32 BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG

advertisement
BAB III
KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG
Sebelum menganalisis lebih jauh, terlebih dahulu akan dibahas karakteristik Kota
Bandung dan secara khusus wilayah Bandung Timur meliputi kondisi
karakteristik penduduk, penggunaan lahan, dan kondisi perekonomian yang ada di
wilayah tersebut.
III.1
Tinjauan Eksternal Kota Bandung
III.1.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, wilayah Kota
Bandung dibagi menjadi 6 (enam) wilayah pengembangan (WP), yaitu wilayah
yang secara geografis berada dalam satu pusat pelayanan pusat sekunder. Adapun
pembagian WP tersebut adalah sebagai berikut :
1. WP Bojanegara dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sentrasi, mencakup
Kecamatan Andir, Kecamatan Sukasari, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan
Sukajadi.
2. WP Cibeunying dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sadang Serang,
mencakup Kecamatan Cidadap, Kecamatan Coblong, Kecamatan Bandung
Wetan, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan Cibeunying Kaler dan
Kecamatan Sumur Bandung.
3. WP Tegallega dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Kopo Kencana,
mencakup Kecamatan Astana Anyar, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kecamatan
Bojongloa Kaler, Kecamatan Babakan Ciparay, dan Kecamatan Bandung
Kulon.
4. WP Karees dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Turangga, mencakup
Kecamatan Regol, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Batununggal dan
Kecamatan Kiaracondong.
32
5. WP Ujungberung dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Arcamanik,
mencakup
Kecamatan
Cicadas,
Kecamatan
Arcamanik,
Kecamatan
Ujungberung, Kecamatan Cibiru dan Kelurahan Mekarmulya di Kecamatan
Rancasari.
6. WP Gedebage dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Margasari mencakup
Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan
(RTRW Kota Bandung Tahun 2013)
Sistem pusat pelayanan Kota Bandung yang direncanakan terdiri atas 2
(dua) pusat primer dan 6 (enam) pusat sekunder. Dua pusat primer yang
direncanakan adalah Inti Pusat Kota di bagian Barat dan Gedebage di bagian
Timur. Dengan mengembangkan 2 pusat primer, maka struktur pusat pelayanan
Kota Bandung akan bergeser dari satu pusat (monosentrik) menjadi dua pusat
(duosentrik). Adanya dua pusat ini dimaksud untuk lebih mendorong
perkembangan kota ke arah Timur agar perkembangan kota antara bagian Barat
dan Timur dapat lebih merata. Pengembangan Pusat Primer Gedebage juga
merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
inti pusat kota.
Pengembangan pusat-pusat sekunder pada setiap wilayah pengembangan
berfungsi sebagai penyangga dua pusat primer dan meratakan pelayanan pada
skala bagian wilayah kota. Secara geografis pusat primer baru akan terletak di
wilayah Timur Kota Bandung namun tetap bersinergi/berkaitan dengan pusat dan
sub pusat yang telah ada. Pusat baru ini berperan menunjang eksistensi kota yang
telah ada/berkembang, karena itu harus didukung oleh sistem trasnportasi yang
andal untuk mobilitasi yang ulang alik antara pusat baru dengan pusat lama.
III.1.2 Kependudukan Kota Bandung
Jumlah penduduk Kota Bandung sampai dengan tahun 2005 berjumlah
2.270.970 jiwa dengan komposisi penduduk perempuan 1.135.485 Jiwa dan
penduduk laki-laki 1.135.485 jiwa. Sementara menurut kelompok umur, 26.87%
penduduk berusia 0-14 tahun, 69.69% penduduk berusia 15-64 tahun dan 3.45%
33
penduduk berusia diatas 65 tahun (Bandung dalam angka Tahun 2005, BPS Kota
Bandung).
Jumlah penduduk Kota Bandung tersebut menunjukan rata-rata laju
pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1.24 % per tahun selama periode 20002005, walaupun LPP ini masih tinggi namun menunjukan penurunan jika
dibandingkan dengan periode tahun 1995-2000 sebesar 3.52% per tahun.
Tingginya angka pertumbuhan ini disebabkan selain karena pertumbuhan alamiah
juga karena arus urbanisasi pasca krisis moneter tahun 1997 untuk mencari
pekerjaan ke kota Bandung.
