BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Yang menjadi acuan untuk melandasi penelitian ini adalah teori manajemen sebagai grand theory, teori manajemen sumber daya manusia dijadikan sebagai middle theory, dan teori tentang pelatihan, motivasi, kompetensi dan kinerja karyawan dijadikan sebagai applied theory. 2.1.1 Manajemen 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Gaol (2014:38) manajemen adalah proses kerjasama antara dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Manajemen terdiri dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Menurut Hasibuan (2011:9) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen terdiri dari 6 unsur (6M) yaitu: man, money, method, materials, machines, market. Menurut Robbins dan Coulter (2010:7) manajemen adalah aktivitas kerja yang melibatkan kondisi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif. Berdasarkan definisi diatas, manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sedarmayanti (2013:13) manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian. Tujuan manajemen sumber daya manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Menurut Ndraha (2012:52) manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, penggunaan (penggerakan), dan penilai SDM sedemikian rupa sehingga di satu pihak SDM memberi kontribusi sebesar-besarnya kepada masyarakat (makro) dan organisasi (mikro), dan di pihak lain SDM merasa diperlakukan seadil-adilnya sehingga kualitas hidup dan matinya setinggi-tingginya. Menurut Mangkunegara (2011:2) manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai. Menurut Hasibuan (2011:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Yani (2012:1) juga mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai ilmu mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan organisasi atau perusahaan. Menurut Rivai dan Sagala (2009:1) manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia dianggap semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya me-manage (mengelola) sumber daya manusia. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dengan memastikan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. 2.1.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sutrisno (2009:9) fungsi manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan (planning) Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efisien, dalam membantu terwujudnya tujuan. 2. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengatur pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi, dalam bentuk bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. 3. Pengarahan (directing) & pengadaan (procurement) Pengarahan adalah kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai, agar mau kerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan organisasi. Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 4. Pengendalian (controlling) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan pegawai agar mentaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Bila terdapat penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan dan atau penyempurnaan. 5. Pengembangan (development) Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan hendaknya sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa yang akan datang. 6. Kompensasi (compensation) Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) berupa uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada organisasi. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. 7. Pengintegrasian (integration) Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. 8. Pemeliharaan (maintenance) Pemeliharaan adalah kegiatan pemeliharaan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas pegawai, agar mereka tetap mau bekerja sampai pensiun. 9. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan organisasi, karena tanpa adanya kedisiplinan, maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal. 10. Pemberhentian (separation) Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seorang pegawai dari suatu organisasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan organisasi, berakhirnya kontrak kerja, pensiun, atau sebab lainnya. 2.1.3 Pelatihan 2.1.3.1 Pengertian Pelatihan Menurut Suwarto (2014:223) pelatihan adalah sebuah proses kolaborasi yang terus berlangsung, di mana manajer berinteraksi dengan para karyawannya, memegang peran aktif dan penuh perhatian pada kinerja mereka. Pelatihan melibatkan segenap sumber daya manusia untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajaran sehingga mereka segera akan dapat menggunakannya dalam pekerjaan. Pada dasarnya, pelatihan diperlukan karena adanya kesenjangan antara keterampilan pekerja sekarang dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk menempati posisi baru (Wibowo, 2013:442). Menurut Bangun (2012:202) pelatihan adalah suatu proses memperbaiki keterampilan kerja karyawan untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan. Pada awalnya, pelatihan karyawan hanya diperuntukkan kepada tenaga-tenaga operasional, agar memiliki keterampilan secara teknis. Tetapi, kini pelatihan diberikan kepada setiap karyawan dalam perusahaan termasuk karyawan administrasi maupun tenaga manajerial. Manajemen kini bersama-sama dengan para karyawan untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Para manajer perusahaan telah menyadari betapa pentingnya pelatihan untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja. Menurut Hanggraeni (2012:97) pelatihan dan pengembangan merupakan dua terminologi yang berbeda tetapi sering kali dianggap sebagai hal yang sama. Pelatihan (training) adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya saat ini, sedangkan pengembangan (development) adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk bisa melaksanakan pekerjaan yang akan diembannya kelak. Dari pengertian ini dapat terlihat perbedaan pelatihan dan pengembangan adalah terletak pada rentan waktu (time horizon). Pelatihan fokus pekerjaan