1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isoniazid (INH) dikenal

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isoniazid (INH) dikenal luas sebagai obat lini pertama dalam pengobatan
tuberkulosis (TB), dimana penyakit TB merupakan penyakit yang memiliki
prevalensi tinggi di Indonesia. Sejak tahun 1993, WHO telah mencanangkan TB
sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Hal ini dikarenakan situasi TB di
dunia yang semakin memburuk dimana jumlah kasus TB meningkat dan banyak
yang tidak berhasil disembuhkan (Depkes, 2006). Berdasarkan laporan WHO
(2009), secara global terdapat peningkatan kasus TB dari tahun ke tahun. Kasus
TB terbanyak didapatkan di benua Asia (55%) dan Afrika (31%). Isoniazid
bekerja pada enzim yang berperan pada penyusunan asam mikolat yang
merupakan komponen dinding bakteri (Mycek et al., 2001). Dalam penelitian Dao
et al. (2004), dinding sel M. tuberculosis terdiri dari glikolipid dan asam lemak
rantai panjang yang disebut asam mikolat. Asam mikolat yang penting untuk
keberhasilan hidup M. tuberculosis dalam makrofag inilah yang akan dihambat
pembentukannya oleh INH.
Dengan meningkatnya penggunaan INH sebagai pengobatan TB, resiko
efek samping yang ditimbulkan juga semakin tinggi. Penggunan INH dalam
jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel-sel hati. Hal ini
berkaitan dengan metabolismee INH dalam hati yang membentuk metabolit
reaktif. INH mengalami proses metabolisme oleh enzim CYP 450 menjadi
metabolit reaktif yang dikenal dengan Mono Asetil Hidrazin (MAH). Mekanisme
1
2
INH dalam menyebabkan efek samping kerusakan sel-sel hati melalui reaksi
asetilasi gugus hidrazid dari INH membentuk konjugat N-asetil dalam suatu reaksi
yang dikatalisis oleh enzim N-asetil transferase menjadi asetil-isoniazid.
Selanjutnya terjadi reaksi hidrolisis membentuk asam isonikotinat dan asetil
hidrazin yang selanjutnya diubah oleh sitokrom P450 menjadi metabolit reaktif
Mono Asetil Hidrazin (MAH). MAH akan memacu asetilasi makromolekul dan
menyebabkan kerusakan sel hati (Correira, 1994; Jussi, 2006). Terjadinya
kerusakan sel-sel hati akibat pemberian INH dalam jangka waktu yang lama
mampu memicu naiknya kadar serum Alanine aminotransferase (ALT). ALT
akan keluar dari sel hati apabila sel hati mengalami kerusakan dengan sendirinya
sehingga akan menyebabkan peningkatan kadar ALT di dalam serum darah.
Sejak dahulu, tumbuhan dan bahan alam lainnya telah dimanfaatkan oleh
nenek moyang kita secara turun-temurun sebagai obat berbagai macam penyakit.
Fitoterapi atau terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal masyarakat sejak
masa sebelum Masehi. Seiring dengan perkembangan zaman, telah banyak
penelitian yang membuktikan bahwa tumbuhan memang berkhasiat sebagai obat.
Penggunaan bahan alam memainkan peran yang penting dalam menangani
masalah kerusakan hati. Herbal disebut memiliki efek hepatoprotektif jika
penggunaannya mampu menjaga fungsi sel-sel hati dan membantu mempercepat
penyembuhannya (Hadi, 2000). Salah satunya adalah buah mengkudu. Buah
mengkudu mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di dunia kesehatan.
