http://www.aztlan.net/rape_of_iraq.htm Pemerkosaan dan Sodomi yang Dilakukan oleh Amerika Serikat kepada Penduduk Irak Sangat Mengerikan Kolusi dengan orang Yahudi Amerika Pemilik Situs Porno Oleh Ernesto Cienfuegos La Voz de Aztlan Los Angeles, Alta California – Cinco de Mayo – 2004 – (ACN) Saat ini, seluruh dunia dikejutkan oleh tindakan bejat, jahat, dan amoral yang terjadi di sebuah penjara bawah tanah yang terletak di dekat kota Baghdad. Penjara itu dikenal dengan nama Abu Ghraib. Tindakan menjijikkan itu tidak dilakukan oleh Saddam Hussein, melainkan oleh orang-orang yang menyebut diri mereka “Kaum Pembebas Irak”. Namun, hal yang tidak diketahui dunia adalah seberapa buruk level tindakan itu dan siapa yang benar-benar dan paling bertanggung jawab atas tindakan itu. Tindakan sodomi mengerikan yang dilakukan pada para tahanan tentara Irak dan pemerkosaan para tahanan wanita politik Irak itu sangat tidak manusiawi. La Voz de Aztlan menerima informasi pada hari ini bahwa banyak foto pemerkosaan dan sodomi yang dilakukan pada orang-orang Irak disebarluaskan oleh orang Yahudi pemilik situs porno di Amerika Serikat. Satu di antara gambar-gambar itu juga ditayangkan oleh CBS News, yang menampilkan seorang tahanan militer pria duduk di atas lantai tanpa celana dalam. Orang itu dibebaskan oleh tentara pendudukan Amerika Serikat dan diwawancarai oleh media internasional. Ia mengatakan bahwa ia disodomi oleh penginterogasi Amerika (tentara bayaran) sedangkan seorang tentara wanita “bersorak-sorak” dan kejadian itu difilmkan. Mengapa penyiksaan dan kekerasan seksual itu difilmkan? Mengapa ribuan foto-foto yang menunjukkan pemerkosaan para wanita Irak itu disebarluaskan di kalangan tentara Amerika Serikat di Irak? Seorang tentara blasteran Meksiko-Amerika mengatakan mengatakan dalam sebuah telewicara: “Mungkin para perwira tak tahu apa pun, tapi siapa saja bisa melakukannya. Saya sudah menyaksikan sendiri ratusan gambar-gambar semacam itu.” Ia menambahkan, “Banyak gambar yang dimusnahkan pada September lalu ketika barang bawaan para tentara diselidiki saat meninggalkan Irak. Foto-foto diedarkan dari satu tentara ke tentara lain seperti kartu baseball.” Pertanyaan paling penting adalah “Mengapa gambar-gambar dan video-video itu dipertontonkan, dengan bayaran, oleh situs-situs porni di Amerika Serikat? Apakah gambargambar itu disebarluaskan ke tentara pendudukan Amerika Serikat untuk meningkatkan jumlah pemerkosaan wanita Irak dan tindak kejahatan lainnya terhadap penduduk Irak? Rakyat Amerika dan seluruh dunia biasanya tidak mengetahui bahwa pemerintah Amerika Serikat telah menyewa ribuan tentara bayaran yang kebanyakan memiliki catatan kriminal. Sebagian besar dari mereka adalah pemerkosan, pelaku sodomi, dan pembunuh dari Afrika Selatan dan Serbia. Orang-orang ini melakukan pekerjaan yang disebut “petugas keamanan” dengan status kontrak oleh pihak Pentagon. Sebagian besar dari “petugas keamanan” itu adalah kroninya Bush dan Chenney dan dikoordinasi oleh orang-oran Yahudi jahat yang memiliki kaitan erat dengan industri pornografi di Burbank, California. Beberapa di antara penjahat dari Afrika yang disewa Pentagon adalah Frans Styrdom dan Deon Gouws. Keduanya memiliki catatan kriminal tindakan brutal terhadap orang-orang kulit hitam di Afrika Selatan yang menuntut kemerdekaan. Kebanyakan para tentara bayaran lainnya berasal dari Serbia yang terkenal sebagai pemerkosa para wanita Muslim Kroatia. Beberapa tentara bayaran di foto ditampilkan sedang memperkosa para wanita Irak yang berkebangsaan Serbia. Polisi Militer, termasuk Brigjen Janis Karpinski, mengatakan bahwa sel tempat penyiksaan seksual itu banyak ditempati oleh para tentara bayaran yang berkolusi dengan CIA dan Badan Intelijen Militer. La Voz de Aztlan yakin bahwa “para kru film” adalah para tentara bayaran yang sebenarnya memancing pemerkosaan dan sodomi pada para tahanan perang Irak dalam penjara Abu Ghraib. Para tentara bayaran ini disukung oleh CIA dan Badan Intelijen Militer dan para pejabat jahat dalam tubuh Pentagon dan pemerintah Amerika Serikat. Lagipula, para tentara bayaran ini menyusuri perbatasan kota Irak untuk menculik dan memperkosa wanita Irak, serta memfilmkannya. Tujuan utama pembuatan film dan pemuatan foto-foto tak senonoh itu adalah untuk meraih keuntungan sebanyak mungkin demi industri pornografi di Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Ada para pejabat yang berkuasa di Amerika Serikat dan para konglomerat Amerika yang membayar sejumlah besar uang untuk mendapatkan barang-barang haram ini. Barang-barang ini juga termasuk “film-film ingusan” tentang anak-anak di Amerika Tengah yang sedang diedarkan oleh orang-orang Yahudi pemilik situs porno. http://www.aztlan.net/rape_of_iraq.htm Foto-foto yang Menampilkan Pemerkosaan Para Wanita Irak yang Dilansir oleh Tentara Pendudukan Amerika Serikat Oleh Ernesto Cienfuegos La voz de Aztlan Los Angeles, Alta California – 2 Mei 2004 – (ACN) Pemuatan foto-foto oleh CBS News yang menunjukkan kekerasan dan penyiksaan seksual yang dilakukan pada tawanan perang Irak di penjara yang terkenal kejam, Abu Ghraib, telah membuka aib rezim pemerintahan Bush. Sepertinya, komandan penjara tempat kekerasan yang brutal itu terjadi, Brigjen Janis Kapinski, menolak dipecat karena alasan itu dan ia menyeret CIA, Intelijen Militer, dan para kontraktor swasta di pemerintahan Amerika Serikat dalam peristiwa penyiksaan para tawanan dan pemerkosaan para tahanan politik wanita Irak. Brigjen Janis Karpinski mengatakan pada Washington Post bahwa Intelijen Militerlah, dibandingkan Polisi Militer, yang memerintahkan perlakuan demikian pada para tahanan di penjara Abu Ghraib. “Di penjara, sel tertentu yang menjadi tempat terjadinya peristiwa itu dikuasai oleh Intelijen Militer,” kata Brigjen Karpinski pada Washington Post Sabtu malam via telewicara dari rumahnya di Hilton Head, South Carolina. Brigjen Karpinski, yang mengomandani Brigade Polisi Militer ke-800, menggambarkan perintah Intelijen MIliter dan CIA yang sangat menekankan pada interogasi yang membuahkan hasil. Sebulan sebelum terjadinya peristiwa kekerasan dan pemerkosaan, katanya, sebuah tim yang beranggotakan CIA, para perwira Intelijen Militer dan para konsultan swasta yang disewa oleh pemerintah Amerika Serikat datang ke penjara Abu Ghraib. “Misi utama dan khususnya adalah mengajarkan teknik baru pada para pengintergoasi untuk mengorek informasi sebanyakbanyaknya dari para tahanan politik,” katanya. Kini, beberapa foto baru dikirim ke La Voz de Aztlan melalui sumber yang dirahasiakan menampilkan pemerkosaan yang menghebohkan pada dua wanita Irak ala hukuman militer oleh beberapa personel yang mengklaim sebagai anggota Intelijen Militer Amerika Serikat dan tentara bayaran Amerika Serikat. Peristiwa itu kini sudah tercium melalui ratusan foto yang beredar di kalangan pasukan Amerika Serikat di Irak. Foto-foto itu dipinjamkan satu sama lain di antara para tentara bak kartu baseball. Seorang tentara blasteran Meksiko Amerika yang tak ingin disebut nama atau asal usulnya mengatakan kepada La Voz de Aztlan: “Mungkin para perwira tak tahu kejadiannya, tapi itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Saya sudah melihat sendiri ratusan jenis foto seperti ini.” Banyak foto yang dimusnahkan pada akhir September ketika dilakukan penggeledahan pada barang bawaan para tentara yang meninggalkan Irak,” katanya. Sebuah penyelidikan yang dipimpin oleh Mayjen Angkatan darat Antonio M. Taguba, menciduk dua perwira intelijen militer dan dua kontraktor sipil yang bekerja untuk Angkatan Darat sebagai tokoh kunci kasus kekerasan yang terjadi di penjara Abu Ghraib. Dalam laporan bukti temuannya, Mayor Taguba mengatakan bahwa ia menduga keempat orang itu “pihak yang secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab atas kasus kekerasan yang terjadi di Abu Ghraib dan harus dikenai sanksi indisipliner.” Laporan Taguba menyatakan bahwa “para penginterogasi dari intelijen militer dan penginterogasi lainnya dari Agen Pemerintah Amerika Serikat selalu meminta kepada para petugas Polisi Militer untuk mempersiapkan kondisi mental dan fisik untuk mengiterogasi para saksi mata.” Laporan itu mencatat ada seorang penginterogasi sipil, yaitu kontraktor dari sebuah perusahaan bernama CACI International dan ia termasuk anggota Brigade Intelijen Militer ke-205, “benar-benar memerintahkan” kepada Polisi Militer untuk sama-sama melakukan kekerasan fisik dan seksual. Tidak diketahui apakah perintah itu juga termasuk atau menyebabkan pemerkosaan para tahanan politik wanita Irak. Foto-foto Penyiksaan terhadap Tawanan Perang Irak Seorang tawanan perang Irak yang mengakui dan mengatakan kepada media internasional bahwa ia telah disodomi di penjara Abu Ghraib sedangkan seorang tentara wanita Amerika bersorak-sorai dan seluruh kejadian itu difilmkan. PENYIKSAAN YANG DILAKUKAN OLEH PARA TENTARA AMERIKA PADA PARA TAWANAN PERANG IRAK Foto-foto berikut dipublikasikan oleh CBS News. Ada beberapa foto yang tidak dipublikasikan termasuk foto yang menampilkan alat kelamin tentara Irak yang dimasukkan ke colokan listrik dan satu di antaranya diserang dan dicabik-cabik anjing. Pemerkosaan Para Perempuan Latin di Angkatan Perang Amerika Oleh Miroslava Flores La Voz de Aztlan Los Angeles, Alta California – 10 Mei 2004 – (ACN) Hari ini, saya mendengar dan menyaksikan Ibu Negara di saluran televisi ABC dalam program “Good Morning America” dan saya hampir muntah ketikan mendengar beliau mengatakan bahwa siksaan seksual atas para tahanan perang Irak dan tahanan politik wanita di penjara Abu Ghraib tidak sesuai dengan ideologi Amerika Serikat. Saya bertanya dalam hati, “Dari mana ia belajar sejarah Amerika Serikat?” Saya ingin mengajaknya “melihat peradaban” dan menonton drama “Ramona” yang masih dipentaskan selama 81 tahun di Hemet, Alta California (http://www.ramonabowl.com/home.shtml). Pemerkosaan orang-orang Indian Amerika, orang-orang Meksiko, dan para budak asal Afrika sudah sering dilakukan oleh orang-orang kulit putih secara brutal sejak orang-orang Eropa yang kejam menduduki bumi bagian Barat. Mungkin, ucapan Ibu Negara bisa dimaklumi. Memang tidak