yang dilakukan saat ini (now), sedangkan pengembangan fokus pada pekerjaan yang akan diembannya kelak (future). Mathis dan Jackson (2006:301) mengatakan bahwa pelatihan adalah sebuah proses di mana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuantujuan organisasi. Menurut Noe et al (2008:267) pelatihan adalah upaya yang direncanakan oleh organisasi untuk memfasilitasi para karyawan untuk memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan, keterampilan dan perilaku karyawan. Sikula dalam Mangkunegara (2011:44) mengemukakan bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai non-managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Menurut Rivai dan Sagala (2009:212) pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya. Berdasarkan definisi mengenai pelatihan diatas, pelatihan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan karyawan dan sebagai jembatan untuk mengembangkan pengetahuan karyawan. Sehingga kegiatan pelatihan dapat membuat karyawan untuk melakukan pekerjaan lebih baik sesuai dengan tujuan perusahaan. Dengan diadakan pelatihan, akan memperoleh efektivitas dan efisiensi kerja di perusahaan dan diharapkan dengan pelatihan dapat meningkatkan kinerja. 2.1.3.2 Tujuan Pelatihan Menurut Mangkunegara (2011:45) tujuan pelatihan adalah: 1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi 2. Meningkatkan produktivitas kerja 3. Meningkatkan kualitas kerja 4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia 5. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja 6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal 7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja 8. Menghindari keusangan (obsolescence) 9. Meningkatkan perkembangan pegawai 2.1.3.3 Tahapan Penyusunan Pelatihan Pelatihan dirasa penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan dan jabatan sebagai akibat dari perubahan situasi dan kondisi kerja, kemajuan teknologi dan semakin ketatnya persaingan dalam organisasi. Menurut Mangkunegara (2011:45) tahapan-tahapan penyusunan pelatihan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan: 1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan 2. Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan 3. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurannya 4. Menetapkan metode pelatihan 5. Mengadakan percobaan (try out) dan revisi 6. Mengimplementasikan dan mengevaluasi 2.1.3.4 Metode-metode Pelatihan Menurut Bangun (2012:210) begitu pentingnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan, sehingga perlu perhatian yang serius dari perusahaan. Pelatihan sumber daya manusia akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atas pekerjaan yang mereka kerjakan. Ada beberapa metode dalam pelatihan tenaga kerja, antara lain: 1. Metode on the job training Merupakan metode yang paling banyak digunakan perusahaan dalam melatih tenaga kerjanya. Para karyawan mempelajari pekerjaannya sambil mengerjakannya secara langsung. Perusahaan menggunakan orang dalam yang melakukan pelatihan terhadap sumber daya manusianya, biasanya dilakukan oleh atasan perusahaan langsung. Dengan menggunakan metode ini dapat lebih efektif dan efisien pelaksanaan pelatihan, karena disamping biaya pelatihan yang lebih murah, tenaga kerja yang dilatih lebih mengenal dengan baik pelatihnya. Terdapat 4 metode yang digunakan, antara lain yaitu: a. Rotasi pekerjaan: Pemindahan pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya dalam organisasi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman kerja. b. Penugasan yang direncanakan: Menugaskan tenaga kerja untuk mengembangkan kemampuan dan pengalamannya tentang pekerjaannya. c. Pembimbingan: Pelatihan tenaga kerja langsung oleh atasannya. Metode ini sangat efektif dilakukan karena atasan langsung sangat mengetahui bagaimana keterampilan bawahannya, sehingga lebih tahu menerapkan metode yang digunakan. d. Pelatihan posisi: Tenaga kerja yang dilatih untuk dapat menduduki suatu posisi tertentu. Pelatihan seperti ini diberikan kepada tenaga kerja yang mengalami pemindahan pekerjaan. Sebelum dipindahkan ke pekerjaan baru terlebih dahulu diberikan pelatihan agar mereka dapat mengenal lebih dalam pekerjaannya. 2. Metode off the job training Merupakan pelatihan yang dilaksanakan dimana karyawan dalam keadaan tidak bekerja dengan tujuan agar terpusat pada kegiatan pelatihan saja. Pelatih didatangkan dari luar organisasi atau peserta mengikuti pelatihan di luar organisasi. Hal ini dilakukan karena kurang atau tidak tersedianya pelatih di dalam perusahaan. Keuntungan dari metode ini adalah para peserta pelatihan tidak merasa jenuh dilatih oleh atasannya langsung, metode yang diajarkan pelatih berbeda sehingga memperluas pengetahuan. Kelemahannya adalah biaya yang dikeluarkan relatif besar dan pelatih belum mengenal secara lebih mendalam para peserta pelatihan sehingga membutuhkan waktu lama dalam pelatihan. Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain: a. Business games: Peserta dilatih dengan memecahkan suatu masalah, sehingga para peserta dapat belajar dari masalah yang sudah pernah terjadi pada suatu perusahaan tertentu. Metode ini bertujuan agar para peserta latihan dapat dengan lebih baik dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasional perusahaan dengan baik. b. Vestibule school: Tenaga kerja dilatih dengan menggunakan peralatan yang sebenarnya dan sistem pengaturan sesuai dengan yang sebenarnya tetapi dilaksanakan diluar perusahaan. Tujuannya adalah untuk menghindari tekanan dan pengaruh kondisi dalam perusahaan. c. Case study: Dimana peserta dilatih untuk mencari penyebab timbulnya suatu masalah, kemudian dapat memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah dapat dilakukan secara individual atau kelompok atas masalah-masalah yang ditentukan. 