BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lampu Jalan dan Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) 1. Lampu Jalan Jalan merupakan bagian dari prasarana transportasi, yang digunakan untuk keperluan pergerakan orang, barang dan jasa. Untuk mendukung kinerja jalan, maka dibutuhkan bangunan pelengkap jalan, salah satu diantaranya adalah lampu penerangan jalan. Menurut peraturan No.12/S/BNKT/1991 tentang Spesifikasi Lampu Penerangan jalan Perkotaan dan SNI 7391 tahun 2008, bahwa Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun ling kungan di sekitar jalan yang diperlukan, termasuk persimpangan jalan (intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly over), jembatan dan jalan di bawah tanah (underpass, terowongan). Lampu penerangan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari: 1. Sumber cahaya (lampu/luminer) 2. Elemen-elemen optik (pemantul/reflector, pembias/refractor, penyebar/diffuser) 3. Elemen-elemen elektrik (konektor ke sumber tenaga/power supply. dll.) 4. Struktur penopang yang terdiri dari lengan penopang, tiang penopang vertikal dan pondasi tiang lampu Adapun fungsi dari lampu penerangan jalan antara lain; meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengendara, khususnya pada malam hari, memberikan penerangan sebaik-baiknya menyerupai 10 kondisi pada siang hari, keamanan lingkungan atau mencegah kriminalitas, dan memberikan kenyamanan dan keindahan lingkungan jalan. Menurut peraturan dari SNI 2000, penggunaan Lampu penerangan jalan dalam satuan lux dibedakan menurut kelas jalan, yaitu: a. Arteri Primer merupakan jalur jalan penampung kegiatan lokal dan regional, lalulintas dijalur sangat padat, sehingga perlu penerangan jalan yang optimal. Adapun lux penerangan kelas jalan ini menurut SNI 2000 adalah 50 lux. b. Arteri Sekunder Merupakan arteri penampung kegiatan lokal dan regional sebagai pendukung jalan arteri primer. Dimana kondisi lalu lintas pada jalur ini cukup padat, sehingga memerlukan jenis lampu yang sama dengan arteri primer. Adapun lux penerangan jalan ini menurut SNI 2000 adalah 50 lux. c. Kolektor Primer Merupakan jalur pengumpul dari jalan lingkungan di sekitarnya yang akan bermuara pada jalan arteri primer maupun arteri sekunder. Lux penerangan kelas jalan ini menurut SNI 2000 adalah 30 lux d. Kolektor Sekunder Merupakan jalur pengumpul dari jalan lingkungan di sekitarnya yang akan bermuara pada jalur jalan kolektor primer, jalan arteri primer maupun sekunder. Pada jaur jalan ini diperlukan lampu setingkat dibawah lampu untuk kolektor primer, dimana Lux penerangan yang dibutuhkan menurut SNI 2000 adalah 30 lux. e. Jalan Lingkungan Merupakan jalur jalan di lingkungan perumahan, pedesaan atau perkampungan. Pada Jalur jalan ini menurut SNI 2000 membutuhkan lux penerangan sebesar 15 lux. 11 Sedangkan menurut peraturan No. 12/BNKT/1991, bahwa jenis lampu jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya dapat dilihat pada table 2.1. Tabel 2.1. Jenis lampu jalan dan penggunaannya Jenis Lampu Lampu Tabung Fluoresc ent tekanan rendah Lampu Gas Mercurie tekanan tingi Lampu gas sodium tekanan rendah Lampu gas sodium tekanan tinggi Efisiensi Rata-rata (Lumen/Watt ) 65 Rata-rata Umur rencana (Jam) 10.000 Kekuatan lampu Biasa digunakan (Watt) 20, 40 Warna yang dihasilkan Keterangan Baik Untuk jalan kolektor dan local, efisiensi cukup tinggi, tetapi berumur pendek, harga biasa Jenis lampui ni masih dapat digunakan untuk hal-hal yang terbatas Baik Untuk jalan kolektor, local dan persimpangan, efisiensi rendah sehingga kurang ekonomis, umur cukup panjang, ukuran lampu kecil sehingga mudah dalam mengontrol cahayanya, harga biasa -Jenis lampu ini masih dapat digunakan untuk hal-hal yang terbatas Sangat buruk -Untuk jalan kolektor, local, persimpangan, terowongan, tempat peristrahatan (rest area), efisiensi sangat tinggi, umur cukup panjang, ukuran lampu besar sehingga sulit dalam mengontrol cahayanya dan mereduksi kesilauan,cahaya lampu sangat buruk karena berwarna kuning, -Jenis lampu ini dianjurkan karena efisiensi sangat tinggi Baik -Untuk jalan tol, arteri, kolektor persimpangan besar/luaskolektor dan interchange, efisiensi tinggi, umur sangat panjang, ukuran lampu kecil sehingga mudah dalam mengontrol cahayanya, harga mahal -Jenis lampu ini sangat baik dan dianjurkan untuk digunakan 125, 250 55 14.000 400, 700 140 100 15.000 21.000 – 27.000 90, 180 150, 250, 400 12 2. Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah yuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak harus mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung yang seimbang. Hal ini disebabkan karena fungsi pajak yang budgeter (disamping fungsi mengatur) yaitu memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara. Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah dapat menggali unsur pendapatan asli daerah melalui pengenaan pajak daerah kepada masyarakat di daerahnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (6) Undang-Undang no. 18 tahun 1997 jo Undang-Undang no. 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, bahwa pajak daerah adalah yuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berfungsi membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sedangkan retribusi adalah pembayaran yang secara langsung mendapatkan imbalan yang seimbangnya, misalnya retribusi parkir. Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) merupakan salah satu jenis pajak daerah sekaligus sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun Wajib pajak penerangan jalan berdasarkan ketentuan pasal 59 ayat (2) PP no. 65 tahun 2002 adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan/atau pengguna tenaga listrik. Selanjutnya berdasarkan kepmendagri. no. 10 tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan, bahwa pelanggan wajib membayar PPJ setiap bulan, yang pembayarannya menyatu dalam pembayaran rekening listrik PLN. Dalam hal ini kedudukan PLN adalah sebagai pihak yang membantu Pemda untuk memungut PPJ. 13 Berdasarkan ketentuan pasal (4) Kepmendagri no. 10 tahun 2002 PLN wajib menyetor hasil penerimaan PPJ ke kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, dimana penyetorannya dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Dan pada pasal (5) Kepmendagri no. 10 tahun 2002, menyatakan bahwa penyetoran hasil PPJ kepada Pemda harus disertai daftar rekapitulasi rekening listrik yang berfungsi sebagai surat pemberitahuan pajak daerah (SPPD). Berdasarkan ketentuan pasal huruf (i) Kepmendagri no. 10 tahun 2002, bahwa yang dimaksud dengan daftar rekapitulasi adalah kumpulan rekening listrik yang dikelompokkan berdasarkan kode golongan pelanggan. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 8 Kepmendagri no. 10 tahun 2002, bahwa Kepala Daerah wajib melunasi pembayaran rekening listrik yang menjadi beban Pemerintah Daerah setiap bulan tepat pada waktunya. Seluruh mekanisme pemungutan, penyetoran serta pembayaran rekening listrik oleh Pemda menurut pasal 9 Kepmendagri no. 10 tahun 2002, dilakukan melalui naskah kerjasama antara Kepala Daerah dengan pimpinan PLN. Besarnya tarif pajak penerangan jalan menurut ketentuan pasal 61 ayat (1) PP no. 65 tahun 2001, paling tinggi sebesar 10 % , yang diperoleh melalui suatu proses pemungutan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (8) Kepmendagri no. 27 tahun 2002, tentang pedoman alokasi biaya pemungutan pajak daerah, bahwa yang dimaksud dengan pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (9) Kepmendagri no. 27 tahun 2002, biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Berdasarkan ketentuan pasal 3 Kepmendagri. no. 27 tahun 2002, biaya pemungutan ditetapkan paling tinggi sebesar 5 % dari realisasi penerimaan pajak daerah. 14 Biaya pemungutan PPJ yang dipungut oleh PT. PLN sebesar 5 % tersebut, menurut ketentuan pasal 6 Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 27 tahun 2002 tentang pedoman alokasi biaya pemungutan pajak daerah (tanggal 24 Mei 2002) akan dialokasikan untuk : a. 54 % untuk biaya pemungutan PT. PLN b. 6 % untuk Tim Pembina Pusat c. 20 % untuk Aparat Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan d. 20 % untuk petugas PT. PLN setempat yang terkait pada pelaksanaan pemungutan. Dengan demikian total alokasi biaya pemungutan yang diperoleh PT. PLN adalah (54 % + 20 %) x 5 % dari hasil realisasi PPJ. Sedangkan alokasi untuk Tim Pembina Pusat selama belum ada Kepmendagri yang mengaturnya, dikuasai oleh Pemda setempat Dari tarif PPJ berdasarkan Peraturan pemerintah pasal 61 ayat (1) nomor 65 tahun 2001, paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen) dari total pembayaran rekening tertagih perbulan, yang kemudian diimplementasikan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pajak Daerah, bahwa pajak penerangan jalan untuk industri dikenakan 6 persen, sedangkan pelanggan kategori rumah tangga sebesar 7 persen. Dan Untuk tahun 2011, implementasi PPJ mengalami perubahan, dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Dimana pemerintah kota menetapkan tarif pajak penerangan jalan sebesar 10 persen, baik pelanggan kategori rumah tangga maupun industri. Dari data yang ada, besarnya Pajak Asli Daerah (PAD) untuk kota Makassar yang diperoleh dari PPJU, yang di setor oleh PLN untuk periode Januari sampai dengan November 2010 mencapai Rp 43 milyar, yang berasal dari rekening tertagih pelanggan yang besarnya mencapai Rp 950 milyar, dan akan terus meningkat dengan bertambahnya pelanggan, khususnya ketika diterapkan peraturan daerah nomor 3 tahun 15 2010, sedangkan besarnya biaya daya listrik untuk penerangan jalan yang dibayar pemerintah kota makassar ke PLN hampir mencapai Rp 1,8 milyar perbulan atau kurang lebih Rp 21 milyar pertahun, dengan jumlah titik lampu jalan mencapai 