HASIL PENELITIAN Pengaruh Iklim terhadap Insidens Malaria di Provinsi Lampung Apriliana Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Bandar Lampung Dokter Internsip RSK. Bhakti Wara, Pangkalpinang, Indonesia ABSTRAK Malaria merupakan penyakit demam karena infeksi parasit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Di Indonesia insidens malaria menurun dari tahun 2010 – 2011, namun di Provinsi Lampung justru meningkat. Faktor lingkungan, khususnya iklim sangat berpengaruh pada sebaran dan kejadiannya, yang mungkin sekali juga terjadi di Provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear untuk mengetahui faktor iklim dominan yang mempengaruhi insidens malaria. Data insidens malaria per bulan selama 3 tahun (2010 – 2012) diambil dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, sedangkan data iklim (curah hujan, hari hujan, temperatur udara, kelembapan udara, arah, dan kecepatan angin) didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Pada musim hujan periode bulan Januari – April, unsur iklim yang berpengaruh terhadap insidens malaria adalah arah dan kecepatan angin bulan Januari, Februari, dan April. Pada musim kemarau periode bulan Mei – Oktober, temperatur udara dan kelembapan udara merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap insidens malaria. Meningkatnya temperatur sebesar 1oC akan menurunkan insidens malaria sebesar 0,096‰ [koefisien regresi (β) = -0,096; p = 0,025]. Sebaliknya meningkatnya 1 poin kelembapan akan meningkatkan sebanyak 0,009‰ [(β) = 0,009; p = 0,017]. Pada musim hujan periode bulan November – Desember, unsur iklim yang berpengaruh terhadap insidens malaria adalah arah dan kecepatan angin bulan Desember. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan unsur iklim yang berpengaruh terhadap insidens malaria pada setiap musim di Provinsi Lampung. Kata kunci: Angin, hujan, kelembapan, malaria, temperatur ABSTRACT Malaria is a fever diseases cause of parasite infected by female Anopheles mosquito. Malaria incidence in Indonesia from 2010 to 2011had decreased, while in Lampung Province showed an increasing pattern. The environment factors, especially climate are very influential to its spreading and incidence, and it is also possible in Lampung Province. The data on malaria incidence per month for 3 years (2010 – 2012) were taken from the Health Department of the Lampung Province, while climate data (rain fall, rain days, temperature, humidity, wind direction and wind velocity) were obtained from the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG). Linear regression was used to determine the dominant factors related to the malaria incidence. In January until April rainy season period, climate factors that influenced malaria incidence are wind direction and wind velocity in January, February, and April. In May until October dry season period, temperature and air humidity are the dominant factors on malaria incidence. The increase of 1oC of air temperature will reduce the malaria incidence by 0,096‰ [regression coefficient (β) = -0,096; p = 0,025]. While the increase of one point of air humidity will increase the malaria incidence by 0,009‰ [(β) = 0,009; p = 0,017]. In November until December rainy season period, climate factors that influence malaria incidence are wind direction and wind velocity in December. This research concludes that the influence of climate on malaria incidence in Lampung Province is different in every season. Apriliana. Influence of Climate on Malaria Incidence in Lampung Province Keywords: Humidity, malaria, rain, temperature, wind PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu re-emerging diseases di banyak negara, yaitu penyakit yang pernah turun lalu meningkat kembali, dengan penderita mencapai 300 – 500 juta orang dan kasus kematian mencapai kurang lebih 1 juta orang setiap tahun termasuk anak – anak.1 World Health Organization (WHO) mengestimasi setengah populasi di dunia berisiko terkena infeksi malaria. Pada tahun 2012, malaria terdapat secara merata di 104 negara dan wilayah teritorial, yang menjurus kepada daerah endemik malaria. Di tahun 2010, terdapat