analisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA
OLEH
ADHITYA KUSUMANINGRUM
H14103094
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN
ADHITYA KUSUMANINGRUM. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Investasi di Provinsi DKI Jakarta (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Suatu kegiatan investasi baik yang bersumber dari dalam atau Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun luar negeri atau Penanaman Modal Asing
(PMA) dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Investasi dapat
masuk ke suatu wilayah apabila para investor merasa aman dalam melakukan
kegiatan investasi. Kegiatan investasi suatu daerah salah satunya ditentukan oleh
potensi ekonomi yang dimilikinya. Keseluruhan potensi ekonomi tersebut
tergabung menjadi satu dan membentuk daya tarik investasi bagi suatu daerah.
Oleh karenanya, hal yang wajar apabila pemerintah daerah berusaha untuk
menarik investor agar bersedia menanamkan modalnya di wilayah yang
dikelolanya. Investasi diyakini mampu meningkatkan perekonomian dari suatu
wilayah, namun banyak hal yang mempengaruhi kegiatan investasi tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel investasi baik PMA dan PMDN, suku bunga, inflasi,
lag PDRB, tingkat upah, dan nilai tukar rupiah. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kuartalan dari tahun 1996:1
sampai tahun 2005:4 yang berasal dari Badan Penanaman Modal dan
Pendayagunaan Kekayaan Umum Daerah (BPM dan PKUD) Provinsi DKI
Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Provinsi DKI Jakarta, dan instansiinstansi lain yang terkait dengan tujuan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
investasi di Provinsi DKI Jakarta yaitu suku bunga, inflasi, lag PDRB, dan tingkat
upah secara signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata 1 persen, sedangkan
nilai tukar secara signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen.
Berdasarkan hasil pengujian statistik terhadap model persamaan investasi di
Provinsi DKI Jakarta, seluruh variabel eksogennya mempunyai tanda yang sesuai
dengan teori. Variabel suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini mengimplikasikan suatu
penurunan tingkat bunga akan mengurangi biaya modal, sehingga menyebabkan
suatu peningkatan dalam investasi.
Variabel inflasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat
investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan tingkat inflasi yang tinggi
memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan sehingga tingkat
keuntungan yang diperoleh perusahaan mengalami penurunan. Penurunan
keuntungan perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah
investasi yang dilakukan perusahaan.
Variabel PDRB periode sebelumnya berpengaruh positif yang signifikan
terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan jika
pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya menunjukkan ke arah yang membaik
maka akan meningkatkan kepercayaan investor atau pemilik modal untuk
menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta, sehingga tingkat investasi di
Provinsi DKI Jakarta pun meningkat.
Variabel upah berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat
investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan jika tingkat upah yang
dibayarkan mengalami peningkatan, maka share keuntungan yang diterima
perusahaan akan menurun. Dengan share keuntungan yang menurun tersebut
maka kecenderungan perusahaan untuk berinvestasi pun mengalami penurunan.
Variabel nilai tukar berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat
investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena ketika terjadi
depresiasi nilai tukar rupiah maka nilai riil keuntungan yang akan diperoleh akan
berkurang sehingga dapat menurunkan tingkat investasi. Variabel yang paling
berpengaruh terhadap kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta adalah PDRB
periode sebelumnya, sedangkan variabel yang pengaruhnya paling kecil terhadap
kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta adalah suku bunga.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa PDRB merupakan variabel yang
paling berpengaruh terhadap tingkat investasi di DKI Jakarta maka disarankan
kepada Pemprov DKI Jakarta untuk lebih meningkatkan laju pertumbuhan PDRB,
misalnya melalui kegiatan promosi investasi daerah, seperti yang akan
diselenggarakan yaitu Jakarta Investment Center (JIC). Program ini telah
dilaksanakan sosialisasinya pada tanggal 18 hingga 20 Desember 2006 di Kairo,
Mesir, kemudian pada tanggal 6 hingga 8 April 2007 di Mumbai, India, serta pada
tanggal 22 hingga 25 Juni 2007 di Maroko. Upaya tersebut ditujukan agar para
investor baik domestik maupun asing memiliki keyakinan untuk menanamkan
modalnya di Indonesia, khususnya di Provinsi DKI Jakarta.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA
Oleh :
ADHITYA KUSUMANINGRUM
H14103094
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :
Nama
: Adhitya Kusumaningrum
Nomor Registrasi Pokok : H14103094
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Investasi di Provinsi DKI Jakarta
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Widyastutik, S.E., M.Si.
NIP. 132 311 725
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Ir. Rina Oktaviani, M.S., Ph.D.
NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2007
Adhitya Kusumaningrum
H14103094
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Adhitya Kusumaningrum dilahirkan di Jakarta
pada tanggal 22 September 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan Drs. H. Siswojo Rahardjo dan Hj. Roesbandijah. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pondok Ranggon I pada tahun
1996. Selanjutnya pada tahun 1999 penulis menamatkan pendidikan menegah
pertama di SLTP Angkasa, Jakarta.
Pada 2003 penulis menamatkan pendidikan menegah atas pada SMU Islam
PB Sudirman, Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi
mahasiswa, penulis ikut serta dalam organisasi Koperasi Mahasiswa (KOPMA)
dan Music Agricultural and Expression (MAX).
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi di Provinsi DKI Jakarta.
Investasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembangunan. Oleh
karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di
Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia. Selain itu,
skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih serta rasa hormat
kepada :
1. Ibu Widyastutik, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan sehingga pembuatan skripsi ini terlaksana dengan
baik.
2. Ibu Dr. Sri Mulatsih, M.Sc. selaku dosen penguji utama yang telah bersedia
menguji hasil skripsi ini. Terima kasih juga atas saran dan kritiknya.
3. Bapak Muhammad Findi A., S.E., M.Si. selaku komisi pendidikan atas
perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
4. Orangtua penulis, Bapak Drs. H. Siswojo Rahardjo dan Ibu Hj. Roesbandijah.
Terima kasih atas doa, semangat, dan kasih sayang, serta dukungannya yang
telah diberikan sangat besar artinya dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Terima kasih kepada saudara-saudara penulis terutama Dwijo Hari Prabowo,
Uut Budi Utami, dan Ardityo Mufa’adi. Terima kasih atas dukungan,
semangat, dan story pengalaman kalian dalam menjalani skripsi.
6. Terima kasih kepada Harya Nartama atas segala dukungan, semangat, dan
kesabaran, serta tidak bosan mendengarkan keluh kesah penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Terima kasih kepada Ana, Uti, Depe, Uut, Efa, Wilma, Winsih, Linda, dan
Echa serta teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 40 lainnya atas kebersamaan
selama empat tahun ini dan atas segala dukungan dan semangatnya sebagai
teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi.
8. Seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen dan staf Departemen Ilmu
Ekonomi yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis
menjalani pendidikan.
9. Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2007
Adhitya Kusumaningrum
H14103094
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................... 8
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 9
2.1. Teori Investasi ....................................................................................... 9
2.1.1. Penanaman Modal Asing ............................................................. 12
2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri ................................................ 14
2.2. Tingkat Keuntungan Investasi ............................................................... 15
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi ........................................ 16
2.3.1. Suku Bunga .................................................................................. 16
2.3.2. Tingkat Inflasi .............................................................................. 17
2.3.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) .................................. 19
2.3.4. Tingkat Upah ............................................................................... 20
2.3.5. Nilai Tukar .................................................................................... 21
2.4. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 22
2.5. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 26
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 28
3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 28
3.2. Metode Analisis Data ............................................................................ 28
3.2.1. Analisis Regresi Berganda ............................................................ 28
3.2.2. Model Analisis .............................................................................. 29
3.2.3. Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R2 ................................ 30
3.2.4. Pengujian untuk Masing-masing Parameter Regresi ................... 32
3.2.5. Pengujian terhadap Model Penduga ............................................. 33
3.2.6. Permasalahan OLS ....................................................................... 35
3.3. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 39
IV. GAMBARAN UMUM ................................................................................ 40
4.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah ..................................................... 40
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta ....................................... 41
4.3. Kondisi Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ........................... 42
4.4. Pola Perekonomian Provinsi DKI Jakarta ............................................. 44
4.5. Indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ........................... 45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 47
5.1. Hasil Dugaan Model ............................................................................. 47
5.1.1. Uji Ekonometrika ......................................................................... 48
5.1.2. Uji Statistik .................................................................................. 49
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi di Provinsi DKI Jakarta.. 50
5.2.1. Suku Bunga .................................................................................. 50
5.2.2. Inflasi ........................................................................................... 51
5.2.3. Lag PDRB .................................................................................... 52
5.2.4. Tingkat Upah ............................................................................... 53
5.2.5. Nilai Tukar .................................................................................... 53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 55
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 55
6.2. Saran ..................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58
LAMPIRAN ...................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Kontribusi Pemprov DKI Jakarta dalam Investasi Agregat di Provinsi
DKI Jakarta ............................................................................................... 2
1.2. Perkembangan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta …………....... 6
4.1. Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta ……....................................... 40
4.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 1996-2005 ……...….... 41
4.3. Kontribusi Anggaran dan Penerimaan Terhadap Perekonomian di DKI
Jakarta dan Nasional (dalam persen) …………......………......………... 42
4.4. Komposisi Penerimaan dalam APBD DKI Jakarta dan APBN Indonesia
(dalam persen) …………......…………......…………......………............. 43
4.5. Perkembangan Tingkat Pendapatan Perkapita dan Laju Pertumbuhan
DKI Jakarta dan Nasional …………......................................................... 44
4.6. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta (dalam
persen) ......…………......…….................................................................. 45
4.7. Perkembangan Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Terhadap PDRB
Riil Provinsi DKI Jakarta, Periode 1999-2005 (dalam persen) ……….... 46
5.1. Hasil Estimasi Koefisien Variabel Penduga .…………......…….............. 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi..........................................10
2.2. Hubungan Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran, dan Pendapatan Nasional 12
2.3. Kurva Investasi ............................................................................................ 16
2.4. Perubahan Nilai Tukar ................................................................................. 22
2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................................27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Analisis ................................................................................................ 60
2. Model Regresi Investasi Provinsi DKI Jakarta ............................................ 62
a. Hasil Estimasi Output ............................................................................... 62
b. Uji Autokorelasi ....................................................................................... 62
c. Uji Heteroskedastisitas ............................................................................. 62
d. Uji Multikolinieritas ................................................................................. 62
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2004). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu indikator penting dalam melakukan analisis mengenai pembangunan ekonomi
yang terjadi pada suatu wilayah. Pembangunan wilayah dilakukan dengan
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara berkesinambungan melalui
kegiatan investasi baik yang bersumber dari dalam atau Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) maupun luar negeri atau Penanaman Modal Asing (PMA). Oleh
karena itu, untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maka
dibutuhkan investasi pada semua sektor pembangunan. Besarnya investasi ini
akan tergantung pada sumber-sumber pembiayaan pembangunan baik yang
berasal dari sektor pemerintah maupun dari sektor swasta dan masyarakat.
Selama ini kontribusi investasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI
Jakarta terhadap investasi agregat di wilayah DKI Jakarta masih sangat rendah
(BPM dan PKUD DKI Jakarta, 2007). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai
kontribusi aktual tahun 2002 hingga 2006 dimana investasi Pemprov DKI Jakarta
terhadap investasi agregat di DKI Jakarta memiliki kecenderungan menurun dan
hanya berada pada kisaran 5,5 persen hingga 6,6 persen (Tabel 1.1). Rendahnya
investasi pemerintah tersebut disebabkan masih banyaknya program yang harus
dibiayai oleh pemerintah sehingga dana yang dialirkan untuk investasi menjadi
2
berkurang. Oleh karena itu, peranan investasi swasta harus diperhitungkan dalam
menjalankan roda perekonomian.
