Prof harko1 - Universa Medicina

advertisement
Universa Medicina
Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1
Penatalaksanaan rasa nyeri pada lanjut usia
Suharko Kasran* a dan Rina K. Kusumaratna**
*Bagian Ilmu Penyakit Saraf, **Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRAK
Rasa nyeri merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada lanjut usia (lansia) saat berkunjung ke dokter.
Penatalaksanaan rasa nyeri yang tidak efektif dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup
lansia. Penilaian rasa nyeri pada lansia memerlukan perhatian dan strategi khusus untuk menjamin informasi yang
dikumpulkan akurat. Tidak ada satupun pertanda biologik yang objektif untuk rasa nyeri, maka laporan pasien tentang
rasa nyeri merupakan hal penting untuk menilai parameter rasa nyeri (intesitas, durasi, kronisitas) dan mengidentifikasi
penyebab potensial terjadinya rasa nyeri. Penatalaksaan rasa nyeri yang direkomendasikan oleh World Health
Organization menganjurkan pengobatan rasa nyeri pada lansia dilakukan secara konservatif dan bertahap.
Asetaminofen, obat nonsteroid anti inflamasi (ONSAI) dan siklo-oksigenase 2 (COX-2) merupakan obat analgesik
pertama yang seringkali digunakan pada penatalaksanaan rasa nyeri.Golongan opioid yang lemah seperti codein dan
tramadol digunakan untuk mengobati rasa nyeri yang ringan sampai berat. Sedangkan rasa nyeri yang berat sangat
efektif bila diobati dengan golongan opioid seperti oksikodon dan morfin. Steroid, antikonvulsan, anestesi lokal
topikal dan antidepresan dapat digunakan sebagai obat tambahan. Bila memungkinkan intervensi nonfarmakologik
harus diikut sertakan pada penatalaksaan rasa nyeri untuk lansia. Pengobatan perilaku kognitif sangat efektif untuk
mengurangi rasa nyeri. Perawatan yang baik untuk mengobati rasa nyeri pada lansia meliputi diagnosis yang tepat
dan pemberian pengobatan baik farmakologik maupun nonfarmaklogik.
Kata kunci : Rasa nyeri, intervensi, farmakologik, nonfarmakologik, lansia
Pain management in the elderly
ABSTRACT
Pain is a common complain of elderly who visits a physician. Ineffective pain management can have a
significant impact on the quality of life of the elderly. Assessment of pain in older adults requires special attention
and strategies to assure accurate information is collected. Given that there are no objective biologic markers for
pain, the patient report is crucial for assessing pain parameters (intensity, duration, chronicity) and identifying
potential sources or causes. The World Health Organization pain management ladder advocates initiating
conservatively and gradually in treating pain for the elderly. Acetaminophen, nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs), cyclo-oxygenase 2 (COX-2) specific NSAIDs are the most commonly used first-line analgesics
therapies for management of pain. Weak opioids such as codeine and tramadol are used for moderate to severe
pain. Opiods such as oxycodone and morphine are effectively relieves pain in patient with severe pain. Adjuvant
medications are often used to treat chronic pain in older adults. Steroids, anticonvulsants, topical local anesthetics,
and antidepressant are adjuvant agents. Non-pharmacologic interventions should be incorporated to treat pain
whenever possible. Cognitive behavioral therapy effective in reducing pain. Good care for the elderly involves
proper diagnosis of chronic pain syndrome, and the initiation of appropriate pharmacologic and non-pharmacologic
therapy.