sekitar 219 juta kasus malaria di seluruh dunia, dengan estimasi peningkatan insidens global sebesar 17% antara tahun 2000 dan 2010. Kematian akibat malaria di tahun 2010 mencapai 660.000 orang dan 86% di antaranya adalah balita, di mana sebagian besar terjadi di negara – negara di Afrika. Angka ini tidak berbeda jauh dengan angka kejadian ataupun angka kematian (case fatality rate, CFR) di tahun 2011; WHO Telah dipresentasikan pada Research Paper and Poster Competition 2nd Indonesia International (bio)Medical Students’ Congress (INAMSC) 2014 di Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia Alamat Korespondensi 464 email: [email protected] CDK-254/ vol. 44 no. 7 th. 2017 HASIL PENELITIAN mengestimasi akan terjadi peningkatan angka insidens kasus malaria sebesar 274 juta kasus dan bertambahnya angka kematian menjadi 1,1 juta orang.2,3 Data Kemenkes RI menunjukkan API di Indonesia dari tahun 2010 – 2011 turun dari 1,95 per 1000 penduduk menjadi 1,75 per 1000 penduduk. Namun, di Provinsi Lampung justru meningkat; dari tahun 2010 – 2011, API meningkat dari 0,32 per 1000 penduduk menjadi 0,46 per 1000 penduduk. Situasi malaria berdasarkan angka malaria klinis atau annual malaria incidence (AMI) per 1000 penduduk di Provinsi Lampung tahun 2007 – 2009 berturut – turut adalah 7,27‰, 6,48‰, dan 5,33‰.4-6 Pada tahun 2008, dilakukan mass blood survey (MBS) untuk menentukan parasite rate (PR) di 14 provinsi (Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur) yang menjadi wilayah kegiatan The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria (GF ATM). Pada MBS dilakukan pemeriksaan sediaan darah mikroskopik dan rapid diagnostic test (RDT). Hasil MBS menunjukkan bahwa Provinsi Lampung masuk dalam 10 besar kasus positif tertinggi, yaitu sebanyak 15.644 orang.4 Lampung merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera, memiliki posisi geografis berdekatan dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara.7 Sebagian besar daerah di Provinsi Lampung berdekatan dengan pantai, sehingga dimanfaatkan untuk tambak ikan ataupun udang. Banyaknya habitat perkembangbiakan larva Anopheles ini menjadi pemicu pesatnya perkembangan Anopheles serta meningkatkan risiko penularan malaria di Provinsi Lampung. Selain itu, dengan makin terbukanya jalan keluar masuk Provinsi Lampung, perlu adanya pengendalian penyakit ini agar tidak menjadi sumber penularan ke daerah lain di Indonesia, terutama Pulau Jawa, dan juga agar produktivitas Lampung tetap terjaga.6,7 Perubahan iklim berpengaruh terhadap kesehatan dan juga terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Anopheles, Aedes, dan lainnya, sehingga berpotensi meningkatkan kejadian CDK-254/ vol. 44 no. 7 th. 2017 berbagai penyakit yang ditularkan melalui nyamuk (seperti malaria dan demam berdarah dengue). Pengaruh perubahan iklim tersebut ikut mengancam usaha pencapaian Target Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals – MDGs), yang salah satunya Gambar 1. Grafik pengaruh curah hujan terhadap insidens malaria di provinsi Lampung tahun 2010-2012 Gambar 2. Grafik pengaruh hari hujan terhadap insidens malaria di provinsi Lampung tahun 2010-2012 Gambar 3. Grafik pengaruh temperatur udara terhadap insidens malaria di provinsi Lampung tahun 20102012 Gambar 4. Grafik pengaruh kelembaban udara terhadap insidens malaria di provinsi Lampung tahun 20102012 465 HASIL PENELITIAN adalah menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insidens malaria, dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Kemenkes RI membagi pencapaian target eliminasi malaria ke dalam 4 tahap berdasarkan wilayah teritorial, dan Provinsi Lampung yang berada di wilayah Pulau Sumatera, bersama NTB, Kalimantan, dan Sulawesi termasuk target eliminasi tahap 3 yang ditargetkan tercapai di tahun 2020.4,8,9 Musim pancaroba atau peralihan dari musim panas ke musim hujan, dianggap berbahaya karena memungkinkan nyamuk menyebar ke wilayah – wilayah baru, seperti yang terjadi di tahun El Nino 1997 ketika nyamuk berpindah ke dataran tinggi di Papua; naiknya temperatur udara mengubah pola – pola vegetasi, sehingga serangga seperti