2.1.3.1 Pengertian Pelatihan

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Yang menjadi acuan untuk melandasi penelitian ini adalah teori manajemen
sebagai grand theory, teori manajemen sumber daya manusia dijadikan sebagai
middle theory, dan teori tentang pelatihan, motivasi, kompetensi dan kinerja
karyawan dijadikan sebagai applied theory.
2.1.1 Manajemen
2.1.1.1 Pengertian Manajemen
Menurut Gaol (2014:38) manajemen adalah proses kerjasama antara dua
orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Manajemen terdiri dari proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian.
Menurut Hasibuan (2011:9) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen terdiri dari 6
unsur (6M) yaitu: man, money, method, materials, machines, market.
Menurut Robbins dan Coulter (2010:7) manajemen adalah aktivitas kerja
yang melibatkan kondisi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga
pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.
Berdasarkan definisi diatas, manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber
daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Sedarmayanti (2013:13) manajemen sumber daya manusia adalah
kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia
dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi
penghargaan dan penilaian. Tujuan manajemen sumber daya manusia secara umum
adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui
orang.
Menurut Ndraha (2012:52) manajemen sumber daya manusia dapat
didefinisikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, penggunaan (penggerakan),
dan penilai SDM sedemikian rupa sehingga di satu pihak SDM memberi kontribusi
sebesar-besarnya kepada masyarakat (makro) dan organisasi (mikro), dan di pihak
lain SDM merasa diperlakukan seadil-adilnya sehingga kualitas hidup dan matinya
setinggi-tingginya. Menurut Mangkunegara (2011:2) manajemen sumber daya
manusia dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber
daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut
dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan
organisasi dan pengembangan individu pegawai.
Menurut Hasibuan (2011:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu
dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Yani (2012:1)
juga mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai ilmu mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan efisien sehingga tercapai
tujuan organisasi atau perusahaan.
Menurut Rivai dan Sagala (2009:1) manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat
dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena
sumber daya manusia dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan
perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM
dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya
manusia. Istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang
bagaimana seharusnya me-manage (mengelola) sumber daya manusia.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan manajemen sumber daya
manusia adalah ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dengan
memastikan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan.
2.1.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Sutrisno (2009:9) fungsi manajemen sumber daya manusia adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga
kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efisien,
dalam membantu terwujudnya tujuan.
2. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengatur pegawai dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi, dan koordinasi, dalam bentuk bagan organisasi. Organisasi
hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Organisasi yang baik akan
membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3. Pengarahan (directing) & pengadaan (procurement)
Pengarahan adalah kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai, agar mau
kerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya
tujuan
organisasi.
Pengadaan
adalah
proses
penarikan,
seleksi,
penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi.
4. Pengendalian (controlling)
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan pegawai agar mentaati
peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Bila terdapat
penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan dan atau
penyempurnaan.
5. Pengembangan (development)
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan yang diberikan hendaknya sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa yang akan datang.
6. Kompensasi (compensation)
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak
langsung (indirect) berupa uang atau barang kepada pegawai sebagai
imbalan jasa yang diberikan kepada organisasi. Prinsip kompensasi
adalah adil dan layak.
7. Pengintegrasian (integration)
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
organisasi dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerja sama yang serasi
dan saling menguntungkan.
8. Pemeliharaan (maintenance)
Pemeliharaan adalah kegiatan pemeliharaan atau meningkatkan kondisi
fisik, mental dan loyalitas pegawai, agar mereka tetap mau bekerja
sampai pensiun.
9. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya
manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan
organisasi, karena tanpa adanya kedisiplinan, maka sulit mewujudkan
tujuan yang maksimal.
10. Pemberhentian (separation)
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seorang pegawai dari
suatu organisasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai,
keinginan organisasi, berakhirnya kontrak kerja, pensiun, atau sebab
lainnya.
2.1.3 Pelatihan
2.1.3.1 Pengertian Pelatihan
Menurut Suwarto (2014:223) pelatihan adalah sebuah proses kolaborasi yang
terus berlangsung, di mana manajer berinteraksi dengan para karyawannya,
memegang peran aktif dan penuh perhatian pada kinerja mereka.
Pelatihan melibatkan segenap sumber daya manusia untuk mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan pembelajaran sehingga mereka segera akan dapat
menggunakannya dalam pekerjaan. Pada dasarnya, pelatihan diperlukan karena
adanya kesenjangan antara keterampilan pekerja sekarang dengan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menempati posisi baru (Wibowo, 2013:442).
Menurut Bangun (2012:202) pelatihan adalah suatu proses memperbaiki
keterampilan kerja karyawan untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan. Pada
