i. pendahuluan - IPB Repository

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Syzygium merupakan marga dari suku Myrtaceae (jambu-jambuan) yang
memiliki jumlah spesies yang sangat banyak. Tercatat kurang lebih 1200 spesies
Syzygium yang tumbuh di wilayah tropis Asia dan Afrika hingga sebagian
Australia. Di Wilayah Asia spesiesnya tersebar pada beberapa wilayah sebagai
berikut: 70 spesies di kawasan Indo-China, 80 spesies di Thailand, 190 spesies di
Semenanjung Malaya, 50 spesies di Jawa, 165 spesies di Borneo, 180 spesies di
Filipina, dan 140 spesies di New Guinea. Filipina dan New Guinea serta
Semenanjung Malaya dan Borneo adalah dua wilayah utama pusat penyebaran
dan endemisitas kelompok marga ini (Haron et al. 1995).
Meskipun Indonesia menjadi bagian dari dari pusat penyebaran Syzygium,
akan tetapi sedikit sekali spesies dari marga ini yang telah dikenal oleh
masyarakat. Beberapa spesies yang telah dikenal antara lain adalah Syzygium
aromaticum (cengkeh), S. samarangense (jambu semarang), S. aqueum (jambu
air), S. malaccense (jambu bol atau jambu darsono), dan S. polyanthum (salam).
Umumnya spesies tersebut telah dikenal oleh masyarakat karena telah banyak
dibudidayakan. Spesies tersebut biasanya dikenal karena dikonsumsi buahnya,
ataupun sebagai bahan baku obat dan industri. Jumlah spesies yang dibudidayakan
sangat
sedikit
jika dibandingkan dengan
jumlah spesies
yang
belum
dibudidayakan.
Dalam perdagangan kayu beberapa spesies Syzygium merupakan pohon
yang menghasilkan kayu industri. Syzygium hanya dikenal sebagai pohon
penghasil kayu minor, yang artinya tidak diperhitungkan sebagai spesies
penghasil kayu perdagangan utama. Secara umum dikelompokan sebagai
kelompok kayu dengan sebutan kelat. Beberapa spesies penghasil kayu tersebut
antara lain: S. buettnerianum, S. claviflorum, S. grande, S. longiflorum, S.
nervosum, S. polyanthum, dan S. syzygoides (Haron et al. 1995).
Terdapat 50 spesies Syzygium yang dijumpai tumbuh di Pulau Jawa.
Sebagian besar merupakan spesies yang tumbuh secara alami di hutan (Backer
dan van den Brink 1963). Habitat alami bagi spesies dari marga ini adalah hutan
hujan pada berbagai tipe vegetasi. Kondisi hutan alam di Jawa yang semakin
2
berkurang luasannya. Tekanan yang besar dialami oleh kawasan hutan di Jawa.
Hal ini diakibatkan oleh kebutuhan lahan yang meningkat bagi kegiatan
pembangunan. Akibatnya konversi lahan terus terjadi. Kawasan hutan konservasi
di Jawa yang dikelola oleh pihak Kementrian Kehutanan relatif lebih terjaga
karena memiliki status yang jelas mengenai fungsi pengelolaannya. Meskipun hal
ini
tidak
menjadi
jaminan
bahwa
kawasan
tersebut
tidak
dapat
dijangkau/dirambah oleh masyarakat. Setidaknya, secara legal kawasan-kawasan
tersebut telah memiliki status hukum yang jelas sebagai kawasan konservasi.
Tekanan terhadap kawasan konservasi dapat menimbulkan bencana bagi
kelestarian spesies tumbuhan yang hidup di dalamnya.
Beberapa spesies Syzygium telah mengalami bahaya kepunahan.
International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN) menetapkan dua spesies di antaranya termasuk ke dalam spesies yang
langka. Keduanya adalah spesies Syzygium dari Jawa. Kedua spesies tersebut
adalah S. ampliflorum dan S. discophorum (Whitten at al. 1999). Kondisi ini
memerlukan perhatian untuk mengupayakan konservasi terhadapan keberadaan
spesies- spesies tersebut. Hal ini dimaksudkan agar keberadan spesies Syzygium,
terutama yang belum banyak dikenal, dapat terhindar dari ancaman bahaya
kepunahan serta dikenal dan dapat dimanfaatkan potensinya oleh masyarakat.
Konservasi atas keanekaragaman hayati tidak semata hanya berdasarkan
pada argumentasi yang bersifat materiil dan bersifat ekonomis, dimana
keanekaragaman spesis (tumbuhan) hanya dilihat dari manfaatnya baik langsung
ataupun tidak langsung berupa: sumber pangan, kayu, keindahan, bahan obat,
manfaat ekologis, ekowisata, dan lainnya. Argumentasi ini bisa diterapkan bagi
spesies yang telah diketahui manfaatnya.