Tabel 1.1. Kontribusi Pemprov DKI Jakarta dalam Investasi Agregat di
Provinsi DKI Jakarta
Tahun
Kontribusi Pemprov DKI Jakarta
(dalam persen)
2002
6,58
2003
6,69
2004
5,19
2005
5,28
2006
5,56
Sumber : BPM dan PKUD DKI Jakarta, 2002-2009
Provinsi DKI
Jakarta
dalam rangka
meningkatkan
pertumbuhan
ekonominya sebesar 6,5 persen pada tahun 2007 maka membutuhkan investasi
sebesar Rp 123 triliun. Hal ini disebabkan Incremental Capital Output Ratio
(ICOR) Indonesia saat ini sebesar 5 persen. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta
telah melakukan upaya perbaikan sistem investasi. Misalnya, mempercepat proses
perizinan investasi, penyederhanaan pembiayaan, dan membuka pelayanan
dengan satu pintu (BPM dan PKUD Provinsi DKI Jakarta, 2007).
Investasi
dalam
suatu
perekonomian
sangat
diperlukan
untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi dapat masuk ke suatu wilayah
apabila para investor merasa aman dalam melakukan kegiatan investasi. Jalannya
kegiatan investasi dipengaruhi oleh banyaknya faktor. Apabila terdapat
permasalahan atau kelemahan di salah satu faktor maka akan mempengaruhi
kegiatan investasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, melihat pentingnya
investasi serta banyaknya faktor yang mempengaruhinya maka relevan dilakukan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi di
Provinsi DKI Jakarta”.
3
1.2. Perumusan Masalah
Secara umum kondisi berbagai daerah di Indonesia oleh para pelaku usaha
dinilai relatif kondusif untuk melaksanakan kegiatan investasi (KPPOD, 2003).
Investasi diyakini mampu meningkatkan perekonomian dari suatu wilayah. Oleh
karena itu, hal yang wajar apabila pemerintah daerah berusaha untuk menarik
investor agar bersedia menanamkan modalnya di wilayah yang dikelolanya.
Berbagai strategi diterapkan pemerintah daerah untuk menarik minat investor,
seperti penyediaan lahan, kemudahan perizinan, dan penyediaan infrastruktur,
namun upaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan. Selain itu,
persaingan antar daerah semakin ketat dalam menarik para investor sehingga
pemerintah daerah harus mengoptimalkan potensi daerahnya masing-masing yang
berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta sumberdaya lainnya untuk
menarik minat investor.
Berbagai program dilaksanakan oleh pemerintah DKI Jakarta, diantaranya
pembangunan kawasan berikat hingga menyelenggarakan Jakarta Internasional
Investment Expo (JIVEST) 2006 yang digelar pada 10-13 Agustus 2006 di Jakarta
Convention Center (JCC). Ide dasar pembentukan kawasan berikat salah satunya
adalah peningkatan dan pengembangan lalu lintas barang perdagangan
internasional sebagai upaya mendorong investasi yang dapat meningkatkan
partisipasi dunia usaha. Wilayah yang termasuk kawasan berikat adalah Cakung,
Tanjung Priok, dan Marunda. Berdasarkan PP No.33 Tahun 1996, jenis kegiatan
di kawasan berikat adalah penyortiran dan pengepakan barang dan bahan asal
4
impor yang hasilnya untuk tujuan ekspor dengan mendapatkan perlakuan khusus
di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Program lainnya adalah menyelenggarakan JIVEST yaitu kegiatan
promosi terbesar yang memberikan peluang dan kesempatan besar bagi kota-kota
besar di dunia dan daerah-daerah di Indonesia serta para pengusaha domestik dan
asing untuk dapat bertemu langsung dengan para calon investor dari Asia,
Amerika, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Australia, dalam rangka menarik
investasi asing. Tujuan dilaksanakannya JIVEST adalah memberikan informasi
lengkap dari tangan pertama tentang peluang dan tantangan investasi di kota-kota
besar dunia maupun daerah-daerah di Indonesia. Kegiatan pameran ini dianggap
sebagai media yang paling efektif dalam mempromosikan potensi investasi. Selain
itu, Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara perlu mempelopori adanya suatu
forum investasi dan perdagangan yang mampu menggerakkan roda perekonomian
nasional. Strategi lainnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu harus
mengerti keinginan investor dalam hal kemudahan atau fasilitas yang akan
diberikan serta jaminan kondisi sosial budaya suatu daerah seperti keamanan,
kepastian hukum, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, melalui Inpres No.3
Tahun 2006 Pemprov DKI Jakarta menyederhanakan Izin Usaha yang semula 150
hari menjadi 70 hari.
Program-program yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta di atas pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan minat investor baik asing maupun
domestik untuk menanamkan modal di DKI Jakarta. Selain itu, tujuan dari
program-program tersebut adalah, pertama, untuk mempromosikan kepada calon
5
investor dan pelaku bisnis global bahwa Indonesia, khususnya DKI Jakarta,
memiliki peluang investasi dan peluang bisnis yang sangat menjanjikan di masa
depan serta merupakan tempat ideal, aman, dan nyaman untuk berinvestasi;
kedua, membangun kerjasama antar pemerintah daerah, antara pemerintah daerah
dengan pusat serta antara pemerintah daerah dengan pihak asing di bidang
investasi. Ketiga, membangun kerjasama antara pengusaha Indonesia dengan
pengusaha asing guna meningkatkan lapangan pekerjaan. Hal ini dikarenakan
investasi merupakan salah satu sumber pertumbuhan perekonomian daerah yang
potensial. Ketika investasi mengalami peningkatan maka pertumbuhan ekonomi
dapat meningkat. Sebaliknya, ketika investasi mengalami penurunan maka
pertumbuhan ekonomi tidak dapat berjalan.
Berdasarkan Tabel 1.1 yang menunjukkan bahwa kondisi perkembangan
PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1996 hingga 2005 mengalami
fluktuasi. Pada tahun 1996, nilai PMDN sebesar Rp 16.660.415,60 juta dengan
jumlah proyek PMDN sebanyak 193 proyek. Angka ini terus menurun pada tahun
1997 hingga 1999, namun pada tahun 2000 kembali meningkat menjadi 88 proyek
dengan nilai Rp 5.388.487,80 juta. Setelah tahun 2001 nilai PMDN mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi Rp 5.752.926,15 juta namun jumlah
proyeknya mengalami penurunan menjadi 45 proyek. Pada tahun 2002, nilai
PMDN menurun menjadi Rp 2.375.861,97 juta namun jumlah proyek mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi 46 proyek. Angka ini cenderung
meningkat hingga tahun 2004, kemudian pada tahun 2005 nilai dan proyek
PMDN mengalami penurunan menjadi Rp 3.792.133,52 juta dan 23 proyek.
6
Tabel 1.2. Perkembangan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta
PMA
PMDN
Perubahan
Perubahan
Tahun
Investasi
Investasi
Proyek
(ribu US$)
Investasi
(persen)
95,56
-77,42
-16,91
Proyek
(juta Rp)
193 16.660.415,60
120 4.843.674,60
56 3.318.338,00
Investasi
(persen)
1996
1997
1998
294 3.752.123,50
170
847.168,80
306
703.916,00
-62,88
-70,98
-45,70
1999
429
777.547,19
10,46
33
1.222.589,33
-63,16
2000
692 1.364.485,30
75,48
88
5.388.487,80
340,74
2001
487
313.475,54
-77,02
45
5.752.926,15
6,76
2002
2003
2004
2005
563
460
589
794
1.234.732,33
5.237.015,60
1.887.971,55
2.624.156,36
293,88
324,14
-63,96
38,99
46
41
32
23
2.375.861,97
3.274.442,93
4,243,196,39
3.792.133,52
58,70
37,82
29,59
-10,63
Sumber : BPM dan PKUD, 1996-2005
Nilai PMA pada tahun 1996 sebesar US$ 3.752.123,50 ribu dengan jumlah
proyek sebanyak 294 proyek. Pada tahun 1997 mengalami penurunan investasi
dengan nilai PMA sebesar US$ 847.168,80 ribu dan jumlah proyek sebanyak 170
proyek. Setelah itu, pada tahun 1998 dan 1999 nilai investasi PMA mengalami
penurunan karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pada tahun 1998 nilai
PMA sebesar US$ 703.916,00 ribu dengan jumlah proyek sebanyak 306 proyek,
sedangkan pada tahun 1999 nilai PMA meningkat dari tahun sebelumnya menjadi
US$ 777.547,19 ribu namun jumlah proyeknya mengalami peningkatan menjadi
429 proyek. Pada tahun 2000 nilai PMA meningkat menjadi US$ 1.364.485,30
ribu dengan jumlah proyeknya sebanyak 692 proyek. Pada tahun 2001, nilai PMA
turun drastis menjadi US$ 313.475,54 ribu dengan jumlah proyek sebanyak 487
proyek. Pada tahun 2002 hingga 2005 perkembangan nilai PMA Provinsi DKI
Jakarta cenderung meningkat. Pada tahun 2003, nilai PMA meningkat menjadi
US$ 5.237.015,60 juta dengan proyek sebanyak 460 proyek.
7
Dalam melakukan kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta, selama ini
para investor dihadapi dengan adanya kendala-kendala seperti tidak adanya
kepastian hukum, tidak adanya kepastian waktu proses perizinan, hingga tidak
adanya kepastian biaya. Kendala-kendala tersebut menyebabkan berkurangnya
kepercayaan investor baik asing maupun domestik untuk berinvestasi di Provinsi
DKI Jakarta. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kepercayaan investor,
pemerintah mengesahkan undang-undang di bidang penanaman modal yaitu
Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Melalui undangundang tersebut, diharapkan investasi baik PMA maupun PMDN di Provinsi DKI
Jakarta untuk periode selanjutnya akan semakin meningkat.
Kegiatan investasi suatu wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor. Jika
salah satu faktor tersebut mengalami suatu kendala maka akan berpengaruh
terhadap kegiatan investasi di wilayah tersebut. Selain itu, investasi akan
meningkat apabila tercipta iklim investasi yang kondusif dan meningkatnya daya
saing wilayah tersebut sebagai tujuan investasi. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi
investasi di DKI Jakarta sebagai upaya pembangunan dan pengembangan kegiatan
investasi di DKI Jakarta. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta?
2. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi kegiatan investasi di Provinsi
DKI Jakarta?
8
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Provinsi DKI
Jakarta.
2. Menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor investasi tersebut terhadap
kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi
para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam merumuskan dan
merencanakan arah kegiatan pembangunan perekonomian di Provinsi DKI
Jakarta.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta. Investasi yang digunakan terdiri
dari penjumlahan nilai PMA dan nilai PMDN yang telah direalisasi. Variabelvariabel tak bebas yang digunakan yaitu suku bunga, inflasi, lag Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), tingkat upah, dan nilai tukar mulai dari tahun 1996:1
hingga tahun 2005:4.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Investasi
Investasi berarti setiap kegiatan yang meningkatkan kemampuan ekonomi
untuk memproduksi output di masa yang akan datang. Menurut Sukirno (1996),
investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal
atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barangbarang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Besar kecilnya investasi
dalam suatu kegiatan ekonomi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat
pendapatan, kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktorfaktor lainnya.
Secara umum, investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan baik oleh pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical
person) dalam upaya meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya,
baik yang berbentuk uang tunai, peralatan, aset tak bergerak, hak atas kekayaan
intelektual, maupun keahlian (Harjono, 2007). Dari pengertian tersebut dapat
ditarik unsur-unsur penting dari kegiatan investasi, yaitu :
1. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidaknya mempertahankan nilai
modalnya.
2. Modal tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat
diraba (tangible), tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat mata
dan tidak dapat diraba (intangible). Intangible mencakup keahlian,
10
pengetahuan, jaringan, dan sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerja
sama (joint venture agreement) yang biasanya disebut valuable services.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi yang memandang investasi sebagai
salah satu faktor produksi, investasi dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk
membeli saham, obligasi, atau suatu penyertaan lainnya; suatu tindakan membeli
barang modal; dan pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan
pendapatan di masa datang (Harjono, 2007). Investasi merupakan faktor yang
penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Adanya investasi akan mendorong
peningkatan kapital per tenaga kerja (perkapita) sehingga meningkatkan
pendapatan nasional. Kaitan ini dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1 yang
menunjukkan bahwa jika terdapat kenaikan jumlah kapital perkapita maka akan
meningkatkan pendapatan nasional sehingga makin meningkatkan investasi.
