BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG Sebelum menganalisis lebih jauh, terlebih dahulu akan dibahas karakteristik Kota Bandung dan secara khusus wilayah Bandung Timur meliputi kondisi karakteristik penduduk, penggunaan lahan, dan kondisi perekonomian yang ada di wilayah tersebut. III.1 Tinjauan Eksternal Kota Bandung III.1.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 6 (enam) wilayah pengembangan (WP), yaitu wilayah yang secara geografis berada dalam satu pusat pelayanan pusat sekunder. Adapun pembagian WP tersebut adalah sebagai berikut : 1. WP Bojanegara dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sentrasi, mencakup Kecamatan Andir, Kecamatan Sukasari, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Sukajadi. 2. WP Cibeunying dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Sadang Serang, mencakup Kecamatan Cidadap, Kecamatan Coblong, Kecamatan Bandung Wetan, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan Cibeunying Kaler dan Kecamatan Sumur Bandung. 3. WP Tegallega dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Kopo Kencana, mencakup Kecamatan Astana Anyar, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kecamatan Babakan Ciparay, dan Kecamatan Bandung Kulon. 4. WP Karees dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Turangga, mencakup Kecamatan Regol, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Batununggal dan Kecamatan Kiaracondong. 32 5. WP Ujungberung dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Arcamanik, mencakup Kecamatan Cicadas, Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Ujungberung, Kecamatan Cibiru dan Kelurahan Mekarmulya di Kecamatan Rancasari. 6. WP Gedebage dengan pusat WP adalah Pusat Sekunder Margasari mencakup Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan (RTRW Kota Bandung Tahun 2013) Sistem pusat pelayanan Kota Bandung yang direncanakan terdiri atas 2 (dua) pusat primer dan 6 (enam) pusat sekunder. Dua pusat primer yang direncanakan adalah Inti Pusat Kota di bagian Barat dan Gedebage di bagian Timur. Dengan mengembangkan 2 pusat primer, maka struktur pusat pelayanan Kota Bandung akan bergeser dari satu pusat (monosentrik) menjadi dua pusat (duosentrik). Adanya dua pusat ini dimaksud untuk lebih mendorong perkembangan kota ke arah Timur agar perkembangan kota antara bagian Barat dan Timur dapat lebih merata. Pengembangan Pusat Primer Gedebage juga merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap inti pusat kota. Pengembangan pusat-pusat sekunder pada setiap wilayah pengembangan berfungsi sebagai penyangga dua pusat primer dan meratakan pelayanan pada skala bagian wilayah kota. Secara geografis pusat primer baru akan terletak di wilayah Timur Kota Bandung namun tetap bersinergi/berkaitan dengan pusat dan sub pusat yang telah ada. Pusat baru ini berperan menunjang eksistensi kota yang telah ada/berkembang, karena itu harus didukung oleh sistem trasnportasi yang andal untuk mobilitasi yang ulang alik antara pusat baru dengan pusat lama. III.1.2 Kependudukan Kota Bandung Jumlah penduduk Kota Bandung sampai dengan tahun 2005 berjumlah 2.270.970 jiwa dengan komposisi penduduk perempuan 1.135.485 Jiwa dan penduduk laki-laki 1.135.485 jiwa. Sementara menurut kelompok umur, 26.87% penduduk berusia 0-14 tahun, 69.69% penduduk berusia 15-64 tahun dan 3.45% 33 penduduk berusia diatas 65 tahun (Bandung dalam angka Tahun 2005, BPS Kota Bandung). Jumlah penduduk Kota Bandung tersebut menunjukan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1.24 % per tahun selama periode 20002005, walaupun LPP ini masih tinggi namun menunjukan penurunan jika dibandingkan dengan periode tahun 1995-2000 sebesar 3.52% per tahun. Tingginya angka pertumbuhan ini disebabkan selain karena pertumbuhan alamiah juga karena arus urbanisasi pasca krisis moneter tahun 1997 untuk mencari pekerjaan ke kota Bandung. Tabel III.1 Perkembangan Penduduk Kota Bandung Tahun 1995-2005 Tahun Jumlah Penduduk Luas Kota Kepadatan Pertambahan LPP (Jiwa) (Km2) (Jiwa/Km2) (Jiwa) (%) 1995 1,809,964 167.29 10,819 7,975 0.44 1996 1,817,939 167.29 10,867 (35,473) (1.95) 1997 1,782,466 167.29 10,655 23,943 1.34 1998 1,806,409 167.29 10,798 62,504 3.46 14.30 1999 1,868,913 167.29 11,172 267,347 2000 2,136,260 167.29 12,770 10,100 0.47 2001 2,146,360 167.29 12,830 (4,166) (0.19) 2002 2,142,194 167.29 12,805 86,074 4.02 2003 2,228,268 167.29 13,320 4,356 0.20 38,346 1.72 2004 2,232,624 167.29 13,346 2005 2,270,970 167.29 13,575 Sumber : BPS Kota Bandung, Hasil Susenas Tahun 1995-2005 Gambar III.1 Grafik Perkembangan Penduduk Kota Bandung Tahun 1995-2005 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Jumlah Penduduk Sumber : BPS, Hasil Susenas Tahun 1995-2005 34 Dari gambar III.1 diatas dapat diamati bahwa penduduk kota Bandung mengalami peningkatan yang relatif konstan. Hanya mengalami penurunan di tahun 1997 karena kemungkinan disebabkan oleh dampak krisis moneter sehingga banyak penduduk yang mengalami PHK dan kembali ke kampung halaman. Namun setelah perekonomian kembali membaik, jumlah penduduk kota Bandung kembali meningkat secara signifikan di tahun 2000 dan kembali menigkat secara konstan hingga tahun 2005 Persebaran penduduk memperlihatkan wilayah-wilayah yang menjadi pemusatan penduduk. Berikut adalah jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan pada tiap kecamatan di Kota Bandung pada tahun 2005. Tabel III.2 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bandung Tahun 2005 No. 2 Kepadatan (jiwa/ Kecamatan Luas Wilayah (Km ) 1 Bandung Kulon 6.46 125,929 2 Babakan Ciparay 7.45 127,151 17,067 3 Bojongloa Kaler 3.03 118,948 39,257 4 Bojongloa Kidul 6.26 74,626 11,921 5 Astanaanyar 2.89 73,992 25,603 6 Regol 4.3 78,690 18,300 7 Lengkong 12,648 8 Bandung Kidul 9 Margacinta Penduduk (Jiwa) Km2) 19,494 5.9 74,621 6.06 50,119 8,270 10.87 118,299 10,883 10 Rancasari 13.17 64,659 4,910 11 Cibiru 10.81 79,968 7,398 12 Ujungberung 10.34 77,096 7,456 8.8 62,777 7,134 14 Cicadas 8.66 97,561 11,266 15 Kiaracondong 6.12 125,600 20,523 16 Batununggal 5.03 121,650 24,185 3.4 40,594 11,939 13 Arcamanik 17 Sumur Bandung 18 A n d i r 3.71 95,447 25,727 19 Cicendo 6.86 102,139 14,889 20 Bandung Wetan 3.39 33,404 9,854 21 Cibeunying Kidul 5.25 109,337 20,826 22 Cibeunying Kaler 4.5 70,546 15,677 7.35 122,161 16,621 24 Sukajadi 4.3 100,943 23,475 25 Sukasari 6.27 77,750 12,400 23 Coblong 26 Cidadap 6.11 46,962 7,686 Jumlah 167.29 2,270,970 13,505 Sumber : BPS, Hasil Susenas 2005 35 Dari tabel III.2 di atas terlihat bahwa kepadatan penduduk rata-rata di Kota Bandung sebesar 13.505 jiwa/km2, dimana jumlah penduduk terbesar adalah P P Kecamatan Babakan Ciparay sebanyak 127.151 jiwa dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Bandung Wetan sebanyak 33.404 jiwa. Sedangkan berdasarkan kepadatan penduduk, kecamatan dengan kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Bojongloa Kaler dengan kepadatan 39.257 jiwa/km2 dan Kecamatan P P dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Rancasari