POLA TARIF JASA MEDIS PELAYANAN TIM TERAPI GIZI DAN

advertisement
Draft pola tarif
POLA TARIF JASA MEDIS
PELAYANAN TIM TERAPI GIZI
DAN DOKTER SPESIALIS GIZI KLINIK
Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia
(PDGKI)
Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia
Jakarta, 2013
Pola Tarif Jasa Medis PelayananTimTerapiGizi dan Dokter Spesialis Gizi Klinik
Edisi pertama, --- Jakarta, 2013
I …..+ …… halaman
21 cm X 29,74 cm
Balai Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI), Jakarta 2013
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam terbitan (KDT)
Bibliografi
ISBN……….
Penerbit:
Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia
d/a Departemen Ilmu Gizi FKUI
Salemba no 6,
Jakarta 10430
Telepon/Fax: 62-21-3142889
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan
cara dan bentuk apapun juga tanpa seizin tim penyusun dan penerbit
Kata Pengantar
Pelayanan gizi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS) atau di dalam
masyarakat. Pelayanan ini meliputi dua pelayanan yang terkait erat yaitu pelayanan gizi klinik
(clinical nutrition service) dan pelayanan penyelenggaraan makan (hospital food service).
Pelayanan gizi klinik diselenggarakan oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik (Dr SpGK) dalam
bentuk konsultatif atau dalam bentuk pelayanan Tim Terapi Gizi (TTG), sedangkan pelayanan
penyelenggaraan makan meliputi pengadaan, produksi, distribusi makanan pasien yang
diselenggarakan oleh Unit Produksi Makanan (UPM).
Kelancaran pelayanan gizi klinik, penyediaan formula diet/makanan sesuai dengan terapi gizi
yang dibutuhkan pasien, perlu ada kebijakan yang mengatur pembiayaan formula, pangan
fungsional dan makanan individual yang dibayar sesuai tarif formula/makanan RS. Dengan
demikian preskripsi individual pasien sesuai kondisi pasien dapat terlaksana. Selain itu, pada
pelayanan gizi klinik yang merupakan sistem pelayanan TTG diperlukan pengaturan jasa medik
dan remunerasi paramedik, pembiayaan sarana dan prasarana diagnostik medik gizi klinik.
Atas dasar tersebut diatas Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI)
mempunyai tangung jawab untuk mempersiapkan pola dasar perhitungan jasa medik pelayanan
TTG, tarif jasa medik dan remunerasi paramedik yang merupakan panduan perhitungan tariff
pelayanan TTG, dan jasa medik bagi pelayanan gizi rumah sakit/klinik yang perlu disesuaikan
dengan kondisi RS/klinik masing-masing.
Buku ini masih perlu disempurna, asupan berbagai pihak sejawat sangat dibutuhkan.
Jakarta, September 2012
Tim Penyusun
Surat Keputusan PP-PDGKI
No. …………………….
