bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lampu Jalan dan Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU)
1. Lampu Jalan
Jalan merupakan bagian dari prasarana transportasi, yang
digunakan untuk keperluan pergerakan orang, barang dan jasa. Untuk
mendukung kinerja jalan, maka dibutuhkan bangunan pelengkap jalan,
salah satu diantaranya adalah lampu penerangan jalan.
Menurut
peraturan No.12/S/BNKT/1991 tentang
Spesifikasi
Lampu Penerangan jalan Perkotaan dan SNI 7391 tahun 2008, bahwa
Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan
yang dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di
bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun ling
kungan di sekitar jalan yang diperlukan, termasuk persimpangan jalan
(intersection),
jalan layang (interchange, overpass, fly over), jembatan
dan jalan di bawah tanah (underpass, terowongan).
Lampu penerangan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang
terdiri dari:
1. Sumber cahaya (lampu/luminer)
2. Elemen-elemen optik (pemantul/reflector, pembias/refractor,
penyebar/diffuser)
3. Elemen-elemen elektrik (konektor ke sumber tenaga/power
supply. dll.)
4. Struktur penopang yang terdiri dari lengan penopang, tiang
penopang vertikal dan pondasi tiang lampu
Adapun
fungsi
dari
lampu
penerangan
jalan
antara
lain;
meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengendara, khususnya
pada malam hari, memberikan penerangan sebaik-baiknya menyerupai
10
kondisi
pada
siang
hari,
keamanan
lingkungan
atau
mencegah
kriminalitas, dan memberikan kenyamanan dan keindahan lingkungan
jalan.
Menurut peraturan dari SNI 2000, penggunaan Lampu penerangan
jalan dalam satuan lux dibedakan menurut kelas jalan, yaitu:
a. Arteri Primer
merupakan jalur jalan penampung kegiatan lokal dan regional, lalulintas dijalur sangat padat, sehingga perlu penerangan jalan yang
optimal. Adapun lux penerangan kelas jalan ini menurut SNI 2000
adalah 50 lux.
b. Arteri Sekunder
Merupakan arteri penampung kegiatan lokal dan regional sebagai
pendukung jalan arteri primer. Dimana kondisi lalu lintas pada jalur
ini cukup padat, sehingga memerlukan jenis lampu yang sama
dengan arteri primer. Adapun lux penerangan jalan ini menurut SNI
2000 adalah 50 lux.
c. Kolektor Primer
Merupakan jalur pengumpul dari jalan lingkungan di sekitarnya
yang akan bermuara pada jalan arteri primer maupun arteri
sekunder. Lux penerangan kelas jalan ini menurut
SNI 2000
adalah 30 lux
d. Kolektor Sekunder
Merupakan jalur pengumpul dari jalan lingkungan di sekitarnya
yang akan bermuara pada jalur jalan kolektor primer, jalan arteri
primer maupun sekunder. Pada jaur jalan ini diperlukan lampu
setingkat dibawah lampu untuk kolektor primer, dimana Lux
penerangan yang dibutuhkan menurut SNI 2000 adalah 30 lux.
e. Jalan Lingkungan
Merupakan jalur jalan di lingkungan perumahan, pedesaan atau
perkampungan. Pada Jalur jalan ini
menurut SNI 2000
membutuhkan lux penerangan sebesar 15 lux.
11
Sedangkan menurut peraturan No. 12/BNKT/1991, bahwa jenis
lampu jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya dapat dilihat
pada table 2.1.
Tabel 2.1. Jenis lampu jalan dan penggunaannya
Jenis
Lampu
Lampu
Tabung
Fluoresc
ent
tekanan
rendah
Lampu
Gas
Mercurie
tekanan
tingi
Lampu
gas
sodium
tekanan
rendah
Lampu
gas
sodium
tekanan
tinggi
Efisiensi
Rata-rata
(Lumen/Watt )
65
Rata-rata
Umur
rencana
(Jam)
10.000
Kekuatan lampu
Biasa digunakan
(Watt)
20, 40
Warna
yang
dihasilkan
Keterangan
Baik
Untuk jalan kolektor dan
local, efisiensi cukup
tinggi, tetapi berumur
pendek, harga biasa
Jenis lampui ni masih
dapat digunakan untuk
hal-hal yang terbatas
Baik
Untuk jalan kolektor, local
dan
persimpangan,
efisiensi rendah sehingga
kurang ekonomis, umur
cukup panjang, ukuran
lampu kecil sehingga
mudah dalam mengontrol
cahayanya, harga biasa
-Jenis lampu ini masih
dapat digunakan untuk
hal-hal yang terbatas
Sangat
buruk
-Untuk jalan kolektor,
local,
persimpangan,
terowongan,
tempat
peristrahatan (rest area),
efisiensi sangat tinggi,
umur cukup panjang,
ukuran
lampu
besar
sehingga sulit
dalam
mengontrol
cahayanya
dan
mereduksi
kesilauan,cahaya lampu
sangat buruk karena
berwarna kuning,
-Jenis
lampu
ini
dianjurkan
karena
efisiensi sangat tinggi
Baik
-Untuk jalan tol, arteri,
kolektor
persimpangan
besar/luaskolektor
dan
interchange,
efisiensi
tinggi,
umur
sangat
panjang, ukuran lampu
kecil sehingga mudah
dalam
mengontrol
cahayanya, harga mahal
-Jenis lampu ini sangat
baik dan dianjurkan untuk
digunakan
125, 250
55
14.000
400, 700
140
100
15.000
21.000 –
27.000
90, 180
150, 250, 400
12
2. Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU)
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah yuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak harus mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) secara
langsung yang seimbang. Hal ini disebabkan karena fungsi pajak yang
budgeter (disamping fungsi mengatur) yaitu memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan
untuk membiayai pengeluaran Negara.
Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah
dapat menggali unsur pendapatan asli daerah melalui pengenaan pajak
daerah kepada masyarakat di daerahnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1
angka (6) Undang-Undang no. 18 tahun 1997 jo Undang-Undang no. 34
tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, bahwa pajak
daerah adalah yuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada
daerah
tanpa
imbalan
langsung
yang
seimbang
yang
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang berfungsi membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah. Sedangkan retribusi adalah pembayaran yang
secara langsung mendapatkan imbalan yang seimbangnya, misalnya
retribusi parkir.
Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) merupakan salah satu
jenis pajak daerah sekaligus sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Adapun Wajib pajak penerangan jalan berdasarkan
ketentuan pasal 59 ayat (2) PP no. 65 tahun 2002 adalah orang pribadi
atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan/atau pengguna tenaga
listrik. Selanjutnya berdasarkan kepmendagri. no. 10 tahun 2002 tanggal
30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan, bahwa
pelanggan wajib membayar PPJ setiap bulan, yang pembayarannya
menyatu dalam pembayaran rekening listrik PLN. Dalam hal ini kedudukan
PLN adalah sebagai pihak yang membantu Pemda untuk memungut PPJ.
13
Berdasarkan ketentuan pasal (4) Kepmendagri no. 10 tahun 2002
PLN wajib menyetor hasil penerimaan PPJ ke kas daerah atau tempat
lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, dimana penyetorannya dilakukan
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Dan pada pasal (5)
Kepmendagri no. 10 tahun 2002, menyatakan bahwa penyetoran hasil
PPJ kepada Pemda harus disertai daftar rekapitulasi rekening listrik yang
berfungsi sebagai surat pemberitahuan pajak daerah (SPPD).
Berdasarkan ketentuan pasal huruf (i) Kepmendagri no. 10 tahun
2002, bahwa yang dimaksud dengan daftar rekapitulasi adalah kumpulan
rekening
listrik
yang
dikelompokkan
berdasarkan
kode
golongan
pelanggan. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 8 Kepmendagri no.
10 tahun 2002, bahwa Kepala Daerah wajib melunasi pembayaran
rekening listrik yang menjadi beban Pemerintah Daerah setiap bulan tepat
pada waktunya. Seluruh mekanisme pemungutan, penyetoran serta
pembayaran rekening listrik oleh Pemda menurut pasal 9 Kepmendagri
no. 10 tahun 2002, dilakukan melalui naskah kerjasama antara Kepala
Daerah dengan pimpinan PLN.
Besarnya tarif pajak penerangan jalan menurut ketentuan pasal 61
ayat (1) PP no. 65 tahun 2001, paling tinggi sebesar 10 % , yang diperoleh
melalui suatu proses pemungutan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka
(8) Kepmendagri no. 27 tahun 2002, tentang pedoman alokasi biaya
pemungutan pajak daerah, bahwa yang dimaksud dengan pemungutan
adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan
subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan
penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (9) Kepmendagri no. 27
tahun 2002, biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada
aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka
kegiatan pemungutan. Berdasarkan ketentuan pasal 3 Kepmendagri. no.
27 tahun 2002, biaya pemungutan ditetapkan paling tinggi sebesar 5 %
dari realisasi penerimaan pajak daerah.
14
Biaya pemungutan PPJ yang dipungut oleh PT. PLN sebesar 5 %
tersebut, menurut ketentuan pasal 6 Keputusan Menteri Dalam Negeri
no. 27 tahun 2002 tentang pedoman alokasi biaya pemungutan pajak
daerah (tanggal 24 Mei 2002) akan dialokasikan untuk :
a. 54 % untuk biaya pemungutan PT. PLN
b. 6 % untuk Tim Pembina Pusat
c. 20 % untuk Aparat Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemungutan
d. 20 % untuk petugas PT. PLN setempat yang terkait pada
pelaksanaan pemungutan.
Dengan demikian total alokasi biaya pemungutan yang diperoleh
PT. PLN adalah (54 % + 20 %) x 5 % dari hasil realisasi PPJ. Sedangkan
alokasi untuk Tim Pembina Pusat selama belum ada Kepmendagri yang
mengaturnya, dikuasai oleh Pemda setempat
Dari tarif PPJ berdasarkan Peraturan pemerintah pasal 61 ayat (1)
nomor 65 tahun 2001, paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen) dari
total
pembayaran
rekening
tertagih
perbulan,
yang
kemudian
diimplementasikan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005
tentang Pajak Daerah, bahwa pajak penerangan jalan untuk industri
dikenakan 6 persen, sedangkan pelanggan kategori rumah tangga
sebesar 7 persen. Dan Untuk tahun 2011, implementasi PPJ mengalami
perubahan, dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2010 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Dimana pemerintah kota
menetapkan tarif pajak penerangan jalan sebesar 10 persen, baik
pelanggan kategori rumah tangga maupun industri.
Dari data yang ada, besarnya Pajak Asli Daerah (PAD) untuk kota
Makassar yang diperoleh dari PPJU, yang di setor oleh PLN
untuk
periode Januari sampai dengan November 2010 mencapai Rp 43 milyar,
yang berasal dari rekening tertagih pelanggan yang besarnya mencapai
Rp 950 milyar, dan akan terus meningkat dengan bertambahnya
pelanggan, khususnya ketika diterapkan peraturan daerah nomor 3 tahun
15
2010, sedangkan besarnya biaya daya listrik untuk penerangan jalan yang
dibayar pemerintah kota makassar ke PLN
hampir mencapai Rp 1,8
milyar perbulan atau kurang lebih Rp 21 milyar pertahun, dengan jumlah
titik lampu jalan mencapai 21 ribu dengan kapasitas daya sekitar 400-500
watt per mata lampunya. Dengan demikian total daya listrik yang diserap
untuk penerangan lampu jalan berada diantara 8 MW sampai dengan 10
MW
Besarnya
biaya penerangan lampu jalan yang dibayar oleh
pemerintah Kota Makassar ke PLN dalam setahun, membuat pemerintah
kota
Makassar
menetapkan
beberapa
kebijakan
dalam
rangka
penghematan penggunaan dana PAD dari pajak penerangan jalan,
diantaranya; menginventarisasi lampu-lampu jalan yang terpasang,
mencabut lampu jalan yang terpasang secara liar oleh masyarakat,
melakukan pengkabelan tersendiri dengan menggunakan peralatan
pendeteksi waktu nyala dan padam (timer), bahkan dalam waktu dekat,
pemerintah kota Makassar akan merencanakan penggunaan system solar
Cell dengan menggunakan lampu LED bagi seluruh penerangan jalan di
kota Makassar, sebagai pengganti lampu jalan yang ada, dimana biaya
pembangunan perunitnya untuk kapasitas 100 Watt ditaksir mencapai Rp
37 juta, dan diprediksi mampu mengurangi beban pembayaran pemkot
Makassar hingga Rp11 milyar per tahun.
