refuge ( Paris , 1930). Insinyur Amerika yang belajar sistem informasi pada tahun 1930 ini mengatakan bahwa proyek-proyek tersebut akan menggunakan lebih banyak energi daripada sistem udara konvensional, tetapi Harvey Bryan kemudian menyempurnakan ide Le Corbusier terkait dengan sinar matahari. Fasad ganda atau Double Skin Fasade berperan sebagai sitem pendingin bangunan, menurut Claessens dan DeHerde (Poirazis, 2004) "Double Skin Fasade adalah tambahan selubung bangunan yang dipasang pada bagian fasad, berupa tambahan fasad dan biasanya bersifat transparan. Ruang yang terdapat di antara kulit kedua dan fasad asli adalah sebuah zona penyangga yang berfungsi untuk melindungi bangunan. Ruang ini juga berfungsi sebagai buffer untuk pelindung dari panas yang dipancarkan oleh radiasi matahari, dan tergantung pada orientasi dari fasade”. Kragh, (2000) menggambarkan Double Skin Facade sebagai "sebuah sistem yang terdiri dari lapisan eksternal, adanya rongga ventilasi dan lapisan internal. Penangkal surya diposisikan dalam rongga ventilasi. Lapisan eksternal dan internal dapat menjadi kaca tunggal atau kaca ganda, kedalaman rongga dan jenis ventilasi tergantung pada kondisi lingkungan, kinerja selubung yang diinginkan dan desain keseluruhan bangunan termasuk sistem lingkungan. Saelens, (2002) menjelaskan Double Skin Facade, adalah fasad ganda konstruksi selubung bangunan, yang terdiri dari dua permukaan transparan dipisahkan oleh rongga, yang digunakan sebagai saluran udara. Berkaitan dengan sistem energi, Double skin Facade (DSF) memiliki peran dalam mengurangi kebutuhan pendinginan ruang selama musim panas, mengurangi kebutuhan pemanasan selama musim dingin (pada negara-negara di Eropa), dan mengurangi beban pendinginan/pemanasan yang memuncak, di samping itu fungsi pencahayaan juga tetap dipertimbangkan, memungkinkan cahaya alami untuk dapat masuk ke dalam ruangan sebagai pengganti cahaya buatan (Poirazis, 2004). Ruang udara antara lapisan kaca berfungsi sebagai isolasi terhadap suhu ekstrem, angin, dan suara. Perangkat shading terletak antara dua kulit. Semua 32 elemen dapat diatur secara berbeda dan kombinasi dari membran padat dan kaku". Terdapat 3 jenis sistem dasar dari double skin facade yaitu : 1. Buffer system Sistem ini merupakan isolasi dan diciptakan untuk mempertahankan cahaya matahari ke dalam bangunan sambil meningkatkan isolasi dan sifat suara dari sistem dinding. Menggunakan dua lapisan kaca tunggal berjarak 250-900 mm terpisah, disegel dan memungkinkan udara segar ke dalam gedung melalui cara-cara terkontrol atau box type windows yang memotong melalui kulit ganda secara keseluruhan. Perangkat shading dapat dimasukkan dalam rongga. Contoh modern dari jenis ini adalah Occidental Chemical / Hooker Bangunan di Air Terjun Niagara, New York. Gedung ini memungkinkan asupan udara segar di dasar rongga udara dan exhausts di bagian atas. Gambar 2.5 Buffer System Sumber: Terri Meyer Boake, The Tectonics of the Double Skin 2. Extract air system Satu dari lapisan double skin facade ditempatkan pada interior sebuah fasade utama. Ruang udara antara dua lapisan kaca menjadi bagian dari sistem HVAC. Udara yang terkandung dalam sistem ini menggunakan sistem HVAC. Pada sistem ini udara segar dipasok secara mekanis. Perangkat shading sering dipasang di rongga. Rongga kaca bekisar sekitar 150 mm sampai 900 mm dan merupakan fungsi dari ruang yang diperlukan untuk mengakses rongga untuk membersihkan. Sistem ini digunakan ketika ventilasi alami tidak memungkinkan terjadi (misalnya di lokasi dengan suara tinggi, angin atau asap). 