MUJIZAT_LAMUN

advertisement
1
Perspektif lamun sebagai blue carbon sink di laut
Dr.Ir.Mujizat Kawaroe*
*Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Jl. Lingkar Akademik No.1 Kampus IPB DARMAGA, Bogor Indonesia 16680, Telp. (+62 251) 8623644,
8330970, E-mail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Semakin banyak bukti bahwa lamun secara global mengalami penurunan luasan karena ancaman
pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Penurunan kualitas nutrien dan sedimen yang
mempengaruhi kualitas air adalah ancaman terbesar bagi lamun, selain itu ancaman lainnya yang
juga bisa merusak lamun adalah kegiatan perikanan, polusi, perkapalan, konstruksi, pengerukan,
dan praktek-praktek penangkapan ikan yang nerusak. Gangguan alam seperti badai dan banjir juga
dapat juga menimbulkan kerusakan lamun. Potensi ancaman dari perubahan iklim meliputi
kenaikan permukaan laut, perubahan pasang surut, radiasi UV, peningkatan suhu laut dan
terjadinya badai serta banjir. Perubahan iklim global mengacu pada perubahan lingkungan yang
disebabkan oleh peningkatan emisi CO2 dan gas rumah kaca ke atmosfer, dan lamun memiliki
konsekuensi juga sebagai tumbuhan yang hidup di laut. Peran lamun sebagai tumbuhan di laut
adalah melakukan penyerapan terhadap CO2 (carbon sink) atau dikenal dengan istilah blue carbon
dan digunakan untuk proses fotosintesis. Perubahan lingkungan tidak serta merta secara langsung
mematikan lamun tetapi dibutuhkan waktu beberapa saat tergantung kerusakan dan ketahanan
lamun tersebut.
Kata-kata kunci : blue carbon, carbon sink, perubahan iklim, lamun,.
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
2
1. PENDAHULUAN
Kehidupan di laut berpotensi membantu pencegahan pemanasan global melalui
peran tumbuhan laut. Tumbuhan laut dapat menyerap 2 milliar ton karbondioksida
dari atmosfer setiap tahun, dan sebagian besar yang bertanggung jawab akan hal
itu adalah plankton walaupun penyerapan oleh plankton ini hanya sebagian kecil
yang diendapkan ke dasar laut sebagai penyimpan karbon. Lain halnya dengan
ekosistem pantai terutama padang lamun, meskipun seluruhnya hanya mencakup
kurang dari 1 persen dari luasan dasar laut samudra, namun dapat menyimpan
lebih dari separuh karbon yang terkubur di dasar laut. Tumbuhan laut diperkirakan
mengikat sekitar 1.650 juta ton karbondioksida per tahun – kurang lebih separuh
dari emisi dari kegiatan transportasi global – hingga menjadikan tumbuhan laut
merupakan carbon sinks yang paling besar di bumi ini. Akan tetapi kini
kapasitasnya untuk menyerap emisi karbon berada dalam ancaman: habitatnya
semakin hilang (habitat loss) dengan laju sekitar 7 persen per tahun, atau sampai
15 kali lebih laju dari yang dialami hutan-hujan tropis. Bahkan saat ini diduga
luasannya telah mengalami pengurangan sampai sekitar sepertiga luasannya.
Sekitar 50 persen umat manusia di bumi ini menghuni daerah pesisir sampai
selebar 65 mil dari pantai, dan ini memberikan tekanan yang amat berat terhadap
lingkungan pantai. Padang lamun acapkali dapat meningkatkan produktivitas
karena mengendapkan hamparan lamun yang telah mati, tetapi air yang keruh
menghambat lamun untuk mendapatkan sinar matahari.
Lamun mewakili komponen dominan dari habitat laut dangkal lainnya. Hampir
seluruh padang lamun terdiri dari hanya satu spesies, sedangkan yang campuran
terdiri dari 14 spesies bisa ditemukan di daerah tropis, khususnya di daerah Indo
Pasifik yang memiliki keanekaragaman lamun tertinggi di Bumi. Padang lamun
merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan rata-rata stok berat kering
lamun sebanyak 460 gram per m2 dan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 5 gram
berat kering per hari (Duarte dan Chiscano, 1999).