banyak yang tahu kalau orang-orang Texas kulit putih itu “berpendidikan” dan “beradab”. Angkatan perang Amerika Serikat telah menculik dan memerkosa para wanita Indian Amerika dan para wanita Meksiko di daerah barat daya seperti halnya yang mereka lakukan pada para wanita Irak. Bahkan saat ini, para tentara Latin yang bergabung dengan Angkatan Perang Amerika Serikat yang naif diperlakukan secara kejam dan diperkosa oleh para orang Yahudi yang rasis dan perwira kulit putih. Mereka direkrut demi kenikmatan eksklusif para orang Yahudi Amerika yang bejat dan perwira militer kulit putih. Jika mereka yang melakukannya termasuk jajaran perwira militer Amerika Serikat, apa yang bisa diharapkan oleh para pria dan wanita Irak atas negara mereka yang dijajah? Tindakan brutal yang dilakukan oleh para tentara kulit putih adalah fakta sejarah. “Rahasia kelam” Donald Rumsfeld dan Paul Wolfowitz lainnya di Pentagon adalah pemerkosaan yang “memalukan” terhadap para wanita kulit berwarna di Angkatan Perang Amerika Serikat yang sudah berkembang ke “tingkat epidemik”. Ada ratusan orang Meksiko Amerika dan para tentara wanita lainnya yang hidupnya hancur karena perwira militer yang mereka kira takkan pernah mengkhianati mereka. Hidup mereka kini benar-benar berantakan setelah Pentagon memecat mereka dan menyalahkan mereka atas pemerkosaan brutal yang terjadi saat mereka masih mengenakan seragam. Ada ratusan catatan kasus pemerkosaan para wanita Latin dalam Angkatan Perang Amerika dan ribuan lagi yang tak pernah dilansir media karena takut dan malu kepada para korban. Ratusan kasus pemerkosaan para gadis dan wanita Irak yang terjadi semasa awal pendudukan tentara Amerika di Baghdad juga bukan isapan jempol. Lima kasus berikut ini hanyalah beberapa di antara ratusan kasus yang terjadi selama kurun tahun ini. Kasus Pemerkosaan Letda Orlinda Marquez Orlinda Marquez adalah satu di antara orang Meksiko Amerika yang dicuci otaknya oleh sistem pendidikan Amerika Serikat. Ia bercita-cita menjadi perwira militer sejak masih duduk di kelas lima. Nona Marquez bertutur, “Saya membawa ransel dari toko persediaan bahan di Angkatan Darat dan saya berlari pulang pergi ke sekolah sambil membawa ransel itu.” Orlinda Marquez yang naif dan lugu mengambil beasiswa ROTC dan lulus dari Colorado School of Mines in Golden dengan gelar insinyur dan ahli geofisik. Ia meraih cita-citanya dan menjadi tentara di Korps Insinyur Angkatan Darat pada 1987 dengan pangkat letnan dua. Letda Marquez diperkosa secara brutal oleh pegawai militer ketika ia sedang tidur di baraknya dan seulurh karier dan hidupnya hancur berantakan. Keadaan ini semakin diperparah oleh keputusan rasis Amerika Serikat yang merendahkan derajat wanita kulit berwarna sehingga mempersalahkannya atas pemerkosaan ini. Kasus Pemerkosaan Penerbang Arabella Rivera Arabella Rivera berasal dari keluarga militer. Kakaknya di Angkatan Udara dan ayahnya di Angkatan Darat Amerika Serikat. Nona Rivera, pada usia 18 tahun, masuk Angkatan Udara, dan dikirim ke Markas Besar Angkatan Udara di Lowry. Orang-orang militer yang beringas mulai mengerjai si gadis Katolik yang naif dan lugu itu. Perintah pertama yang diterimanya adalah ia disuruh memakai rok mini. Di sana ia mengikuti kelas fotografi selama tiga bulan ketika ia menjadi target kekerasan seksual. Seorang perwira yang dipercayainya menyuruh dia melakukan oral seks dalam mobil si perwira. “Aku tak tahu kenapa ia tega melakukannya. Ia menarikku dan mendorongku hingga jatuh...Ia tak mau melepaskanku. Aku dicekik. Kupikir aku sudah mati,” kisahnya. Setelah kejadian pada malam itu, hidupnya serasa hancur dan ia mulai minum minuman keras untuk menghilangkan rasa malunya. Beberapa hari kemudian, ketika kembali dari klub milik angkatan udara, orang yang sama mengikutinya dari jauh dan menyodominya. Ia mengatakan bahwa ia menjerit dan menangis sampai ia melepaskan dia. Minggu berikutnya ketika seorang sersan senior mengikutinya ke kamar mandi dan mulai menggerayangi kaosnya, ia “berteriak histeris”, katanya. Si sersan berhenti dan mengatakan bahwa ia takkan mengulangi perbuatannya. Hal itu tidak berani ia ceritakan kepada siapa pun. Arabella kemudian dinodai selama beberapa kali. Setelah satu peristiwa, ia dipaksa oleh pemerkosanya untuk tutup mulut. Arabella harus menjalani terapi intensif, tetapi ia harus dikeluarkan setelah satu sesi yang membuatnya trauma. Ia tak pernah melaporkan pemerkosaan ini karena diancam dan merasa bahwa tak seorang pun akan memercayainya. Menjadi wanita di dunia militer, katanya, berarti “Anda harus bersaing ketat dengan para pria. Jadi, saya menjadi wanita tomboy. Saya sering mengucapkan kata-kata kotor. Mabuk seperti mereka dan berganti-ganti pasangan seks. Saya tak lagi menjadi seorang wanita. Perasaan saya tumpul. Saya tak menangis.” Perilaku tersebut mungkin adalah sindrom yang juga dialami oleh Lynndie England dan ditunjukkan dalam foto-foto penyiksaan tawanan Irak di Abu Ghraib. Lynndie England dikenal sebagai lesbian, tak heran kalau ia sering berganti pasangan dan saat ini ia hamil 5 bulan di sebuah penjara militer di Fort Bragg. Arabella Rivera memulai terapi, tapi trauma pertama yang dialaminya sangat kompleks. “Saya merangkak di lantai sambil terus berteriak, ‘Aku tak kuat lagi.’“Aku tak mau mati, tapi aku juga tak mau hidup.“ Akhirnya ia ditempatkan di bangsal penyakit jiwa di Rumahh Sakit VA. Kasus Pemerkosaan Pelaut Yuriria Acuna Pineda Yuriria Acuna Pineda dari Angkatan Laut Amerika Serikat saat ini tinggal di Los Angeles...sebagai gelandangan. Sebagai wanita Meksiko Amerika muda yang berasal dari keluarga ekonomi lemah, ia tak mampu mengatasi masalah kejiwaan yang disebabkan karena pemerkosaan brutal yang dilakukan di sebuah kamar mandi oleh pelaut lainnya bernama Roger Northern II pada Juni 2001. Detektif Angkatan Laut Amerika Serikat, Kevin O’Neil menyimpulkan bahwa Yuririalah yang “memintanya“! Di sebuah tempat penampungan para veteran perang yang menjadi gelandangan di Long Beach, Acuna Pineda mendapatkan perawatan sindrom stres pasca trauma dan ia mulai mendapatkan bimbingan konseling. Meskipun ia baru berusia 24 tahun, ia mengatakan kalau harapan untuk masa depannya sudah pupus ketika ia berencana untuk tetap bertahan di Angkatan Laut. “Semua yang saya pelajari di sana kini sia-sia saja. Saya harus membuka lembaran baru. Saya merasa bahwa kejadian itu merenggut semua yang telah saya peroleh dengan kerja keras.” Kasus Pemerkosaan Prajurit Medis Angkatan Darat Amerika Susana Armenta Sebagai satu di antara wanita yang bekerja di unit ambulan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Tripler di Hawaii, Susana Armenta yang baru berusia 18 tahun tidak mengajukan pertanyaan kepada pengawas ketika ia diperintahkan hanya mengenakan kaos. Saat itu ia sendirian di barak di suatu pagi ketika pengawasnya masuk ke barak dan memerkosanya. Ia meninggalkan Armenta, yang sekarang sudah berusia 39 tahun. Ketika teringat pria itu meninggalkannya, ia masih ingat perkataan pria itu: “Terima kasih. Engkau membuatku ceria.” Ia tidak melaporkan perwira itu, katanya, karena takut kalau ia akan diturunkan peringkatnya atau dihukum. Dua bulan kemudian, ia meninggalkan jasa itu dan akhirnya bergabung dengan Reserves. Pada 1991, Armenta dilibatkan dalam Operasi Badai Gurun. Ia berada di Fort Carson di Colorado Springs dan mencuci pakaiannya. Ketika ia kembali ke kamar, tiba-tiba ia didorong dengan keras. “Saya teringat wajah orang itu dengan rambut pirangnya. Saya tahu orangnya sangat kekar karena saya disakiti dengan brutal,” katanya sembari mengingat kejadian itu. Saya masih ingat beberapa adegan pemerkosaan itu, tapi saya tak mudah melupakannya. “Saya masuk kamar mandi dan melihat darah, sesuatu yang lengket, dan kulit yang lebam,” katanya. “Itu adalah waktu mandi saya yang paling lama dan begitulah adanya.” Beberapa minggu kemudian, ia mengetahui bahwa ia tertular penyakit menular seksual dari si pemerkosa, katanya, dan ia dirawat oleh dokter. Setelah pemerkosaan, Armenta kembali bekerja. “Saya menenggak anggur untuk menenangkan diri. Saya sangat takut kalau bertemu dengan dia lagi. Suatu hari saat bekerja, saya menangis histeris. Saya memanggil seorang pendeta dan tahu-tahu saya sudah berada di rumah sakit jiwa.” Kasus Pemerkosaan Pilot Wanita, Sofia Rodriguez Sofia Rodriguez berusia 25 tahun dan baru satu tahun menjadi prajurit Angkatan Udara ia sudah hamil. Saat di Mabes Angkatan Udara McClellan di California, ia sedang hamil 3 bulan dan ia diperkosa. Seorang staf sersan memerkosanya dengan brutal dan ia hampir saja keguguran. “Yang saya tahu...ia memerkosa saya,” kata Rodriguez. “Saya tak bisa melawan. Saya hanya menangis dan berpikir, “Apa yang terjadi pada bayiku?” Saya masih ingat ketika air menetes dari pelupuk mata saya membasahi wajah dan si sersan itu mengatakan kalau saya menangis karena saya menikmatinya. Tangannya dimasukkan ke kerongkongan saya.” Rodriguez tidak ingat bagaimana ia bisa melarikan diri. “Saya masuk ke asrama, mengurung diri di kamar, dan seluruh hidup saya hancur berantakan.” “Saya menyalahkan diri saya bahkan saya pernah mencoba bunuh diri.” Trauma akibat pemerkosaan, katanya, “merampas hidupmu jika kamu membiarkannya...saya benar-benar ingin menjadi tentara. Kamu pasti tak mau diperkosa oleh partnermu atau orang yang kedudukannya lebih tinggi.” Kelima kasus pemerkosaan pada para wanita Latin di Angkatan Bersenjata Amerika hanyalah beberapa contoh dari ratusan kasus pemerkosaan yang terjadi beberapa tahun belakangan. Lebih dari ribuan kasus itu tidak dilaporkan atau diusut. Kasus ini dan kasus-kasus pemerkosaan lainnya yang terjadi di Irak bukan sekadar kasus-kasus yang dipetieskan seperti kata Ibu Negara dan suaminya, George Bush. Ini adalah skenario yang sudah diatur ketika gerombolan penyerang itu merampok Aztlan dan mereka sekarang melakukannya di negara- negara Islam. Inilah alasan utama penyebab banyak orang di Aztlan tidak terlalu mempersoalkan dukungan kepada Pat Tillman menjadi pahlawan. Ia, bagi kita, hanyalah seperti “para pemerkosa kulit putih (Yahudi) lainnya” yang bertanggung jawab atas pembunuhan beberapa anak di Aztlan. Karena itu tidak