33 Gambar 2.6 Extract Air System Sumber: Terri Meyer Boake, The Tectonics of the Double Skin 3. Twin face system Sistem ini terdiri dari dinding tirai konvensional atau sistem dinding termal di dalam kaca tunggal kulit bangunan. Sistem ini harus memiliki ruang interior minimal 500 sampai 600 mm untuk memungkinkan pembersihan. Sistem ini berbeda dari Buffer System dan Extract Air System dengan memasukkan udara dari bukaan di kulit untuk memungkinkan ventilasi alami. Kulit kaca pada bagian luar berfungsi untuk menghalau / memperlambat angin dalam gedung bertingkat tinggi dan memungkinkan bukaan interior untuk akses udara segar tanpa kebisingan. Jendela pada fasade interior dapat dibuka. Penggunaan jendela dapat digunakan untuk malam hari sebagai pendinginan ruangan dengan demikian mengurangi beban pendinginan sistem HVAC bangunan. Untuk kontrol suara, bukaan di kulit luar dapat ditempatkan jauh dari jendela pada fasad interior. Contoh penggunaan sistem ini pada menara di Jerman RWE yang melambangkan sebuah bangunan Twin Face System. 34 Gambar 2.7 Twin Face System Sumber: Terri Meyer Boake, The Tectonics of the Double Skin Gambar berikut menunjukkan mekanisme pergerakan aliran udara dan pengaruh radiasi matahari pada sistem Double Skin Facade. Gambar 2.8 Twin Face System (Sumber: Cheol-Soo Park, 2003) Sistem fasad ganda terdiri dari kaca eksterior ganda, sebuah kaca interior, rongga dengan inlet aliran udara dikontrol / outlet, dan Louver berputar terkendali dalam rongga. Pengembangan model fisik dan matematis untuk sistem ini membutuhkan suatu penelitian dari proses transportasi panas dalam geometri sebagai berikut : 1. Radiasi matahari langsung, difusi, dan refleksi 2. Radiasi gelombang panjang antara permukaan 3. Perpindahan panas konvektif 4. Gerakan udara melalui inlet / outlet dan rongga 35 Berikut ini adalah contoh penggunaan double skin facade yang cukup berhasil pada gedung Capital Gate di Abu Dhabi. Gambar 2.9 Double Facade System (Sumber: Terri Meyer Boake, 2012) Penelitian yang dilakukan oleh Terri Meyer Boake (2012), menunjukkan bahwa penggunaan sistem double facade di hotel pada gambar 2.7 diatas dapat menurunkan suhu di dalam ruangan, suhu luar sebesar 460C saat masuk ke dalam ruangan berkurang menjadi 230C. Jarak antara double skin dengan dinding kaca cukup besar sehingga memungkinkan akses untuk perawatan dan pembersihan. Beberapa fungsi fasad ganda yaitu (Knaack, 2007): Pemisah ruang dalam dan ruang luar Memasukkan cahaya sekaligus melindungi dari panas matahari di saat yang sama Sebagai akses view ke dalam dan ke luar bangunan Sebagai isolator terhadap panas, dingin, dan kebisingan Bisa menyerap, mendorong, atau membelokkan angin Sebagai sirkulasi udara Perlindungan dari hujan Menangani kelembaban dari dalam dan luar bangunan Keuntungan Penggunaan Double Skin Facade Menurut Hariz Poirazia (2004) penggunaan double skin facade memiliki kelebihan dan kekurangan diantaranya : Kelebihan penggunaan double skin facade : 36 1. Biaya lebih murah, dibandingkan dengan solusi yang ditawarkan dengan penggunaan electrochromic, panel Thermochromicatau photochromic. Walaupun penggunaan panel-panel tersebut sangat menjanjikan namum panel-panel tersebut sangat mahal. Sebaliknya penggunaan double skin façade dapat memperoleh kualitas yang bervariasi tergantung dari koordinat dan komponen-komponen lainnya. 