Dari uraian yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa
pemerintah kota Makassar disatu sisi dituntut mengumpulkan dana PAD
yang besar yang berasal dari pajak, untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan
dan pembangunan kota/daerah, dan disisi yang lain
dituntut meningkatkan kesejahteraan rakyat diantaranya pembangunan
penerangan jalan umum yang terus meningkat mengikuti pengembangan
tata ruang kota Makassar.
16
B. Jaringan transmisi Udara (Over head line transmission)
Daya listrik disalurkan dari pusat-pusat pembangkit ke pusat-pusat
beban (konsumen) melalui jaringan transmisi. Terdapat 2 jenis jaringan
transmisi, yaitu: over head line (jaringan udara) dan under ground cable
(kabel bawah tanah).
Overhead line umumnya digunakan untuk jarak yang panjang pada
daerah yang terbuka dan pedesaan, sedangkan under ground cable
digunakan pada daerah perkotaan dan under water (bawah air) atau pada
keadaan khusus dimana overhead line tidak dapat digunakan, namun
untuk rating daya yang sama, kabel bawah tanah 10 hingga 15 kali lebih
mahal dari overhead line.
1. Karakteristik listrik
Karakteristik
overhead line dikenal melalui 4 parameter, yaitu
resistansi (R) yang berkaitan dengan resistivitas saluran, konduktansi (G)
berkaitan dengan arus bocor antara phasa dan tanah, induktansi seri (L)
berkaitan dengan medan magnet sekeliling saluran, dan kapasitansi shunt
berkaitan dengan medan listrik antara saluran. Adapun nilai beberapa
parameter dari overhead line pada tegangan nominal tertentu ditunjukkan
pada tabel 2.2.
2.
Transfer daya dan rugi-rugi daya pada jaringan transmisi
Daya listrik yang mengalir melalui line transmisi ac merupakan
fungsi dari impedansi line, besar tegangan pengirim dan pernerima dan
sudut phasa diantara kedua tegangan, Lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 2.1, dimana X merupakan reaktansi induktif pada line, E S  
dan ER  0 , masing-masing sebagai tegangan pengirim dan tegangan
penerima
17
Tabel 2.2. Nilai jenis parameter dari jaringan transmisi udara
Tegangan Nominal
Parameter
230 kV
345 kV
500 kV
765 kV
1100 kV
0.050
0.037
0.028
0.012
0.005
0.488
0.367
0.325
0.329
0.292
3.371
4.518
5.200
4.978
5.544
 = (nepers/km)
0.000067
0.000066
0.000057
0.000025
0.000012
 = (rad/km)
0.00128
0.00129
0.00130
0.00128
0.00127
ZC (Ω/km)
380
285
250
257
230
SIL (MW)
140
420
1000
2280
5260
0.18
0.54
1.30
2.92
6.71
R (Ω/km)
 L (Ω/km)
bC=  C (  s/km)
xL=
Charging
2
(MVA/km) = Vo bC
Catatan:
 Berlaku untuk frekwensi system yang diasumsikan 60 Hz, dan bundled conductor (penghamtar berkas),
kecuali untuk tegangan jaringan 230 kV
 R, xL, bC adalah nilai per phasa, SIL (Surge Impedance Loading) dan charging MVA adalah nilai 3 phasa
Gambar.2.1. Diagram satu garis dari line transmisi sederhana
Gambar 2.2. Diagram phasor tegangan
18
Adapun besar daya kompleks pada sisi penerima (receiving end),
dirumuskan sebagai berikut:
S R  PR  jQ R
 E  ER
 E R I  E R  S
 jX
*
 E Cos   jE S Sin   E R
 E R  S
jX







*
(1)
*
Dimana:
I
ES Cos  jE S Sin   E R
jX
(2)
ES E R
Sin 
X
E E Cos   E 2R
QR  S R
X
PR 
(3)
Hal yang sama berlaku pula pada sisi pengirim (sending end)
ES E R
Sin 
X
E S2  E S E R Cos 
QS 
X
PS 
(4)
Dari persamaan (2), (3) dan (4), maka dapat dihitung rugi-rugi daya
reaktif akibat adanya reaktansi induktif
pada jaringan transmisi, yang
dirumuskan sebagai berikut:
E S2  E 2R  2E S E R Cos
X
2
( XI )

 XI 2
X
QS  Q R 
(5)
Jika resistansi seri R ditambahkan pada reaktansi induktif X, maka
rugi rugi daya aktif maupun reaktif pada jaringan transmisi, dirumuskan
sebagai berikut:
19
Q Loss  XI 2  X
PLoss
PR2  Q 2R
E 2R
P2  Q2
 RI  R R 2 R
ER
(6)
2
3. Control parameter pada Jaringan Transmisi
Dengan memperhatikan variable yang ada pada persamaan (4), maka
kemampuan jaringan transmisi dalam menyalurkan daya ke beban
dapat ditingkatkan atau rugi-rugi daya dapat diminimalisasi, dengan
mengatur besar tegangan pada sending end atau receiving end,
reaktansi (impedansi) line dan selisih sudut phasa antara kedua
tegangan
a. Control tegangan line
Gambar 2.3. Diagram control tegangan line transmisi
Gambar 2.3, memperlihatkan diagram satu garis dari line transmisi
sederhana dengan sumber tegangan injeksi seri ( Vseri ). Agar besar
tegangan line transmisi dapat diatur, Vseri dibuat sephasa dengan
tegangan pengirim VA, yaitu Vseri  VA . Dengan demikian maka aliran
daya aktif dan reaktif menjadi:
20
PAB  (1  S)
V2
Sin 
X
V2
(1  S)(1  S  Cos  )
X
V A
Dengan : S 
VA
Q AB 
(7)
Control tegangan line transmisi, sebagaimana yang tertuang pada
persamaan (7), telah diuji ole Belacheheb. K, Saadate. S (2000), dimana
aliran daya aktif pada line transmisi mengalami kenaikan saat
tegangan
pengirim dinaikkan sebesar S=10%, sebagaimana yang terlihat pada
gambar 2.4a, dan sudah barang tentu aliran daya aktif akan bervariasi
sesuai dengan besarnya tegangan injeksi seri yang diberikan. sedangkan
pada gambar
2.4b, mempresentasikan variasi daya reaktif line akibat
regulasi tegangan, dimana kenaikan daya reaktif dapat mendekati 100%
untuk sudut elektris yang terletak dalam range (00-400).
