GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG

advertisement
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI
PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
Muzayyinatul Iftitah 1), Eti Salafas 2), Kartika Sari. 3)
1. Mahasiswa AKBID NGUDI WALUYO
: [email protected]
2. Staff Pengajar AKBID NGUDI WALUYO : [email protected]
3. Staff Pengajar AKBID NGUDI WALIYO :[email protected]
ABSTRAK
Iftitah, Muzayyinatul. 0121573. 2015 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian ISPA
pada Balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Bulan Juni Tahun
2015. DIII Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo. Pembimbing I: Eti Salafas S.SiT., II. Kartika
Sari, S.SiT.,M.Keb.
Xvii + 61 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 11 Lampiran
ISPA disebabkan salah satunya oleh faktor lingkungan yang kurang baik yaitu pencemaran
udara dalam rumah seperti asap yang dihembuskan oleh perokok sehingga mencemari udara dan
dihisap oleh orang-orang di sekitar termasuk balita. Angka kejadian ISPA pada balita di Puskesmas
Suruh pada bulan Mei dari 91 balita 22 diantaranya menderita ISPA.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA
pada balita di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional.
Populasi adalah seluruh keluarga yang memiliki anak usia 1-5 tahun (Balita) yang berkunjung di
Puskesmas Suruh, menggunakan accidental sampling dan dari buku kunjungan balita di Puskesmas
Suruh. Sanitasi lingkungan dengan observasi menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian diketahui di Puskesmas Suruh memiliki angka sanitasi lingkungan baik 70
(76,9), sanitasi lingkungan yang kurang baik 21 (23,1), balita yang terkena ISPA ada 22 (24,2) dan
balita yang tidak terkena ISPA 69 (75,8) karena semakin baik sanitasi lingkungannya semakin
sedikit angka kejadian ISPA pada balita sehingga dapat diperoleh hubungan antara sanitasi
lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita
Penelitian ini diharapkan dapat menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat
bahwa lingkungan yang kurang baik dapat menyebabkan timbulnya penyakit terutama penyakit
saluran pernafasan .
Kata Kunci
: Sanitasi Lingkungan, kejadian ISPA
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
1
ABSTRACT
Iftitah, Muzayyinatul. 0121573. 2015. The Correlation between Environmental Sanitation and
the Incidence of Acute Respiratory Infection on Under-five Years Old Children at Suruh
Health Center Suruh Sub-district Semarang Regency in June 2015. Ngudi Waluyo Midwifery
Academy. First Advisor: Eti Salafas S.SiT., Second Advisor: Kartika Sari, S.SiT.,M.Keb.
Acute respiratory infection is caused by the bad environmental factors such as the air
pollution in house like smoke so that contaminate the air and inhaled by people around it, including
under-five years old children. In May 2015, the incidence of acute respiratory infection on underfive years old children at Suruh Health Center reached 22 of 91 children.
The purpose of this study is to find the correlation between environmental sanitation and the
incidence of acute respiratory infection on under-five years old children at Suruh Health Center
Suruh Sub-district Semarang Regency.
This was a descriptive correlative study with cross sectional approach. The population in
this study was all families who have children aged 1-5 years who visited Suruh health center. The
data sampling used the accidental sampling technique and the data of visit record of Suruh Health
Center. The instrument to measure environmental sanitation used observation method and
questionnaires.
The results of this study indicate that Suruh health center has good score of environmental
sanitation as many as 70 respondents (76.9%), and not good score as many as 21 respondents
(23.1%). Under-five years old children who suffered from acute respiratory infection as many as 22
children (24.2%) and who go not suffer from acute respiratory infection as many as 69 children
(75.8%). The better environmental sanitation, the less the incidence of acute respiratory infection on
under-five years old children therefore it can be concluded that there is a correlation between
environmental sanitation and the incidence of acute respiratory infection .
This study is expected to deliver the right information for people that bad environmental
sanitation can causes many diseases, especially respiratory tract diseases.
