HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG Muzayyinatul Iftitah 1), Eti Salafas 2), Kartika Sari. 3) 1. Mahasiswa AKBID NGUDI WALUYO : [email protected] 2. Staff Pengajar AKBID NGUDI WALUYO : [email protected] 3. Staff Pengajar AKBID NGUDI WALIYO :[email protected] ABSTRAK Iftitah, Muzayyinatul. 0121573. 2015 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Bulan Juni Tahun 2015. DIII Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo. Pembimbing I: Eti Salafas S.SiT., II. Kartika Sari, S.SiT.,M.Keb. Xvii + 61 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 11 Lampiran ISPA disebabkan salah satunya oleh faktor lingkungan yang kurang baik yaitu pencemaran udara dalam rumah seperti asap yang dihembuskan oleh perokok sehingga mencemari udara dan dihisap oleh orang-orang di sekitar termasuk balita. Angka kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh pada bulan Mei dari 91 balita 22 diantaranya menderita ISPA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional. Populasi adalah seluruh keluarga yang memiliki anak usia 1-5 tahun (Balita) yang berkunjung di Puskesmas Suruh, menggunakan accidental sampling dan dari buku kunjungan balita di Puskesmas Suruh. Sanitasi lingkungan dengan observasi menggunakan kuesioner. Hasil penelitian diketahui di Puskesmas Suruh memiliki angka sanitasi lingkungan baik 70 (76,9), sanitasi lingkungan yang kurang baik 21 (23,1), balita yang terkena ISPA ada 22 (24,2) dan balita yang tidak terkena ISPA 69 (75,8) karena semakin baik sanitasi lingkungannya semakin sedikit angka kejadian ISPA pada balita sehingga dapat diperoleh hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita Penelitian ini diharapkan dapat menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat bahwa lingkungan yang kurang baik dapat menyebabkan timbulnya penyakit terutama penyakit saluran pernafasan . Kata Kunci : Sanitasi Lingkungan, kejadian ISPA HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 1 ABSTRACT Iftitah, Muzayyinatul. 0121573. 2015. The Correlation between Environmental Sanitation and the Incidence of Acute Respiratory Infection on Under-five Years Old Children at Suruh Health Center Suruh Sub-district Semarang Regency in June 2015. Ngudi Waluyo Midwifery Academy. First Advisor: Eti Salafas S.SiT., Second Advisor: Kartika Sari, S.SiT.,M.Keb. Acute respiratory infection is caused by the bad environmental factors such as the air pollution in house like smoke so that contaminate the air and inhaled by people around it, including under-five years old children. In May 2015, the incidence of acute respiratory infection on underfive years old children at Suruh Health Center reached 22 of 91 children. The purpose of this study is to find the correlation between environmental sanitation and the incidence of acute respiratory infection on under-five years old children at Suruh Health Center Suruh Sub-district Semarang Regency. This was a descriptive correlative study with cross sectional approach. The population in this study was all families who have children aged 1-5 years who visited Suruh health center. The data sampling used the accidental sampling technique and the data of visit record of Suruh Health Center. The instrument to measure environmental sanitation used observation method and questionnaires. The results of this study indicate that Suruh health center has good score of environmental sanitation as many as 70 respondents (76.9%), and not good score as many as 21 respondents (23.1%). Under-five years old children who suffered from acute respiratory infection as many as 22 children (24.2%) and who go not suffer from acute respiratory infection as many as 69 children (75.8%). The better environmental sanitation, the less the incidence of acute respiratory infection on under-five years old children therefore it can be concluded that there is a correlation between environmental sanitation and the incidence of acute respiratory infection . This study is expected to deliver the right information for people that bad environmental sanitation can causes many diseases, especially respiratory tract diseases. Keywords: Environmental sanitation, the Incidence of ARI PENDAHULUAN Latar Belakang Sanitasi yang memadai merupakan dasar dari pembangunan. Namun, Sanitasi jauh di bawah kebutuhan penduduk yang terus meningkat jumlahnya. Akibat nya muncul berbagai penyakit yang salah satu diantaranya adalah penyakit ISPA. Di Dunia penyakit tersebut telah menimbulkan kematian sekita 2,2 juta anak per tahun dan banyak dana untuk mengatasinya (UNICEF 2005). Penanganan sanitasi lingkungan oleh pemerintah sampai saat ini masih banyak menghadapi kendala. Jumlah fasilitas yang ada tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk. Selain itu masyarakat dibanyak wilayah masih mempraktekan perilaku hidup yang tidak sehat. Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan, yang mencakup perumahan, pembungan kotoran, penyediaan air dan sebagainya (Notoadmojo, 2005). Sanitasi lingkungan juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesehatan manusia. Kondisi tersebut mencakup:pasokan air yang bersihdan aman, pembangunan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien, perlindungan makanan terkontaminasi HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 2 biologis dan kimia, udara yang bersih dan aman, rumah bersih dan aman. Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan untuk mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan anak adalah angka kematian Neonatal (AKN), Angka kematian bayi (AKB), Angka kematian Balita (AKBABA). Angka kematian balita disini dikhususkan untuk Anak Balita (AKABA) umur 1-5 tahun adalah Angka Kematian Anak Balita per 1.000 kelahiran hidup. Kematian Balita (AKABA) mencapai 44/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut diatas cukup tinggi jika dibandingkan dengan terget AKBA yang harus dicapai Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) tahun 2009 yaitu 26/1000 kelahiran hidup,dan AKABA yaitu 36/1000 kelahiran hidup(Depkes RI, 2013) Salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan diantaranya adalah ISPA. Berdasarkan angka-angka di rumah sakit di Indonesia didapat bahwa 40% sampai 70% anak yang berobat kerumah sakit adalah penderita ISPA (Depkes, 2005). Sebanyak 4060% kunjungan pasien ISPA berobat ke puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien ISPA berobat kebagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2011). Banyak faktor yang mepengaruhi kejadian ISPA, baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab ISPA pada balita adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal, kelembaban udara, pencemaran udara seperti asap, debu, grip ( pasir halus) dan gas. (Suhandayani,2007) Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memlihara kondisi atmosphere yang menyenangkan dan bagi manusia. Suatu studi melaporkan bahwa upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat dilakukan di antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi polusi udara lain termasuk asap rokok. Anak yang tinggal dirumah yang padat (kurang dari 10m2/orang) akan mendapatkan resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak padat (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2005) Menurut informasi dari tenaga kesehatan yang saya dapatkan di Wilayah Kerja Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang merupakan daerah yang bersuhu lembab atau rendah (Dingin). Dengan jumlah penduduk yang padat, rumah saling berdempetan, ventilasi yang kurang baik sehingga menjadikan pencahayaan dan sirkulasi udara kurang. Dari keadaan tersebut Kecamatan Suruh menjadi salah satu kecamatan dengan angka kejadian ISPA tinggi 40,57%. Besarnya jumlah penderita ISPA pada balita pada tahun 2013 sebanyak 31,98%. Tahun 2014 meningkat hingga 40,57% penderita ISPA pada balita terus meninggkat dari jumlah balita yang berobat Di Puskesmas (Rekam Medik Puskesmas Suruh , 2014). Berdasarkan data di wilayah kerja Puskesmas Suruh, Kabupaten Semarang pada bulan Juli 2014 jumlah penderita ISPA sebenyak 299, diketahui pada bulan Agustus jumlah penderita ISPA pada Balita meningkat 459, dan kemudian pada bulan September meningkat kembali menjadi 970, balita yang terkena ISPA dari bilan Juli – Agustus sebanyak 1728 balita. Berdasarkan survey pendahuluan Di Puskesmas Suruh bahwa 70% balita pernah mengalami tanda gejala ISPA yaitu penyakit yang