ada istilah “pahlawan”. Para tentara Meksiko yang berperang untuk Angkatan Bersenjata Amerika Serikat juga harus memperjuangkan kehormatan para wanita keturunan Meksiko-Amerika yang telah diperkosa seperti diuraikan sebelumnya. Lagipula, La Voz de Aztlan sedang menyerukan kepada para anggota kongres wanita Meksiko untuk BERHENTI membuat janji palsu kepada rakyat dan mulai melakukan tindakan konstruktif untuk memastikan, bahwa setidaknya, Angkatan Bersenjata Amerika Serikat tidak lagi memerkosa tentara wanita Meksiko. Angkatan Bersenjata Amerika dituduh bersalah atas pemerkosaan gadis Irak yang baru berusia 9 tahun di Baghdad, seorang gadis berusia 12 tahun di penjara Abu Ghraib, dan kasus sodomi anak-anak laki-laki Irak selain para tahanan perang Irak. Siapa yang berani bicara blak-blakan? Tolong, jangan contoh anggota kongres wanita Loretta Sanchez dari Orange County, California yang secara terang-terangan berpesata dengan pemilik situs porno berkebangsaan Yahudi, Hugh Hefner di Playboy Mansion? Mansion? Si wanita nakal Loretta Sanchez kini mendukung pencalonan kakaknya, Linda Sanchez, sebagai anggota kongres yang “tidak berbuat apa-apa” karena sepertinya ia terlibat konspirasi dengan beberapa tokoh Yahudi di California yang mendominasi partai demokrat. Kami menjadi saksi yang mengetahui taktik pornografi dari orang Yahudi yang dipakai Loreta Sanchez dalam kampanyenya. Posenya yang “menantang” selama masa yang baik itu lebih buruk daripada tindakan yang dilakukan Lynddie England kepada tawanan perang Irak. Rakyat tidak akan tinggal diam! Para anggota kongres wanita. Loretta Sanchez, Linda Sanchez, Lucille Royball-Allard, Grace Napolitano dan Hilda Solis...berhenti “menjual diri” mereka terpilih kembali. Tegakkan prinsip moral dan keadilan di dunia masa kini atau Anda akan dikucilkan oleh masyarakat! Hentikan pemerkosaan para wanita Meksiko dan wanita-wanita berdarah Latin lainnya! Hentikan pemerkosaan dan pendudukan Amerika di Irak! http://www.globalresearch.ca/index.php=valid&aid=12342 Pendudukan Tentara Amerika di Irak: Bisnis Kejahatan yang Terus Berlangsung Oleh Bill Van Auken Global Research, 8 Februari 2009 Wsws.org Pemberitaan media mengenai bukti yang menguatkan tentang korupsi yang merajalela dalam upaya Amerika Serikat merekonstruksi Irak menunjukkan sifat jahat dari skenario perang Washington dan permulaan dari pendudukan mereka yang dimulai enam tahun lalu. Kejahatan- kejahatan itu terus berlangsung di bawah pemerintahan Obama, tanpa menunjukkan gejala penurunan. Mengutip pernyataan seorang pejabat senior pemerintah yang mengurus dokumen-dokumen pengadilan yang tidak mau disebut namanya, New York Times memberitakan bahwa pada hari Minggu, para penyelidik federal mulai mencurigai dua perwira senior Angkatan Bersenjata Amerika Serikat yang diserahi tanggung jawab untuk menyelesaikan proyek rekosntruksi dengan pihak lain di Irak pasca serangan Maret 2003. Kedua orang itu adalah Kol. Anthony B. Bell, sekarang pensiun dari Angkatan Darat, yang bertanggung jawab menyelesaikan program rekonstruksi di Irak pada 2003 dan 2004, dan Letkol Ronald W. Hirtle dari Angkatan Udara, yang menjabat sebagai perwira tinggi yang dikontrak di Baghdad pada 2004. Berdasarkan Times, informasi mengenai uang panas triliunan dolar dan penyuapan yang melibatkan para perwira yang dibayar oleh Dale Stoffel, seorang agen senjara warga negara Amerika yang ditembak mati di akhir 2004, segera setelah menjadi saksi kunci bagi para investigator Amerika. Mengutip kedua perwira senior federal itu, surat kabar memberitakan bahwa Stoffel “melakukan banyak sekali kejahatan: puluhan ribu dolar dihabiskan untuk memesan pizza dan memberikannya secara diam-diam kepada para perwira sewaan di Baghdad, dan pembayarannya dilakukan melalui kantong-kantong kertas yang ada di tubuh mayat-mayat di sekitar Zona Hijau“. Investigasi menemukan “sebuah masa ketika jutaan dolar tunai, sering terselip dalam tagihan senilai $ 100, diambil dari lantai dasar bekas istana Saddam Hussein yang tidak diawasi dengan ketat,” tulis The Times. Lalu menambahkan, “Para mantan pejabat Amerika menunjukkan adanya transaksi sejumlah besar uang yang diserakkan di atas meja dan disimpan dalam beberapa karung seolah-olah seperti permen di hari Hallowen dengan para kontraktor setempat.” Di antara beberapa kasus lainnya yang disitir oleh surat kabar, seorang Mayor Angkatan Darat John Cockerham yang “menyatakan diri bersalah karena menerima uang suap sebesar 10 juta dolar sebagai perwira kontrak,:dan seorang pejabat sipil kontrakan yang “melakukan bunuh diri pada 2006”, sehari setelah mengakui di hadapan para penyidik bahwa ia telah menerima uang suap $225.000 untuk melakukan privatiasasi perusahaan. Jelaslah bahwa korupsi di kalangan pejabat hanyalah puncak gunung es. Jika perusahaanperusahaan Amerika Serikat mau membayar ratusan atau ribuan hiburan bahkan jutaan dolar dalam kasus suap, ini disebabkan karena mereka sendiri bisa dengan mudah mencuri puluhan bahkan ratusan uang sesudah mereka “mengamankan” proyek-proyek rekonstruksi yang didanai pemerintah Amerika.’ Dalam beberapa kasus, kontrak-kontrak seperti ini diberikan pada perusahaan-perusahaan yang erat kaitannya dengan politik, seperti Halliburton, yang dulu diketuai oleh – Wakil Presiden Dick Cheney dan Bechtel. Di sisi lain, sepertinya mereka mau membayar uang suap paling besar. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada hari Senin, Patrick Coburn, mantan koresponden sebagai veteran yang meliput berita untuk koran harian di Inggris Independent, meneliti laporan yang dikeluarkan pada permulaan bulan saat itu oleh US Special Inspector General for Iraq Reconstruction (SIGIR) berjudul “Pelajaran yang Sulit” dan membuktikan bahwa pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan dana sebesar $ 125 milyar untuk mendanai rekonstruksi di Irak sama halnya dengan $ 50 milyar yang tidak ketahuan rimbanya. Hal ini, tulisnya, akan menjadikannya “penyuapan terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat...bahkan perampokan yang lebih besar ketimbang Bernard Madoff yang terkenal dengan skema Ponzinya. Namun, ada hubungan yang jelas antara dua bentuk penyuapan dan perampokan ini. Operasi finansial Madoff bukan sekadar anomali. Alih-alih keduanya adalah bagian dan paket manipulasi finansial semi-kriminal yang berlansung selama beberapa masa ini sebagai metode untuk mengefektifkan percepatan reditribusi kekayaan dari mayoritas kaum pekerja di seluruh penjuru dunia ke kaum elite minoritas. Pemisahan kekayaan yang sama dilakukan sebagai kunci konstituensi sosial menuju kebijakan yang agresif – misalnya kejahatan – perang diimplementasikan oleh pemerintahan Bush dengan tujuan untuk memaksakan hegemoni Amerika Serikat atas wilayah-wilayah strategis penghasil minyak di Teluk Persia dan Asia Tengah. Milyaran orang di muka bumi kini harus membayar harga atas kejahatan-kejahatan finansial dan politik ini. Tak ada yang lebih nyata ketimbang yang terjadi di Irak. Sedangkan Washington dan banyak media secara terus-menerus menyerukan “pemulihan” yang seharusnya terjadi di Irak, kondisi yang dihadapi oleh negeri berpenduduk 28 juta jiwa ini masih mencekam. Korban manusia sejak 6 tahun pendudukan Amerika diperkirakan, berdasarkan survei-survei yang sangat mencengangkan, lebih dari satu juta orang meninggal. Berdasarkan Kantor Migrasi Internasional, 2,8 juta penduduk Irak adalah para tunawisma, mereka diusir dari rumah dengan kekerasan, dan 2,4 juta lainnya menjadi pengungsi yang meninggalkan negara. Setelah menghancurkan infrastruktur Irak dengan pemboman yang “dahsyat dan mengguncang” pada Maret 2003 dan sanksi ekonomi yang dikenakan selama lebih dari satu dekade, Washington tidak melakukan usaha apa pun untuk membangun kembali negara itu selain merekonstruksi kekuatan pertahanannya sebagai tentara boneka Amerika. Alih-alih usaha rekonstruksi itu terdiri dari operasi pampasan perang secara besar-besaran oleh beberapa perusahaan yang menerima kontrak plus untuk menyelesaikan beberapa kasus yang tak kunjung selesai dan di sisi lain dilakukan dengan cara yang buruk seolah tak ada manfaatnya. Karena SIGIR diketuai oleh Stuart Bowen, mantan asisten Bush, dari Texas yang merupakan bagian dari tim legal yang memenangkan 2.000 suara, bisa diasumsikan bahwa mereka menemukan banyak temuan yang tidak bisa dibuktikan semuanya. Meski demikian, laporanlaporan itu memberikan gambaran sekilas tentang korupsi, sampah, kebrutalan, dan ketidakmampuan yang melatarbelakangi operasi Amerika di Irak. Dalam sebuah laporan baru-baru ini, SIGIR memeriksa kinerja tim pasukan Dephankam yang berfokus untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dengan membangun kembali bekas BUMN milik Irak yang mempekerjakan lebih dari 200.000 orang sebelum perang meletus. SIGIR mendapati bahwa setelah mengeluarkan 103 juta dolar, tim “memperkirakan ada 24.500 lapangan kerja yang terkena imbas. Namun, laporan itu menyimpulkan bahwa Dephankam mengklaim “tidak mengerahkan basis yang kokoh” untuk menghitung jumlah orang yang boleh kembali bekerja. Laporan investigasi lainnya memusatkan pada rekonstruksi pusat sistem pengolahan air limbah yang dihancurkan oleh serangan militer Amerika atas kota Fallujah di Irak. Faktanya adalah setelah dua tahun tidak terurus dan mengkalkulasi kerugian yang jumlahnya meningkat tiga kali lipat, para kontraktor tidak membuat fasilitas yang menghubungkan sistem tersebut ke rumahrumah. Hasilnya, laporan itu menyatakan, “Wilayah Fallujah memiliki pengolahan air limbah yang buruk.” Laporan SIGIR mengutip banyak kasus yang sama di mana proyek-proyek didanai selama kurun waktu tertentu lalu dibiarkan terbengkalai. Hasil korupsi dan perawatan yang buruk adalah rakyat Irak mengalami bencana sosial yang tak kunjung henti. Berdasarkan laporan Oxfam, jumlah penduduk Irak yang tidak kebagian jatah air bersih meningkat dari 50% menjadi 70% sejak Perang Teluk sampai 2007. Berdasarkan laporan pandangan mata, dua pertiga saluran pembuangan air di Baghdad yang mengalir ke sungai dan tempat lain tidak terawat, padahal air itu dipakai sebagai air minum. Akibatnya adalah meningkatnya wabah kolera dan