2.1.3.5 Manfaat Pelatihan Manfaat pelatihan yang dikemukakan oleh M.J.Tessin dalam Gaol (2014:214) adalah: 1. Bagi Organisasi: a) Memperbaiki pengetahuan tentang jabatan dan keterampilan; b) Memperbaiki moral kerja; c) Mengenali tujuan organisasi; d) Membuat citra terhadap organisasi lebih baik lagi; e) Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan; f) Membantu pegawai untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan; g) Membantu menangani konflik sehingga mencegah stress dan tensi tinggi; h) Membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. 2. Bagi Individu: a) Membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik lagi; b) Internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tumbuh, tanggung jawab, dan kemajuan; c) Mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; d) Membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugastugas baru; e) Menurut “Peter Principle”, makin tinggi rasa ketidakmampuan pada diri seseorang, orang tersebut cenderung menjadi takut. 3. Bagi bagian kepegawaian: a) Memperbaiki komunikasi antar kelompok dengan individu; b) Dimengertinya kebijakan organisasi, aturan-aturan, dan sebagainya; c) Membangun rasa keterdekatan dalam kelompok (group cohesiveness); d) Menciptakan organisasi sebagai tempat yang baik untuk bekerja dan hidup di dalamnya. 2.1.3.6 Faktor-faktor yang Berperan dalam Pelatihan Menurut Rivai dan Sagala (2009:225) dalam melakukan pelatihan ini ada beberapa faktor yang berperan yaitu instruktur, peserta, materi (bahan), metode, tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Metode pelatihan terbaik tergantung dari berbagai faktor. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelatihan yaitu: 1. Cost-efectiveness (efektivitas biaya); 2. Materi program yang dibutuhkan; 3. Prinsip-prinsip pembelajaran; 4. Ketetapan dan kesesuaian fasilitas; 5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan; 6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan. 2.1.4 Motivasi 2.1.4.1. Pengertian Motivasi Menurut Wibowo (2014:111) motivasi merupakan dorongan untuk bertindak terhadap serangkaian proses perilaku manusia dengan mempertimbangkan arah, intensitas, dan ketekunan pada pencapaian tujuan. Menurut Newstrom dalam Wibowo (2014:110) motivasi adalah hasil dari kumpulan kekuatan internal dan eksternal yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan menggunakan perilaku tertentu. Idealnya, perilaku ini akan diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Rivai dalam Kadarisman (2013:276) mengatakan bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang memengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Menurut Sedarmayanti (2013:233) motivasi merupakan kesediaan mengeluarkan tingkat upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual. Unsur upaya merupakan intensitas. Bila seseorang termotivasi, ia akan mencoba kuat. Tujuan organisasi adalah upaya yang seharusnya. Kebutuhan sesuatu keadaan internal yang menyebabkan hasil tertentu tampak menarik. Dari batasan yang telah diutarakan secara sederhana dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan timbulnya perilaku yang mengarah pada tujuan tertentu dengan penuh komitmen sampai tercapainya tujuan dimaksud. Motivasi menurut Sutrisno (2009:146) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu faktor yang mendorong aktivitas tersebut. Berdasarkan definisi motivasi diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan untuk bertindak yang muncul karena diberikan oleh seseorang kepada orang lain atau dari diri sendiri, dorongan tersebut bermaksud agar orang tersebut menjadi individu yang lebih baik dari yang sebelumnya dalam mencapai tujuan. 2.1.4.2 Teori-teori Motivasi Dalam buku Sutrisno (2009:121) teori motivasi dikelompokkan menjadi 2 aspek, yaitu: 1. Teori kepuasan Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Kebutuhan Dorongan Tindakan Kepuasan Gambar 2.1 Model Motivasi dari Content Theory Penganut content theory ini cukup banyak, yang satu sama lain sebenarnya tidak mempunyai ikatan. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mereka, ternyata hasil penemuannya dapat dimasukkan dalam teori kepuasan. Teori kepuasan tersebut dipelopori oleh: a) Taylor dengan Teori Motivasi Konvensional Teori motivasi konvensional ini termasuk content theory, karena F.W. Taylor memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keinginan untuk pemenuhan kebutuhannya yang menyebabkan orang mau bekerja keras. Dengan teori ini dapat disebutkan bahwa seseorang akan mau berbuat atau tidak berbuat didorong oleh ada atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah berusaha memberikan imbalan berbentuk materi, agar bawahannya bersedia diperintah melakukan pekerjaan yang telah ditentukan. Jika besar imbalan ini bertambah, maka intensitas pekerjaan pun akan dapat dipacu. Jadi, dalam teori ini pemberian imbalan menjadi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan. b) Maslow dengan Teori Hierarki Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam 5 hierarki kebutuhan sebagai berikut: Kebutuhan fisiologis: kebutuhan ini merupakan tingkat paling dasar, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, berupa kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Kebutuhan rasa aman: setelah kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. Kebutuhan ini akan dirasakan mendesak setelah kebutuhan pertama terpenuhi. Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keamanan ini dapat melalui: Selalu memberikan informasi agar para karyawan dalam bekerja bersikap hati-hati dan waspada; Menyediakan tempat kerja aman dari keruntuhan, kebakaran, dan sebagainya; Memberikan perlindungan asuransi jiwa, terutama bagi karyawan yang bekerja pada tempat rawan kecelakaan; Memberi jaminan kepastian kerja, bahwa selama mereka bekerja dengan baik, maka tidak akan di PHKkan, dan adanya jaminan kepastian pembinaan karier. Kebutuhan hubungan sosial: merupakan kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain. Kebutuhan ini hanya dapat terpenuhi bersama masyarakat, karena memang orang lainlah yang dapat memenuhinya, bukan diri sendiri. Kebutuhan sosial itu meliputi: Kebutuhan untuk disayang, dicintai, dan diterima oleh orang lain; Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain; Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan. Kebutuhan pengakuan: setiap orang membutuhkan adanya penghargaan diri lingkungannya. dan Semakin penghargaan tinggi prestasi status dan diri dari kedudukan seseorang dalam perusahaan, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan prestise diri yang bersangkutan. Kebutuhan aktualisasi diri: merupakan tingkat yang paling tinggi, untuk memenuhi kebutuhan ini biasanya seseorang bertindak karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Dalam kondisi ini seseorang ingin memperlihatkan kemampuan dirinya secara optimal di tempat masing-masing. Kebutuhan aktualisasi diri mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan ciriciri kebutuhan yang lain, yaitu; Tidak dapat dipenuhi dari luar, karena harus dipenuhi dengan usaha pribadi itu sendiri Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri ini biasanya seiring dengan jenjang karir seseorang, dan tidak semua orang mempunyai tingkat kebutuhan seperti ini. c) McClelland dengan Teori Motivasi Prestasi Menurut teori ini ada 3 komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja, yaitu: Need for achievement: kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu. Need for affiliation: kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. Need for memengaruhi power: kebutuhan terhadap orang untuk menguasai dan lain. Kebutuhan ini, menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memedulikan perasaan orang lain. d) Hezberg dengan Teori Model dan Faktor Teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Menurut teori pemeliharaan motivasi ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu: Faktor pemeliharaan: disebut juga hygiene factor, merupakan faktor yang berkaitan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah atau kesehatan. Faktorfaktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian kerja, supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan macam-macam tunjangan lainnya. Faktor motivasi: merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik). Faktor motivator ini mencakup: Kepuasan kerja Prestasi yang diraih Peluang untuk maju Pengakuan orang lain Kemungkinan pengembangan karir Tanggung jawab e) Alderfer dengan Teori ERG Teori ini merupakan modifikasi dari teori hierarki kebutuhan Maslow, yaitu: Existence (keberadaan): kebutuhan seseorang untuk dapat dipenuhi dan terpeliharanya keberadaan yang bersangkutan sebagai seorang manusia ditengah-tengah masyarakat atau perusahaan. Exixtence ini meliputi kebutuhan psikologi (rasa lapar, haus, tidur) dan kebutuhan rasa aman. Relatedness (kekerabatan): keterkaitan antara seseorang dengan lingkungan sosial sekitarnya. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, dan sebagian kebutuhan pristise, dalam teori Maslow. Growth (pertumbuhan): merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan kreativitas dan pribadi. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan harga diri dan perwujudan diri. f) Mc Gregor dengan Teori X dan Y Prinsip teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang menyorot sosok negatif pada perilaku manusia. Teori X menganggap manusia itu: Malas dan tidak suka bekerja Kurang bisa bekerja keras, menghidar dari tanggung jawab Mementingkan diri sendiri Kurang suka menerima perubahan Memerlukan gaya kepemimpinan otoriter Prinsip teori Y memandang manusia secara optimis, karena itu disebut sebagai teori potensial. Teori Y memandang manusia pada dasarnya: Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi bila kondisi konduktif Selalu ingin perubahan dan merasa jemu pada hal-hal yang monoton Dapat produktif, perlu diberi motivasi Dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih besar Memerlukan gaya kepemimpinan partisipatif 2. Teori Motivasi Proses Teori-teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi terjadi. Ada 3 teori motivasi proses, yaitu: Teori Harapan (Expectancy Theory) Menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang bekerja giat dalam melaksanakan pekerjaannya bergantung pada hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dengan kebutuhan dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginan sebagai imbalan atas usaha yang dilakukan itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, ia akan bekerja keras, dan sebaliknya. Menurut teori ini, terdapat keyakinan bahwa imbalan yang diberikan oleh organisasi sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh para karyawan. Teori Keadilan (Equity Theory) Menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan memengaruhi semangat kerja mereka. Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Jadi, atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat perilaku dengan pemberian kompensasi. Menurut Sutrisno (2009, p.144) teori proses ini hanya akan bermanfaat apabila manajer telah betul-betul mengenal bawahan dan kepribadian individual mereka, dan ini kadang-kadang tidak mudah. 2.1.4.3 Teknik Memotivasi Menurut Usman (2013:301) teknik memotivasi harus dilakukan dengan memerhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Berpikiran positif Jangan mengkritik cara kerja orang lain kalau kita sendiri tidak mampu memberi contoh terlebih dahulu. 2. Menciptakan perubahan yang kuat Adanya kemauan yang kuat untuk mengubah situasi oleh diri sendiri. Mengubah perasaan tidak mampu menjadi mampu, tidak mau menjadi mau. 3. Membangun harga diri Banyak kelebihan kita sendiri dan orang lain yang tidak kita hargai padahal penghargaan merupakan salah satu bentuk teknik memotivasi. 4. Memantapkan pelaksanaan Ungkapkan dengan jelas, bagaimana cara kerja yang benar, tindakan yang dapat membantu, dan hargai dengan tulus. 5. Membangkitkan orang lemah menjadi kuat Buktikan bahwa mereka sudah berhasil, dan nyatakan bahwa anda akan membantu yang mereka butuhkan. Binalah keberanian, kerja keras, bersedia belajar dari orang lain. 6. Membasmi sikap suka menunda-nunda Hilangkan sikap menunda-nunda dengan alasan pekerjaan itu terlalu sulit dan segeralah untuk memulai. 