2. Insulasi Akustik, berdasarkan jurnal-jurnal dari berbagai penulis, insulasi akustik adalah salah satu alasan penting mengapa konsep double skin façade digunakan. Penggunaan selubung bangunan atau secondary skin ini, dapat mengurangi kebisingan didalam bangunan dengan dan juga dari luar bangunan ke dalam bangunan sebagai contoh kebisingan yang dihasilkan dari kemacetan jalanan. Jager, (2003) menyatakan untuk insulasi suara dengan penggunaan jarak minimal 100 mm. 3. Insulasi Thermal: banyak penulis mengklaim bahwa sistem selubung bangunan menawarkan insulasi thermal yang baik untuk musim dingin dan musim panas. o Selama Musim Dingin, kulit luar tambahan memberikan kenaikan kualitas insulasi dengan mengurangi pelepasan panas pada bangunan. Stec and Paassen “Controlled Double Façades and HVAC” pada tahun 2000, menuliskan tentang kemampuan aspek pre-heating pada double skin façade. “Angka paling tinggi dari effiseiensi pemulihan panas ditemukan pada rongga yang lebih tipis. Rongga yang tipis memiliki kepadatan udara yang lebih tinggi di dalamnya oleh karena itu pada rongga yang tipis terdapat koefisien transfer panas yang lebih tinggi”. Thus, “saat musim dingin, rongga yang tipis lebih berguna karena rongga yang tipis tersebut dapat mengatur aliran udara di dalamnya lebuh baik untuk effiensi pemanasan melalui ventilasi udara”. o Saat Musim Panas, udara panas didalam rongga dapat di buang bila rongga tersebut berventilasi (secara natural ataupun mekanik). Untuk ventilasi yang tepat dari rongga udara, sangat penting untuk mengkombinasikan antara tipe panel dengan tipe shading sehingga tidak tercipta panas pada rongga dan bagian dalam bangunan. 37 4. Ventilasi pada malam hari, pada saat hari-hari di musim panas, saat panas dilar bangunan lebih dari 26o C ada kemungkinan untuk suhu ruang di dalam bangunan menjadi berlebihan. Pada kasus ini, selubung bangunan dapat menyimpan suhu yang lebih rendah dengan menggunakan ventilasi alami. Dikutip dari Lee, dkk (2002) “Selubung bangunan di desian untuk memungkinkan ventilasi pada malam hari, dengan alasan keamanan dan proteksi dari hujan sebagai keuntungan utama” 5. Penghematan Energi dan mengurangi dampak pada lingkungan, Prinsipnya selubung bangunan dapat menghemat energi juga di desain dengan tepat. Dikutip dari Oesterle, dkk.,(2001) “sebuah angka yang signifikan bisa diperoleh hanya bila selubung bangunan mengadakan ventilasi pada jendela atau dimana penggunaan natural dimanfaatkan. Dengan menghindarkan penggunaan sistem udara mekanik pasokan listrik untuk udara dapat dikurangi. 6. Proteksi yang lebih baik untuk pembayangan dan Perlengkapan Penerangan, oleh karena pembayangan dan perlengkapan penerangan diletakan di bagian dalam dari rongga selubung bangunan, sehingga terhindar dari angin dan juga hujan. 7. Reduksi dari tekanan angin, pada high rise bulding selubung bangunan bisa berfungsi untuk mereduksi tekanan angin. 8. Transparancy – Desain arstiektural, Lee, dkk., (2002) menyatakan “ double skin façade adalah sebuah phenomena yang terjadi di arsitektur Eropa didorong oleh gairah dari estetika untuk kaca sebagai keseluruhan fasad” 9. Ventilasi Natural, salah satu keuntungan dari penggunaan selubung bangunan adalah dengan pengaplikasian selubung bangunan memungkinkan ventilasi alami terjadi. 10. Kenyaman thermal, Pada saat musim dingin udara dalam bangunan akan terasa lebih hangat karena udara hangat terisolasi didalam bangunan, sedangkan pada musim panas selubung berfungsi sebagai pengahalan sinar matahari langusng sehingga bangunan tidak menyerap panas sinar matahari. 