Alasan konservasi spesies-spesies sebagai bagian dari keanekaragaman
hayati dapat pula berdasarkan pada argumentasi yang bersifat etis. Argumentasi
etis lebih berdasarkan pada nilai-nilai filosofi keagamaan, dimana konservasi atas
keanekaragaman hayati spesies berlaku untuk semua spesies penyusunnya,
termasuk spesies yang belum diketahui nilai manfaatnya tanpa melihat nilai
ekonominya. Argumentasi ini lebih tepat menjadi alasan untuk melakukan
3
konservasi atas spesies Syzygium yang belum banyak diketahui nilai ekonomi dan
manfaatnya.
Argumentasi etis lebih menekankan pada nilai intrinsik yang melekat pada
suatu spesies bagi upaya konservasi keanekaragaman hayati secara keseluruhan.
Beberapa hal yang melekat dengan konsep ini adalah bahwa setiap spesies
memiliki hak untuk hidup dan terdapat saling ketergantungan antara satu spesies
dengan spesies lainnya. Manusia menjadi bagian dari sistem kehidupan dan
bertanggungjawab sebagai penjaga dan pelindung bumi. Penghargaan atas
kehidupan manusia berarti juga menghargai keanekaragaman hayati. Alam
memiliki nilai spiritual dan estetis yang melebihi nilai ekonominya (Primack et al.
1998).
Kondisi populasi spesies Syzygium di Indonesia belum banyak tersedia
informasinya. Data dan informasi tersebut sangat diperlukan bagi upaya
pengelolaan dan konservasi spesies yang ada. Melalui kegiatan penelitian
semacam ini diharapkan dapat diketahui kondisi kergaman spesies dan populasi
Syzygium yang tumbuh secara alami di berbagai wilayah hutan, terutama di
kawasan-kawasan konservasi yang masih ada.
Salah satu kawasan tersebut adalah Taman Wisata Alam (TWA) Gunung
Baung yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kawasan TWA Gunung
Baung dikenal karena keunikan ekosistemnya yang memiliki air tejun yang diberi
nama Coban Baung (dalam bahasa Jawa, coban berarti air terjun). Keberadaan air
terjun tersebut menjadi daya tarik utama kawasan ini. Sebagai suatu kesatuan
ekosistem keberadaan air terjun tersebut tentu dipengaruhi oleh kondisi komponen
lainnya termasuk tumbuhan di dalamnya. Salah satu kelompok tumbuhan tersebut
adalah marga Syzygium. Informasi mengenai Syzygium yang terdapat di kawasan
ini masih sangat terbatas. Penelitian Yuliani et al. (2006) mencatat keberadaan S.
javanicum di Kawasan TWA Gunung Baung. Mudiana (2009) mengemukakan
bahwa terdapat empat spesies Syzygium yang dijumpai tumbuh di sepanjang
Sungai Welang di TWA Gunung Baung, yaitu: S. samarangense, S. javanicum, S.
pycnanthum, dan S. cf. aqueum.
Informasi mengenai keanekaragaman spesies, kondisi populasi, dan pola
penyebarannya di dalam kawasan TWA Gunung Baung dapat menjadi dasar bagi
4
tindakan pengelolaan kawasan tersebut. Hal ini dikarenakan keberadaannya akan
berkaitan dengan proses-proses ekologi di dalam kawasan tersebut. Sebagai
contoh, keberadaan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan kelelawar besar
pemakan buah atau kalong (Pteropus vampyrus) di kawasan ini kemungkinan
berkaitan dengan kondisi tumbuhan yang mendukung kehidupannya. Keberadaan
keduanya kemungkinan juga menjadi agen pemencar biji Syzygium (Baung Camp
2008; Mudiana 2009).
Untuk mendapatkan informasi tersebut, maka diperlukan suatu penelitian
dan pengkajian mengenai keanekaragaman spesies, struktur populasi dan pola
penyebaran Syzygium di kawasan ini.
1.2. Perumusan Masalah
Dari 50 spesies Syzygium yang terdapat di Pulau Jawa, sebagian besar
merupakan spesies alami yang belum dibudidayakan. Habitat alami spesiesspesies ini terutama di kawasan-kawasan hutan hujan tropis. Meskipun demikian
keberadaannya dijumpai pada berbagai tipe vegetasi hutan, dari hutan pantai
hingga hutan pegunungan, pada daerah savana, munson hingga ultrabasa (Parnell
et al. 2007). Mengingat kondisi dan tingkat kerusakan hutan di Jawa, maka
dikhawatirkan akan mengancam spesies-spesies Syzygium alami yang belum
dikenal dan dibudidayakan. Salah satu kawasan hutan dataran rendah yang masih
tersisa di Jawa adalah TWA Gunung Baung yang terdapat di Kabupaten Pasuruan,
Jawa Timur. Keberadaan kawasan ini sangat menarik, karena merupakan kawasan
konservasi yang tidak terlalu luas dan dikelilingi oleh kawasan budidaya berupa
lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman.
Kondisi ini menyerupai suatu
kawasan yang terisolasi dari kondisi sekitarnya.
Hal ini akan berpengaruh
terhadap keanekaragaman hayati dalam kawasan tersebut, termasuk spesies
tumbuhan yang terdapat di dalamnya.
