Pendekatan Diagnosis Limfadenopati

advertisement
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Akreditasi IDI – 3 SKP
Pendekatan Diagnosis Limfadenopati
Amaylia Oehadian
Sub Bagian Hematologi-Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
RS Hasan Sadikin/Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
ABSTRAK
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm. Berdasarkan lokasinya, limfadenopati
terbagi menjadi limfadenopati generalisata dan limfadenopati lokalisata. Penyebab limfadenopati dapat diingat dengan mnemonik MIAMI:
malignancies (keganasan), infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous and unusual conditions (lain-lain
dan kondisi tak-lazim), dan iatrogenic causes (sebab-sebab iatrogenik). Penyebab limfadenopati yang jarang dapat disingkat menjadi SHAK:
sarkoidosis, silikosis/beriliosis, storage disease, hipertiroidisme, histiositosis X, hipertrigliseridemia berat, hiperplasia angiofolikular, limfadenopati
angioimunoblastik, penyakit Kawasaki, limfadenitis Kikuchi, dan penyakit Kimura. Kunci kecurigaan keganasan meliputi usia tua, karakteristik
kelenjar yang keras, terfiksasi, berlangsung lebih dari 2 minggu, dan berlokasi di supraklavikula. Biopsi eksisi merupakan prosedur diagnostik
terpilih pada kecurigaan keganasan.
Kata kunci: limfadenopati, MIAMI, keganasan, biopsi
ABSTRACT
Lymphadenopathy is defined as lymph node enlargement of more than 1 cm. It can be generalized or localized. It results from many diseases
recalled using the mnemonic acronym MIAMI: malignancies, infections, autoimmune disorders, miscellaneous and unusual conditions,
and iatrogenic causes. Rare causes of lymphadenopathy can be abbreviated to SHAK: sarcoidosis, silicosis/berylliosis, storage disease,
hyperthyroidisme, histioscytosis X, hypertriglyceridemia, angiofollicular hyperplasia, angioimunoblastic lymphadenopathy, Kawasaki syndrome,
Kikuchi’s lymphadenitis, and Kimura disease. The keys for suspected malignancy include older age, firm, fixed nodal character, greater than 2
weeks duration and supraclavicular location. Excisional biopsy remains the diagnostic procedure of choice in suspected malignancy. Amaylia
Oehadian. Diagnostic Approach of Lymphadenopathy.
Key words: lymphadenopathies, MIAMI, malignancy, biopsy
Meskipun limfadenopati dapat menunjukkan
adanya penyakit serius, pada umumnya
disebabkan oleh infeksi. Bila didapatkan
limfadenopati lokal, harus dilakukan evaluasi
kemungkinan
adanya
limfadenopati
generalisata. Pada sebagian besar kasus,
diagnosis
dapat
ditegakkan
dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kelenjar
getah bening normal biasanya berdiameter
kurang dari 1 cm dan cenderung lebih besar
pada orang dewasa muda. Pada orang normal,
kelenjar getah bening sering teraba di daerah
inguinal karena trauma kronik dan infeksi
yang sering terjadi di ekstremitas bawah;
dapat juga teraba di daerah leher (terutama
daerah submandibular) setelah infeksi daerah
kepala dan leher.1 Pada umumnya, kelenjar
getah bening dengan ukuran lebih besar
dari 1 cm merupakan temuan abnormal.2
Alamat korespondensi
Diperkirakan 1,1% penderita yang berobat ke
sarana layanan kesehatan primer mengidap
keganasan. Faktor risiko utama keganasan
meliputi usia tua, karakteristik kelenjar yang
keras, terfiksasi, berlangsung lebih dari 2
minggu, dan berlokasi di supraklavikula.3
DEFINISI
Limfadenopati merupakan pembesaran
kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm.2 Kepustakaan lain
mendefinisikan
limfadenopati
sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar
getah bening.3 Terabanya kelenjar getah
bening supraklavikula, iliak, atau poplitea
dengan ukuran berapa pun dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih
besar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal.3
KLASIFIKASI
Berdasarkan luas limfadenopati:
• Generalisata: limfadenopati pada 2 atau
lebih regio anatomi yang berbeda.3
• Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.3
Dari semua kasus pasien yang berobat ke
sarana layanan kesehatan primer, sekitar 3/4
penderita datang dengan limfadenopati
lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan
limfadenopati generalisata.2
ETIOLOGI
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan
limfadenopati. Keadaan-keadaan tersebut
dapat diingat dengan mnemonik MIAMI:
malignancies (keganasan), infections (infeksi),
autoimmune disorders (kelainan autoimun),
miscellaneous and unusual conditions (lain-lain
email: [email protected]
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
727
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Tabel 1 Etiologi limfadenopati3
Penyebab
•
•
•
•
Keganasan
Limfoma
-
Leukemia
Demam, keringat malam, penurunan
berat badan, asimptomatik
Memar, splenomegali
-
Neoplasma kulit
Sarkoma Kaposi
Metastasis
Lesi kulit karakteristik
Lesi kulit karakteristik
Bervariasi tergantung tumor primer
Infeksi
Bruselosis
Cat-scratch disease
CMV
-
HIV, infeksi primer
Limfogranuloma venereum
Mononukleosis
-
Faringitis
Rubela
-
Tuberkulosis
Tularemia
-
Demam tifoid
Sifilis
Hepatitis virus
Demam, menggigil, malaise
Demam, menggigil, atau asimptomatik
Hepatitis, pneumonitis, asimptomatik,
influenza-like illness
Nyeri, promiskuitas seksual
Demam, malaise, splenomegali
Demam, eksudat orofaringeal
Ruam karakteristik, demam
Demam, keringat malam, hemoptisis,
riwayat kontak
Demam, ulkus pada tempat gigitan
Demam, konstipasi, diare, sakit kepala,
nyeri perut, rose spot
Ruam, ulkus tanpa nyeri
Demam, mual, muntah, diare, ikterus
Artritis, nefritis, anemia, ruam,
penurunan berat badan
Autoimun
Lupus eritematosus sistemik Artitis simetris, kaku pada pagi hari,
demam
Artritis reumatoid
Perubahan kulit, kelemahan otot
proksimal
Dermatomiositis
Keratokonjungtivitis, gangguan ginjal,
vaskulitis
Sindrom Sjogren
Demam, konjungtivitis, strawberry
tongue
Lain-lain/kondisi tak-lazim
Penyakit Kawasaki
-
•
Karakteristik
Sarkoidosis
Iatrogenik
Serum sickness
Obat
Diagnostik
Biopsi kelenjar
Pemeriksaan hematologi, aspirasi
sumsum tulang
Biopsi lesi
Biopsi lesi
Biopsi
Kultur darah, serologi
Diagnosis klinis, biopsi
Antibodi CMV, PCR
HIV RNA
Diagnosis klinis, titer MIF
Pemeriksaan hematologi, Monospot,
serologi EBV
Kultur tenggorokan
Serologi
PPD, kultur sputum, foto toraks
Kultur darah, serologi
Kultur darah, kultur sumsum tulang
Rapid plasma reagin
Serologi hepatitis, uji fungsi hati
Klinis, ANA,ds DNA, LED, hematologi
Klinis, radiologi, faktor reumatoid, LED,
hematologi
EMG, kreatin kinase serum, biopsi otot
Uji Schimmer, biopsi bibir, LED,
hematologi
Perubahan kulit, dispnea, adenopati
hilar
Demam, urtikaria, fatigue
Kriteria klinis
Limfadenopati asimptomatik
Klinis, kadar komplemen
Penghentian obat
ACE serum, foto toraks, biopsi paru/
kelenjar hilus
Keterangan: ACE angiotensin-converting enzyme, ANA antinuclear antibody, CMV cytomegalovirus, dsDNA double-stranded
DNA, EBV Ebstein-Barr virus, HIV human immunodeficiency virus, MIF titer immunoglobulin M microimmunofluorescence to
lymphogranuloma venerum antigen, Monospot heterophile antibody agglutination testing, PPD purified protein derivative
dan kondisi tak-lazim), dan iatrogenic causes
(sebab-sebab iatrogenik).3
Etiologi limfadenopati terangkum pada tabel 1.
Obat-obat yang dapat menyebabkan
limfadenopati, antara lain, adalah3: alopurinol,
atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas,
hidralazin, penisilin, fenitoin, primidon,
pirimetamin,
kuinidin,
trimetoprimsulfametoksazol, sulindak.