Keywords : Pain, intervention, pharmacologic, non-pharmacologic, elderly
Korespondensi : aSuharko Kasran
Bagian Ilmu Penyakit Syaraf
Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti
Jl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440
Tel. 021-5672731 eks. 2806, Fax. 021-5660706
E-Mail : [email protected]
33
Kasran, Kusumaratna
PENDAHULUAN
Perubahan karakteristik demografi dari
populasi di dunia merupakan tantangan kritis
bagi para klinisi. Jumlah penduduk berusia ≥65
tahun semakin meningkat dengan rate yang
sangat cepat. Definisi lanjut usia (lansia)
menurut United Nations adalah mereka yang
berusia ≥65 tahun termasuk usia lebih dari 80
tahun. (1) Di Indonesia yang dimaksud dengan
lanjut usia (lansia) adalah mereka yang berusia
≥60 tahun. (2) Di negera berkembang terjadinya
peningkatan populasi lansia berlangsung sangat
cepat. Pada tahun 2050, rasio antara populasi
berusia ≥65 tahun dibandingkan populasi
berusia 15-64 tahun akan menjadi tiga kali lebih
b e s a r. ( 3 ) P a d a p o p u l a s i l a n s i a g a n g g u a n
ketidakmampuan merupakan keadaan yang
sering dijumpai. Berdasarkan Survei Kesehatan
Nasional 2001 didapatkan bahwa prevalensi
penyakit sendi pada usia ≥55 tahun sebesar
40%, dengan keluhan utama yang datang ke
pusat pelayanan kesehatan (Puskesmas)
karena nyeri punggung (back pain), pusing,
nyeri persendian, nyeri abdomen atau nyeri
p i n g g a n g . (4) H a s i l y a n g t i d a k b e r b e d a
ditunjukkan pada bukti empiris di negara maju
yang menyatakan ada hubungan bermakna
antara rasa nyeri akibat gangguan
muskuloskeletal dan ketidakmampuan fisik
pada lansia. (5)
Rasa nyeri merupakan gejala yang sering
dirasakan pada seseorang dengan penyebab
dan gejala beraneka ragam, lokasi, kualitas,
durasi rasa nyeri, frekuensi, sifat serta gejala
penyertanya. Rasa nyeri pada lansia adalah
keluhan yang sering disampaikan pada saat
mereka datang berkunjung ke pelayanan
kesehatan. Keluhan rasa nyeri yang dirasakan
oleh para lansia biasanya bersifat
multifaktorial dan terkadang menemui banyak
kendala dalam penatalaksanaannya. Akibat
dari penatalaksanaan yang kurang baik pada
34
Rasa nyeri pada lansia
keluhan rasa nyeri yang dialami seseorang
akan berdampak pada status kesehatan dan
kualitas hidup lansia tersebut. Penatalaksanaan
yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan
rasa depresi, isolasi hubungan sosial, ketidak
mampuan dan dapat pula menyebabkan
gangguan tidur. (6-8)
Rasa nyeri didefinisikan sebagai suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan
suatu potensi kerusakan jaringan. Rasa nyeri
akut biasanya diikuti adanya suatu injury tetapi
dapat pula akibat dari degenerasi struktur,
infeksi atau perubahan metabolik pada
seseorang. (6,7) Penyebab rasa nyeri pada lansia
berbeda dengan usia muda, pada lansia rasa
nyeri bersifat kompleks dan seringkali bersifat
tidak reversibel. (9) Nyeri akut dapat dibedakan
dari nyeri kronik, di mana nyeri akut biasanya
timbul secara mendadak dengan durasi yang
singkat, terbatas dan pada umumnya
berhubungan dengan suatu lesi yang dapat
diidentifikasi. Sedangkan nyeri khronik sifatnya
menetap dan melampaui batas kesembuhan
penyakit dan biasanya tidak ditemukan suatu
penyakit atau kerusakan jaringan. Nyeri kronik
pada lansia dapat menyebabkan lansia sangat
tergantung pada orang lain, depresi dan
kehilangan rasa percaya diri. (9-11) Dengan
demikan penatalaksanaan rasa nyeri kronik
pada lansia seringkali memerlukan upaya yang
kompleks dan pendekatan multidisplin.