Marga Syzygium diduga tumbuh di dalam kawasan tersebut dan menjadi
salah satu komponen penting penyusun ekosistem di dalamnya. Informasi
mengenai keanekaragaman spesies, penyebaran serta kondisi populasi Syzygium
di kawasan ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan
kawasan ini. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengkajian mengenai
kondisi marga ini di kawasan TWA Gunung Baung. Berdasarkan pada studi
5
literatur diketahui bahwa belum ada data dan informasi yang berkaitan dengan
keanekaragaman spesies Syzygium serta struktur populasinya di kawasan TWA
Gunung Baung. Hal ini dikarenakan belum pernah dilakukan penelitian tentang
hal ini.
Beberapa spesies Syzygium memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan sebagai tanaman penghasil buah, bahan baku obat, ataupun sebagai
tanaman hias. Potensi tersebut belum banyak diungkap, terutama yang berkaitan
dengan kondisi populasi alaminya. Penelitian yang pernah dilakukan di lokasi
tersebut kebanyakan berupa kegiatan inventarisasi spesies (Yuliani et al. 2006,
2006a). Penelitian di berbagai lokasi mengenai struktur populasi spesies dari
marga Syzygium belum pernah dilakukan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan
berupa kegiatan inventarisasi spesies tumbuhan di berbagai wilayah (Mustian
2009; Sunarti et al. 2008; Partomihardjo dan Ismail 2008). Mudiana (2009)
menginventarisasi spesies Syzygium di sepanjang aliran Sungai Welang yang
merupakan bagian dari TWA Gunung Baung.
Pa’i dan Yulistiarini
(2006)
melakukan penelitian terhadap populasi spesies Parameria laevigata di wilayah
sebelah timur Gunung Baung.
Hingga
saat
ini
belum
ada
informasi
mengenai
kondisi
dan
keanekaragaman Syzygium di TWA Gunung Baung. Pertanyaan yang menjadi
dasar penelitian ini adalah: (1) Berapa spesies Syzygium yang terdapat di TWA
Gunung Baung dan bagaimana karakter habitat untuk setiap spesiesnya? (2)
Bagaimana struktur populasinya? (3) Bagaimana pola sebarannya di dalam
kawasan?
Berdasarkan kondisi ini maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
keanekaragaman spesies Syzygium, struktur populasi serta pola penyebarannya di
kawasan TWA Gunung Baung.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis
keanekaragaman spesies Syzygium, struktur populasi serta pola sebarannya di
TWA Gunung Baung, Pasuruan, Jawa Timur. Studi dan analisis yang dilakukan
terhadap struktur populasi taksa ini terutama berkaitan dengan kondisi populasi
6
pada tahapan-tahapan pertumbuhan dari tingkat semai hingga pohon untuk setiap
spesies Syzygium.
1.4. Manfaat Penelitian
Informasi ilmiah mengenai keanekaragaman, struktur populasi, dan pola
sebaran Syzygium dapat menjadi basis pengelolaan spesies Syzygium dan strategi
konservasinya di kawasan TWA Gunung Baung. Informasi yang berkaitan dengan
potensi ekonomi dan pemanfaatannya diharapkan dapat mendorong upaya
pengenalan dan pengembangan spesies Syzygium yang belum banyak dikenal
masyarakat.
1.5. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pada latar belakang kondisi permasalahan yang berkaitan
dengan taksa ini serta upaya konservasi yang dilakukan maka disusunlah suatu
kerangka pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya kegiatan penelitin ini
(Gambar 1).
7
Berapa spesies Syzygium ?
Bagaimana struktur populasinya?
Bagaimana pola sebarannya?
Pengelolaan dan konservasi spesies
tumbuhan di TWA Gunung Baung,
salah satunya: Syzygium
Asumsi:
Terdapat spesies Syzygium di TWA
Gunung Baung yang tumbuh alami
Hipotesis:
1. Terdapat beberapa spesies Syzygium yang tumbuh di
dalam kawasan TWA Gunung Baung
2. Struktur populasi yang beragam antar spesies
3. Pola sebaran spesies berkelompok
Variabel yang diamati:
1. Jumlah spesies Syzygium
2. Jumlah individu Syzygium (dbh, tinggi total,
tinggi bebas cabang)
3. Penyebarannya dalam kawasan
4. Strata pertumbuhannya (jumlah anakan,
pancang, tiang, pohon)
5. Faktor ekologi
Sumber data:
Data primer  Analisis vegetasi, data
lingkungan habitat, peta kawasan
Data sekunder Spesimen koleksi kebun
raya dan herbarium
PENELITIAN
Metode penelitian:
Studi pendahuluan survey lokasi, studi
spesimen dan koleksi
Pengumpulan data:
Eksplorasi Keanekaragaman spesies
Analisis vegetasi Kondisi vegetasi dan
populasi Syzygium
Data lingkungan  biotik dan abiotik
ANALISIS DATA
Analisis data identifikasi spesies, komposisi dan
struktur vegetasi, pola sebaran, perbandingan
struktur populasi antar spesies
Hasil:
1. Spesies Syzygium di TWA Gunung Baung
2. Struktur populasi Syzygium
3. Pola sebaran Syzygium
Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian
Download