Tentang
Tim Penyusun Pola Tarif Jasa Medis
pelayanan Tim Terapi Gizi dan Dokter Spesialis Gizi Klinik
Pelindung
: Prof Dr dr Abdul RazakThaha, MSc, SpGK
Penasehat
: dr Dini Latief, MSc, SpGK
Tim Penyusun
Ketua
Wakil Ketua
Anggota
: Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK
: dr. Niken Puruhita, M.Med,Sc, SpGK
: Dr. dr. Meilani Kumala, MS. SpGK
dr. Victor Tambunan, MS, SpGK
dr. Ida Gunawan, MS, SpGK
dr. Cindyawati, MS, SpGK
Dr dr. Gaga Irawan Nugraha, M.Gizi, SpGK
dr. Elvi Manurung, MS, SpGK
dr. Tirta Prawita Sari, MSc., SpGK
DAFTAR ISI
No
hal
Kata Pengantar
Sambutan ketua Ikatan Dokter Indonesia
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan dokter spesilasi gizi klinik
Surat keputusan Tim penyusun
Daftar Isi
Latar Belakang
Tarif pelayanan gizi rumah sakit
Tarif jasa medik Dokter Spesialis Gizi Klinik
Penutup
LATAR BELAKANG
Masalah gizi masyarakat yang kompleks, malnutrisi akibat kurang atau tidak seimbangnya
asupan nutrien, meningkatnya kebutuhan akibat penyakit infeksi merupakan masalah yang belum
dapat diatasi. Disisi lain, perubahan pola makan dan hidup mengakibatkan penyakit non infeksi
seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskuler dan dampak gizi
salah meningkat secara tajam. Hal ini akan menambah tingkat kesulitan dalam manajemen terapi
gizi. Agar dapat memberi pelayanan yang adekuat, efektif dan efisien, pelayanan medik gizi
klinik oleh dokter spesialis Gizi Klinik dan sistem penyediaan diet pasien yang professional
mutlak dibutuhkan. Disamping itu, masalah gizi perlu terdeteksi secara dini, untuk mencegah
komplikasi menurunkan masa dan biaya perawatan yang menjadi beban masyarakat dan rumah
sakit
Pelayanan Dokter Spesialis Gizi Klinik (Dr SpGK) baik dalam bentuk sistem pelayanan TTG
maupun praktek pribadi telah berlansung di sejumlah layanan masyarakat dan rumah sakit.
Untuk mendukung kelanjutan pelayanan ini perlu ada pola pentarifan yang sesuai dengan
pelayanan yang diberikan. Selain jasa medik pelayanan, pembiayaan penyediaan makanan,
formula khusus, pangan fungsional merupakan faktor penentu terpenuhinya preskripsi gizi
pasien di mayarakat dan rumah sakit (RS).
Sejalan dengan akan diberlakukannya pendanaan pelayanan kesehatan melalui Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, perlu adanya pola pentarifan jasa medik Dr SpGK, jasa
pelayanan TTG, dan remunerasi jasa pengawasan penyediaan makanan/formula makanan pasien.
Agar dapat tercapainya pelayanan yang berkesinambungan selain pola tarif jasa medik, jasa
pelayanan TTG, juga perlu didukung oleh dasar biaya makan yang terpisah secara individual dari
tarif ruang rawat.
Atas dasar tersebut, Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) sebagai
organisasi profesi perlu menyusun pola tarif pelayanan TTG, konsultatif dan tindakan medik
pelayanan Gizi Klinik, dengan mengacu kepada kompetensi spesialistik yang diberikan kepada
pasien.
I. Tarif pelayanan gizi rumah sakit
Dalam rangka menunjang kegiatan pelayanan gizi klinik, perlu adanya anggaran memenuhi
pembiayaan makan pasien atau formula terapi gizi, jasa medik, jasa pelayanan TTG. Tersedianya
makanan pasien dan formula terapi sesuai kebutuhan individu pasien diperlukan upaya
pengawasan/supervisi dokter dengan keahlian khusus. Untuk tenaga/jasa pelayanan TTG dan
jasa pengawasan makanan pasien, maka selain jasa medik perlu memperoleh basic salary.
Salary ini diperoleh dari sektor pelayanan RS baik RS pemerintah atau swasta dasar anggaran RS
atau dibayar oleh pihak ketiga (perusahaan atau asuransi atau BPJS) untuk pelayanan gizi klinik.
Besarnya jasa pelayanan atau basic salary diperhitungan berdasarkan proporsi biaya makan.
Sedangan jasa medik diperhitungkan berdasarkan bobot/point keahlian, waktu, dan beban kerja.