Penyebab limfadenopati yang jarang dapat
disingkat menjadi SHAK3:
728
• Sarkoidosis
• Silikosis/beriliosis
• Storage disease: penyakit Gaucher,
penyakit Niemann Pick, penyakit Fabry,
penyakit Tangier
• Hipertiroidisme
• Histiositosis X
• Hipertrigliseridemia berat
• Hiperplasia
angiofolikular:
penyakit
Castelman
• Limfadenopati angioimunoblastik
• Penyakit Kawasaki
• Limfadenitis Kikuchi
• Penyakit Kimura
Penyakit Kawasaki
Penyakit Kawasaki, disebut juga sindrom
kelenjar getah bening mukokutaneus,
merupakan vaskulitis yang paling sering
didapatkan pada anak. Etiologinya tidak
diketahui. Biasanya bersifat swasirna (selflimiting) dengan manifestasi inflamasi lain
yang berlangsung kurang lebih 12 hari.
Dapat terjadi komplikasi berupa aneurisma
arteri koroner, kardiomiopati, gagal jantung,
infark miokard, aritmia, dan oklusi arteri
perifer.4
Diagnosis ditegakkan bila terdapat demam
>5 hari dengan minimal 4 dari 5 gejala
berikut5:
• Injeksi konjungtiva bulbar bilateral
• Perubahan membran mukosa oral (fisura
dan kemerahan pada bibir, faring, strawberry
tongue)
• Perubahan pada ekstremitas (eritema
telapak tangan dan kaki, edema tangan
dan kaki pada fase akut, dan deskuamasi
periungual pada fase konvalesen)
• Ruam polimorfik
• Limfadenopati servikal (minimal 1 kelenjar
dengan diameter >1,5 cm).
Limfadenitis Kikuchi
Limfadenitis Kikuchi, disebut juga penyakit
Kikuchi, penyakit Kikuchi-Fujimoto, atau
limfadenitis nekrotikans histiositik Kikuchi,
merupakan limfadenopati jinak yang
penyebabnya tidak diketahui dengan
karakteristik limfadenopati servikal dan
demam. Penyebabnya diduga merupakan
respons limfosit T dan histiosit terhadap
infeksi. Infeksi yang diduga menjadi
penyebab meliputi Epstein Barr virus
(EBV), human herpesvirus 6, human
herpesvirus 8, human immunodeficiency
virus (HIV), parvovirus B19, paramyxoviruses,
parainfluenza virus, Yersinia enterocolitica,
dan toksoplasma.6
Penyakit Kimura
Merupakan kelainan alergi inflamatorik
dengan
penyebab
tidak
diketahui;
penyakit endemik di Asia. Penyakit Kimura
merupakan keadaan yang jinak, tetapi dapat
disalahtafsirkan sebagai keganasan. Gambaran
klinisnya berupa nodul subkutan di daerah
servikal disertai limfadenopati servikal dan/
atau pembesaran kelenjar parotis. Manifestasi
sistemik hanya berupa keterlibatan ginjal.
Disebut juga limfogranuloma eosinofilik.7,8
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
DIAGNOSIS
Anamnesis
• Umur penderita dan lamanya
limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat
rendah pada anak dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Kelenjar getah bening
teraba pada periode neonatal dan sebagian
besar anak sehat mempunyai kelenjar getah
bening servikal, inguinal, dan aksila yang teraba.
Sebagian besar penyebab limfadenopati
pada anak adalah infeksi atau penyebab yang
bersifat jinak. Berdasarkan sebuah laporan,
dari 628 penderita yang menjalani biopsi
karena limfadenopati, penyebab yang jinak
dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada
79% penderita berusia kurang dari 30 tahun,
59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39%
penderita di atas 50 tahun.3
Di sarana layanan kesehatan primer,
penderita berusia 40 tahun atau lebih
dengan limfadenopati mempunyai risiko
keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40
tahun, risiko keganasan sebagai penyebab
limfadenopati sebesar 0,4%.2 Limfadenopati
yang berlangsung kurang dari 2 minggu atau
lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas ukuran
mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa
etiologinya adalah keganasan.3
• Pajanan
Anamnesis
pajanan
penting
untuk
menentukan penyebab limfadenopati.
Pajanan binatang dan gigitan serangga,
penggunaan obat, kontak penderita infeksi
dan riwayat infeksi rekuren penting dalam
evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan
setelah bepergian dan riwayat vaksinasi
penting diketahui karena dapat berkaitan
dengan limfadenopati persisten, seperti
tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus,
leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar,
dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan
radiasi ultraviolet dapat berhubungan
dengan metastasis karsinoma organ dalam,
kanker kepala dan leher, atau kanker
kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat
menimbulkan
limfadenopati.
Riwayat
kontak seksual penting dalam menentukan
penyebab limfadenopati inguinal dan
servikal yang ditransmisikan secara seksual.