Buah mengkudu mengandung senyawa-senyawa yang bermanfaat diantaranya
triterpen dan steroid (Nagalingam et al., 2012) yang diduga dapat berfungsi
3
sebagai agen hepatoprotektif melalui mekanisme anti inflamasi. Hal ini juga
dinyatakan oleh Lyn et al. (2002), Wang et al. (2000), dan Assi et al. (2015)
bahwa buah mengkudu dapat mempunyai aktivitas anti inflamasi.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diketahui pengaruh pemberian
ekstrak etanol buah mengkudu terhadap hewan uji tikus betina galur Wistar yang
diinduksi INH. Karena penggunan INH menimbulkan efek samping kerusakan sel
hati, oleh karena itu parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar ALT
tikus karena ALT merupakan enzim yang utamanya berada di hati. ALT akan
keluar dari sel hati apabila sel hati mengalami kerusakan dengan sendirinya
sehingga akan menyebabkan peningkatan kadar ALT di dalam serum darah
(Gajawat et al., 2006). Pengujian aktivitas ALT dilakukan dengan mengukur
absorbansi serum darah secara spektrofotomeri. Setelah didapatkan absorbansi,
dilakukan penghitungan dengan rumus tertentu untuk mendapatkan kadar ALT.
Kadar ini selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 16 untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanol buah mengkudu yang dilihat melalui
signifikansi data.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah pemberian ekstrak etanol buah mengkudu dapat menurunkan kadar
ALT tikus betina galur Wistar yang diinduksi INH?
4
2. Pada dosis berapakah ekstrak etanol buah mengkudu yang paling baik dalam
penurunan kadar ALT tikus betina galur Wistar yang diinduksi INH?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol buah mengkudu terhadap
kadar ALT tikus betina yang diinduksi INH.
2. Mengetahui dosis ekstrak etanol buah mengkudu yang paling baik dalam
menurunkan kadar ALT tikus betina yang diinduksi INH.
D. Tinjauan Pustaka
1. Isoniazid (INH)
Gambar 1. Struktur Isoniazid (Timmins & Vojo, 2006)
Isoniazid
(INH)
atau
isonicotinic
acid
hydrazide,
4-
pyridinecarboxylic acid hydraze mempunyai rumus kimia C6H7N3O (BM
137,1). INH berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih,
5
mempunyai kelarutan 1 bagian dalam 8 bagian air; 1 bagian dalam 45
bagian etanol; dan 1 bagian dalam 1000 bagian kloroform; praktis tidak
larut dalam benzene dan eter. Dalam larutan asam, INH memberikan
serapan UV pada panjang gelombang 266 nm dan dalam larutan alkali
memberikan serapan pada panjang gelombang 298 nm (Moffat et al.,
2005). INH adalah bentuk asam hidrazid isonikotinat dan dapat
disterilisasi dengan autoclave atau dengan filtrasi (Martindale, 1982). INH
dapat bersifat tuberkulositik maupun tuberkulostatik tergantung dosisnya
(Jawetz et al., 1996).
INH adalah obat anti TB lini pertama yang telah digunakan sejak
tahun 1952 dalam pengobatan dan pencegahan tuberkulosis (TB). INH
bisa diberikan sebagai terapi tunggal untuk profilaksis maupun sebagai
kombinasi dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lain (Weisiger, 2007).
Isoniazid merupakan salah satu OAT yang memiliki efek paling kuat
terhadap M. tuberculosis. Isoniazid adalah OAT yang paling sering
digunakan.
Isoniazid memiliki struktur sederhana dengan cincin piridin dan
grup hidrazid (McDermott, 1958). Mekanisme kerja secara lengkap dari
INH belum diketahui secara pasti. Tetapi ada beberapa hipotesis tentang
hal ini, diantaranya adalah INH bekerja pada enzim yang berperan pada
penyusunan asam mikolat yang merupakan komponen dinding bakteri
(Mycek et al., 2001). INH dalam kadar rendah mencegah perpanjangan
rantai asam lemak yang sangat panjang yang merupakan bentuk awal
6
molekul asam mikolat. Obat ini dapat berdifusi ke dalam jaringan dan
cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal dan cairan pleura. Kadar obat
pada mulanya lebih tinggi dalam plasma dan otot daripada jaringan yang
terinfeksi. Kemudian obat tertinggal lama di jaringan yang terinfeksi
dalam jumlah yang cukup besar sebagai bakteriostatik (Istiantoro dan
Setiabudy, 2007).