1. Tarif makan pasien dan formula terapi gizi.
Sampai saat ini, pendanaan penyediaan makanan pasien rawat inap dibebankan pada anggaran
belanja rumah sakit berdasarkan usulan Departemen/Instalasi/Bagian/Unit Gizi RS. Biaya makan
pasien dimasukkan dalam tarif penggunaan kamar perawatan. Penggabungan biaya makan
dengan biaya perawatan dengan formulasi makanan standar rumah sakit sulit dapat mencapai
target terapi gizi secara individual. Dengan kemajuan IPTEK bidang kedokteran dan gizi, kini
tersedia berbagai formula enteral maupun parenteral yang telah banyak digunakan sebagai
substitusi atau pengganti sementara makanan. Pemberian formula atau zat gizi ini yang
disubstitusikan ke dalam makanan pasien tidak dapat diterapkan sama untuk setiap pasien.
Walaupun sudah membayar biaya kamar termasuk makan, pasien masih harus membayar resep
formula gizi baik sebagai pengganti atau substitusi makanan yang diperlukan, dengan memberi
resep ke apotik, demikian pula apabila pasien mendapat nutrisi parenteral karena dipuasakan.
Atas dasar tersebut perlu diupayakan perhitungan biaya makan pasien dengan tarif
makanan sesuai kondisi pasien. Seperti halnya obat-obatan, makanan pasien baik racikan RS,
formula enteral, maupun parenteral merupakan bagian dari pengobatan pasien. Karena itu, harus
dapat dimasukkan dalam biaya pengobatan yang ditanggung pihak ketiga (perusahaan tempat
kerja, asuransi, atau pemerintah/SJSN) atau dibayar sendiri oleh pasien terpisah dari biaya ruang
rawat.
Tarif pelayanan makan gizi pasien rumah sakit, yang diperhitungkan untuk
1.
Bahan dan pengolahan makanan atau formula racikan enteral yang dihitung berdasarkan
unit cost ditambah biaya overhead yang disesuaikan dengan kualitas bahan atau formula
2.
Remunerasi skrining gizi dilakukan oleh perawat dan atau dietisien serta pelayanan medik
termasuk supervisi medik diperkirakan besarnya sesuai dengan kebijakan masing-masing
RS. Diperkirakan sekitar 10 % dari unit cost yang ditambahkan dalam perhitungan tarif
makan pasien, yang merupakan dasar untuk dibayarkan sebagai basic salary dan insentif
atau remunerasi jasa pelayanan TTG sesuai proporsi tanggung jawab dan kompetensi serta
alokasi dana atas kesepakatan masing2 Tim di RS
3.
Harga makan pasien adalah ad 1 ditambah ad 2.
2. Tarif Jasa medik dokter Spesialis Gizi Klinik
Dokter SpGK, dalam pelayanan medik dikategorikan sebagai spesialis penunjang. Peran utama
dalam pelayanan gizi klinik adalah preventif dan kuratif, disamping promotif dan rehabilitatif.
Untuk pencapaian pelayanan gizi yang optimal perlu dilakukan pelayanan secara aktif dengan
melaksanakan berbagai kegiatan meliputi :
a. Menapis (skrining) pasien yang bermasalah gizi (sesuai kriteria)
b. Assessment (penilaian), pemantauan, dan evaluasi terapi gizi atau penyesuaian terapi gizi
bagi pasien berisiko malnutrisi
c. Pengawasan atau re-skrining setiap 3-5 hari bagi pasien yang semula tidak bermasalah gizi
d. Konsultasi pasien rawat jalan atau pasien perawatan yang belum memenuhi kriteria dalam
penapisan/skrining gizi.
e. Konsultasi dan Konseling bagi pasien pasca pantau dan pasca perawatan
f. Pemeriksaan penunjang dan pelayanan diagnosis khusus (sesuai dengan kondisi RS dan
peralatan yang tersedia)
Untuk kesinambungan pelayanan GK perlu adanya kebijakan peraturan tarif jasa medik SpGK,
yang terpisah dari basic salary untuk pelayanan TTG dan pengawasi makanan pasien, Jasa
medik dokter SpGK diperhitungkan berdasarkan pelayanan TTG (Dr SpGK, atau Dr mempunyai
kompetensi bidang gizi klinik, Dietisien, Perawat dan administrasi).