Penderita
acquired
immunodeficiency
syndrome (AIDS) mempunyai beberapa
kemungkinan penyebab limfadenopati;
risiko keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
limfoma maligna non-Hodgkin meningkat
pada kelompok ini. Riwayat keganasan
pada keluarga, seperti kanker payudara
atau familial dysplastic nevus syndrome dan
melanoma, dapat membantu menduga
penyebab limfadenopati.3
• Gejala yang menyertai
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise,
dan demam, sering menyertai limfadenopati
servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom
mononukleosis. Demam, keringat malam, dan
penurunan berat badan lebih dari 10% dapat
merupakan gejala limfoma B symptom. Pada
limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada
8% penderita stadium I dan 68% penderita
stadium IV. B symptom juga didapatkan pada
10% penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala
artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat
menunjukkan kemungkinan adanya penyakit
autoimun, seperti artritis reumatoid, lupus
eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri
pada limfadenopati setelah penggunaan
alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi
spesifik untuk limfoma Hodgkin.3
Pemeriksaan Fisik
• Karakter dan ukuran kelenjar getah
bening
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak
nyeri meningkatkan kemungkinan penyebab
keganasan atau penyakit granulomatosa.
Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular
mempunyai karakteristik terfiksasi dan
terlokalisasi dengan konsistensi kenyal.
Limfadenopati karena virus mempunyai
karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak
nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati
dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya
disebabkan oleh inflamasi karena infeksi. Pada
kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri
disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar
yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar
karena ekspansi tumor yang cepat.3
Pada umumnya, kelenjar getah bening
normal berukuran sampai diameter 1
cm, tetapi beberapa penulis menyatakan
bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5
cm atau kelenjar getah bening inguinal
lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal.
Terdapat laporan bahwa pada 213
penderita dewasa, tidak ada keganasan
pada penderita dengan ukuran kelenjar di
bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada
8% penderita dengan ukuran kelenjar
1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan
ukuran kelenjar di atas 2,25 cm. Pada anak,
kelenjar getah bening berukuran lebih
besar dari 2 cm disertai gambaran radiologi
toraks abnormal tanpa adanya gejala
kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan
merupakan gambaran prediktif untuk
penyakit granulomatosa (tuberkulosis, catscratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker
(terutama limfoma).2 Tidak ada ketentuan
pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang
menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada
laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum
2 cm dan 1,5 cm merupakan batas ukuran
yang memerlukan evaluasi lebih lanjut
untuk menentukan ada tidaknya keganasan
dan penyakit granulomatosa.3
• Lokasi limfadenopati
Limfadenopati daerah kepala dan leher
Kelenjar getah bening servikal teraba pada
sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga
pada 56% orang dewasa. Penyebab utama
limfadenopati servikal adalah infeksi; pada
anak, umumnya berupa infeksi virus akut
yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium
atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis,
limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit
Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung
selama beberapa bulan. Limfadenopati
supraklavikula kemungkinan besar (54%85%) disebabkan oleh keganasan.3 Kelenjar
getah bening servikal yang mengalami
inflamasi dalam beberapa hari, kemudian
berfluktuasi (terutama pada anak-anak)
khas untuk limfadenopati akibat infeksi
stafilokokus dan streptokokus.1 Kelenjar
getah bening servikal yang berfluktuasi
dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri
yang signifikan merupakan petunjuk infeksi
mikobakterium, mikobakterium atipikal atau
Bartonella henselae (penyebab cat scratch
disease).1 Kelenjar getah bening servikal yang
keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan
kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus).1 Limfadenopati
servikal merupakan manifestasi limfadenitis
tuberkulosa yang paling sering (63-77%
kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat
juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.9
Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear
729
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
selalu patologis. Penyebabnya meliputi
infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma,
sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.1
Limfadenopati aksila
Sebagian
besar
limfadenopati
aksila
disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara
sering bermetastasis ke kelenjar getah
bening aksila anterior dan sentral yang
dapat teraba sebelum ditemukannya tumor
primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak
awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di
kelenjar getah bening aksila. Limfadenopati
antekubital atau epitroklear dapat disebabkan
oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas,
yang bermetastasis ke kelenjar getah bening
ipsilateral.3
Gambar 1 Kelenjar getah bening leher dan daerah drainasenya3
Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai
keterkaitan erat dengan keganasan. Pada
penelitian, keganasan ditemukan pada 34%
dan 50% penderita. Risiko paling tinggi
ditemukan pada penderita di atas usia
40 tahun.1 Limfadenopati supraklavikula
kanan berhubungan dengan keganasan
di mediastinum, paru, atau esofagus.
Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus
Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu,
pankreas, testis, ovarium, prostat).1
Gambar 2 Kelenjar getah bening aksila dan daerah drainasenya3
Gambar 3 Limfadenopati daerah inguinal dan drainage3
730
Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan
dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal,
terutama yang bekerja tanpa alas kaki.
Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi
merupakan penyebab tersering limfadenopati
inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel
skuamosa pada penis dan vulva, limfoma,
serta melanoma dapat disertai limfadenopati
inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan
pada 58% penderita karsinoma penis atau
uretra.3
Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering
disebabkan oleh infeksi serius, penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan
dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab
jinak pada anak adalah infeksi adenovirus.
Limfadenopati generalisata dapat disebabkan
oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran
kanker padat stadium lanjut. Limfadenopati
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
sumber keganasan primer yang mungkin
bermetastasis ke kelenjar getah bening
tersebut dan tindakan diseksi leher.10
Pembagian level kelenjar getah bening dapat
dilihat pada tabel 2 dan gambar 4.
Pendekatan diagnosis limfadenopati dapat
dilihat pada bagan 1.
Gambar 4 Level kelenjar getah bening leher10
generalisata pada penderita luluh imun
(immunocompromised) dan AIDS dapat terjadi
karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis,
kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis,
dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat
bermanifestasi
sebagai
limfadenopati
generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.3
Kelompok kelenjar getah bening dan daerah
drainasenya dapat dilihat pada gambar 1, 2,
dan 3.
Lokasi kelenjar getah bening daerah leher
dapat dibagi menjadi 6 level. Pembagian
ini
berguna
untuk
memperkirakan
Kesulitan diagnosis adalah jika anamnesis
dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada
diagnosis tertentu yang dapat dilanjutkan
dengan uji spesifik. Tidak ada bukti yang
mendukung manfaat pemberian antibiotik
atau steroid pada keadaan ini, bahkan
sebaiknya dihindari karena akan mengaburkan atau memperlambat diagnosis.
Belum terdapat kesepakatan lama observasi
yang diperlukan pada keadaan limfadenopati
yang tidak diketahui penyebabnya. Beberapa
ahli merekomendasikan perlunya evaluasi
lebih spesifik atau biopsi pada limfadenopati
noninguinal yang tidak diketahui penyebabnya dan berlangsung lebih dari 1
bulan.3
Tabel 2 Kelompok kelenjar getah bening daerah leher berdasarkan level10
Kelompok kelenjar getah bening
Level I
• Sublevel I A (submental)
Keterangan
Kelenjar getah bening dalam batas segitiga antara m. digastrikus bagian anterior dan tulang hioid.
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari dasar mulut, anterior lidah, anterior mandibula, bibir bawah
• Sublevel I B (submandibular)
Kelenjar getah bening dalam batas m.digastrik bagian anterior, m. Stilohioid, dan mandibula.
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari kavum oral, kavum nasal anterior, jaringan lunak wajah, dan glandula
submandibularis.
Level II
(jugular atas)
Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 atas, nervus asesorius spinalis mulai dari basis kranii sampai bagian inferior
tulang hioid.
Kelompok ini mempunyai risiko untuk metastasis keganasan dari kavum oral, kavum nasi, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring,
dan kelenjar parotis.