21 ribu dengan kapasitas daya sekitar 400-500 watt per mata lampunya. Dengan demikian total daya listrik yang diserap untuk penerangan lampu jalan berada diantara 8 MW sampai dengan 10 MW Besarnya biaya penerangan lampu jalan yang dibayar oleh pemerintah Kota Makassar ke PLN dalam setahun, membuat pemerintah kota Makassar menetapkan beberapa kebijakan dalam rangka penghematan penggunaan dana PAD dari pajak penerangan jalan, diantaranya; menginventarisasi lampu-lampu jalan yang terpasang, mencabut lampu jalan yang terpasang secara liar oleh masyarakat, melakukan pengkabelan tersendiri dengan menggunakan peralatan pendeteksi waktu nyala dan padam (timer), bahkan dalam waktu dekat, pemerintah kota Makassar akan merencanakan penggunaan system solar Cell dengan menggunakan lampu LED bagi seluruh penerangan jalan di kota Makassar, sebagai pengganti lampu jalan yang ada, dimana biaya pembangunan perunitnya untuk kapasitas 100 Watt ditaksir mencapai Rp 37 juta, dan diprediksi mampu mengurangi beban pembayaran pemkot Makassar hingga Rp11 milyar per tahun. Dari uraian yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa pemerintah kota Makassar disatu sisi dituntut mengumpulkan dana PAD yang besar yang berasal dari pajak, untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kota/daerah, dan disisi yang lain dituntut meningkatkan kesejahteraan rakyat diantaranya pembangunan penerangan jalan umum yang terus meningkat mengikuti pengembangan tata ruang kota Makassar. 16 B. Jaringan transmisi Udara (Over head line transmission) Daya listrik disalurkan dari pusat-pusat pembangkit ke pusat-pusat beban (konsumen) melalui jaringan transmisi. Terdapat 2 jenis jaringan transmisi, yaitu: over head line (jaringan udara) dan under ground cable (kabel bawah tanah). Overhead line umumnya digunakan untuk jarak yang panjang pada daerah yang terbuka dan pedesaan, sedangkan under ground cable digunakan pada daerah perkotaan dan under water (bawah air) atau pada keadaan khusus dimana overhead line tidak dapat digunakan, namun untuk rating daya yang sama, kabel bawah tanah 10 hingga 15 kali lebih mahal dari overhead line. 1. Karakteristik listrik Karakteristik overhead line dikenal melalui 4 parameter, yaitu resistansi (R) yang berkaitan dengan resistivitas saluran, konduktansi (G) berkaitan dengan arus bocor antara phasa dan tanah, induktansi seri (L) berkaitan dengan medan magnet sekeliling saluran, dan kapasitansi shunt berkaitan dengan medan listrik antara saluran. Adapun nilai beberapa parameter dari overhead line pada tegangan nominal tertentu ditunjukkan pada tabel 2.2. 2. Transfer daya dan rugi-rugi daya pada jaringan transmisi Daya listrik yang mengalir melalui line transmisi ac merupakan fungsi dari impedansi line, besar tegangan pengirim dan pernerima dan sudut phasa diantara kedua tegangan, Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1, dimana X merupakan reaktansi induktif pada line, E S dan ER 0 , masing-masing sebagai tegangan pengirim dan tegangan penerima 17 Tabel 2.2. Nilai jenis parameter dari jaringan transmisi udara Tegangan Nominal Parameter 230 kV 345 kV 500 kV 765 kV 1100 kV 0.050 0.037 0.028 0.012 0.005 0.488 0.367 0.325 0.329 0.292 3.371 4.518 5.200 4.978 5.544 = (nepers/km) 0.000067 0.000066 0.000057 0.000025 0.000012 = (rad/km) 0.00128 0.00129 0.00130 0.00128 0.00127 ZC (Ω/km) 380 285 250 257 230 SIL (MW) 140 420 1000 2280 5260 0.18 0.54 1.30 2.92 6.71 R (Ω/km) L (Ω/km) bC= C ( s/km) xL= Charging 2 (MVA/km) = Vo bC Catatan: Berlaku untuk frekwensi system yang diasumsikan 60 Hz, dan bundled conductor (penghamtar berkas), kecuali untuk tegangan jaringan 230 kV R, xL, bC adalah nilai per phasa, SIL (Surge Impedance Loading) dan charging MVA adalah nilai 3 phasa Gambar.2.1. Diagram satu garis dari line transmisi sederhana Gambar 2.2. Diagram phasor tegangan 18 Adapun besar daya kompleks pada sisi penerima (receiving end), dirumuskan sebagai berikut: S R PR jQ R E ER E R I E R S jX * E Cos jE S Sin E R E R S jX * (1) * Dimana: I ES Cos jE S Sin E R jX (2) ES E R Sin X E E Cos E 2R QR S R X PR (3) Hal yang sama berlaku pula pada sisi pengirim (sending end) ES E R Sin X E S2 E S E R Cos QS X PS (4) Dari persamaan (2), (3) dan (4), maka dapat dihitung rugi-rugi daya reaktif akibat adanya reaktansi induktif pada jaringan transmisi, yang dirumuskan sebagai berikut: E S2 E 2R 2E S E R Cos X 2 ( XI ) XI 2 X QS Q R (5) Jika resistansi seri R ditambahkan pada reaktansi induktif X, maka rugi rugi daya aktif maupun reaktif pada jaringan transmisi, dirumuskan sebagai berikut: 19 Q Loss XI 2 X PLoss PR2 Q 2R E 2R P2 Q2 RI R R 2 R ER (6) 2 3. Control parameter pada Jaringan Transmisi Dengan memperhatikan variable yang ada pada persamaan (4), maka kemampuan jaringan transmisi dalam menyalurkan daya ke beban dapat ditingkatkan atau rugi-rugi daya dapat diminimalisasi, dengan mengatur besar tegangan pada