Investasi (I)
Ii
I1
I0
Pendapatan Nasional (Y)
0
Y0
Y0
Sumber: Mankiw (2000)
Gambar 2.1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Menurut Mankiw (2000), investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli
untuk penggunaan masa depan. Investasi dapat dibedakan dalam tiga macam,
yaitu business fixed investment, residential investment, dan inventory investment.
Business fixed investment mencakup peralatan dan sarana yang digunakan
11
perusahaan dalam proses produksinya, sementara residential investment meliputi
pembelian rumah baru, baik yang akan ditinggali oleh pemilik sendiri maupun
yang akan disewakan kembali, sedangkan inventory investment adalah barang
yang disimpan oleh perusahaan di gudang, meliputi bahan baku, persediaan,
bahan setengah jadi, dan barang jadi.
Investasi merupakan variabel ekonomi yang merupakan penghubung
antara kondisi saat ini dengan masa yang akan datang, serta menghubungkan
antara pasar barang dengan pasar uang. Dalam hal ini, peranan suku bunga sangat
penting dalam menjembatani antara kedua pasar tersebut. Disamping itu, investasi
merupakan komponen PDB yang paling volatile. Pada saat resesi, penyebab
utama dalam penurunan pengeluaran adalah turunnya investasi. Dalam konteks
makroekonomi, pengertian investasi adalah “…the flow of spend-ing that adds to
the physical stock of capital”. Dengan demikian kegiatan seperti pembangunan
rumah, pembelian mesin/peralatan, pembangunan pabrik dan kantor, serta
penambahan barang inventori suatu perusahaan termasuk dalam pengertian
investasi tersebut, sedangkan kegiatan pembelian saham atau obligasi suatu
perusahaan tidak termasuk dalam pengertian investasi ini (Dornbusch, 1996).
Berdasarkan Gambar 2.2 tampak bahwa kurva investasi dan suku bunga
berslope negatif sehingga penurunan suku bunga (r) akan meningkatkan investasi
dari I1 ke I2. Peningkatan investasi ini mengakibatkan pengeluaran akan
meningkat dari AE1 ke AE2 dan pada akhirnya peningkatan pengeluaran ini akan
menyebabkan peningkatan pendapatan nasional yaitu dari Y1 ke Y2. Di sisi lain,
jika terjadi penurunan dalam suku bunga menyebabkan rumah tangga
12
mengkonsumsi lebih sedikit dan menabung lebih banyak. Penurunan dalam
mengkonsumsi membuat sumberdaya dapat diinvestasikan sehingga investasi
akan mengalami peningkatan.
AE
AE=Y
AE2
AE2
AE1
AE1
Y1
r
r
r1
r2
r1
r2
Y2
Y
IS
I1
I2
I
Y1
Y2
Y
Sumber : Mankiw (2000)
Gambar 2.2. Hubungan Suku Bunga, Investasi,
Pengeluaran, dan Pendapatan Nasional
2.1.1. Penanaman Modal Asing
Pengertian penanaman modal asing menurut Hulman Panjaitan dalam
Harjono (2007) adalah suatu kegiatan penanaman modal yang didalamnya
terdapat
unsur
asing
(foreign
element)
yang
ditentukan
oleh
adanya
kewarganegaraan yang berbeda, asal modal, dan sebagainya. Dalam penanaman
modal asing, modal yang ditanam merupakan modal milik asing maupun modal
patungan antara modal milik asing dengan modal dalam negeri.
13
Negara yang sedang berkembang umumnya berkeyakinan bahwa
pembangunan
ekonominya
akan
dapat
dikembangkan
lagi
jika
dapat
memanfaatkan modal asing. Modal tersebut dimanfaatkan ke dalam sektor-sektor
yang cukup produktif. Untuk aliran modal asing yang lebih besar lagi perlu
diciptakan iklim yang baik sehingga modal asing tersebut dapat disertakan dalam
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, persyaratan-persyaratan mengenai
masuknya modal asing perlu dipersiapkan sebaik-baiknya (Sumantoro, 1989).
Peranan penanaman modal asing adalah bersifat komplementer dan
diarahkan sesuai dengan prioritas pembangunan. Sebagaimana diketahui
pembangunan ekonomi berarti pengelolaan kekuatan ekonomi potensial menjadi
kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan kecakapan
manajemen, teknik dan organisasi. Pelaksanaannya harus diusahakan berdasarkan
kemampuan yang ada di dalam negeri agar tidak merugikan kepentingan nasional.
Menurut Sumantoro (1989), penanaman modal asing harus diarahkan menurut
bidang-bidang yang telah ditetapkan prioritasnya oleh pemerintah yaitu untuk
sektor-sektor sebagai berikut :
1. Usaha yang membutuhkan modal swasta sangat besar dan teknologi tinggi;
2. Usaha yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi;
3. Usaha pendirian industri-industri dasar;
4. Usaha yang sifatnya menciptakan lapangan pekerjaan;
5. Usaha yang menunjang peningkatan penerimaan negara;
6. Usaha yang menunjang penghematan devisa atau pengganti impor;
7. Usaha yang menunjang penyebaran pembangunan daerah.
14
Kebijaksanan di bidang penanaman modal asing tersebut secara
keseluruhan tercakup dalam kebijaksanaan pengembangan dunia usaha dan
mencakup bidang-bidang pengaturan teknis dan pengarahan dalam rangka
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan usaha, peningkatan
penyebaran kegiatan usaha ke daerah, membuka lapangan kerja yang lebih luas
bagi tenaga kerja Indonesia dan pengarahan potensi investasi yang ada.
Penanaman modal asing ke suatu negara akan selalu mencari objek investasi yang
menarik, mendatangkan untung dan aman. Dalam pelaksanaannya, modal asing
akan berusaha mendapatkan perlindungan sesuai dengan Undang-undang No.1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Disamping itu, modal asing juga
mengusahakan perlindungan dari negaranya sendiri atau dari organisasi-organisasi
keuangan internasional.
Pada saat ini baik negara yang sedang berkembang maupun negara maju
telah menyadari dan mengusahakan hubungan kerjasama antara pemerintah dan
swasta. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan penanaman modal dari negara maju
ke negara sedang berkembang. Bagi negara maju, motif mencari untung dari
kegiatan penanaman modal akan selalu diutamakan, sedangkan bagi negara
sedang berkembang menganggap kegiatan penanaman modal asing tersebut
sebagai suatu perluasan untuk mendapatkan perkembangan perdagangan dalam
negeri.
2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri
Keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam UU No.6 Tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Menurut ketentuan penanaman
15
modal tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam
negeri (yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk
hak-haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta
nasional
atau
swasta
disisihkan/disediakan
asing
guna
yang
menjalankan
berdomisili
usaha)
di
bagi
Indonesia
yang
usaha-usaha
yang
mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya (Harjono, 2007).
Usaha pengembangan penanaman modal dalam negeri telah dirintis oleh
pemerintah, salah satunya dengan kebijakan kredit investasi. Pemberian kredit
investasi memerlukan keahlian dalam prioritas pembangunan. Sebuah pengalaman
menunjukkan bahwa penyaluran kredit investasi sering didasarkan pada perintah
atau komando dari atasan. Hal demikian telah menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan dimana terjadi pemborosan keuangan negara dan pengaruhnya kepada
laju inflasi (Sumantoro, 1989).
2.2. Tingkat Keuntungan Investasi
Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran
kepada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang mempunyai prospek
yang baik dan dapat dilaksanakan serta besarnya investasi yang dilakukan untuk
mewujudkan tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Jika suatu investasi
diramalkan akan mengalami peningkatan tingkat keuntungan maka pada dasarnya
investasi tersebut akan mengalami peningkatan. Suatu kegiatan investasi dapat
dikatakan memperoleh keuntungan apabila nilai sekarang pendapatan di masa
depan adalah lebih besar daripada nilai sekarang modal yang diinvestasikan
(Sukirno, 1996).
16
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi
2.3.1. Suku Bunga
Menurut Kasmir (1999), bunga merupakan balas jasa yang diberikan oleh
bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau
menjual produknya. Ada dua jenis bunga yang diberikan kepada nasabah, yaitu
bunga simpanan dan bunga pinjaman. Bunga simpanan merupakan bunga yang
diberikan sebagai rangsangan bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank,
sedangkan bunga pinjaman merupakan bunga yang diberikan kepada para
peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank.
Kedua jenis bunga tersebut saling mempengaruhi positif, artinya jika bunga
simpanan tinggi maka secara otomatis bunga pinjaman juga ikut naik. Sebaliknya,
jika bunga simpanan rendah maka secara otomatis bunga pinjaman ikut menjadi
rendah juga.
Suku bunga riil
(r)
Fungsi investasi
I(r)
Nilai investasi (I)
Sumber : Mankiw (2000)
Gambar 2.3. Kurva Investasi
Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa kurva investasi memiliki slope negatif
sehingga jika suku bunga naik maka akan semakin sedikit proyek investasi yang
menguntungkan. Para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dengan
tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang biasa
17
dilaporkan dan merupakan tingkat bunga yang dibayar investor ketika meminjam
uang. Tingkat bunga riil mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya dan
merupakan tingkat bunga yang menentukan tingkat investasi. Tingkat bunga riil
merupakan tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi.
Investasi bergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya
pinjaman (Mankiw, 2000). Persamaan yang menggambarkan hubungan antara
tingkat inflasi dengan suku bunga riil adalah sebagai berikut :
I=I(r)
(2.1)
Kegiatan investasi akan dilaksanakan apabila tingkat pengembalian modal
lebih besar atau sama dengan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka
tingkat investasi yang dilakukan akan mengalami penurunan. Ketika suku bunga
mengalami penurunan, investasi akan mengalami peningkatan (Sukirno, 1996).
Menurut teori ekonomi klasik, makin tinggi tingkat bunga maka keinginan
melakukan investasi semakin kecil. Hal ini disebabkan investor akan menambah
pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih
besar dari tingkat bunga yang harus dibayar investor untuk dana investasi tersebut
(Dewi, 2005).
2.3.2. Tingkat Inflasi
Kaum monetaris berpendapat bahwa inflasi disebabkan oleh pertumbuhan
money supply yang tinggi sehingga mereka berpendapat bahwa inflasi merupakan
suatu fenomena moneter. Menurut kaum keynesian, tingkat inflasi yang tinggi
tidak dapat dikendalikan hanya dengan kebijakan fiskal saja. Oleh karena itu,
perpaduan antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal diperlukan untuk
18
mengendalikan laju inflasi. Teori kuantitas uang menyatakan bahwa bank sentral
yang mengawasi supply uang memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika
bank sentral mempertahankan supply uang dengan cepat maka tingkat harga akan
meningkat dengan cepat (Mankiw, 2000).
Menurut Mishkin (2001), inflasi merupakan kenaikan tingkat harga yang
terjadi secara terus menerus. Tingkat inflasi berpengaruh secara tidak langsung
terhadap investasi. Ketika terjadi inflasi, maka harga-harga akan mengalami
kenaikan termasuk faktor-faktor produksi. Ketika harga-harga faktor produksi
meningkat maka perusahaan cenderung mengurangi investasinya.
Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan semakin memburuk
jika inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi akan menjadi bertambah cepat apabila
tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius tersebut akan mengurangi investasi
yang produktif, mengurangi ekspor, dan menaikkan impor. Kecenderungan ini
akan
memperlambat
pertumbuhan
ekonomi.
Menurut
Sukirno
(1996),
keterlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari inflasi yang serius
disebabkan oleh beberapa faktor penting, seperti :
1. Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulatif.