awalnya,
pelatihan
karyawan
hanya
diperuntukkan
kepada
tenaga-tenaga
operasional, agar memiliki keterampilan secara teknis. Tetapi, kini pelatihan
diberikan kepada setiap karyawan dalam perusahaan termasuk karyawan administrasi
maupun tenaga manajerial. Manajemen kini bersama-sama dengan para karyawan
untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran strategis dalam mencapai tujuan
perusahaan. Para manajer perusahaan telah menyadari betapa pentingnya pelatihan
untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja.
Menurut Hanggraeni (2012:97) pelatihan dan pengembangan merupakan dua
terminologi yang berbeda tetapi sering kali dianggap sebagai hal yang sama.
Pelatihan (training) adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk melaksanakan
pekerjaannya saat ini, sedangkan pengembangan (development) adalah pendidikan
yang membantu pekerja untuk bisa melaksanakan pekerjaan yang akan diembannya
kelak. Dari pengertian ini dapat terlihat perbedaan pelatihan dan pengembangan
adalah terletak pada rentan waktu (time horizon). Pelatihan fokus pekerjaan yang
dilakukan saat ini (now), sedangkan pengembangan fokus pada pekerjaan yang akan
diembannya kelak (future).
Mathis dan Jackson (2006:301) mengatakan bahwa pelatihan adalah sebuah
proses di mana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuantujuan organisasi. Menurut Noe et al (2008:267) pelatihan adalah upaya yang
direncanakan oleh organisasi untuk memfasilitasi para karyawan untuk memperoleh
pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan, keterampilan dan perilaku karyawan.
Sikula dalam Mangkunegara (2011:44) mengemukakan bahwa pelatihan
(training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan
prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai non-managerial mempelajari
pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas.
Menurut Rivai dan Sagala (2009:212) pelatihan adalah proses secara
sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi.
Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai
untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan definisi mengenai pelatihan diatas, pelatihan merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan keterampilan karyawan dan sebagai jembatan untuk
mengembangkan pengetahuan karyawan. Sehingga kegiatan pelatihan dapat
membuat karyawan untuk melakukan pekerjaan lebih baik sesuai dengan tujuan
perusahaan. Dengan diadakan pelatihan, akan memperoleh efektivitas dan efisiensi
kerja di perusahaan dan diharapkan dengan pelatihan dapat meningkatkan kinerja.
2.1.3.2 Tujuan Pelatihan
Menurut Mangkunegara (2011:45) tujuan pelatihan adalah:
1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi
2. Meningkatkan produktivitas kerja
3. Meningkatkan kualitas kerja
4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia
5. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja
6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal
7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
8. Menghindari keusangan (obsolescence)
9. Meningkatkan perkembangan pegawai
2.1.3.3 Tahapan Penyusunan Pelatihan
Pelatihan dirasa penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan dan jabatan
sebagai akibat dari perubahan situasi dan kondisi kerja, kemajuan teknologi dan
semakin ketatnya persaingan dalam organisasi. Menurut Mangkunegara (2011:45)
tahapan-tahapan penyusunan pelatihan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan:
1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan
3. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurannya
4. Menetapkan metode pelatihan
5. Mengadakan percobaan (try out) dan revisi
6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi
2.1.3.4 Metode-metode Pelatihan
Menurut Bangun (2012:210) begitu pentingnya pelatihan dilaksanakan untuk
meningkatkan prestasi kerja karyawan, sehingga perlu perhatian yang serius dari
perusahaan. Pelatihan sumber daya manusia akan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan atas pekerjaan yang mereka kerjakan. Ada beberapa
metode dalam pelatihan tenaga kerja, antara lain:
1. Metode on the job training
Merupakan metode yang paling banyak digunakan perusahaan dalam
melatih tenaga kerjanya. Para karyawan mempelajari pekerjaannya sambil
mengerjakannya secara langsung. Perusahaan menggunakan orang dalam
yang melakukan pelatihan terhadap sumber daya manusianya, biasanya
dilakukan oleh atasan perusahaan langsung. Dengan menggunakan metode ini
dapat lebih efektif dan efisien pelaksanaan pelatihan, karena disamping biaya
pelatihan yang lebih murah, tenaga kerja yang dilatih lebih mengenal dengan
baik pelatihnya. Terdapat 4 metode yang digunakan, antara lain yaitu:
a. Rotasi pekerjaan:
Pemindahan pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya dalam
organisasi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
kerja.
b. Penugasan yang direncanakan:
Menugaskan tenaga kerja untuk mengembangkan kemampuan dan
pengalamannya tentang pekerjaannya.
c. Pembimbingan:
Pelatihan tenaga kerja langsung oleh atasannya. Metode ini sangat
efektif dilakukan karena atasan langsung sangat mengetahui
bagaimana
keterampilan
bawahannya,
sehingga
lebih
tahu
menerapkan metode yang digunakan.
d. Pelatihan posisi:
Tenaga kerja yang dilatih untuk dapat menduduki suatu posisi
tertentu. Pelatihan seperti ini diberikan kepada tenaga kerja yang
mengalami pemindahan pekerjaan. Sebelum dipindahkan ke pekerjaan
baru terlebih dahulu diberikan pelatihan agar mereka dapat mengenal
lebih dalam pekerjaannya.
2. Metode off the job training
Merupakan pelatihan yang dilaksanakan dimana karyawan dalam
keadaan tidak bekerja dengan tujuan agar terpusat pada kegiatan pelatihan
saja. Pelatih didatangkan dari luar organisasi atau peserta mengikuti pelatihan
di luar organisasi. Hal ini dilakukan karena kurang atau tidak tersedianya
pelatih di dalam perusahaan. Keuntungan dari metode ini adalah para peserta
pelatihan tidak merasa jenuh dilatih oleh atasannya langsung, metode yang
diajarkan pelatih berbeda sehingga memperluas pengetahuan. Kelemahannya
adalah biaya yang dikeluarkan relatif besar dan pelatih belum mengenal
secara lebih mendalam para peserta pelatihan sehingga membutuhkan waktu
lama dalam pelatihan. Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik
antara lain:
a. Business games:
Peserta dilatih dengan memecahkan suatu masalah, sehingga para