sending end atau receiving end, reaktansi (impedansi) line dan selisih sudut phasa antara kedua tegangan a. Control tegangan line Gambar 2.3. Diagram control tegangan line transmisi Gambar 2.3, memperlihatkan diagram satu garis dari line transmisi sederhana dengan sumber tegangan injeksi seri ( Vseri ). Agar besar tegangan line transmisi dapat diatur, Vseri dibuat sephasa dengan tegangan pengirim VA, yaitu Vseri VA . Dengan demikian maka aliran daya aktif dan reaktif menjadi: 20 PAB (1 S) V2 Sin X V2 (1 S)(1 S Cos ) X V A Dengan : S VA Q AB (7) Control tegangan line transmisi, sebagaimana yang tertuang pada persamaan (7), telah diuji ole Belacheheb. K, Saadate. S (2000), dimana aliran daya aktif pada line transmisi mengalami kenaikan saat tegangan pengirim dinaikkan sebesar S=10%, sebagaimana yang terlihat pada gambar 2.4a, dan sudah barang tentu aliran daya aktif akan bervariasi sesuai dengan besarnya tegangan injeksi seri yang diberikan. sedangkan pada gambar 2.4b, mempresentasikan variasi daya reaktif line akibat regulasi tegangan, dimana kenaikan daya reaktif dapat mendekati 100% untuk sudut elektris yang terletak dalam range (00-400). Kekurangan dari pendekatan ini, karena besar tegangan injeksi seri yang diberikan memiliki keterbatasan dan tidak dapat melewati 10% dari tegangan nominal VA (Smax = 10%). Hal ini menunjukkan bahwa aliran daya aktif tidak pernah melewati 10% dari aliran daya aktif semula. Sedangkan aliran daya reaktif pada nilai sudut elektris tertentu,dapat bertambah dua kali lipat pada waktu yang sama Gambar 2.4a. Aliran daya aktif pada line 21 Gambar 2.4b. Aliran daya reaktif pada line b. Control Impedansi line Metode ini pada perinsipnya menyisipkan tegangan seri pada line transmisi yang dapat dianggap sebagai reaktansi eqivalen Gambar 2.5. Diagram control impedansi line Gambar 2.5. Memperlihatkan sumber tegangan injeksi yang terhubung seri dengan line transmisi tegak lurus terhadap arus line, yaitu Vseries = - jkXI dan sebanding dengan arus line dan impedansi line, dimana “k” adalah koefisien kompensasi yang dapat bernilai positif atau negative (-1< k <1). 22 Jika k bernilai positif, maka bagian seri dari peralatan UPFC merupakan kapasitor seri, sedangkan jika bernilai negatif maka berprilaku sebagai induktor seri yang akan memperbesr induktansi line dan konsekwensinya menurunkan besar aliran daya. Untuk keadaan dimana nila k adalah positif (0 < k < 1), maka rekatansi line akan menurun sebesar : Xline = X – XC = X (1-k) (8) Adapun aliran daya pada line transmisi sebagai fungsi dari k, dirumuskan sebagai berikut: P12 V2 Sin X(1 k ) V2 (1 k ) Q12 (1 Cos ) X (1 k ) 2 (9) Adapun variasi daya aktif pada line transmisi sebagai fungsi dari koefisien k, telah diuji oleh belaeheheb K., Saadate S. (2000), sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 2.6a dan 2.6b Gambar 2.6a. Aliran daya aktif pada line transmisi 23 Gambar 2.6b. Aliran daya reaktif pada line transmisi Untuk sudut elektris yang sama, aliran daya aktif pada line transmisi berubah sesuai dengan besarnya koefisien kompensasi k, dimana untuk k = 0.2, perubahan aliran daya sebesar 25% dan mencapai 67% untuk k=0.4, sedangkan gambar 2.6b. memperlihatkan variasi daya reaktif line sebagai fungsi dari k. Adapun perbandingan (ratio) antara daya reaktif line tanpa kompensator dan dengan kompensator seri dapat ditulis sebagai berikut: Q Line 1 k Qo (1 k ) 2 (10) Hubungan sebagaimana persamaan (10), memperlihatkan bahwa ratio akan bertambah dengan cepat dengan betambahnya nilai k. Dengan mepertimbangkan batasan tegangan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tegangan VC tidak boleh melewati 110% dari tegangan nominal VA, maka nilai maximum dari k sebagai fungsi sudut elektris dapat dilihat pada gambar 2.7 24 Gambar 2.7. Batasan pada koefisien kompensasi c. Control sudut elektris Gambar 2.8. Diagram control sudut elektris Pada gambar 2.8, memperlihatkan diagram satu garis dari line transmisi sederhana dengan sumber tegangan injeksi. Besar dan phasa dari sumber tegangan injeksi ditentukan untuk mempertahankan agar tegangan pada bus A sama dengan bus B. Agar keadaan ini dipenuhi maka besar tegangan injeksi ditetapkan sebagai berikut: Vseries Vi exp( j i ) Dengan Vi 2V Sin ( / 2) ( ) 2 C A i A Adapun transfer daya aktif dan reaktif antara A dan B adalah: (11) 25 P12 V2 Sin ( ) X12 V2 Q12 (1 Cos ( )) X12 Sudut (12) ( ) diperlakukan sebagai sudut phasa efektif antara tegangan pengirim dan penerima. Gambar 2.9a dan 2.9b memperlihatkan pengaruh dua sudut yang diinjeksikan ( 150 dan 30 0 ) pada line transmisi daya. Untuk sudut elektris yang sama, diperoleh 3 daya yang berbeda pada line transmisi yang dapat dihitung sesuai dengan sudut sisipan . P( 0 0 ) P( 150 ) P( 30 0 ) Gambar 2.9a. Aliran daya aktif pad line transmisi 26 Gambar 2.9b. Aliran daya reaktif pada line transmisi Secara teoritis, metode ini tidak mempunyai