Pada masa inflasi terdapat kecenderungan antara pemilik modal untuk
menggunakan uangnya dalam investasi yang bersifat spekulatif. Membeli
rumah dan tanah serta menyimpan barang yang berharga akan lebih
menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.
2. Tingkat bunga meningkat dan tingkat investasi berkurang.
19
Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan, otoritas
moneter akan menaikkan tingkat bunga. Makin tinggi tingkat inflasi maka
makin tinggi pula tingkat bunga yang akan ditentukan. Tingkat bunga yang
tinggi akan mengurangi kegairahan penanam modal untuk mengembangkan
sektor-sektor yang produktif.
3. Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi masa depan.
Laju inflasi akan bertambah cepat apabila tidak dikendalikan, sehingga pada
akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian dan arah perkembangan ekonomi
tidak lagi dapat diramalkan dengan baik. Keadaan ini akan mengurangi
kegairahan pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.
2.3.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Potensi ekonomi daerah mencakup potensi fisik dan potensi non fisik
suatu wilayah seperti penduduk, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan
sumberdaya sosial. Faktor penduduk yang dianalisis dalam kaitannya dengan daya
tarik investasi daerah yang pertama adalah kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dilihat dari Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) perkapita. PDRB perkapita merupakan nilai PDRB atas dasar harga
berlaku dibagi jumlah penduduk di suatu daerah (KPPOD, 2003).
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah juga dapat dilihat dari PDRB
wilayah tersebut. Laju pertumbuhan PDRB merupakan tingkat output diturunkan
dari fungsi produksi suatu barang dan jasa. Fungsi produksi merupakan hubungan
antara tingkat output (Y) dengan tingkat input. Tingkat input terdiri dari modal
20
(capital) dan tenaga kerja (labour). Turunan pertama fungsi produksi dirumuskan
sebagai berikut :
Y=f(K,L)
(2.2)
berdasarkan hal tersebut maka nilai PDRB secara langsung dipengaruhi oleh
tingkat investasi yang merupakan perubahan kapital (∆K) dan angkatan kerja yang
merupakan labor (L) dalam fungsi produksi (Mankiw, 2000).
Ketika
terjadi
kenaikan
permintaan
berarti
terjadi
peningkatan
pertumbuhan ekonomi sehingga akan merangsang para investor untuk melakukan
kegiatan investasi (Dumairy, 1996). Tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan
memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya akan memperbesar
permintaan terhadap barang-barang dan jasa. Keuntungan perusahaan akan
bertambah tinggi dan akan mendorong dilakukannya investasi lebih banyak lagi
(Sukirno, 1996).
2.3.4. Tingkat Upah
Dalam perekonomian tertutup, investasi yang direncanakan tergantung
pada tingkat bunga. Tingkat bunga adalah biaya utang untuk mendanai proyekproyek investasi. Kenaikan dalam tingkat bunga karena adanya kenaikan upah
akan mengurangi investasi yang direncanakan (Mankiw, 2000). Penetapan tingkat
upah berpengaruh secara langsung terhadap investasi. Dengan naiknya tingkat
upah maka akan meningkatkan tingkat konsumsi dari pekerja sehingga permintaan
uang akan naik. Meningkatnya permintaan uang akan meningkatkan tingkat suku
bunga sehingga menyebabkan tingkat investasi akan menurun. Jika tingkat upah
mengalami penurunan maka upah tenaga kerja akan lebih murah. Tingkat upah
21
yang rendah mendorong perusahaan menarik lebih banyak tenaga kerja. Dengan
banyaknya tenaga kerja maka output akan lebih banyak yang diproduksi. Semakin
banyak output maka tingkat keuntungan mengalami peningkatan sehingga
perusahaan cenderung meningkatkan investasinya (Sukirno, 1996).
2.3.5. Nilai Tukar
Nilai tukar merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang
dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing (Sukirno,
1996). Biasanya suatu negara akan berusaha untuk mempertahankan nilai tukar
yang ditetapkan dalam jangka waktu yang lama. Selama nilai tukar yang
ditetapkan tersebut tidak menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan, maka
negara tersebut tidak akan melakukan sesuatu perubahan terhadap nilai tukar yang
telah ditetapkannya.
Nilai tukar memegang peranan penting dalam menentukan aktivitas
perekonomian. Secara umum nilai tukar dibedakan menjadi dua jenis yaitu : (1)
nilai tukar nominal yang merupakan harga relatif dari mata uang dua negara
(Mankiw, 2000). Menurut Mishkin (2001), nilai tukar nominal merupakan satuan
mata uang asing baik yang berbentuk hard cash maupun dalam bentuk surat
berharga. (2) nilai tukar riil yaitu nilai tukar nominal dikalikan dengan harga
barang domestik (Mankiw, 2000). Suatu mata uang asing nilainya akan
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan yang terus menerus
tersebut akan disebabkan oleh perubahan yang selalu terjadi pada permintaan atau
penawaran mata uang asing. Untuk menunjukkan akibat dari perubahanperubahan tersebut dapat dilihat melalui Gambar 2.4.
22
Kurs (Rp)
S
2500
E1
2000
E
D1
D0
Q0
Q2
Jumlah mata uang asing (US$)
Sumber : Sukirno (1996)
Gambar 2.4. Perubahan Nilai Tukar
Gambar 2.4 menunjukkan kenaikan permintaan jumlah dollar Amerika
Serikat dari D0 menjadi D1. Kenaikan permintaan tersebut menyebabkan kenaikan
nilai dollar Amerika Serikat dan kemerosotan nilai rupiah. Hal ini berarti kenaikan
dalam permintaan jumlah mata uang asing menyebabkan masyarakat harus
membayar lebih mahal untuk setiap dollar Amerika Serikat yang ingin
diperolehnya. Pada mulanya, pemilik rupiah harus membayar Rp 2.000 untuk
memperoleh setiap dollar Amerika Serikat, namun karena ada kenaikan
permintaan terhadap dollar Amerika Serikat maka pemilik rupiah harus membayar
Rp 2.500 untuk setiap dollar Amerika Serikat.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian Rahmawati (2004) mengenai Analisis Faktor-faktor Penentu
Aliran Modal Swasta Jangka Pendek di Indonesia dengan menggunakan data
sekunder kuartalan periode 1997:3 sampai dengan 2002:4 menyimpulkan bahwa
empat variabel bebasnya berpengaruh secara signifikan terhadap aliran modal
swasta dengan tingkat kepercayaan sebesar satu persen dan lima persen. Variabel
23
tersebut adalah perubahan nilai tukar nominal terhadap dollar Amerika Serikat,
perbedaan suku bunga domestik dan luar negeri, pertumbuhan jumlah uang
beredar, dan inflasi, sedangkan dua variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan
pada taraf nyata lima persen. Kedua variabel bebas yang tidak signifikan terhadap
aliran modal swasta jangka pendek dikarenakan adanya faktor lain yang
mempengaruhinya seperti faktor ketidakpastian politik dan situasi sosial dimana
Indonesia sering dijadikan sebagai pasar spekulasi oleh para spekulan sebagai
akibat dari kondisi ketidakpastian ini.
Penelitian Dewi (2005) mengenai Analisis Faktor-faktor Penentu Investasi
Swasta di Indonesia dengan menggunakan data kuartalan tahun 1993:1 sampai
dengan tahun 2003:4 menunjukkan bahwa seluruh variabel secara signifikan
berpengaruh terhadap kegiatan investasi swasta di Indonesia. Lima variabel bebas
yaitu investasi pemerintah, Gross Domestic Product (GDP), suku bunga, Debt
Service Ratio (DSR), dan lag investasi swasta mempunyai tanda sesuai dengan
teori, sedangkan variabel posisi utang pemerintah mempunyai tanda yang tidak
sesuai dengan teori. Investasi swasta dipengaruhi secara positif oleh kegiatan
investasi pemerintah kuartal sebelumnya, GDP, dan investasi swasta kuartal
sebelumnya. Variabel posisi utang pemerintah, DSR, dan suku bunga berpengaruh
negatif terhadap kegiatan investasi swasta di Indonesia. GDP riil merupakan
variabel yang paling mempengaruhi kegiatan investasi swasta di Indonesia,
sedangkan suku bunga riil merupakan faktor yang pengaruhnya paling kecil
terhadap kegiatan investasi swasta di Indonesia.
24
Penelitian Irmawati (2005) mengenai Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia
Periode 1994-2003 menunjukkan bahwa seluruh variabel yang digunakan yakni
GDP, suku bunga deposito, inflasi, nilai tukar dua periode sebelumnya, jumlah
uang beredar periode sebelumnya, PMDN periode sebelumnya, dan dummy krisis
ekonomi signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel GDP memiliki hubungan
positif dengan PMDN. Hal ini dikarenakan ketika pendapatan meningkat maka
investasi akan meningkat. Variabel suku bunga memiliki hubungan negatif dan
signifikan terhadap PMDN sebab ketika suku bunga meningkat maka masyarakat
lebih memilih untuk menabung karena menabung lebih menarik daripada
melakukan investasi sehingga investasi akan menurun. Variabel inflasi memiliki
hubungan negatif dan signifikan terhadap PMDN. Ketika inflasi meningkat
(dengan asumsi total konsumsi dan pendapatan tetap) maka kesejahteraan
masyarakat akan menurun sehingga menurunkan kemampuan berinvestasi yang
menyebabkan tingkat investasi menurun. Variabel nilai tukar dua periode
sebelumnya memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan PMDN. Ketika
depresiasi meningkat tajam maka keuntungan yang diperoleh akan berkurang
sehingga dapat menurunkan tingkat investasi. Variabel jumlah uang beredar
memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap PMDN. Hal ini dikarenakan
jumlah uang beredar akan mempengaruhi inflasi sehingga akan berpengaruh juga
terhadap investasi. Variabel PMDN periode sebelumnya memiliki hubungan
positif dan signifikan terhadap PMDN. Ketika investasi periode sebelumnya
25
meningkat maka investasi pada periode saat ini juga meningkat. Variabel dummy
krisis berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMDN.
Penelitian Ferdiyan (2006) mengenai Analisis Pengaruh Otonomi Daerah
Terhadap Pertumbuhan Investasi Di Provinsi Jawa Barat menyimpulkan bahwa
pemberlakuan otonomi daerah menyebabkan peningkatan PMDN dan PMA di
Jawa Barat. Hal ini dikarenakan kebijakan otonomi daerah mendorong para
investor untuk meningkatkan investasinya sehingga meningkatkan kepercayaan
para investor akan adanya peningkatan kualitas. Dalam penelitian ini, variabel
total investasi dipisahkan menjadi variabel PMDN dan variabel PMA di Jawa
Barat. Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi PMDN di Jawa Barat adalah dummy otonomi daerah, investasi riil
Jawa Barat periode sebelumnya, dan laju inflasi, sedangkan variabel-variabel yang
digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PMA di Jawa
Barat adalah dummy otonomi daerah dan PDRB.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
mencakup perbedaan lingkup wilayahnya sehingga penelitian ini akan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Selain itu,
variabel-variabel yang digunakan dalam mempengaruhi investasi pun berbeda.
Penelitian ini menganalisis mengenai investasi di Provinsi DKI Jakarta
menggunakan data sekunder kuartalan dari tahun 1996:1 hingga tahun 2005:4.
Variabel-variabel yang digunakan adalah suku bunga, inflasi, PDRB, tingkat
upah, dan nilai tukar.
26
2.5. Kerangka Pemikiran
Dalam konteks pembangunan regional, investasi memegang peranan
penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara umum, investasi baik
PMA maupun PMDN membutuhkan adanya iklim yang sehat dan kemudahan
serta kejelasan prosedur penanaman modal. Investasi akan masuk ke suatu daerah
tergantung dari daya tarik daerah tersebut terhadap investasi serta adanya iklim
investasi yang kondusif. Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya
terhadap investasi salah satunya tergantung dari kemampuan daerah untuk
menentukan
faktor-faktor
yang
digunakan
sebagai
ukuran
daya
saing
perekonomian daerah. Pembangunan suatu wilayah sangat bergantung pada
kegiatan investasi wilayah yang secara berkesinambungan.