RASA NYERI dan PROSES PENUAAN
(ageing)
Rasa nyeri pada lansia dapat dibagi dalam
3 kategori yaitu nosiseptif (nociceptive),
neuropati dan campuran. (6,7) Kategori rasa nyeri
yang bersifat nosiseptif berasal dari kerusakan
badan jaringan, lebih jauh lagi dapat dikelompok
dalam rasa nyeri somatik dan viseral. Contoh
rasa nyeri yang dikategorikan sebagai nyeri
Universa Medicina
somatik adalah osteoarthritis, rheumatoid
arthritis dan fibromyalgia, sedangkan rasa
nyeri viseral adalah irritable bowel syndrome,
pancreatitis, noncardiac chest pain dan rasa
nyeri abdominal. Distribusi aferen nosiseptif
tersebar di seluruh tubuh baik kulit, otot,
pergelangan, visera maupun meningen. Dan
terdiri dari serabut bermyelin A delta dengan
ukuran medium dan kecil yang mengantar
konduksi cepat. Serabut C dengan ukuran
diameter kecil tidak bermyelin mengantar
konduksi lamban. Rasa nyeri neuropati
mencakup kerusakan pada sistem saraf yang
seringkali menyebabkan rasa nyeri pada saraf
dermatom, misalkan sciatica. Sedangkan
kanker dan nyeri punggung termasuk dalam
kategori nyeri yang bersifat campuran.
Nyeri bersifat sangat subjektif, jadi faktor
psiko-kultur dapat menyebabkan adanya bias
dari laporan rasa nyeri. Lagipula rasa nyeri
tidak bersifat seragam, pada lansia toleransi
rasa nyeri meningkat terhadap nyeri pada kulit
(cutaneous pain) tetapi menurun terhadap
rasa nyeri yang dalam (deep pain). Hal ini
berkaitan dengan peneltian yang menunjukkan
pada lansia rasa nyeri dilaporkan dari asupan
serabut C (C-fiber) sedangkan pada usia muda
berdasarkan asupan dari serabut A delta (A
delta fibers). (12)
Kelainan muskuloskelatal seringkali terjadi
pada lansia dan nyeri punggung bawah (low
back pain/LBP) merupakan prevalensi
terbesar. LBP kronik terjadi akibat degenerasi
diskus spinalis. Degenerasi diskus ini
merupakan akibat dari menurunnya produksi
m a t r i k s e x t r a s e l u l e r p a d a l a n s i a . (13)
Selanjutnya degenerasi semakin meningkat
karena berkurangnya aliran darah yang
mengakibatkan menurunnya persediaan nutrisi
ke dalam sel diskus. Akibatnya terjadi nyeri
somatik yang meliputi nyeri sekitar sendi, otot,
ligamen dan kemudian menyebar ke jaringan.
Pendekatan untuk mengobati LBP kronik harus
Vol.25 No.1
multidisiplin mencakup terapi farmakologik,
intervensi pembedahan, terapi fisik dan
perilaku. Pendekatan ini harus dilakukan sedini
mungkin sebelum penyakit menjadi bertambah
berat.
PENILAIAN
assessment)
RASA
NYERI
(pain
Pendekatan yang komprehensif diperlukan
untuk menilai rasa nyeri kronik pada lansia.
Penilaian yang tepat untuk rasa nyeri pada
lansia merupakan suatu tantangan karena tidak
ada petanda biologi yang objektif untuk
menentukan adanya rasa nyeri. Rasa nyeri
digambarkan sebagai tanda vital kelima (fifth
vital sign) dan dokter harus secara teratur
menanyakan ada tidaknya rasa nyeri pada saat
melakukan penilaian. (8)
Penilaian rasa nyeri dapat pula
berdasarkan laporan individu, observasi
perilaku atau pengukuran secara psikologi,
tergantung pada usia dan kemampuan
melakukan komunikasi. Mengingat rasa nyeri
sangat bersifat subjektif dan tidak ada petanda
biologi yang dapat digunakan untuk menilai
serangan rasa nyeri, maka “laporan individu”
(self-report) lebih disukai atau dapat digunakan
sebagai bukti serangan rasa nyeri dan
intensitasnya. Penilaian dapat pula dilakukan
pada seseorang yang mengalami gangguan
kognitif dengan mengajukan suatu pertanyaan
mudah dan menggunakan indikator penapisan
(screening tools). (8)
Hambatan dalam melakukan penilaian
rasa nyeri pada lansia sering terjadi, karena
rasa nyeri yang timbul biasanya terjadi pada
usia di mana mereka sulit untuk
mendeskripsikan atau menjelaskan serangan
rasa nyeri yang dialaminya. Lansia merasa
takut untuk melaporkan rasa nyerinya yang
dapat menjurus ke pemeriksaan atau
pengobatan yang lebih lanjut. Gangguan
35
Kasran, Kusumaratna
komunikasi dan kognitif merupakan hambatan
utama yang sering terjadi dalam usaha
mendeskripsikan serangan rasa nyeri tersebut.
