BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia adalah sumber untuk mencapai keunggulan kompetitif karena kemampuannya untuk mengkonversi sumber daya lainnya (uang, mesin, metode dan material) ke dalam hasil berupa produk ataupun jasa. Pesaing dapat meniru sumber lain seperti teknologi dan modal tetapi tidak dengan sumber daya manusia yang unik. Mengacu pada pendapat Mathis dan Jackson (2006, p.3) Manajemen Sumber daya manusia adalah rancangan sistem- sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan – tujuan organisasional. Gary Dessler (2011:5) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai kebijakan dan praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian. Menurut Yuniarsih dan Suwatno (2008:1), manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiaannya pada pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama organisasi yang harus dikelola dengan baik, jadi manajemen sumber daya manusia sifatnya lebih strategis bagi organisasi dalam mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Ada beberapa praktek SDM yang penting, dan strategi yang mendasari praktek ini perlu dipertimbangkan untuk memaksimalkan pengaruh mereka terhadap kinerja perusahaan. Praktek SDM yang efektif dengan mengolah kontriibusi karyawan telah terbukti berhubungan dengan kinerja perusahaan, kepuasan pelanggan, inovasi, produktivitas dan pengembangan reputasi baik di masyarakat maupun perusahaan. 9 10 Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan manajemen sumber daya manusia adalah proses dalam manajemen yang mengatur tenaga kerja untuk dapat meningkatkan kinerja mencapai tujuan organisasi. Terlebih lagi, sumber daya manusia menjadi hal yang penting untuk dilakukan perusahaan demi memaksimalkan dan menjaga sumber daya manusia yang mereka miliki. 2.1.1.1 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006: 50) manajemen sumber daya manusia memainkan peran beberapa peranan bagi organisasi yaitu sebagai berikut: 1. Peran Administratif Meliputi aktivitas-aktivitas administrasi, seperti program bantuan karyawan, administrasi pensiun, pemeriksaan latar belakang/surat keterangan, administrasi imbalan kerja, perencanaan dan administrasi kompensasi, dan penanganan persoalan cuti yang terkait dengan urusan keluarga. 2. Peran Penasihat Karyawan Profesional-profesional SDM dianggap sebagai surat atas persoalan-persoalan karyawan, biasanya dipandang sebagai petugas moral perusahaan untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan masalah pekerjaan karyawan maupun masalah yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. 3. Peran Operasional Peran operasional terdiri dari beberapa aktivitas SDM berikut ini.: 1. Perencanaan dan analisis SDM Lewat perencanaan SDM, manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karawan dimasa depan. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia sangat penting guna memberikan informasi ang akurat dan tepat pada waktunya untuk perencanaan SDM. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing organisasional, harus ada analisis dan penilaian efektivitas SDM 2. Kesetaraan kesempatan kerja Contohnya seperti rencana SDM yang strategis harus menjamin ketersediaan perbedaan individu-individu yang memadai untuk memenuhi 11 persyaratan tindakan afirmatif. 3. Pengangkatan pegawai Tujuannya adalah untuk memberikan persediaan yang memadai atas individui-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. Kemudian, deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan dapat dipersiapkan untuk digunakan ketika merekrut pada pelamar. Proses seleksi berhubungan dengan pemilihan individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan. 4. Pengembangan SDM Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi pelatihan keterampilan pekerjaan. Mendorong pengembangan karyawan, termasuk top management juga penting dalam mempersiapkan organisasi-organisasi agar dapat menghadapi tantangan masa depan. 5. Kompensasi dan tunjangan Kompensasi sebagai penghargaan dapat diberikan kepada karyawan dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan. Program insentif digunakan dalam pembagian keuntungan dan penghargaan produktivitas. 6. Kesehatan, keselamatan, dan keamanan Berfokus pada kesehatan yang lebih luas, manajemen SDM dapat membantu karyawan yang mengalami penyalahgunaan obat dan masalah lain melalui program bantuan karyawan. Persoalan tradisional mengenai keselamatan berfokus pada peniadaan kecelakaan di tempat kerja. Selain itu, keamanan tempat kera menjadi lebih penting, akibat dari jumlah tindakan kekerasan yang meningkat di tempat kerja. 