batasan sebagaimana tegangan yang mempunyai kenyataannya, metode ini besaran yang sama, namun pada dibatasi oleh daya yang diberikan oleh peralatan kompensasi. Control parameter jaringan transmisi sebagaimana yang telah diuraikan, secara konvensional telah diterapkan pada system pembangkitan, dimana pengaturan daya aktif dilakukan melalui aksi governoor, dan pengaturan daya reaktif dilakukan dengan pengaturan eksitasi menggunakan Automatic Voltage regulator (AVR). Kedua pengaturan daya ini bekerja sendiri-sendiri (tidak simultan). Pesatnya kemajuan dibidang teknologi semi konduktor, maka sistim control daya mengalami perkembangan yang menggembirakan, dimana control daya saat ini dapat dilakukan secara simultan dan serba guna mengunakan peralatan yang dikenal dengan FACTS Devices (Flexible AC Transmisission System Controller Devices) 27 C. Sejarah Peralatan FACTS Controller Teknologi Flexible AC Transmisission System Controller (FACTS Controller) merupakan peralatan control aliran daya serbaguna dan flexible pada jaringan transmisi, yang dalam perkembangannya telah mengalami dua generasi (N..Hingorani, 1993). Generasi pertama menghasilkan dua jenis peralatan, yaitu Static Var Compensator (SVC) dan Narani G. Hingorani-subSynchronous Resonance (NGH-SSR) Damper. SVC sudah diimplementasikan pada jaringan transmisi sejak tahun 1970 an, yang terdiri dari thyristor, inductor dan capasitor. Dalam hal ini thyristor berfungsi sebagai saklar yang menghubungkan dan memutuskan inductor maupun capasitor pada jaringan transmisi, agar diperoleh kestabilan tegangan pada keadaan steady state. Namun kekurangannya, SVC tidak dapat dipergunakan sebagai peralatan control aliran daya aktif, olehkarena efisiensinya sangat rendah saat terjadi penurunan tegangan secara drastis pada jaringan transmisi. NGH-SSR dirancang untuk mengatasi masalah Sub Synchronous Resonance yang ditemukan pada jaringan transmisi, terdiri dari thyristor, inductor dan tahanan yang terhubung secara seri, NGH-SSR inilah kemudian menjadi cikal bakal dari salah satu peralatan yang dikembangkan pada generasi kedua FACTS Controller, yang dikenal dengan nama Thyristor Controlled Series Capacitor (TCSC). Generasi kedua, menghasilkan beberapa peralatan FACTS yang baru, yaitu; Thyristor Controlled Series Capacitor (TCSC) berfungsi sebagai pengendali impedansi pada jaringan transmisi, Static synchronous Compensator (STATCOM) berfungsi sebagai penyedia daya reaktif untuk menjaga kestabilan tegangan pada jaringan transmisi, Thyristor Controlled Phase angle Regulator (TCPR) berfungsi sebagai pengendali sudut fasa tegangan pada kedua ujung jaringan transmisi, 28 Unifield Power Flow Controller (UPFC) berfungsi sebagai pengendali daya aktif dan reaktif secara simultan, Thyristor controlled braking resistor (TCBR) berfungsi mencegah terjadinya percepatan pada generator setelah terjadinya pemutusan beban pada line transmisi, Thyristor Controlled Series Reactor (TCSR) digunakan pada jaringan transmisi yang membutuhkan pengurangan beban dengan cepat dan pembatasan arus gangguan, Thyristor Controlled Voltage Limiter (TCVL) berfungsi sebagai pembatas kelebihan tegangan selama selang waktu yang relative lama, yang dapat merusak peralatan pada jaringan transmisi (R.Nelson, 1994). D. Pengelompokan FACTS Controller Menurut N.G. Hingorani and L. Gyugyi (1999), FACTS controller secara umum dapat dibagi kedalam 4 kategori, yaitu: 1. Series Controller Series Controller bisa berupa impedansi variable, misalnya: capasitor, reactor dan semacamnya, atau sumber variable berbasis elektronika daya yang terhubung seri dengan line. Perkalian Impedansi variable dengan arus yang mengalir padanya, maka series controller merepresentasikan sebuah tegangan seri yang diinjeksikan pada line, dan Selama tegangan seri berbeda fasa 900 terhadap arus line, maka series controller hanya mensupply atau mengkomsumsi daya reaktif variable, sedangkan untuk beda fasa yang lain maka series controller juga menghandle daya real 2. Shunt Controller Sebagaimana pada series controller, maka shunt controller juga bisa berupa impedansi variable, sumber variable atau kombinasi dari keduanya. Impedansi shunt variabel yang terhubung dengan tegangan line, menyebabkan mengalirnya arus variable. Untuk itu shunt controller merepresentasikan injeksi arus ke dalam line. Selama arus yang 29 dinjeksikan berbeda fasa 900 terhadap tegangan line, maka shunt controller hanya mensupply daya reaktif variable, sedangkan untuk beda fasa yang lain, maka shunt controller juga menghandle daya real 3. Combined Series - Series Controller Combined series-series controller dapat berupa kombinasi dari series controller secara terpisah, yang dikontrol dengan cara koordinasi pada system transmisi multi line. Atau dapat juga berupa Unified controller, dimana series controller melakukan kompensasi reaktif seri untuk setiap line sambil mentransfer daya real diantara line melalui power link. Kemampuan transfer daya real pada unified series-series controller, berkenaan dengan Interline power flow controller, memungkinkan aliran daya real dan reactive dalam line berada dalam keseimbangan, dan sudah barang tentu penggunaan system transmisi menjadi maksimal. 