• Sublevel IIA
• Sublevel IIB
Terletak di bagian anterior nervus asesorius spinalis
Terletak di bagian anterior nervus asesorius spinalis
Level III
(jugular tengah)
Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 tengah, mulai bagian inferior tulang hioid sampai bagian inferior kartilago
krikoidea
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari kavum oral, nasofaring, orofaring, hipofaring, dan laring
Level IV
(jugular bawah)
Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 bawah, mulai bagian inferior kartilago krikoidea sampai klavikula
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari hipofaring, tiroid, esofagus bagian servikal, dan laring
Level V
(posterior triangle group)
Kelenjar getah bening di sekitar nervus asesoris pertengahan bawah dan arteri servikal transversa
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari nasofaring, orofaring, dan struktur kulit pada posterior kepala dan leher
•
•
Di atas batas inferior arkus krikoideus anterior, termasuk kelenjar asesoris spinal
Di bawah batas inferior arkus krikoideus anterior, termasuk kelenjar supraklavikula (kecuali nodus Virchow di level IV)
Sublevel VA
Sublevel VB
Level VI
(anterior triangle group)
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
Kelenjar getah bening di antara tulang hioid dan takik suprasternal (suprasternal notch)
Kelompok ini mempunyai risiko untuk metastasis keganasan dari tiroid, laring bagian glotis dan subglotis, apeks sinus piriformis, dan
esofagus bagian servikal
731
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Anamnesis
(kontak infeksi, obat, perjalanan, pajanan lingkungan, riwayat seksual, riwayat keluarga)
Pemeriksaan fisik
(termasuk pemeriksaan limfatik lengkap, pemeriksaan regional sesuai aliran limfatik)
Penyebab jinak/
penyakit swasirna
positif
Autoimun/penyakit
infeksi serius
Curiga keganasan
Tidak diketahui
Lain-lain/ penyebab
tak-lazim
Uji spesifik
Uji spesifik,
terapi empirik
Dapat diobati
Negatif
Uji spesifik
Ya
Tidak
Tidak diketahui
Biopsi eksisi
terapi
Faktor risiko
keganasan
Risiko tinggi
Reassurance, penjelasan
perjalanan penyakit
Risiko rendah
Lokalisata
Generalisata
Negatif
Positif
Tidak diketahui
Terapi
Pemantauan limfadenopati persisten atau
perubahan limfadenopati
Pemeriksan
hematologi,
RPR, PPD, HIV,
HbsAg, ANA
Observasi 1 bulan
Negatif
Positif
Biopsi kelenjar
yang paling
abnormal
Perbaikan
Negatif
Pemantauan limfadenopati persisten atau
perubahan limfadenopati
Bagan 1 Pendekatan diagnostik limfadenopati3
Keterangan: RPR rapid plasma reagin, ANA antinuclear antibody
Biopsi kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya
dilakukan pada kelenjar yang paling besar,
paling dicurigai, dan paling mudah diakses
dengan pertimbangan nilai diagnostiknya.
Kelenjar getah bening inguinal mempunyai
nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar
getah bening supraklavikular mempunyai
nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun
teknik pewarnaan imunohistokimia dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
biopsi aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap
merupakan prosedur diagnostik terpilih.
Adanya gambaran arsitektur kelenjar pada
biopsi merupakan hal yang penting untuk
diagnostik yang tepat, terutama untuk
membedakan limfoma dengan hiperplasia
reaktif yang jinak.3
RINGKASAN
Limfadenopati merupakan pembesaran
kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm. Limfadenopati
dapat disebabkan oleh keganasan, infeksi,
penyakit autoimun, kelainan-kelainan yang
jarang didapatkan dan iatrogenik (obat).
Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting
untuk mengevaluasi usia penderita, lokasi,
karakteristik, dan lamanya limfadenopati,
serta gejala lain yang menyertai untuk
mengarahkan pada penyebab limfadenopati.
Kunci kecurigaan keganasan adalah usia tua,
karakteristik kelenjar yang keras, terfiksasi,
berlangsung lebih dari 2 minggu dan berlokasi
di supraklavikula. Biopsi eksisi merupakan
prosedur diagnostik terpilih bila dicurigai
keganasan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults [Internet]. 2010 Sep [cited 2011 Jan 27]. Available from: www.uptodate.com.
2.
Ferrer R. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. Am Fam Physician. 1998;58:1315.
3.
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician. 2002;66:2103-10.
4.
Sundel R. Epidemiology and etiology of Kawasaki disease [Internet]. 2010 Sep [cited 2011 Feb 12]. Available from: www.uptodate.com.
5.
Sundel R. Clinical manifestations and diagnosis of Kawasaki disease [Internet]. 2010 Sep [cited 2011 Feb 12]. Available from: www.uptodate.com.
6.
Richards MJ. Kikuchi’s disease [Internet]. 2010 Sep [cited 2011 Jan 27]. Available from: www.uptodate.com.
7.
Ranka SR, Rajput A, Kantharia CV. Kimura’s disease. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg. 2004;56:43-5.
8.
Larocche C. Kimura’s disease. Orphanet Encyclopedia [Internet]. 2005 [cited 2011 Jan 27]. Available from: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-kimura.pdf.
9.
Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2010 Sep [cited 2011 Jan 27]. Available from: www.uptodate.com.
10. Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion clasification update. Revision proposed by the American Head and Neck Society and the American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2002;128:751-8.
732
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
Download