Penilaian rasa nyeri yang komprehensif
meliputi anamnesis tentang intensitas, frekuensi
dan lokasi dari rasa nyeri yang dialami,
pemeriksaan fisik lengkap serta pemeriksaan
laboratorium maupun prosedur test diagnostik
untuk menentukan penyebab rasa nyeri secara
tepat. Dalam hal ini termasuk pula instrumen
penilaian standar yang digunakan untuk menilai
fungsi, cara berjalan (gait), afeksi dan kognisi
dari pasien. Komponen penting dalam menilai
rasa nyeri pada lansia adalah dengan
melakukan penilaian berkala, menggunakan
instrumen yang standar dan dokumen rekam
medis yang berkesinambungan. Alat ukur
penilaian rasa nyeri menggunakan skala analog
visual, skala numerik atau pain faces scale
akan sangat membantu, terlebih lagi apabila
instrumen tersebut sensitif terhadap terjadinya
penurunan fungsi kognitif, bahasa maupun
s e n s o r i k . (14) A p a b i l a m e m u n g k i n k a n ,
lakukanlah pendekatan secara terpadu antar
disiplin berbagai ilmu dalam penilaian rasa nyeri
pada lansia.
P E N ATA L A K S A N A A N R A S A N Y E R I
PADA LANSIA
Walaupun lansia lebih banyak mengalami
rasa nyeri dibandingkan populasi lainnya,
namun laporan rasa nyeri pada lansia seringkali
lebih rendah dan pengobatannya tidak adekuat.
Keadaan komorbid seringkali terjadi pada
lansia. Banyak penderita berusia lebih dari 65
tahun menderita penyakit non-reumatik seperti
penyakit kardiovaskuler, diabetes, hipertensi
dan penyakit ginjal yang membatasi aktifitas
fungsional. (15,16) Pada tahun 1998, American
Geriatrics Society mempublikasikan pedoman
praktek klinik untuk penatalaksanaan rasa
nyeri kronik pada lansia. (11) Sejak itu banyak
36
Rasa nyeri pada lansia
kemajuan penting dalam bidang farmakologi
dan strategi untuk menilai serta mengelola rasa
nyeri pada lansia.
Prinsip utama pada penatalaksanaan rasa
nyeri adalah menghilangkan serangan rasa
nyeri. Penatalaksanaan nyeri yang efektif bagi
lansia terdiri dari pendekatan secara
farmakologik dan non-farmafologik.
Pendekatan farmakologik
Lansia sangat rentan untuk mengalami efek
samping suatu pengobatan, oleh karena itu pada
pemberian obat untuk mengobati rasa nyeri
perlu diperhatikan dosis yang akan diminum.