Keywords: Environmental sanitation, the Incidence of ARI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sanitasi yang memadai merupakan
dasar dari pembangunan. Namun, Sanitasi
jauh di bawah kebutuhan penduduk yang
terus meningkat jumlahnya. Akibat nya
muncul berbagai penyakit yang salah satu
diantaranya adalah penyakit ISPA. Di Dunia
penyakit
tersebut
telah
menimbulkan
kematian sekita 2,2 juta anak per tahun dan
banyak dana untuk mengatasinya (UNICEF
2005).
Penanganan sanitasi lingkungan oleh
pemerintah sampai saat ini masih banyak
menghadapi kendala. Jumlah fasilitas yang
ada tidak seimbang dengan pertumbuhan
penduduk. Selain itu masyarakat dibanyak
wilayah masih mempraktekan perilaku hidup
yang tidak sehat. Sanitasi lingkungan adalah
status kesehatan suatu lingkungan, yang
mencakup perumahan, pembungan kotoran,
penyediaan air dan sebagainya (Notoadmojo,
2005). Sanitasi lingkungan juga dapat
diartikan sebagai kegiatan yang ditunjukan
untuk meningkatkan dan mempertahankan
standar kondisi lingkungan yang mendasar
yang mempengaruhi kesehatan manusia.
Kondisi tersebut mencakup:pasokan air yang
bersihdan aman, pembangunan limbah dari
hewan, manusia dan industri yang efisien,
perlindungan
makanan
terkontaminasi
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
2
biologis dan kimia, udara yang bersih dan
aman, rumah bersih dan aman.
Upaya kesehatan anak antara lain
diharapkan untuk mampu menurunkan angka
kematian anak. Indikator angka kematian
yang berhubungan anak adalah angka
kematian Neonatal (AKN), Angka kematian
bayi (AKB), Angka kematian Balita
(AKBABA). Angka kematian balita disini
dikhususkan untuk Anak Balita (AKABA)
umur 1-5 tahun adalah Angka Kematian Anak
Balita per 1.000 kelahiran hidup. Kematian
Balita (AKABA) mencapai 44/1000 kelahiran
hidup. Angka tersebut diatas cukup tinggi jika
dibandingkan dengan terget AKBA yang
harus dicapai Rencana pembangunan jangka
menengah (RPJM) tahun 2009 yaitu 26/1000
kelahiran hidup,dan AKABA yaitu 36/1000
kelahiran hidup(Depkes RI, 2013)
Salah satu penyebab utama kunjungan
pasien ke sarana kesehatan diantaranya adalah
ISPA. Berdasarkan angka-angka di rumah
sakit di Indonesia didapat bahwa 40% sampai
70% anak yang berobat kerumah sakit adalah
penderita ISPA (Depkes, 2005). Sebanyak 4060% kunjungan pasien ISPA berobat ke
puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien
ISPA berobat kebagian rawat jalan dan rawat
inap rumah sakit (Depkes RI, 2011).
Banyak faktor yang mepengaruhi
kejadian ISPA, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Faktor penyebab ISPA pada
balita adalah Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang
tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal,
kelembaban udara, pencemaran udara seperti
asap, debu, grip ( pasir halus) dan gas.
(Suhandayani,2007)
Faktor lingkungan rumah seperti
ventilasi juga berperan dalam penularan
ISPA, dimana ventilasi dapat memlihara
kondisi atmosphere yang menyenangkan dan
bagi manusia. Suatu studi melaporkan bahwa
upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat
dan sedang dapat dilakukan di antaranya
dengan membuat ventilasi yang cukup untuk
mengurangi polusi udara lain termasuk asap
rokok. Anak yang tinggal dirumah yang padat
(kurang dari 10m2/orang) akan mendapatkan
resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan
dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak
padat (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2005)
Menurut informasi dari tenaga
kesehatan yang saya dapatkan di Wilayah
Kerja Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang merupakan daerah yang
bersuhu lembab atau rendah (Dingin). Dengan
jumlah penduduk yang padat, rumah saling
berdempetan, ventilasi yang kurang baik
sehingga menjadikan pencahayaan dan
sirkulasi udara kurang. Dari keadaan tersebut
Kecamatan Suruh menjadi salah satu
kecamatan dengan angka kejadian ISPA
tinggi 40,57%.
Besarnya jumlah penderita ISPA pada
balita pada tahun 2013 sebanyak 31,98%.