4. Combined Series - Shunt Controller Combined Series-shunt Controller berupa kombinasi shunt dan series controller secara terpisah yang dikontrol dengan cara koordinasi, atau berupa UPFC dengan elemen seri dan shunt. Pada perinsipnya kombinasi shunt-series controller menginjeksi arus dalam system dengan elemen shunt dari controller dan tegangan seri pada line dengan elemen seri dari controller. Namun demikian, ketika shunt dan series controller menyatu, maka daya real dapat saling dipertukarkan antara series dan shunt controller melalui dc power link. Controller yang terhubung seri, akan mempengaruhi bentuk tegangan, aliran arus dan daya secara langsung. Oleh karena itu jika dimaksudkan untuk mengontrol aliran arus/daya dan meredam osilasi, maka series controller jauh lebih baik dari pada shunt controller. Namun demikan shunt controller pada sisi yang lain, merupakan sumber arus yang menginjeksi arus ke dalam system, sehingga sangat baik sebagai 30 control tegangan pada dan sekitar titik sambungan melalui injeksi arus reaktif (leading atau lagging). Untuk itu shunt controller lebih efektif untuk control tegangan dan meredam osilasi, baik itu sebagai injector arus reaktif saja atau kombinasi arus reaktif dan aktif. Untuk lebih jelasnya, penegelompokan FACTS Devices dapat dilihat pada gambar 2.10. Gambar 2.10. Blok diagram pembagian FACTS Dvices E. Unified Power Flow Controller (UPFC) 1. Rangkaian Dasar dan Perinsip Operasi Menurut Louie,K.W at. All (2007), UPFC adalah controller serba guna yang berfungsi melakukan perbaikan pada performance system tenaga listrik. Menurut Sadikovic, Rusejla (2003), UPFC dapat mengontrol semua parameter dasar system tenaga secara simultan (tegangan transmisi, impedansi dan sudut fasa ) dan compensasi dinamis pada system ac, baik itu sebagai compensasi reaktif shunt, compensasi reaktif 31 seri, dan pengubah phasa, sehingga memenuhi fungsi control ganda atau serba guna. Menurut Gyugyi (1991), Struktur dasar dari UPFC, terdiri dari 2 buah Voltage Sourced Converters (VSC), yang saling terhubung dengan Common DC Link melalui DC Storage Capacitor. setiap Converter terhubung ke system melalui coupling transformer. Converter 1 terhubung paralel dengan line transmisi melalui shunt transformer (Boosting Transformer) dan dikenal sebagai STATCOM, sedangkan converter 2 terhubung seri dengan line transmisi melalui series transformer (Exciting Transformer) dan dikenal sebagai SSSC. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.11a dan gambar 2.11b (Noroozian, M., Angquist, L., Ghandhari, M., Anderson, G,1997). Gambar 2.11a. Rangkaian Dasar dari UPFC 32 Gambar 2.11b. Blok diagram dari UPFC Dari gambar 2.11a dan 2.11b. bahwa kedua converter dioperasikan dari common dc Link melalui dc storage capacitor, dimana converter seri berfungsi menginjeksi tegangan Vpq dengan besaran dan sudut fasa yang controllable, terhubung seri dengan line, sedangkan converter shunt yang mensupply arus reaktif melalui transformer shunt berfungsi mensuply daya aktif yang dibutuhkan oleh converter seri melalui common dc link, Keadaan ini yang menyebabkan converter seri dapat melakukan pertukaran daya aktif dan reaktif dengan line transmisi. Setiap converter dapat membangkitkan atau menyerap daya reaktif pada masing-masing terminal ac nya. Converter shunt selain harus mampu mepertahankan tegangan dc yang konstan dengan mengontrol phasa tegangan melalui petukaran daya aktif, ia juga mengontrol besar tegangan terminal ac pada transformer shunt melalui pertukaran daya reaktif dengan line. Sedangkan converter seri melalui tegangan injeksinya dapat melakukan pengontrolan daya aktif dan reaktif dengan line transmisi. 33 Sebagai contoh, Untuk memodifikasi aliran daya aktif pada jaringan transmisi, maka tegangan seri disisipkan sedemikian rupa sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran fasa tegangan, dan untuk memodifikasi aliran daya reaktif pada jaringan transmisi, maka tegangan seri disisipkan sedemikian rupa sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada besar tegangan. Keadaan ini dapat terjadi jika padanya diberlakukan 2 buah konstrain. Konstrain pertama adalah menetapkan besaran maksimum dari tegangan seri dan konstrain kedua menetapkan besar tegangan maksimum dan minimum pada sisi receiving end. 2. Pemodelan UPFC Dalam studi aliran daya, semua elemen system tenaga listrik dimodel dalam bentuk rangkaian eqivalen, demikian pula bagi UPFC. Adapun pemodelan UPFC dapat dilakukan dalam beberapan cara, yaitu: a. Model Decoupled Menurut Nabavi dan Iravani (1996), Pengunaan model decoupled bagi UPFC dalam algoritma aliran daya, dapat mengatur aliran daya dari bus i ke bus j, demikian pula besar tegangan pada bus i. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa tidak ada rugi-rugi pada operasi UPFC dan resistansi pada impedansi sumber tegangan diabaikan. UPFC dan coupling transformer dimodel dengan menjadikan bus i sebagai bus beban dan bus j sebagai bus generator, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.12.b. Sending end pada UPFC ditransformasi menjadi PQ bus, sedangkan receiving end ditransformasi menjadi PV bus. Adapun beban daya aktif dan reaktif pada PQ bus serta besar tegangan pada PV bus di set pada nilai yang dikontrol oleh UPFC. 34 a. Representase UPFC b. Model Decoupled UPFC Gambar 2.12. Representase dan UPFC model Decoupled b. Model Injeksi Jika dimisalkan sumber tegangan seri ditempatkan diantara bus i dan j pada system tenaga listrik, maka sumber tegangan converter seri sebagai tegangan injeksi dapat dimodel sebagai sumber tegangan ideal V s yang terhubung seri dengan reaktansi Xs, sebagaimana yang ' diperlihatkan pada gambar 2.13. V i merupakan tegangan fiktif dibelakang reaktansi seri, yang dirumuskan sebagai berikut: ' V i V s V i (13) V s r V i e j (14) dimana: 0 r rmax dan 0 2 Gambar 2.13. Representase sumber tegangan converter seri 35 Diagram vector dari rangkaian ekivalen pada gambar 2.13 ditunjukkan pada gambar 2.14. Gambar 2.14. Diagram vector dari rangkaian ekivalen sumber tegangan converter seri Adapun Model injeksi diperoleh dengan menggantikan sumber dengan sumber arus I inj jbs V s terhubung paralel tegangan V s dengan line, dimana bs = 1/ Xs, sebagaimana gambar 2.15 Gambar 2.15. Rangkaian pengganti sumber tegangan seri Sumber arus I inj dengan injeksi daya S i dan S j , dirumuskan: S i V i ( I inj )* V i jb s r V i e j * (15) rbsVi2 Sin - jrb sVi2 Cos S j V j ( I inj )* V j jb s r V i e j * rbsVi V j Sin(θ ij ) jrb sVi V j Cos(θ ij ) Dimana: ij i j dan b s 1 / x s (16) 36 Dari gambar 2.15. dapat disimpulkan bahwa model injeksi dari sumber tegangan seri dapat dilihat sebagai dua beban yang saling bergantung, sebagaimana pada gambar 2.16. Gambar 2.16. Model injeksi Untuk sumber tegangan seri Dimana: Pi real (S i ) , Qi Im ag (S i ) Pj real ( S j ) Q j Im ag ( S i ) (17) Dalam UPFC, converter shunt (converter 1) yang mensupply arus reaktif melalui transformer shunt, berfungsi mensuply daya aktif yang dibutuhkan oleh conver seri (Converter 2) melalui common dc link,. Untuk itu persamaan daya real untuk kedua converter (Jika Losses pada UPFC diabaikan) dapat ditulis: PCONV1 = PCONV2 Adapun daya semu yang disupply oleh converter 2 (18) dihitung sebagai berikut; ' Vi V j * * j S CONV 2 V s I s re V i ( ) jx s (19) atau P CONV2 rbs V i V j Sin(θi θ j γ) rbsVi2 Sin (20) Q CONV2 rbs V i V j Cos(θi θ j γ) rbsVi2 Cosγ r 2 bsVi2 (21) 37 Daya reaktif yang disalurkan atau diserap oleh converter 1 dapat dikontrol secara bebas oleh UPFC dan dapat dimodel sebagai sumber reaktif shunt yang terpisah dan controlable. Untuk itu dapat diasumsikan bahwa: QCONV1 = 0 (22) Konsekwensinya, maka model injeksi dari sumber tegangan yang terhubung shunt dibentuk dari dari model sumber tegangan yang terhubung PCONV1 + j0 seri dengan menjumlahkan eqivalen daya menjadi ke bus i. Adapun model UPFC diperlihatkan pada gambar 2.17. Gambar 2.17. Model UPFC Dimana r dan merupakan variabel control pada UPFC c. Model Comprehensive Newton Raphson (NR) Pada model Comprehensive NR, Kedua sumber tegangan converter dimodel sebagai sumber tegangan ideal, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.18. Output dari tegangan seri Vse dan θse masing-masing dapat dikontrol dalam batasan sebagai berikut: Vse max Vse Vse min dan 0 se 2 , demikian pula pada sumber tegangan shunt Vsh dan θsh, masing-masing dapat dikontrol dalam batasan sebagai berikut: Vsh max Vsh Vsh min dan 0 sh 2 38 Gambar 2.18. UPFC Model Comprehensive NR Pada gambar 2.18, diperlihatkan model dari sumber tegangan UPFC, dimana Zse and Zsh adalah impedansi dari dua buah transformer kopel dimana satu dihubungkan secara seri dan lainnya terhubung shunt diantara line dan UPFC. Tegangan output konverter (besar dan sudut) digunakan untuk mengontrol aliran daya dan tegangan pada bus sebagai berikut: i) Besar tegangan bus dapat dikontrol dengan menginjeksi tegangan Vse dengan sudut θse yang sefasa ataupun tidak sefasa dengan sudut dari tegangan bus k (θk), sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar 2.19. ii) Aliran daya dapat dikontrol (kompensasi reaktif seri) dengan menginjeksi tegangan V’se yang tegak lurus ( lead atau lag) terhadap arus line (θse = m 90 ), m adalah sudut antara Vm dan Im) sebagaimana pada gambar 2.19 iii) Aliran daya dapat dikontrol (sebagai fase shifter) dengan menginjeksi tegangan yang besarnya 1 ( Vse’’) yang tegak lurus (lead atau lag) terhadap tegangan