INH termasuk obat yang bersifat bakterisid dimana INH
membunuh cepat bakteri yang sedang aktif bermultiplikasi. INH
merupakan OAT yang bersifat prodrug dimana obat ini akan diubah
menjadi metabolit aktifnya di dalam sel agar menjadi substansi yang
toksik untuk sel mikrobakterial (Brunton et al., 2008; Pym & Cole, 2008;
Debbie & Roga, 2004). Mekanisme kerja INH adalah menghambat jalur
biosintesis dinding sel. INH yang telah aktif akan menghambat biosintesis
asam mikolat yang merupakan unsur penting pembentukan dinding sel
mikrobakterial (Crick et al., 2004; Palomino et al., 2007).
INH mudah diabsorbsi baik pada pemberian peroral atau
parenteral. Pemberian dosis lazim (5mg/kgBB/hari) menghasilkan
konsentrasi puncak plasma 3-5 µg/ml dalam 1-2 jam. INH berdifusi segera
dalam seluruh cairan tubuh dan jaringan. Konsentrasi di susunan saraf
pusat dan cairan serebrospinal ± 1/5 dari kadar plasma (Jawetz et al.,
1998). Saat INH dikonsumsi bersama makanan akan menurunkan
kecepatan absorbsi dan kadar puncak obat. Konsentrasi minimal
tuberkulostatik INH yaitu 0,025-0,05 µg/mL, dan konsentrasi puncak INH
7
pada pemberian dosis 300 mg per oral adalah 3-5 µg/mL yang dapat
dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian obat (Petri, 2006).
Metabolismee utama isoniazid adalah melalui asetilasi di hati oleh
enzim N-acetyl transferase yang menghasilkan asetilhidrazin. Kecepatan
metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan masa paruhnya. Antara 7595% isoniazid diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir
seluruhnya dalam bentuk metabolit. Ekskresi utama dalam bentuk asetil
isoniazid yang merupakan metabolit proses asetilasi dan asam nikotinat
yang merupakan metabolit proses hidrolisis. Sejumlah kecil ekskresi obat
ini dalam bentuk isonikotinil glisin, isonikotinil hidrazon, dan Nmetilisoniazid (Istiantoro & Setiabudy, 2007).
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan
neuritis perifer. Pasien yang menerima Isoniazid dapat mengalami
peningkatan transaminase serum sampai 12%. Hepatotoksisitas yang
bermakna secara klinis jarang terjadi. Idealnya perlu pemantauan kadar
transaminase pada dua bulan pertama terapi (Rahajoe et al., 2005).
Mekanisme toksisitas dimungkinkan karena monoasetilhidrazin, suatu
metabolit isoniazid yang dapat menyebabkan kerusakan hati.
Asetilasi merupakan salah satu cara memetabolismee obat.
Kemampuan tubuh untuk memetabolismee obat dipengaruhi oleh faktor
genetik. Kecepatan asetilasi merupakan faktor penentu dalam menetapkan
status asetilator tiap individu sehingga dapat digolongkan menjadi
8
asetilator cepat dan lambat. Status asetilasi dipengaruhi oleh polimorfisme
genetik. Polimorfisme NAT2 yang mengkode enzim NAT menyebabkan
variasi status asetilasi individu dan menimbulkan perbedaan respon terapi
baik efikasi atau efek samping INH. Pada individu asetilator cepat,
metabolisme INH berlangsung lebih cepat sehingga kadar lebih rendah
(Yuliwulandari et al., 2007)
2. Mengkudu
Gambar 2. Buah Mengkudu
a. Taksonomi Tumbuhan
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Anak kelas
: Sympatalae
Bangsa
: Rubiales
Suku
: Rubiaceae
9
Marga
: Morinda
Jenis
: Morinda citrifolia L.