Tahun 2014 meningkat hingga 40,57%
penderita ISPA pada balita terus meninggkat
dari jumlah balita yang berobat Di Puskesmas
(Rekam Medik Puskesmas Suruh , 2014).
Berdasarkan data di wilayah kerja
Puskesmas Suruh, Kabupaten Semarang pada
bulan Juli 2014 jumlah penderita ISPA
sebenyak 299, diketahui pada bulan Agustus
jumlah penderita ISPA pada Balita meningkat
459, dan kemudian pada bulan September
meningkat kembali menjadi 970, balita yang
terkena ISPA dari bilan Juli – Agustus
sebanyak 1728 balita. Berdasarkan survey
pendahuluan Di Puskesmas Suruh bahwa
70% balita pernah mengalami tanda gejala
ISPA yaitu penyakit yang di tandai gejala
berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit
tenggorokan,pilek, demam dan sakit kepala.
Penyebab dari ISPA yaitu Berat Badan Bayi
Lahir Rendah (BBLR), status gizi buruk,
imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan
tempat
tinggal,
kelembaban
udara,
pencemaran udara seperti asap, debu, grip (
pasir halus) dan gas.
Dari fenomena di atas, maka peneliti
tertarik mengadakan penelitian dengan judul “
Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan
Kejadian ISPA pada balita di Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten
Semarang “
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan
sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA
pada balita di Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
3
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kerakteristik responden
yang berkunjung di Puskesmas Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten
Semarang.
b. Mendeskripsikan sanitasi lingkungan
di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang
c. Mendeskripsikan kejadian ISPA pada
Balita di Puskesmas Suruh Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang.
d. Menganalisa
Hubungan
Sanitasi
lingkungan dengan kejadian ISPA di
Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang
Manfaat Penelitian
1. Manfaat
bagi
Institusi
Pelayanan
Kesehatan (Puskesmas)
Sebagai bahan masukan pada petugas
kesehatan dalam merencanakan upaya
penanggulangan kejadian ISPA pada anak
balita
dengan
cara
memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk
menjaga lingkungan sekitar.
2. Manfaat bagi keluarga dan masyarakat
Memberikan informasi dan menambah
pengetahuan mengenai penyakit ISPA
yang terjadi pada balita
3. Manfaat bagi peneliti
Dapat meberikan wawasan dalam
melakukan penelitian khususnya pengaruh
sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA
pada balita.
4. Manfaat bagi institusi dan pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah
pengembangan teori dan pemahaman
tentang faktor resiko kejadian ISPA pada
balita
METODE PENELITIAN
Variabel penelitian ini terdiri dari dua
yaitu : variabel bebas :Sanitasi Lingkungan
dan variable terikat :Kejadian ISPA pada
balita Hipotesis penelitian ini adalah “Ada
hubungan antara sanitasi lingkungan dengan
kejadian ISPA pada balita di Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten
Semarang”.
Penelitian
ini
dilakukan
diPuskesmas Suruh Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang pada bulan Mei 2015.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
keluarga yang memiliki anak usia 1-5 tahun
(Balita) yang berkunjung di Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang,.
Sampel penelitian ini yang digunakan adalah
seluruh keluarga yang memiliki anak usia 1-5
tahun (Balita) yang berkunjung di Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten
Semarang dengan sample 91 responden
dengan kriteria inklusi : keluaarga yang
memiliki anak usia 1-5 tahun (Balita) yang
datang berkunjung ke Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Pada
penelitian
ini
pengambilan
sampling
menggunakan teknik accidental sampling
yaitu pengambilan sampel dengan memilih
siapa yang ada/dijumpai ketika penelitian
berlangsung.