penyakit lainnya. Kurang lebih dua pertiga penduduk Irak masih menderita wabah karena ketidaktersediaan sumber listrik karena dampak peperangan. Sering terjadinya pemadaman listrik secara bergilir dan dalam waktu lama makin membuat pemulihan ekonomi dan kehidupan sehari-hari tampak mustahil. Banyak penduduk yang tidak mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan sebuah laporan resmi, 18 persen penduduk Irak menganggur, sedangkan 10 persen tidak mampu mencari pekerjaan tetap. Pada saat yang bersamaan, sebagai bagian dari perjanjian Status Kekuatan Perang yang tercapai antara Washington dan rezim pemerintahan di Baghdad, tentara pendudukan Amerika Serikat membebaskan lebih dari 17.000 tahanan politik. Mayoritas dari mereka ditahan tanpa bukti atau denda yang kemudian diserahkan kepada pemerintah Irak, yang terkenal brutal ketika menyiksa para tawanan. Melihat kenyataan ini, pemerintahan Obama mempersiapkan rencana untuk menghentikan tindakan brutal yang akan mengenyahkan suasana mencekam di Abu Ghraib. Kejahatan perang Amerika Serikat di Irak tidak berhenti setelah pidato perdana Presiden Barack Obama dan ada beberapa indikasi bahwa hal itu terus berlanjut bahkan setelah pemerintahannya setuju meningkatkan perang di Afganistan. Arsitek dan komandan militer “bangkit” dari kedudukan mereka, Menhan Bush, Robert Gates, sampai kepala Centcom, jendral David Petraeus dan Jendral Raymond Odierno, kepala tentara pendudukan Amerika di Irak. Lagipula, para petinggi militer ini terkenal karena menentang pemerintah bahkan tidak tunduk pada perintah Obama. Orang terakhir yang angkat bicara adalah Letjen Frank Helmick, mengetuai pelatihan pasukan keamanan Irak, yang pernah mengatakan kepada Financial Times bahwa perlu waktu sampai 20011 untuk memandirikan pasukan keamanan tersebut. Hal ini diikuti dengan tekanan terbuka oleh Petraeus dan Odierno agar Obama pasukan keamanan tersebut. Hal ini diikuti dengan tekanan terbuka oleh Petraeus dan Odierno agar Obama menghentikan kampanye politiknya untuk menarik kembali “tentara Amerika” dalam waktu 16 bulan. Rencana ini selalu menggambarkan 10 dari ribuan pasukan Amerika berada di balik operasioperasi penumpasan pemberontakan dan melindungi kepentingan Amerika Serikat di negara tersebut. Para jendral dilaporkan telah memperingatkan Obama semata-mata untuk mengkalkulasi ulang sejumlah besar yang dikategorikan sebagai pasukan perang dan tetap menempatkan mereka di Irak. Hal itu jelas menunjukkan, dari satu sisi atau lain sisi, perang dan pendudukan di Irak akan terus berlangsung. Perjuangan untuk mengakhirinya dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang berkomplot melakukan kejahatan adalah perjuangan melawan pemerintahan Obama, yang membutuhkan mobilisasi politik yang independen dari kalangan buruh atau pekerja untuk melawan sistem berbasis profit, yang merupakan sumber militerisme dan perang. http://www.lilithgallery.com/feminist/abortioninbaghdad.html Irak Membuka Klinik Aborsi di Baghdad Disclaimer: Artikel ini mungkin kurang akurat dan informasi yang diperoleh masih simpang siur. The Washington Post – Sabtu, 11 Desember 2004 Sebuah klinik aborsi yang baru dibuka di Baghdad menawarkan layanan aborsi secara cumacuma. Klinik ini dibiayai oleh militer Amerika Serikat dan para wajib pajak di Amerika. Klinik ini didirikan dengan maksud untuk menolong para korban perkosaan. Jurubicara militer Samuel Meyer menolak untuk mengomentari keadaan para korban perkosaan dan alasan militer mendanai aborsi. Klinik Yanar Mohammad dibuka setelah seorang feminis Irak yang memelopori perjuangan hak kaum wanita di Irak. Dua bendera yang berdiri di depan sebuah toko daging yang direnovasi adalah bendera Amerika dan Irak. Hal ini menunjukkan adanya kerja sama antara kedua bangsa tersebut. Ironisnya, klinik yang bertempat di bekas toko daging itu tidak jauh dari pemukiman penduduk. Klinik itu hanya berjarak dua blok dari istana Saddam Hussein, yang kini dikuasai oleh militer Amerika, yang juga tidak jauh dari pemukiman penduduk. Namun, di Washington, partai Demokrat dan Republik bergabung untuk menyelidiki alasan pemerintah Amerika Serikat mendanai aborsi di Irak. Pada hari Kamis, Jeff Session, kader partai Republik dari Alabama, berdiri dan menyatakan ingin mengetahui alasan militer melakukan hal itu. Pernyataannya senada dengan Senator New York, Hillary Clinton. Tidak seperti biasanya kedua orang ini sepaham. Alasan mereka sama: Mengapa militer setuju merenovasi sebuah bangunan tua (sebuah toko daging) dan menyulapnya menjadi klinik aborsi? Dari sudut pandang peneliti aborsi, toko daging itu ideal. Tempatnya bersih dan steril. Dan karena daging adalah makanan yang dicari banyak orang di Baghdad, sehingga toko daging banyak ditemui di mana-mana dan harganya murah. Setelah hampir 2 tahun pendudukan tentara Amerika, banyak rumah sakit di Baghdad mengalami masalah baru: wanita hamil. Setelah menanayai sejumlah besar wanita yang sedang menunggu di ruang tunggu klinik, sebagian besar dari mereka mengaku bahwa mereka telah diperkosa oleh tentara Amerika dan Inggris. Dulu, seorang wanita dianggap tabu kalau mengaku bahwa dirinya telah diperkosa, tetapi hal ini berubah 180 derajat sesudah dua tahun masa pendudukan. Kini, pengakuan-pengakuan itu dianggap sebagai bukti bahwa Amerika Serikat datang untuk memerkosa para wanita Irak, mencuri minyak Irak, dan membunuh pria Irak. Dengan cara pandang semacam itu Amerika tidak mengakhiri pendudukan tersebut. Malahan hal itu mendorong para pemuda Irak untuk menyerang militer Amerika, sehingga jumlah korban makin meningkat. Data statistik yang dirilis setelah Perang Teluk menunjukkan bahwa jumlah tentara yang melakukan pemerkosaan individu dan berkelompok cukup tinggi antara Marinir dan Angkatan Darat. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara menunjukkan penurunan statistik. Secara keseluruhan, data ini sangat mengejutkan. Jika kita mengakui bahwa data pemerkosaan pada perang sebelumnya itu benar, maka akan semakin banyak korban perkosaan di Irak selama 2 tahun pendudukan. Dan beberapa dari mereka hamil. Tidak heran kalau Amerika mendanai aborsi. “Kami tahu kalau para serdadu itu bosan. Pemerkosaan itu adalah cara efektif untuk meningkatkan vitalitas mereka. Hal yang mereka lakukan di saat senggang itu bukan urusan kami selama itu tidak menyangkut perang,“ kata seorang perwira Marinir pada tahun 1991. http://www.womensnews.org/article.cfm/dyn/aid/1688/context/archive Pemerkosaan dan Penculikan Meningkat di Baghdad Tanggal: 27 Januari 2004 Oleh Ashraf Khalil Koresponden WeNews Di tengah meningkatnya kejahatan pasca perang di Baghdad, kekerasan seksual dan penculikan wanita sepertinya meningkat. Namun, karena polisi setempat berfokus untuk mengatasi ancaman bom, tak satu pun mengira kalau para wanita dicabuli atau dijual ke prostitusi. BAGHDAD (WOMENSENEWS) – Jalanan di Irak dulu ramai, tapi kini setelah pukul 11 malam jalanan di ibukota lengang. Namun itu bukanlah disebabkan pemberlakuan jam malam yang melarang orang keluar rumah pada pukul itu. Itu adalah kondisi Baghdad di masa modern tanpa adanya peraturan, yang memunculkan beberapa komentar tentang seberapa amankah jalanan, setidaknya semasa pemerintahan Saddam Hussein. Polisi Irak yang dilatih dan dididik oleh Amerika makin percaya diri dalam beberapa bulan ini dan berjanji untuk memulihkan keadaan. Namun, berdasarkan keterangan para aktivis pembela wanita dan HAM, satu di antara aspek paling brutal dan menghancurkan dalam peningkatan kejahatan di Irak yang mungkin juga patut diperhatikan: kekerasan seksual dan penculikan para wanita Irak. Meski jenis kejahatan ini tidak bisa dikontrol pada rezim sebelum Saddam, para saksi menyatakan bahwa sepertinya hal itu semakin meningkat. Hal itu bisa meningkat drastis pada rezim masa kini yang berkuasa dengan melindungi dirinya dari serangan bom dan menghindari masalah. Pada akhir musim panas, Badan Pengawas Hak Asasi Manusia yang melihat peningkatan kejahatan di Baghdad menyimpulkan bahwa “jumlah gadis dan wanita yang menjadi korban kekerasan seksual di luar batas kewajaran.“ Laporan ini menunjukkan ada dua faktor utama yang menjadi kendala penghitungan yang wajar: keberanian para korban untuk melaporkan kejadian ini dengan mengabaikan risiko penolakan dari keluarga atau masyarakat dan ketidakpedulian polisi Irak dalam melakukan investigasi dan pendataan kejahatan seksual. Kejahatan Seksual Dipandang Sebelah Mata Samira Moustafa, sekjen Liga Wanita Irak, beberapa waktu lalu mengeluh saat diwawancarai oleh Women’s eNews bahwa polisi – sebelum dan sesudah tergulingnya rezim Saddam – menganggap kekerasan seksual dan penculikan itu kurang penting diperhatikan ketimbang kejahatan lainnya, dan selalu memandang hal itu sebelah mata. “Polisi tidak tertarik untuk mengumumkan daftar jumlah pelaku penculkan,“ katanya. “Tugas mereka adalah menutupinya.“ Sepertinya hal itu terdorong oleh keinginan untuk menyembunyikan fakta bahwa wewenang polisi atas beberapa hal tidaklah besar seperti halnya kepedulian mereka menyelidiki beberapa kasus. Saat hal itu terjadi, banyak upaya dilakukan untuk membongkar kejahatan itu melalui anekdot. Laporan Badan Pengawas Hak Asasi Manusia yang dirilis pada Juli 2003 menyatakan ada 25 kasus kekerasan seksual dan penculikan wanita. Baru-baru ini, peristiwa di Ishtar pada bulan Desember, sebuah majalah wanita Irak mewawancarai beberapa korban dan keluarga mereka. Anehnya, kisah para korban itu sepertinya sama. Para pelakunya adalah sekelompok orang yang sudah profesional dan terorganisasi. Para wanita dari usia 9 sampai 49 tahun sering kali diculik dari jalanan oleh sekelompok pria pada siang hari dan dibawa ke pedesaan di sekitar Baghdad. Akhirnya, para wanita itu diturunkan di sembarang tempat di kota setelah beberapa hari diperkosa bergiliran. Namun sering kali mereka tidak kedengaran kabarnya. Hal ini memicu dugaan bahwa mereka dijual ke prostitusi dan situs perbudakan virtual. Seorang Remaja Putri Mengisahkan Pengalaman Pahitnya Laporan Badan Pengawas Hak Asasi Manusia mengutip pernyataan salah seorang korban penculikan yang berhasil lolos. Seorang gadis 15 tahun yang diketahui bernama Mona, yang mengaku kalau dirinya ditampilkan di depan beberapa kelompok pembeli potensial. “Mereka membawa orang-orang yang ingin membeli kami. Mereka akan mengajak para pria; mereka akan memandangi kami lalu menawar dan menera harga. Satu di antaranya adalah seorang wanita gemuk yang mengenakan kerudung dan berikutnya dua pria datang,” katanya. “Mereka akan berbicara kepada kita, katanya, “Jangan takut, kami akan membuatmu senang. Kami akan membuatmu hidup bahagia“... Kupikir mereka akan menjadikan kami penari atau semacam itu. Mereka mengatakan bahwa Ibtisam (si germo wanita) suka menari dan ia mengajariku menari. Aku tak mau dan aku tak mau melihatnya ketika ia menari.