Kekurangan dari pendekatan ini, karena besar tegangan injeksi seri
yang diberikan memiliki keterbatasan dan tidak dapat melewati 10% dari
tegangan nominal VA (Smax = 10%). Hal ini menunjukkan bahwa aliran
daya aktif tidak pernah melewati 10% dari aliran daya aktif semula.
Sedangkan aliran daya reaktif pada nilai sudut elektris tertentu,dapat
bertambah dua kali lipat pada waktu yang sama
Gambar 2.4a. Aliran daya aktif pada line
21
Gambar 2.4b. Aliran daya reaktif pada line
b. Control Impedansi line
Metode ini pada perinsipnya menyisipkan tegangan seri pada line
transmisi yang dapat dianggap sebagai reaktansi eqivalen
Gambar 2.5. Diagram control impedansi line
Gambar 2.5. Memperlihatkan sumber tegangan injeksi yang
terhubung seri dengan line transmisi tegak lurus terhadap arus line, yaitu
Vseries = - jkXI
dan sebanding dengan arus line dan impedansi line,
dimana “k” adalah koefisien kompensasi yang dapat bernilai positif atau
negative (-1< k <1).
22
Jika k bernilai positif, maka bagian seri dari peralatan UPFC
merupakan kapasitor seri, sedangkan jika bernilai negatif maka berprilaku
sebagai induktor seri yang akan memperbesr induktansi line dan
konsekwensinya menurunkan besar aliran daya. Untuk keadaan dimana
nila k adalah positif (0 < k < 1), maka rekatansi line akan menurun
sebesar :
Xline = X – XC = X (1-k)
(8)
Adapun aliran daya pada line transmisi sebagai fungsi dari k,
dirumuskan sebagai berikut:
P12 
V2
Sin 
X(1  k )
V2
(1  k )
Q12 
(1  Cos  )
X
(1  k ) 2
(9)
Adapun variasi daya aktif pada line transmisi sebagai fungsi dari
koefisien k, telah diuji oleh belaeheheb K., Saadate S. (2000),
sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 2.6a dan 2.6b
Gambar 2.6a. Aliran daya aktif pada line transmisi
23
Gambar 2.6b. Aliran daya reaktif pada line transmisi
Untuk sudut elektris yang sama, aliran daya aktif pada line
transmisi berubah sesuai dengan besarnya koefisien kompensasi
k,
dimana untuk k = 0.2, perubahan aliran daya sebesar 25% dan mencapai
67% untuk k=0.4, sedangkan gambar 2.6b. memperlihatkan variasi daya
reaktif line sebagai fungsi dari k. Adapun perbandingan (ratio) antara daya
reaktif line tanpa kompensator dan dengan kompensator seri dapat ditulis
sebagai berikut:
Q Line
1 k

Qo
(1  k ) 2
(10)
Hubungan sebagaimana persamaan (10), memperlihatkan bahwa
ratio akan bertambah dengan cepat dengan betambahnya nilai k.
Dengan mepertimbangkan batasan tegangan yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa tegangan VC
tidak boleh
melewati 110% dari
tegangan nominal VA, maka nilai maximum dari k sebagai fungsi sudut
elektris dapat dilihat pada gambar 2.7
24
Gambar 2.7. Batasan pada koefisien kompensasi
c. Control sudut elektris
Gambar 2.8. Diagram control sudut elektris
Pada gambar 2.8, memperlihatkan diagram satu garis dari line
transmisi sederhana dengan sumber tegangan injeksi. Besar dan phasa
dari sumber tegangan injeksi ditentukan untuk mempertahankan agar
tegangan pada bus A sama dengan bus B. Agar keadaan ini dipenuhi
maka besar tegangan injeksi ditetapkan sebagai berikut:
Vseries  Vi exp( j i )
Dengan
Vi  2V Sin ( / 2)
(  )
2
  C  A
i  A 
Adapun transfer daya aktif dan reaktif antara A dan B adalah:
(11)
25
P12 
V2
Sin (  )
X12
V2
Q12 
(1  Cos (  ))
X12
Sudut
(12)
(  ) diperlakukan sebagai sudut phasa efektif antara
tegangan pengirim dan penerima. Gambar 2.9a dan 2.9b memperlihatkan
pengaruh dua sudut  yang diinjeksikan (  150 dan   30 0 ) pada line
transmisi daya. Untuk sudut elektris  yang sama, diperoleh 3 daya yang
berbeda pada line transmisi yang dapat dihitung sesuai dengan sudut
sisipan  .
P(  0 0 )  P(  150 )  P(  30 0 )
Gambar 2.9a. Aliran daya aktif pad line transmisi
26
Gambar 2.9b. Aliran daya reaktif pada line transmisi
Secara teoritis, metode ini tidak mempunyai batasan sebagaimana
tegangan
yang
mempunyai
kenyataannya, metode ini
besaran
yang
sama,
namun
pada
dibatasi oleh daya yang diberikan oleh
peralatan kompensasi.