38 Tabel 2.6 Keuntungan penerapan Double Skin Facade Sumber: Hariz Poirazia (2004) Kerugian Penggunaan Double Skin Facade 1. Harga Konstruksi lebih mahal, dibandingkan dengan penggunaan fasade yang konvensional. Dikutip dari Oesterle, dkk,. (2001) “ Tak seorangpun yang dapat membantah bahwa penggunaan kulit kedua pada bangunan akan lebih murah dari pada penggunaan kulit bangunan single: konstruksi dari lapisan terluar dan jarak antara kedua kulit akan membuat bentuk awal menjadi lebih baik. 2. Mengurangi area bangunan, pada bangunan kantor dimana tataguna lahan harus dimaksimalkan, penggunaan selubung bangunan akan mengurangi space tersebut untuk instalasi kulit bangunan itu sendiri, sehingga luasan area di dalamnya menjadi berkurang. 3. Maintenance dan biaya operasional, jika dibandingkan dengan bangunan yang hanya menggunakan lapisan single pada bangunan, mudah di lihat bahwa penggunaan selubung bangunan lebih membutuhkan uang lebih banyak dalam hal konstruksi, pembersihan, operasi, inspeksi servis dan juga maintenance. 4. Permasalahan Overheat, seperti telah dijelaskan diatas, jika kulit bangunan tidak di desain secara tepat maka sangat memungkinkan udara pada rongga 39 akan memanaskan ruangan dalam bangunan. Jager (2003) menyatakan bahwa, untuk menghindari overheat panel harus paling sedikit berjarak 200 mm. 5. Kenaikan kepadatan aliran udara di dalam rongga, seringkali pada bangunan bertingkat tinggi. Berbagai kemungkinan tekanan udara alami terjadi melalui rongga bangunan. 6. Peningkatan Berat Struktur, Penambahan kulit bangunan tentu saja akan menambah berat pada struktur bangunan sehingga mempengaruhi biaya struktur. Tabel 2.7 kerugian penerapan Double Skin Facade Sumber: Hariz Poirazia (2004) Kesimpulan Tinjauan Khusus : 1. Proses perancangan perlu memperhatikan faktor iklim, pada perancangan ini berada pada iklim tropis. 2. Iklim tropis dimana radiasi matahari yang tinggi mempengaruhi penggunaan energi pada bangunan. 3. Penghematan dan penggunaan energi yang efisien perlu diperhatikan dalam bangunan. 4. Penggunaan selubung bangunan dan penangkal radiasi surya matahari dapat menggunakan sun shading dan double skin facade. 5. Penggunaan sun shading akan diperuntukkan pada area yang tidak terlalu banyak terkena radiasi surya, sedangkan penggunaan double skin facade difungsikan pada bagian fasad yang banyak terkena paparan radiasi surya. 40 2.4 Kerangka Berpikir PEMILIHAN TOPIK: Environmentally, Sustainable, Healthy, and Liveable Human Settlement Prinsip dasar sustainable architecture dalam bangunan dengan pertimbangan penghematan energi. LATAR BELAKANG PROYEK Hotel sebagai sarana tempat penginapan sementara untuk wisatawan. MAKSUD dan TUJUAN Perencanaan dan Perancangan Hotel di kawasan CBD Puri Indah sebagai sarana akomodasi penunjang kegiatan wisatawan Sustainable design Hotel Sistematika pereduksian radiasi matahari yang di kembangkan melalui desain shading device dan double skin facade Shading Device dan double skin facade PERMASALAHAN Pemanfaatan energi yang tidak berkelanjutan dengan pemakaian energi yang besar pada bangunan. Permasalahan radiasi matahari yang menyebabkan besarnya suhu ruang. ANALISA Menganalisa permasalahan dan mencari solusi untuk menjawab permasalahan yang kemudian akan diterapkan pada proses perancangan KONSEP PERANCANGAN Kesimpulan hasil dari analisa terhadap data yang didapatkan dan dianalisa SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN Studi hotel yang ada di Jakarta Data fisik, studi literature, lokasi tapak, analisa dengan software