“ Motif konspirasi orang-orang yang melakukan penculikan itu sangat beragam. Orang-orang Kuwait dan Saudi – yang sering disebut sebagai musuh abadi orang Irak – mungkin ikut berpartisipasi. Yang lain menyalahkan para petinggi Baathis yang sering berhubungan dengan para gerombolan penjahat. Safira al-Souhail, seorang aktivis dan shiekha, atau pemimpin suku Beni-Yamim mengatakan bahwa rezim terdahulu melegalklan kekerasan seksual dan pemerkosaan sebagai taktik intimidasi politis. “Itu adalah bagian dari tradisi,“ katanya. “Mereka adalah anggota mukhabarat (polisi rahasia) yang sering mengucapkan kata profession yang artinya ’pemerkosaan’. Moustafa, anggota Liga Wanita Irak, membenarkan bahwa penculikan dan penjualan wanita sudah biasa terjadi di rezim sebelumnya. Berita terkini dari surat kabar liga menyatakan bahwa sebuah dokumen resmi, yang diperoleh secara ilegal dari file milik dinas rahasia (intel), menampilkan daftar nama dan usia 18 wanita Kurdi yang ditahan saat terjadi “pembersihan“ massal pada akhir 1980-an dan dijual ke “klub-klub malam di Mesir.“ “Hal itu dipelopori oleh pemerintah kemudian merambah ke gerombolan/geng,“ kata Moustofa. Namun, sebagian besar pejabat pemerintah masih terlibat. Orang-orang Amerika hanya memanfaatkannya. Jilid keduanya masih ada dan terus berlanjut.“ Sesudah Diculik, Tak Bisa Kembali Sering kali, para korban penculikan merasa terjebak oleh perspektif masyarakat tentang wanita yang melakukan selibat. Moustafa mengatakan bahwa para wanita yang dijual ke luar negeri merasa tidak layak untuk pulang ke negara asalnya karena takut kalau mereka disalahkan atau dianggap aib. “Sebuah stigma. Mereka terpaksa mengalami hal ini,“ katanya. “Mereka terjebak. Bahkan sekalipun mereka bebas, mereka tidak kelihatan seperti korban yang tidak berdosa. Keluarga mereka sudah menganggap mereka sudah mati.“ Ketakutan yang sama pada masyarakat sering menghalangi para korban perkosaan untuk berani melaporkan kejahatan itu. Laporan Badan Pengawas HAM menunjukkan “stigma kultural yang sudah mendarah daging dan rasa malu karena pemerkosaan memojokkan para korban sebagai pihak yang bersalah dan terlalu sering membela atau menolerir pelaku.“ Para korban yang berani melaporkan hal itu, tetapi tidak mendapatkan respons dari polisi bisa merasa frustrasi dan putus asa, berdasarkan laporan Badan Pengawas HAM. Ketakutan akan Pemboman adalah Prioritas Utama Untuk sementara, kunjungan ke kantor polisi Baghdad di Beyaa, segera menunjukkan bahwa para petugas memikirkan banyak hal daripada kejahatan jalanan. Seluruh bagian depan kantor dibangun kembali pada bulan Oktober pasca pemboman yang menyebabkan beberapa petugas terluka. Mayor Abbas Muhammad berkata bahwa sudah sejak beberapa bulan sejak beberapa wanita di daerah itu melaporkan pelecehan atas diri mereka dan berjanji bahwa kejahatan di Baghdad pasti ditumpas. “Saya tidak mengatakan kalau kami sudah bisa mengatasi keadaan, tapi ini lebih baik,“ katanya. Polisi, katanya, akan menangkap para pelaku kejahatan tingkat dua yang mengacau kota pada bulan November, karena kekacauan yang mereka perbuat. Selama keadaan yang tidak stabil selama bulan Mei sampai Juli tahun lalu, polisi menciduk ratusan penjahat, kebanyakan dibebaskan oleh Saddam Hussein sebelum perang meletus. Sebagian besar dari mereka dipenjara ke penjara militer Amerika Serikat yang terletak di Bandara Baghdad. Namun, itu cuma isapan jempol. Akibatnya, banyak penjahat yang dibebaskan kembali pada musim gugur kemarin, yang kemudian melancarkan aksi kekacauan gelombang kedua pada bulan November. Sekarang polisi mengatakan bahwa mereka sudah siap dan diperlengkapi dengan cuma-cuma oleh Amerika Serikat dengan kendaraan yang baru, seragam, dan senjata. Namun, mereka mengeluh bahwa otoritas mereka di jalanan tidak sekuat pasukan Amerika Serikat. “Tak seorang pun buka mulut ketika Amerika keluar,“ kata Lt. Qutayba Hamid. “Ketika seorang polisi keluar, tak seorang pun peduli, tapi seorang tentara Amerika bisa mengobrak-abrik kampung.“ Direktorat Kejahatan Besar yang baru saja diresmikan polisi Irak masing berbenah dan diawasi oleh Polisi Militer Angkatan Darat Amerika Serikat. Bangunannya kelihatan bagus dan dilengkapi komputer-komputer model terbaru – beberapa belum terhubung dengan jaringan – di berbagai ruangan. Direktorat membagi menjadi beberapa divisi, yaitu divisi penculikan, divisi pemalsuan, divisi kejahatan terorganisasi, pengendalian massa (dalmas) dan antiteroris. Kolonel Faisal Dosaki, kepala divisi antipenculikan, salut dengan kualitas polisi Irak yang baik. “Kami termasuk beberapa yang terbaik di dunia,“ katanya, menambahkan bahwa merekalah yang seharusnya mengajari Amerika. “Kami memiliki banyak pengalaman. Itu lebih dari sekadar fasilitas dan finansial.“ Sersan Staf Michael Lawzano, seorang petugas polisi Missouri berperan sebagai perantara utama ke Unit Kejahatan Besar, mengatakan bahwa penculikan masih menjadi masalah yang belum tuntas. Namun, sebagian besar kasus yang bisa ditangani divisi adalah penculikan yang meminta tebusan. “Hampir semuanya berlatar belakang uang,“ katanya. Namun, divisi sepertinya tidak memiliki aparat yang mengatasi kasus pemerkosaan atau kekerasan seksual. Kasus-kasus itu jarang diselesaikan oleh Direktorat Kejahatan Besar. “Banyak kejahatan yang akan menumpuk di kantor polisi,“ kata Lawzano. Ashraf Khalil adalah wartawan freelance yang tinggal di Kairo dan kontributor tetap Women eNews. Karyanya dimuat di Chicago Tribune, Boston Globe, San Francisco Chronicle, dan the Economist. http://news.bbc.co.uk/2hi/middle_east/6378821.stm Pernyataan tentang Pemerkosaan Memecah Belah Pemerintah Irak Sebuah pernyataan bahwa seorang polisi Irak memerkosa wanita Sunni ketika sedang menerapkan rencana keamanan yang baru di Baghdad telah menimbulkan perpecahan kubu dalam pemerintahan. Sang wanita mengatakan bahwa ia diserang ketika berada di kantor polisi pada hari Minggu ketika ia dituduh membantu para pemberontak. Perdana Menteri Nouri Maliki, golongan Shia, menolak pernyataan itu, tetapi para pejabat senior Sunni bersikukuh bahwa pernyataan itu benar. Para pengamat mengatakan bahwa pernyataan itu bisa mengacaukan rencana keamanan, yang sesungguhnya – polisi Shia berkantor di wilayah Sunni. Pak Maliki menuduh “kelompok yang sudah kondang“ itu – maksudnya partai politik Sunni – mengarang cerita, untuk mendiskreditkan kekuatan keamanan. Rentetan serangan yang dilakukan oleh para pemberontak di sekitar ibu kota negara telah membuktikan betapa sulitnya menghentikan gelombang kekerasan. Sebuah kapal tanker yang mengangkut bahan kimia meledak di Taji, 6 orang mati dan 148 orang menghirup asap beracun. Dua bom mobil membunuh sekurangnya 8 orang dan melukai 30 orang di barat daya dan selatan Baghdad Pelaku bom bunuh diri menyerang sebuah upacara pemakaman di Baghdad, membunuh 7 pelayat. Lima tentara Amerika mati dalam serangan pada hari Senin, kata pihak militer. “Salah Tangkap“ Wanita, yang identitasnya belum diketahui, membuat pernyataan tentang pemerkosaan dalam sebuah interview yang penuh emosi di jaringan televisi Arab Al-Jazeera. Ia ditahan di kampungnya, Amil, Baghdad, karena menolong para pemberontak dan dibawa ke kantor polisi saat ia mengklaim bahwa ia diserang oleh tiga petugas. Pak Maliki memerintahkan penyelidikan kasus itu pada hari Senin malam, tetapi kemudian ia membebaskan ketiga orang itu beberapa jam kemudian. “Pemeriksaan medis menunjukkan bahwa wanita itu bukanlah korban pelecehan seksual,“ kata pejabat pemerintah. “Perdana menteri telah memerintahkan bahwa para petugas mulia yang dituduh harus diberi penghargaan,“ itu ditambahkan tanpa ada penjelasan. Namun, asisten Wakil Presiden Tariq Hashimi, seorang Sunni, mengatakan bahwa sang asisten perdana menteri itu terburu-buru mengambil kesimpulan dan para dokter kenyataannya membenarkan terjadinya pemerkosaan. Wanita itu diketahui bernama Sabrine Janabi oleh Al-Jazeera, tetapi para politikus Sunni mengatakan bahwa itu bukan nama sebenarnya. Militer Amerika, yang mengirimkan petugas medisnya mengawasi pemeriksaan wanita tersebut, mengatakan supaya mewaspadai banyaknya kabar yang mengemuka, tetapi tidak membuktikan apa pun. Para politikus Sunni telah menuduh polisi melakukan serangkaian tindakan pelanggaran HAM di antara golongan mereka dan menyuruh milisi Shia menyerang mereka dengan membabi buta. http://www.countercurrents.org/iraq-burning260207.htm Pemerkosaan Sabrine Oleh Baghdad Burning 26 Februari 2007 Riverband Blog Butuh banyak upaya dan resolusi untuk ngeblog. Saya kira itu semata-mata karena hanya memikirkan negara Irak yang membuat saya letih dan tertekan. Namun, saya harus menulisnya malam ini. Ketika saya menulis blog ini, Oprah sedang tayang di Channel 4 (satu dari MBC channel yang kami peroleh dari Nilesat), menampilkan cara untuk bebas dari utang kepada orang Amerika. Pembicara tamu mengatakan kepada pemirsa studio yang kebanyakan para wanita Amerika yang kebanyakan gila belanja bahwa mereka mungkin bisa melakukannya dengan sebagian kecil desainer produk. Ketika mereka membicarakan tentang peningkatan penghasilan dan keberuntungan, Sabrine Al-Janabi, seorang wanita muda dari Irak, tampil di Al-Jazeera untuk menceritakan bagaimana para petugas keamanan Irak menculik dia dari rumahnya dan memerkosanya. Anda hanya bisa melihat sepasang matanya, suaranya serak dan terbata-bata saat ia bicara. Akhirnya, ia mengatakan kepada pembawa acara bahwa ia tak bisa mengatakan apa pun lagi dan ia menutup matanya dengan rasa malu. Ia mungkin adalah satu-satunya wanita Irak yang paling berani. Semua orang tahu kalau tentara Amerika dan petugas keamanan Irak memerkosa para wanita (dan pria), tetapi mungkin dialah wanita pertama yang mau tampil di depan umum dan mengisahkannya tanpa memakai nama samaran. Beberapa orang mungkin menyebutnya pembohong. Yang lain (termasuk orang-orang Irak yang propeperangan) akan menyebutnya pelacur – Anda seharusnya malu. Saya heran dengan alasan yang mereka pakai ketika mereka mengambilnya. Sepertinya ia adalah satu dari ribuan orang yang muncul di headline utama, yaitu “tersangka teroris“. Ia mungkin adalah satu di antara subjudul yang Anda temukan di CNN atau BBC atau Arabiya, “13 pemberontak ditangkap oleh pasukan keamanan Irak.