7. Hubungan karyawan dan buruh/manajemen Hubungan antara karyawan dan manajer harus ditangani secara efektif. Apakah beberapa karyawan diwakili oleh satu serikat pekerja atau tidak, hak karyawan harus disampaikan. Dalam beberapa organisasi, hubungan serikat pekerja/manajemen harus disampaikan dengan baik juga. 4. Peran strategis Agar SDM dapat memainkan peran strategis, ia harus fokus pada implikasi 12 jangka panjang dari persoalan SDM. Pentingnya peran strategis telah menjadi pokok diskusi ekstensif di lapangan. Berikut komponennya: • Meningkatkan kinerja organisasional Kinera organisasi dapat dilihat dari seberapa efektif produk dan layanan organisasi disampaikan ke para pelanggan. Oleh karena itu, satu tujuan dari manajemen SDM adalah untuk menentukan aktivitas yang memberikan kontribusi pada kinerja organisasi yang tinggi. • Terlibat dalam perencanaan strategis Hal yang penting bagi SDM untuk menjadi rekan strategis adalah memiliki suara yang terdengar ketika terjadi perencanaan strategis organisasional. Kemudian, SDM harus dilihat secara strategis dan konteks yang sama seperti financial, teknologi, dan sumber-sumber lain yang dikelola dalam organisasi. • Membuat keputusan tentang merger, akuisisi, dan pengecilan perusahaan Dalam semua merger dan akuisisi, banyak persoalan SDM yang berhubungan dengan penggabungan budaya dan operasi organisasional. • Merancang ulang organisasi dan proses kerja Implikasi dari konsep ini adalah perubahan dalam struktur organisasi dan bagaimana pekerjaan dibagi menjadi beberapa tugas merupakan sarana melalui dimana organisasi bergerak menuju rencana dan tujuan strategisnya. • Menjamin akuntabilitas financial untuk SDM Manajemen SDM yang berhubungan dengan kinerja organisasional adalah untuk menunjukkan secara terus-menerus bahwa aktivitas dan upaya SDM memberikan kontribusi pada hasil financial organisasi. 2.1.1.2 Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Yani (2012) pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi tidaklah mudah, hal ini dikarenakan 13 adanya beberapa faktor atau tantangan baik yang berasal dari internal maupun eksternal organisasi, yaitu : 1. Tantangan internal a. Posisi organisasi dalam bisnis yang kompetitif Dalam mewujdukan organisasi atau perusahaan yang kompetitif, diperlukan kegiatan MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) yang dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Usaha itu dapat dilakukan dengan mendesain sistem pemberian ganjaran yang mampu memotivasi berlangsungnya kompetisi prestasi antara para pekerja. b. Fleksibiltas Organisasi memerlukan pengembangan sistem disentralisasi yang mengutamakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab secara berjenjang fleksibilitas juga menyangkut penggunaan tenaga kerja, dengan mengurangi kecenderungan mengangkat tenaga regular. Pengangkatan sebaiknya difokuskan pada tenaga kerja temporer. c. Pengurangan tenaga kerja Manajemen sumber daya manusia sering dihadapkan pada keharusan mengurangi tenaga kerja. d. Restrukturisasi Merupakan usaha untuk menyesuaikan organisasi karena dilakukan perluasan dan sebaliknya juga pengurangan kegiatan bisnisnya. e. Budaya organisasi Budaya perusahaan akan mewarnai dan menghasilkan perilaku atau kegiatan berbisnis secara operasional, yang tanpa disadari akan menjadi kekuatan yang mampu atau tidak mamou menjamin kelangsungan eksistensi organisasi. f. Teknologi Tantangan teknologi ini tidak sekedar menyangkut pembiayaan, karena bagi manajemen sumber daya manusia hubungannya terkait pada keharusan menyediakan tenaga kerja yang terampil menggunakannya, baik dari luar maupun melalui pengembangan tenaga kerja di dalam perusahaan. Pada 14 giliran berikutnya tantangan teknologi berhubungan juga dengan pengembangan sikap dalam menerima perubahan cara bekerja. g. Serikat pekerja Organisasi atau perusahaan minimum harus berusaha agar serikat pekerja tidak menjadi penghambat proses produksi, dengan tidak menempatkannya sebagai lawan. 2. Tantangan eksternal a. Perubahan bisnis yang cepat Dalam menghadapi perubahan bisnis yang cepat diperlukan untuk menetapkan kebijakan sumber daya manusia. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh negative seperti perasaan tidak puas pada kondisi yang telah dicapai perusahaan. Perusahaan harus mampu mengatasi agar dapat mempertahankan pasar atau keuntungan yang sudah diraih. b. Keragaman tenaga kerja Perusahaan harus siap dan mampu dalam mengantisipasi keragaman tenaga kerja dalam rangka globalisasi, karena keragaman akan meluas dengan masuknya investor asing yang berarti juga dengan masuknya tenaga kerja asing dari berbagi etnis dan bangsa. c. Globalisasi Perusahaan harus mampu mengantisipasi dengan berusaha untuk memiliki sumber daya manusia yang mampu mengatasi perngaruh perkembangan bisnis internasional. d. Regulasi pemerintah Perusahaan harus memiliki sumber daya manusia yang mampu membuat keputusan dan kebijakan serta bahkan melakukan operasional bisnis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dari pemerintah. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan mengarahkan agar perusahaan terhindari dari situasi konflik, keresahan dan komplen dari para pekerja dengan atau tanpa keterlibatan serikat pekerja. 15 e. Perkembangan pekerja Semakin banyak pasangan suami istri yang bekerja, akan berdampak pada kesulitan dalam bertanggung jawab secara optimal. Hal ini dikarenakan oleh sebagian waktunya digunakan untuk melaksanakan tanggung jawabnya dilingkungan keluarga. f. Kekurangan tenaga terampil Kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil akan semakin banyak dibutuhkan, baik untuk pekerjaan teknis maupun untuk pekerjaan manajerial, yang tidak mudah mendapatkan yang kompetitif diantara yang tersedia di pasar tenaga kerja. 2.1.2 Tingkat Stres kerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 4 (2008), tingkat adalah susunan yang berlapis-lapis atau berlenggek-lenggek. Menurut Robbins dan Judge (2008) stres adalah kondisi yang dinamis dimana seseorang dihadapkan pada peluang, permintaan, atau sumber yang dimiliki oleh individu terhadap sesuatu diinginkan dan hasilnya adalah merasa tidak pasti dan penting. Menurut Rivai (2013:1008) stres adalah suatu istilah yang merangkum tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan gemuruh, kemurungan dan hilang daya. Menurut Ivancevich (2011) stres adalah suatu respon adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan khusus terhadap seseorang yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam segala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Orang-orang yang mengalami stres bisa menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. (Rivai, 2013) 16 Menurut Rivai (2013:1008) stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang memengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan. Menurut Luthans (2006: 441) stres kerja didefinisikan sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Stres kerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157) adalah sebuah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik unsur persamaan dalam hal ketegangan, respon adaptif, kondisi, fisik, psikologis, tekanan, dan emosional. Berdasarkan persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah kondisi ketegangan dan respon adaptif seseorang karena adanya tekanan yang mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis dalam hal emosional, proses berfikir, dan sikap. Dan juga stres kerja diakibatkan karena terdapat ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. 2.1.2.1 Dimensi Stres Kerja Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat dibuat kesimpulan mengenai dimensi stres kerja, yaitu: 1. Emosional : Mudah emosi/marah, mudah tersinggung, depresi/tertekan, bermusuhan dan sikap tidak bersahabat, cenderung menyalahkan orang lain, cemas, merasa dirinya tidak berharga, dan mencurigakan. 2. Proses Berfikir : Keterbatasan seseorang dalam mengatasi masalahnya dalam menyelesaikan tugas dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas dirasakan tidak sesuai dengan tugas yang diberikan sehingga memerlukan proses berpikir yang lebih keras. 17 3. Kondisi Fisik : Meliputi tekanan darah tinggi, tensi otot meningkat, respirasi meningkat atau denyut nadi meninggi, telapak tangan sering berkeringat, tangan dan kaki dingin,sakit kepala, perut merasa tidak enak, suara serak meninggi, perubahan nafsu makan menurun, sering buang air kecil, gelisah, dan sulit tidur. 4. Sikap atau perilaku : Meliputi menurunnya produktivitas, cenderung membuat kekeliruan, suka lupa, kurang perhatian terhadap segala sesuatu, melamun, suka menyendiri, tidak berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas, kreativitas berkurang, pengguna alcohol dan obat-obat terlarang meningkat, absensi meningkat dan sering sakit, badan lemah, kehilangan kepentingan, dan cenderung mengalami kecelakaan. 