peserta dapat belajar dari masalah yang sudah pernah terjadi pada
suatu perusahaan tertentu. Metode ini bertujuan agar para peserta
latihan dapat dengan lebih baik dalam pengambilan keputusan dan
cara mengelola operasional perusahaan dengan baik.
b. Vestibule school:
Tenaga kerja dilatih dengan menggunakan peralatan yang sebenarnya
dan sistem pengaturan sesuai dengan yang sebenarnya tetapi
dilaksanakan diluar perusahaan. Tujuannya adalah untuk menghindari
tekanan dan pengaruh kondisi dalam perusahaan.
c. Case study:
Dimana peserta dilatih untuk mencari penyebab timbulnya suatu
masalah, kemudian dapat memecahkan masalah tersebut. Pemecahan
masalah dapat dilakukan secara individual atau kelompok atas
masalah-masalah yang ditentukan.
2.1.3.5 Manfaat Pelatihan
Manfaat pelatihan yang dikemukakan oleh M.J.Tessin dalam Gaol
(2014:214) adalah:
1. Bagi Organisasi:
a) Memperbaiki pengetahuan tentang jabatan dan keterampilan;
b) Memperbaiki moral kerja;
c) Mengenali tujuan organisasi;
d) Membuat citra terhadap organisasi lebih baik lagi;
e) Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan;
f) Membantu pegawai untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan;
g) Membantu menangani konflik sehingga mencegah stress dan tensi
tinggi;
h) Membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.
2. Bagi Individu:
a) Membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan
masalah secara lebih baik lagi;
b) Internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tumbuh,
tanggung jawab, dan kemajuan;
c) Mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri;
d) Membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugastugas baru;
e) Menurut “Peter Principle”, makin tinggi rasa ketidakmampuan pada
diri seseorang, orang tersebut cenderung menjadi takut.
3. Bagi bagian kepegawaian:
a) Memperbaiki komunikasi antar kelompok dengan individu;
b) Dimengertinya kebijakan organisasi, aturan-aturan, dan sebagainya;
c) Membangun rasa keterdekatan dalam kelompok (group cohesiveness);
d) Menciptakan organisasi sebagai tempat yang baik untuk bekerja dan
hidup di dalamnya.
2.1.3.6 Faktor-faktor yang Berperan dalam Pelatihan
Menurut Rivai dan Sagala (2009:225) dalam melakukan pelatihan ini ada
beberapa faktor yang berperan yaitu instruktur, peserta, materi (bahan), metode,
tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Metode pelatihan terbaik
tergantung dari berbagai faktor. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pelatihan yaitu:
1. Cost-efectiveness (efektivitas biaya);
2. Materi program yang dibutuhkan;
3. Prinsip-prinsip pembelajaran;
4. Ketetapan dan kesesuaian fasilitas;
5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan;
6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan.
2.1.4 Motivasi
2.1.4.1. Pengertian Motivasi
Menurut Wibowo (2014:111) motivasi merupakan dorongan untuk bertindak
terhadap serangkaian proses perilaku manusia dengan mempertimbangkan arah,
intensitas, dan ketekunan pada pencapaian tujuan. Menurut Newstrom dalam
Wibowo (2014:110) motivasi adalah hasil dari kumpulan kekuatan internal dan
eksternal yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan
menggunakan perilaku tertentu. Idealnya, perilaku ini akan diarahkan pada
pencapaian tujuan organisasi.
Rivai dalam Kadarisman (2013:276) mengatakan bahwa motivasi adalah
serangkaian sikap dan nilai-nilai yang memengaruhi individu untuk mencapai hal
yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan
yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu untuk
bertingkah laku dalam mencapai tujuan.
Menurut
Sedarmayanti
(2013:233)
motivasi
merupakan
kesediaan
mengeluarkan tingkat upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual. Unsur upaya
merupakan intensitas. Bila seseorang termotivasi, ia akan mencoba kuat. Tujuan
organisasi adalah upaya yang seharusnya. Kebutuhan sesuatu keadaan internal yang
menyebabkan hasil tertentu tampak menarik. Dari batasan yang telah diutarakan
secara sederhana dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan timbulnya perilaku
yang mengarah pada tujuan tertentu dengan penuh komitmen sampai tercapainya
tujuan dimaksud.
Motivasi menurut Sutrisno (2009:146) motivasi adalah suatu faktor yang
mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu
motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang.
Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu faktor yang
mendorong aktivitas tersebut.
Berdasarkan definisi motivasi diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah suatu dorongan untuk bertindak yang muncul karena diberikan oleh seseorang
kepada orang lain atau dari diri sendiri, dorongan tersebut bermaksud agar orang
tersebut menjadi individu yang lebih baik dari yang sebelumnya dalam mencapai
tujuan.
2.1.4.2 Teori-teori Motivasi
Dalam buku Sutrisno (2009:121) teori motivasi dikelompokkan menjadi 2
aspek, yaitu:
1. Teori kepuasan
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan
kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan
cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri
orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan
perilakunya.
Kebutuhan
Dorongan
Tindakan
Kepuasan
Gambar 2.1 Model Motivasi dari Content Theory
Penganut content theory ini cukup banyak, yang satu sama lain sebenarnya
tidak mempunyai ikatan. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan mereka, ternyata hasil penemuannya dapat dimasukkan dalam teori
kepuasan. Teori kepuasan tersebut dipelopori oleh:
a) Taylor dengan Teori Motivasi Konvensional
Teori motivasi konvensional ini termasuk content theory, karena F.W.
Taylor memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keinginan untuk
pemenuhan kebutuhannya yang menyebabkan orang mau bekerja
keras. Dengan teori ini dapat disebutkan bahwa seseorang akan mau
berbuat atau tidak berbuat didorong oleh ada atau tidak adanya
imbalan yang akan diperoleh yang bersangkutan. Oleh karena itu,
seorang pemimpin haruslah berusaha memberikan imbalan berbentuk
materi, agar bawahannya bersedia diperintah melakukan pekerjaan
yang telah ditentukan. Jika besar imbalan ini bertambah, maka
intensitas pekerjaan pun akan dapat dipacu. Jadi, dalam teori ini
pemberian imbalan menjadi motivasi seseorang untuk melakukan
pekerjaan.
b) Maslow dengan Teori Hierarki
Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam 5 hierarki
kebutuhan sebagai berikut:

Kebutuhan fisiologis: kebutuhan ini merupakan tingkat paling
dasar, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, berupa
kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal.

Kebutuhan rasa aman: setelah kebutuhan tingkat dasar
terpenuhi, maka seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya
yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan
keselamatan. Kebutuhan ini akan dirasakan mendesak setelah
kebutuhan pertama terpenuhi. Upaya yang dapat dilakukan
oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keamanan ini
dapat melalui:
 Selalu memberikan informasi agar para karyawan
dalam bekerja bersikap hati-hati dan waspada;
 Menyediakan tempat kerja aman dari keruntuhan,
kebakaran, dan sebagainya;
 Memberikan perlindungan asuransi jiwa, terutama bagi
karyawan yang bekerja pada tempat rawan kecelakaan;
 Memberi jaminan kepastian kerja, bahwa selama
mereka bekerja dengan baik, maka tidak akan di PHKkan, dan adanya jaminan kepastian pembinaan karier.

Kebutuhan hubungan sosial: merupakan kebutuhan tingkat
ketiga dari Maslow. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan
untuk hidup bersama dengan orang lain. Kebutuhan ini hanya
dapat terpenuhi bersama masyarakat, karena memang orang
lainlah yang dapat memenuhinya, bukan diri sendiri.
Kebutuhan sosial itu meliputi:
 Kebutuhan untuk disayang, dicintai, dan diterima oleh
orang lain;
 Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain;
 Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan.

Kebutuhan pengakuan: setiap orang membutuhkan adanya
penghargaan
diri
lingkungannya.
dan
Semakin
penghargaan
tinggi
prestasi
status
dan
diri
dari
kedudukan
seseorang dalam perusahaan, maka semakin tinggi pula
kebutuhan akan prestise diri yang bersangkutan.

Kebutuhan aktualisasi diri: merupakan tingkat yang paling
tinggi, untuk memenuhi kebutuhan ini biasanya seseorang
bertindak karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Dalam
kondisi ini seseorang ingin memperlihatkan kemampuan
dirinya secara optimal di tempat masing-masing. Kebutuhan
aktualisasi diri mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan ciriciri kebutuhan yang lain, yaitu;
 Tidak dapat dipenuhi dari luar, karena harus dipenuhi
dengan usaha pribadi itu sendiri
 Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri ini biasanya
seiring dengan jenjang karir seseorang, dan tidak
semua orang mempunyai tingkat kebutuhan seperti ini.
c) McClelland dengan Teori Motivasi Prestasi
Menurut teori ini ada 3 komponen dasar yang dapat digunakan untuk
memotivasi orang bekerja, yaitu:

Need for achievement: kebutuhan untuk mencapai sukses,
yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri
seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan,
dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai
prestasi tertentu.

Need for affiliation: kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini
mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan
secara akrab dengan orang lain.

Need
for
memengaruhi
power:
kebutuhan
terhadap
orang
untuk
menguasai
dan
lain.
Kebutuhan
ini,
menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang
memedulikan perasaan orang lain.
d) Hezberg dengan Teori Model dan Faktor
Teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan
Maslow. Menurut teori pemeliharaan motivasi ini ada dua faktor yang
memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu:

Faktor pemeliharaan: disebut juga hygiene factor, merupakan
faktor yang berkaitan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh ketenteraman badaniah atau kesehatan. Faktorfaktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja
fisik, kepastian kerja, supervise yang menyenangkan, mobil
dinas, rumah dinas, dan macam-macam tunjangan lainnya.

Faktor motivasi: merupakan faktor pendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang
bersangkutan (intrinsik). Faktor motivator ini mencakup:
 Kepuasan kerja
 Prestasi yang diraih
 Peluang untuk maju
 Pengakuan orang lain
 Kemungkinan pengembangan karir
 Tanggung jawab
e) Alderfer dengan Teori ERG
Teori ini merupakan modifikasi dari teori hierarki kebutuhan Maslow,
yaitu:

Existence (keberadaan): kebutuhan seseorang untuk dapat
dipenuhi dan terpeliharanya keberadaan yang bersangkutan
sebagai seorang manusia ditengah-tengah masyarakat atau
perusahaan. Exixtence ini meliputi kebutuhan psikologi (rasa
lapar, haus, tidur) dan kebutuhan rasa aman.

Relatedness (kekerabatan): keterkaitan antara seseorang
dengan lingkungan sosial sekitarnya. Kebutuhan ini sebanding
dengan kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, dan sebagian
kebutuhan pristise, dalam teori Maslow.

Growth (pertumbuhan): merupakan kebutuhan yang berkaitan
dengan
pengembangan
potensi
diri
seseorang,
seperti
pertumbuhan kreativitas dan pribadi. Kebutuhan ini sebanding
dengan kebutuhan harga diri dan perwujudan diri.
f) Mc Gregor dengan Teori X dan Y
Prinsip teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang
menyorot sosok negatif pada perilaku manusia. Teori X menganggap
manusia itu:

Malas dan tidak suka bekerja

Kurang bisa bekerja keras, menghidar dari tanggung jawab

Mementingkan diri sendiri

Kurang suka menerima perubahan

Memerlukan gaya kepemimpinan otoriter
Prinsip teori Y memandang manusia secara optimis, karena itu disebut
sebagai teori potensial. Teori Y memandang manusia pada dasarnya:

Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi bila kondisi konduktif

Selalu ingin perubahan dan merasa jemu pada hal-hal yang
monoton

Dapat produktif, perlu diberi motivasi

Dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih besar

Memerlukan gaya kepemimpinan partisipatif
2. Teori Motivasi Proses
Teori-teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi
terjadi. Ada 3 teori motivasi proses, yaitu:

Teori Harapan (Expectancy Theory)
Menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang bekerja giat
dalam melaksanakan pekerjaannya bergantung pada hubungan timbal
balik antara apa yang ia inginkan dengan kebutuhan dari hasil
pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan
pemuasan bagi keinginan sebagai imbalan atas usaha yang dilakukan
itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh
kepuasannya, ia akan bekerja keras, dan sebaliknya. Menurut teori ini,
terdapat keyakinan bahwa imbalan yang diberikan oleh organisasi
sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh para karyawan.

Teori Keadilan (Equity Theory)
Menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan
dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku
yang relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan
akan memengaruhi semangat kerja mereka. Keadilan merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Jadi, atasan
harus bertindak adil terhadap semua bawahannya.

Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat perilaku dengan
pemberian kompensasi. Menurut Sutrisno (2009, p.144) teori proses
ini hanya akan bermanfaat apabila manajer telah betul-betul mengenal
bawahan dan kepribadian individual mereka, dan ini kadang-kadang
tidak mudah.
2.1.4.3 Teknik Memotivasi
Menurut Usman (2013:301) teknik memotivasi harus dilakukan dengan
memerhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Berpikiran positif
Jangan mengkritik cara kerja orang lain kalau kita sendiri tidak mampu
memberi contoh terlebih dahulu.
2. Menciptakan perubahan yang kuat
Adanya kemauan yang kuat untuk mengubah situasi oleh diri sendiri.
Mengubah perasaan tidak mampu menjadi mampu, tidak mau menjadi mau.
3. Membangun harga diri
Banyak kelebihan kita sendiri dan orang lain yang tidak kita hargai padahal
penghargaan merupakan salah satu bentuk teknik memotivasi.
4. Memantapkan pelaksanaan
Ungkapkan dengan jelas, bagaimana cara kerja yang benar, tindakan yang
dapat membantu, dan hargai dengan tulus.
5. Membangkitkan orang lemah menjadi kuat
Buktikan bahwa mereka sudah berhasil, dan nyatakan bahwa anda akan
membantu yang mereka butuhkan. Binalah keberanian, kerja keras, bersedia
belajar dari orang lain.
6. Membasmi sikap suka menunda-nunda
Hilangkan sikap menunda-nunda dengan alasan pekerjaan itu terlalu sulit dan
segeralah untuk memulai.
2.1.4.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi
Menurut Sutrisno (2009:116) motivasi sebagai proses psikologis dalam diri
seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat
dibedakan atas faktor internal dan eksternal yang berasal dari karyawan:
1. Faktor Internal
Faktor internal yang dapat memengaruhi pemberian motivasi pada seseorang
antara lain:
a) Keinginan untuk dapat hidup
Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia
yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang
mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek,
apakah halal atau haram, dan sebagainya. Keinginan untuk dapat
hidup meliputi kebutuhan untuk:

Memperoleh kompensasi yang memadai;

Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu
memadai; dan

Kondisi kerja yang aman dan nyaman.
b) Keinginan untuk dapat memiliki
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang
untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam
kehidupan sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat
memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja.
c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan
Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui,
dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih
tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu
pun ia harus bekerja keras.
d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan
Keinginan untuk memperoleh pengakuan dapat meliputi hal-hal:

Adanya penghargaan terhadap prestasi;

Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak;

Pimpinan yang adil dan bijaksana; dan

Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat.
e) Keinginan untuk berkuasa
Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja.
Kadar kemampuan kerja itu berbeda-beda untuk setiap orang, tetapi
pada dasarnya ada hal-hal umum yang harus dipenuhi untuk
terdapatnya kepuasan kerja bagi karyawan. Karyawan akan dapat
merasa puas bila dalam pekerjaan terdapat:

Hak otonomi

Variasi dalam melakukan pekerjaan

Kesempatan untuk memberikan sumbangan pemikiran

Kesempatan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan
yang telah dilakukan
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal juga tidak kalah peranannya dalam motivasi kerja seseorang.
Faktor-faktor eksternal itu adalah:
a) Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja
yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang
dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu,
pemimpin perusahaan harus mempunyai kreativitas tinggi akan dapat
menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan.
b) Kompensasi yang memadai
Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para
karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi
yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi
perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.
c) Supervisi yang baik
Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan
pengarahan,
membimbing
kerja
para
karyawan,
agar
melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan.
dapat
d) Adanya jaminan pekerjaan
Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang
ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa
ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan.
e) Status dan tanggung jawab
Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan
setiap karyawan dalam bekerja. Dengan menduduki jabatan, orang
merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang
yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan.
f) Peraturan yang flexibel
Setiap perusahaan sudah ditetapkan peraturan yang harus dipatuhi
oleh seluruh karyawan. Biasanya peraturan bersifat melindungi dan
dapat memberikan motivasi para karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.1.5 Kompetensi
2.1.5.1 Pengertian Kompetensi
McClelland dalam Gaol (2014:499) mendefinisikan kompetensi sebagai
karakteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung
terhadap, atau dapat memprediksikan, kinerja yang sangat baik. Kompetensi bisa
dianalogikan seperti “gunung es” di mana keterampilan dan pengetahuan membentuk
puncaknya yang berada di atas air. Bagian yang ada dibawah permukaan air tidak
terlihat dengan mata telanjang, namun menjadi fondasi dan memiliki pengaruh
terhadap bentuk dari bagian yang berada di atas air.
Menurut Aprinto dan Jacob (2013:186) kompetensi adalah karakteristik
perilaku yang menggambarkan motif, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau
keahlian yang ditunjukkan oleh pekerja yang unggul ke dalam pekerjaannya. Motif,
konsep diri dan nilai-nilai individu membentuk sikap individu tersebut.
Menurut Wibowo (2013:324) kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut. Kompetensi juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan
mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan
meningkatkan standar kualitas professional dalam pekerjaan mereka.
Menurut Sutrisno (2009:203) kompetensi adalah suatu kemampuan yang
dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta
penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang
mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan. Menurut Spencer and Spencer
dalam Sutrisno (2009:203) kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari
seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya.
Berdasarkan definisi diatas kompetensi merupakan suatu pengetahuan,
keterampilan, sikap dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah
menjadi bagian dari dirinya sehingga dapat melakukan tugas yang diberikan dan
memungkinkan memberikan kinerja yang unggul dalam pekerjaannya.
2.1.5.2 Jenis Kompetensi
Menurut Aprinto dan Jacob (2013:186) pekerjaan individu tidak hanya
berkaitan dengan teknis pekerjaan namun juga berkaitan dengan bagaimana ia
mengelola pekerjaannya dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu terdapat
2 jenis kompetensi sebagai beikut:
1. Hard competency yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan
keahlian teknis suatu pekerjaan, misalnya analisis laporan keuangan dan
perakitan mesin mobil.
2. Soft competency yaitu jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan
untuk membangun pekerjaan, misalnya komunikasi dan kepemimpinan
kelompok.
2.1.5.3 Manfaat Penggunaan Kompetensi
Menurut
Ruky
dalam
Sutrisno
(2009:208)
mengemukakan
konsep
kompetensi menjadi semakin popular dan sudah banyak digunakan oleh perusahaanperusahaan besar dengan berbagai alasan, yaitu:
1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam hal ini,
model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar:
keterampilan, pengetahuan dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan
dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung
dengan prestasi kerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam
mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang SDM.
2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat
seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang
terbaik.
3. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadikan suatu
organisasi “ramping” mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang
dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam
keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal
maupun horizontal.
4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. Model kompetensi dapat
digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan) yang akan
dianggap adil. Kebijakan remunerasi akan lebih terarah dan transparan
dengan mengaitkan sebanyak mungkin keputusan dengan suatu set
perilaku yang diharapkan, ditampilkan seorang karyawan.
5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan yang
sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan
kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model kompetensi
memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah ini.
6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi. Model
kompetensi
merupakan
cara
yang
paling
mudah
untuk
mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi
fokus dalam unjuk kerja karyawan.
2.1.5.4 Karakteristik Kompetensi
Karakteristik kompetensi menurut Spencer and Spencer dalam Sutrisno
(2009:206) terdapat lima aspek, yaitu:
1. Motives adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berpikir sehingga
ia melakukan tindakan. Misalnya, seorang memiliki motivasi berprestasi
secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan
pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut
serta mengharapkan feedback untuk memperbaiki dirinya.
2. Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana
seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya diri,
kontrol diri, stress, atau ketabahan.
3. Self-Concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan
nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana value
(nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan
sesuatu.
4. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu.
Pengetahuan (knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atas
tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja SDM karena skor
tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa yang
seharusnya dilakukan dalam pekerjaan.
5. Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik
secara fisik maupun mental. Misalnya, seorang programmer komputer
membuat suatu program yang berkaitan dengan SIM SDM.
2.1.5.5 Faktor yang Memengaruhi Kompetensi
Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat dipengaruhi.
Michael Zwell dalam Wibowo (2013:339) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang dapat memengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai
berikut:
1. Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan terhadap diri maupun terhadap orang lain akan sangat
memengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif
dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau
berbeda dalam melakukan sesuatu.
2. Keterampilan
Keterampilan memainkan peranan di berbagai kompetensi. Berbicara di