“ Orang-orang yang memerkosanya sama seperti pasukan keamanan yang digadang oleh Bush dan Condi sebagai orang-orang yang dilatih para tentara Amerika. Ini adalah sebuah bab dari sebuah buku tentang dokumendokumen pendudukan Amerika di Irak: sebuah bab yang akan mengisahkan cerita seorang Abeer berusia 14 tahun yang diperkosa, dibunuh, dan dibakar bersama adik perempuan serta orangtuanya. Mereka menculiknya dari rumahnya di sebuah wilayah di selatan Baghdad yang disebut Hai Al Amil. Bukan – itu sebuah geng. Itu adalah penjaga perdamaian Irak atau pasukan keamanan – orang-orang yang dilatih oleh tentara Amerika? Ia diperkosa beramai-ramai dengan brutal dan sekarang ia menceritakan kisahnya. Sebagian mukanya ditutupi untuk alasan keamanan privasi. Saya menerjemahkan perkataannya berikut ini. “Saya katakan padanya, saya tak punya apa-apa (aku tak melakukan apa-apa).“ Kata si pria, “Kamu tak punya apa-apa?“ Satu di antara mereka mendorong aku ke tanah dan kepalaku membentur ubin. Ia melakukan yang ingin dia lakukan – maksud saya memerkosaku. Orang kedua tiba dan memerkosaku. Orang ketiga juga memerkosaku. (Berhenti – terisak) Aku memohon kepada mereka dan berteriak, dan satu di antara mereka membungkam mulutku. (Tak jelas, menangis) Satu orang lagi datang dan berkata, “Kamu sudah selesai? Kami juga ingin dapat jatah.“ Lalu, mereka menjawab,“ Tidak, seorang anggota Komite Amerika datang.“ Mereka membawaku ke pengadilan. Hakim wanita: Sabrine Al-Janabi mengatakan bahwa satu dari petugas keamanan memfilmkan/memfotonya dan mengancam akan membunuhnya kalau ia mengatakan kepada siapa pun tentang pemerkosaan itu. Seorang petugas lainnya memerkosanya ketika ia melihat hakim penyidik. Sabrine melanjutkan: “Satu di antara mereka, katanya ... Aku berkata kepadanya,“Tolong – demi ayah dan ibumu – biarkan aku pergi.“ Kata si pria,“Tidak, tidak – demi nyawa ibuku aku akan membiarkanmu pergi – tapi dengan satu syarat, kamu memberikanku sesuatu.“ Aku berkata,“Apa?“ Katanya,“(Aku ingin) memerkosamu.“ Kukatakan kepadanya,“Tidak – aku tak bisa.“ Lalu ia menggiringku ke sebuah kamar dengan todongan senjata... senjatanya adalah Kalashnikov, sebuah tempat tidur sempit (kotor). Ia mendudukkanku di atasnya. Jadi (sang petugas datang) dan berkata kepadanya,“Serahkan dia kepadaku.“ Aku menyumpahinya demi Quran, saya berkata kepadanya, “Karena cahaya Sang Nabi, aku tak melakukan apa pun...“ Ia berkata,“Kamu tidak melakukannya?“ Saya berkata, “Ya.“ (Menangis) Ia mengambil tongkat panjang berwarna hitam, seperti pipa. Ia memukul kakiku. (Menangis) Aku berkata kepadanya,“Apa yang kamu inginkan dariku? Apakah kamu ingin mengatakan kepadaku bahwa kamu mau memerkosaku? Tapi aku tak bisa ... Aku bukan satu dari *** (PSK) Aku bukan wanita semacam itu.“ Lalu ia menjawabku,“Kami mengambil yang kami inginkan dan yang tak ingin kami bunuh. Itu saja. (Menangis sambil berteriak) Aku tak mampu lagi...tolong. Aku tak bisa menyelesaikannya.“ Saya memandang wanita ini dan saya hanya merasakan amarah bergejolak dalam diri. Apa yang kita peroleh? Saya tahu bahwa ketika melihatnya, orang-orang asing takkan pernah mampu menceritakannya. Mereka akan merasa iba dan mungkin marah, tapi ia adalah satu di antara kita. Ia bukanlah gadis yang memakai celana jins dan kaos oblong sehingga kesan empati kepadanya pudar. Asal tahu saja bahwa kami tak pernah menolerir hal ini. Ada saatnya ketika orang-orang Irak selamat ketika berada di jalanan. Masa itu sudah lama berlalu. Kita menenangkan diri setelah perang dengan kenyataan bahwa kita setidaknya memiliki sedikit rasa aman. Rumah itu suci, bukankah demikian? Itu juga sudah usang. Ia hanyalah satu di antara para remaja, yang mungkin berjumlah ratusan, dari para wanita Irak yang dilecehkan di rumah mereka dan dalam penjara Irak. Ia mirip dengan saudara saya. Ia sudah seperti sahabat. Ia seperti seorang saudara yang sering saya ajak ngobrol ketika jalanjlan keluar. Setiap orang Irak yang melihatnya akan melihat seorang saudara, seorang teman, kakak, bu, bibi,... Organisasi-organisasi kemanusiaan memeringatkan bahwa 3 wanita Irak akan dieksekusi bulan depan. Mereka adalah Wassan Talib, Zainab Fadhil, dan Liqa Omar Muhammad. Mereka dituduh sebagai “teroris“,misalnya memberi dukungan pada pemberontak. Itu bisa berarti kalau mereka adalah saudara-saudaara dekat yang dituduh terlibat pemberontakan. Atau bisa saja mereka hanya berada di tempat dan waktu yang salah. Satu di antara mereka melahirkan di penjara. Saya heran dengan siksaan macam apa yang mereka tanggung selama ini. Jangan biarkan seorang pun berkata bahwa derajat para wanita Irak turun di bawah pendudukan Amerika – mereka kini sama derajatnya seperti seseorang yang akan dihukum mati. Biarpun situasi di dalam dan di luar Irak makin memburuk, pun situasi Amerika di dalam Irak, orang-orang Amerika di tanah airnya masih mendebatkan status perang dan pendudukan – apakah mereka mengeluh atau merasa kehilangan? Apakah itu lebih baik atau lebih buruk? Izinkan saya menjelaskannya pada beberapa orang bodoh yang diliputi oleh keraguan: Lebih buruk. Sudah terlambat. Anda kehilangan momen itu ketika tank-tank Anda memasuki Baghdad sampai Anda mengucapkan selamat tinggal kepada monyet-monyet import yang Anda latih. Anda kehilangan setiap keluarga yang rumhanya dimasuki oleh tentara-tentara Anda. Anda kehilngan setiap orang Irak yang waras dan berdarah merah ketika gambar Abu Ghraib muncul dan menjelaskan kekejaman yang Anda lakukan di balik dinding penjara seperti halnya yang Anda lakukan pada orang-orang di jalanan. Anda kehilangan ketika Anda membawa para pembunuh, pencuri, anggota geng, dan milisi untuk mempersenjatai dan memuji mereka sebagai pemerintahan demokratis pertama Irak. Anda kehilangan ketika eksekusi yang mengerikan menjadi sebutan bagi pencapaian Anda yang terbesar. Anda kehilangan rasa hormat dan reputasi. Anda kehilangan lebih dari 3.000 tentara. Itulah sebabnya Anda sudah kalah, Amerika. Saya berharap setidaknya minyak membuatnya sedikit lebih mentereng. Reaksi Maliki... Seperti yang diduga, Al Maliki mengklaim pernyataan adanya pemerkosaan itu cuma isapan jempol. Namun sepertinya rakyatnya hanya menanyai para petugas apakah mereka memerkosa Sabrine Al Janabi dan mereka mengatakan tidak. Saya gembira bahwa hal ini sudah diklarifikasi. “Pada saat yang sama, Perdana Menteri Nouri al-Makiki cepat-cepat menghapus jejak skandal setelah seorang wanita Sunni mengatakan kalau ia telah diperkosa oleh tiga petugas polisi Shiite. Respons pemerintah – bersama dengan para petugas dan berusaha mendiskreditkan pernyataan itu – mengancam untuk melakukan serangan balasan. Sebuah pernyataan yang dilontarkan oleh staf a-Makiki menuduh “partai tertentu“ – maksudnya politikus Sunni – membuat pernyataan palsu ini karena berusaha untuk melemahkan kekuatan keamanan selama berlangsungnya operasi keamanan di Baghdad yang dimulai sejak minggu kemarin. Pernyataan itu dituturkan beberapa jam setelah al-Makiki memerintahkan penyelidikan kasus itu pada Senin malam. Seorang wanita berusia 20 tahun yang sudah menikah mengatakan bahwa ia diserang setelah pada komandan polisi membawanya ke penjara pada hari Minggu di kampung Amil yang terletak di barat Baghdad. Mereka menuduhnya membantu para pemberontak. Ia mengatakan bahwa ia dibawa ke kantor polisi dan diperkosa. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dibuktikan bahwa wanita itu tidak menjadi korban pelecehan seksual apa pun dan ada tiga jaminan penangkapan yang mengejutkan yang bertolak belakang dengan kasusnya oleh para agen keamanan,“ demikian pernyataan pemerintah, tanpa memberikan detail yang jelas. “Sesudah pernyataan-pernyataan itu terbukti salah, perdana menteri telah memerintahkan agar para petugas yang dituduh diberikan penghargaan,“ sebut pernyataan itu tanpa ada penjelasan. Saya benci media dan saya benci pemerintah Irak karena mengubah tindakan biadab ini menjadi perseteruan Sunni-Shia lainnya – seperti mempermasalahkan apakah Sabrine itu Sunni atau Shia atau Arab atau Kurdi (suku Al-Janabi adalah campuran antara Sunni dan Shia). Maliki tidak hanya menganggap seorang wanita itu seorang pembohong, ia juga memberi penghargaan para petugas yang dituduh si wanita itu. Sungguh buruk dan menyakitkan. Tak ada wanita Irak yang berada pada kondisi itu – atau kondisi apa pun – akan terangterangan keliru menyatakan kalau ia diperkosa. Terlalu banyak risikonya. Ada risiko dikucilkan masyarakat. Ada risiko mengalami lingkaran pembunuhan dan pembalasan dendam di antara beberapa suku. Ada rasa malu yang berasal dari membicarakan sesuatu yang dianggap tabu oleh masyarakat. Ia dan suaminya tidak hanya mempertaruhkan reputasi mereka dengan menceritakan kisah ini, tetapi juga nyawa mereka. Tak ada yang mau berbohong tentang sesuatu seperti ini hanya untuk menggagalkan operasi keamanan di Baghdad. Itu bisa dilakukan hanya dengan menghitung jumlah mayat korban operasi ini minggu lalu. Atau dengan menulis tentang pemenjaraan massal orang-orang yang tak bersalah atau bagaimana orang-orang sekali lagi mengubur harta benda mereka agar tentara Irak dan Amerika tidak menjarahnya. Pernyataan Sabrine dan pemberian penghargaan kepada orang-orang yang dituduh Sabrine itu hanya berselang kurang dari 14 jam. Maliki bukan hanya memutuskan bahwa mereka tak bersalah, tetapi mengubah mereka menjadi para pahlawan pribadinya. Saya kaget begitu mudahnya