Tabel III.1 Perkembangan Penduduk Kota Bandung
Tahun 1995-2005
Tahun
Jumlah Penduduk
Luas Kota
Kepadatan
Pertambahan
LPP
(Jiwa)
(Km2)
(Jiwa/Km2)
(Jiwa)
(%)
1995
1,809,964
167.29
10,819
7,975
0.44
1996
1,817,939
167.29
10,867
(35,473)
(1.95)
1997
1,782,466
167.29
10,655
23,943
1.34
1998
1,806,409
167.29
10,798
62,504
3.46
14.30
1999
1,868,913
167.29
11,172
267,347
2000
2,136,260
167.29
12,770
10,100
0.47
2001
2,146,360
167.29
12,830
(4,166)
(0.19)
2002
2,142,194
167.29
12,805
86,074
4.02
2003
2,228,268
167.29
13,320
4,356
0.20
38,346
1.72
2004
2,232,624
167.29
13,346
2005
2,270,970
167.29
13,575
Sumber : BPS Kota Bandung, Hasil Susenas Tahun 1995-2005
Gambar III.1 Grafik Perkembangan Penduduk Kota Bandung
Tahun 1995-2005
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Jumlah Penduduk
Sumber : BPS, Hasil Susenas Tahun 1995-2005
34
Dari gambar III.1 diatas dapat diamati bahwa penduduk kota Bandung mengalami
peningkatan yang relatif konstan. Hanya mengalami penurunan di tahun 1997
karena kemungkinan disebabkan oleh dampak krisis moneter sehingga banyak
penduduk yang mengalami PHK dan kembali ke kampung halaman. Namun
setelah perekonomian kembali membaik, jumlah penduduk kota Bandung kembali
meningkat secara signifikan di tahun 2000 dan kembali menigkat secara konstan
hingga tahun 2005
Persebaran penduduk memperlihatkan wilayah-wilayah yang menjadi
pemusatan penduduk. Berikut adalah jumlah penduduk, luas wilayah dan
kepadatan pada tiap kecamatan di Kota Bandung pada tahun 2005.
Tabel III.2
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bandung
Tahun 2005
No.
2
Kepadatan
(jiwa/
Kecamatan
Luas Wilayah (Km )
1
Bandung Kulon
6.46
125,929
2
Babakan Ciparay
7.45
127,151
17,067
3
Bojongloa Kaler
3.03
118,948
39,257
4
Bojongloa Kidul
6.26
74,626
11,921
5
Astanaanyar
2.89
73,992
25,603
6
Regol
4.3
78,690
18,300
7
Lengkong
12,648
8
Bandung Kidul
9
Margacinta
Penduduk
(Jiwa)
Km2)
19,494
5.9
74,621
6.06
50,119
8,270
10.87
118,299
10,883
10 Rancasari
13.17
64,659
4,910
11 Cibiru
10.81
79,968
7,398
12 Ujungberung
10.34
77,096
7,456
8.8
62,777
7,134
14 Cicadas
8.66
97,561
11,266
15 Kiaracondong
6.12
125,600
20,523
16 Batununggal
5.03
121,650
24,185
3.4
40,594
11,939
13 Arcamanik
17 Sumur Bandung
18 A n d i r
3.71
95,447
25,727
19 Cicendo
6.86
102,139
14,889
20 Bandung Wetan
3.39
33,404
9,854
21 Cibeunying Kidul
5.25
109,337
20,826
22 Cibeunying Kaler
4.5
70,546
15,677
7.35
122,161
16,621
24 Sukajadi
4.3
100,943
23,475
25 Sukasari
6.27
77,750
12,400
23 Coblong
26 Cidadap
6.11
46,962
7,686
Jumlah
167.29
2,270,970
13,505
Sumber : BPS, Hasil Susenas 2005
35
Dari tabel III.2 di atas terlihat bahwa kepadatan penduduk rata-rata di Kota
Bandung sebesar 13.505 jiwa/km2, dimana jumlah penduduk terbesar adalah
P
P
Kecamatan Babakan Ciparay sebanyak 127.151 jiwa dan jumlah penduduk
terkecil terdapat di Bandung Wetan sebanyak 33.404 jiwa. Sedangkan
berdasarkan kepadatan penduduk, kecamatan dengan kepadatan tertinggi adalah
Kecamatan Bojongloa Kaler dengan kepadatan 39.257 jiwa/km2 dan Kecamatan
P
P
dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Rancasari dengan
kepadatan 4.910 jiwa/km2. Perbedaan kepadatan penduduk yang sangat besar
P
P
antara kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi dengan kecamatan yang
mempunyai kepadatan terendah, menunjukkan bahwa persebaran kepadatan
penduduk antar kecamatan tidak merata.