bus gambar 2.19 θm, sebagaimana pada 39 Gambar 2.19. Control tegangan, impedansi dan sudut secara simultan F. Studi Aliran Daya menggunakan Model UPFC Dalam perencanaan maupun pengembangan system tenaga listrik , studi aliran daya akan memberikan informasi tentang karakteristik operasi system dalam keadaan steady state , berkenaan dengan dengan besar dan sudut tegangan pada setiap bus, besar daya aktif dan reaktif yang mengalir pada jaringan transmisi , besar daya reaktif yang dibangkitkan dan diserap oleh bus generator dan besar rugi-rugi daya yang terjadi dalam system. Untuk melakukan studi aliran daya dibutuhkan paket program aliran daya (Software), Salah satu software aliran daya yang umum digunakan adalah software aliran daya menggunakan Metode Newton Raphson (NR). Software aliran daya metode NR ini dapat dimodifikasi dengan mudah dengan menyisipkan model UPFC yang digunakan, yang kemudian dipakai untuk melakukan simulasi control aliran daya dalam system tenaga listrik 1. Model Injeksi UPFC dengan Model injeksi, memungkinkan pengontrolan terhadap 3 (tiga) parameter secara simultan, yaitu daya reaktif shunt (Q Conv1), besarnya r, dan sudut ( ) pada teganga injeksi seri (VS). UPFC dengan Model injeksi dapat disatukan dengan mudah kedalam program aliran daya NR. 40 Jika UPFC ditempatkan diantara bus i dan j dalam system tenaga listrik, maka matrix admitansi dimodifikasi dengan menambahkan reaktansi ekivalen Xs diantara bus i dan j. Demikian pula matrix Jacobian NR dimodifikasi dengan menambahkan daya injeksi yang sesuai, yaitu: P H Q J N L V/V (23) Adapun Matrix Jacobian dimodifikasi sebagaimana yang diberikan pada table 2.3 dibawah ini, dimana superscript “o” menunjukkan elemen Jacobian tanpa UPFC Tabel 2.3. Modifikasi matrix Jacobian H (i ,i ) H (oi ,i ) Qsj N (i ,i ) N (oi ,i ) Psj H (i , j ) H (oi , j ) Qsj N (i , j ) N (oi , j ) Psj H ( j ,i ) H (oj ,i ) Qsj N ( j ,i ) N (oj ,i ) Psj H ( j , j ) H (oj , j ) Qsj N ( j , j ) N (oj , j ) Psj J ( i ,i ) J (oi ,i ) L(i ,i ) L o(i ,i ) 2Qsi J ( i , j ) J (oi , j ) L(i , j ) L o(i , j ) J ( j ,i ) J (oj ,i ) Psj L( j ,i ) L o( j ,i ) Qsj J ( j , j ) J (oj , j ) Psj L( j , j ) L o( j , j ) Qsj 2. Model Comprehensive Newton Raphson (NR) Dua buah sumber tegangan ideal pada UPFC dapat direpresentasikan secara matematis sebagai berikut: Vse Vse (Cos se j Sin se ) Vsh Vsh (Cos sh j Sin sh ) (24) 41 Jika UPFC ditempatkan diantara bus k dan m pada suatu sisitem, maka menurut hokum kirchoff, besar tegangan dan arus sebagaimana pada gambar 2.18. sebagai berikut: I k y se y sh y se y se I y se y se m y se Dimana: yse = 1/zse V k y sh V m 0 V se V sh (25) dan ysh = 1/zsh Adapun elemen transfer dari matrix admittance dapat diuraikan sebagai berikut: Ykk G kk jB kk y se y sh Ymm G mm jB mm y se Ykm Ymk G km jB km y se (26) Ysh G sh jB sh y sh Model sumber tegangan converter UPFC diasumsikan tdak ada rugi-rugi, dengan demikian tidak ada penyerapan atau pembangkitan daya aktif oleh kedua converter. Adapun daya aktif yang dibutuhkan oleh converter seri (Pse) disupply dari system oleh converter shunt (Psh) melaui common dc link, dimana tegangan capasitor dc link (Vdc) dalam keadaan konstan. Olehkarena Psh = Pse maka berlaku: Pse + Psh = 0 (27) Dari gambar 2.18 dan oleh persamaan 21, maka persamaan daya untuk sumber seri dan shunt pada UPFC dapat ditulis sebagaik berikut: Pse Vse2 G mm Vse Vk (G km Cos ( se k ) B km Sin ( se k )) Vse Vm (G mm Cos ( se k ) B mm Sin ( se k )) Pse Vsh2 G sh Vsh Vk (G sh Cos ( sh k ) B sh Sin ( sh k )) (28) (29) 42 Sedangkan persamaan daya UPFC yang dikombinasi dengan persamaan jaringan yang ada, memberikan persamaan sebagai berikut: Pi jQ i Vi Vj Yij ij i j Pi' jQ 'i n (30) j1 Dimana : Pi' jQ 'i = Aliran daya aktif dan reaktif oleh adanya UPFC antara bus k dan m = Pi jQ i Daya aktif dan reaktif pada bus ke i Vi i = Tegangan dan sudut pada bus ke i V j j = Tegangan dan sudut pada bus ke j Yij = Admitansi saluran transmisi pada bus i dan j G. Rumusan Hipotesis Dari keseluruhan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2.20. selanjutnya dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut: 1. Rugi-rugi daya pada line transmisi merupakan daya yang hilang dan tidak bernilai ekonomi, dapat dimanfaat kembali dan bernilai ekonomi, dengan mengontrol 3 parameter dasar line transmisi 2. Kemajuan di bidang teknologi semi konduktor, dimungkinkan pengontrolan 3 parameter dasar line transmisi secara simultan, dalam hal ini menggunakan Unified power flow controller 3. Dalam beberapa literature, control berbasis elektronika daya, memberikan respons yang lebih baik dan optimal terhadap performance system tenaga listrik 43 Pembangkit (Daya Input) Perbaikan rugi-rugi daya pada line transmisi Dengan UPFC Rugi-rugi daya Line Transmisi Daya Out put = Daya Input – rugi-rugi daya Daya Lampu jalan Daya Ouput baru Gambar 2.20. Bagan kerangka pikir