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
b. Nama daerah
Sjabana & Bahalwan (2002) menyebutkan jika mengkudu
memiliki nama daerah keumudu (Aceh), Ieodu (Enggano), bakudu
(Batak), bangkudu (Batak Toba, Angkola dan Melayu), paramai
(Mandailing),
makudu
(Nias),
nateu
(Mentawai),
bingkudu
(Minangkabau), mekudu (Lampung), pace (Jawa Tengah), cangkudu
(Sunda), kuduk (Madura), wungkudu (Bali), aikombo (Sumba),
manakudu (Roti), dan bakulu (Timor). Pada beberapa budaya di
seluruh dunia, mengkudu juga dikenal dengan Indian Mulberry, Ba Ji
Tian, Nono atau Noni, Cheese Fruit, dan Nhau (Wang et al., 2002)
c. Morfologi
Pohon mengkudu memiliki tinggi 1-6m, berbunga sepanjang
tahun, biasa dibudidayakan sampai ketinggian 1500 m di atas
permukaan laut, dan hidup di hutan sekunder atau dekat bebatuan (Van
Steenis, 1975). Mengkudu mempunyai ciri-ciri umum yaitu pohon atau
perdu yang tingginya 4-6 m. Batang bengkok, berdahan kaku, kasar,
dan memiliki akar tunggang yang tertancap di dalam. Kulit batang
coklat keabu-abuan atau coklat kekuningan, berlekah dangkal, tidak
berbulu, dan anak cabangnya bersegi empat. Tajuknya selalu hijau
10
sepanjang tahun. Kayu mengkudu mudah sekali dibelah setelah
dikeringkan (Bangun & Sarwono, 2002).
Bunga mengkudu berbentuk bongkol bertangkai, rapat,
berbunga banyak, bunga tumbuh diketiak daun. Bunga berbau harum,
mahkota bunga berbentuk tabung berwarna putih, dalam lehernya
berambut wol, panjang tabung bunga sekitar 1 cm, dan bertaji sempit.
Benang sari berjumlah lima buah, tumbuh menjadi satu dengan
mahkota hingga tinggi tangkai sari berambut wol (Van Steenis, 1975).
Buah berbentuk lonjong dengan diameter 5-10 cm. Permukaan
buah berbenjol dan berbintik. Mula-mula buah berwarna hijau,
menjelang masak menjadi putih kekuningan. Setelah matang, buah
berwarna putih transparan dan lunak. Daging buah tersusun dari buahbuah batu berbentuk piramida dan berwarna coklat merah. Biji
mengkudu berwarna hitam, memiliki albumen yang keras dan ruang
udara yang tampak jelas (Bangun & Sarwono, 2002).
d. Habitat
Tanaman ini tumbuh di daerah pantai berkapur dan tidak
tergantung keadaan tanah. Biasanya tumbuh di dekat pantai, batuan
lime stone, dan dapat tumbuh pada ketinggan sampai 1000 m di atas
permukaan laut. Banyak ditanam di kebun kopi sebagai tanaman
pelindung, atau di kebun lada sebagai pohon tempat merambat
(Sudarsono et al., 2002). Dalam kondisi yang baik tumbuhan
11
mengkudu dapat menghasilkan buah ± 9 bulan hingga 1 tahun setelah
penanaman (Blanco et al., 2006).
e. Kandungan kimia
Secara keseluruhan mengkudu telah dilaporkan banyak
mengandung mikronutrien penting seperti senyawa fenolik, asam
organik dan alkaloid (Wang & Su, 2001). Buah mengkudu sendiri
mengandung
protein,
polisakarida,
skopoletin,
asam
askorbat,
prokseronin dan prokseroninase (Sjabana & Bahalwan, 2002). Selain
itu, buah mengkudu juga mengandung senyawa lain seperti kalium,
alkaloid, terpenoid, antrakinon, ester lemak trisakarida dan asam
asperulosidat (Wang et al., 2002). Nagalingam et al. (2012) juga
menyebutkan kandungan senyawa triterpen dan steroid di dalam buah
mengkudu.
