LUSI PRO, Baterai Berbahan Lumpur Lapindo Sidoarjo Tempo.co | Minggu, 12 Ags 2012 | Batu baterai AA 1,5 volt berwarna hitam dan biru itu terlihat seperti baterai biasa. Bahkan terkesan murahan seperti batu-batu baterai buatan Cina yang banyak dijajakan di pinggir jalan sekitar pertokoan elektronik. Mereknya tentu saja belum terkenal. Bergambar lautan lumpur dan geledek berwarna biru, tulisan Lusi Pro dicetak tebal. “Isinya dari lumpur Sidoarjo,” kata Aji Christian Bani Adam. Pengunjung pameran Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-17 di gedung Sasana Budaya Ganesha, ITB, yang baru tahu isi baterai itu pun berkerumun. Mereka yang penasaran bertanya seperti wartawan. Walau lelah menunggui stan sejak 8-11 Agustus 2012 dari pagi hingga sore sambil berulang-ulang menjelaskan baterai itu ke banyak orang, Aji tetap semangat dan tersenyum. Kementerian Riset dan Teknologi menobatkan inovasi batu baterai itu sebagai juara kedua di kompetisi Technopreneurship Pemuda 2012. Juara pertama diraih Juragan Kapal dari Universitas Indonesia, yang menawarkan teknologi pelat datar untuk lambung kapal. Sementara juara ketiga adalah tim dari Universitas Gadjah Mada, yang membuat Microbubble Generator untuk menghasilkan air bersih pada pembudidayaan ikan air tawar. Ketiga karya juara itu termasuk 20 inovasi terbaik dan dinilai siap dipasarkan dari total 130 ajuan proposal lomba. Kepala Bidang Diseminasi Iptek Industri Kecil dan Menengah Kemenristek, Adawiah, mengatakan, pemerintah akan memberi uang kepada masing-masing tim sebesar Rp 50 juta. "Sebagai stimulasi dan bantuan memulai usaha mereka," katanya. Gagasan membuat batu baterai itu muncul ketika Aji ikut Olimpiade riset di Jakarta pada Desember 2011. Mahasiswa jurusan Kimia Murni Universitas Negeri Semarang angkatan 2007 itu melihat karya peserta lain yang membuat batu baterai bertenaga bengkoang. Ia kemudian memikirkan sumber energi lain untuk batu baterai yang akan dibuatnya. Ia pun teringat tragedi semburan lumpur PT Lapindo Brantas di Sidoarjo. “Selain mengenaskan, lumpur Lapindo enggak ada pemanfaatannya,” kata dia. Bersama Umarudin, rekannya di Jurusan Biologi Murni angkatan 2008; Oki Prisnawan dari Fakultas Ekonomi; dan Yoga Pratama, mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang; mereka mencari data riset dan pemetaan kandungan kimia lumpur. “Ternyata kandungan mangan dan zinc lumpur itu cukup besar,” katanya. Zinc paling tinggi berada di pusat semburan lumpur, daerah bekas tol Porong yang terendam lumpur, daerah genangan di Desa Jatianom dan Desa Panjerokan, Sidoarjo, Jawa Timur. Adapun mangan berada di daerah bekas tol Porong, Desa Panjerokan, dan Desa Renokenongo. Aji mengambil lumpur mulai dari kedalaman setengah meter. Lokasinya di tepian danau lumpur agar mudah. Lumpur itu kemudian mereka olah secara bertahap dan diekstrak di laboratorium kampus hingga hanya tersisa mangan dan zinc. Kedua bahan itu kemudian diekstrak menjadi pasta bersama cairan lumpur. Mereka mengalami kesulitan pada proses tersebut. “Sebab, tidak ada panduannya, sehingga kami harus terus coba-coba sampai mendapatkan formula yang tepat,” kata Aji. Komposisi ekstraksi pasta yang mereka dapat, yaitu 60 persen lumpur dengan 40 persen mangan serta 30 persen lumpur dengan 70 persen zinc. Pasta yang berfungsi sebagai elektrolit atau pengantar arus listrik pada baterai kering itu terdiri dari mangan dioksida (MnO2), amonium klorida, dan seng (zinc) klorida. “Kalau pasta itu habis, batu baterai AA mati,” katanya. Pasta lumpur kemudian dipakai Aji dan Umarudin untuk mengisi kembali elektrolit