Control parameter jaringan transmisi sebagaimana yang telah
diuraikan,
secara
konvensional
telah
diterapkan
pada
system
pembangkitan, dimana pengaturan daya aktif dilakukan melalui aksi
governoor, dan pengaturan daya reaktif dilakukan dengan pengaturan
eksitasi menggunakan Automatic Voltage regulator (AVR). Kedua
pengaturan daya ini bekerja sendiri-sendiri (tidak simultan).
Pesatnya kemajuan dibidang teknologi semi konduktor, maka
sistim control daya mengalami perkembangan yang menggembirakan,
dimana control daya saat ini dapat dilakukan secara simultan dan serba
guna mengunakan peralatan yang dikenal dengan FACTS Devices
(Flexible AC Transmisission System Controller Devices)
27
C. Sejarah Peralatan FACTS Controller
Teknologi Flexible AC Transmisission System Controller (FACTS
Controller) merupakan peralatan control aliran daya serbaguna dan
flexible
pada jaringan transmisi, yang dalam perkembangannya telah
mengalami dua generasi (N..Hingorani, 1993).
Generasi pertama menghasilkan dua jenis peralatan, yaitu Static
Var Compensator (SVC) dan Narani G. Hingorani-subSynchronous
Resonance (NGH-SSR) Damper.
SVC sudah diimplementasikan pada
jaringan transmisi sejak tahun 1970 an, yang terdiri dari thyristor, inductor
dan capasitor. Dalam hal ini thyristor berfungsi sebagai saklar yang
menghubungkan dan memutuskan inductor maupun capasitor pada
jaringan transmisi, agar diperoleh kestabilan tegangan pada keadaan
steady state. Namun kekurangannya, SVC tidak dapat dipergunakan
sebagai peralatan control
aliran daya aktif, olehkarena efisiensinya
sangat rendah saat terjadi penurunan tegangan secara drastis pada
jaringan transmisi.
NGH-SSR
dirancang
untuk
mengatasi
masalah
Sub
Synchronous Resonance yang ditemukan pada jaringan transmisi, terdiri
dari thyristor, inductor dan tahanan yang terhubung secara seri, NGH-SSR
inilah kemudian menjadi cikal bakal dari salah satu peralatan yang
dikembangkan pada generasi kedua FACTS Controller, yang dikenal
dengan nama Thyristor Controlled Series Capacitor (TCSC).
Generasi kedua, menghasilkan beberapa peralatan FACTS yang
baru, yaitu; Thyristor Controlled Series Capacitor (TCSC) berfungsi
sebagai
pengendali
impedansi
pada
jaringan
transmisi,
Static
synchronous Compensator (STATCOM) berfungsi sebagai penyedia daya
reaktif untuk menjaga kestabilan tegangan pada jaringan transmisi,
Thyristor Controlled Phase angle Regulator (TCPR) berfungsi sebagai
pengendali sudut fasa tegangan pada kedua ujung jaringan transmisi,
28
Unifield Power Flow Controller (UPFC)
berfungsi sebagai pengendali
daya aktif dan reaktif secara simultan, Thyristor controlled braking resistor
(TCBR) berfungsi mencegah terjadinya percepatan pada generator
setelah terjadinya pemutusan beban
pada line transmisi, Thyristor
Controlled Series Reactor (TCSR) digunakan pada jaringan transmisi yang
membutuhkan pengurangan beban dengan cepat dan pembatasan arus
gangguan, Thyristor Controlled Voltage Limiter (TCVL) berfungsi sebagai
pembatas kelebihan tegangan selama selang waktu yang relative lama,
yang dapat merusak peralatan pada jaringan transmisi (R.Nelson, 1994).
D. Pengelompokan FACTS Controller
Menurut N.G. Hingorani and L. Gyugyi (1999), FACTS controller
secara umum dapat dibagi kedalam 4 kategori, yaitu:
1. Series Controller
Series Controller bisa berupa impedansi variable, misalnya:
capasitor, reactor dan semacamnya, atau sumber variable berbasis
elektronika daya yang terhubung seri dengan line. Perkalian Impedansi
variable dengan arus yang mengalir padanya, maka series controller
merepresentasikan sebuah tegangan seri yang diinjeksikan pada line, dan
Selama tegangan seri berbeda fasa 900 terhadap arus line, maka series
controller hanya mensupply atau mengkomsumsi daya reaktif variable,
sedangkan untuk beda fasa yang lain
maka series controller juga
menghandle daya real
2. Shunt Controller
Sebagaimana pada series controller, maka shunt controller juga
bisa
berupa impedansi variable, sumber variable atau kombinasi dari
keduanya. Impedansi shunt variabel yang terhubung dengan tegangan
line, menyebabkan mengalirnya arus variable. Untuk itu shunt controller
merepresentasikan injeksi arus ke dalam line. Selama arus yang
29
dinjeksikan berbeda fasa 900 terhadap tegangan line, maka shunt
controller hanya mensupply daya reaktif variable, sedangkan untuk beda
fasa yang lain, maka shunt controller juga menghandle daya real
3. Combined Series - Series Controller
Combined series-series controller dapat berupa kombinasi dari
series controller secara terpisah, yang dikontrol dengan cara koordinasi
pada system transmisi multi line. Atau dapat juga berupa Unified
controller, dimana series controller melakukan kompensasi reaktif seri
untuk setiap line
sambil mentransfer daya real diantara
line melalui
power link. Kemampuan transfer daya real pada unified series-series
controller,
berkenaan
dengan
Interline
power
flow
controller,
memungkinkan aliran daya real dan reactive dalam line berada dalam
keseimbangan, dan sudah barang tentu penggunaan system transmisi
menjadi maksimal.