f. Efek Farmakologi
Bangsa Polinesia telah menggunakan mengkudu sebagai
pengobatan sejak ribuan tahun yang lalu dan dilaporkan mengkudu
digunakan sebagai pengobatan alternatif berbagai jenis penyakit seperti
arthritis, diabetes, tekanan darah tinggi, kejang dan nyeri otot,
gangguan menstruasi, sakit kepala, serangan jantung, AIDS, depresi
mental, gangguan pencernaan, atherosklerosis dan kanker (Wang et al.,
2002).
Buah mengkudu mempunyai efek anti bakteri karena
kandungan acubin, L-asperulosida, dan alizarin. Kandungan tersebut
12
bisa membunuh bakteri infeksi antara lain Pseudomonas aeruginosa,
Proteus morgaii, Staphylococcus aureu, Bacillis substilis, Eschericia
coli, Salmonella, dan Shigela (Tabrah & Eveleth, 1966). Buah
mengkudu juga menghambat pertumbuhan tumor secara tidak
langsung dengan menstimulasi sistem imun karena mengkudu
menunjukkan hasil peningkatan signifikan 75% terhadap usia mencit
yang diiimplantasi dengan Lewis lung carcinoma dibandingkan dengan
kelompok kontrol (Hirazumi et al., 1994). Penelitian yang dilakukan
dan Lyn et al. (2002), Wang et al. (2002), dan Assi et al. (2015) juga
menyebutkan bahwa buah mengkudu mempunyai aktivitas sebagai anti
inflamasi.
3. Hati
Hati merupakan pusat metabolismee tubuh. Adapun beberapa
fungsi dari hati diantaranya adalah metabolismee karbohidrat, lemak,
protein, hormon, vitamin (A, D, E, dan K) dan mineral (zat besi,
tembaga, dan zink). Disamping itu hati juga mempunyai fungsi ekskresi
bilirubin, sintesa urea, dan detoksifikasi racun dalam tubuh (Guyton &
Hall, 2011).
Hati mempunyai berat rata-rata sekitar 1500 gram, atau sekitar
2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati mempunyai dua lobus
utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar.
13
Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan
dari hati ke diafragma dan dinding abdomen (Price & Wilson, 1994).
Permukaan hati terdiri dari peritoneum viseralis, kecuali daerah
kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma.
Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum berperan
sebagai penyokong hati. Peritoneum bagian bawah terdapat jaringan
penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi
seluruh permukaan organ. Kapsula Glisson pada hilus atau porta hepatis
di permukaan inferior, kemudian dalam massa hati dibentuk rangka
untuk cabang-cabang vena porta, artera hepatika, dan saluran empedu.
Sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Sinusoid dibatasi
oleh sel fagositik atau sel kupfer. Sel kupfer merupakan sistem monositmakrofag dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing
lain dalam darah (Price & Wilson, 1994).
Hati berperan penting untuk pertahanan hidup dan berperan pada
setiap fungsi metabolik tubuh, khususnya bertanggung jawab atas lebih
dari 500 aktivitas berbeda. Sel hati berbentuk ultra struktur dan terlibat
dalam berbagai fungsi metabolik yang luas. Sel ini kaya organel
termasuk banyak mitokondria, lisosom, peroksisom (mikrobodi), dan
retikulum endoplasmik yang kasar maupun halus. Sel hati juga terlibat
14
pada metabolismee berbagai obat. Penyakit hati akan berpengaruh pada
fungsi hati (Underwood, 2000).
Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.
Empedu hanya diangkut saluran empedu, sedangkan dari kandung
empedu, empedu dikeluarkan ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati
berperan dalam sekresi sekitar 1 liter empedu kuning setiap hari. Unsur
utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid
(terutama lesitin), kolesterol, dan pigmen empedu (terutama bilirubin
terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi
lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, garam
empedu akan direabsorpsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati,
kemudian kembali dikonjugasi dan diekskresi (Price & Wilson, 1994).