depan umum merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan,
dan diperbaiki. Keterampilan menulis juga dapat diperbaiki dengan instruksi,
praktik dan umpan balik.
3. Pengalaman
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasi
orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan
sebagainya. Orang yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar
dan kompleks tidak mungkin mengembangkan kecerdasan organisasional
untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan
tersebut.
4. Karakteristik Kepribadian
Dalam kepribadian termasuk banyak faktor yang di antaranya sulit untuk
berubah. Akan tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat
berubah. Kenyataannya, kepribadian seseorang dapat berubah sepanjang
waktu. Orang merespon dan berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan
sekitarnya.
5. Motivasi
Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan
memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerjaan bawahan, memberikan
pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh
positif terhadap motivasi seseorang bawahan.
6. Isu Emosional
Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut
membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai atau tidak menjadi
bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan inisiatif. Perasaan
tentang kewenangan dapat memengaruhi kemampuan komunikasi dan
menyelesaikan konflik dengan manajer. Orang mungkin mengalami kesulitan
mendengarkan orang lain apabila mereka tidak merasa didengar.
7. Kemampuan Intelektual
Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual
dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi
yang diwujudkan suatu organisasi. Sudah tentu faktor seperti pengalaman
dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi ini.
8. Budaya Organisasi
Budaya organisasi memengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam
kegiatan sebagai berikut:
a) Praktik rekrutmen dan seleksi karyawan mempertimbangkan siapa di
antara pekerja yang dimasukkan dalam organisasi dan tingkat
keahliannya tentang kompetensi.
b) Semua penghargaan mengkomunikasikan pada pekerja bagaimana
organisasi menghargai kompetensi.
c) Praktik pengambilan keputusan memengaruhi kompetensi dalam
memberdayakan orang lain, inisiatif, dan memotivasi orang lain.
d) Filosofi organisasi-misi, visi dan nilai-nilai berhubungan dengan
semua kompetensi.
e) Kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada pekerja tentang
berapa banyak kompetensi yang diharapkan.
f) Komitmen pada pelatihan dan pengembangan mengkomunikasikan
pada pekerja tentang pentingnya kompetensi tentang pembangunan
berkelanjutan.
g) Proses organisasional yang mengembangkan pemimpin secara
langsung memengaruhi kompetensi kepemimpinan.
2.1.6 Kinerja Karyawan
2.1.6.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Suwarto (2014:76) Kinerja adalah tentang perilaku atau apa yang
dilakukan karyawan, bukan tentang apa yang dihasilkan atau diakibatkan dari kerja
mereka. Sistem manajemen kinerja secara khas mencakup pengukuran kinerja dan
hasil (yakni, bagaimana pengerjaannya dan apa hasil kerjanya). Kinerja bersifat
evaluatif (apakah membantu memajukan atau justru menghambat tujuan organisasi)
dan bersifat multi dimensional (yakni, diperlukan banyak perilaku untuk
menggambarkan kinerja karyawan).
Menurut Gaol (2014:273) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, di mana seseorang
sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja
merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Menurut Sedarmayanti (2013:263) kinerja karyawan adalah hasil kerja
seorang
karyawa
selama
periode
tertentu
dibandingkan
dengan
berbagai
kemungkinan, misal: standar, target/sasaran/kriteria yang ditentukan dan disepakati
bersama. Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi
tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu
periode waktu. Secara lebih tegas Amstrong dan Baron mengatakan kinerja
merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Lebih lanjut
Indra Bastian menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema
strategis (strategic planning) suatu organisasi, Fahmi (2013:2).
Menurut Bangun (2012:231) kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan
yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job
requirement). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat
dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job
standard). Menurut Mangkunegara (2011:67) kinerja karyawan adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
Berdasarkan definisi diatas, kinerja karyawan merupakan hasil kerja dari
seorang karyawan yang dapat dilihat secara kualitas dan kuantitas dari hasil yang
dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dalam mencapai tujuan.
2.1.6.2 Elemen untuk Mengukur Kinerja Karyawan
Menurut Bangun (2012:233) standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu
pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan. Untuk
memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan
dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui:
1. Jumlah pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau
kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Berdasarkan
persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang
dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat
mengerjakan berapa unit pekerjaan.
2. Kualitas Pekerjaan
Setiap pekerjaan memiliki standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan
oleh karyawan untuk dapat mengerjakan sesuai dengan ketentuan. Karyawan
memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan
kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.
3. Ketepatan Waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan
tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas
pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai
tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga
memengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Pada dimensi ini,
karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam
mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang
menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari
kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran
karyawan dalam mengerjakannya.
5. Kemampuan Kerja sama
Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja.
Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang
karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarkaryawan
sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuan
bekerjasama dengan rekan kerja lainnya.
2.1.6.3 Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mahmudi (2010:14) pengukuran kinerja merupakan bagian
terpenting dari proses pengendalian manajemen baik organisasi publik maupun
swasta. Tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah:
a) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi;
b) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai;
c) Memperbaiki kinerja periode berikutnya;
d) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pengambilan keputusan
pemberian penghargaan dan hukuman;
e) Memotivasi karyawan.
2.1.6.4 Faktor yang Memengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (2006:113) ada 3 faktor yang memengaruhi
kinerja karyawan, yaitu:
1. Kemampuan Individu
Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor
kepribadian. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki
seorang karyawan berupa pengetahuna, pemahaman, kemampuan, kecakapan
interpersonal dan kecakapan teknis.
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja,
kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi
yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Karyawan yang memiliki kemampuan yang tinggi namun tidak memiliki
upaya yang tinggi juga maka kinerja tidak akan menjadi baik.
3. Dukungan Organisasional
Dalam dukungan organisasional perusahaan menyediakan fasilitas karyawan
meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi dan manajemen.
Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja menurut Mangkunegara (2011:67), yaitu:

Human Performance = Ability + Motivation

Motivation
= Attitude + Situation

Ability
= Knowledge + Skill
1. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan realita (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
mempunyai IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya.
2.
Faktor motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (satuan kerja).
2.2 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
penelitian ini:
1. Pelatihan – Kinerja Karyawan
Penelitian yang dilakukan oleh Afshan Sultana, Sobia Irum, Kamran Ahmed
dan Nasir Mehmood dalam Interdisciplinary Journal of Contemporary
Research in Business Vol.4, No.6, Oktober 2012 dengan judul “impact of
training on employee performance: a study of telecommunication sector in
Pakistan” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pelatihan
terhadap kinerja karyawan di sektor telekomunikasi di Pakistan. Data
dikumpulkan melalui kuesioner, dan hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh positif yang kuat dari pelatihan terhadap kinerja karyawan.
Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai λ0 adalah 1,052 yang menjelaskan
jika penekanan pada pelatihan adalah nol, kinerja akan 1,052. Nilai λ1 dalam
tabel regresi adalah 0,582 yang menunjukkan perubahan 1% pada variabel
pelatihan dapat mengubah variabel kinerja hingga 58,2%. Oleh karena itu,
jika pelatihan meningkat sebesar 1%, ini akan mengakibatkan peningkatan
kinerja sebesar 58,2%. Hubungan ini adalah positif dan signifikan seperti
yang ditunjukkan oleh p-value (0.000). Nilai R² adalah 0,501 yang
menjelaskan adanya pengaruh pelatihan sebesar 50,1% dalam kinerja dan
49,9% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian. Kesimpulannya adalah
pelatihan dapat meningkatkan keterampilan, kompetensi dan kemampuan
individu yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas
organisasi. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan harus menjadi
bagian penting dari struktur organisasi.
2. Motivasi – Kinerja Karyawan
Penelitian yang dilakukan oleh Hashim Zameer, Shehzad Ali, Waqar Nisar,
Muhammad Amir dalam International Journal of Academic Research in
Accounting, Finance and Management Sciences Vol.4, No.1, January 2014
dengan judul “The impact of the motivation on the employee’s performance
in Beverage Industry of Pakistan”. Penelitian ini digunakan untuk menguji
hubungan antara motivasi terhadap kinerja karyawan di industri minuman.
Para peneliti dalam penelitian ini memberikan sudut pandang mereka yang
berkaitan dengan kebutuhan manusia, dimana kebutuhan manusia memainkan
peran penting untuk memotivasi karyawan organisasi apapun. Jika organisasi
memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan akan rasa aman, memiliki, kebutuhan
harga diri dan aktualisasi diri karyawan mereka, maka kinerja karyawan akan
mudah untuk meningkat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika
industri minuman (Coke, Pepsi dan Gorment dll) memotivasi karyawan
mereka dengan menggunakan alat seperti pengayaan pekerjaan, keamanan
kerja, gaji yang wajar dan insentif tambahan lainnya maka kinerja karyawan
secara otomatis meningkat dan industri mencapai tujuan mereka mudah.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berkorelasi positif
dengan kinerja karyawan di industri minuman dengan nilai p value 0,000 dan
motivasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja karyawan di industri
minuman dengan beta value sebesar 0.537.
3. Kompetensi – Kinerja Karyawan
Penelitian yang dilakukan oleh Halil Zaim, Mehmet Fatih Yasar, Omer Faruk
Unal dalam Journal of Strategic Management Vol.7, No.2, Desember 2013
dengan judul “analyzing the effects of individual competencies on
performance: a field study in services industries in Turkey” kesimpulan
dalam hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa ada hubungan positif
antara kompetensi dengan kinerja individu. Berdasarkan analisis, ditemukan
bahwa kedua variabel kompetensi dan person job fit secara signifikan
berhubungan dengan kinerja karyawan layanan SMEs di Malaysia. Temuan
serupa dari penelitian pada kompetensi menunjukkan bahwa karyawan hanya
dapat tampil baik dalam pekerjaan mereka jika mereka memiliki kompetensi
untuk melakukan hal yang mencerminkan pekerjaannya (McClelland, 1973).
Dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan, perhatian
yang serius harus diberikan kepada isu-isu yang berkaitan dengan kompetensi
mereka. Hal ini terjadi karena, kinerja kerja diantisipasi hanya dapat dicapai
apabila kompetensi yang dimiliki oleh karyawan sesuai dengan kompetensi
yang diinginkan untuk melakukan pekerjaan (Agut&Grau, 2002).
4. Pelatihan – Motivasi
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Farhan Akhtar, Khizer Ali, Miss
Shama Sadaqat, Shoaib Hafeez dalam Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business Vol.2, No.12, April 2011 dengan judul
“Extent of training in Banks and its Impact on employees motivation and
involvement in job” dalam penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang
positif antara pelatihan terhadap motivasi. Nilai adjusted R square adalah
0,292 yang menunjukkan bahwa dari total, variasi 29,2% pada motivasi
dijelaskan oleh pelatihan dan pengembangan dan sisanya dipengaruhi oleh
faktor lain. Penelitian ini menekankan adanya kebutuhan untuk pelatihan dan
pentingnya pelatihan pada karyawan di sektor perbankan ditandai dengan
semangat yang rendah karena stres kerja yang tinggi. Dengan demikian,
karyawan di sektor perbankan perlu diberikan pelatihan agar para karyawan
termotivasi untuk terus berkembang.
5. Kompetensi – Motivasi
Penelitian yang dilakukan oleh Ngatemin dan Wanti Arumwanti dalam Jurnal
Riset Akuntansi dan Bisnis Vol.12, No.2, September 2012 dengan judul
“Pengaruh kompetensi dan kompensasi terhadap motivasi kerja karyawan
Hotel di Kabupaten Karo Provensi Sumatera Utara” dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa pengaruh kompetensi adalah searah dengan motivasi
kerja. Artinya bila kompetensi karyawan suatu perusahaan baik akan
berdampak positif terhadap motivasi kerja. Variabel kompetensi memiliki
pengaruh yang lebih dominan dibandingkan dengan variabel kompensasi
dengan besaran pengaruh 0,445 atau 44,5 % sedangkan kompensasi
berpengaruh sebesar 0,221 atau 22,1 %. Variabel kompetensi memiliki
pengaruh yang lebih dominan terhadap motivasi kerja karyawan oleh
karenanya, dalam seleksi calon karyawan sebaiknya untuk pengujian
kompetensi harus lebih diperhatikan oleh pihak manajemen hotel dengan
demikian akan didapatkan karyawan yang memiliki kompetensi yang
memadai sehingga memiliki motivasi kerja yang lebih baik.
6. Kompetensi – Kinerja Karyawan
Penelitian yang dilakukan oleh Marliana Budhiningtias Winanti dalam
Majalah Ilmiah Unikom Vol.7, No.12, Mei 2011 dengan judul “ Pengaruh
Kompetensi terhadap Kinerja Karyawan (Survei Pada PT. Frisian Flag
Indonesia Wilayah Jakarta Barat)” kompetensi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT.Frisian Flag Indonesia wilayah
Jawa Barat. Koefisien jalur dari variabel kompetensi terhadap terhadap
kinerja karyawan sebesar 0,4962. Nilai koefisien jalur yang bertanda positif
menunjukkan kompetensi yang makin tinggi akan membuat kinerja karyawan
juga semakin tinggi. Selanjutnya nilai t-hitung variabel kompetensi terhadap
kinerja karyawan sebesar 6,6046. Karena nilai t-hitung lebih besar dari tkritis maka disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan pada PT.Frisian Flag Indonesia wilayah Jawa Barat. Besar
pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan pada PT.Frisian Flag
Indonesia wilayah Jawa Barat adalah 34,14% yang berarti sebesar 34,14%
perubahan yang terjadi pada kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh
kompetensinya.
2.3 Kerangka Pemikiran
Menurut Sugiyono (2013:89) kerangka berfikir merupakan sintesa tentang
hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan, selanjutnya dianalisis secara kritis
dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang
diteliti. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:
Pelatihan
Motivasi
Kinerja Karyawan
Kompetensi
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Awal
Sumber: Penulis (2014)
Dari variabel-variabel yang ada, peneliti melakukan eksperimental kerangka
pemikiran dengan menjadikan variabel tertentu menjadi variabel intervening maupun
moderating, dikarenakan metode yang ingin digunakan dalam penelitian ini
memungkinkan peneliti untuk melakukan eksperimental model untuk mendapatkan
kerangka yang paling baik. Menurut Noor (2014:165) penelitian eksperimental
menggambarkan bagaimana variabel independen dapat diimplementasikan dengan
kelompok yang terpisah dari peserta dalam setiap kondisi (desain kelompok
independen) atau dengan setiap peserta mengalami semua kondisi. Kemudian dari
hasil eksperimental yang telah dilakukan untuk pengujian dari penelitian tersebut
maka didapatkan hasil yang terbaik yaitu dengan menjadikan variabel motivasi
sebagai variabel intervening. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3
dibawah ini:
Pelatihan (X1)
Kinerja karyawan
(Y)
Motivasi (X2)
Kompetensi (X3)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Model Fit
Sumber: Penulis (2014)
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013:93) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian
biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis
juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,
belum jawaban yang empirik.
Berdasarkan dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta
kerangka pemikiran, maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antar variabel
Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antar variabel
Hipotesis 1:
Pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1)
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) terhadap
kinerja karywan (Y) DSDM Bank Indonesia
Hipotesis 2:
Pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi (X2)
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi (X2) terhadap
kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia
Hipotesis 3:
Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3)
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3)
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia
Hipotesis 4:
Pengaruh pelatihan, motivasi dan kompetensi terhadap kinerja karyawan

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1),
motivasi (X2) dan kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM
Bank Indonesia

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1), motivasi
(X2) dan kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank
Indonesia
Hipotesis 5:
Pengaruh pelatihan terhadap motivasi karyawan

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1)
terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) terhadap
motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia
Hipotesis 6:
Pengaruh kompetensi terhadap motivasi karyawan

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3)
terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3)
terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia
Hipotesis 7:
Pengaruh pelatihan dan kompetensi terhadap motivasi karyawan

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1)
dan kompetensi (X3) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank
Indonesia

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) dan
kompetensi (X3) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia
Hipotesis 8:
Pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1)
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2)

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) dan
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2)
Hipotesis 9:
Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan melalui motivasi

Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3)
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2)

Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3)
terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2)
Download