dengan kepadatan 4.910 jiwa/km2. Perbedaan kepadatan penduduk yang sangat besar P P antara kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi dengan kecamatan yang mempunyai kepadatan terendah, menunjukkan bahwa persebaran kepadatan penduduk antar kecamatan tidak merata. Gambar III.2 Peta Sebaran Kepadatan Penduduk Kota Bandung Tahun 2005 Dari gambar III.2 di atas terlihat bahwa wilayah perluasan berdasarkan PP No. 16 Tahun 1987 yang meliputi wilayah pengembangan Gedebage dan Ujungberung merupakan wilayah dengan kepadatan rendah. Namun diperhatikan populasi 36 penduduk Tahun 2000, tahun 2003 dan tahun 2005 di semua wilayah kecamatan rata-rata meningkat. III.1.3 Perekonomian Kota Bandung Kondisi perekonomian Kota Bandung yang bercirikan struktur perekonomian urban atau kota yang tengah mengalami perbaikan dan peningkatan dalam semua sektor. Hal ini dapat dilihat indikasinya dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bandung yang mengalami pertumbuhan tinggi, yaitu pada masa awal krisis (1998) LPE sebesar -19,69%. Seiring dengan pulihnya perekonomian pada tingkat nasional dan regional, pertumbuhan ekonomi Kota Bandung sejak tahun 2000 mengalami perbaikan dan peningkatan positif sebesar 5,41% pada tahun 2000, 7,57% pada tahun 2001, 7,13% pada tahun 2002, 7.43% pada tahun 2004 dan sebesar 7,53% pada tahun 2005 (Bandung Dalam Angka tahun 2000-2005). Peningkatan laju pertumbuhan ini menunjukan adanya peningkatan pada produksi maupun harga seluruh sektor produksi di Kota Bandung. Struktur ekonomi Kota Bandung pada tahun 2005 terdiri atas: pertama, U U sektor primer yang berkontribusi 0,31% terhadap produk domestik regional bruto (PDRB); kedua, sektor sekunder yang berkontribusi 37.98% terhadap PDRB; dan U U ketiga, sektor tersier (jasa) yang berkontribusi 61.72% terhadap PDRB. Dari U U struktur ekonomi tersebut, menunjukan bahwa sektor tersier (jasa) merupakan sektor yang dominan dalam struktur ekonomi kota. Sektor tersier ini terdiri atas: sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, lembaga keuangan, persewaan, jasa-jasa perusahaan serta jasa pemerintahan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut telah berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kota. Hal ini ditunjukkan dengan makin meningkatnya PDRB perkapita (atas dasar harga konstan tahun 2000) yaitu pada tahun 2000 sebesar Rp. 6.834.500,00, naik menjadi Rp. 7.317.265,00 pada tahun 2001, Rp.7.851.319,00 pada tahun 2002, Rp. 8.391.546,00 pada tahun 2003, Rp. 8.928.179,00 pada tahun 2004 dan naik menjadi Rp. 9.509.359,00. pada tahun 2005. Ini berarti telah terjadi kenaikan sebesar 7.06% pada tahun 2001, 7.30 pada 37 tahun 2002, 6.88% pada tahun 2003, 6.39% pada tahun 2004 dan sekitar 6.51% pada tahun 2005. Tampaknya kenaikan PDRB perkapita ini sejalan dengan kenaikan sektorsektor yang mempunyai sumbangan cukup besar, dalam hal ini adalah industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran. Gambar III.3 Grafik Pendapatan Per kapita Penduduk Kota Bandung Tahun 2000-2005 10,000,000.00 9,000,000.00 8,000,000.00 7,000,000.00 6,000,000.00 5,000,000.00 Pendapatan Perkapita 4,000,000.00 3,000,000.00 2,000,000.00 1,000,000.