di tandai gejala berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan,pilek, demam dan sakit kepala. Penyebab dari ISPA yaitu Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal, kelembaban udara, pencemaran udara seperti asap, debu, grip ( pasir halus) dan gas. Dari fenomena di atas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul “ Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang “ Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 3 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kerakteristik responden yang berkunjung di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. b. Mendeskripsikan sanitasi lingkungan di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang c. Mendeskripsikan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. d. Menganalisa Hubungan Sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) Sebagai bahan masukan pada petugas kesehatan dalam merencanakan upaya penanggulangan kejadian ISPA pada anak balita dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar. 2. Manfaat bagi keluarga dan masyarakat Memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai penyakit ISPA yang terjadi pada balita 3. Manfaat bagi peneliti Dapat meberikan wawasan dalam melakukan penelitian khususnya pengaruh sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita. 4. Manfaat bagi institusi dan pendidikan Hasil penelitian ini dapat menambah pengembangan teori dan pemahaman tentang faktor resiko kejadian ISPA pada balita METODE PENELITIAN Variabel penelitian ini terdiri dari dua yaitu : variabel bebas :Sanitasi Lingkungan dan variable terikat :Kejadian ISPA pada balita Hipotesis penelitian ini adalah “Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang”. Penelitian ini dilakukan diPuskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang pada bulan Mei 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki anak usia 1-5 tahun (Balita) yang berkunjung di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang,. Sampel penelitian ini yang digunakan adalah seluruh keluarga yang memiliki anak usia 1-5 tahun (Balita) yang berkunjung di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dengan sample 91 responden dengan kriteria inklusi : keluaarga yang memiliki anak usia 1-5 tahun (Balita) yang datang berkunjung ke Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Pada penelitian ini pengambilan sampling menggunakan teknik accidental sampling yaitu pengambilan sampel dengan memilih siapa yang ada/dijumpai ketika penelitian berlangsung. Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner. Sebelum kuesioner dipergunakan untuk mengumpulkan data, perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan di Puskesmas Susukan dengan jumlah responen 20. Hasil analisa yang dilakukan dari 17 pernyataan diperoleh 15 pernyataan yang valid dengan r hitung > r tabel (0,444), dan 2 butir pernyataan lainnya dinyatakan tidak valid dengan r hitung < r tabel (0,444). Pernyataan yang tidak valid yaitu pada nomor 6 dan 14. Karena pada nomor tersebut sudah diwakilkan maknanya oleh nomor yang lain, maka nomor 6 dan 14 tidak digunakan. Dan untuk uji reabilitas didapatkan nilai alpha kuisioner adalah 0,880 > 0,6. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden a. Umur Balita Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Blita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Umur 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun Jumlah Frekuensi 2 30 36 18 5 91 HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG Persentase (%) 2,2 33,0 39,6 19,8 5,5 100,0 4 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 91 responden balita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, lebih banyak yang berumur 3 tahun, yaitu sejumlah 36 balita (39,6%) b. Jenis kelamin Balita Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Frekuensi 46 45 91 Persentase (%) 50,5 49,5 100,0 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 91 responden balita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, hanya selisih 1% antara balita laki-laki yaitu sejumlah 46 Balita (50,5%) dengan balita perempuan yaitu sejumlah 45 balita (49,5%) c. Umur Ibu Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu yang Memiliki Balita di Wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Pendidikan < 20 Tahun 20-35 Tahun > 35 Tahun Jumlah Frekuensi 2 76 13 91 Persentase (%) 2,2 83,5 14,3 100,0 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 91 responden ibu yang memiliki balita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, sebagian besar berumur 20-35 tahun, yaitu sejumlah 76 orang (83,5%). d. Pendidikan Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu yang Memiliki Balita di Wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Pendidikan Perguruan Tinggi SMA SMP SD Jumlah Frekuensi 4 39 37 11 91 Persentase(%) 4,4 42,9 40,7 12,1 100,00 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 91 responden ibu yang memiliki Balita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, lebih banyak yang berpendidikan SMA, yaitu sejumlah 39 orang (42,9%) e. Pekerjaan Ibu Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu yang Memiliki Balita di Wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Jumlah Frekuensi 31 60 91 Persentase(%) 34,1 65,9 100,00 Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari 91 responden ibu yang memiliki balita di wilayah Puskesamas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, lebih banayak ibu yang tidak bekerja, yaitu sejumlah 60 orang (65,9%) 2. Analisis Univariat a. Sanitasi Lingkungan Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sanitasi Lingkungan pada Balita di Wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Sanitasi Lingkungan Baik Kurang Baik Jumlah Frekuensi Persentase (%) 70 21 91 76,9 23,1 100,0 Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa sanitasi lingkungan pada balita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sebagian besar dalam kategori baik, yaitu sejumlah 70 balita (76,9%). b. Hasil kuesioner sanitasi lingkungan Tabel 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Kuesioner sanitasi lingkungan di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang No 1 2 3 Pertanyaan Bangunan rumah berupa bangunan permanen Ventilasi dalam ruangan ada tiap ruangan Setiap ruangan ada 2 ventilasi dengan ukuran yang cukup HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG F ya % F Tidak % 89 97,8 2 2,2 88 96,7 3 3,3 87 95,6 4 4,4 5 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Pencahayaan di dalam rumah cukup Sinar matahari dapat langsung menerangi rumah dan seluruh ruangan rumah terkena cahaya matahari Kamar tidur menyatu dengan dapur Ruangan tempat bayi dan balita bermain menyatu dengan dapur Asap dapur ketika memasak membuat sesak saat bernafas Anggota keluarga ada yang merokok didalam rumah Anggota keluarga merokok didekat balita Saat merokok jendela di buka agar asap tidak mengendap didalam rumah sehingga tidak terhirup oleh balita Di dalam rumah terdapat cerobong asap Lingkungan rumah dekat dengan pabrik Didalam rumah ada keluarga yang terkena ISPA Balita sering bermain dengan penderita ISPA 80 87,9 11 12,1 82 90,1 9 9,9 79 86,8 12 13,2 65 71,4 26 28,6 58 63,7 33 36,3 34 37,4 57 62,6 63 69,2 28 30,8 60 65,9 31 34,1 42 46,2 49 53,8 61 67,0 30 33,0 19 20,1 72 79,1 38 41,8 53 58,2 Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui presentase terbanyamik pada keadaan rumah dengan pencahayaan yang baik, hal tersebut diketahui dari item pertanyaan yang dijawab sesuai dengan kunci jawaban penelitian dan mendapat jumlah tertinggi yaitu pada item pertanyaan nomor 2 sebanyak 88 responden (96,7). Sedangkan pertanyaan yang dapat diketahui dari item pertanyaan yang tidak dijawab sesuai dengan kunci jawaban peneliti dan mendapatkan jumlah tertinggi yaitu kamar tidur menyatu dengan dapur pada pertanyaan nomor 6 sebanyak 79 responden (86,8). c. Kejadian ISPA Tabel 8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Kejadian ISPA ISPA Tidak ISPA Jumlah Frekuensi 22 69 91 Persentase (%) 24,2 75,8 100,0 Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar balita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang tidak mengalami kejadian ISPA, yaitu sejumlah 22 balita (24,2%). Sedangkan yang mengalami kejadian ISPA sejumlah 69 balita (75,8%). 