2.1.4.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Menurut Sutrisno (2009:116) motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor internal dan eksternal yang berasal dari karyawan: 1. Faktor Internal Faktor internal yang dapat memengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara lain: a) Keinginan untuk dapat hidup Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal atau haram, dan sebagainya. Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk: Memperoleh kompensasi yang memadai; Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu memadai; dan Kondisi kerja yang aman dan nyaman. b) Keinginan untuk dapat memiliki Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam kehidupan sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja. c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu pun ia harus bekerja keras. d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan Keinginan untuk memperoleh pengakuan dapat meliputi hal-hal: Adanya penghargaan terhadap prestasi; Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak; Pimpinan yang adil dan bijaksana; dan Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat. e) Keinginan untuk berkuasa Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Kadar kemampuan kerja itu berbeda-beda untuk setiap orang, tetapi pada dasarnya ada hal-hal umum yang harus dipenuhi untuk terdapatnya kepuasan kerja bagi karyawan. Karyawan akan dapat merasa puas bila dalam pekerjaan terdapat: Hak otonomi Variasi dalam melakukan pekerjaan Kesempatan untuk memberikan sumbangan pemikiran Kesempatan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang telah dilakukan 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal juga tidak kalah peranannya dalam motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor eksternal itu adalah: a) Kondisi lingkungan kerja Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu, pemimpin perusahaan harus mempunyai kreativitas tinggi akan dapat menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan. b) Kompensasi yang memadai Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik. c) Supervisi yang baik Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan, agar melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan. dapat d) Adanya jaminan pekerjaan Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. e) Status dan tanggung jawab Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan. f) Peraturan yang flexibel Setiap perusahaan sudah ditetapkan peraturan yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Biasanya peraturan bersifat melindungi dan dapat memberikan motivasi para karyawan untuk bekerja lebih baik. 2.1.5 Kompetensi 2.1.5.1 Pengertian Kompetensi McClelland dalam Gaol (2014:499) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan, kinerja yang sangat baik. Kompetensi bisa dianalogikan seperti “gunung es” di mana keterampilan dan pengetahuan membentuk puncaknya yang berada di atas air. Bagian yang ada dibawah permukaan air tidak terlihat dengan mata telanjang, namun menjadi fondasi dan memiliki pengaruh terhadap bentuk dari bagian yang berada di atas air. Menurut Aprinto dan Jacob (2013:186) kompetensi adalah karakteristik perilaku yang menggambarkan motif, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang ditunjukkan oleh pekerja yang unggul ke dalam pekerjaannya. Motif, konsep diri dan nilai-nilai individu membentuk sikap individu tersebut. Menurut Wibowo (2013:324) kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas professional dalam pekerjaan mereka. Menurut Sutrisno (2009:203) kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan. Menurut Spencer and Spencer dalam Sutrisno (2009:203) kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Berdasarkan definisi diatas kompetensi merupakan suatu pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga dapat melakukan tugas yang diberikan dan memungkinkan memberikan kinerja yang unggul dalam pekerjaannya. 2.1.5.2 Jenis Kompetensi Menurut Aprinto dan Jacob (2013:186) pekerjaan individu tidak hanya berkaitan dengan teknis pekerjaan namun juga berkaitan dengan bagaimana ia mengelola pekerjaannya dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu terdapat 2 jenis kompetensi sebagai beikut: 1. Hard competency yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan keahlian teknis suatu pekerjaan, misalnya analisis laporan keuangan dan perakitan mesin mobil. 2. Soft competency yaitu jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan untuk membangun pekerjaan, misalnya komunikasi dan kepemimpinan kelompok. 2.1.5.3 Manfaat Penggunaan Kompetensi Menurut Ruky dalam Sutrisno (2009:208) mengemukakan konsep kompetensi menjadi semakin popular dan sudah banyak digunakan oleh perusahaanperusahaan besar dengan berbagai alasan, yaitu: 1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan, pengetahuan dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang SDM. 2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. 3. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi “ramping” mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal. 4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan) yang akan dianggap adil. Kebijakan remunerasi akan lebih terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan, ditampilkan seorang karyawan. 5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah ini. 6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi. Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus dalam unjuk kerja karyawan. 2.1.5.4 Karakteristik Kompetensi Karakteristik kompetensi menurut Spencer and Spencer dalam Sutrisno (2009:206) terdapat lima aspek, yaitu: 1. Motives adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Misalnya, seorang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feedback untuk memperbaiki dirinya. 2. Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya diri, kontrol diri, stress, atau ketabahan. 3. Self-Concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana value (nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. 4. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atas tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja SDM karena skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. 5. Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Misalnya, seorang programmer komputer membuat suatu program yang berkaitan dengan SIM SDM. 2.1.5.5 Faktor yang Memengaruhi Kompetensi Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat dipengaruhi. Michael Zwell dalam Wibowo (2013:339) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai berikut: 1. Keyakinan dan Nilai-nilai Keyakinan terhadap diri maupun terhadap orang lain akan sangat memengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan sesuatu. 2. Keterampilan Keterampilan memainkan peranan di berbagai kompetensi. Berbicara di depan umum merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan, dan diperbaiki. Keterampilan menulis juga dapat diperbaiki dengan instruksi, praktik dan umpan balik. 3. Pengalaman Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Orang yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar dan kompleks tidak mungkin mengembangkan kecerdasan organisasional untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan tersebut. 4. Karakteristik Kepribadian Dalam kepribadian termasuk banyak faktor yang di antaranya sulit untuk berubah. Akan tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat berubah. Kenyataannya, kepribadian seseorang dapat berubah sepanjang waktu. Orang merespon dan berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan sekitarnya. 5. Motivasi Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerjaan bawahan, memberikan pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seseorang bawahan. 6. Isu Emosional Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai atau tidak menjadi bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan inisiatif. Perasaan tentang kewenangan dapat memengaruhi kemampuan komunikasi dan menyelesaikan konflik dengan manajer. Orang mungkin mengalami kesulitan mendengarkan orang lain apabila mereka tidak merasa didengar. 7. Kemampuan Intelektual Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi. Sudah tentu faktor seperti pengalaman dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi ini. 8. Budaya Organisasi Budaya organisasi memengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan sebagai berikut: a) Praktik rekrutmen dan seleksi karyawan mempertimbangkan siapa di antara pekerja yang dimasukkan dalam organisasi dan tingkat keahliannya tentang kompetensi. b) Semua penghargaan mengkomunikasikan pada pekerja bagaimana organisasi menghargai kompetensi. c) Praktik pengambilan keputusan memengaruhi kompetensi dalam memberdayakan orang lain, inisiatif, dan memotivasi orang lain. d) Filosofi organisasi-misi, visi dan nilai-nilai berhubungan dengan semua kompetensi. e) Kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada pekerja tentang berapa banyak kompetensi yang diharapkan. f) Komitmen pada pelatihan dan pengembangan mengkomunikasikan pada pekerja tentang pentingnya kompetensi tentang pembangunan berkelanjutan. g) Proses organisasional yang mengembangkan pemimpin secara langsung memengaruhi kompetensi kepemimpinan. 2.1.6 Kinerja Karyawan 2.1.6.1 Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Suwarto (2014:76) Kinerja adalah tentang perilaku atau apa yang dilakukan karyawan, bukan tentang apa yang dihasilkan atau diakibatkan dari kerja mereka. Sistem manajemen kinerja secara khas mencakup pengukuran kinerja dan hasil (yakni, bagaimana pengerjaannya dan apa hasil kerjanya). Kinerja bersifat evaluatif (apakah membantu memajukan atau justru menghambat tujuan organisasi) dan bersifat multi dimensional (yakni, diperlukan banyak perilaku untuk menggambarkan kinerja karyawan). Menurut Gaol (2014:273) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, di mana seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut Sedarmayanti (2013:263) kinerja karyawan adalah hasil kerja seorang karyawa selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misal: standar, target/sasaran/kriteria yang ditentukan dan disepakati bersama. Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu. Secara lebih tegas Amstrong dan Baron mengatakan kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Lebih lanjut Indra Bastian menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi, Fahmi (2013:2). Menurut Bangun (2012:231) kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirement). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job standard). Menurut Mangkunegara (2011:67) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Berdasarkan definisi diatas, kinerja karyawan merupakan hasil kerja dari seorang karyawan yang dapat dilihat secara kualitas dan kuantitas dari hasil yang dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dalam mencapai tujuan. 2.1.6.2 Elemen untuk Mengukur Kinerja Karyawan Menurut Bangun (2012:233) standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan. Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui: 1. Jumlah pekerjaan Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan. 2. Kualitas Pekerjaan Setiap pekerjaan memiliki standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakan sesuai dengan ketentuan. Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut. 3. Ketepatan Waktu Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga memengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Pada dimensi ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 4. Kehadiran Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya. 5. Kemampuan Kerja sama Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarkaryawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuan bekerjasama dengan rekan kerja lainnya. 