Hasil metabolismee monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot
glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis)
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolismee
dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi
glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam
jaringan subkutan). Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah
menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid), protrombin, fibrinogen, dan
faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolismee lemak adalah
15
menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid, dan asam asetoasetat
(Amirudin, 2009).
Abnormalitas hati dapat terjadi akibat akibat toksisitas obat.
Sebagian besar metabolisme obat terjadi di dalam hati, di mana sebagian
besar
menimbulkan
efek
samping
terhadap
hati
itu
sendiri.
Hepatotoksisitas obat tegantung pada jenis obat, umur, atau kombinasi
keduanya. Hasil metabolit dari obat dapat bersifat elektrofilik yang dapat
mengikat secara kovalen lipid dan protein serta mengoksidasi
peroksidasi lipid. Apabila hal ini terjadi secara terus-menerus dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan nekrosis hepatoseluler,
apoptosis, atau sensitivitas terhadap sitokin atau mediator inflamasi
(Kaplowitz & Laurie, 2002).
Hati yang merupakan pusat sintesis protein dan penyaluran asam
amino ke dalam jalur-jalur biokimia lain adalah salah satu organ yang
sangat banyak mengandung aminotransferase. Sel hati mengandung
berbagai enzim, beberapa diantaranya penting untuk diagnosis karena
dialirkan ke pembuluh darah. Aminotransferase adalah enzim yang
mengkatalisis perpindahan reversible satu gugusan amino dari molekul
donor ke molekul resipien. Aktivitas enzim dapat diukur sehingga dapat
menunjukkan adanya penyakit hati atau tingkat kerusakan hati.
Kehadiran transaminase dalam plasma pada kadar di atas normal
memberi dugaan suatu peningkatan kecepatan kerusakan jaringan
(Meyes et al., 1991). Pemeriksaan kimia darah digunakan untuk
16
mendeteksi kelainan hati, menentukan diagnosis, mengetahui beratringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit, dan penilaian hasil
pengobatan. Kedua macam aminotransferase yang paling sering diukur
adalah AST dan ALT. Aspartate aminotransferase membantu konversi
aspartat dan α-ketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamat.
Sedangkan alanine aminotransferase membantu konversi alanin dan αketoglutarat menjadi piruvat dan glutamat (Gines et al., 2011).
Pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase, alkali
fosfatase, γ-GT dan albumin sering disebut sebagai tes fungsi hati atau
LFTs. Pada banyak kasus, tes ini dapat mendeteksi penyakit hati dan
empedu asimptomatik sebelim munculnya manifestasi klinik. Tes ini
dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, antara lain : 1).
Peningkatan enzim aminotransferase (transaminase), SGPT dan SGOT,
biasanya mengarah pada permukaan hepatoseluler atau inflamasi; 2).
Keadaan patologis yang mempengaruhi sistem empedu intra dan
ekstrahepatis dapat menyebabkan peningkatan alkali fosfatase dan γ-GT;
3). Kelompok yang mewakili fungsi sintesis hati seperti produksi
albumin, urea, dan faktor pembekuan.
4. Alanine Aminotransferase (ALT)
Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) adalah enzim yang utamanya berada dalam sel
hati. ALT merupakan enzim pelaku detoksifikasi di dalam hati. ALT
17
berfungsi mengkatalisis pemindahan gugus amino alanin ke asam αketoglutarat membentuk asam piruvat dan asam glutamat (Meyes et al.,
1991). Kadar ALT merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling
spesifik dan banyak digunakan. Pada seseorang dengan zat gizi dan
simpanan enzim intraselnya baik, kerusakan 1% sel hati akan
meningkatkan kadar ALT dalam serum (Sodeman, 1995). Kenaikan
kadar serum transaminase terjadi akibat adanya kerusakan sel-sel hati
yang disebabkan karena virus, obat-obatan, atau toksin yang
menyebabkan hepatitis, karsinoma metastatik, kegagalan jantung, dan
penyakit hati granulomatosus. Kenaikan atau bertahannya enzim
transaminase yang tinggi menunjukkan berkembangnya kelainan dan
nekrosis hati (Amirudin, 2009).