Gambar III.2
Peta Sebaran Kepadatan Penduduk Kota Bandung Tahun 2005
Dari gambar III.2 di atas terlihat bahwa wilayah perluasan berdasarkan PP No. 16
Tahun 1987 yang meliputi wilayah pengembangan Gedebage dan Ujungberung
merupakan wilayah dengan kepadatan rendah. Namun diperhatikan populasi
36
penduduk Tahun 2000, tahun 2003 dan tahun 2005 di semua wilayah kecamatan
rata-rata meningkat.
III.1.3 Perekonomian Kota Bandung
Kondisi
perekonomian
Kota
Bandung
yang
bercirikan
struktur
perekonomian urban atau kota yang tengah mengalami perbaikan dan peningkatan
dalam semua sektor. Hal ini dapat dilihat indikasinya dari Laju Pertumbuhan
Ekonomi (LPE) Kota Bandung yang mengalami pertumbuhan tinggi, yaitu pada
masa awal krisis (1998) LPE sebesar -19,69%. Seiring dengan pulihnya
perekonomian pada tingkat nasional dan regional, pertumbuhan ekonomi Kota
Bandung sejak tahun 2000 mengalami perbaikan dan peningkatan positif sebesar
5,41% pada tahun 2000, 7,57% pada tahun 2001, 7,13% pada tahun 2002, 7.43%
pada tahun 2004 dan sebesar 7,53% pada tahun 2005 (Bandung Dalam Angka
tahun 2000-2005). Peningkatan laju pertumbuhan ini menunjukan adanya
peningkatan pada produksi maupun harga seluruh sektor produksi di Kota
Bandung.
Struktur ekonomi Kota Bandung pada tahun 2005 terdiri atas: pertama,
U
U
sektor primer yang berkontribusi 0,31% terhadap produk domestik regional bruto
(PDRB); kedua, sektor sekunder yang berkontribusi 37.98% terhadap PDRB; dan
U
U
ketiga, sektor tersier (jasa) yang berkontribusi 61.72% terhadap PDRB. Dari
U
U
struktur ekonomi tersebut, menunjukan bahwa sektor tersier (jasa) merupakan
sektor yang dominan dalam struktur ekonomi kota. Sektor tersier ini terdiri atas:
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
lembaga keuangan, persewaan, jasa-jasa perusahaan serta jasa pemerintahan.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut telah berdampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat kota. Hal ini ditunjukkan dengan makin
meningkatnya PDRB perkapita (atas dasar harga konstan tahun 2000) yaitu pada
tahun 2000 sebesar Rp. 6.834.500,00, naik menjadi Rp. 7.317.265,00 pada tahun
2001, Rp.7.851.319,00 pada tahun 2002, Rp. 8.391.546,00 pada tahun 2003, Rp.
8.928.179,00 pada tahun 2004 dan naik menjadi Rp. 9.509.359,00. pada tahun
2005. Ini berarti telah terjadi kenaikan sebesar 7.06% pada tahun 2001, 7.30 pada
37
tahun 2002, 6.88% pada tahun 2003, 6.39% pada tahun 2004 dan sekitar 6.51%
pada tahun 2005.
Tampaknya kenaikan PDRB perkapita ini sejalan dengan kenaikan sektorsektor yang mempunyai sumbangan cukup besar, dalam hal ini adalah industri
pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.
Gambar III.3
Grafik Pendapatan Per kapita Penduduk Kota Bandung
Tahun 2000-2005
10,000,000.00
9,000,000.00
8,000,000.00
7,000,000.00
6,000,000.00
5,000,000.00
Pendapatan
Perkapita
4,000,000.00
3,000,000.00
2,000,000.00
1,000,000.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005
III.1.4 Penggunaan Lahan
Dengan tingginya arus urbanisasi di kota Bandung Penggunaan lahan di
Kota Bandung pada tahun 2003 di dominasi oleh pemukiman (berupa perumahan
dan kampung) sebesar 57.50% dan lahan pertanian (berupa sawah tadah hujan,
tegalan dan kebun campuran) sebesar 23.62% sementara penggunaan lahan untuk
jasa, termasuk perdagangan dan perkantoran memiliki proporsi sebesar 7,48%
berada pada urutan berikutnya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel III.5
38
Tabel III.4
Penggunaan Lahan di Kota Bandung
Tahun 2003 (Ha)
No.