Kegiatan investasi Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara
berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menpengaruhi kondisi investasi di DKI Jakarta sebagai upaya pembangunan dan
pengembangan kegiatan investasi serta bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut
terhadap kondisi perekonomian Provinsi DKI Jakarta. Dalam penelitian ini,
sejumlah variabel digunakan untuk menentukan tingkat investasi Provinsi DKI
Jakarta. Berdasarkan tujuan serta untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian
ini, variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat investasi di Provinsi DKI
Jakarta adalah suku bunga, inflasi, PDRB Provinsi DKI Jakarta, tingkat upah, dan
nilai tukar. Apabila faktor-faktor tersebut cukup kondusif, maka perkembangan
investasi akan membaik dan investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya
27
di Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat
menggambarkan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi kegiatan
investasi di Provinsi DKI Jakarta serta dapat memberikan rekomendasi kebijakan
untuk merangsang pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta.
Pertumbuhan ekonomi di
Provinsi DKI Jakarta
Investasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi
di Provinsi DKI Jakarta
Suku Bunga
Inflasi
PDRB
Tingkat upah
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian
Nilai tukar
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data-data yang digunakan merupakan data time series (kuartalan) periode 1996:1
sampai dengan 2005:4. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini
diperoleh dari Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan Umum
Daerah (BPM dan PKUD) Provinsi DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS),
BPS Provinsi DKI Jakarta, dan instansi-instansi lain yang terkait dengan tujuan
penelitian.
3.2. Metode Analisis Data
3.2.1. Analisis Regresi Berganda
Dalam penelitian ini, dilakukan analisis regresi berganda untuk melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya investasi di Provinsi DKI Jakarta.
Estimasi koefisien regresi dilakukan melalui metode Ordinary Least Square
(OLS). Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linier berganda. Analisis
regresi linier berganda menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel X
(variabel bebas) yang merupakan penyebab dan variabel Y (variabel tak bebas)
yang merupakan akibat. Analisis linier berganda merupakan suatu metode yang
digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel yang bebas yang mempengaruhi
variabel tak bebasnya. Regresi linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan
antar variabel namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya.
29
Model regresi linier berganda menurut Walpole (1995) adalah sebagai
berikut :
Y=b0+b1x1+b2x2+brxr
(3.1)
dimana :
r
= 1, 2, 3, …, N
b0
= intersep
b1-br = koefisien kemiringan parsial
3.2.2. Model Analisis
Model persamaan awal yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
INVt = α 0 + α 1 SBt + α 2 INFt + α 3 PDRBt −1 + α 4UMPt + α 5 KURS t + ε t
(3.2)
dimana :
INVt
= investasi Provinsi DKI Jakarta riil periode t (milyar Rp)
SBt
= suku bunga riil pada periode t (persen)
INFt
= inflasi Provinsi DKI Jakarta riil pada periode t (persen)
PDRBt-1
= Pendapatan Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta riil
periode sebelumnya (milyar Rp)
UMPt
= Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta riil pada periode t (milyar Rp)
KURSt
= nilai tukar riil periode t (Rp/US$)
εt
= error term
Langkah selanjutnya data yang didapat dijadikan dalam bentuk logaritma
karena untuk memperhalus data dan untuk mempermudah dalam melihat respon
dari setiap variabel bebas yang digunakan terhadap variabel tak bebasnya. Data
30
perlu diperhalus agar dapat dibandingkan dan konsisten sepanjang waktu. Setelah
dilakukan beberapa uji model untuk memperoleh hasil estimasi terbaik, maka
model persamaan yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
L _ INVt = α 0 + α1SBt + α 2 INFt + α3 L _ PDRBt −1 + α 4 L _ UMPt + α5 L _ KURSt + ε t (3.3)
dimana :
L_INVt
= logaritma investasi Provinsi DKI Jakarta riil periode t (persen)
SBt
= suku bunga riil pada periode t (persen)
INFt
= inflasi Provinsi DKI Jakarta riil pada periode t (persen)
L_PDRBt-1 = logaritma Pendapatan Domestik Regional Bruto Provinsi DKI
Jakarta riil periode sebelumnya (persen)
L_UMPt
= logaritma Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta riil pada periode t
(persen)
L_KURSt
= logaritma nilai tukar riil periode t (persen)
εt
= error term
Setelah itu, model tersebut dianalisis menggunakan kriteria-kriteria uji
agar model tersebut memenuhi persyaratan metode analisis OLS, seperti terbebas
dari masalah-masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas.
3.2.3. Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R2
Koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R-squared digunakan untuk
melihat sejauhmana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak
bebasnya dan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam
31
model dapat menerangkan model tersebut. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua
sifat R-squared yaitu :
1. Merupakan besaran non-negative.
2. Batasnya adalah 0 ≤ R 2 ≥ 1 . Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan
sempurna, sedangkan jika nilai R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara
variabel tak bebas dengan variabel bebasnya.
Nilai koefisien determinasi dapat dihitung sebagai berikut :
R2 =
ESS
TSS
= 1−
= 1−
RSS
TSS
Σei
2
Σy i
2
(3.4)
dimana :
ESS = jumlah kuadrat yang dijelaskan (explained sum square)
TSS = jumlah kuadrat total (total sum square)
Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai
baik buruknya suatu model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus naik
seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga Adjusted Rsquared bisa juga digunakan untuk melihat sejauhmana variabel bebas mampu
menerangkan keragaman variabel tak bebasnya. Adjusted R-squared secara umum
memberikan penalty atau hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang
tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R-squared
32
tidak akan pernah melebihi nilai R-squared bahkan dapat turun jika ditambahkan
variabel bebas yang tidak perlu. Bahkan untuk model yang memiliki kecocokan
rendah (goodness of fit), Adjusted R-squared dapat memiliki nilai yang negatif.
Nilai Adjusted R-squared dapat dihitung sebagai berikut :
R
2
= 1−
Σ ei 2
(N −k )
Σyi2
( n −1)
(3.5)
dimana k adalah banyaknya parameter dalam model termasuk faktor intersep.
Persamaan (3.4) dapat ditulis sebagai berikut :
R2 = 1−
σ2
Sy
2
(3.6)
dimana:
σ 2 = varians residual
2
S y = varians sampel dari Y
3.2.4. Pengujian untuk Masing-masing Parameter Regresi
Pengujian ini dilakukan dengan uji t untuk melihat apakah masing-masing
variabel bebas (secara parsial) berpengaruh pada variabel tak bebasnya. Selain itu,
uji ini digunakan untuk melihat keabsahan dari hipotesis dan membuktikan bahwa
koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau tidak.
Hipotesis :
H 0 : βi = 0
H 1 : β i ≠ 0 , i = 1, 2, 3,…, n.
33
Statistik uji yang dilakukan dalam uji-F adalah sebagai berikut :
t - hitung =
b−B
Sb
(3.7)
dengan hasil t-hitung dibandingkan dengan t-tabel (t-tabel = tα
2(n − k )
).
dimana :
b = koefisien regresi parsial sampel
B = koefisien regresi parsial populasi
Sb = simpangan baku koefisien dugaan
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut :
1. Apabila nilai t-hitung lebih besar dari nilai tα
2(n − k )
, maka tolak Ho. Hal ini
berarti variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak
bebas.
2. Apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai tα
2(n − k )
, maka terima Ho. Hal ini
berarti variabel yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak
bebas.
3.2.5. Pengujian terhadap Model Penduga
Uji F-statistik digunakan untuk menduga persamaan secara keseluruhan.
Uji F-statistik dapat menjelaskan kemampuan variabel bebas secara bersamaan
dalam menjelaskan keragaman dari variabel tak bebasnya. Hipotesis yang diuji
dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel tak bebas. Hal ini disebut sebagai hipotesis nol.
34
Mekanisme untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak
(uji F-statistik) adalah sebagai berikut :
H 0 : β 0 = β1 = β 2 = ... = β i = 0 (tidak ada pengaruh nyata variabel-variabel dalam
persamaan)
H i : minimal salah satu β i ≠ 0 (paling sedikit ada 1 variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap variabel tak
bebas)
Untuk : i = 1, 2, 3, …, k
β = dugaan parameter
Statistik uji yang dilakukan dalam uji-F adalah sebagai berikut :
R2
F-hitung =
k −1
(1 − R 2 )
(3.8)
n−k
Keterangan :
Hasil dari F-hitung dibandingkan dengan F-tabel (F-tabel = Fα(k-1, n-k)).
dimana :
R2 = koefisien determinasi
n = banyaknya data
K = jumlah koefisien regresi dugaan
Kriteria uji yang digunakan dalam pengujian model penduga adalah
sebagai berikut :
1. Apabila nilai F-hitung lebih besar dari Fα(k-1, n-k), maka tolak Ho. Hal ini berarti
minimal terdapat satu parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata
terhadap keragaman variabel tak bebas.
35
2. Apabila nilai F-hitung lebih kecil dari Fα(k-1, n-k), maka terima Ho. Hal ini berarti
secara bersama variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan secara nyata
keragaman dari variabel tak bebas.
3.2.6. Permasalahan OLS
Dalam
menggunakan
metode
OLS
dapat
ditemukan
beberapa
permasalahan yang dihadapi, yaitu masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan
multikolinieritas.
1. Autokorelasi
Didalam berbagai penelitian seringkali terdeteksi adanya hubungan serius
antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan estimasi observasi yang
lain. Nisbah antara observasi inilah yang disebut sebagai masalah autokorelasi.
Adanya autokorelasi akan menyebabkan terjadinya :
a. Dugaan parameter tidak bias.
b. Nilai galat baku ter-autokorelasi, sehingga ramalan tidak efisien.
c. Ragam galat terbias.
d. Terjadi pendugaan kurang pada ragam galat (standar error underestimated),
sehingga Sb underestimated. Oleh karena itu, t overestimate cenderung lebih
besar dari yang sebenarnya.
Gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Breusch Godfrey Serrial
Correlation Langrange Multiplier Test dengan hipotesis sebagai berikut :
H o = ρ = 0 (tidak terdapat serial korelasi)
H 1 = ρ ≠ 0 (terdapat serial korelasi)
36
Kriteria uji yang digunakan untuk melihat adanya autokorelasi adalah
sebagai berikut :
1. Apabila nilai obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan
maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah
autokorelasi.
2. Apabila nilai obs*R-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan
maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah autokorelasi.
Solusi dari masalah autokorelasi yaitu dihilangkannya variabel yang
sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Jika terjadi kesalahan dalam
spesifikasi model, hal ini dapat diatasi dengan mentransformasi model, misalnya
dari model linier menjadi nonlinier atau sebaliknya.
2. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk
varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai
konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi
dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varian
minimum (efisien). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi heteroskedastisitas maka
akan berakibat sebagai berikut :
1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang
minimum atau estimator tidak efisien.
2. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya
akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien.
37
3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan
menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians.
Untuk memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat
ditunjukkan dengan uji Hal White, dimana tidak perlu asumsi normalitas dan
relatif
mudah.
Kriteria
uji
yang
digunakan
untuk
melihat
adanya
heteroskedastisitas adalah sebagai berikut :
1. Apabila nilai probability obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah
heteroskedastisitas.
2. Apabila nilai probability obs*R-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata yang
digunakan maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah
heteroskedastisitas.
Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga
model yang baru akan memiliki error-term dengan varians yang konstan.
3. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti
diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi.
Tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut :
1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang
nyata.
3. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (rij tinggi).