Instrumen
penelitian
ini
menggunakan kuisioner. Sebelum kuesioner
dipergunakan untuk mengumpulkan data,
perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji
validitas dilakukan di Puskesmas Susukan
dengan jumlah responen 20. Hasil analisa
yang dilakukan dari 17 pernyataan diperoleh
15 pernyataan yang valid dengan r hitung > r
tabel (0,444), dan 2 butir pernyataan lainnya
dinyatakan tidak valid dengan r hitung < r
tabel (0,444). Pernyataan yang tidak valid
yaitu pada nomor 6 dan 14. Karena pada
nomor tersebut sudah diwakilkan maknanya
oleh nomor yang lain, maka nomor 6 dan 14
tidak digunakan. Dan untuk uji reabilitas
didapatkan nilai alpha kuisioner adalah 0,880
> 0,6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
a. Umur Balita
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Umur Blita di wilayah Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten Semarang
Umur
1 Tahun
2 Tahun
3 Tahun
4 Tahun
5 Tahun
Jumlah
Frekuensi
2
30
36
18
5
91
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
Persentase (%)
2,2
33,0
39,6
19,8
5,5
100,0
4
Berdasarkan tabel 1 dapat
diketahui bahwa dari 91 responden balita
di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang, lebih banyak
yang berumur 3 tahun, yaitu sejumlah 36
balita (39,6%)
b. Jenis kelamin Balita
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Jenis Kelamin Balita di Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten Semarang
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Frekuensi
46
45
91
Persentase (%)
50,5
49,5
100,0
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui
bahwa dari 91 responden balita di wilayah
Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten Semarang, hanya selisih 1% antara
balita laki-laki yaitu sejumlah 46 Balita
(50,5%) dengan balita perempuan yaitu
sejumlah 45 balita (49,5%)
c. Umur Ibu
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Umur Ibu yang Memiliki Balita di
Wilayah
Puskesmas
Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang
Pendidikan
< 20 Tahun
20-35 Tahun
> 35 Tahun
Jumlah
Frekuensi
2
76
13
91
Persentase (%)
2,2
83,5
14,3
100,0
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
bahwa dari 91 responden ibu yang memiliki
balita di wilayah Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang,
sebagian besar berumur 20-35 tahun, yaitu
sejumlah 76 orang (83,5%).
d. Pendidikan
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pendidikan Ibu yang Memiliki
Balita di Wilayah Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten Semarang
Pendidikan
Perguruan Tinggi
SMA
SMP
SD
Jumlah
Frekuensi
4
39
37
11
91
Persentase(%)
4,4
42,9
40,7
12,1
100,00
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui
bahwa dari 91 responden ibu yang memiliki
Balita di wilayah Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, lebih
banyak yang berpendidikan SMA, yaitu
sejumlah 39 orang (42,9%)
e. Pekerjaan Ibu
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pekerjaan Ibu yang Memiliki
Balita di Wilayah Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten Semarang
Pekerjaan
Bekerja
Tidak bekerja
Jumlah
Frekuensi
31
60
91
Persentase(%)
34,1
65,9
100,00
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui
bahwa dari 91 responden ibu yang memiliki
balita di wilayah Puskesamas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, lebih
banayak ibu yang tidak bekerja, yaitu
sejumlah 60 orang (65,9%)
2. Analisis Univariat
a. Sanitasi Lingkungan
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Sanitasi Lingkungan pada Balita
di Wilayah Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang
Sanitasi
Lingkungan
Baik
Kurang Baik
Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
70
21
91
76,9
23,1
100,0
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui
bahwa sanitasi lingkungan pada balita di
wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang sebagian besar dalam
kategori baik, yaitu sejumlah 70 balita
(76,9%).