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 III.1.4 Penggunaan Lahan Dengan tingginya arus urbanisasi di kota Bandung Penggunaan lahan di Kota Bandung pada tahun 2003 di dominasi oleh pemukiman (berupa perumahan dan kampung) sebesar 57.50% dan lahan pertanian (berupa sawah tadah hujan, tegalan dan kebun campuran) sebesar 23.62% sementara penggunaan lahan untuk jasa, termasuk perdagangan dan perkantoran memiliki proporsi sebesar 7,48% berada pada urutan berikutnya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel III.5 38 Tabel III.4 Penggunaan Lahan di Kota Bandung Tahun 2003 (Ha) No. 1 Jenis Guna Lahan Luas Lahan (Ha) % Permukiman 9,618.93 57.50 2 Jasa 1,251.16 7.48 3 Sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran 3,951.75 23.62 4 Industri 647.83 3.87 5 Tanah kosong 571.21 3.41 6 Kolam 39.90 0.24 7 Lain-lain 649.22 3.88 Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, Tahun 2003 III.1.5 Sebaran Fasilitas Ritel Pertumbuhan fasilitas ritel modern di Kota Bandung sangat pesat. Fasilitas ritel dalam kategori ini meliputi department store, pasar swalayan, supermarket, minimarket, pertokoan dan toserba. Sejalan dengan konsep kota wisata belanja, perkembangan fasilitas ritel di Kota Bandung terus bertambah.. Sampai dengan tahun 2007 tercatat sudah mencapai 156 pusat ritel modern di Kota Bandung (Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Bandung). Jika dibanding dengan tahun 2002 yaitu sebanyak 93 unit (Bappeda, 2002), jumlah ini telah berkembang cukup pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun jumlahnya telah meningkat sebesar 67.74% (63 unit). Tabel III.5 Prosentase Sebaran Ritel Modern per Wilayah Pengembangan Tahun 2007 Wilayah Bojonagara Cibeunying Tegallega Karees Ujungberung Gedebage Total Luas Gerai Kurang dari 2000 m2 Diatas 2000 m2 Freq % Freq % 26 25.49 9 17 16.67 15 20 19.61 5 17 16.67 18 15 14.71 0 7 6.86 7 102 100 54 39 Total Freq 16.67 27.78 9.26 33.33 12.96 100 % 35 32 25 35 15 14 156 22.44 20.51 16.03 22.44 9.62 8.97 100 40 Pola perkembangannya ritel di Kota Bandung, saat ini mengalami pergeseran pertumbuhan ke wilayah pinggiran. Sejak tahun 2000 pertambahan pusat ritel modern di pusat kota sudah tidak ada. Sementara itu sejak tahun 2000 di pinggiran juga sudah mulai mengecil pertambahannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan pusat ritel modern di pusat kota sudah jenuh dan mulai mencari segmen pasar di wilayah sub-pusat mendekati guna lahan permukiman. Pola seperti ini akan mengubah pergerakan penduduk perkotaan dari yang orientasi ke pusat kota kemudian menyebar ke kawasan sub-pusat (Bappeda, 2002). Tabel III.6 Perkembangan ritel modern di Kota Bandung Tahun 1969 – 1990 1990 – 2000 2000 – 2002 Jumlah Pusat 8 14 0 22 % 36,4 63,6 0,0 100,0 Sub-pusat 26 11 3 40 % 65,0 27,5 7,5 100,0 Pinggiran 14 14 3 31 % 45,2 45,2 9,7 100,0 Jumlah 48 39 6 93 Sumber: Bappeda Kota Bandung tahun 2002 Adanya rencana pelayanan Kota Bandung dengan konsep dua pusat, ternyata hingga saat ini persebaranya belum selaras dengan konsep tersebut. Pembangunan pusat ritel baru masih berada di sekitar subpusat kota lama (pelayanan Bandung Barat). Sementara untuk melayani penduduk di kawasan Bandung Timur, beberapa pusat ritel mulai berkembang di Kecamatan Ujung Berung, Arcamanik, koridor Soekarno Hatta dan Margacinta. Namun demikian secara agregat, pertumbuhan ritel modern masih menumpuk di kawasan pusat kota lama dan kawasan sub-urban di sekitar pusat kota lama. 41 III.2 Tinjauan Wilayah Bandung Bagian Timur III.2.1 Pola Penggunaan Lahan Karakteristik penggunaan lahan wilayah Bandung bagian Timur yang merupakan wilayah pengembangan Gedebage dan Ujung Berung saat ini menunjukan pola mixed land used (campuran) dimana tidak terdapat zona-zona khusus untuk kegiatan yang bersifat khusus, yang ada