Sebenarnya terdapat dua enzim yang terdapat pada hati, yaitu
ALT dan AST (Aspartat Transaminase). Tetapi jumlahnya lebih banyak
ALT daripada AST (Meyes et al., 1991). Umumnya pada kerusakan hati,
indikator yang menonjol adalah kenaikan ALT (Sadikin, 2002).
Peningkatan ALT lebih tinggi daripada AST pada kerusakan hati akut.
Hal ini dikarenakan ALT merupakan enzim yang hanya terdapat di
dalam sitoplasma sel hati. Sedangkan AST terdapat baik di dalam
sitoplasma maupun mitokondria sehingga bersifat kurang spesifik.
Selain hati, AST juga terdapat di dalam jantung, otot rangka, otak, dan
ginjal. Sehingga ALT dianggap lebih spesifik dibanding AST dalam
18
mendeteksi gangguan hati. Rentangan nilai normal aktivitas ALT tikus
menurut Tucker (1997) adalah 20-72 U/L.
E. Landasan Teori
Isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama pengobatan tuberkulosis.
Namun penggunaan jangka panjang dari INH dapat menyebabkan efek samping
diantaranya kerusakan sel-sel hati. Metabolismee INH di hati dalam jangka
panjang berkaitan dengan kerusakan tersebut. Mekanisme INH dalam
menyebabkan efek samping kerusakan sel-sel hati melalui reaksi asetilasi gugus
hidrazid dari INH membentuk konjugat N-asetil dalam suatu reaksi yang
dikatalisis oleh enzim N-asetil transferase menjadi asetil-isoniazid. Selanjutnya
terjadi reaksi hidrolisis membentuk asam isonikotinat dan asetil hidrazin yang
selanjutnya diubah oleh sitokrom P450 menjadi metabolit reaktif Mono Asetil
Hidrazin (MAH). MAH akan memacu asetilasi makromolekul dan menyebabkan
kerusakan sel hati (Correira, 1994; Jussi, 2006).
Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) diketahui memiliki berbagai
manfaat dalam bidang kesehatan, diantaranya sebagai agen hepatoprotektif.
Mekanisme hepatoprotektif dapat dilihat dari aktivitas anti inflamasi dari buah
mengkudu. Buah mengkudu menaikkan regenerasi sel hati melalui aktivitasnya
dalam menekan produksi mediator inflamasi yaitu TNF-α dan menaikkan
produksi mediator hepatoprotektor yaitu IL-10 sehingga dapat memacu perbaikan
sel-sel hati yang rusak akibat penggunaan INH dalam jangka panjang melalui
19
aktivitasnya sebagai anti inflamasi. Regenerasi sel yang cepat diduga karena
senyawa aktif pada buah mengkudu yang memiliki aktivitas terhadap mediator
inflamasi, dimana menurut Guyton and Hall (2011) regenerasi sel dipengaruhi
oleh sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan Interleukine (IL) yang
terdapat pada sel kuppfer yang merupakan mediator inflamasi. Buah mengkudu
mengandung berbagai senyawa aktif diantaranya triterpen dan steroid
(Nagalingam et al., 2012). Senyawa ini diduga mempunyai aktivitas anti
inflamasi. Penelitian yang dilakukan Lyn et al. (2002), Wang et al. (2002), dan
Assi et al. (2015) juga menyebutkan bahwa buah mengkudu mempunyai aktivitas
anti inflamasi.
F. Hipotesis
Pemberian ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat
menurunkan kadar ALT tikus betina galur Wistar yang diinduksi INH.
Download