4. Combined Series - Shunt Controller
Combined Series-shunt Controller berupa kombinasi shunt dan
series controller secara terpisah yang dikontrol dengan cara koordinasi,
atau berupa UPFC dengan elemen seri dan shunt. Pada perinsipnya
kombinasi shunt-series controller menginjeksi arus dalam system dengan
elemen shunt dari controller dan tegangan seri pada line dengan elemen
seri dari controller. Namun demikian, ketika shunt dan series controller
menyatu, maka daya real dapat saling dipertukarkan antara series dan
shunt controller melalui dc power link.
Controller yang terhubung seri, akan mempengaruhi bentuk
tegangan, aliran arus dan daya secara langsung. Oleh karena itu jika
dimaksudkan untuk mengontrol aliran arus/daya dan meredam osilasi,
maka series controller jauh lebih baik dari pada shunt controller. Namun
demikan shunt controller pada sisi yang lain, merupakan sumber arus
yang menginjeksi arus ke dalam system, sehingga sangat baik sebagai
30
control tegangan pada dan sekitar titik sambungan melalui injeksi arus
reaktif (leading atau lagging). Untuk itu shunt controller lebih efektif untuk
control tegangan dan meredam osilasi, baik itu sebagai injector arus
reaktif saja atau kombinasi arus reaktif dan aktif. Untuk lebih jelasnya,
penegelompokan FACTS Devices dapat dilihat pada gambar 2.10.
Gambar 2.10. Blok diagram pembagian FACTS Dvices
E. Unified Power Flow Controller (UPFC)
1. Rangkaian Dasar dan Perinsip Operasi
Menurut Louie,K.W at. All (2007), UPFC adalah controller serba
guna yang berfungsi melakukan perbaikan pada performance system
tenaga listrik.
Menurut
Sadikovic, Rusejla (2003), UPFC dapat mengontrol
semua parameter dasar system tenaga secara simultan (tegangan
transmisi, impedansi dan sudut fasa ) dan compensasi dinamis pada
system ac, baik itu sebagai compensasi reaktif shunt, compensasi reaktif
31
seri, dan pengubah phasa, sehingga memenuhi fungsi control ganda
atau serba guna.
Menurut Gyugyi (1991), Struktur dasar dari UPFC, terdiri dari 2
buah Voltage Sourced Converters (VSC), yang saling terhubung dengan
Common DC Link
melalui DC Storage Capacitor.
setiap Converter
terhubung ke system melalui coupling transformer. Converter 1 terhubung
paralel dengan line transmisi melalui shunt transformer (Boosting
Transformer) dan dikenal sebagai STATCOM, sedangkan converter 2
terhubung seri dengan line transmisi melalui series transformer (Exciting
Transformer) dan dikenal sebagai SSSC. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 2.11a dan gambar 2.11b (Noroozian, M., Angquist, L.,
Ghandhari, M., Anderson, G,1997).
Gambar 2.11a. Rangkaian Dasar dari UPFC
32
Gambar 2.11b. Blok diagram dari UPFC
Dari gambar 2.11a dan 2.11b. bahwa kedua converter dioperasikan
dari common dc Link melalui dc storage capacitor, dimana converter seri
berfungsi menginjeksi tegangan
Vpq dengan besaran dan sudut fasa
yang controllable, terhubung seri dengan line, sedangkan converter shunt
yang mensupply arus reaktif melalui transformer shunt berfungsi mensuply
daya aktif yang dibutuhkan oleh converter seri melalui common dc link,
Keadaan ini yang menyebabkan converter seri dapat melakukan
pertukaran daya aktif dan reaktif dengan line transmisi.
Setiap converter dapat membangkitkan atau menyerap daya
reaktif pada masing-masing terminal ac nya. Converter shunt selain harus
mampu mepertahankan tegangan dc yang konstan dengan mengontrol
phasa tegangan melalui petukaran daya aktif, ia juga mengontrol besar
tegangan terminal ac pada transformer shunt melalui pertukaran daya
reaktif dengan line. Sedangkan converter seri melalui tegangan injeksinya
dapat melakukan pengontrolan daya aktif dan reaktif dengan line
transmisi.
33
Sebagai
contoh, Untuk memodifikasi aliran daya aktif pada
jaringan transmisi, maka tegangan seri disisipkan sedemikian rupa
sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran fasa tegangan, dan untuk
memodifikasi aliran daya reaktif pada jaringan transmisi, maka tegangan
seri disisipkan sedemikian rupa sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan pada besar tegangan. Keadaan ini dapat terjadi jika padanya
diberlakukan 2 buah konstrain. Konstrain pertama adalah menetapkan
besaran maksimum dari tegangan seri dan konstrain kedua menetapkan
besar tegangan maksimum dan minimum pada sisi receiving end.
2.
Pemodelan UPFC
Dalam studi aliran daya, semua elemen system tenaga listrik
dimodel dalam bentuk rangkaian eqivalen, demikian pula bagi UPFC.
Adapun pemodelan UPFC dapat dilakukan dalam beberapan cara, yaitu:
a. Model Decoupled
Menurut Nabavi dan Iravani (1996), Pengunaan model decoupled
bagi UPFC dalam algoritma aliran daya, dapat mengatur aliran daya dari
bus i ke bus j, demikian pula besar tegangan pada bus i. Dalam hal ini,
diasumsikan bahwa
tidak ada rugi-rugi pada operasi UPFC dan
resistansi pada impedansi sumber tegangan diabaikan.
UPFC dan coupling transformer dimodel dengan menjadikan bus i
sebagai bus beban dan bus j sebagai bus generator, sebagaimana yang
ditunjukkan pada gambar 2.12.b. Sending end pada UPFC ditransformasi
menjadi PQ bus, sedangkan receiving end ditransformasi menjadi PV bus.
Adapun beban daya aktif dan reaktif pada PQ bus serta besar tegangan
pada PV bus di set pada nilai yang dikontrol oleh UPFC.