nyamuk akan mampu bertahan di wilayah – wilayah yang sebelumnya terlalu dingin untuk perkembangbiakan nyamuk.8 Perubahan iklim ini ditengarai sebagai penyebab meningkatnya populasi nyamuk dan penyebarannya ke wilayah – wilayah baru di Provinsi Lampung, sehingga menjadi salah satu faktor kejadian malaria yang terus meningkat.8 METODE Desain penelitian ini berupa studi ekoepidemiologi, merupakan penelitian analitik observasional tanpa perlakuan menggunakan pendekatan studi kohort retrospektif.10 Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung, pada 23 Desember 2013 sampai dengan 30 Januari 2014. Populasi penelitian berupa Variabel kecepatan angin, sehingga hasil analisis arah dan kecepatan angin terhadap insidens malaria pada penelitian ini adalah berdasarkan analisis peneliti dengan membuat pemetaan data arah angin datang dan kecepatan angin dari BMKG Stasiun Meteorologi Masgar secara manual. Data yang digunakan merupakan data sekunder. Data insidens malaria per bulan di Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012 didapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Data iklim per bulan yang meliputi data curah hujan, hari hujan, temperatur udara, kelembapan udara, kecepatan dan arah angin di Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012 didapatkan dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Stasiun Klimatologi Masgar Lampung. Penelitian ini hanya berdasarkan data dari institusi – institusi pemerintah tersebut. Seluruh analisis statistik menggunakan program SPSS 20.0. HASIL PENELITIAN Seluruh data yang dianalisis berjumlah 252 data, yang terdistribusi pada musim hujan periode bulan Januari – April sebanyak 84 data (33,33%), musim kemarau periode bulan Mei – Oktober sebanyak 126 data (50,00%), dan musim hujan periode bulan November – Desember sebanyak 42 data(16,67%). Analisis pengaruh arah dan kecepatan angin terhadap insidens malaria dilakukan berdasarkan pemetaan data arah dan kecepatan angin di Provinsi Lampung secara manual menggunakan peta yang dibuat dengan program Photoshop. Arah angin pada penelitian ini diukur menggunakan alat Azimuth yang mengukur arah angin datang. Arah angin ini merupakan arah angin yang diukur dari ketinggian 10 m di atas permukaan daratan tempat pengukuran atau 71 m di atas permukaan laut. Penyebaran malaria dapat terjadi pada ketinggian tersebut karena nyamuk Anopheles dapat bertahan sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh unsur iklim terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung. Musim Hujan Curah Hujan (Jan-Apr) Hari Hujan data insidens malaria, data curah hujan, hari hujan, temperatur udara, kelembapan udara, kecepatan dan arah angin di Provinsi Lampung Tahun 2010 – 2012. Pengambilan sampel menggunakan non-random sampling, sehingga sampel untuk penelitian ini adalah total populasi. Belum ada indikator yang menentukan jarak yang dapat dicapai nyamuk berdasarkan R R2 Persamaan Garis p - - - 0,797 - - - 0,451 Temperatur Udara - - - 0,064 Kelembaban Udara - - - 0,766 - - - 0,137 - - - 0,894 Temperatur Udara 0,525 0,276 Y=3,073-0,096T ± 0,0803 0,025 Kelembaban Udara 0,553 0,306 Y=-0,241+0,009RH ± 0,0786 0,017 - - - 0,413 Musim Panas Curah Hujan (Mei-Okt) Hari Hujan Musim Hujan Curah Hujan (Nov-Des) Hari Hujan - - - 0,413 Temperatur Udara - - - 0,168 Kelembaban Udara - - - 0,552 Tabel. Tabel hasil uji korelasi dan analisis regresi linier sederhana variabel curah hujan, hari hujan, temperatur udara, dan kelembaban udara terhadap insidens malaria di provinsi Lampung 466 Grafik pada Gambar 1 memperlihatkan pengaruh curah hujan terhadap insidens Malaria di Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012. Jumlah minimum curah hujan yang terjadi selama 2010 – 2012 sebesar 0 mm3 dan maksimum sebesar 439 mm3. Terlihat bahwa pola peningkatan ataupun penurunan curah hujan tidak secara signifikan diikuti oleh perubahan insidens malaria. Grafik pada Gambar 2 memperlihatkan pengaruh hari hujan terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012. Jumlah minimum hari hujan yang terjadi selama 2010 – 2012 sebanyak 1 hari dan maksimum sebanyak 31 hari. Terlihat bahwa