2.1.2.2 Faktor-faktor Stres Kerja Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157) terdapat beberapa penyebab stress kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat,waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklimkerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yangberhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antarakaryawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja. Arnold (2005:P395-410), terkait dengan seluruh jenis pekerjaan, menjabarkan tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja, antara lain: 1. Faktor-faktor intrisik pekerjaan antara lain adalah: • Kondisi lingkungan kerja yang kurang baik Misalnya lingkungan kerja yang bising, pencahayaan yang kurang bail, tercium bau-bauan, dan lain sebagainya. • Kerja shift/ kerja malam Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi/ siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut. 18 • Jam kerja yang lama dan kerja yang terlalu overload Adapun dua tipe kerja yang telalu overload (work overhead), yaitu overload kuantitatif yaitu banyaknya yang harus dikerjakan, dan overload kualitatif yaitu mengacu pada pekerjaan yang terlalu sulit untuk seseorang. • Tingkat resiko dan bahaya yang dihadapi Pekerjaan yang mempunyai resiko atau bahaya yang tinggi akan menghasilkan tingkat stres yang tinggi. • Teknologi baru Mengajarkan teknologi baru dengan cara dan metode yang lama akan menambah beban karyawan yang sedang dilatih. 2. Peraturan dalam organisasi • Konflik peran dan ketidakjelasan peran Konflik peran merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya. • Tanggung jawab Pada dasarnya, tanggung jawab terdiri dari 2, yaitu tanggung jawab terhadap orang, dan tanggung jawab terhadap sesuatu, termasuk anggaran, perlengkapan, dan bangunan.Tanggung jawab terhadap orang lebih menyebabkan stres daripada tanggung jawab terhadap sesuatu.. 3. Kepribadian Seperti bisa diduga, penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan tingkat kecemasan tinggi lebih menderita akibat konflik peran. Kecemasan pengalaman individu-individu yang rawan konflik peran lebih akut dan bereaksi dengan ketegangan yang lebih besar daripada orang-orang yang kurang kecemasan. 4. Hubungan dalam pekerjaan • Hubungan dengan superior Sosik dan Godshalk dalam Arnold (2005:406) telah menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang penuh inspirasi dapat secara signifikan mengurangi jumlah stres kerja yang dialami oleh bawahannya. 19 • Hubungan antara bawahan dan rekan Stres di antara rekan kerja dapat timbul dari kompetisi, komunikasi yang kurang lancar dan konflik kepribadian.Karena kebanyakan orang menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, hubungan antara rekan kerja dapat menjadi dukungan yang sangat berharga. 5. Pengembangan Karir • Job Insecurity Re-organisasi dirasakan perlu untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya adalah adanya pekerjaan lama yang hilangdan adanya pekerjaan baru. • Over and Under Promotion Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya untuk mendapatkan promosi. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dekat bakatnya. 6. Budaya dan Iklim Organisasi Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan, dan iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber-sumber stres potensial sebagai hasil dari beradanya mereka dalam organisasi. 7. Home-Work Interface Home-Work Interface atau pekerjaan rumah antar muka biasanya diberi label ‘konflik’ dalam literatur stres. Konflik ini dapat berupa salah satu atau dari dua arah gangguan bekerja dengan keluarga di mana tuntutan pekerjaan menciptakan kesulitan untuk kehidupan rumah dan gangguan keluarga dengan pekerjaan di mana tuntutan kehidupan rumah menciptakan kesulitan untuk bekerja. 2.1.2.3 Dampak Stres Kerja Luthans (2006:456) mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian diindikasikan tingkat kesulitan, sifat tugas yang dikerjakan, disposisi personal, disposisi psikologis 20 dan neorotisme mungkin mempengaruhi hubungan antara stres dan kinerja. Masalah karena tingkat stres yang tinggi dapat ditunjukkan secara fisik, psikologis atau perilaku individu. • Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan stres kerja adalah sebagai berikut: a. Masalah sistem kekebalan tubuh, di mana terdapat pengurangan kemampuan untuk melawan sakit dan infeksi. b. Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. c. Masalah sistem musculoskeletal (otot dan rangka), seperti sakit kepala dan sakit punggung. d. Masalah sistem gastrointestinal (perut), seperti diare dan sembelit. • Masalah Psikologis Tingkat stres tinggi mungkin disertai dengan kemarahan, kecemasan, depresi, gelisah, cepat marah, tegang, dan bosan. Sebuah studi menemukan dampak bahwa stres yang paling kuat adalah pada tindakan agresif, seperti sabotase, agresi antar-pribadi, permusuhan, dan keluhan. Jenis masalah psikologis tersebut relevan dengan kinerja yang buruk, penghargaan diri yang rendah, benci pada pengawasan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan, dan ketidakpuasan kerja. • Masalah perilaku Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi mencakup makan sedikit atau perubahan makan berlebihan, tidak dapat tidur, merokok dan minum, dan penyalahgunaan obat-obatan. 