Usia berhubungan erat dengan efek metabolisme
obat di dalam tubuh, jadi pemberian obat pada
lansia harus dilakukan dengan hati-hati. World
Health Organization (WHO) mengembangkan
pendekatan secara medikasi untuk mengontrol
rasa nyeri pada penderita kanker yang ternyata
bermanfat pula bagi penderita rasa nyeri
lainnya. (17) Protokol WHO menganjurkan
penatalaksaan rasa nyeri dilakukan secara
konservatif dan bertahap untuk mengurangi
terjadinya efek samping. Selanjutnya pasien
diberikan pengobatan bila obat yang diberikan
pada tahap awal tidak efektif. Pendekatan
secara “tangga analgesik” (analgesic ladder)
diawali dengan pemberian nonopioid analgesik
asetaminofen, siklo-oksigenase 2 (CO-2)
inhibitor dan obat anti inflamatori non steroid
(OAINS/n o n s t e ro i d a l a n t i - i n f l a m m a t o r y
drugs/NSAIDs). (Gambar 1)
Asetaminofen merupakan pilihan utama
untuk mengobati rasa nyeri ringan sampai
sedang pada lansia dan pemberiannya harus
dibatasi. Misalkan pemberian asetaminofen
4000 mg sehari (dosis 4 kali 1000mg) dalam
jangka lama dapat menimbulkan gangguan pada
hepar. Penggunaan OAINS jangka panjang
harus dihindari karena seringkali terjadi efek
samping misalnya perdarahan gastrointestinal
dan gangguan fungsi ginjal. (19)
Universa Medicina
Vol.25 No.1
Tangga 3 (rasa nyeri berat)
Opiods kuat (morfin, hidromorfon,
oksikodon) + adjuvan
Tangga 2 (rasa nyeri sedang sampai berat
Asetaminofen + opioid (hidrokodon, oksikodon,
kodein); tramadol + adjuvan
Tangga I (rasa nyeri ringan sampai sedang)
Asetaminofen, COX-2 spesifik, OAINS ± adjuvan
Gambar 1. “Tangga analgesik” pengobatan rasa nyeri pada lansia menurut WHO(17)
Bila diperlukan dapat diberikan
pengobatan adjuvan (adjuvant medications)
untuk mengobati rasa nyeri kronik pada lansia
seperti golongan steroid, antikonvulsan,
anestesi lokal topikal dan antidepresan. Pada
“tangga kedua” bila rasa nyeri sedang sampai
berat asetaminofen dapat ditambah golongan
opioid (hidrokodon, oksikodon, kodein) dan
tramadol. (20) Tramadol dapat digunakan pada
lansia yang mengalami gangguan gastrointesital
(konstipasi) dan ginjal Bila digunakan golongan
opioid maka dosis asetaminofen atau oksikodon
dapat diturunkan. Penatalaksaan rasa nyeri
pada lansia yang mengalami rasa nyeri
neuropatik seringkali memerlukan antikonvulsan (karbamesepin, gabapentin),
lidokain topikal 5% atau obat anti-depresan.
Golongan anti-depresan trisiklik seperti
amitriptilin, nortriptilin dan desipramin
merupakan mendekatan tradisonal untuk
mengobati rasa nyeri yang kronik ada lansia.
Terutama amitritilin dan nortriptilin merupakan
obat analgesik yng efektif untuk mengobati
r a s a n y e r i n e u r o p a t i k p a d a l a n s i a . (21,22)
Pengobatan secara topikal dapat pula
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri yang
bersifat neuropatik atau sindrome rasa nyeri
kompleks regional. Lidokain 5% secara
topikal sangat bermanfaat untuk mengatasi
rasa nyeri yang terjadi pada postherpetic
n e u r a l g i a . (23) P r e p a r a t t o p i k a l a s p i r i n ,
kapsaisin, antidepresan trisiklik, lidokain,
OAINS dan opioids dapat mengurangi rasa
nyeri terutama gangguan muskuloskeletal. (24)
Untuk mengobati rasa nyeri yang berat
(“tangga analgesik” ketiga) dapat digunakan
obat golongan opioid. (Tabel 1)
Sebuah studi di Amerika Serikat tentang
strategi untuk mengobati rasa nyeri pada
lansia menunjukkan penggunaan obat
analgesik merupakan strategi yang paling
banyak digunakan. Obat-obat yang digunakan
adalah golongan asetaminofen, aspirin, COX2 inhibitors dan opioids. (25) Beberapa penulis
menambahkan dan memodifikasi menjadi
empat “tangga pengobatan” yaitu dengan
prosedur intervensi seperti blok sistem saraf,
pembedahan, prosedur operatif, dan
pengobatan perilaku kognitif bagi penderita
dengan rasa nyeri yang tidak dapat
dikendalikan. Prosedur lain untuk mengurangi
rasa nyeri dengan menggunakan neural
ablation
dapat
mengurangi
atau
menghilangkan ketergantungan pada golongan
analgesik opioid. Termasuk teknik neural
ablation adalah dengan menyuntikkan alkohol
37
Kasran, Kusumaratna
atau fenol, krioanalgesik atau tindakan
operatif pada jalur nociceptive. Namun
penelitian menunjukkan pengobatan operatif
dengan blok saraf tidak efektif untuk
mengobati rasa nyeri kronik pada lansia. (26)
Interpretasi dari prosedur intervensi ini sudah
menerima banyak kritik dari berbagai studi
dan perlu dikaji lebih lanjut.