Lamun adalah tumbuhan berbunga yang tumbuh di perairan dangkal dan estuari
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
3
yang ada di seluruh dunia. Berasal dari tumbuhan darat yang kembali memasuki
laut antara 100 sampai 65 juta tahun yang lalu, lamun memiliki daun, batang
rhizoma dan akar. Walaupun hanya terdapat 60 spesies yang tersebar di seluruh
dunia, tumbuhan ini memiliki peranan penting di ekosistem laut yang dangkal dan
berdekatan dengan pantai. Padang lamun menyediakan dukungan ekosistem yang
memiliki nilai di atas semua ekosistem di permukaan bumi. Lamun memberikan
perlindungan yang aman bagi banyak hewan, termasuk ikan, dan dapat juga
menjadi sumber makanan langsung untuk manatees dan dugong, penyu, beberapa
ikan herbivora juga bulu babi.
Akar dan rhizoma lamun juga menstabilkan
sedimen dan mencegah erosi sedangkan daunnya menyaring sedimen tersuspensi
dan nutrisi dari kolom air. Padang lamun sedemikian pentingnya sehingga terkait
dengan habitat laut penting lainnya seperti terumbu karang, mangrove, estuari dan
organisme lain. Karakteristik yang unik dari lamun yang membedakan lamun dari
tumbuhan lainnya yang ada di laut adalah bagian daun, akar dan rhizoma serta
organ reproduktif untuk berbunga, water-borne pollination dan produksi benih.
2. ARTI PENTING LAMUN
Definisi
Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup
yang dapat menembus sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan
nutrien karena mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga
merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan
yang sangat mendukung di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup
dan berkembang secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya
tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di
perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan
memiliki rizoma, daun dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun
(Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh,
berdaun, berimpang, berakar serta berkembang biak dengan biji dan tunas.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah
padang lamun (seagrass beds) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
4
suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan
kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem ekologi padang lamun yang tediri
dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem lamun (seagrass ecosystem).
Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga
dijumpai di terumbu karang.
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan
berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis
padang lamun antara lain adalah:
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di daratan lumpur/pasir
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan
terlindung
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan
tubuhnya terendam air termasuk daur generatif
6. Mampu hidup di media air asin
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik
Klasifikasi
Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit
seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter
tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang
berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran
morfologi dan anatomi.
Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki
perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi,
lamun berada pada Sub Kelas Monocotyledoneae, Kelas Angiospermae. Dari
empat famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu
Hydrocharitaceae
dan
Cymodoceae.
Famili
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
Hydrocharitaceae
dominan
5
merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan tiga famili lain merupakan
lamun yang tumbuh di laut.
Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di
lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi
yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan
untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk
tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga memiliki
karakteristik tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikul yang tipis,
perkembangan shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada
sistem lakunar. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi
lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di
bawah air.
Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut memiliki kaitan dengan perbedaan
ekologik lamun (den Hartog, 1970). misalnya Parvozosterid dan sampai limpur
yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, tetapi terbatas pada daerah
sublitoral sampai pada batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki
bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah
keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki
pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan
darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine algae/seaweeds), lamun
memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang
menyalurkan nutrien, air, dan gas.
3. VEGETASI LAMUN SEBAGAI BLUE CARBON SINK DI LAUT
Perubahan iklim disebabkan karena meningkatnya kandungan gas rumah kaca dan
partikel di atmosfir. Pertama, disebabkan karena pembakaran bahan bakar fosil,
pelepasan gas rumah kaca seperti CO2, dikenal sebagai “brown carbon”, dan
partikel debu, dikenal sebagai “black carbon”. Kedua, disebabkan karena emisi
yang berasal dari penebangan vegetasi hutan, kebakaran hutan, dan emisi dari
kegiatan pertanian (pupuk). Ketiga, disebabkan karena pengurangan kemampuan
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
6
ekosistem alami untuk menyerap karbon dalam proses fotosintesis dan
menyimpannya, dikenal sebagai “green carbon” (Trumper et al., 2009).
Istilah baru dalam penyerapan karbon dikenal sebagai “blue carbon” yang
diperkenalkan sebagai penyerapan karbon yang dilakukan oleh lautan termasuk di
dalamnya organisme hidup. Diperkirakan blue carbon dapat menyerap sekitar
55% karbon yang berada di atmosfer dan digunakan untuk proses fotosintesis.