Jasa pelayanan medik Gizi Klinik, merupakan jasa penatalaksanaan terapi gizi (assessment,
penyesuaian terapi gizi, preskripsi gizi, pemantauan, dan evaluasi), jasa medik bagi pasien yang
berisiko malnutrisi atau malnutrisi. Jasa medik dibagi dalam dua jenis jasa (1) Jasa medik
assessment gizi lanjut pasien bermasalah gizi serta penyesuaian terapi gizi dan preskripsi gizi,
jasa medik ini sesuai tarif satu kali tarif konsultasi, (2) Jasa medik pemantauan dan evaluasi gizi.
Dengan demikian pola tarif pelayanan gizi rumah sakit dapat dibagi menjadi 3 pola utama yaitu :
1. Basic salary pelayanan Gizi Klinik adalah salary yang dibayarkan untuk
Pelayanan TTG untuk diskusi, pengawasan/ supervise makanan, penilaian skrining dan
manajemen. Diperhitungkan berdasarkan beban kerja pengawasan dan tanggung jawab
merupakan 80% dari remunerasi biaya makan (10% dari unit cost makanan pasien) dengan
asumsi biaya makan/terapi gizi perkasus antara Rp. 30.000,-- perhari. Dengan jumlah 100
pasien per SpGK ( 3 juta,- perhari kali 10% kali 80%) = Rp. 300.000,- kali 80% per hari =
Rp 240.000,- kali 30 hari ≈ Rp. 7.500.000,- perbulan
2. Jasa medik bagi Dr SpGK adalah :
1. Jasa atas terapi gizi pasien rawat inap bagi pasien bermasalah gizi, jasa konsultatif, jasa
konsultasi medik di poli/klinik gizi, pasien rawat jalan dan rawat inap baik oleh sejawat
2. Jasa medik Dr SpGK untuk interpretasi hal pemeriksaan medik
3. Jasa tindakan medik gizi klinik
Perhitungan Jasa Medik
Tarif PDGKI mengacu pada rujukan Prof Dr Padmo Sundjaya, SpBS (K)
Cara menghitung :
I Sistim perhitungan yang diusulkan harus memperhatikan seluruh faktor yang mempengaruhi
kinerja dokter dalam memberikan pelayanan:
1.
Setiap faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan diberi angka sesuai dengan tingkat
beban kerja.
2.
Pada setiap pelayanan, semua faktor yang berperan dalam pelayanan ditentukan angkanya
sesuai dengan pembebanan.
3.
Setiap pelayanan, angka-angka dari setiap faktor yang berperan dijumlah menjadi total skor
untuk pelayanan tersebut
4.
Total Skor dikalikan dengan satuan uang akan menjadi biaya yang merupakan hak dokter.
5.
Dengan demikian dapat ditentukan biaya sebenarnya, bukan perkiraan berapa layaknya
penerimaan dokter didaerah tertentu hasil jajak pendapat yang tidak berdasar rasio.
Perhitungan yang rasional dan proporsional dapat menghasilkan hak dari dokter yang
mempunyai kekuatan dalam bernegosiasi tentang hak dokter terkait dengan beban kerja
pelayanan kesehatan.
II. Satuan uang yang dijadikan perkalian seluruh Indonesia berbeda, akan tetapi hak dokter
tetap proporsional dan rasional karena skornya tetap untuk setiap penyakit. Satuan dapat berubah
sesuai dengan :
a.
Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pusat atau Daerah dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
b.
Laju Inflasi
c.
Daya beli lokal
d.
Persetujuan Perhimpunan Profesi.
e.
Satuan uang pengali skor ditetapkan bersama dengan Perhimpunan Profesi dibedakan :
f.
Pemeriksaan pertama (assessment gizi awal)
g.
Visite biasa tanpa evaluasi data-data baru (pemantauan atau visit kedua, minimal tiap 2 hari)
h.
Pemeriksaan ulang baik berupa follow up yang berupa penilaian keadaan penderita dan
pemeriksaan tambahan sebagai akibat perubahan keadaan penderita (visit ketiga)
i.