Polifarmasi dan frekuensi kondisi
“komorbid” pada lansia merupakan faktor
utama yang harus dipertimbangkan ketika
membuat keputusan dalam pemberian obat
sebagai terapi rasa nyeri. Monitoring harus
dilakukan secara seksama pada pasien lansia
yang memperoleh pengobatan multipel tidak
saja untuk menilai efektivitas pengobatan
tetapi juga memonitor kemungkinan muncul
reaksi efek samping dari pengobatan yang
diperoleh.
Rasa nyeri pada lansia
Pendekatan non-farmakologik
Walaupun pendekatan secara farmakologik
lebih banyak digunakan dalam penatalaksaan
rasa nyeri, intervensi secara non-farmakologik
merupakan strategi yang harus dimasukkan pada
penatalaksanaan rasa nyeri kronik pada
lansia. ( 1 4 ) Pendekatan non-farmakalogik
merupakan pengobatan yang efektif untuk rasa
nyeri yang ringan dan sedikit terjadi efek
samping. Teknik mengurangi stres (stressreduction), konseling psikososial dan terapi
fisik/pekerjaan (physical/occupational),
transcutaneous electric nerve stimulation
(TENS), akupuntur dan olahraga teratur
bermanfaat untuk mengobati rasa nyeri
kronik.(7,14) Pengobatan alternatif komplementer
(complementary and alternative medication/
CAM) dapat pula diberikan, terutama bagi
penderita yang menyukainya.
Tabel 1. Penggunaan obat-obatan untuk mengobati rasa nyeri pada lansia
menurut “tangga analgesik” dari WHO (7,17)
38
Universa Medicina
Pendidikan
pada
pasien
dan
pendampingnya dalam penatalaksanaan rasa
nyeri sangat diperlukan dan efektivitas dari
program ini dalam meningkatkan penanganan
rasa nyeri telah dilaporkan. Pendidikan dapat
diberikan secara perorangan atau kelompok
dengan menggunakan media cetak untuk
mendorong pasien dan pendampingnya
memahami bahwa penanganan rasa nyeri
meliputi terapi secara farmakologik dan nonfarmakologik. Terapi kognitf-perilaku juga
bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan
dan pencegahan timbulnya serangan rasa nyeri.
Tujuan dari program pendidikan dalam
penanganan rasa nyeri adalah untuk
meningkatkan fungsi dan menghindari ketidak
pastian kondisi yang dirasakan lansia.
Kegagalan untuk mengobati rasa nyeri pada
lansia seringkali terjadi bila edukasi pada
penderita dan pendampingnya tidak cukup
memadai. (27) Penderita dengan rasa nyeri
kronik tidak hanya disarankan untuk
meningkatkan kekuatan otot dan mencegah
terjadinya disfungsi, tetapi diperkenalkan pula
penggunaan terapi panas, dingin atau mengurut
(massage).
Vol.25 No.1
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
KESIMPULAN
9.
Penatalaksanaan yang optimal bagi lansia
yang menderita serangan rasa nyeri, baik nyeri
akut maupun kronik adalah dengan melakukan
diagnosis dan penilaian yang tepat terhadap
sindroma nyeri yang dirasakan. Pemberian
terapi farmakologik dan non-farmakologik yang
sesuai dengan diagnosis sangat efektif untuk
mengobati rasa nyeri kronik ada lansia. Perlu
dipertimbangan efek farmakokinetik dan
farmakodinamik penggunaan obat farmakologik
pada lansia. Edukasi bagi lansia dan
pendampingnya harus diberikan supaya
pengobatan rasa nyeri pada lansia dapat lebih
efektif.
10.
11.
12.
13.
14.
United Nations Population Division. World
population prospects; the 1998 revision. New York:
United Nations; 1999.