pola perbedaan hari hujan tidak secara signifikan diikuti perbedaan insidens malaria. Grafik pada Gambar 3 memperlihatkan pengaruh temperatur udara terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012. Kisaran temperatur udara selama 2010 – 2012 antara 26,00 – 28,80oC. Terlihat insidens malaria berbanding terbalik dengan temperatur udara, pada beberapa titik peningkatan insidens malaria berkaitan dengan penurunan temperatur udara dan sebaliknya. Grafik pada Gambar 4 memperlihatkan pengaruh kelembapan udara terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012. Kisaran kelembapan udara selama 2010 – 2012 antara 69 – 87%. Terlihat insidens malaria berbanding lurus dengan kelembapan udara, pada beberapa titik pola peningkatan insidens malaria berkaitan dengan peningkatan kelembapan udara, CDK-254/ vol. 44 no. 7 th. 2017 HASIL PENELITIAN dan pada pola penurunan insidens malaria berkaitan dengan penurunan kelembapan udara. Tabel memperlihatkan hasil analisis data yang menunjukkan adanya perbedaan unsur iklim yang berpengaruh terhadap insidens malaria di masing – masing musim. Gambar 5 memperlihatkan prakiraan pengaruh arah dan kecepatan angin rata – rata terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung pada musim hujan periode bulan Januari – April. Angin yang berpengaruh terhadap insidens malaria adalah angin di bulan Januari, Februari, dan April. Di bulan Januari, angin datang dari arah 293o dengan kecepatan 8 mil/jam, melewati wilayah Way Kanan ke arah Pesawaran. Pada bulan Januari ini rata – rata insidens Malaria di Pesawaran lebih tinggi dari Way Kanan. Di bulan Februari, angin datang dari arah 272o dengan kecepatan 7 mil/jam, melewati Lampung Barat ke arah Pesawaran. Di bulan April, angin datang dari arah 288o dengan kecepatan 5 mil/jam, melewati Lampung Barat ke arah Pesawaran. Pada bulan Februari dan April ini rata – rata insidens malaria di Pesawaran lebih tinggi dari Lampung Barat. Gambar 6 memperlihatkan prakiraan pengaruh arah dan kecepatan angin rata – rata terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung pada musim kemarau periode bulan Mei – Oktober. Angin yang berpengaruh terhadap insidens malaria adalah angin di bulan Desember, angin datang dari arah 271o dengan kecepatan 5 mil/jam, melewati wilayah Lampung Barat ke arah Pesawaran. Pada bulan Desember ini rata – rata insidens malaria di Pesawaran lebih tinggi dari Lampung Barat. Gambar 5. Prakiraan pengaruh arah dan kecepatan angin rata –rata terhadap insidens malaria di provinsi Lampung musim hujan periode bulan Januari - April Gambar 6. Prakiraan pengaruh arah dan kecepatan angin rata –rata terhadap insidens malaria di provinsi Lampung musim kemarau periode bulan Mei - Oktober Gambar 7 memperlihatkan prakiraan pengaruh arah dan kecepatan angin rata – rata terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung musim hujan periode bulan November – Desember. Angin pada musim panas periode bulan Mei – Oktober ini tidak berpengaruh terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung. DISKUSI Uji statistik menunjukkan tidak ada korelasi antara curah hujan dan insidens malaria (p > 0,05), baik di musim hujan maupun musim kemarau. CDK-254/ vol. 44 no. 7 th. 2017 Gambar 7. Prakiraan pengaruh arah dan kecepatan angin rata –rata terhadap insidens malaria di provinsi Lampung musim hujan periode bulan November - Desember 467 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini serupa dengan simpulan Zhang bahwa curah hujan tidak dapat menjadi faktor prediksi insidens malaria di Yongchen (p <0,05). Hal ini dapat terjadi karena hubungan nonlinear yang kompleks antara curah hujan dan insidens malaria. Curah hujan yang moderat dapat menyebabkan genangan air dan meningkatkan kelembapan, sehingga mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan nyamuk, namun curah hujan berlebih justru dapat merusak tempat perkembangbiakan nyamuk dan menghilangkan telur – telurnya.11 Penelitian serupa oleh Marwiyah di Kabupaten Banjarnegara mendapatkan hasil tidak adanya hubungan antara curah hujan dan kejadian Malaria di Kabupaten Banjarnegara.12 Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Arsin yang menyatakan terdapat korelasi kuat antara curah hujan dan kasus malaria klinis.13 Penelitian Yudhastuti di daerah berbatasan (Kabupaten Tulungagung dengan Kabupaten Trenggalek) juga mendapatkan ada hubungan antara curah hujan dan insidens malaria.14 Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan metode dan periode waktunya. Hujan menaikkan kelembapan nisbi udara dan menambah tempat perkembangbiakan nyamuk, sehingga dapat meningkatkan insidens malaria. Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Genangan air akibat curah hujan yang lebat akan menyediakan tempat perkembangbiakan stadium telur, jentik, dan kepompong nyamuk Anopheles. Namun, besar kecilnya pengaruh hujan tergantung jenis hujan, derasnya hujan, banyaknya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan/ keadaan fisik daerah.14-16 Variabilitas curah hujan di Indonesia sangat kompleks dan merupakan bagian chaotic dari variabilitas monsun. Hujan di Indonesia dipengaruhi oleh ENSO yang besar kecilnya beragam dari satu tempat ke tempat yang lain. Pengaruh itu sangat besar pada daerah yang memiliki pola hujan monsun, seperti sebagian besar wilayah di Provinsi Lampung ini.17 Sifat khas Tropospheric Biennial Oscillation (TBO) curah hujan yang merupakan bagian dari sistem interaksi pasangan (couple) lautandaratan-atmosfer di daerah monsun, yaitu 468 menaikkan curah hujan di satu musim panas dan menurunkan curah hujan di musim panas berikutnya, dapat diamati pada data penelitian curah hujan di musim panas tahun 2010, 2011, dan 2012.17 Hasil statistik menunjukkan tidak ada korelasi antara hari hujan dan insidens malaria (p >0,05), baik di musim hujan maupun musim kemarau. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marwiyah yang menyatakan tidak ada hubungan antara hari hujan dan kejadian malaria di Kecamatan Banjarmangu.12 Namun penelitian di Accra, Afrika, menyatakan terdapat hubungan positif antara hari hujan dan insidens malaria. Perbedaan hasil analisis dapat disebabkan oleh adanya perbedaan metode analisis yang digunakan. Hubungan signifikan di Accra ini juga terjadi karena adanya hujan dalam kurun waktu yang lama walaupun dengan jumlah curah hujan yang sedikit, sehingga menimbulkan banyak genangan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. 18 Di Provinsi Lampung, hari hujan tidak memiliki korelasi terhadap insidens malaria karena jumlah hari hujan yang moderat dan pola hujan yang mengikuti pola hujan monsunal. Hasil statistik menunjukkan korelasi kuat antara temperatur udara dan insidens malaria (R = 0,525; p =0,025) di musim panas periode bulan Mei – Oktober, peningkatan temperatur udara sebesar 1oC, dapat memprediksi terjadinya penurunan insidens malaria sebesar 0,096‰. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Zhang bahwa temperatur merupakan faktor dominan yang dapat memprediksi insidens malaria di Yongchen.11 Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Arsin yang menyatakan terdapat korelasi antara temperatur udara dengan kasus malaria klinis,13 dan penelitian Yudhastuti yang mendapatkan hubungan antara temperatur udara dan insidens malaria.14 Penelitian Bi juga menyatakan bahwa temperatur minimum rata – rata memberi pengaruh paling besar dibandingkan dengan unsur iklim lainnya (p <0,0001; R2 = 0,467) di Shuchen, dan analisis per musim memberikan hasil bahwa insidens malaria pada musim gugur tidak jauh berbeda dengan di musim panas, namun sangat berbeda dengan di musim dingin dan musim semi.19 Temperatur rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25 – 27OC, sedangkan temperatur optimum untuk perkembangan parasit dalam nyamuk adalah sekitar 20 – 30OC. Makin tinggi temperatur (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah temperatur makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.16,20 Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung kecepatan metabolisme yang sebagian besar diatur oleh temperatur seperti lamanya masa pra-dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan indung telur, dan frekuensi mengambil makanan atau menggigit.14 Toleransi terhadap temperatur tergantung masing – masing spesies nyamuk, yang pada umumnya tidak akan mampu bertahan bila temperatur lingkungan meninggi 5 – 6OC di atas temperatur normal.20 Uji statistik menunjukkan adanya korelasi kuat antara kelembapan udara dan insidens malaria (R = 0,553; p =0,017) di musim panas periode bulan Mei – Oktober, peningkatan 1 poin kelembapan udara, dapat memprediksi peningkatan insidens malaria sebesar 0,009‰. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Zhang yang menyatakan bahwa kelembapan udara merupakan faktor dominan yang dapat memprediksi insidens malaria di Yongchen.11 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Yudhastuti yang mendapatkan hubungan antara kelembapan dan insidens malaria.14 Namun, Arsin menyatakan tidak terdapat korelasi antara kelembapan udara dan kasus malaria klinis.13 Perbedaan hasil analisis ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode analisis. Kelembapan udara menjadi faktor yang mengatur lama hidup dan aktivitas nyamuk. Pada kelembapan rendah (<60%), umur nyamuk akan menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk. Tingkat kelembapan 60% merupakan batas paling rendah yang memungkinkan hidup nyamuk. Pada kelembapan lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Nyamuk cenderung mencari tempat lembap dan basah di luar rumah sebagai tempat hinggap istirahat pada siang hari.14,15,16,20 Kecepatan angin di wilayah penelitian hampir CDK-254/ vol. 44 no. 7 th. 2017 HASIL PENELITIAN sebagian besar menghambat penerbangan nyamuk. Hal ini dapat mengakibatkan nyamuk tidak dapat bebas terbang ke daerah lain yang berlawanan dengan arah angin, namun nyamuk secara pasif dapat ikut terbang mengikuti arah angin. Secara teoritis, nyamuk bisa terbang sampai 2 – 3 km, namun dengan pengaruh angin, jarak terbang nyamuk bisa mencapai 40 km. Menurut Depkes RI, kecepatan angin yang dapat menghambat penerbangan nyamuk adalah 11 – 14 meter/ detik atau 25 – 31 mil/jam, sedangkan menurut skala Beufort kecepatan angin sebesar 5,5 – 32,7 mil/jam merupakan jenis angin kencang yang dapat menghambat penerbangan nyamuk. Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.14,15,16,21 Di Provinsi Lampung, arah angin rata-rata per musim mengikuti pergerakan angin muson barat dan angin muson timur. Pada musim hujan periode bulan Januari – April dan periode bulan November – Desember arah angin rata – rata datang dari arah Barat – Barat Daya mengikuti pergerakan angin Muson Barat, sedangkan pada musim panas periode bulan Mei – Oktober arah angin rata – rata datang dari arah Tenggara – Selatan mengikuti pergerakan angin muson Timur. Hasil pemetaan arah angin datang menyatakan angin yang berpengaruh terhadap insidens malaria adalah angin pada musim hujan periode Januari – April, yaitu di bulan Januari, Februari, dan April, serta angin pada musim hujan periode bulan November dan Desember, yaitu di bulan Desember. Sedangkan angin pada musim panas periode bulan Mei – Oktober tidak berpengaruh terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung ini. Musim hujan bulan Januari, angin datang dengan kecepatan 8 mil/jam, melewati wilayah Way Kanan ke arah Pesawaran. Pada bulan Januari ini rata – rata insidens malaria di Pesawaran lebih tinggi dari Way Kanan. Di bulan Februari, angin datang dengan kecepatan 7 mil/jam, melewati Lampung Barat ke arah Pesawaran. Di bulan April, angin datang dengan kecepatan 5 mil/jam, melewati Lampung Barat ke arah Pesawaran. Pada bulan Februari dan April ini rata – rata insidens malaria di Pesawaran lebih tinggi dari Lampung Barat. Musim hujan bulan Desember, angin datang dengan kecepatan 5 mil/jam, melewati wilayah Lampung Barat ke arah Pesawaran. Pada bulan Desember ini rata – rata insidens malaria di Pesawaran lebih tinggi dari Lampung Barat. Analisis ini menunjukkan bahwa arah dan kecepatan angin mendukung penyebaran malaria di musim hujan, yang terjadi di bulan Januari, Februari, April, dan Desember. Yudhastuti menyatakan bahwa kecepatan angin di wilayah penelitian tidak menghambat penerbangan nyamuk, yang dapat disebabkan oleh faktor topografi dan letak geografis yang turut mempengaruhi kondisi angin di suatu wilayah.14 Penelitian serupa oleh Omonijo di Negara Bagian Ondo, Nigeria, mendapatkan bahwa peningkatan kecepatan angin sebesar 1 m·s-1 dapat menyebabkan meningkatnya insidens malaria per bulan sebesar 164 – 171% baik di daerah savana maupun wilayah hutan hujan.22 SIMPULAN Pada setiap musim terdapat perbedaan unsur iklim yang berpengaruh terhadap insidens malaria di Provinsi Lampung. Di musim hujan, unsur iklim yang berpengaruh terhadap insidens malaria adalah arah dan kecepatan angin sedangkan di musim kemarau, unsur iklim yang berpengaruh adalah temperatur dan kelembapan udara. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan, Ditjen PP&PL. Informasi pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2008 2. Kendall AE. U.S. response to the global threat of malaria: Basic facts in congressional research service [Internet]. 2012;1–2. Available from: https://fas.org/sgp/crs/ misc/R41645.pdf 3. World Health Organization. World malaria report 2012. Switzerland: WHO Press; 2012. 4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Epidemiologi malaria di Indonesia. Bul Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan I; 2011 .p. 7 – 22. 5. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013 .p. 100 – 2. 6. Suwito. Bioekologi spesies Anopheles di Lampung Selatan dan Pesawaran: Keragaman, karakteristik habitat, kepadatan, perilaku dan distribusi spasial. Bogor: IPB; 2010. 7. BPS Provinsi Lampung. Buku saku provinsi Lampung 2013. Lampung: BPS Provinsi Lampung; 2013. 8. Moediarta R, Stalker P. Sisi lain perubahan iklim. Jakarta: UNDP Indonesia; 2007 .p. 2,5 – 7,10,20. 9. Kusriastuti R. Handbook toward malaria elimination. Jakarta: Directorate of VBDC Directorate General of DC and EH Ministry of Health Republic Indonesia; 2011 .p. 11. 10. Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar – dasar metodologi penelitian klinis. 4th ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011 .p. 105 – 10. 11. Zhang Y, Liu QY, Luan RS, Liu XB, Zhou GC, Jiang JY, et al. Spatial-temporal analysis of malaria and the effect of environmental factors on its incidence in Yongcheng, China, 2006–2010. BMC Public Health 2012;12:544. 12. Marwiyah W. Analisa hubungan curah hujan dengan kejadian malaria tahun 2001-2010 di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara [Skripsi]. Semarang: FKM UNDIP; 2011. 13. Arsin AA, Karim SA. Pola spasial kasus malaria dengan aplikasi sistem informasi geografis (Sig) di Kabupaten Halmahera Tengah 2008. J Masy Epidemiol Indon. 2012;1(2):84 – 9. 14. Yudhastuti R. Gambaran faktor lingkungan daerah endemis malaria di daerah berbatasan Kabupaten Tulungagung dengan Kabupaten Trenggalek. J Kesehatan Lingkungan 2008;4(2):9 – 20. 15. Saputra E. Pengaruh lingkungan terhadap nyamuk Anopheles pada proses transmisi malaria. J Urip Santoso 2011. 16. Irawati. Analisis faktor kejadian relaps pada penderita malaria di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen Tahun 2009. Sumatera Utara: USU; 2011. 17. Visa J. Fenomena atmosfer yang mempengaruhi hujan di wilayah Equator (Padang dan Pontianak). Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. ISBN: 978-970-99314-2-9. Yogyakarta: UNY; 2007. CDK-254/ vol. 44 no. 7 th. 2017 469 HASIL PENELITIAN 18. Relationship between rainfall variability and incidence of malaria in Accra. Canada: International Development Research Centre (IDRC); 2012. 19. Bi P, Tong S, Donald K, Parton KA, Ni J. Climate variability and malaria, Shuchen County, China, 1980 – 1991. Public Health Reports 2003;118: 65 – 72. 20. Jamaludin A. Pengaruh jenis insektisida terhadap kerentanan vektor nyamuk Anopheles spp di Kota Batam tahun 2010. Sumatera Utara: USU; 2010. 21. Direktorat Jenderal P2PL. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 374/MENKES/PER/III/2010 tentang pengendalian vektor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010 .p. 10,16,47 – 8. 22. Omonijo AG, Matzarakis A, Oguntoke O, Adeofun CO. Influence of weather and climate on malaria occurrence based on human-biometeorological methods in Ondo State, Nigeria. J Environ Sci Engineering 2011;5:1215 – 28. 470 CDK-254/ vol. 44 no. 7 th. 2017