1
Jenis Guna Lahan
Luas Lahan (Ha)
%
Permukiman
9,618.93
57.50
2
Jasa
1,251.16
7.48
3
Sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran
3,951.75
23.62
4
Industri
647.83
3.87
5
Tanah kosong
571.21
3.41
6
Kolam
39.90
0.24
7
Lain-lain
649.22
3.88
Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, Tahun 2003
III.1.5 Sebaran Fasilitas Ritel
Pertumbuhan fasilitas ritel modern di Kota Bandung sangat pesat. Fasilitas
ritel dalam kategori ini meliputi department store, pasar swalayan, supermarket,
minimarket, pertokoan dan toserba. Sejalan dengan konsep kota wisata belanja,
perkembangan fasilitas ritel di Kota Bandung terus bertambah.. Sampai dengan
tahun 2007 tercatat sudah mencapai 156 pusat ritel modern di Kota Bandung
(Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Bandung). Jika dibanding dengan
tahun 2002 yaitu sebanyak 93 unit (Bappeda, 2002), jumlah ini telah berkembang
cukup pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun jumlahnya telah meningkat sebesar
67.74% (63 unit).
Tabel III.5
Prosentase Sebaran Ritel Modern per Wilayah Pengembangan
Tahun 2007
Wilayah
Bojonagara
Cibeunying
Tegallega
Karees
Ujungberung
Gedebage
Total
Luas Gerai
Kurang dari 2000 m2 Diatas 2000 m2
Freq
%
Freq
%
26
25.49
9
17
16.67
15
20
19.61
5
17
16.67
18
15
14.71
0
7
6.86
7
102
100
54
39
Total
Freq
16.67
27.78
9.26
33.33
12.96
100
%
35
32
25
35
15
14
156
22.44
20.51
16.03
22.44
9.62
8.97
100
40
Pola perkembangannya ritel di Kota Bandung, saat ini mengalami
pergeseran pertumbuhan ke wilayah pinggiran. Sejak tahun 2000 pertambahan
pusat ritel modern di pusat kota sudah tidak ada. Sementara itu sejak tahun 2000
di pinggiran juga sudah mulai mengecil pertambahannya. Hal ini mengindikasikan
bahwa pertumbuhan pusat ritel modern di pusat kota sudah jenuh dan mulai
mencari segmen pasar di wilayah sub-pusat mendekati guna lahan permukiman.
Pola seperti ini akan mengubah pergerakan penduduk perkotaan dari yang
orientasi ke pusat kota kemudian menyebar ke kawasan sub-pusat (Bappeda,
2002).
Tabel III.6
Perkembangan ritel modern di Kota Bandung
Tahun
1969 – 1990
1990 – 2000
2000 – 2002
Jumlah
Pusat
8
14
0
22
%
36,4
63,6
0,0
100,0
Sub-pusat
26
11
3
40
%
65,0
27,5
7,5
100,0
Pinggiran
14
14
3
31
%
45,2
45,2
9,7
100,0
Jumlah
48
39
6
93
Sumber: Bappeda Kota Bandung tahun 2002
Adanya rencana pelayanan Kota Bandung dengan konsep dua pusat,
ternyata hingga saat ini persebaranya belum selaras dengan konsep tersebut.
Pembangunan pusat ritel baru masih berada di sekitar subpusat kota lama
(pelayanan Bandung Barat). Sementara untuk melayani penduduk di kawasan
Bandung Timur, beberapa pusat ritel mulai berkembang di Kecamatan Ujung
Berung, Arcamanik, koridor Soekarno Hatta dan Margacinta. Namun demikian
secara agregat, pertumbuhan ritel modern masih menumpuk di kawasan pusat kota
lama dan kawasan sub-urban di sekitar pusat kota lama.