2.1.6.3 Tujuan Pengukuran Kinerja Menurut Mahmudi (2010:14) pengukuran kinerja merupakan bagian terpenting dari proses pengendalian manajemen baik organisasi publik maupun swasta. Tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah: a) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi; b) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai; c) Memperbaiki kinerja periode berikutnya; d) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pengambilan keputusan pemberian penghargaan dan hukuman; e) Memotivasi karyawan. 2.1.6.4 Faktor yang Memengaruhi Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson (2006:113) ada 3 faktor yang memengaruhi kinerja karyawan, yaitu: 1. Kemampuan Individu Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuna, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis. 2. Usaha yang dicurahkan Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Karyawan yang memiliki kemampuan yang tinggi namun tidak memiliki upaya yang tinggi juga maka kinerja tidak akan menjadi baik. 3. Dukungan Organisasional Dalam dukungan organisasional perusahaan menyediakan fasilitas karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi dan manajemen. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja menurut Mangkunegara (2011:67), yaitu: Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation Ability = Knowledge + Skill 1. Faktor Kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang mempunyai IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. 2. Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (satuan kerja). 2.2 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini: 1. Pelatihan – Kinerja Karyawan Penelitian yang dilakukan oleh Afshan Sultana, Sobia Irum, Kamran Ahmed dan Nasir Mehmood dalam Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business Vol.4, No.6, Oktober 2012 dengan judul “impact of training on employee performance: a study of telecommunication sector in Pakistan” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan di sektor telekomunikasi di Pakistan. Data dikumpulkan melalui kuesioner, dan hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang kuat dari pelatihan terhadap kinerja karyawan. Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai λ0 adalah 1,052 yang menjelaskan jika penekanan pada pelatihan adalah nol, kinerja akan 1,052. Nilai λ1 dalam tabel regresi adalah 0,582 yang menunjukkan perubahan 1% pada variabel pelatihan dapat mengubah variabel kinerja hingga 58,2%. Oleh karena itu, jika pelatihan meningkat sebesar 1%, ini akan mengakibatkan peningkatan kinerja sebesar 58,2%. Hubungan ini adalah positif dan signifikan seperti yang ditunjukkan oleh p-value (0.000). Nilai R² adalah 0,501 yang menjelaskan adanya pengaruh pelatihan sebesar 50,1% dalam kinerja dan 49,9% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian. Kesimpulannya adalah pelatihan dapat meningkatkan keterampilan, kompetensi dan kemampuan individu yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas organisasi. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan harus menjadi bagian penting dari struktur organisasi. 2. Motivasi – Kinerja Karyawan Penelitian yang dilakukan oleh Hashim Zameer, Shehzad Ali, Waqar Nisar, Muhammad Amir dalam International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences Vol.4, No.1, January 2014 dengan judul “The impact of the motivation on the employee’s performance in Beverage Industry of Pakistan”. Penelitian ini digunakan untuk menguji hubungan antara motivasi terhadap kinerja karyawan di industri minuman. Para peneliti dalam penelitian ini memberikan sudut pandang mereka yang berkaitan dengan kebutuhan manusia, dimana kebutuhan manusia memainkan peran penting untuk memotivasi karyawan organisasi apapun. Jika organisasi memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan akan rasa aman, memiliki, kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri karyawan mereka, maka kinerja karyawan akan mudah untuk meningkat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika industri minuman (Coke, Pepsi dan Gorment dll) memotivasi karyawan mereka dengan menggunakan alat seperti pengayaan pekerjaan, keamanan kerja, gaji yang wajar dan insentif tambahan lainnya maka kinerja karyawan secara otomatis meningkat dan industri mencapai tujuan mereka mudah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berkorelasi positif dengan kinerja karyawan di industri minuman dengan nilai p value 0,000 dan motivasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja karyawan di industri minuman dengan beta value sebesar 0.537. 3. Kompetensi – Kinerja Karyawan Penelitian yang dilakukan oleh Halil Zaim, Mehmet Fatih Yasar, Omer Faruk Unal dalam Journal of Strategic Management Vol.7, No.2, Desember 2013 dengan judul “analyzing the effects of individual competencies on performance: a field study in services industries in Turkey” kesimpulan dalam hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kompetensi dengan kinerja individu. Berdasarkan analisis, ditemukan bahwa kedua variabel kompetensi dan person job fit secara signifikan berhubungan dengan kinerja karyawan layanan SMEs di Malaysia. Temuan serupa dari penelitian pada kompetensi menunjukkan bahwa karyawan hanya dapat tampil baik dalam pekerjaan mereka jika mereka memiliki kompetensi untuk melakukan hal yang mencerminkan pekerjaannya (McClelland, 1973). Dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja karyawan, perhatian yang serius harus diberikan kepada isu-isu yang berkaitan dengan kompetensi mereka. Hal ini terjadi karena, kinerja kerja diantisipasi hanya dapat dicapai apabila kompetensi yang dimiliki oleh karyawan sesuai dengan kompetensi yang diinginkan untuk melakukan pekerjaan (Agut&Grau, 2002). 