HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN INVOLUSI UTERI PADA IBU NIFAS DI BPM HJ. TITIK RAHMAWATI, SST DESA LEMINGGIR KECAMATAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO Indah Lestari*, Khoirotul Umah** STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto E-mail : http://www.stikes-ppni.ac.id ABSTRACT During childbirth, a woman still has a variety of risks, bleeding, infection or lactation problems. One important indicator is the involution process went well. The phenomenon happens, there are many mothers who delayed involution. Early mobilization as an alternative option to prevent subinvolution and acceleration of the process of involution. The purpose of this study was to analyze the relationship of early mobilization against maternal post-partum uterine involution. The research design was analytic correlation with case control approach. The research population was all puerperal women in BPM Hj. Titik Rahmawati, SST Leminggir Village Mojosari District of Mojokerto amounted to 18 respondents. Samples were 38 people taken through consecutive sampling technique. Early mobilization data collection and through direct observation of uterine involution. The Data analysis uses Chi Square. The result showed almost all respondents did early mobilization at 2-8 hours post partum as many as 35 respondents (83.3%) and the majority of respondents experienced a normal involution as many as 33 respondents (72.2%). Statistical test results obtained (ρ) = 0.013, which means there is a relationship early mobilization against maternal postpartum uterine involution in BPM Hj. Rahmawati point, SST Village Leminggir Mojosari District of Mojokerto. Early mobilization is indispensable so that the process of involution postpartum mothers either walk (TFU, Uterine Contractions, lochea), preventing thrombosis and thrombo embolism, blood circulation, prevent the occurrence of puerperal infection, uterine contractions would be good so that the risk of bleeding can be avoided. Keywords: Early mobilization, involution uteri, post-partum mother PENDAHULUAN Pada ibu post partum terjadi perubahan pada alat kandungan dan juga banyak otot otot pada uterus mengalami peregangan akibat kehamilan. Pengembalian otot ini sangat penting segera dilakukan, salah satu caranya dengan melakukan mobilisasi dini. Apabila tidak melaksanakan maka kontraksi otot pada uterus lambat dan kurang baik. Kontraksi uterus yang jelek sangat memungkinkan akan mengalami trombosis, degenerasi pada uterus dan endometrium yang lambat, sehingga pembuluh darah menjadi beku dan bermuara pada bekas implantasi plasenta. Hal ini juga menyebabkan pengeluaran lochia yang berjalan lambat sehingga menyebabkan masa nifas yang berkepanjangan (Prawiroharjo, 2006). Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa nifas karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi yang bila tidak ditangani segera dengan efektif dapat membahayakan kesehatan atau kematian bagi ibu. Pada ibu post partum involusi uterus merupakan proses yang sangat penting karena ibu memerlukan perawatan yang khusus, bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan seperti sebelum hamil. Salah satu indikator dalam proses involusi adalah tinggi fundus uteri. Apabila fundus uteri berada diatas batas normal maka hal ini menandakan di dalam rahim terjadi sesuatu. Salah satunya adalah perdarahan di dalam rahim, ini sangat berbahaya bila darah keluar dengan deras maka ibu kehilangan banyak darah sehingga dapat terjadi shock sampai terjadi kematian (Saraswati, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2013) di Rsudza Banda Aceh didapatkan bahwa dari 38 responden terdapat 29 orang responden yang melakukan mobilisasi dini secara baik berdampak pada percepatan pemulihan postpartum. Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di BPM Hj. Titik Rahmawati, SST Desa Leminggir Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto selama bulan Januari 2015 pada 4 ibu nifas hari 0 dan hari ke 7 didapatkan 2 ibu nifas yang melakukan mobilisasi dini antara 2-8 jam (dengan miring kanan dan miring kiri, kemudian belajar duduk dan berdiri), pada hari ke 7 TFU mengalami involusi uterus pertengahan pusat dan simfisis. Sedangkan 2 ibu yang tidak melakukan mobilisasi dini didapatkan 2 ibu yang belum mencapai antara pusat dan simfisis pada hari ke 7. Mobilisasi sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal, ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea). Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur. terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miringmiring kekanan dan kekiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke 4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka (Anggraini, 2010). Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal ini esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi. Mobilisasi dini merupakan kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing selekas mungkin berjalan (Nurlaila, 2013). Mobilisasi dini sangat diperlukan ibu nifas agar ibu merasa lebih sehat dan kuat, dapat segera mungkin untuk merawat bayinya, mencegah trombosis dan trombo emboli, melancarkan sirkulasi darah, mencegah terjadinya infeksi masa nifas, kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri menjadi keras maka resiko terjadinya perdarahan dapat dihindarkan. Pada ibu nifas involusi uterus merupakan proses yang sangat penting karena itu memerlukan perawatan yang khusus, bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan seperti sebelum hamil. Bidan harus Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik salah satunya dengan mengajarkan tentang mobilisasi dini pada masa nifas supaya ibu tidak ragu dalam melakukan mobilisasi dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan mobilisasi dini dengan involusi uteri pada ibu nifas di BPM Hj. Titik Rahmawati, SST Desa Leminggir Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto”. METODE PENELITIAN Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik korelasi dengan pendekatan case control. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di BPM Hj. Titik Rahmawati, SST Desa Leminggir Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto berjumlah 38 responden. Sampling pada penelitian ini adalah non probability sampling dengan tipe consecutive sampling. Sampel dalam penelitian adalah seluruh ibu nifas hari 0 sampai hari ke 7 di BPM Hj. Titik Rahmawati, SST Desa Leminggir Kecamatan Mojosari berjumlah 38 responden. Variabel independen pada penelitian adalah mobilisasi dini dan variabel dependen adalah involusi uteri. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi pada responden dengan berpedoman pada sumber primer.. 3. Karakteristik responden pekerjaan No Pekerjaan 1 Bekerja 2 Tidak bekerja Total berdasarkan F 3 33 2 38 % 7,9 86,8 5,3 100 Berdasarkan tabel 1 di atas di dapatkan sebagian besar responden berusia 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 33 responden (86,8%). 2. Karakteristik responden pendidikan No Pendidikan 1 Dasar (SD-SMP) 2 Menengah (SMA) 3 Tinggi (Akademi/PT) Total berdasarkan F 4 32 2 % 10,5 84,2 5,2 38 100 F 30 8 38 % 78,9 21,1 100 Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah ibu bekerja yaitu sebesar 30 responden (78,9%). 4. Karakteristik responden jumlah kehamilan No Jumlah kehamilan 1 Hamil pertama 2 Hamil ke 2-4 Total HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik responden umur No Umur 1 < 20 tahun 2 20 – 35 tahun 3 >35 tahun Total berdasarkan berdasarkan F 30 8 % 78,9 21,1 38 100 Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah ibu yang baru pertama kali hamil dan melahirkan yaitu sebesar 30 responden (78,9%). 5. Karakteristik responden berdasarkan pelaksanaan mobilisasi dini No Pelaksanaan F % mobilisasi dini 1 Dilakukan 35 92,1 2 Tidak dilakukan 3 7,9 Total 38 100 Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden melakukan mobilisasi dini pada 2-8 jam post partum yaitu sebanyak 35 responden (92,1%). 6. Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden lulusan pendidikan menengah (SMA) yaitu 32 responden (84,2%). Karakteristik responden berdasarkan involusi uterus No Involusi uterus F % 1 Involusi cepat 3 7,9 2 Involusi normal 33 86,8 3 Sub involusi 2 5,3 Total 38 100 Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami involusi normal yaitu sebanyak 33 responden (86,8%). 7. Hubungan pelaksanaan mobilisasi dini dengan involusi uteri pada ibu nifas Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dilihat dari 38 responden penelitian didapatkan responden yang melakukan mobilisasi dini dan mengalami involusi cepat sebanyak 3 orang (8,6%) dan yang mengalami involusi normal sebanyak 32 orang (91,4%) dan tidak satupun yang mengalami subinvolusi. Responden yang tidak melakukan mobilisasi dini tidak satupun yang mengalami involusi uterus cepat, yang mengalami involusi uterus normal sebanyak 1 orang (33,3) dan yang mengalami subinvolusi sebanyak 2 orang (66,6%). Hasil uji statistik didapatkan (ρ) = 0,013 < 0,05 artinya ada hubungan mobilisasi dini dengan involusi uteri pada ibu nifas di BPM Hj. Titik Rahmawati, SST Desa Leminggir Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Mobilisasi Dini Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden melakukan mobilisasi dini pada 2-8 jam post partum yaitu sebanyak 35 responden (92,1%). Mobilisasi sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal, ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea). Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur. terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring kekanan dan kekiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalanjalan, dan hari ke 4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka (Anggraini, 2010). Penelitian tentang mobilisasi dini dilakukan hanya melalui wawancara pada responden pada hari ke 7. Data mobilisasi dini dilakukan dengan meminta pada responden untuk mengingat tindakan mobilisasi pada hari pertama setelah melahirkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden sudah melakukan mobilisasi dini pada hari pertama, responden mengaku sudah belajar bergerak pada 2 jam setelah persalinan, mereka belajar miring kiri dan miring kanan, mereka duduk di tempat tidur dan rata-rata pada 3 jam setelah persalinan mereka sudah mampu belajar berjalan. Terdapat 3 responden yang tidak melakukan mobilisasi dini pada hari pertama. Tidak melakukan di sini bukan tidak melakukan sama sekali namun mereka hanya tidak melakukan beberapa tindakan mobilisasi dini selama 2-8 jam post partum. Terdapat 1 responden yang tidak melakukan mobilisasi dini mulai tahap ke 5 yaitu menggerakkan kakinya ke samping mengarah keluar tempat tidur dan kedua tangan sebagai alat untuk menumpu. Responden tersebut mengaku merasakan nyeri, dan diketahui responden tersebut mengalami derajat ruptur tingkat II. 1 responden yang lain tidak melakukan mobilisasi dini mulai tindakan ke 7 yaitu klien dapat mendorong badannya dengan kedua tangannya dari tempat tidur, maka klien dapat membawa badannya turun dari tempat tidur. Pada responden ini mengaku badannya masih lemah untuk mencoba turun dari tempat tidur, sedangkan 1 responden terakhir tidak melakukan mulai tahap ke 8 yaitu berdiri disamping tempat tidur dan tetap berpegangan pada tempat tidur untuk memperoleh rasa aman. Responden ini merasa takut untuk memulai melakukan langkah tersebut, takut tidak kuat atau takut jatuh sehingga responden memutuskan untuk berbaring ditempat tidur dan beristirahat. Ketiga responden yang tidak melakukan mobilisasi dini 2-8 jam post partum mulai melakukan mobilisasi rata-rata pada 10 jam post partum. 2. Involusi Uterus Pada ibu post partum involusi uterus merupakan proses yang sangat penting karena ibu memerlukan perawatan yang khusus, bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan seperti sebelum hamil. Salah satu indikator dalam proses involusi adalah tinggi fundus uteri. Apabila fundus uteri berada diatas batas normal maka hal ini menandakan di dalam rahim terjadi sesuatu. Salah satunya adalah perdarahan di dalam rahim, ini sangat berbahaya bila darah keluar dengan deras maka ibu kehilangan banyak darah sehingga dapat terjadi shock sampai terjadi kematian (Saraswati, 2014). Penelitian pada hari ketujuh dilakukan dengan melakukan observasi pada uterus ibu nifas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden penelitian hampir seluruhnya mengalami involusi normal yaitu TFU sudah berada pada pertengahan pusat simfisis, pengeluaran lokia serosa dan kontraksi uterus teraba keras. Terdapat 3 responden yang mengalami involusi cepat sebelum hari ketujuh yaitu TFU sudah berada pada pertengahan pusat simfisis menurut keterangan bidan. Setelah ditelusuri oleh peneliti didapatkan 3 responden tersebut rutin melakukan senam nifas. Senam nifas yang dilakukan dapat mempercepat pemulihan kondisi ibu setelah melahirkan, mencegah komplikasi yang mungkin terjadi selama masa nifas, memperkuat otot perut, otot dasar panggul, dan memperlancar sirkulasi pembuluh darah, membantu memperlancar terjadinya involusi uterus. Selain itu mereka juga menjaga makanan pada saat hamil, mereka mengaku bahwa selalu mengikuti nasihat bidan tentang makanan apa saja yang harus dikonsumsi dan yang harus dihindari. Terdapat dua responden yang mengalami subinvolusi, tinggi TFU mereka belum mencapai pertengahan pusat simfisis. Responden yang mengalami subinvolusi adalah responden yang berusia lebih dari 35 tahun. Peneliti menduga, usia yang lebih tua menyebabkan kemampuan elastisitas otot menjadi berkurang sehingga mereka mengalami subinvolusi. Involusi uterus yang dialami responden dapat ditinjau dari karakteristik responden. Berdasarkan data usia didapatkan responden yang mengalami sub involusi adalah responden yang berusia lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 2 orang dan yang mengalami involusi cepat adalah responden berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 3 responden. Proses involusi uterus sangat dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Proses involusi uterus sangat dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Usia 20 – 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang. Pada usia kurang dari 20 tahun elastisitasnya belum maksimal karena organ reproduksi yang belum matang, sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun, menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal. Pada ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat proses involusi uterus (Saraswati, 2010). Usia 20 – 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang. Pada usia kurang dari 20 tahun elastisitasnya belum maksimal karena organ reproduksi yang belum matang, sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun, menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal. Pada ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat proses involusi uterus. Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh terhadap wawasan, cara berfikir seseorang, baik dalam tindakan maupun cara pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Ibu yang berpendidikan tinggi dalam penerimaan pendidikan kesehatan lebih baik penerapannya dalam perawatan diri. keadaan ini akan meningkatkan pemulihan kesehatan dalam proses involusi (Saraswati, 2010) Variabel pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap proses involusi uterus tetapi berkaitan dengan status sosial ekonomi, hal tersebut berkaitan dengan pendapatan dan daya beli terhadap kebutuhan hidup sehari – hari seperti makanan pokok yang akan berdampak pada status gizi Pekerjaan terkait dengan aktivitas fisik, semakin berat tingkat aktivitas fisiknya maka semakin berpengaruh pada kondisi tubuhnya. Responden yang mengalami subinvolusi ini juga adalah responden yang berusia lebih dari 35 tahun. Sehingga dengan usia yang lebih tua dan pekerjaan yang lebih berat menyebabkan kondisi fisik mereka juga menurun sehingga menurunkan kemampuan untuk involusi dengan normal. Paritas mempengaruhi proses involusi uterus. Paritas pada ibu multipara cenderung menurun kecepatannya dibandingkan ibu yang primipara karena pada primipara kekuatan kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus teraba lebih keras, sedangkan pada multipara kontraksi dan retraksi uterus berlangsung lebih lama begitu juga ukuran uterus pada ibu primipara ataupun multipara memiliki perbedaan sehingga memberikan pengaruh terhadap proses involusi. Sampai dengan paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil. Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot – otot rahim selama 9 bulan kehamilan (Saraswati, 2010). Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus tidak berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan lamanya proses pemulihan organ reproduksi (involusi) pasca salin. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa paritas ibu memengaruhi lamanya pengeluaran lokia, semakin tinggi paritas semakin cepat proses pengeluaran lokia. Akan tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin multipara cenderung sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi berjalan lebih lambat 3. Hubungan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Dengan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas Hasil penelitian menunjukkan kesesuaian antara fakta dilapangan dengan teori yang menunjukkan bahwa Pada ibu post partum terjadi perubahan pada alat kandungan dan juga banyak otot otot pada uterus mengalami peregangan akibat kehamilan. Pengembalian otot ini sangat penting segera dilakukan, salah satu caranya dengan melakukan mobilisasi dini. Apabila tidak melaksanakan maka kontraksi otot pada uterus lambat dan kurang baik. Kontraksi uterus yang jelek sangat memungkinkan akan mengalami trombosis, degenerasi pada uterus dan endometrium yang lambat, sehingga pembuluh darah menjadi beku dan bermuara pada bekas implantasi plasenta. Hal ini juga menyebabkan pengeluaran lochia yang berjalan lambat sehingga menyebabkan masa nifas yang berkepanjangan (Prawiroharjo, 2006). Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal ini esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi. Mobilisasi dini merupakan kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbing selekas mungkin berjalan (Nurlaila, 2013). Mobilisasi dini sangat diperlukan ibu nifas agar ibu merasa lebih sehat dan kuat, dapat segera mungkin untuk merawat bayinya, mencegah trombosis dan trombo emboli, melancarkan sirkulasi darah, mencegah terjadinya infeksi masa nifas, kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri menjadi keras maka resiko terjadinya perdarahan dapat dihindarkan. Bila ibu tidak melakukan mobilisasi dini dapat beresiko mengalami peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh, perdarahan yang abnormal dan Involusi uterus yang tidak baik, dengan tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan mobilisasi dini dengan involusi uteri pada ibu nifas di BPM Hj. Titik Rahmawati, SST Desa Leminggir Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. SARAN 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Perlu dilakukan tindak lanjut dengan cara pengadaan penyuluhanpenyuluhan kesehatan, petugas hendaknya mampu memberikan bimbingan pada ibu nifas untuk melakukan mobilisasi dini guna kelancaran involusi uteri dan keselamatan masa nifas. 2. Bagi Responden Menerapkan mobilisasi dini, menyusui bayinya dengan on demand, perawatan hygiene, penguatan nutrisi selama mnjalani perawatan masa nifas DAFTAR PUSTAKA Anggraini, 2010. Asuhan kebidanan masa nifas. Yogyakarta. Pustaka Rihama Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta. EGC Cholid Narbuko dan Abu Achmad, 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta. Bumi Aksara Handrawan. Nadesul. 2010. Cara Sehat Selama Hamil. Jakarta. Pustaka Pembangun Swadaya Masyarakat Hidayat, A.A. 2010. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika Manuaba, IGB. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Prawiroharjo, 2006. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika Saraswati, 2014. Perbedaan Efektivitas Senam Nifas Dan Mobilisasi Dini Terhadap Involusi Uterus.