b. Hasil kuesioner sanitasi lingkungan
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Hasil
Kuesioner
sanitasi
lingkungan di Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang
No
1
2
3
Pertanyaan
Bangunan
rumah
berupa
bangunan
permanen
Ventilasi
dalam
ruangan
ada
tiap
ruangan
Setiap ruangan ada 2
ventilasi
dengan
ukuran yang cukup
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
F
ya
%
F
Tidak
%
89
97,8
2
2,2
88
96,7
3
3,3
87
95,6
4
4,4
5
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Pencahayaan di dalam
rumah cukup
Sinar matahari dapat
langsung
menerangi
rumah dan seluruh
ruangan rumah terkena
cahaya matahari
Kamar tidur menyatu
dengan dapur
Ruangan tempat bayi
dan balita bermain
menyatu dengan dapur
Asap dapur ketika
memasak
membuat
sesak saat bernafas
Anggota keluarga ada
yang merokok didalam
rumah
Anggota
keluarga
merokok didekat balita
Saat merokok jendela
di buka agar asap tidak
mengendap
didalam
rumah sehingga tidak
terhirup oleh balita
Di
dalam
rumah
terdapat cerobong asap
Lingkungan
rumah
dekat dengan pabrik
Didalam rumah ada
keluarga yang terkena
ISPA
Balita sering bermain
dengan penderita ISPA
80
87,9
11
12,1
82
90,1
9
9,9
79
86,8
12
13,2
65
71,4
26
28,6
58
63,7
33
36,3
34
37,4
57
62,6
63
69,2
28
30,8
60
65,9
31
34,1
42
46,2
49
53,8
61
67,0
30
33,0
19
20,1
72
79,1
38
41,8
53
58,2
Berdasarkan tabel 7 dapat
diketahui presentase terbanyamik pada
keadaan rumah dengan pencahayaan yang
baik, hal tersebut diketahui dari item
pertanyaan yang dijawab sesuai dengan
kunci jawaban penelitian dan mendapat
jumlah tertinggi yaitu pada item
pertanyaan nomor 2 sebanyak 88
responden (96,7). Sedangkan pertanyaan
yang dapat diketahui dari item pertanyaan
yang tidak dijawab sesuai dengan kunci
jawaban peneliti dan mendapatkan jumlah
tertinggi yaitu kamar tidur menyatu
dengan dapur pada pertanyaan nomor 6
sebanyak 79 responden (86,8).
c. Kejadian ISPA
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah
Puskesmas
Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang
Kejadian ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Jumlah
Frekuensi
22
69
91
Persentase (%)
24,2
75,8
100,0
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui
bahwa sebagian besar balita di wilayah
Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten Semarang tidak mengalami
kejadian ISPA, yaitu sejumlah 22 balita
(24,2%). Sedangkan yang mengalami
kejadian ISPA sejumlah 69 balita (75,8%).
3. Analisis Bivariat
Pada penelitian ini, Analisis bivariat pada
bagian ini menyajikan hasil analisis tentang
hubungan sanitasi lingkungan dengan
kejadian ISPA di Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
Untuk mengetahui hubungan antara variabel
maka dilakukan analisis data bivariat dengan
program SPSS (Statistical Product and
Service Solution) mengetahui hubungan ini
digunakan uji Chi Square dimana hasilnya
disajikan berikut ini.
Tabel 9 Hubungan Sanitasi lingkungan
dengan
kejadian
ISPA
di
Puskesmas Suruh Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang
Sanitasi
Lingkungan
Baik
Kurang
baik
Total
Kejadian ISPA
Tidak
ISPA
Total
² p-value
ISPA
F %
f
%
f
%
10 14,3 60 85,7 70 100.0 13.932 0,000
12 57,1 9 42,9 21 100.0
22 24.2 69 75.8 91 100.0
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat
diketahui bahwa balita dengan sanitasi
lingkungan kurang baik sebagian besar
mengalami kejadian ISPA sejumlah 12 balita
(57,1%). Sedangka balita dengan sanitasi
lingkungan yang baik sebagian besar tidak
mengalami kejadian ISPA sejumlah 60 balita
(85,7%).
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh
nilai ² hitung 13,932 dengan p-value 0,000.
Oleh karena p-value 0,000 < 0,05, maka
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
6
signifikan antara sanitasi lingkungan dengan
kejadian ISPA di Puskesmas Suruh
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
Pembahasan
1. Analisa Univariat
a. Sanitasi Lingkungan
Karakteristik responden dilihat dari
distribusi frekuensi berdasarkan umur balita
di wilayah Puskesmas Suruh Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang sebagian besar
balita yang mengalami ISPA berumur 3 tahun
terdapat 36 (39,6%) dan umur 2 tahun 30
(33,0%). Kemudian berdasarkan jenis
kelamin balita yang terkena ISPA hampir
seimbang antara laki-laki dan perempuan
hanya selisih 1% pada balita laki-laki
sejumlah 46 (50,5%) dengan balita
perempuan 45 (49,5%). Berdasarkan umur ibu
yang memiliki balita yang berkunjung di
Puskesmas Suruh lebih besar pada umur 3035 tahun sejumlah 76 (83,5%). Berdasarkan
pendidikan Ibu yang memiliki balita yang
berkunjung di Puskesmas Suruh yang paling
besar pada pendidikan SMA sejumlah 39
(42,9%) dan SMP sejumlah 37 (40,7%).