4. Pelatihan – Motivasi Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Farhan Akhtar, Khizer Ali, Miss Shama Sadaqat, Shoaib Hafeez dalam Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business Vol.2, No.12, April 2011 dengan judul “Extent of training in Banks and its Impact on employees motivation and involvement in job” dalam penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang positif antara pelatihan terhadap motivasi. Nilai adjusted R square adalah 0,292 yang menunjukkan bahwa dari total, variasi 29,2% pada motivasi dijelaskan oleh pelatihan dan pengembangan dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Penelitian ini menekankan adanya kebutuhan untuk pelatihan dan pentingnya pelatihan pada karyawan di sektor perbankan ditandai dengan semangat yang rendah karena stres kerja yang tinggi. Dengan demikian, karyawan di sektor perbankan perlu diberikan pelatihan agar para karyawan termotivasi untuk terus berkembang. 5. Kompetensi – Motivasi Penelitian yang dilakukan oleh Ngatemin dan Wanti Arumwanti dalam Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis Vol.12, No.2, September 2012 dengan judul “Pengaruh kompetensi dan kompensasi terhadap motivasi kerja karyawan Hotel di Kabupaten Karo Provensi Sumatera Utara” dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh kompetensi adalah searah dengan motivasi kerja. Artinya bila kompetensi karyawan suatu perusahaan baik akan berdampak positif terhadap motivasi kerja. Variabel kompetensi memiliki pengaruh yang lebih dominan dibandingkan dengan variabel kompensasi dengan besaran pengaruh 0,445 atau 44,5 % sedangkan kompensasi berpengaruh sebesar 0,221 atau 22,1 %. Variabel kompetensi memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap motivasi kerja karyawan oleh karenanya, dalam seleksi calon karyawan sebaiknya untuk pengujian kompetensi harus lebih diperhatikan oleh pihak manajemen hotel dengan demikian akan didapatkan karyawan yang memiliki kompetensi yang memadai sehingga memiliki motivasi kerja yang lebih baik. 6. Kompetensi – Kinerja Karyawan Penelitian yang dilakukan oleh Marliana Budhiningtias Winanti dalam Majalah Ilmiah Unikom Vol.7, No.12, Mei 2011 dengan judul “ Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Karyawan (Survei Pada PT. Frisian Flag Indonesia Wilayah Jakarta Barat)” kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT.Frisian Flag Indonesia wilayah Jawa Barat. Koefisien jalur dari variabel kompetensi terhadap terhadap kinerja karyawan sebesar 0,4962. Nilai koefisien jalur yang bertanda positif menunjukkan kompetensi yang makin tinggi akan membuat kinerja karyawan juga semakin tinggi. Selanjutnya nilai t-hitung variabel kompetensi terhadap kinerja karyawan sebesar 6,6046. Karena nilai t-hitung lebih besar dari tkritis maka disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT.Frisian Flag Indonesia wilayah Jawa Barat. Besar pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan pada PT.Frisian Flag Indonesia wilayah Jawa Barat adalah 34,14% yang berarti sebesar 34,14% perubahan yang terjadi pada kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh kompetensinya. 2.3 Kerangka Pemikiran Menurut Sugiyono (2013:89) kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah: Pelatihan Motivasi Kinerja Karyawan Kompetensi Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Awal Sumber: Penulis (2014) Dari variabel-variabel yang ada, peneliti melakukan eksperimental kerangka pemikiran dengan menjadikan variabel tertentu menjadi variabel intervening maupun moderating, dikarenakan metode yang ingin digunakan dalam penelitian ini memungkinkan peneliti untuk melakukan eksperimental model untuk mendapatkan kerangka yang paling baik. Menurut Noor (2014:165) penelitian eksperimental menggambarkan bagaimana variabel independen dapat diimplementasikan dengan kelompok yang terpisah dari peserta dalam setiap kondisi (desain kelompok independen) atau dengan setiap peserta mengalami semua kondisi. Kemudian dari hasil eksperimental yang telah dilakukan untuk pengujian dari penelitian tersebut maka didapatkan hasil yang terbaik yaitu dengan menjadikan variabel motivasi sebagai variabel intervening. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini: Pelatihan (X1) Kinerja karyawan (Y) Motivasi (X2) Kompetensi (X3) Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Model Fit Sumber: Penulis (2014) 2.4 Hipotesis Menurut Sugiyono (2013:93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Berdasarkan dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta kerangka pemikiran, maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antar variabel Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antar variabel Hipotesis 1: Pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) terhadap kinerja karywan (Y) DSDM Bank Indonesia Hipotesis 2: Pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia Hipotesis 3: Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia Hipotesis 4: Pengaruh pelatihan, motivasi dan kompetensi terhadap kinerja karyawan Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1), motivasi (X2) dan kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1), motivasi (X2) dan kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia Hipotesis 5: Pengaruh pelatihan terhadap motivasi karyawan Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia Hipotesis 6: Pengaruh kompetensi terhadap motivasi karyawan Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia Hipotesis 7: Pengaruh pelatihan dan kompetensi terhadap motivasi karyawan Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) dan kompetensi (X3) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) dan kompetensi (X3) terhadap motivasi karyawan (X2) DSDM Bank Indonesia Hipotesis 8: Pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2) Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan (X1) dan terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2) Hipotesis 9: Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan melalui motivasi Ho: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2) Ha: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) DSDM Bank Indonesia melalui motivasi (X2)