4. R2 lebih kecil dari rij2 menunjukkan adanya masalah multikolinieritas.
38
Konsekuensi multikolinieritas adalah estimasinya tidak dapat ditentukan
dan galat baku menjadi tinggi sehingga prediksi menjadi tidak benar. Kriteria
ekonometrik untuk melihat adanya multikolinieritas diantara peubah-peubah
penjelas dalam suatu persamaan dapat dilihat dari R-squared dan kuadrat korelasi
sederhana peubah-peubah penjelas (r2) yang dirumuskan sebagi berikut :
rX 1 X 2 =
(nΣX 1 X 2 ) − (ΣX 1Σ 2 )
2
2
nΣX 1 − (ΣX 1 ) 2 nΣX 2 − (ΣX 2 ) 2
R 2Y , X i ,..., X k =
bi ΣYX 1 + b2 ΣYX 2 + ... + bk ΣYX k
ΣY 2
(3.9)
(3.10)
dimana :
rX 1 X 2
= koefisien korelasi X1 dan X2
X1 dan X2
= peubah-peubah penjelas
Y
= peubah tak bebas
R 2Y , X i ,..., X k = koefisien determinasi
Untuk menguji adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut :
1. Jika nilai R-squared lebih besar dari nilai kuadrat korelasi sederhana peubahpeubah penjelas (r2), maka tidak ada masalah multikolinieritas.
2. Jika nilai R-squared lebih kecil dari nilai kuadrat korelasi sederhana peubahpeubah penjelas (r2), maka terdapat masalah multikolinieritas.
Solusi dari permasalahan multikolinearitas yaitu menggunakan extraneous
atau informasi sebelumnya, mengkombinasikan data cross-sectional dan data
time-series, meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi, mentransformasikan
data, dan mendapatkan tambahan data baru.
39
3.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi investasi
Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh suku bunga terhadap investasi adalah negatif.
2. Pengaruh inflasi terhadap investasi adalah negatif.
3. Pengaruh PDRB terhadap investasi adalah positif.
4. Pengaruh upah terhadap investasi adalah negatif.
5. Pengaruh nilai tukar terhadap investasi adalah negatif.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian ratarata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12' Lintang Selatan
dan 106°48' Bujur Timur. Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No.1227 Tahun
1989, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah berupa daratan seluas 661,52 km²
dan berupa lautan seluas 6.977,50 km², terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau
yang
tersebar
di
Kepulauan
Seribu,
terdapat
pula
sekitar
27
buah
sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan
dan usaha perkotaan. Wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi
5 wilayah kotamadya dan 1 kabupaten administratif (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta
No
1
2
3
4
5
6
Kotamadya/Kabupaten
Jakarta Pusat
Jakarta Timur
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Jakarta Selatan
Kabupaten Kepulauan Seribu
Luas (km2)
47,90
187,73
126,15
142,30
145,73
11,71
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2005
Di sebelah utara membentang pantai dari barat ke timur sepanjang ± 35
km, sementara di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah Provinsi
Jawa Barat, sebelah barat dengan Provinsi Banten, sedangkan di sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa.
41
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Tabel 4.2 pada tahun 1996 kegiatan sektor ekonomi DKI
Jakarta mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 9,10 persen. Pada awal krisis
tahun 1997, perekonomian DKI Jakarta masih tumbuh positif tetapi telah
mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu menjadi 5,11
persen. Tahun 1998, yang merupakan puncak krisis, pertumbuhan ekonomi DKI
Jakarta mengalami kontraksi yang sangat tajam, yaikni sebesar negatif 17,49
persen, demikian pula tahun 1999, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta masih
tumbuh negatif 0,29 persen. Memasuki tahun 2000, perekonomian DKI Jakarta
mulai bangkit yaitu tumbuh menjadi 4,33 persen, dan tahun 2001 menunjukkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 3,64 persen. Untuk tahun 2002, pertumbuhan
ekonomi cukup menggembirakan yakni mencapai 3,87 persen. Pertumbuhan ini
menunjukkan prospek perekonomian tahun 2002 yang cukup menggembirakan.
Tabel 4.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 1996-2005
Tahun
Laju Pertumbuhan Ekonomi
(persen)
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
9,10
5,11
-17,49
- 0,29
4,33
3,64
3,87
4,39
5,24
6,53
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 1996-2005
Kegiatan sektor ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2004 mulai
menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2003, perekonomian DKI Jakarta hanya
42
mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,39 persen, sedangkan pada tahun 2004
sektor-sektor perekonomian di DKI Jakarta mampu mencatat pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,24 persen. Pada tahun 2005, perekonomian DKI Jakarta
kembali mengalami peningkatan yakni menjadi 6,53 persen. Keberhasilan
pembangunan di DKI Jakarta ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi di tahun-tahun mendatang.
4.3. Kondisi Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Dalam dua tahun terakhir yakni tahun 2005 dan tahun 2006, tingkat
kontribusi Penerimaan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta terhadap perkembangan
PDRB DKI Jakarta selalu berada jauh dibawah tingkat kontribusi Penerimaan
Dalam Negeri (PDN) terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia
(Tabel 4.3). Pada tahun 2005, kontribusi PAD dalam PDRB DKI Jakarta sebesar
1,74 persen, sementara pada tahun 2006 kontribusi PAD dalam PDRB DKI
Jakarta menurun menjadi 1,65 persen. Kontribusi PDN dalam PDB Indonesia
pada tahun 2005 mencapai 19,30 persen, sementara pada tahun 2006 kontribusi
PDN dalam PDB Indonesia mencapai 20,40 persen. Hal ini menjadi semakin
mengkhawatirkan karena adanya kecenderungan penurunan kontribusi PAD
dalam PDRB DKI Jakarta, sementara pada saat yang sama kontribusi PDN
terhadap PDB Indonesia justru mengalami peningkatan.
Tabel 4.3. Kontribusi Anggaran dan Penerimaan Terhadap Perekonomian di
DKI Jakarta dan Nasional (dalam persen)
DKI Jakarta
Nasional
Kontribusi
Kontribusi
2005 2006
2005
2006
PAD dalam PDRB
1,74
1,65 PDN dalam PDB
19,30 20,40
APBD dalam PDRB
3,09
2,95 APBN dalam PDB
19,60 20,60
Sumber : BPS dalam BPM dan PKUD DKI Jakarta, 2005-2006
43
Masih berdasarkan Tabel 4.3 ternyata peranan anggaran pemerintah DKI
Jakarta dalam menopang perekonomian juga masih sangat kecil. Secara umum hal
ini ditunjukkan oleh masih rendahnya kontribusi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) di dalam PDRB DKI Jakarta yakni sebesar 3,09 persen
pada tahun 2005 dan sebesar 2,95 persen pada tahun 2006. Sebagai perbandingan,
pada periode yang sama, kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dalam PDB Indonesia sudah mencapai 19,60 persen pada tahun 2005 dan
sebesar 20,60 persen pada tahun 2006. Fakta ini juga terlihat pada masih
rendahnya kemampuan pemerintah DKI Jakarta di dalam mendanai kegiatankegiatan pembangunannya. Hal ini ditunjukkan oleh masih rendahnya kontribusi
PAD dalam APBD DKI Jakarta, yaitu sekitar 56,36 persen pada tahun 2005 dan
sebesar 55,92 persen pada tahun 2006 (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Komposisi Penerimaan dalam APBD DKI Jakarta dan APBN
Indonesia (dalam persen)
DKI Jakarta
Nasional
Kontribusi
Kontribusi
2005
2006
2005
2006
PAD dalam APBD
56,36 55,92 PDN dalam APBN
98,61
99,42
Dana Perimbangan
42,80 44,08 Dana Hibah dalam
1,39
0,58
dalam APBD
APBN
Sumber : BPS dalam BPM dan PKUD DKI Jakarta, 2005-2006
Kontribusi PAD dalam APBD DKI Jakarta tersebut jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan kontribusi PDN dalam APBN dalam periode yang sama
yakni sekitar 98,61 persen pada tahun 2005 dan 99,42 persen pada tahun 2006.
Selama periode tersebut, kontribusi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke
DKI Jakarta ternyata masih sangat besar yaitu sebesar 42,80 persen pada tahun
2005 dan sebesar 44,08 pada tahun 2006 dari total APBN Indonesia yakni sekitar
44
1,39 persen pada tahun 2005 dan sebesar 0,58 persen pada tahun 2006 dari total
APBN.
4.4. Pola Perekonomian Provinsi DKI Jakarta
Sepanjang periode 2003-2005, tingkat pendapatan perkapita DKI Jakarta
selalu berada diatas tingkat pendapatan perkapita nasional. Namun laju
pertumbuhan pendapatan perkapita DKI Jakarta ternyata tidak lebih tinggi dari
laju pertumbuhan pendapatan perkapita nasional. Selama periode 2003-2005, ratarata laju pertumbuhan pendapatan perkapita DKI Jakarta sebesar 4,35 persen per
tahun. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan
pendapatan perkapita nasional yakni sebesar 4,50 persen per tahun (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Perkembangan Tingkat Pendapatan Perkapita dan Laju
Pertumbuhan DKI Jakarta dan Nasional
DKI JAKARTA
NASIONAL
Tahun Pendapatan perkapita
Laju Pertumb.
Pendapatan perkapita
Laju Pertumb.
(juta Rp)
2003
2004
2005
(% per tahun)
30,4
31,7
33,2
3,99
4,34
4,71
(juta Rp)
(% per tahun)
7,2
7,4
7,9
3,17
3,11
7,24
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2003-2005
Kondisi di atas menunjukkan bahwa posisi perekonomian DKI Jakarta
memiliki pendapatan perkapita diatas rata-rata nasional, namun memiliki laju
pertumbuhan pendapatan perkapita sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional.
Perkembangan perekonomian DKI Jakarta dengan sifat struktur perekonomian
dimana kontribusi investasi agregat di dalam PDRB DKI Jakarta selalu lebih besar
dari kontribusi investasi agregat dalam PDB Nasional. Oleh karena itu dibutuhkan
proses transformasi perekonomian kearah sektor yang memiliki produktivitas
tinggi sehingga meningkatkan kebutuhan investasi.
45
4.5. Indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sejak tahun 2000 pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta kembali positif
dengan kecenderungan terus meningkat (Tabel 4.6). Dari sejumlah subsektor,
sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan lapangan usaha dengan rata-rata
laju pertumbuhan per tahun yang paling tinggi selama empat tahun terakhir (20022005) yakni sebesar 12,7 persen, kemudian disusul sektor perdagangan, hotel, dan
restoran sebesar 7,18 persen. Secara umum laju pertumbuhan sektor primer
(pertanian) di Provinsi DKI Jakarta rata-rata negatif, sementara sektor sekunder
yakni sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor
bangunan memperlihatkan laju pertumbuhan yang positif kecuali tahun 2001,
sedangkan sektor tersier yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan bangunan dan jasa
perusahaan, serta sektor jasa-jasa memiliki laju pertumbuhan yang positif serta
memiliki kecenderungan yang terus meningkat.
Tabel 4.6. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta
(dalam persen)
Sektor
A. Sektor Primer
Pertanian
B. Sektor Sekunder
Industri Pengolahan
Listrik, gas dan air minum
Bangunan
C. Sektor Tersier
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan
Bangunan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
PDRB
Tahun
2002
-6,79
-6,79
4,25
4,59
-34,24
6,44
4,39
3,54
41,54
5,24
1999
11,33
11,33
0,79
2,63
5,25
-2,80
-1,12
2000
-0,96
-0,96
3,38
3,91
7,29
2,04
4,74
4,71
5,05
5,70
4,04
5,73
2004
-1,27
-1,27
5,27
5,74
5,66
4,42
5,88
2005
0,98
0,98
5,41
5,07
6,95
5,89
6,32
0,62
4,54
9,86
7,26
6,60
6,96
7,89
2,17
6,17
5,81
12,34
12,57
12,63
13,26
-6,17
4,75
81,31
3,24
3,97
4,17
4,10
5,09
-0,40
4,15
4,23
50,14
25,55
3,74
4,94
5,24
5,40
4,65
5,70
5,06
6,06
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 1999-2005
2001
-9,23
-9,23
-1,86
-3,46
2003
-17,85
-17,85
46
Dalam perekonomian DKI Jakarta, ternyata sektor keuangan, persewaan
bangunan dan jasa perusahaan merupakan sektor dengan kontribusi nilai tambah
paling besar terhadap PDRB pada tahun 2005 (Tabel 4.7). Tiga sektor
penyumbang nilai tambah terbesar berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel
dan restoran; sektor industri pengolahan; serta sektor jasa-jasa. Oleh sebab itu,
selama ini perekonomian Provinsi DKI Jakarta telah lebih banyak didominasi oleh
kegiatan sektor tersier, bahkan sejak tahun 2001 kontribusi nilai tambah sektor ini
sudah berada diatas 70 persen dari PDRB.