Maliki memercayakan keamanan istri dan anak perempuannya kepada ketiga orang itu. Hal ini berarti melemahkan keberanian napi lainnya, terutama wanita, untuk maju dan membuat pernyataan yang menentang tentara Irak dan Amerika. Maliki adalah manusia terbodoh di dunia (OK, tentu saja setelah Bush...) jika ia yakin kalau arogansi dan caranya menangani kasus tanpa belas kasihan ini tidak akan diingat oleh rakyat Irak. Dengan melakukan yang dia lakukan, ia membuatnya semakin jelas bahwa di bawah kekuasaannya, dalam pemerintahannya, keadilan yang anarkis adalah satu-satunya jalan keluar. Mengapa menyerahkannya kepada pasukan keamanan dan polisi? Semata-mata hanya menyewa milisi atau geng untuk melampiaskan dendam. Jika ia tidak bersikap adil kepada Sabrine, sukunya terpaksa...dan Janabat (Al Janabis) adalah kekuatan yang harus diperhitungkan. Maliki setidaknya bisa berpura-pura menyatakan bahwa pemerkosaan wanita muda Irak ini masih merupakan tindakan yang brutal di Irak pada masa kini... http://www.washingtonpost.com/wp-dyn /content/article/2007/02/22/AR2007022200309.html Pemerkosaan Wanita Sunni Berikutnya oleh Petugas Keamanan Irak Dibeberkan Oleh Ernesto Londo?o Staf Penulis Washington Post Jumat, 23 Februari 2007, hlm. A16 BAGHDAD, 22 Feb. – Seorang petugas polisi Irak di sebelah barat lau kota Tall Afar mengatakan bahwa pada hari Kamus, seorang perwira militer dan tiga tentara mengaku telah memerkosa seorang wanita Sunni dan merekam aksinya dengan kamera seluler. Keempat tentara menyatakan kepada komite investigasi yang beranggotakan angkatan darat Irak bahwa mereka melakukan penganiayaan seksual kepada wanita itu sekitar dua minggu lalu, menurut Jendral Najem Abdullah, jurubicara polisi di Tall Afar. Pernyataan tentara itu menyusul pembelaan wanita Sunni lainnya pada minggu ini bahwa ia telah diperkosa di Baghdad oleh para anggota pasukan keamanan Shiite. Presiden suku Kurdi dan wakil presiden Sunni mengatakan pada hari Kamis bahwa seorang hakim harus menyelidiki kasus ini yang dipetieskan oleh Perdana Menteri Nouri al-Maliki. Presiden Irak, Jalal Talabani mengatakan dalam pernyatannya bahwa pengadilan hanyalah tempat resmi untuk memeriksa pernyataan semacam itu” dan bahwa pemerintah seharusnya mengindari langkah-langkah yang bisa “menyulut sensitivitas dan menciptakan ketidakpercayaan.” Sikap Talabanni, dipicu oleh Wakil Presiden Tariq al-Hashimi, sangat bertentangan dengan pernyataan Maliki bahwa wanita Baghdad berusia 20 tahun yang menantang tiga polisi Irak yang memerkosanya hari Senin adalah penjahat yang mengarang cerita untuk memperburuk perpecahan dan melemahkan rencana keamanan Amerika dan Irak untuk menenangkan ibukota. Kasus ini telah menyebabkan kerusuhan politik – karena Sunni meminta keadilan dan Shiite membela para petugasnya – dalam sebuah masyarakat yang menganggap hal pemerkosaan adalah tabu. “Di negara ini. (pemerkosaan) itu lebih serius dibandingkan kejahatan lainnya,” kata Wamid Nadhme, seorang ilmuwan politik dari Universitas Baghdad. “Nilai-nilai agama dan kehormatan menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menyakiti wanita. Ini akan menyebabkan konsekuensi pada masa yang akan datang jika keduanya tidak mampu membuktikan bahwa mereka benar dan yang lainnya salah.“ Kekerasan seksual adalah dokumentasi perang yang terbaik,“ kata Sarah Leah Whitson, direktur Pengawas HAM di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara. Tapi di Irak, “kasus ini adalah kasus pertama yang pernah terjadi. Sehari setelah pernyataan wanita Irak itu diketahui orang banyak, Maliki mengatakan bahwa para petugas yang dituduh itu pantas menerima penghargaan. Ia mengatakan kalau pemerintah akan mengadili wanita itu atas pernyataannya. Pemerintah Amerika Serikat banyak campur tangan dalam hal ini, bahkan meskipun banyak penduduk Irak memandang Amerika sebagai satu-satunya penguasa potensial yang netral. Wanita itu dirawat di fasilitas darurat medis militer di daerah pertahanan Baghdad di Zona Hijau. Asisten Maliki mengirim e-mail kepada para kuli tinta tentang hasil pemeriksaan dokternya, yang menunjukkan bahwa para penyedia layanan kesehatan dan telah mendokumentasikan tanda-tanda penganiayaan pada betis dalam, selangkangan, dan kepala. Dokumen itu termasuk sebuah catatan tulisan tangan dalam bahasa Inggris yang menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda luka dalam vagina pasien. Para perwira Amerika pertama menyatakan bahwa mereka akan mengeluarkan pernyataan mengenai kasus ini, tetapi kemudian berubah pikiran bahwa hal itu akan mengganggu privasi sang pasien. Khalid Mohammad Hassan, aktivis di kota Tall Afar, menyebut kasus pemerkosaan itu “kejahatan yang sangat berbahaya dan kejahatan yang sangat buruk.” “Tindakan-tindakan buruk semacam itu akan mendorong para warga untuk tidak mau bekerja sama dengan pasukan keamanan atau angkatan darat, dan mereka akan takut kalau ada di posisi yang sama,“ katanya. Negara Islam Irak, kelompok pemberontak Sunni, menyebarkan pernyataan audio di websitenya pada hari Kamis bahwa 300 pemberontak dengan sukarela melakukan operasi bunuh diri untuk membalas wanita yang maju pada hari Senin. Setidaknya 50 orang berasal dari suku wanita, dan 20 menawarkan diri untuk menikahinya jika ia masih lajang, kata pernyataan itu. Koresponden Joshua Partlow dan koresponden khusus Nasse Mourilah yang membeberkan laporan ini. http://edition.cnn.com/2006/WORLD/meast/08/07/iraq.main/Iraq scene detailed at hearing rape-slaying Bom bunuh diri menewaskan 14 orang pada sebuah pemakaman di kampung halaman Saddam Hussein BAGHDAD, Irak (CNN) – Empat saksi tampil pada hari Minggu ketika persiapan mendengar kesaksian dimulai bagi keempat tentara Amerika yang terlibat dalam pemerkosaan dan pembantaian seorang warga Irak dan keluarganya yang tinggal di Irak. Saksi mengakui bahwa pada hari pertama mendengar kesaksian di Kamp Victory, dekat Baghdad, termasuk seorang tenaga medis militer Irak yang menggambarkan keadaan mayatmayat itu setelah kejahatan itu berlangsung di Mahmoudiya. “Kalangan media diizinkan untuk mendengar kesaksian dari tenaga medis dan komandan batalion tentara, Letkol. Thomas Kunk. Dua saksi lainnya adalah warga Irak yang belum jelas identitasnya, dan para wartawan tidak diizinkan untuk mendengar kesaksian mereka,“ Associated Press. Tenaga medis, yang tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan bahwa ia adalah orang pertama yang menanggapi panggilan darurat saat kejadian itu dan mengetahui luka-luka pada mayat anggota keluarga, berdasarkan AP (Associated Press). “Saya merasa sangat tidak nyaman,“ ia mengulangi pernyataannya. “Saya sakit selama 2 minggu.“ “Sersan Paul E. Cortez, Spec. James P. Barker, Prajurit Jesse V. Spielman, dan Prajurit Bryan L. Howard bekerja sama dengan mantan Prajurit Steven D. Green untuk melakukan kejahatan itu,“ kata pihak militer. “Keempat orang itu bisa dijatuhi hukuman mati,“ kata pihak militer. Pasal 32 tentang mendengar kesaksian itu secara militer merupakan penyebab atau persiapan mendengar kesaksian. Tentara kelima, Sersan Anthony W. Yribe dihukum karena gagal melaporkan pernyataan pemerkosaan dan pembantaian, tetapi tidak dituduh karena terlibat dalam peristiwa itu. Ia tidak dikenai pasal 32 tentang mendengar kesaksian saat itu. Green, yang dipecat dari angkatan darat pada bulan Mei karena mengalami “gangguan kepribadian antisosial“, menerima hukuman atas pemerkosaan dan pembantaian di pengadilan federal. Peristiwa itu terjadi pada bulan Maret di Mahmoudiya, sebelah selatan Baghdad. Sebuah catatan pengadilan dari Departemen Kehakiman yang memasukkan kasus Green menyatakan bahwa Green dan beberapa tentara lainnya merencanakan pemerkosaan itu. Kantor berita Reuters mendapatkan kartu identitas dan surat kematian menyebutkan bahwa korban pemerkosaan dan pembantaian berusia 14 tahun. Kunk mengatakan bwaha dialah yang pertama kali merespons peristiwa itu dari sebuah panggilan telepon dari komandan kompi Kapten John Goodwin pada 19 Juni. Ia mengakui bahwa Goodwin memberitahunya tentang pembantaian itu dan meminta petunjuknya. Segera sesudah telepon itu, kata Kunk, ia berencana untuk menuju ke Yustifiya, tempat Goodwin berada, untuk menyelidiki peristiwa itu. Kunk teringat ketika menginterogasi Yribe, yang digambarkan sebagai tentara koalisi pertama yang melihat kejadian itu. Ia menggambarkan sersan itu sebagai sosok yang tanpa basa-basi dan mengatakan Yribe “mengatakan ia tidak terlibat pada saat itu.” Kunk berkata Yribe menunjukkan kepadanya foto-foto peristiwa itu yang diambilnya. Kunk juga ingat ketika mempertanyakan Barker, yang digambarkan sebagai orang yang “tidak punya rasa hormat dan sangat senang menjawab pertanyaan yang saya ajukan.” “Ia berkata,’Tidak, Pak, tak ada tentara koalisi yang bertanggung jawab atas...pembunuhan keluarga itu dan pemerkosaan serta pembunuhan gadis kecil itu,’“ tegas Kunk. Kunk berkata bahwa Howard mengatakan kepadanya bahwa ia tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas kejahatan itu, lagipula ia tidak tahu-menahu soal itu. “Tak ada di antara ketiga tentara itu yang meminta pengacara selama pengajuan pertanyaan itu,” kata Kunk. Selama pertanyaan pembelaan tentang moral dan kekayaan pletonnya, Kunk teringat Green yang mengatakan bahwa “semua orang Irak itu brengsek.” “Aku berkata kepadanya bahwa itu tidak benar dan 90-95% orang Irak adalah orang yang baik dan mereka menginginkan hal yang sana yang kita miliki di Amerika Serikat,” kata Kunk, ketika mengingat pembicaraan yang terjadi beberapa saat sebelum Green dipecat dari angkatan darat. Para tentara seperti dikutip dari catatan pengadilan di Departeman Pengadilan ketika menceritakan kepada para penyelidik bahwa setelah pemerkosaan dan pembantaian, Green dan rekan-rekannya membakar rumah keluarga itu, melemparkan senapan AK-47 yang dipakai untuk membunuh itu ke selokan terdekat dan membakar pakaian mereka yang berlumuran darah. Kartu identitas dan surat kematian korban, diperoleh oleh Reuters, menunjukkan bahwa korban pemerkosaan itu adalah Abeer Qassim Hamza al-Janabi, lahir pada 19 Agustus 1991. Walikota Mahmoudiya mempublikasikan identitas dan tanggal lahirnya kepada CNN. Militer