3. Analisis Bivariat Pada penelitian ini, Analisis bivariat pada bagian ini menyajikan hasil analisis tentang hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Untuk mengetahui hubungan antara variabel maka dilakukan analisis data bivariat dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) mengetahui hubungan ini digunakan uji Chi Square dimana hasilnya disajikan berikut ini. Tabel 9 Hubungan Sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Sanitasi Lingkungan Baik Kurang baik Total Kejadian ISPA Tidak ISPA Total ² p-value ISPA F % f % f % 10 14,3 60 85,7 70 100.0 13.932 0,000 12 57,1 9 42,9 21 100.0 22 24.2 69 75.8 91 100.0 Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan sanitasi lingkungan kurang baik sebagian besar mengalami kejadian ISPA sejumlah 12 balita (57,1%). Sedangka balita dengan sanitasi lingkungan yang baik sebagian besar tidak mengalami kejadian ISPA sejumlah 60 balita (85,7%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai ² hitung 13,932 dengan p-value 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < 0,05, maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 6 signifikan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Pembahasan 1. Analisa Univariat a. Sanitasi Lingkungan Karakteristik responden dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan umur balita di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sebagian besar balita yang mengalami ISPA berumur 3 tahun terdapat 36 (39,6%) dan umur 2 tahun 30 (33,0%). Kemudian berdasarkan jenis kelamin balita yang terkena ISPA hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan hanya selisih 1% pada balita laki-laki sejumlah 46 (50,5%) dengan balita perempuan 45 (49,5%). Berdasarkan umur ibu yang memiliki balita yang berkunjung di Puskesmas Suruh lebih besar pada umur 3035 tahun sejumlah 76 (83,5%). Berdasarkan pendidikan Ibu yang memiliki balita yang berkunjung di Puskesmas Suruh yang paling besar pada pendidikan SMA sejumlah 39 (42,9%) dan SMP sejumlah 37 (40,7%). Berdasarkan pekerjaan Ibu yang berkunjung di Puskesmas Suruh sebagian besar responden tidak berkerja sejumlah 60 (65,9%). Berdasarkan tabel 6 distribusi sanitasi lingkungan di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik 21 (21,1%) sedangkan sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 70 (76,9%). Ini menunjukan bahwa jumlah sanitasi lingkungan yang baik lebih banyak dari pada jumlah sanitasi lingkungan yang kurang baik. Disini bisa dilihat dari responden yang sebagian besar pendidikannya SMA 42,9% dan ibu tidak bekerja 65,9% sehingga bisa meluangkan sebagian besar waktunya dirumah untuk membersihkan rumah dan lingkungan rumah disekitarnya. Dapat dilihat dari responden yang menjawab bangunan rumah berupa bangunan permanen 97,8%, Saat merokok jendela di buka agar asap tidak mengendap didalam rumah sehingga tidak terhirup oleh balita 65,9, Tingginya Pencemaran udara dalam rumah oleh asap ibu memasak disini dapat dilihat dari pernyataan asap dapur ibu ketika memasak membuat sesak saat bernafas 63,7% disini menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang membiarkan balitanya bermain di dekat dapur sehingga ketika ibu memasak balita akan menghirup asapnya, timbulnya asap tersebut secara tidak langsung balita hirup sehari-hari sehingga dapat menyebabkan batuk, sesak nafas, dan sulit untuk bernafas. Bahkan pernyataan bahwa kamar bayi menyatu dengan dapur 86,8. Disini terlihat orang tua yang kurang perhatian kepada anaknya sehingga mambiarkan anaknya menghirup asap ketika ibu memasak di dapur. Selain itu perilaku orang tua yang merokok didekat balita juga banyak 69,2%, perilaku merokok ini dapat menyebabkan balita mengalami ISPA kerena asap rokok yang berterbangan diudara secara tidak langsung dihirup oleh balita yang berada didekat orang yang merokok, sedangkan perokok pasif lebih gampang terkena dampaknya dari pada perokok aktif. b. ISPA ISPA adalah penyakit menular berbasis lingkungan yang di sebabakan oleh bakteri dan virus, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari. Dari hasil penelitian pada tabel 4.7 diketahui kejadian ISPA pada balita yang terjadi di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah 69(75,8%)lebih besar dibandingkan dengan balita yang tidak terkena ISPA yaitu 22(42,2%). Ini