Tabel 4.7. Perkembangan Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Terhadap
PDRB Riil Provinsi DKI Jakarta, Periode 1999-2005 (dalam
persen)
Sektor
A. Sektor Primer
Pertanian
B. Sektor Sekunder
Industri Pengolahan
Listrik, gas dan air minum
Bangunan
C. Sektor Tersier
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan
Bangunan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Tahun
2002
0,14
0,14
28,42
17,60
0,66
0,66
10,29 10,15
71,23 71,44
1999
0,23
0,23
36,89
23,04
1,21
12,64
62,87
2000
0,22
0,22
36,59
22,97
1,25
12,38
63,18
2001
0,16
0,16
28,61
17,66
23,10
23,17
20,27
7,08
7,22
22,66
10,33
28,23
17,54
0,67
10,02
71,66
2004
0,10
0,10
28,12
17,55
0,67
9,90
71,78
2005
0,10
0,10
27,94
17,39
0,67
9,88
71,96
20,72
20,95
21,20
21,57
6,08
6,51
6,95
7,41
7,91
22,78
32,89
32,36
31,92
31,45
30,87
10,03
11,99
11,85
11,83
11,72
11,61
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 1999-2005
2003
0,11
0,11
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Dugaan Model
Dalam mengestimasi model persamaan, penelitian ini menggunakan model
ekonometrika dengan metode OLS. Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian adalah suku bunga, inflasi, lag PDRB, tingkat upah, dan nilai tukar.
Hasil estimasi model dugaan model ditunjukkan melalui Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil Estimasi Koefisien Variabel Penduga
Variabel
Koefisien
t-statistik
C
-54,32892
Prob
-4,848171
Suku Bunga
-0,055613
-2,977828
Inflasi
-0,200542
-6,248955
Lag PDRB
7,080016
9,605267
Tingkat Upah
-1,866653
-3,650849
Nilai Tukar
-0,574948
-2,318556
R-squared = 0,905196
Durbin-Watson stat = 0,913052
Adjusted R-squared = 0,891254
Prob(F-statistic) = 0,000000
0,0000
0,0053
0,0000
0,0000
0,0009
0,0266
Sumber : lampiran 2a
Berdasarkan hasil estimasi di atas maka dapat disusun persamaan regresi
investasi di Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut :
L_INV = -54,32892 - 0,055613SB - 0,200542INF + 7,080016L_PDRB(-1)
- 1,89953L_UMP - 0,574948L_KURS
(5.1)
Langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai pengujian terhadap
parameter estimasi tersebut melalui uji ekonometrik dan uji statistik. Pengujian
ekonometrik meliputi uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas,
sedangkan pengujian statistik meliputi goodness of fit, uji t, dan uji F.
48
5.1.1. Uji Ekonometrika
Pengujian ekonometrika dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya
pelanggaran asumsi. Jika terjadi pelanggaran asumsi maka akan menghasilkan
dugaan yang tidak valid. Uji ekonometrika terdiri dari uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas, uji multikolinieritas.
Pengujian autokorelasi dideteksi dengan menggunakan pengujian BreuschGodfrey Serial Correlation Langrange Multiplier Test. Kriteria ujinya adalah jika
probability obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka
disimpulkan bahwa model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah
autokorelasi, dan sebaliknya jika probability obs*R-squared lebih kecil dari taraf
nyata yang digunakan maka model persamaan yang digunakan mengalami
masalah autokorelasi. Model persamaan yang digunakan memiliki nilai
probability obs*R-squared sebesar 0,052525 (lampiran 2b). Nilai ini lebih besar
dari taraf nyata yang digunakan yakni 5 persen, artinya model persamaan yang
digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi.
Pengujian lainnya adalah uji heteroskedatisitas yang dideteksi dengan
menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Kriteria ujinya adalah jika
probability obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka
model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah heteroskedastisitas,
dan sebaliknya jika probability obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata yang
digunakan maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah
heteroskedastisitas. Hasil uji dari model persamaan yang digunakan dalam
penelitian ini diketahui bahwa probability obs*R-squared adalah sebesar
49
0,292957 dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5
persen (lampiran 2c). Oleh karena itu, model persamaan yang digunakan dalam
penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.
Pengujian multikolinieritas dapat dilihat berdasarkan correlation matrix
(lampiran 2d). Apabila nilai mutlak korelasi antar variabel bebas lebih besar dari
R-squared atau sebesar 0,905196 maka terdapat multikolinieritas dalam model
persamaan tersebut. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa model
persamaan yang digunakan tidak memiliki masalah multikolinieritas antara
variabel-variabel penjelas didalamnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai output
koefisien korelasi setiap variabel bebasnya. Terbebas dari masalah autokorelasi,
heteroskedastisitas, dan multikolinieritas maka model persamaan yang digunakan
memiliki sifat BLUE (Best Linier Unbiassed Estimator) karena semua asumsi
klasik OLS terpenuhi.
5.1.2. Uji Statistik
Uji statistik yang dilakukan meliputi goodness of fit, uji t, dan uji F. Nilai
R-squared menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) sebesar
0,905196. Hal ini berarti bahwa 90,5196 persen keragaman model persamaan
investasi dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel bebas di dalam
model, sedangkan sisanya sebesar 9,4804 persen dapat dijelaskan oleh variabel
lain di luar model.
Pengujian yang dilakukan ditujukan untuk menelaah hubungan antara
variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya adalah dengan melihat nilai
probabilitas t-statistik. Uji t-statistik dilakukan dengan membandingkan
50
probabilitas (P-value) dengan taraf nyata yang digunakan. Jika probabilitas (Pvalue) lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka variabel bebas tersebut
berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel tak bebasnya, dan sebaliknya
jika probabilitas (P-value) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka
variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.
Berdasarkan uji t-statistik diperoleh bahwa variabel suku bunga, inflasi, lag
PDRB, tingkat upah mempunyai probabilitas (P-value) yang lebih kecil dari taraf
nyata 1 persen, dan nilai tukar mempunyai probabilitas (P-value) yang lebih kecil
dari taraf nyata 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel
tersebut berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel tak bebasnya.
Pengujian F-statistik untuk mendeteksi apakah semua variabel bebas
secara serentak berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebasnya.
Berdasarkan hasil estimasi persamaan model diperoleh bahwa probabilitas Fstatistik sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yakni
sebesar 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa keabsahan model persamaan
yang digunakan dapat diterima.
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi di DKI Jakarta
5.2.1. Suku Bunga
Tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat investasi yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Variabel suku
bunga memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kegiatan investasi di
Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen. Hal ini mengimplikasikan suatu
51
peningkatan tingkat suku bunga akan menambah biaya modal, sehingga
menyebabkan suatu penurunan yang besar ataupun kecil dalam kegiatan investasi.
Koefisien regresi variabel suku bunga sebesar negatif 0,055613, artinya
peningkatan suku bunga sebesar 1 persen akan mengakibatkan penurunan
investasi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,055613 persen, ceteris paribus. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga
maka biaya pinjaman akan semakin tinggi, sehingga para investor tidak
meminjam dana ke bank karena resiko yang harus ditanggung sangat besar. Oleh
karena itu, peningkatan tingkat suku bunga akan meningkatkan biaya sehingga
dapat menurunkan tingkat investasi.
5.2.2. Inflasi
Variabel inflasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat
investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen. Koefisien inflasi
sebesar negatif 0,200542, artinya peningkatan tingkat inflasi sebesar 1 persen
akan menurunkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,200542
persen, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan tingkat inflasi yang tinggi memicu
biaya
operasional
perusahaan
mengalami
peningkatan
sehingga
tingkat
keuntungan yang diperoleh perusahaan mengalami penurunan. Penurunan
keuntungan perusahaan perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan
jumlah investasi yang dilakukan perusahaan.
Tingkat inflasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap investasi.
Ketika harga-harga faktor-faktor produksi mengalami peningkatan, maka
perusahaan akan mengalami tingkat pengembalian yang lebih lambat. Hal tersebut
52
mencerminkan apabila terjadi inflasi, maka akan menyebabkan kecenderungan
menurunnya investasinya. Selain itu, inflasi akan mendorong merosotnya nilai
tukar rupiah, sehingga jumlah rupiah yang diperlukan untuk mendapatkan faktorfaktor produksi akan semakin besar sehingga para investor cenderung untuk
menurunkan investasinya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ferdiyan (2006).
5.2.3. Lag PDRB
Variabel PDRB periode sebelumnya berpengaruh positif yang signifikan
terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen.
Koefisien variabel pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya adalah sebesar
7,080016, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya sebesar
1 persen akan meningkatkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta periode
sekarang sebesar 7,080016 persen, ceteris paribus.
PDRB merupakan indikator perekonomian suatu wilayah. Jumlah PDRB
yang tinggi menggambarkan perekonomian suatu wilayah yang tinggi. Hal
tersebut mendorong kepercayaan dan merangsang para investor untuk melakukan
kegiatan investasi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ferdiyan (2006). Oleh karena itu, jika pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya
menunjukkan ke arah yang membaik maka akan meningkatkan kepercayaan
investor atau pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI
Jakarta pada periode sekarang, sehingga tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta
pun meningkat.
53
5.2.4. Tingkat Upah
Upah minimum merupakan tingkat upah minimal yang harus dibayar
perusahaan kepada para pekerja. Tujuan dari kebijakan upah minimum adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Jika tingkat upah minimum yang
dibayarkan mengalami peningkatan, maka perusahaan akan merekrut pekerja
lebih sedikit sehingga output perusahaan mengalami penurunan. Dengan output
yang menurun maka perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih sedikit.
Dengan keuntungan yang sedikit tersebut, maka kecenderungan perusahaan untuk
berinvestasi pun mengalami penurunan.
Variabel upah berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat
investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 1 persen. Koefisien variabel
upah adalah sebesar negatif 1,866653 artinya peningkatan tingkat upah sebesar 1
persen akan menurunkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta sebesar
1,866653 persen, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan jika tingkat upah yang
dibayarkan mengalami peningkatan akan memberatkan pengusaha, terutama jika
kenaikan tersebut ternyata tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas pekerja
karena share keuntungan yang diterima perusahaan akan menurun. Dengan share
keuntungan yang menurun tersebut maka kecenderungan perusahaan untuk
berinvestasi pun mengalami penurunan
5.2.5. Nilai Tukar
Variabel nilai tukar berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat
investasi di Provinsi DKI Jakarta pada taraf nyata 5 persen. Koefisien variabel
nilai tukar adalah sebesar 0,574948 artinya peningkatan nilai tukar sebesar 1
54
persen akan menurunkan tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta periode
sekarang sebesar 0,574948 persen, ceteris paribus. Hal ini disebabkan ketika
terjadi depresiasi nilai tukar rupiah maka nilai riil keuntungan yang akan diperoleh
akan berkurang sehingga dapat menurunkan tingkat investasi
Suatu mata uang nilainya akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Perubahan yang terus menerus tersebut akan disebabkan oleh perubahan yang
selalu terjadi pada permintaan atau penawaran uang. Oleh karena itu, otoritas
moneter diharapkan dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah guna menciptakan
nilai tukar rupiah dapat menguat terhadap mata uang asing. Menguatnya nilai
tukar rupiah dapat menjadi indikator bahwa kepercayaan terhadap perekonomian
mulai pulih sehingga dapat menciptakan suatu peningkatan jumlah investasi.