yang habis itu. Kerja mereka sejak Januari lalu berhasil. Baterai Lusi bisa dipakai untuk menyalakan senter kecil. Mereka lalu mengadu kekuatannya dengan sebuah batu baterai merek terkenal serta tiga baterai impor dari Cina dan Jepang yang beredar di pasaran. Sepasang dari masing-masing batu baterai itu dipakai untuk menyalakan senter secara bersamaan. “Daya pakai baterai Lusi sama seperti baterai yang sudah terkenal, bisa nyala sampai lima jam nonstop,” kata Aji. Lusi juga mengungguli baterai buatan Cina. Sedari awal, ujarnya, mereka berniat mengurangi limbah batu baterai. Karena itu, inovasi mereka memakai batu baterai bekas pakai yang dibuang. Tinggal membuka lapisan pembungkus baterai lalu mengisi pasta, baterai bekas itu ditutup lagi dengan mesin penekan, setelah itu ditempeli stiker. Nantinya, bisnis mereka akan meneruskan langkah itu. Pembeli baterai Lusi Pro dibujuk untuk menukarkan baterai bekasnya dengan yang baru. Ganjarannya berupa potongan harga baterai baru sebesar 10 persen. “Harus empat baterai juga seperti pak yang nanti kami jual seharga Rp 10 ribu,” katanya. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Baterai Lithium Keramik Padat untuk Mobil Listrik KOMPAS.com | Senin, 1 Juni 2009 | Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan baterai lithium berbahan keramik padat yang lebih tahan panas untuk digunakan pada kendaraan masa depan berbahan bakar listrik fuel cell. "Baru LIPI yang sudah berhasil mengembangkan baterai lithium dari komposit material gelas keramik di dunia ini, seperti dari pecahan kaca. Dengan demikian sistem fuel cell tidak lagi memerlukan sistem pendingin," kata Peneliti Material dan Komposit Pusat Penelitian Fisika LIPI, Dr Bambang Prihandoko di Jakarta, Senin (1/6). Dunia mobil hibrida sampai saat ini, lanjut Bambang, masih menggunakan baterai lithium dari polimer padat yang kekurangannya tidak tahan panas, sementara baterai lithium dari keramik mampu menahan panas sampai 200 derajat Celcius sehingga tidak diperlukan sistem pendingin. Sel baterai lithium dari keramik dengan 3,3 Volt dan 200 mili Ampere itu nantinya akan diserikan dan diparalelkan sehingga kemampuannya meningkat untuk mengganti listrik fuel cell selama dua jam bagi kecepatan kendaraan 100 km per jam. Baterai yang dikembangkan pihaknya itu, jelasnya, sudah dalam bentuk prototipe dan sudah dipatenkan sehingga sudah bisa diproduksi secara massal. Ia mengakui, baterai lithium masih belum diujicobakan pada kendaraan listrik fuel cell buatan LIPI (Marlip) yang masih menggunakan aki konvensional (lead acid). "Berat baterai lithium hanya seperlima berat aki. Tahun depan akan kita ganti aki di Marlip dengan baterai lithium ini sehingga Marlip menjadi jauh lebih ringan," katanya. Tanpa baterai lithium, urainya, kendaraan listrik dengan sistem fuel cell tidak bekerja sebagaimana mestinya di mana kecepatan konstan, tidak bisa bergerak lebih cepat. Mobil hibrida yang dilengkapi sistem fuel cell ramah lingkungan, sejak dua dekade belakangan mulai banyak diperkenalkan. Hampir seluruh produsen kendaraan bermotor juga meluncurkan jenis mobil hibrida yang selain menggunakan sumber energi premium, juga menggunakan energi listrik. Saat ini para produsen mobil hibrid sedang berlomba-lomba menciptakan baterai yang aman, bertenaga, tahan lama, ringan, dan cepat diisi ulang sambil memaksimalkan kemampuan baterai lithium-ionnya. Prinsip kerja sistem fuel cell yakni menggunakan proses elektrokimia di mana hidrogen dan oksigen digunakan sebagai bahan bakar. Komponen utama fuel cell terdiri dari elektrolit berupa lapisan khusus yang diletakkan di antara dua buah elektroda. Proses kimia yang disebut pertukaran ion terjadi di dalam elektrolit ini dan menghasilkan listrik serta air panas, sehingga fuel cell menghasilkan energi listrik tanpa adanya pembakaran dan tidak ada polusi. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Bioremedial, Teknologi Pembersih Laut Karya Anak Bangsa KOMPAS.com | Rabu, 18 Agustus 2010 | Tim peneliti Indonesia berhasil mengembangkan teknologi bioremedial yang bisa berguna untuk mengatasi pencemaran di laut. Teknologi tersebut berupa kultur bakteri yang akan menyerap bahan pencemar. Teknologi terbaru ini diperkenalkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada acara temu nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Rabu (18/6/2010). "Saya kaget Indonesia bisa buat ini. Teknologi ini adalah hasil karya anak bangsa dan pertama di dunia. Kalau berhasil, saya akan sebar bakteri ini pertama kali di daerah Timor karena di sana sedang tercemar lautnya," ujar Fadel. Selain diterapkan di laut, teknologi bioremedial juga dapat diterapkan di daerah genangan lumpur Lapindo. Bakteri-bakteri yang dibudidayakan bisa memisahkan lumpur dan air sehingga dapat menjernihkan dan menteralkan genengan lumpur tersebut. "Mikroorganisme ini saat makan minyak menghasilkan semacam liur, nah liur ini yang bisa digunakan untuk menyerap lumpur seperti lumpur di Lapindo," ujar Edison Effendi, salah seorang peneliti bioteknologi dan teknik lingkungan. Setelah lumpur terserap, daerah bekas genangan lumpur dapat ditebar benih ikan. Teknologi ini sudah dikembangkan sejak tahun 1998 oleh tim dari ITB yang bekerja sama dengan Balai Penelitian Kementrian Kelautan dan Perikanan. Bioremedial terdiri dari 100 macam bakteri dan mikroorganisme yang berbentuk seperti serbuk gergaji yang disebar untuk menyerap limbah minyak yang ada di permukaan laut. Dengan sendirinya laut yang tercemar akan bersih. Setelah menyerap ampas minyak, mikroorganisme ini bisa digunakan sebagai makanan ikan laut dan udang. Proses dari ditaburkan hingga menyerap minyak dengan sempurna memakan waktu kurang lebih 1 minggu. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Ilmuwan Berhasil Ciptakan Baterai Seukuran Rambut! Inilah.com | Rabu, 22 Jun 2011 | Peneliti berhasil menciptakan baterai terkecil di dunia. Bahan dasarnya bakteri. Kelvin B. Gregory dan Philip R. LeDuc, profesor Universitas Carnegie Mellon, Pittsburgh, menciptakan baterai terkecil di dunia yang berasal dari bakteri. Energi baterai ini dihasilkan dari sistem pencernaan bakteri yang disimpan dalam pelat emas berukuran mikro. Peneliti mengatakan bahwa baterai seukuran penampang satu helai rambut ini sangat ideal digunakan di perairan laut dalam dan lapisan bumi terdalam, atau tempat tak terjangkau lainnya. Kedua lokasi itu, jika dijangkau alat elektronik dan baterai biasa, pasti akan gagal fungsi. "Baterai ini lebih murah dan lebih bisa digunakan di tempat-tempat yang sulit dijangkau," ujar LeDuc, profesor departemen Ilmu Biologi dan Komputasi. Gregory, asisten profesor Teknik Sipil dan Lingkungan Carnegie Mellon, mengatakan,bakteri dapat menghasilkan biofilm yang secara alami dapat bekerja sebagai senyawa organik bahan bakar. Baterai ini diharapkan dapat menjadi sumber energi baru yang dapat diperbarui, terutama untuk perangkat elektronik atau alat sensor ukuran mikro. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) PowerTrekk Charger Tenaga Air Dari Swedia Beritasatu.com | Jumat, 13 Jan 2012 | Sebuah perusahaan Swedia berhasil menciptakan alat pengisi daya (charger) yang dapat melakukan pengisian ulang gadget dan perangkat elektronik (ponsel, kamera, iPad, Smartphone), dengan menggunakan air. Seperti dikutip dari laman Dailymail, produk yang bernama PowerTrekk ini dirancang untuk orang-orang yang jauh dari jaringan listrik dan tidak memiliki akses ke listrik konvensional di lokasi terpencil. Pengisi daya listrik ini hanya membutuhkan satu sendok makan air untuk memproduksi sekitar 10 jam masa pakai baterai telepon. Alat ini bekerja melalui reaksi kimia. Air bereaksi dengan bahan khusus PowerTrekk yaitu, silisida natrium, untuk menghasilkan gas hidrogen. Silisida Natrium adalah bubuk kimia baru yang telah dikembangkan oleh perusahaan energi Signa Kimia, yang berbasis di New York. PowerTrekk adalah produk komersial pertama mereka yang telah menggunakan natrium silisida. Penemuan baru ini bekerja dengan semua perangkat yang memiliki port USB dan dengan hampir semua jenis air, termasuk air garam. Produk ini pertama kali di pamerkan pada pameran Mobile World Congress di Barcelona tahun lalu. Namun, versi modifikasi dari teknologi ini telah dipamerkan di Consumer Electronics Show (CES) 2012 di Las Vegas. Produk ini dijadwalkan akan meluncur ke pasar Eropa pada bulan Mei atau Juni dengan harga 199 euro (£ 165). Untuk biaya penggantian sel natrium-nya dikenakan biaya 2 euro (£ 1,60). Aakash, Komputer Tablet Murah Seharga 311 Ribu Saja Tempo.co | Rabu, 05 Okt 2011 | India mengumumkan akan segera meluncurkan tablet termurah di muka bumi. Tablet ini disebut Aakash, yang berarti langit, dan dibandrol dengan harga khusus pelajar sebesar US$ 35 atau sekitar Rp 311 ribu. Produksi awal akan dilakukan sebanyak 100 ribu unit, sebelum diproduksi untuk jutaan pelajar dalam beberapa bulan ke depan. "Tidak lama lagi tablet senilai US$ 35 akan dimiliki seluruh anak di sekolah. Tablet ini akan membantu meningkatkan kualitas belajar anak-anak," ujar Menteri Telekomunikasi dan Pendidikan India, Kapil Sibal, seperti dikutip dari Reuters, Rabu, 5 Oktober 2011. Tablet ini telah dikembangkan selama dua tahun. Kementrian Telekomunikasi India menggandeng DataWind, perusahaan kecil yang berbasis di Inggris untuk mengembangkannya. Belum ada penjelasan resmi mengenai spesifikasi yang dimiliki Aakash, namun yang jelas tablet yang dibuat khusus kalangan pelajar ini akan beroperasi dengan OS Android. Namun, mengingat harganya yang terlalu murah, banyak yang sangsi tablet ini bisa berfungsi dengan baik. Begitu pun ada pula yang optimis keberadaan tablet murah ini akan membawa kemajuan terutama bagi pelajar dan proses belajar mengajar di daerah pedesaan . "Kalau mereka bisa memberikan apa yang mereka janjikan, ini akan membawa perubahan yang sangat besar," ujar Bharat Mehra, pakar teknologi komunikasi yang juga pengajar di Universitas Tennessee. India saat ini sedang mengejar Brazil, Cina, dan Rusia, negara dengan perkembangan ekonomi yang serupa dengan negeri asal Shah Rukh Khan ini dalam hal perkembangan teknologi informasi. Meski keadaan ekonomi keempat negara ini serupa, namun penetrasi internet di India masih sangat rendah, yaitu hanya delapan persen dari seluruh penduduknya yang berjumlah 1,2 milyar ini. Bandingkan dengan penetrasi internet di Cina yang mencapai 40 persen. Namun perkembangan teknologi informasi di negara ini pun tergolong cepat, pertumbuhan pengguna internet di India berkembang 15 kali lipat antara 2000-2010. Begitu pula dengan pendaftar baru telepon seluler yang mencapai angka 19 juta tiap bulannya, memposisikan India sebagai negara dengan pertumbuhan pasar terbesar di dunia saat ini. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)