menunjukan bahwa anak balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh rentan terkena ISPA. Banyaknya balita yang mengalami kejadian ISPA ini dikarenakan polusi udara yang disebabkan dari asap ibu memasak dan dari asap rokok yang dihirup dan dihembuskan perokok, asap dari masakan maupun bahan bakar kayu pada saat memasak. Timbulnya asap tersebut secara tidak langsung balita hirup sehari-hari sehingga dapat menyebabkan batuk, sesak nafas, dan sulit untuk bernafas. Menurut Depkes RI, 2002 faktor resiko terjadinya ISPA secara umum yaitu faktor lingkungan, polusi udara, individu anak, faktor perilaku. ISPA terjadi karena adanya transmisi organisme oleh air HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 7 conditioners (AC), droplet dan melalui tangan yang menjadi pintu jalan masuk bagi virus dan bakteri. Mikroorganisme menginfiltrasi jaringan epitel, jika jaringan epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial akan bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear pada saat terjadi ISPA yang disebabkan oleh virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang merupakan super infeksi baktri yang menyebabkan bakteri pathogen masuk kedalam rongga-rongga sinus. Penyakit saluran pernafasan akan menyebabkan gejala-gejala yang lebih berat dan akan menyebabkan kegagalan pernafasan atau meninggal. Pada usia bermain anak lebih cepat tertular infeksi kemungkinan disebabkan oleh teman atau lingkungan bermain yang tidak sehat. Anak pada usia ini aktif bermain tanpa memperdulikan lingkungan sekitarnya sehingga sangat mudah bagi mereka untuk terinfeksi penyakit ISPA (Surendranatan,2007). Anak balita yang terkena ISPA juga akan sangat mengganggu aktifitas bermain dan bersekolah anak sehingga waktu mereka tersita oleh karena sakit. Perkembangan anak yang seharusnya dapat diasah lewat kegiatan bermain tidak dapat dilakukan apabila anak mengalami sakit. 2. Analisa Bivariat Berdasarkan tabel 4.8 diketahui angka kejadian ISPA yang terjadi pada sanitasi lingkungan yang kurang baik yaitu sebesar 12 (57,1) dibandingkan dengan sanitasi lingungan yang baik yaitu 10 (14,5) balita. Hasil penghitungan uji statistik Chi-Square juga menunjukan bahwa Continuity correction sebesar 13,932 dengan nilai pvalue 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < ɑ (p<0,05), sehingga ho ditolak sehingga hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan terhadap kejadian ISPA pada balita. Keadaan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat memberikan dampak yang buruk terhadap penghuninya. Semakin baik keadaan sanitasi lingkungan semakin baik pula derajat kesehatan yang dapat diperoleh penghuni rumah begitu pula sebaliknya semakin buruk sanitasi lingkungan maka berpotensi pula menurunkan derajat kesehatan penghuni rumah tersebut. Tingginya prosentase pencemaran udara dalam rumah akibat asap ibu memasak dan asap rokok dimana asap rokok juga menjadi salah satu faktor penyebab penyakit ISPA, juga memungkinkan menyebabkan tingginya angka kejadian ISPA di Puskesmas Suruh. Satu batang rokok menyebabkan peningkatan resisten jalan nafas yang jelas pada banyak perokok dan bukan perokok. Hasil penelitian ini juga sangat mendukung pernyataan yang menyatakan bahwa kondisi sanitasi lingkungan yang tidk memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi penyebab penyakit infeksi saluran pernafasan akut dan TBC paru (2011). Hal ini dikarenakan bakteri pathogen sangat mudah berkembang pada lingkungan yang mempermudah daur hidupnya sehingga mikroorganisme pengganggu ini akan berkembang dengan baik serta mempermudah terjadinya penyebaran penyakit berbasis lingkungan. Keadaan lingkungan pada daerah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh dimana jumlah sanitasi lingkungan yang baik lebih banyak yaitu sejumlah 70(76,9), lebih banyak dibandingkan dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik 21(23,1). Namun dalam penelitian ini masih ditemukan adannya balita yang mendiami rumah dengan sanitasi lingkungan yang sehat namun masih terkena ISPA hal ini disebabkan oleh faktor lain seperti tetatus gizi yang kurang, kemudian tidak mendapat asi secara ekslusif dan riwayat BBLR, selain itu ada juga balita yang tidak terkena ISPA padahal sanitasi lingkungannya kurang baik hal ini mungkin diakibatkan karena daya tahan tubuh mereka yang baik serta imunisasi yang dilaksanakan secara lengkap sehingga mereka tidak mudah terinfeksi penyakit. PENUTUP Setelah dilakukan penelitian dengan judul hubungan Sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut. HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 8 A. Kesimpulan 1. Sanitasi Lingkungan di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh diketahui sanitasi lingkungan kurang baik 21(23,1) sedangkan sanitasi lingkungan baik yaitu sebanyak70 (76,9). 2. Kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh Balita terkena ISPA 69(75,8) balita sedangkan balita yang tidak terkena ISPA yaitu 22(24,2) balita. 3. Terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan terhadap kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dengan hasil berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai x2 hitung 13,932 dengan p-value 0,000. B. Saran 1. Bagi Responden Perlu diperhatikan responden ketika memasak untuk tidak mendekatkan balitanya supaya balita tidak terkena asap ibu ketika memasak, dan bagi anggota keluarga yang merokok untuk tidak merokok didekat balita karena asap dari rokok membuat balita sesak dalam nafas. 2. Bagi Tenaga kesehatan Perlu diadakan penyuluhan maupun di bagikan liflet akan bahayanya lingkungan yang tidak sehat yang menyebabkan terjadinya penyakit ISPA pada balita 3. Bagi Peniliti Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti atau mengembangkan variabel penelitian dan sampel lebih banyak. Diharapkan juga untuk peneliti selanjutnya dapat mengkaji hal-hal yang belum dapat dimunculkan atau belum dibahas dalam penelitian ini. 4. Bagi institusi pendidikan Perlu menambah sarana prasarana guna mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan terutama pada pengetahuan mengenai penyakit ISPA pada balita. DAFTAR PUSTAKA Arikunto ,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V.Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto,Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dedi Alamsyah, 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat .Yogyakarta.Nuha Medika Depkes RI. 2005. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2012. Pedoman Program Pemberantasan Penyakt ISPA Untuk Penanggulanagn Pada Balita. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2013. Perawatan ISPA Pada Balita. Jakarta :Depkes RI Hidayat,A.2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Karim,L, 2012. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Maris Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwanto Tahun 2012. Kholid, Ahmad.2012. Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media Dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pres Linda,W.N, 2013. Hubungan Orang Tua Merokok Terhadap Kejadian ISPA PaDA Balita Di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur Tahun 2013. Muttaqin, 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem. Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Muaris.H,2006 Sarapan Sehat Untuk Balita. Jakarta : PT Gramedia HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 9 Muryani Anik,2010. Ilmi Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : CV.Trans Info Media Muttaqin,2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika Nelson, 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EGC Notoatmodjo, Soekidjo.2007.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Rianto, 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medik Suhandayani, 2007. Penyakit Infeksi Akut : Yogyakarta : PT Raharja Pindo Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung Alfabeta Wawan A,Dewi M. 2010. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta:Nuha Medika Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo,Soekidjo.2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta Rekam Medik Puskesmas Suruh, 2004 HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 10 HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Disusun Oleh : MUZAYYINATUL IFTITAH NIM. 0121573 AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2015 HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG 11