34
a. Representase UPFC
b. Model Decoupled UPFC
Gambar 2.12. Representase dan UPFC model Decoupled
b. Model Injeksi
Jika dimisalkan sumber tegangan seri ditempatkan diantara bus i
dan j pada system tenaga listrik, maka sumber tegangan converter seri
sebagai tegangan injeksi dapat dimodel sebagai sumber tegangan ideal
V s yang terhubung seri dengan reaktansi Xs, sebagaimana yang
'
diperlihatkan pada gambar 2.13. V i
merupakan tegangan
fiktif
dibelakang reaktansi seri, yang dirumuskan sebagai berikut:
'
V i  V s V i
(13)
V s  r V i e j
(14)
dimana: 0  r  rmax
dan 0    2
Gambar 2.13. Representase sumber tegangan converter seri
35
Diagram vector dari rangkaian ekivalen pada gambar 2.13
ditunjukkan pada gambar 2.14.
Gambar 2.14. Diagram vector dari rangkaian ekivalen sumber tegangan
converter seri
Adapun Model injeksi
diperoleh dengan menggantikan sumber
dengan sumber arus I inj   jbs V s terhubung paralel
tegangan V s
dengan line, dimana bs = 1/ Xs, sebagaimana gambar 2.15
Gambar 2.15. Rangkaian pengganti sumber tegangan seri
Sumber arus I inj dengan injeksi daya S i dan S j , dirumuskan:
S i  V i ( I inj )*

 V i jb s r V i e j

*
(15)
 rbsVi2 Sin - jrb sVi2 Cos
S j  V j ( I inj )*

 V j  jb s r V i e j

*
 rbsVi V j Sin(θ ij   )  jrb sVi V j Cos(θ ij   )
Dimana:  ij   i   j dan b s  1 / x s
(16)
36
Dari gambar 2.15. dapat disimpulkan bahwa model injeksi dari
sumber tegangan seri dapat dilihat sebagai dua beban yang saling
bergantung, sebagaimana pada gambar 2.16.
Gambar 2.16. Model injeksi Untuk sumber tegangan seri
Dimana:
Pi  real (S i ) ,
Qi   Im ag (S i )
Pj  real ( S j )
Q j   Im ag ( S i )
(17)
Dalam UPFC, converter shunt (converter 1) yang mensupply
arus reaktif melalui transformer shunt, berfungsi mensuply daya aktif yang
dibutuhkan oleh conver seri (Converter 2) melalui common dc link,. Untuk
itu persamaan daya real untuk kedua converter (Jika Losses pada UPFC
diabaikan) dapat ditulis:
PCONV1 = PCONV2
Adapun daya semu yang disupply oleh converter 2
(18)
dihitung
sebagai berikut;
'
Vi  V j *
*
j
S CONV 2  V s I s  re V i (
)
jx s
(19)
atau
P CONV2  rbs V i V j Sin(θi  θ j  γ)  rbsVi2 Sin
(20)
Q CONV2  rbs V i V j Cos(θi  θ j  γ)  rbsVi2 Cosγ  r 2 bsVi2
(21)
37
Daya reaktif yang disalurkan atau diserap oleh converter 1 dapat
dikontrol secara bebas oleh UPFC dan dapat dimodel sebagai sumber
reaktif shunt yang terpisah dan controlable. Untuk itu dapat diasumsikan
bahwa:
QCONV1 = 0
(22)
Konsekwensinya, maka model injeksi dari sumber tegangan yang
terhubung shunt dibentuk dari dari model sumber tegangan yang
terhubung
PCONV1 + j0
seri
dengan
menjumlahkan
eqivalen
daya
menjadi
ke bus i. Adapun model UPFC diperlihatkan pada gambar
2.17.
Gambar 2.17. Model UPFC
Dimana r dan  merupakan variabel control pada UPFC
c. Model Comprehensive Newton Raphson (NR)
Pada model Comprehensive NR, Kedua sumber tegangan
converter dimodel sebagai sumber tegangan
ideal, sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 2.18. Output dari tegangan seri Vse dan θse
masing-masing
dapat
dikontrol
dalam
batasan
sebagai
berikut:
Vse max  Vse  Vse min dan 0   se  2 , demikian pula pada sumber tegangan
shunt Vsh dan θsh, masing-masing dapat dikontrol dalam batasan sebagai
berikut: Vsh max  Vsh  Vsh min dan 0   sh  2
38
Gambar 2.18. UPFC Model Comprehensive NR
Pada gambar 2.18, diperlihatkan model dari sumber tegangan
UPFC, dimana Zse and Zsh adalah impedansi dari dua buah transformer
kopel dimana satu dihubungkan secara seri dan lainnya terhubung shunt
diantara line dan UPFC. Tegangan output konverter (besar dan sudut)
digunakan untuk mengontrol aliran daya dan tegangan pada bus sebagai
berikut:
i) Besar tegangan bus dapat dikontrol dengan menginjeksi tegangan
Vse dengan sudut θse yang sefasa ataupun tidak sefasa dengan
sudut dari tegangan bus k (θk), sebagaimana
yang ditunjukkan
dalam Gambar 2.19.
ii) Aliran daya dapat dikontrol (kompensasi reaktif seri) dengan
menginjeksi tegangan
V’se yang tegak lurus ( lead atau lag)
terhadap arus line (θse =  m  90 ),  m adalah sudut antara Vm dan
Im) sebagaimana pada gambar 2.19
iii) Aliran
daya
dapat
dikontrol
(sebagai
fase
shifter)
dengan
menginjeksi tegangan yang besarnya 1 ( Vse’’) yang tegak lurus
(lead atau lag) terhadap tegangan bus
gambar 2.19
θm, sebagaimana pada
39
Gambar 2.19. Control tegangan, impedansi dan sudut secara simultan
F. Studi Aliran Daya menggunakan Model UPFC
Dalam perencanaan maupun pengembangan system tenaga listrik ,
studi aliran daya akan memberikan informasi tentang karakteristik operasi
system dalam keadaan steady state , berkenaan dengan dengan besar
dan sudut tegangan pada setiap bus, besar daya aktif dan reaktif yang
mengalir pada jaringan transmisi , besar daya reaktif yang dibangkitkan
dan diserap oleh bus generator dan besar rugi-rugi daya yang terjadi
dalam system.