Tindakan dapat berupa :
 Tindakan diagnostik pada pemeriksaan penunjang
 Tindakan pengobatan khusus
III. Faktor yang mempengaruhi kinerja dinilai dalam menentukan total skor, terdiri atas empat
faktor (F1-4), khusus untuk faktor kedua (F2) masih dirinci dengan subfaktor 1 dan 2.
1.
Faktor kualifikasi pelayanan kedokteran ( F1)
a. Non dokter
b. Dokter Umum
c. Dokter spesialis sampai 6 semester
d. Dokter spesialis 7-10 semester
e. Dokter spesialis >10 semester.
Dokter yang masih dalam masa pendidikan spesialis dihitung sebagai dokter umum .
Tenaga pelayanan kesehatan ini dibedakan sesuai dengan pendidikannya.
2.
Tingkat kesukaran (F2). Dalam hal ini tingkat kesukaran dibagi dalam 2 subfaktor, yang
pertama pelayanan dikerjakan oleh tenaga kesehatan minimal kualifikasi ijazahnya D3,
yang kedua adalah tingkat kesulitan lain yang dapat diukur, yaitu yang berkaitan dengan
cara tindakan. Tindakan tingkat pertama dapat dianalogikan dengan pemeriksaan memakai
alat sebagai bagian dari kemajuan teknologi seperti pemeriksaan EKG, EMG, EEG, alat
diagnostik atau alat yang senilai, body composition (BIA)
2.1. Tingkat Pencapaian Kompetensi (F2.1) :
a.
Bisa dilakukan non-dokter
b.
Bisa dilakukan dokter umum
c.
Harus dilakukan spesialis
d.
Harus dilakukan spesialis dengan pendidiksn khusus
e.
Harus dilakukan beberapa jenis spesialis secara kelompok
2.2 Kaitan dengan tindakan (F2.2) :
Tanpa tindakan
Tindakan sederhana
Tindakan dengan alat khusus atau monitoring
3.Tanggung Jawab (F3)
Faktor ini dimasukkan untuk menghitung stress yang diderita oleh pemberi pelayanan kesehatan.
Usai memberi pelayanan, pasien dapat dilupakan berarti tidak ada stresss, sebaliknya bila kita
masih harus menunggu atau mengawasi sesudah memberi pelayanan berarti ada stressor.
Selanjutnya bertahap tergantung dari tanggung jawab yang ada, stress pun meningkat.
3.1.
Tak memerlukan pengawasan pasca pelayanan
3.2.
Perlu pengawasan sederhana
3.3.
Dalam 24 jam pertama harus mengawasi dan waspada.
3.4.
Masuk ICU/HCU dan penderita harus dipantau khusus
4. Waktu (F4)
Lama pelayanan merupakan beban yang harus dipertimbangkan. Undang-undang mengatur kerja
terus-menerus tidak boleh melebihi 8 jam, dengan demikian disusun pengelompokan berdasar
waktu sebagai berikut :
Pelayanan tindakan
Pelayanan non tindakan
Tindakan diagnostik, pengobatan dan Konsultasi spesialis gizi untuk setiap 30 menit diberikan
skor 5.
IV Pertimbangan skor
Pertambahan skor dalam tiap faktor dapat berupa deret hitung, dalam hal ini diterapkan pada
faktor Kualifikasi dan Waktu. Perkalian dengan angka tertentu ( dua atau tiga ) dipergunakan
pada faktor Kesulitan dan Tanggung Jawab ( Faktor 2 dan faktor 3 ). Dalam faktor Kesulitan
dipertimbangkan ekstra skor terhadap adanya penyulit, tiap 30 menit waktu kerja diberikan
angka (skor) 5
C Menentukan total skor kita mngacu pada tabel perhitungan skor sebagai berikut.