Siklus karbon di laut tersebut penyerapannya didominasi oleh mikro, nano, dan
pikoplankton, termasuk bakteria dan jamur. Penyerapan karbon di lautan dunia
tersimpan dalam bentuk sedimen yang berasal dari mangrove, salt marshes, dan
padang lamun. Blue carbon ini tersimpan sampai dengan jutaan tahun dan lebih
lama dibandingkan dengan hutan yang hanya tersimpan puluhan sampai ratusan
tahun karena mengalami pencucian. Walaupun biomas tumbuhan laut jika
dibandingkan dengan tumbuhan darat hanya sekitar 0,05%, tetapi siklus karbon
yang terjadi di laut jika dijumlahkan selama setahun hampir sama bahkan lebih
dibandingkan dengan tumbuhan darat. Sehingga hal ini menunjukkan efisiensi
tumbuhan laut sebagai carbon sinks.
Aliran karbon dioksida (CO2) dari udara melewati muka air laut merupakan
fungsi dari kelarutan (solubility) CO2 di dalam air laut dan dikenal sebagai
solubility pump. Jumlah CO2 terlarut di air laut adalah utamanya dipengaruhi oleh
kondisi fisika-kimia (suhu air laut, salinitas, total alkalinitas) dan proses biologi
(produktivitas primer) yang terjadi di laut. Melalui proses pertukaran gas, CO2
ditransfer dari udara ke laut dan berubah bentuk menjadi dissolved inorganik
carbon (DIC). Proses ini terjadi secara terus menerus karena laut tidak jenuh oleh
kandungan CO2 jika dibandingkan atmosfer. Proses ini sangat efisien terjadi di
wilayah dengan posisi lintang tinggi (temperate) karena kelarutan CO2 sangat
efisien pada kondisi suhu rendah. Pada proses seperti ini, CO2 di atmosfer dalam
jumlah banyak akan terlarut dan tersimpan sehingga tidak menjadi gas rumah
kaca di atmosfer. Produktivitas primer di laut sangat ditentukan oleh keberadaan
CO2 untuk melakukan proses fotosintesis utamanya oleh fitoplankton dan proses
ini dikenal sebagai biological pump. Bersama dengan solubility pump, proses
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
7
biological pump akan berjalan dan mengendapkan karbon (carbon sinks) di dasar
laut.
Padang lamun sebagai vegetasi ekosistem pesisir bersama sama dengan mangrove
dan hutan di darat merupakan pusat keanekaragaman (hot spot) yang
menyediakan fungsi penting dan bernilai yaitu sebagai karbon sinks seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi pengurangan luasan habitat pesisir
empat kali lebih cepat dibandingkan dengan hutan dan rata-rata pengurangannya
juga mengalami peningkatan. Kondisi ini diduga disebabkan karena masyarakat
lebih banyak menerima informasi tentang keberadaan, keuntungan dan fungsi
hutan jika dibandingkan dengan vegetasi ekosistem pesisir. Kurangnya perhatian
masyarakat tentang vegetasi ekosistem pesisir bisa juga disebabkan karena masih
berorientasi darat dan tidak terlihatnya vegetasi pesisir ini secara kasat mata
sehingga sepertinya tidak berperan di dalam kehidupan. Perubahan pola pikir ini
menjadi salah satu tanggung jawab di dalam pemberdayaan masyarakat pesisir
dan targetnya adalah bukan saja masyarakat pesisir tetapi semua masyarakat
Indonesia dan dunia.
Bagaimana dengan posisi Indonesia?sampai dengan saat ini masih ada
ketidakpastian mengenai peran laut sebagai karbon sink atau source. Untuk
vegetasi dan fitoplankton di laut adalah mutlak sebagai karbon sink karena proses
fotosintesis oleh tumbuhan yang membutuhkan CO2 dan kemudian terjadi
pengendapan material tumbuhan yang gugur dan tidak terpakai dalam jaring
makanan. Tetapi untuk kehidupan lain di laut, seperti respirasi organisme yang
juga menghasilkan CO2 belum dilakukan penelitian secara intensif mengenai ini
di seluruh laut Indonesia. Selain itu adalah solubility pump di perairan Indonesia
seperti apa perannya.
Blue carbon sink di Indonesia dapat diawali dengan data dan informasi luasan
vegetasi pesisir dan densitas fitoplankton di berbagai lokasi laut Indonesia.
Sampai dengan saat ini terdapat ketidakpastian data mengenai luasan ekosistem
mangrove, contohnya adalah data luas penutupan mangrove di Indonesia yang
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
8
dikeluarkan oleh Kehutanan berbeda dengan data Bakosurtanal. Bagaimana
dengan lamun?pendugaan luasan lamun sampai dengan saat ini masih dengan
menggunakan data citra dengan sistem informasi geografis. Data ini perlu
diperbaharui setiap saat dan secara terpadu dengan pengecekan lapangan agar
keakuratannya bisa dijamin. Data luasan ini dibutuhkan di dalam pendugaan
seberapa banyak karbon yang diendapkan di dasar lautan Indonesia. Demikian
juga dengan peran estuari dan kontinental shelf sehingga data secara total dapat
diketahui.