41
III.2
Tinjauan Wilayah Bandung Bagian Timur
III.2.1 Pola Penggunaan Lahan
Karakteristik penggunaan lahan wilayah Bandung bagian Timur yang
merupakan wilayah pengembangan Gedebage dan Ujung Berung saat ini
menunjukan pola mixed land used (campuran) dimana tidak terdapat zona-zona
khusus untuk kegiatan yang bersifat khusus, yang ada hanya kawasan campuran
dengan suatu fungsi yang menonjol. Karakteristik penggunaan lahan campuran
seperti diantaranya sepanjang jalan Gedebage, berkembang kegiatan industri,
perumahan, pedagangan dan jasa serta pergudangan yang letaknya saling tidak
beraturan, Jalur jalan Ujung Berung terdapat industri yang berkembang diantara
daerah perkotaan dan perkampungan. Semuanya ini menunjukan pola penggunaan
lahan yang menempati ruang secara bercampur.
Secara administrasi, WP Ujungberung dengan luasan lahan 4.050,16 Ha (±
24,21% dari luas seluruh Kota Bandung) terdiri dari empat wilayah kecamatan
yaitu Kecamatan Cicadas, Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Ujungberung,
Kecamatan Cibiru ditambah Kelurahan Mekar Mulya Kecamatan Rancasari.
Sedangkan WP Gedebage dengan luasan lahan 2.602,12 Ha (±15,55% dari luas
seluruh Kota Bandung) terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Rancasari
(diluar Kelurahan Mekar Mulya), Kecamatan Margacinta dan Kecamatan
Bandung Kidul (RTRW Kota Bandung Tahun 2013).
Berdasarkan RUTRK Bandung 1991-2001, fungsi utama WP Ujungberung
dan Gedebage adalah fungsi permukiman, industri non polutif, pusat perdagangan
grosir terutama dengan adanya Pasar Induk Gedebage, perkantoran dan jasa serta
pendidikan. Adapun pola penggunaan lahan pada kedua Wilayah Pengembangan
tersebut saat ini meliputi :
•
WP Gedebage, penggunaan lahan belum terbangun (sawah, tegalan dan tanah
kosong) menempati porsi yang paling besar yakni 55,34 %, disusul
pemukiman/ perumahan yang terdiri atas perkampungan dan Perumnas/BTN/
Real Estate sebesar 35,83 %. Perkampungan merupakan perumahan campuran
yang umumnya dibangun sendiri oleh masyarakat, dengan kondisi bangunan
42
bersifat temporer, semi permanen dan permanen tergantung pada kemampuan
ekonomi pemilik/masyarakat. Pada beberapa bangunan perumahan ada yang
berfungsi ganda sebagai tempat usaha seperti bengkel, warung, salon
kecantikan, rumah makan dan sebagainya. Kondisi bangunan yang baik dan
permanen banyak dibangun oleh pihak Perumnas maupun swasta.
•
WP Ujungberung, penggunaan tanah di wilayah ini menunjukkan sebagian
besar didominasi oleh penggunaan untuk sawah dan permukiman dengan
proporsi sebesar 40.12% dan 50.07%. Penggunaan untuk areal terbangun
meliputi : Perumahan yang terdiri dari perkampungan, Perumnas/BTN/Real
Estate.
Perkampungan merupakan perumahan campuran yang dibangun
sendiri oleh masyarakat.
Bangunan ini ada juga yang berfungsi sebagai
tempat usaha Industri memanfaatkan lahan sebesar 6,9% dari luas wilayah
Ujungberung yang penyebarannya disepanjang jalur Jalan Raya Ujungberung,
Jasa terdiri dari perdagangan, pemerintahan, ABRI, pendidikan dan perguruan
tinggi dan sebagainya sebesar 11,04%.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III.3 berikut ini :
Tabel III.7
Penggunaan Lahan Wilayah Bandung Bagian Timur per WP
Tahun 2003 (dalam Ha)
Guna Lahan
Permukiman
Ujungberung
2027.28
Jasa
Gedebage
50.07
931.97
35.83
101.1
2.50
124.03
4.77
1347.38
33.28
1389.9
53.43
Industri
279.33
6.90
82.43
3.17
Tanah Kosong
266.98
6.59
30.63
1.18
10
0.25
19
0.73
17.09
0.42
23.26
0.89
4049.16
100.00
2601.22
100.00
Sawah, Tegalan, Kebun Campuran
Kolam
lain-lain
Total
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Bandung, 2003
III.2.2 Kependudukan
Jumlah penduduk wilayah kota Bandung bagian Timur sampai dengan
Tahun 2005 telah berkembang menjadi 550.479 jiwa atau 24.24% dari total
penduduk Kota Bandung. Dibandingkan dengan tahun 2000, penduduk wilayah
43
Bandung Timur mengalami pertumbuhan 1.2% per tahun. Angka ini mengalami
penurunan jika dibanding dengan periode 1995-2000 dimana pertumbuhan
penduduknya pertahunnya adalah 9.58%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
wilayah Bandung Timur yang rawan banjir dan prasarana dan sarana dengan
kualitas yang buruk.