Tabel Perhitungan Skor :
F1 : KUALIFIKASI ( Deret Hitung )
Non dokter
5
Doktet Umum
10
Dokter spesialis sampai 6 semester
15
Dokter spesialis 7-10 semester  Gizi Klinik
20
Dokter spesialis >10 semestr
25
F2 : TINGKAT KESULITAN dibagi 2 sub faktor
F2.1. : Pencapaian Kompetensi
Bisa dilakukan non-dokter (contoh analisis asupan)
5
Bisa dilakukan dokter umum (contoh perhitungan kalor)
15
Dilakukan oleh dokter spesialis
45
Dilakukan spesialis dengan pendidikan khusus (K)
90
F2.2.: Pelayanan Memerlukan bantuan
Pemeriksaan memakai tanpa alat Khusus
5
Pemeriksaan memakai alat Khusus ( BIA, Kalorimetri
indirek,dll)
15
Dalam faktor tingkat kesulitan dipertimbangkan adanya penyulit yang timbul dalam pelayanan,
pemberian untuk kelompok ini mengacu pada skor pada kelompok tingkat kesulitan F2.1 yaitu :
Tingkat Penyulit
Skor
Penyulit Ringan
F 2.1 x 10 %
Penyulit Sedang (kosultasi gizi: MST skor ≥3)
F 2.1 x 25 %
Penyulit Berat
gizi diagnosis ≥2 penyakit
F 2.1 x 50 %
F3 : Tanggung Jawab ( Perkalian angka 3 dan 2 )
Tak perlu pengawasan pasca tindakan
5
Perlu pengawasan sederhana  Gizi Klinik
15
Modifikasi dari sistim ini harus dibuat untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya penunjang
diagnostik meupun penunjang tindakan seperti :
- Pelayanan Radiologi
- Pelayanan Pathologi klinik
- Pelayanan Pathologi Anatomi
- Pelayanan Anestesi
- Pelayanan Gizi Klinik
Untuk Spesialis konsultasi gizi dikenal satu jenis pelayanan analisis asupan dan konseling
diberikan kepada 1 pasien setara dengan 4 pasien spesialis lain. Untuk ini diciptakan suatu faktor
tambahan sebagai pengganti tingkat kesulitan F 2.2,
Pelayanan 1 – 4 orang pasien
5
Pelayanan s/d 10 orang pasien
10
Pelayanan sd 20 orang pasien
20
Pelayanan > 20 orang pasien
40
Setiap pelayanan dihitung skor dari tiap faktor, kemudian dijumlahkan maka didapat total skor
untuk pelayanan tersebut.
Konsultasi dokter ( Umum dan spesialis bisa dilihat pada tabel berikut :
Keterangan
F1
F2.1
F2.2
F3
F4
Jumlah
Pemeriksaan dokter umum
10
15
5
-
5
35
Pemeriksaan spesialis Gizi Klinik
20
45
5
30
10
120
Untuk Spesialis Penunjang berlaku ketentuan :
-
Segala Tindakan, perhitungan biaya dokter yang mengerjakan dapat dihitung sesuai dengan
sistim diatas.
-
Untuk pemeriksaan-pemeriksaan rutin yang tidak dikerjakan dokter dan dokter hanya
membuat ekspertise, dapat diusulkan biaya dokter dapat dihitung dari prosentase total biaya
atau prosentase dari harga jual. Contoh adalah pemeriksaan foto thorax yang ditentukan oleh
PDSRI, untuk SpGK remunerasi superfisi menu, formula, dan pembuatan preskripsi :
persentase dari biaya makan
-
Dibedakan antara pemeriksaan yang memerlukan tanggung jawab atau sangat berarti dalam
menentukan prognosa penderita
Untuk Patologi anatomi dan Patologi Klinik :
- Biaya pelayanan harus mendapat kendali dari perhimpunan
- Dapat dimungkinkan adanya perbedaan skor untuk pelayanan yang berbeda :
1. Pemeriksaan rutin
2. Pemeriksaan ulangan yang bersifat verifikatif
3. Pemeriksaan yang memerlukan beberapa pendapat dokter ahli atau pewarnaan ulang
4. Hasil pemeriksaan menjadi penentu nasib penderita.
i.