Sebagai contoh area yang berperan sebagai blue carbon sink secara global
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkiraan rata-rata area yang potensi sebagai blue carbon sink dan karbon
organik yang mengendap per tahun
Komponen
Area
Pengendapan Karbon Organik
Juta km2
Ton C ha-1y-1
TgCy-1
Mangrove
0.17
1.39
17.0-23.6 (57)
Salt marsh
0.40
1.51
60.0-70 (190)
Lamun
0.33
0.83
27.4-44 (82)
0.90
1.23
114-131 (329)
Vegetasi
Total
Keterangan : T = Tera (1012), sumber UNEP (2009)
Blue carbon sink adalah murni autotrop yang berarti bahwa ekosistem yang
berperan sebagai blue carbon menfiksasi CO2 sebagai bahan organik hasil
fotosintesis sebagai ekses dari CO2 dalam proses respirasi yang dilakukan oleh
biota. Kondisi ini sangat nyata terjadi pada ekosistem lamun, yaitu akumulasi
material sedimen terjadi di permukaan dan membentuk lapisan sampai mencapai
beberapa meter di dasar perairan. Sebagai konsekuensi dari kapasitas vegetasi
pesisir untuk mengakumulasi material di dasar perairan yaitu dengan bertindak
sebagai carbon sink, dan secara global bertanggung jawab terhadap sekitar 120329 TgCy-1, dan merupakan hitungan rata-rata terendah dari pendugaan karbon
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
9
yang tertimbun di sedimen dasar laut (Tabel 1). Dan blue carbon memiliki peran
utama pada siklus karbon di lautan. Kapasitas karbon yang mengendap dan
berasal dari vegetasi laut mencapai 180 kali lebih besar dibandingkan dengan ratarata kecepatan pengendapan di laut dalam.
Pengendapan karbon di laut mencapai sekitar 10% dari kapasitas yang ada dan
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti mencapai
2.000TgCy-1 (Sarmiento and Gruber, 2002). Karbon ini merupakan karbon yang
berasal dari atmosfer yang terlarut di laut dan disimpan dalam bentuk DIC
(dissolved inorganic carbon). Blue carbon sink memberikan kontribusi sebesar
50% dari total pengendapan karbon organik di lautan. Beberapa tumbuhan laut
yang hidup pada substrat berbatu tidak dapat mengendapkan karbon karena
kondisi substrat yang tidak memungkinkan contohnya adalah makroalga yng
tumbuh pada karang, Halimeda sp.
Bagaimana peran karbon laut pada siklus global?kondisi tersebut dijelaskan pada
Tabel 2.
1980s
1990
2000-2005
(Tg Cy-1)
(Tg Cy-1)
(Tg Cy-1)
Emisi fossil fuel
5.200
6.400
7.200
Atmosfer
-2.900
-3.200
-4.200
Lautan
-1.900
-2.200
-2.200
Daratan
-400
-100
-800
Perubahan penggunaan lahan
1.500
1.600
1.500
Residu Daratan
-1.900
-2.600
-2.300
Sumber : UNEP (2009)
Tabel 2 menampilkan peran laut sebagai penyerap karbon dan mencapai 2.200 Tg
Cy-1 karbon yang dapat dilarutkan di laut, tetapi yang tersimpan hanya yang
berbentuk sedimen dan dikenal sebagai blue carbon yang berasal dari vegetasi
laut.
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
10
4. BAHAN BAKAR DAN KARBONDIOKSIDA
Selama lebih dari empat abad, manusia menggantungkan kebutuhan energinya
pada bahan bakar fosil seperti minyak dan gas bumi, yang saat ini telah
menimbulkan paling sedikit dua ancaman serius, yaitu kelangkaan persediaan dan
perubahan iklim global yang diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO2)
hasil pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Kesadaran manusia terhadap
ancaman serius tersebut telah meningkatkan intensitas berbagai penelitian yang
bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) maupun
penghantar energi (energy carrier) yang lebih terjamin ketersediannnya juga lebih
ramah lingkungan. Salah satu sumber energi yang saat ini gencar diteliti adalah
bio-bahan bakar (biofuel) atau bahan bakar nabati, yang utamanya berasal dari
berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti kelapa sawit, jarak, jagung, dan
lain-lain.