Sebagai wilayah perluasan yang memiliki porsi 41.07% dari luas kota
Bandung (68.71 Km2), wilayah Bandung Timur mempunyai kepadatan penduduk
P
P
yang lebih rendah dari rata-rata Kota Bandung yaitu sebesar 8.012 jiwa/km2
(tahun 2005). Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayahnya masih berupa
sawah dan tegalan. Penduduk Bandung Timur banyak terkonsentrasi di wilayah
perkotaan, yang berupa ibukota kecamatan maupun di sepanjang jalan utama dan
jalan lokal.
Tabel III.8
Perkembangan Penduduk Wilayah Bandung Bagian Timur
Wilayah
Gedebage
1995
2000
2005
135,860
219,907
1 Bandung Kidul
30,959
47,286
233,077
50,119
2 Margacinta
61,459
111,616
118,299
3 Rancasari
43,442
61,005
64,659
Ujungberung
215,287
299,493
1 Cibiru
43,007
75,450
317,402
79,968
2 Ujungberung
53,363
72,749
77,096
3 Arcamanik
42,296
59,241
62,777
4 Cicadas
76,621
92,053
351,147
519,400
Total
97,561
550,479
III.2.3 Ekonomi Wilayah
Berdasarkan guna lahan eksisting, pemanfaatan lahan di Bandung bagian
Timur didominasi oleh pemukiman dan ruang terbuka berupa persawahan dan
tegalan. Kegiatan perdagangan dan jasa atau industri hanya sedikit sekali,
jumlahnya tidak melebihi 10% dari total keseluruhan lahan (tabel III.3). Indikasi
pola pemanfaatan ruang tersebut adalah belum optimalnya sektor industri,
perdagangan dan jasa. Pada umumnya, peranan industri sangat besar dalam hal
44
meningkatkan perekonomian wilayah, salah satunya adalah melalui kas daerah
dan penciptaan lapangan kerja yang luas bagi penduduk.
Dengan jumlah kontribusi pendapatan dari sektor industri, perdagangan
dan jasa yang ada, otomatis pemerintah Kota Bandung tidak banyak memiliki
sumber pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di
wilayah tersebut. Hal ini berimplikasi pada buruknya kualitas prasarana dan
sarana dasar perkotaan yang ada di wilayah tersebut.
Aktivitas perekonomian yang terdapat di wilayah Bandung bagian Timur
terdiri
dari
sarana
perdagangan
(pasar/toko),
industri
dan
jasa
pemerintahan/swasta. Kegiatan perdagangan itu berupa Pasar Tradisional seperti
Pasar Induk Gedebage (skala Regional), Pasar Ciwastra, Pasar Kordon, dan Pasar
Sanggar Hurip di samping pertokoaan yang terdiri dari pertokoaan skala besar dan
kecil seperti Pertokoaan Metro Trade Centre (MTC), Pertokoan Metro dan
Pertokoan Makro yang terletak di sepanjang Jalan Soekarno Hatta sedangkan
pertokoaan skala kecil berada di kompleks perumahan dan permukiman seperti
Borma, Indomaret, pasar swalayan dan Griya dan beberapa toko kecil lainnya.
Untuk lokasi industri bagi wilayah Gedebage berpusat di sekitar Jalan
Gedebage terutama di Jalan Gedebage bagian Utara karena daerah itu merupakan
daerah strategis untuk pengiriman dan pengangkutan barang serta dekat dengan
akses Jalan Arteri Soekarno Hatta dan Terminal Peti Kemas. Sebagian industri
yang berada di wilayah ini adalah industri besar seperti Industri Tekstil dan
Industri Bahan Bangunan sedangkan industri kecil/rumah tangga berupa Industri
Kerajinan. Sedangkan untuk wilayah Ujungberung terdiri dari industri tekstil,
industri buku, perdagangan ekspor/import, perdagangan besar, industri farmasi,
industri bordir, industri mesin tekstil yang merupakan penanaman modal asing.
45
46
Download