Cara sederhana menentukan satuan uang di suatu daerah, misalnya jakarta:
Praktek spesialis di Jakarta rata-rata Rp. 150.000,- per pasien, shingga bila praktek dokter
spesialis skornya 75 maka satuan uangnya menjadi Rp.2.000,-. Dengan demikian praktek dokter
umum dengan skor 30 menjadi Rp. 60.000,-.
Hasil diskusi dengan kelompok spesialis di Jakarta didapatkan satuan uang untuk Jakarta :
-
Praktek Rp. 2.000,-
-
Tindakan diagnostik Rp. 2000,- s/d Rp. 5.000,-
-
Tindakan Pengobatan non bedah : Rp. 5.000,- s/d Rp.10.000,-
-
Tindakan Bedah : Rp.20.000,-
Diharapkan masing-masing daerah menentukan sendiri satuan uang dengan kontrol kebijakan
yang telah disebutkan yaitu :
-
Peraturan Pemerintah pusat atau Daerah
-
Laju Inflasi
-
Daya Beli Daerah
-
Perhimpunan Profesi
Perhitungan point untuk tarif Dokter Spesialis Gizi Klinik :
GIZI KLINIK
Jenis Tindakan
F.1
F2.1
F2.2
F.3
F.4
Jumlah
Score
120
120
85
260
260
Konsultasi SpGK
20
45
30
15
10
Assessment awal atau reassessment TTG
20
45
30
15
10
Pemantauan TTG (visit ulang)
20
45
15
5
Interpretasi BIA
25
180
30
15
10
Interpretasi Kalorimetri Indirek
25
180
30
15
10
Interpretasi penilaian respon alergi terhadap
25
180
30
15
10
260
makanan (Immuno Cap)
Interpretasi status anti oksidan
25
180
30
15
10
260
Tindakan Insersi pipa makanan
25
180
30
15
10
260
Catatan kegiatan konsultasi/TTG Awal terdiri dari
F1
7 – 10 semester
skor 20
F1
Interpretasi tambahan pendidikan 1 semester
skor 25
F2.1 kompetensi SpGK
skor 45
F2.1 Kompetensi pemeriksaan / interpretasi khusus
skor 180
F 2.2 konsultasi (tingkat kesulitan = diagnosis + Terapi + Preskripsi )
skor 30
Pemantau TTG (visit ulang)
skor 30
F 3 konsultasi pengawas TTG tanpa alat
skor 15
F4
Waktu konsultasi kurang dari 4 jam setiapn 30 menit
skor 5
Waktu TTG kurang dari 4 jam setiap 15 menit = 5 butuh 30 Menit
skor 10
Satuan skor ditentukan sesuai kebijakan pemerintah /pimpinan RS (di usulkan antara Rp1250,- sp
5000,- per skor)
Perhitungan skor Tarif Jasa medik SpGK untuk SJSN (kelas 3) .
Rp 150.000 : 120 per skor Rp 1250
Konsultasi
= skor 120 X Rp 1250
Rp 150.000,- per pasien per kali
TTG awal
= skor 120 X Rp 1250
Rp 150.000,- per pasien per kali
Pemantauan TTG = skor 85 X Rp 1250
Rp. 106.250,- per pasien per kali
Reassessment TTG = skor 120 X Rp 1250
Rp 150.000,- per pasien per kali
Tarif Jasa medik ada SpGK, Non SJSN disesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit skor
antara Rp. 1250 sampai Rp 5000 per skor: diagnostic Rp. 5000, perskor
Bagi RS yang belum tersedia SpGK, adalah sesuai tarif Dokter Umum atau Dr Keluarga
4 Penutup
Usulan tarif jasa medik dapat merupakan pertimbangan BPJS, rumah sakit pengguna jasa
Dokter Spesialis Gizi Klinik dan asuransi untuk menetapkan jasa pelayanan gizi yang
memadai untuk pelayanan
Download