Berdasarkan pekerjaan Ibu yang berkunjung
di Puskesmas Suruh sebagian besar responden
tidak berkerja sejumlah 60 (65,9%).
Berdasarkan tabel 6 distribusi sanitasi
lingkungan di Puskesmas Suruh Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang dengan sanitasi
lingkungan yang kurang baik 21 (21,1%)
sedangkan sanitasi lingkungan yang baik
sebanyak 70 (76,9%). Ini menunjukan bahwa
jumlah sanitasi lingkungan yang baik lebih
banyak dari pada jumlah sanitasi lingkungan
yang kurang baik. Disini bisa dilihat dari
responden yang sebagian besar pendidikannya
SMA 42,9% dan ibu tidak bekerja 65,9%
sehingga bisa meluangkan sebagian besar
waktunya
dirumah untuk membersihkan
rumah dan lingkungan rumah disekitarnya.
Dapat dilihat dari responden yang menjawab
bangunan rumah berupa bangunan permanen
97,8%, Saat merokok jendela di buka agar
asap tidak mengendap didalam rumah
sehingga tidak terhirup oleh balita 65,9,
Tingginya Pencemaran udara dalam
rumah oleh asap ibu memasak disini dapat
dilihat dari pernyataan asap dapur ibu ketika
memasak membuat sesak saat bernafas 63,7%
disini menunjukan bahwa masih banyak
masyarakat yang membiarkan balitanya
bermain di dekat dapur sehingga ketika ibu
memasak balita akan menghirup asapnya,
timbulnya asap tersebut secara tidak langsung
balita hirup sehari-hari sehingga dapat
menyebabkan batuk, sesak nafas, dan sulit
untuk bernafas. Bahkan pernyataan bahwa
kamar bayi menyatu dengan dapur 86,8.
Disini terlihat orang tua yang kurang
perhatian
kepada
anaknya
sehingga
mambiarkan anaknya menghirup asap ketika
ibu memasak di dapur.
Selain itu perilaku orang tua yang
merokok didekat balita juga banyak 69,2%,
perilaku merokok ini dapat menyebabkan
balita mengalami ISPA kerena asap rokok
yang berterbangan diudara secara tidak
langsung dihirup oleh balita yang berada
didekat orang yang merokok, sedangkan
perokok pasif lebih gampang terkena
dampaknya dari pada perokok aktif.
b. ISPA
ISPA adalah penyakit menular
berbasis lingkungan yang di sebabakan oleh
bakteri dan virus, Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan
akut
yang
menyerang
tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang
berlangsung kurang lebih 14 hari. Dari hasil
penelitian pada tabel 4.7 diketahui kejadian
ISPA pada balita yang terjadi di Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten
Semarang adalah 69(75,8%)lebih besar
dibandingkan dengan balita yang tidak
terkena ISPA yaitu 22(42,2%). Ini
menunjukan bahwa anak balita di Puskesmas
Suruh Kecamatan Suruh rentan terkena ISPA.
Banyaknya balita yang mengalami
kejadian ISPA ini dikarenakan polusi udara
yang disebabkan dari asap ibu memasak dan
dari asap rokok yang dihirup dan
dihembuskan perokok, asap dari masakan
maupun bahan bakar kayu pada saat
memasak. Timbulnya asap tersebut secara
tidak langsung balita hirup sehari-hari
sehingga dapat menyebabkan batuk, sesak
nafas, dan sulit untuk bernafas.
Menurut Depkes RI, 2002 faktor
resiko terjadinya ISPA secara umum yaitu
faktor lingkungan, polusi udara, individu
anak, faktor perilaku. ISPA terjadi karena
adanya transmisi organisme oleh air
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
7
conditioners (AC), droplet dan melalui tangan
yang menjadi pintu jalan masuk bagi virus
dan bakteri. Mikroorganisme menginfiltrasi
jaringan epitel, jika jaringan epitel terkikis
maka jaringan limfoid superficial akan
bereaksi sehingga terjadi pembendungan
radang
dengan
infiltrasi
leukosit
polimorfonuklear pada saat terjadi ISPA yang
disebabkan oleh virus, hidung akan
mengeluarkan ingus yang merupakan super
infeksi baktri yang menyebabkan bakteri
pathogen masuk kedalam rongga-rongga
sinus. Penyakit saluran pernafasan akan
menyebabkan gejala-gejala yang lebih berat
dan akan menyebabkan kegagalan pernafasan
atau meninggal.