hanya kawasan campuran dengan suatu fungsi yang menonjol. Karakteristik penggunaan lahan campuran seperti diantaranya sepanjang jalan Gedebage, berkembang kegiatan industri, perumahan, pedagangan dan jasa serta pergudangan yang letaknya saling tidak beraturan, Jalur jalan Ujung Berung terdapat industri yang berkembang diantara daerah perkotaan dan perkampungan. Semuanya ini menunjukan pola penggunaan lahan yang menempati ruang secara bercampur. Secara administrasi, WP Ujungberung dengan luasan lahan 4.050,16 Ha (± 24,21% dari luas seluruh Kota Bandung) terdiri dari empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Cicadas, Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Ujungberung, Kecamatan Cibiru ditambah Kelurahan Mekar Mulya Kecamatan Rancasari. Sedangkan WP Gedebage dengan luasan lahan 2.602,12 Ha (±15,55% dari luas seluruh Kota Bandung) terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Rancasari (diluar Kelurahan Mekar Mulya), Kecamatan Margacinta dan Kecamatan Bandung Kidul (RTRW Kota Bandung Tahun 2013). Berdasarkan RUTRK Bandung 1991-2001, fungsi utama WP Ujungberung dan Gedebage adalah fungsi permukiman, industri non polutif, pusat perdagangan grosir terutama dengan adanya Pasar Induk Gedebage, perkantoran dan jasa serta pendidikan. Adapun pola penggunaan lahan pada kedua Wilayah Pengembangan tersebut saat ini meliputi : • WP Gedebage, penggunaan lahan belum terbangun (sawah, tegalan dan tanah kosong) menempati porsi yang paling besar yakni 55,34 %, disusul pemukiman/ perumahan yang terdiri atas perkampungan dan Perumnas/BTN/ Real Estate sebesar 35,83 %. Perkampungan merupakan perumahan campuran yang umumnya dibangun sendiri oleh masyarakat, dengan kondisi bangunan 42 bersifat temporer, semi permanen dan permanen tergantung pada kemampuan ekonomi pemilik/masyarakat. Pada beberapa bangunan perumahan ada yang berfungsi ganda sebagai tempat usaha seperti bengkel, warung, salon kecantikan, rumah makan dan sebagainya. Kondisi bangunan yang baik dan permanen banyak dibangun oleh pihak Perumnas maupun swasta. • WP Ujungberung, penggunaan tanah di wilayah ini menunjukkan sebagian besar didominasi oleh penggunaan untuk sawah dan permukiman dengan proporsi sebesar 40.12% dan 50.07%. Penggunaan untuk areal terbangun meliputi : Perumahan yang terdiri dari perkampungan, Perumnas/BTN/Real Estate. Perkampungan merupakan perumahan campuran yang dibangun sendiri oleh masyarakat. Bangunan ini ada juga yang berfungsi sebagai tempat usaha Industri memanfaatkan lahan sebesar 6,9% dari luas wilayah Ujungberung yang penyebarannya disepanjang jalur Jalan Raya Ujungberung, Jasa terdiri dari perdagangan, pemerintahan, ABRI, pendidikan dan perguruan tinggi dan sebagainya sebesar 11,04%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III.3 berikut ini : Tabel III.7 Penggunaan Lahan Wilayah Bandung Bagian Timur per WP Tahun 2003 (dalam Ha) Guna Lahan Permukiman Ujungberung 2027.28 Jasa Gedebage 50.07 931.97 35.83 101.1 2.50 124.03 4.77 1347.38 33.28 1389.9 53.43 Industri 279.33 6.90 82.43 3.17 Tanah Kosong 266.98 6.59 30.63 1.18 10 0.25 19 0.73 17.09 0.42 23.26 0.89 4049.16 100.00 2601.22 100.00 Sawah, Tegalan, Kebun Campuran Kolam lain-lain Total Sumber : Kantor Pertanahan Kota Bandung, 2003 III.2.2 Kependudukan Jumlah penduduk wilayah kota Bandung bagian Timur sampai dengan Tahun 2005 telah berkembang menjadi 550.479 jiwa atau 24.24% dari total penduduk Kota Bandung. Dibandingkan dengan tahun 2000, penduduk wilayah 43 Bandung Timur mengalami