World Health Organization. Definition of an older
or elderly person. Available at: http://www.who.int/
whosis/mds/mds_definition. Accessed October
11, 2005.
United Nations. The ageing of the world’s
population. Population Division, Department of
Economic and Social Affairs, United Nations
Secretariat. Available at: http://www.un.org/esa/
socdev/ageing/agewpop.html.
Accessed
November 12, 2005.
Departemen Kesehatan RI. Laporan SKRT 2001:
Studi morbiditas dan disabilitas. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI; 2002.
Scudds RJ, Robertson McD. Empirical evidence
of the association between the presence of
musculoskeletal pain and physical disability in
community dwelling senior citizens. J Pain 1998;
75: 229-35.
Cavalieri TA. Pain management in the elderly. J
Am Osteopath Assoc 2002; 102: 481-5.
Bope ET, Douglass AB, Gibovsky A, Jones T, Nasil
L, Palmer T, et al. Pain management by the family
physician: the family practice pain education
project. J Am Board Fam Pract 2004; 17: S1–S12.
Herr KA, Garand L. Assessment and measurement
of pain in older adults. Clin Geriatr Med 2001; 17:
457-78.
Ross E. Persisten pain in older adults: an
interdisciplinary guide for treatment. N Engl J Med
2003; 349: 1487.
Gallagher B. Managing pain in elderly patients at
home. Nursing 2001; 31: 18.
American Geriatrics Society. Panel on chronic pain
in older persons. The management of chronic pain
in older persons. J Am Geriatr Soc 1998; 46: 63551.
Gordon MF. Chronic pain: clinical management of
common causes of geriatric pain. Geriatrics 2002;
57: 36-41.
Benoist M. Natural history of the aging supine.
Eur Spine J 2003; 12 (Suppl 2): S86-S9.
Parmalee PA. Pain in cognitively impaired older
person: self-maintaining and instrumental activities
of daily living. Clin Geriatr Med 1996; 12: 473-8.
39
Kasran, Kusumaratna
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
40
Mazanec DJ. Diagnosis and management of low
back pain in older adults. Clin Geriatr Med 2000;
8: 63-71.
Podichetty VK, Mazanec DJ, Biscup RS. Chronic
non-malignat musculoskeletal pain in older
adults: clinical issues and opioid intervention.
Postgrad Med 2003; 79: 627-33.
World Health Organization. WHO guidelines:
cancer pain relief. 2nd ed. Geneva: World Health
Organization; 1996.
Schneider JP. Chronic pain management in older
adults: with coxibs under fire, what now?
Geriatrics 2005; 60: 26-8.
Greenberger NJ. Update in gastroenterology. Ann
Intern Med 1997; 127: 827-34.
Dalgin P. TPS-OA Study group. Comparison of
tramadol and ibuprofen for the chronic pain of
osteoarthritis. Arthritis Rheum 1997; 40 (Suppl
9): S 86.
Maizels M, McCarberg B. Antidepressants and
antiepileptic drugs for chronic non-cancer pain.
Am. Fam Physician 2005; 71: 483-90.
Rasa nyeri pada lansia
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Freedman GM. Chronic pain: clinical management
of common causes of geriatric pain. Geriatrics
2002; 57: 36-41.
Meier T, Wasner G, Faust M. Efficacy of lidocaine
patch 5% in the treatment of focal peripheral
neuropathic pain syndrome: a randomized,
double-blind, placebo-controlled study. Pain
2003; 106: 151-8.
Argoff CE. Pharmacotherapeutic options in pain
management. Geriatrics 2005; Suppl 3-9.
Barry LC, Gill TM, Kerns RD, Reid MC. Indication
of pain-reduction strategies used by communitydwelling older persons. J Gerontol 2005; 60A:
1569-75.
Johansson A, Sjolund B. Nerve blocks with local
anesthetics and corticosteroids in chronic pain:
a clinical follow-up study. J Pain Symptom
Manage 1996; 11: 181-7.
Gloth FM. Geriatric pain: factors that limit pain
relief and increase complications. Geriatrics 2000;
55: 46-54.
Download