Pada usia bermain anak lebih cepat
tertular infeksi kemungkinan disebabkan oleh
teman atau lingkungan bermain yang tidak
sehat. Anak pada usia ini aktif bermain tanpa
memperdulikan
lingkungan
sekitarnya
sehingga sangat mudah bagi mereka untuk
terinfeksi
penyakit
ISPA
(Surendranatan,2007). Anak balita yang
terkena ISPA juga akan sangat mengganggu
aktifitas bermain dan bersekolah anak
sehingga waktu mereka tersita oleh karena
sakit. Perkembangan anak yang seharusnya
dapat diasah lewat kegiatan bermain tidak
dapat dilakukan apabila anak mengalami
sakit.
2. Analisa Bivariat
Berdasarkan tabel 4.8 diketahui angka
kejadian ISPA yang terjadi pada sanitasi
lingkungan yang kurang baik yaitu sebesar 12
(57,1)
dibandingkan
dengan
sanitasi
lingungan yang baik yaitu 10 (14,5) balita.
Hasil penghitungan uji statistik Chi-Square
juga
menunjukan
bahwa
Continuity
correction sebesar 13,932 dengan nilai pvalue 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < ɑ
(p<0,05), sehingga ho ditolak sehingga hasil
penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan
antara sanitasi lingkungan terhadap kejadian
ISPA pada balita.
Keadaan sanitasi lingkungan yang
tidak memenuhi syarat dapat memberikan
dampak yang buruk terhadap penghuninya.
Semakin baik keadaan sanitasi lingkungan
semakin baik pula derajat kesehatan yang
dapat diperoleh penghuni rumah begitu pula
sebaliknya semakin buruk sanitasi lingkungan
maka berpotensi pula menurunkan derajat
kesehatan
penghuni
rumah
tersebut.
Tingginya prosentase pencemaran udara
dalam rumah akibat asap ibu memasak dan
asap rokok dimana asap rokok juga menjadi
salah satu faktor penyebab penyakit ISPA,
juga memungkinkan menyebabkan tingginya
angka kejadian ISPA di Puskesmas Suruh.
Satu batang rokok menyebabkan peningkatan
resisten jalan nafas yang jelas pada banyak
perokok dan bukan perokok.
Hasil penelitian ini juga sangat
mendukung pernyataan yang menyatakan
bahwa kondisi sanitasi lingkungan yang tidk
memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi
penyebab penyakit infeksi saluran pernafasan
akut dan TBC paru (2011). Hal ini
dikarenakan bakteri pathogen sangat mudah
berkembang
pada
lingkungan
yang
mempermudah daur hidupnya sehingga
mikroorganisme pengganggu ini akan
berkembang dengan baik serta mempermudah
terjadinya penyebaran penyakit berbasis
lingkungan.
Keadaan lingkungan pada daerah
Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh dimana
jumlah sanitasi lingkungan yang baik lebih
banyak yaitu sejumlah 70(76,9), lebih banyak
dibandingkan dengan sanitasi lingkungan
yang kurang baik 21(23,1). Namun dalam
penelitian ini masih ditemukan adannya balita
yang mendiami rumah dengan sanitasi
lingkungan yang sehat namun masih terkena
ISPA hal ini disebabkan oleh faktor lain
seperti tetatus gizi yang kurang, kemudian
tidak mendapat asi secara ekslusif dan riwayat
BBLR, selain itu ada juga balita yang tidak
terkena ISPA padahal sanitasi lingkungannya
kurang baik hal ini mungkin diakibatkan
karena daya tahan tubuh mereka yang baik
serta imunisasi yang dilaksanakan secara
lengkap sehingga mereka tidak mudah
terinfeksi penyakit.
PENUTUP
Setelah dilakukan penelitian dengan
judul hubungan Sanitasi lingkungan dengan
kejadian ISPA pada balita di Puskesmas
Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten
Semarang, peneliti dapat menyimpulkan
sebagai berikut.