Untuk melakukan studi aliran daya dibutuhkan paket program aliran
daya (Software), Salah satu software aliran daya yang umum digunakan
adalah software aliran daya menggunakan
Metode Newton Raphson
(NR). Software aliran daya metode NR ini dapat dimodifikasi dengan
mudah dengan menyisipkan model UPFC yang digunakan, yang
kemudian dipakai untuk melakukan simulasi control aliran daya dalam
system tenaga listrik
1. Model Injeksi
UPFC dengan Model injeksi, memungkinkan pengontrolan terhadap
3 (tiga) parameter secara simultan, yaitu daya reaktif shunt (Q Conv1),
besarnya r, dan sudut (  ) pada teganga injeksi seri (VS).
UPFC dengan
Model injeksi dapat disatukan dengan mudah kedalam program aliran
daya NR.
40
Jika UPFC ditempatkan diantara bus i dan j dalam system tenaga
listrik, maka matrix admitansi dimodifikasi dengan menambahkan
reaktansi ekivalen Xs diantara bus i dan j. Demikian pula matrix Jacobian
NR dimodifikasi dengan menambahkan daya injeksi yang sesuai, yaitu:
P  H
Q   J
  
N   
L  V/V 
(23)
Adapun Matrix Jacobian dimodifikasi sebagaimana yang diberikan
pada table 2.3 dibawah ini, dimana superscript “o” menunjukkan elemen
Jacobian tanpa UPFC
Tabel 2.3. Modifikasi matrix Jacobian
H (i ,i )  H (oi ,i )  Qsj
N (i ,i )  N (oi ,i )  Psj
H (i , j )  H (oi , j )  Qsj
N (i , j )  N (oi , j )  Psj
H ( j ,i )  H (oj ,i )  Qsj
N ( j ,i )  N (oj ,i )  Psj
H ( j , j )  H (oj , j )  Qsj
N ( j , j )  N (oj , j )  Psj
J ( i ,i )  J (oi ,i )
L(i ,i )  L o(i ,i )  2Qsi
J ( i , j )  J (oi , j )
L(i , j )  L o(i , j )
J ( j ,i )  J (oj ,i )  Psj
L( j ,i )  L o( j ,i )  Qsj
J ( j , j )  J (oj , j )  Psj
L( j , j )  L o( j , j )  Qsj
2. Model Comprehensive Newton Raphson (NR)
Dua
buah
sumber
tegangan
ideal
pada
UPFC
dapat
direpresentasikan secara matematis sebagai berikut:
Vse  Vse (Cos se  j Sin se )
Vsh  Vsh (Cos sh  j Sin sh )
(24)
41
Jika UPFC ditempatkan diantara bus k dan m pada suatu sisitem,
maka menurut hokum kirchoff, besar tegangan dan arus sebagaimana
pada gambar 2.18. sebagai berikut:
I k  y se  y sh  y se  y se
I   
y se
y se
 m    y se
Dimana:
yse = 1/zse
V k 
 y sh  V m 


0  V se 


V sh 
(25)
dan ysh = 1/zsh
Adapun elemen transfer dari matrix admittance dapat diuraikan sebagai
berikut:
Ykk  G kk  jB kk  y se  y sh
Ymm  G mm  jB mm  y se
Ykm  Ymk  G km  jB km  y se
(26)
Ysh  G sh  jB sh  y sh
Model sumber tegangan converter UPFC diasumsikan tdak ada
rugi-rugi, dengan demikian
tidak ada penyerapan atau pembangkitan
daya aktif oleh kedua converter. Adapun daya aktif yang dibutuhkan oleh
converter seri (Pse) disupply dari system oleh converter shunt (Psh) melaui
common dc link, dimana tegangan capasitor dc link (Vdc) dalam keadaan
konstan. Olehkarena Psh = Pse maka berlaku:
Pse + Psh = 0
(27)
Dari gambar 2.18 dan oleh persamaan 21, maka persamaan daya
untuk sumber seri dan shunt pada UPFC dapat ditulis sebagaik berikut:
Pse  Vse2 G mm  Vse Vk (G km Cos ( se   k )  B km Sin ( se   k ))
 Vse Vm (G mm Cos ( se   k )  B mm Sin ( se   k ))
Pse  Vsh2 G sh  Vsh Vk (G sh Cos ( sh   k )  B sh Sin ( sh   k ))
(28)
(29)
42
Sedangkan persamaan daya UPFC yang dikombinasi dengan
persamaan jaringan yang ada, memberikan persamaan sebagai berikut:
Pi  jQ i   Vi Vj Yij ij   i  j  Pi'  jQ 'i
n
(30)
j1
Dimana :
Pi'  jQ 'i = Aliran daya aktif dan reaktif oleh adanya UPFC antara bus k
dan m
=
Pi  jQ i Daya aktif dan reaktif pada bus ke i
Vi  i = Tegangan dan sudut pada bus ke i
V j  j = Tegangan dan sudut pada bus ke j
Yij
= Admitansi saluran transmisi pada bus i dan j
G. Rumusan Hipotesis
Dari keseluruhan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka
kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada
gambar 2.20. selanjutnya dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut:
1. Rugi-rugi daya pada line transmisi merupakan daya yang hilang
dan tidak bernilai ekonomi, dapat dimanfaat kembali dan bernilai
ekonomi, dengan mengontrol 3 parameter dasar line transmisi
2. Kemajuan di bidang teknologi semi konduktor, dimungkinkan
pengontrolan 3 parameter dasar line transmisi secara simultan,
dalam hal ini menggunakan Unified power flow controller
3. Dalam beberapa literature, control berbasis elektronika daya,
memberikan respons yang lebih baik dan optimal terhadap
performance system tenaga listrik
43
Pembangkit
(Daya Input)
Perbaikan rugi-rugi daya pada
line transmisi
Dengan UPFC
Rugi-rugi daya
Line Transmisi
Daya Out put =
Daya Input – rugi-rugi daya
Daya Lampu jalan
Daya Ouput baru
Gambar 2.20. Bagan kerangka pikir
Download