Amerika sebelumnya menyatakan bahwa korban pemerkosaan itu adalah “wanita muda Irak”. Catatan pengadilan Departemen Kehakiman tentang kasus Green menyatakan bahwa para penyelidik memperkirakan gadis itu berusia 25 tahun, sedangkan militer Amerika mengatakan kalau ia berusia 20 tahun. Keenam tentara itu berasal dari Resimen Infantri Parasut 502 Divisi Airborne 101 (Penyerang Udara) yang bermarkas di Fort Campbell, Kentucky. Green ditahan di penjara Kentucky dan pada akhir bulan ia menerima 3 bulan pengurangan hukuman. Ia dianggap tidak bersalah. Mayat Misterius Penuh Luka Tembak Ditemukan “Setidaknya 15 orang terbunuh dan 17 terluka pada hari Minggu ketika sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah prosesi pemakaman di utara kota Tikrit, Irak,” kata polisi. Peristiwa itu terjadi pada pukul 8 malam di sebuah rumah keluarga yang jauh dari kediaman Saddam Hussein, kira-kira 100 mil (160 km) di utara Baghdad. Sang pelaku meledakkan dirinya di aula pintu masuk kampung Qadisyiah di tengah Tikrit, tempat orang-orang berkumpul untuk berkabung atas kematian sang ayah dari dua laki-laki, satu dari mereka adalah anggota DPRD dan yang lainnya adalah anggota polisi. Pejabat mengatakan bahwa sang pelaku meninggalkan mobilnya – berbajukan peledak – menuju ke aula, tapi tidak meledak. Para penjinak bom berhasil menjinakkannya. Juga pada hari Minggu, 12 mayat yang ditembus peluru menunjukkan tanda-tanda penyiksaan yang ditemukan oleh polisi Irak di berbagai kampung di Baghdad, berdasarkan polisi darurat Baghdad. Polisi mengatakan bahwa mereka tidak bisa segera mengidentifikasi mayat itu. “Sembilan mayat berhasil diidentifikasi lebih cepat,“ kata polisi Baghdad. http://www.newsdaily.com/stories/tre5468hp-us-iraq-usa-assault/ Mantan Tentara Amerika Serikat Dinyatakan Bersalah dalam Pemerkosaan Irak, Mati Oleh Steve Robrahn 05/07/2009 pada 18:32 LOUSVILLE, Kentucky, 7 Mei 2009 (Reuters) – Seorang mantan tentara Amerika Serikat pada hari Kamus mengakui melakukan pemerkosaan gadis dan membunuhnya serta seluruh keluarganya dekat Baghdad pada 2006 dan kini ia terancam dijatuhi hukuman mati. Enam belas juri pengadilan federal yang memutuskan bersalah kepada mantan Pratu Steven Green yang akan menjalani hukuman mati pada hari Senin. Green, berusia 24 tahun, menjadi tersangka pembunuhan penduduk sipil, pemerkosaan dan pelanggaran keadilan sejak ia ditahan setelah dipecat dari Angkatan Darat Amerika Serikat pada 2006 karena “gangguan mental“. Sidang, yang berakhir 8 hari sebelum 1,5 hari sebelum keputusan juri, menampilkan kesaksian pendakwaan oleh mantan komandan Green yang menggambarkan penyerangan brutal, satu di antara beberapa peristiwa yang melibatkan tentara Amerika yang membuat marah orang-orang Irak dan merusak hubungan Amerika Serikat. Green, yang berusia 19 tahun saat melakukan kejahatan itu, digambarkan sebagai orang yang mudah marah dari kelima orang lainnya, yang mengenakan pakaian ala ninja berwarna hitam dan memerkosa Abeer Qassim Hamza al-Janabi (14 tahun) dan menembaknya serta ayahnya, ibunya, dan adiknya yang berusia 6 tahun. Kejadian itu terjadi ketika para tentara mabuk minuman keras, bermain kartu, dan berencana menyerang Mahmudiya, 20 mil ke selatan Baghdad. Green, berasal dari Midland, Texas, digambarkan oleh para pendakwa sebagai pencetus ide untuk membunuh orang-orang Irak. Mahkamah militer mengetahui bahwa ia terlibat dalam pembantaian itu, tetapi membantah kalau ia mengalami stres akibat perang setelah kematian rekan setimnya dan tak tahu membedakan kawan atau lawan. Tiga tentara lainnya dinyatakan bersalah dalam serangan itu demikian pula yang keempat, semuanya terjadi dalam pengadilan militer. Mereka menerima hukuman penjara antara 5 sampai 100 tahun, sekalipun mereka bisa segera dibebaskan bersyarat. Berdasarkan kesaksian, Green menembak keluarga sang gadis di tempat tidur ketika dua tentara lainnya memerkosa sang gadis. Green kemudian memerkosa sang gadis, ia menutupi muka gadis itu dengan bantal dan menembaknya tiga kali. Para tentara kemudian membakar tubuh sang gadis untuk menghapus jejak. Green kemudian menyombongkan tentang penyerangan itu. Ia mengatakan kalau ia melakukan sesuatu yang “luar biasa”. Sidang itu diadakan di Paducah, Kentucky, karena para tentara sudah dikeluarkan dari Fort Capmbell di negara itu. (Ditulis oleh Andrew Stern dan Michael Conlon; diedit oleh Peter Conney) http://weekly.ahram.org.eg/2007/835/re24.htm Pemerkosaan dan Eksekusi Mayat-mayat dikumpulkan di jalanan Baghdad ketika Maliki mempersiapkan konferensi regional di Irak, tulis Nermeen El-Mufti Berdasarkan pemerintah Irak, 1.646 penduduk sipil mati dalam kerusuhan yang terjadi di bulan Februari, menurun dari 1.992 pada bulan Januari. Meskip para pejabat Irak dan Amerika mengatakan bahwa tingkat kerusuhan telah menurun sejak Operasi Penegakan Hukum dilaksanakan, 59 penduduk Irak masih mati dalam kerusuhan yang terjadi setiap hari, sebagian dari mereka berada di Baghdad. Beberapa hari lalu, seorang wartawan terkenal Irak dibunuh di depan rumahnya di barat Baghdad. Kepala editor surat kabar Al-Mashreq, Mohan Al-Taher, adalah Shia dan menikah dengan wanita Sunni. Al-Taher dikenal dengan paham antiperpecahannya. Sebuah bom mobil meledak di jalan Al-Mutannabi di Baghdad, menewaskan 24 orang dan melukai 40 lainnya. Bersamaan dengan itu, 1.000 tentara Amerika mendukung pasukan Irak memasuki kota Al-Sadr di timur Baghdad, pusat pertahanan pasukan Al-Mahdi yang dipersalahkan atas banyaknya aksi kekerasan yang mengarah pada perpecahan. Berdasarkan pemerintah Irak, pasukan bergerak dengan tenang. Angkatan Perang Amerika mengatakan bahwa perjanjian dengan pemerintah kota Al-Sadr untuk mendirikan pusat keamanan Amerika di daerah tersebut telah tercapai. Jasad 14 polisi yang diculik dari jalan Al-Khales di utara Baghdad kemarin Kamis, telah ditemukan. Sebuah kelompok yang menamakan diri Negara Islam Irak mengaku bertanggung jawab atas beberapa pembunuhan dalam sebuah pernyataan yang disebarkan lewat internet. Kelompok itu, diyakini memiliki jaringan dengan Al-Qaeda, seharusnya dianggap sebagai penjahat perang atau dibebaskan. Pemerintah Irak, kata mereka, menambah lama masa pendudukan dan tak bisa terus mengatasi kejahatan yang dilakukan para pemberontak selama masih ada pendudukan dan cacat penegakan hukum nasional. Minggu ini, dua wanita dari Baghdad dan Tel Afar tampil di televisi, mengatakan kalau beberapa polisi memerkosa mereka. Satu di antara mereka mengatakan bahwa 5 polisi menangkap dan memerkosanya dan mengatakan kepadanya bahwa ia dituduh membantu teroris. Perdana menteri memerintahkan penyelidikan kasus ini, tetapi komisi penyelidikan, yang melaporkan hasil penyelidikannya hanya beberapa jam setelah wanita yang tak dikenal itu muncul di televisi, mengatakan bahwa paramedis menutupi pemerkosaan ini. “Tiga tahanan segera diadili setelah pernyataan perempuan itu,“ kata pemerintah Irak. Keluarga korban menolak kalau si wanita diperiksa secara medis. Di Tel Afar, seorang wanita berusia 40 tahun, ibu dari 11 anak, tampil di televisi Turkoman untuk menyatakan bahwa polisi telah memerkosanya, memfilmkan pemerkosaan itu, dan mengancam akan menyebarluaskan video itu lewat internet kalau ia menolak menjadi informan mereka. Baru-baru ini, polisi telah menggeledah rumah-rumah di Tel Afar, tempat tinggal 500.000 orang Turkoman, untuk mencari teroris. Partai-partai Turkoman, termasuk Front Turkoman, melontarkan pernyataan yang menggambarkan kebrutalan polisi. Mohammad Al-Deini, anggota parlemen Front Dialog Nasional, mengatakan bahwa ia memiliki bukti bahwa 60 wanita diperkosa oleh pasukan keamanan Irak. Berdasarkan staf PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, tercatat sekitar 60 kasus pemerkosaan terjadi selama 3 bulan pada tahun lalu, ditambah lagi 800 kasus kekerasan seksual. Dalam sebuah kasus, seorang mahasiswa mengatakan bahwa polisi memerkosanya dan mengancam untuk membunuh kakak laki-lakinua jika ia melaporkan kejadian itu. Ketika rencana kemanan berlangsung di Irak, usaha-usaha untuk rekonsiliasi nasional mulai dilaksanakan. Hari Minggu lalu, mantan polisi Irak diundang dalam sebuah konferensi, tepatnya yang keempat. Sekitar 600 prajurit yang diberhentikan dari Angkatan Darat Irak muncul di situ. Menurut Rashid Al-Nashiri, pemimpin konferensi, peristiwa ini adalah satu langkah menuju rekonsiliasi. Ratusan di antara ribuan mantan pejabat sekarang berharap juga untuk dikembalikan nama baiknya dalam angkatan darat atau menerima pensiun. Perdana Menteri Nouri Al-Maliki berharap untuk mereshuffle kabinet pada Konferensi Baghdad yang akan diadakan pada 10 Maret. Siria, Iran, Mesir, dan wakil-wakil dari Liga Arab serta Konsul Keamanan PBB akan menghadiri konferensi tersebut. Orang-orang optimis, tetapi Jenan Ali, seorang ahli hubungan luar negeri Irak, mengatakan bahwa konferensi mungkin berfokus pada ketegangan antara Amerika dan Iran ketimbang masalah-masalah yang dihadapi Irak. Berdasarkan sebuah sumber di Irak, beberapa menteri yang mewakili kelompok Al-Sadr ingin meninggalkan kabinet. Para menteri kesehatan dan pendidikan – keduanya bergabung dengan Al-Sadr – mungkin akan meninggalkan negara setelah penangkapan Deputi Menteri Kesehatan Hakem Al-Zamli. Al-Zamli dituduh mendanai pasukan yang menyebabkan pembantaian. Pada saat yang sama, daftar Irak dari Iyad Allawi mengancam untuk mundur dari proses politik kecuali pemerintahan saat itu mengabaikan bias sektariannya, memberantas korupsi, dan mewujudkan kesatuan bangsa. Allawi mengunjungi utara Irak minggu lalu bersama duta besar Amerika Serikat. Beberapa mengatakan bahwa ini adalah tanda bahwa Amerika mendukung upaya Allawi untuk membentuk koalisi politik baru. Analis politik Raad Al-Hodeithi mengatakan bwha Amerika siap melakukan apa pun untuk mempertahankan kedudukannya yang tidak pasti di Irak. Pasukan keamanan Amerika telah memborbardir kota Al-Taji, 10 kilometer di barat laut Baghdad, dalam sebuah upaya untuk membunuh atau menahan para penembak yang menjatuhkan dua helikopter di sekitar area tersebut pada bulan lalu. Berdasarkan penghitungan terakhir, 3.170 tentara Amerika mati di Irak sejak Maret 2003.