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
8
A. Kesimpulan
1. Sanitasi Lingkungan di Puskesmas
Suruh Kecamatan Suruh diketahui
sanitasi lingkungan kurang baik
21(23,1)
sedangkan
sanitasi
lingkungan baik yaitu sebanyak70
(76,9).
2. Kejadian ISPA pada balita di
Puskesmas Suruh Balita terkena ISPA
69(75,8) balita sedangkan balita yang
tidak terkena ISPA yaitu 22(24,2)
balita.
3. Terdapat hubungan antara sanitasi
lingkungan terhadap kejadian ISPA
pada balita di Puskesmas Suruh
Kecamatan
Suruh
Kabupaten
Semarang dengan hasil berdasarkan
uji Chi Square diperoleh nilai x2
hitung 13,932 dengan p-value 0,000.
B. Saran
1. Bagi Responden
Perlu diperhatikan responden
ketika
memasak
untuk
tidak
mendekatkan balitanya supaya balita
tidak terkena asap ibu ketika
memasak, dan bagi anggota keluarga
yang merokok untuk tidak merokok
didekat balita karena asap dari rokok
membuat balita sesak dalam nafas.
2. Bagi Tenaga kesehatan
Perlu diadakan penyuluhan
maupun di bagikan liflet akan
bahayanya lingkungan yang tidak
sehat yang menyebabkan terjadinya
penyakit ISPA pada balita
3. Bagi Peniliti
Peneliti selanjutnya diharapkan
dapat meneliti atau mengembangkan
variabel penelitian dan sampel lebih
banyak. Diharapkan juga untuk
peneliti selanjutnya dapat mengkaji
hal-hal
yang
belum
dapat
dimunculkan atau belum dibahas
dalam penelitian ini.
4. Bagi institusi pendidikan
Perlu
menambah
sarana
prasarana guna mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan
terutama pada pengetahuan mengenai
penyakit ISPA pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto ,Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
Edisi Revisi V.Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto,Suharsimi.
2010.
Prosedur
Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dedi
Alamsyah, 2008. Ilmu Kesehatan
Masyarakat
.Yogyakarta.Nuha
Medika
Depkes RI. 2005. Pedoman Program
Pemberantasan
Penyakit
ISPA.
Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2012. Pedoman Program
Pemberantasan Penyakt ISPA Untuk
Penanggulanagn Pada Balita. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes RI. 2013. Perawatan ISPA Pada
Balita. Jakarta :Depkes RI
Hidayat,A.2007.
Metode
Penelitian
Kebidanan dan Tehnik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Karim,L,
2012.
Hubungan
Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian ISPA
Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Maris Kecamatan Marisa
Kabupaten Pohuwanto Tahun 2012.
Kholid, Ahmad.2012. Promosi Kesehatan
Dengan Pendekatan Teori Perilaku,
Media Dan Aplikasinya. Jakarta:
Rajawali Pres
Linda,W.N, 2013. Hubungan Orang Tua
Merokok Terhadap Kejadian ISPA
PaDA Balita Di Desa Kalongan
Kecamatan Ungaran Timur Tahun
2013. Muttaqin, 2008. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem. Pernapasan. Jakarta : Salemba
Medika
Muaris.H,2006 Sarapan Sehat Untuk Balita.
Jakarta : PT Gramedia
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
9
Muryani Anik,2010. Ilmi Kesehatan Anak
Dalam Kebidanan. Jakarta : CV.Trans
Info Media
Muttaqin,2008. Asuhan Keperawatan Klien
dengan
Gangguan
Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika
Nelson, 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
15. Jakarta : EGC
Notoatmodjo,
Soekidjo.2007.Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Rianto, 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medik
Suhandayani, 2007. Penyakit Infeksi Akut :
Yogyakarta : PT Raharja Pindo
Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R & D. Bandung
Alfabeta
Wawan A,Dewi M. 2010. Teori Dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap Dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta:Nuha
Medika
Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmodjo,Soekidjo.2012.
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka
Cipta
Rekam Medik Puskesmas Suruh, 2004
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
10
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH KABUPATEN
SEMARANG
ARTIKEL
Disusun Oleh :
MUZAYYINATUL IFTITAH
NIM. 0121573
AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
11
Download