pertumbuhan 1.2% per tahun. Angka ini mengalami penurunan jika dibanding dengan periode 1995-2000 dimana pertumbuhan penduduknya pertahunnya adalah 9.58%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena wilayah Bandung Timur yang rawan banjir dan prasarana dan sarana dengan kualitas yang buruk. Sebagai wilayah perluasan yang memiliki porsi 41.07% dari luas kota Bandung (68.71 Km2), wilayah Bandung Timur mempunyai kepadatan penduduk P P yang lebih rendah dari rata-rata Kota Bandung yaitu sebesar 8.012 jiwa/km2 (tahun 2005). Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayahnya masih berupa sawah dan tegalan. Penduduk Bandung Timur banyak terkonsentrasi di wilayah perkotaan, yang berupa ibukota kecamatan maupun di sepanjang jalan utama dan jalan lokal. Tabel III.8 Perkembangan Penduduk Wilayah Bandung Bagian Timur Wilayah Gedebage 1995 2000 2005 135,860 219,907 1 Bandung Kidul 30,959 47,286 233,077 50,119 2 Margacinta 61,459 111,616 118,299 3 Rancasari 43,442 61,005 64,659 Ujungberung 215,287 299,493 1 Cibiru 43,007 75,450 317,402 79,968 2 Ujungberung 53,363 72,749 77,096 3 Arcamanik 42,296 59,241 62,777 4 Cicadas 76,621 92,053 351,147 519,400 Total 97,561 550,479 III.2.3 Ekonomi Wilayah Berdasarkan guna lahan eksisting, pemanfaatan lahan di Bandung bagian Timur didominasi oleh pemukiman dan ruang terbuka berupa persawahan dan tegalan. Kegiatan perdagangan dan jasa atau industri hanya sedikit sekali, jumlahnya tidak melebihi 10% dari total keseluruhan lahan (tabel III.3). Indikasi pola pemanfaatan ruang tersebut adalah belum optimalnya sektor industri, perdagangan dan jasa. Pada umumnya, peranan industri sangat besar dalam hal 44 meningkatkan perekonomian wilayah, salah satunya adalah melalui kas daerah dan penciptaan lapangan kerja yang luas bagi penduduk. Dengan jumlah kontribusi pendapatan dari sektor industri, perdagangan dan jasa yang ada, otomatis pemerintah Kota Bandung tidak banyak memiliki sumber pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di wilayah tersebut. Hal ini berimplikasi pada buruknya kualitas prasarana dan sarana dasar perkotaan yang ada di wilayah tersebut. Aktivitas perekonomian yang terdapat di wilayah Bandung bagian Timur terdiri dari sarana perdagangan (pasar/toko), industri dan jasa pemerintahan/swasta. Kegiatan perdagangan itu berupa Pasar Tradisional seperti Pasar Induk Gedebage (skala Regional), Pasar Ciwastra, Pasar Kordon, dan Pasar Sanggar Hurip di samping pertokoaan yang terdiri dari pertokoaan skala besar dan kecil seperti Pertokoaan Metro Trade Centre (MTC), Pertokoan Metro dan Pertokoan Makro yang terletak di sepanjang Jalan Soekarno Hatta sedangkan pertokoaan skala kecil berada di kompleks perumahan dan permukiman seperti Borma, Indomaret, pasar swalayan dan Griya dan beberapa toko kecil lainnya. Untuk lokasi industri bagi wilayah Gedebage berpusat di sekitar Jalan Gedebage terutama di Jalan Gedebage bagian Utara karena daerah itu merupakan daerah strategis untuk pengiriman dan pengangkutan barang serta dekat dengan akses Jalan Arteri Soekarno Hatta dan Terminal Peti Kemas. Sebagian industri yang berada di wilayah ini adalah industri besar seperti Industri Tekstil dan Industri Bahan Bangunan sedangkan industri kecil/rumah tangga berupa Industri Kerajinan. Sedangkan untuk wilayah Ujungberung terdiri dari industri tekstil, industri buku, perdagangan ekspor/import, perdagangan besar, industri farmasi, industri bordir, industri mesin tekstil yang merupakan penanaman modal asing. 45 46