Apabila stabilitas nilai tukar rupiah terus dapat dipertahankan secara
berkesinambungan maka dapat memberikan manfaat besar bagi perekonomian.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di DKI Jakarta yaitu suku bunga,
inflasi, lag PDRB, dan tingkat upah secara signifikan berpengaruh nyata pada
taraf nyata 1 persen, sedangkan nilai tukar secara signifikan berpengaruh nyata
pada taraf nyata 5 persen.
2. Berdasarkan hasil pengujian statistik terhadap model persamaan investasi di
Provinsi DKI Jakarta, seluruh variabel eksogennya mempunyai tanda yang
sesuai dengan teori. Variabel suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini mengimplikasikan
suatu peningkatan tingkat bunga akan menambah biaya modal, sehingga
menyebabkan suatu penurunan dalam investasi. Variabel inflasi berpengaruh
negatif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal
ini dikarenakan tingkat inflasi yang tinggi memicu biaya operasional
perusahaan mengalami peningkatan sehingga tingkat keuntungan yang
diperoleh
perusahaan
mengalami
penurunan.
Penurunan
keuntungan
perusahaan perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah
investasi yang dilakukan perusahaan. Variabel PDRB periode sebelumnya
berpengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI
Jakarta. Hal ini menunjukkan jika pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya
56
menunjukkan ke arah yang membaik maka akan meningkatkan kepercayaan
investor atau pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI
Jakarta, sehingga tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta pun meningkat.
Variabel upah minimum provinsi berpengaruh negatif yang signifikan
terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta. Jika tingkat upah yang
dibayarkan mengalami peningkatan, maka share keuntungan yang diterima
perusahaan akan menurun. Dengan share keuntungan yang menurun tersebut
maka kecenderungan perusahaan untuk berinvestasi pun mengalami
penurunan. Variabel nilai tukar berpengaruh negatif yang signifikan terhadap
tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena ketika
terjadi depresiasi nilai tukar rupiah maka nilai riil keuntungan yang diperoleh
akan berkurang sehingga dapat menurunkan tingkat investasi. Berdasarkan
hasil penelitian, variabel yang paling berpengaruh terhadap kegiatan investasi
di Provinsi DKI Jakarta adalah PDRB periode sebelumnya, sedangkan
variabel yang pengaruhnya paling kecil terhadap kegiatan investasi di DKI
Jakarta adalah suku bunga.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diperoleh maka
saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa PDRB merupakan variabel
yang paling berpengaruh terhadap tingkat investasi di DKI Jakarta maka
disarankan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk lebih meningkatkan laju
pertumbuhan PDRB, misalnya melalui kegiatan promosi investasi daerah,
57
seperti yang akan diselenggarakan yaitu Jakarta Investment Center (JIC).
Program ini telah dilaksanakan sosialisasinya pada tanggal 18 hingga 20
Desember 2006 di Kairo, Mesir, kemudian pada tanggal 6 hingga 8 April 2007
di Mumbai, India, serta pada tanggal 22 hingga 25 Juni 2007 di Maroko.
Upaya tersebut ditujukan agar para investor baik domestik maupun asing
memiliki keyakinan untuk menanamkan modalnya di Indonesia, khususnya di
Provinsi DKI Jakarta.
2. Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat inflasi mempengaruhi
tingkat investasi maka disarankan kepada otoritas moneter untuk menjaga
stabilitas laju inflasi serta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menjaga
stabilitas di bidang sosial, politik, serta faktor keamanan. Hal ini ditujukan
untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan.
3. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa suku bunga
mempengaruhi tingkat investasi maka disarankan kepada otoritas moneter
untuk lebih fokus dalam menjaga stabilitas tingkat suku bunga disamping
pemerintah juga mengupayakan mengupayakan stabilitas di bidang sosial,
politik, ekonomi, dan keamanan. Hal ini dilakukan karena suku bunga
berperan besar dalam mendorong para investor untuk melakukan investasi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2004. Penyebab Rendahnya Realisasi
Invetasi Di Berbagai Daerah dan Sektor yang Potensial. BKPM, Jakarta.
Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2006. Perkembangan dan
Permasalahan Penanaman Modal di Provinsi DKI Jakarta. BPM dan
PKUD Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
___________________________. 2007. Analisa Tentang Sumber Pembiayaan
Investasi, Kinerja Badan Usaha Milik Daerah, dan Potensi Pemanfaatan
Aset Milik Pemerintah DKI Jakarta [tidak dipublikasikan]. BPM dan
PKUD Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 1995-2005. Indikator Ekonomi. BPS
Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
___________________________. 2006. Jakarta Dalam Angka. BPS Provinsi
DKI Jakarta, Jakarta.
Dewi, S. 2005. Analisis Faktor-Faktor Utama Penentu Investasi Swasta di
Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Dornbusch, R. 1996. Teori Makroekonomi. Erlangga, Jakarta.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Ferdiyan, A. 2006. Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan
Investasi di Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Erlangga,
Jakarta.
Harjono, D. K. 2007. Hukum Penanaman Modal. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Irmawati, D. 2005. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia Periode 19942003 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
59
Kuntjorojakti, D.; W. Suwarman dan S. Arifin. 2006. ”Prakiraan Kebutuhan
Investasi Jangka Panjang yang Mendukung Posisi DKI Jakarta Sebagai
Service City yang Memiliki Kemampuan Keunggulan Kompetitif di
Kawasan Asean” [tidak dipublikasikan]. Working Paper II Tim Panel
Ekonomi Makro BPM dan PKUD Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
Kasmir. 1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Keenam. PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. 2003. Daya Tarik Investasi
Kabupaten/Kota di Indonesia. KPPOD, Jakarta.
Kumalasari, R. D. 2006. Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta
Periode 1995-2005 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Imam Nurmawan
[penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Mishkin, F. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets
sixth edition. Addison Wesley, USA.
Nurrudzki, N. 2004. “Sentralisasi Perizinan Investasi di Tengah Semangat
Otonomi Daerah”. http:/www.lpem.org/item.php?id=75&type=2-4k [2
Mei 2006].
Rahmawati, S. 2004. Analisis Faktor-faktor Penentu Aliran Modal Swasta Jangka
Pendek di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Siahaan, E. I. 2006. Peranan Kawasan Berikat dalam Pengembangan Investasi di
DKI Jakarta [tidak dipublikasikan]. PT Kawasan Berikat Nusantara,
Jakarta.
Sukirno, S. 1996. Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Sumantoro. 1989. Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia.
Binacipta, Jakarta.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Yuwono, P. 2005. Pengantar Ekonometri. ANDI, Yogyakarta.
LAMPIRAN
60
Lampiran 1. Data Analisis
Tahun
1996 : Maret
Juni
Sept
Des
1997 : Maret
Juni
Sept
INV
22483,58
26747,58
28916,12
27941,48
24103,05
18047,86
11750,05
SB
INF
19,30 8,14
19,18 7,08
19,21 6,68
19,04 7,25
18,88 8,48
18,56 10,19
26,41 11,54
PDRB
72183,88
72680,05
72883,58
72648,16
71911,71
70769,92
69402,72
UMP
142754,80
147407,70
151856,70
156000,00
159981,00
163856,50
167928,80
KURS
2338,00
2342,00
2340,00
2383,00
2419,00
2450,00
3275,00
Des
1998 : Maret
Juni
Sept
Des
1999 : Maret
Juni
Sept
Des
2000 : Maret
Juni
Sept
Des
2001 : Maret
Juni
Sept
Des
2002 : Maret
Juni
7183,77
6289,48
7718,23
10087,38
12014,29
11869,48
10611,95
8953,87
7607,41
7381,15
7782,73
8416,24
8885,73
8807,63
8452,17
8101,96
8039,59
8532,36
9387,73
21,98 11,70
27,80 10,12
33,79 7,36
35,72 4,24
32,27 1,60
33,12 0,48
28,84 0,31
23,07 0,72
28,89 1,33
18,93 1,56
18,14 1,66
17,99 1,68
18,43 1,65
17,90 1,62
18,45 1,58
19,06 1,51
19,19 1,41
19,35 1,30
19,08 1,17
67990,03
66856,73
65872,09
65050,29
64405,56
63911,87
63561,63
63307,02
63100,23
52593,86
55327,57
59122,06
60880,64
62604,03
66302,98
67338,66
67474,44
70950,53
73183,56
172500,00
178003,80
184226,50
191086,00
198500,00
206205,10
214267,10
222570,60
231000,00
240953,10
252429,10
266940,60
286000,00
312140,80
344274,40
382333,30
426250,00
470834,80
516403,40
4650,00
8325,00
14900,00
10700,00
8025,00
8625,00
6726,00
8386,00
7100,00
7590,00
8735,00
8780,00
9595,00
10400,00
11440,00
9675,00
10400,00
9655,00
8730,00
Sept
10397,86 18,74
1,05
77057,08 558149,30
9015,00
Des
2003 : Maret
Juni
11354,92 18,25
12425,22 18,08
13731,27 17,41
0,96
0,92
0,90
78800,77 591266,00
80973,05 611636,60
82270,71 622513,50
8940,00
8908,00
8285,00
Sept
15769,75 16,07
0,91
84558,88 627838,60
8389,00
Des
2004 : Maret
Juni
19037,30 15,07
23551,84 14,61
28998,73 14,10
0,92
0,90
0,86
86562,15 631554,00
88603,35 639737,90
92506,79 649580,70
8465,00
8587,00
9415,00
Sept
34584,59 13,80
0,80
96673,41 660409,10
9170,00
61
Des
2005 : Maret
Juni
Sept
Des
39516,02
42808,70
45015,52
46498,43
47619,39
13,41
13,31
13,36
14,51
16,23
0,70
0,57
0,42
0,24
0,06
99370,56
102021,40
106332,32
111281,83
116622,23
671550,00 9290,00
681939,00 9480,00
692057,40 9713,00
701995,30 10310,00
711843,00 9712,00
Sumber : BPS (1996-2005) dan BPM dan PKUD Provinsi DKI Jakarta (1996-2005)
Keterangan :
INV = investasi Provinsi DKI Jakarta (milyar Rp)
SB
= suku bunga (persen)
INF = laju inflasi Provinsi DKI Jakarta (persen)
PDRB = Pendapatan Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta (milyar Rp)
UMP = Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta (milyar Rp)
KURS = nilai tukar (Rp/US$)
62
Lampiran 2. Model Regresi Investasi Provinsi DKI Jakarta
a. Hasil Estimasi Output
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
SB
INF
L_PDRB(-1)
L_UMP
L_KURS
-54.32892
-0.055613
-0.200542
7.080016
-1.866653
-0.574948
11.20606
0.018676
0.032092
0.737097
0.511293
0.247977
-4.848171
-2.977828
-6.248955
9.605267
-3.650849
-2.318556
0.0000
0.0053
0.0000
0.0000
0.0009
0.0266
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.905196
0.891254
0.380421
4.920495
-14.84813
0.913052
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
17.48100
1.153609
1.042407
1.295739
64.92693
0.000000
2.758949
5.892946
Probability
Probability
0.078935
0.052525
1.225631
11.88309
Probability
Probability
0.316409
0.292957
b. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
c. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
d. Uji Multikolinieritas
INV
SB
INF
L_PDRB(-1)
L_UMP
L_KURS
INV
1.000000
-0.463726
0.006627
0.733536
0.217624
-0.284148
SB
-0.463726
1.000000
0.296283
-0.573819
-0.638297 -0.201066
INF
0.006627
0.296283
1.000000
-0.269362
-0.729214 -0.832136
L_PDRB(-1)
0.733536
-0.573819
-0.269362
1.000000
0.717262
0.245439
L_UMP
0.217624
-0.638297
-0.729214
0.717262
1.000000
0.781142
L_KURS
-0.284148
-0.201066
-0.832136
0.245439
0.781142
1.000000
Download