Sejumlah jenis tumbuhan yang ada di perairan laut, fitoplankton,
rumput laut dan lamun juga berpotensi sebagai sumber energi alternatif, namun
kajiannya masih tertinggal dibandingkan tumbuhan darat yang bahkan telah
diterapkan pada sejumlah kendaraan uji coba.
Telah banyak dipahami bahwa emisi dari pembakaran minyak bumi menghasilkan
gas karbon dioksida (CO2) yang ditengarai paling bertanggung jawab terhadap
fenomena pemanasan global yang kini dirasakan. Dalam pengeboran minyak
bumi, injeksi gas CO2 kini banyak digunakan untuk memperoleh minyak bumi
yang tertinggal di dasar sumur (enhanced oil recovery). Setelah minyak diperoleh,
tetap saja gas CO2 tersebut akan teremisi kembali ke atmosfer, walaupun dalam
kuantitas yang lebih rendah. Oleh karenanya perlu dipertimbangkan suatu teknik
baru dalam pemanfaatan emisi gas CO2 demi meningkatkan efisiensi sumur
minyak.
Penyerapan CO2 oleh tumbuhan laut merupakan teknik yang paling alami dalam
carbon sequestration atau menangkap dan menyimpan emisi gas CO2 sehingga
terlepas dari sistem energi global. Biaya dan waktu yang diperlukan untuk
melakukan carbon sequestration sangat bergantung pada teknik yang digunakan.
Teknik desulfurisasi terhadap gas CO2 yang diemisikan cerobong asap pabrik atau
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
11
kilang minyak, memerlukan biaya US$ 35-264 per ton CO2 (IEA 1998),
sedangkan menginjeksikan kembali gas CO2 ke dasar sumur minyak yang tidak
terpakai, kemudian menutupnya, memerlukan waktu yang relatif lama karena
sangat bergantung pada ketersediaan cadangan minyak pada sumur tersebut.
PT. Pertamina sebagai perusahaan penghasil minyak dan gas terbesar di Indonesia
bisa memasok kebutuhan CO2 yang dibutuhkan tumbuhan laut untuk melakukan
fotosintesis. Dengan produksi gas buang CO2 sebesar kurang lebih 5,4 MMscfd
per hari untuk wilayah Jawa Barat, dipastikan PT. Pertamina mampu
menumbuhkan tumbuhan laut dengan baik.Untuk wilayah Jawa Barat saja, CO2
yang dikeluarkan oleh PT. Pertamina sebanyak kurang lebih 152 ribu ton per hari.
Sebagai salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi pemanasan global,
pemerintah sendiri sedang mendiskusikan agar industri perminyakan yang
menghasilkan emisi gas buang CO2 dihimbau untuk tidak membuang CO2 yang
dihasilkan ke atmosfer namun menginjeksikannya kembali ke dalam tanah.
Dengan adanya tumbuhan laut, PT. Pertamina sebagai salah satu perusahaan
tersebut tidak perlu melakukan injeksi gas buang CO2 nya ke dalam tanah
melainkan dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Sehingga biaya injeksi gas buang
CO2 ke dalam tanah dapat dihemat.
5. PENUTUP
Peran penting padang lamun sebagai vegetasi pesisir dalam penyerapan carbon di
laut dan dikenal sebagai blue carbon perlu untuk ditingkatkan dengan melakukan
penelitian secara intensif dan terintegrasi dengan kondisi fisik perairan. Sehingga
diharapkan peran solubility pump dan biological pump dapat diketahui dengan
pasti dan memastikan bahwa perairan Indonesia adalah carbon sink atau source.
DAFTAR PUSTAKA
Sarmiento, J.L., and N. Gruber. 2002. Sinks for anthropogenic carbon. Physiscs
today, 55:30-36
Trumper, K., M. Bertzky, B. Dickson, G. Van der Heijden. M. Jenkins and P.
Manning. 2009. The Natural Fix?The role of ecosystems in climate
mitigation. A UNEP Response assessment
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
12
UNEP-IUCN-FAO, 2009. Blue Carbon-The role of Healthy Oceans in Binding
Carbon. Report A new Rapid Response Assessment report released 14
October 2009 at the Diversitas Conference, Cape Town Conference Centre,
South Africa
Paper dipresentasikan di lokakarya lamun, 18 Nopember 2009
Download