2.1.3 Komitmen Organisasi 2.1.3.1 Definisi Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Robins, dan Judge (2008:100) adalah tingkat dimana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotan dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan seorang pekerja sangat tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu 21 seorang individu, sementara organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Menurut Luthans (2006:249) menyatakan bahwa, komitmen organisasi paling sering diartikan sebagai “keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi”. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006), komitmen organisasi adalah tingkat sampai di mana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi. Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik unsur persamaan dalam hal tingkat, keinginan, keyakinan, anggota organisasi, menerima, tujuan dan organisasi. Berdasarkan persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat keinginan dan keyakinan seorang karyawan untuk menjadi anggota organisasi dan menerima tujuan organisasi. 2.1.3.2 Dimensi Komitmen Organisasi Menurut Robins dan Judge (2008:101) ada tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi, sehingga karyawan memilih tetap tinggal atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya, tiga (3) komponen tersebut adalah 1. Komitmen Afektif Yaitu keterkaitan emosional karyawan, indentifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Keterkaitan emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya. 2. Komitmen Kelanjutan Yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Semangkin lama seseorang tinggal dalam sebuah 22 organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka investasikan diorganisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya senioritas, kesempatan promosi, rencana pensiun, hubungan persahabatan dengan rekan kerja. Karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin mengambil risiko kehilangan hal-hal tersebut. 3. Komitmen Normatif Yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu. Tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen normative yang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya bekerja. Karyawan ini akan merasa enggan untuk mengecewakan atasannya dan khawatir akan dianggap buruk oleh rekan sekerjanya bila ia keluar dari pekerjaan tersebut. 2.1.3.3 Pedoman dalam meningkatkan komitmen organisasi Menurut Dessler dalam Luthans (2006: 250) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajmen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan: 1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi. 2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda, memperjelas misi dan ideologi, berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi. 3. Menjamin keadilan organisasi: memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4. Menciptakan rasa komunitas: membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama. 23 5. Mendukung perkembangan karyawan: melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukkan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. 2.1.4 Retensi Karyawan 2.1.4.1 Definisi Retensi Karyawan Ketidakmampuan untuk mempertahankan karyawan menyebabkan perputaran karyawan yang mengganggu dan cukup memakan banyak biaya untuk setiap organisasi. Berkaitan dengan upaya perusahaan untuk meminimalkan tingkat perputaran karyawan, Departemen SDM (Sumber Daya Manusia) memiliki tugas yang sangat penting, yakni menciptakan retensi karyawan. Berdasarkan Mathis & Jackson (2006:126-128), retensi karyawan merupakan upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam organisasi.Retensi karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang mengarahkan karyawan agar bertahan di organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama. Menurut Pohan (2010, p.13), pada dasarnya tidak ada rumusan khusus untuk mendefinisikan arti employee retention. Sebuah survei yang pernah dilakukan terhadap beberapa manajer menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memberikan definisi yang tepat atas konsep ini. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa retensi karyawan adalah sebuah usaha untuk mencegah seorang karyawan berpindah ke perusahaan lain. Ada pula yang mengatakan bahwa retensi karyawan berarti menyelaraskan kompensasi dan benefit yang diterima oleh karyawan terhadap perkembangan pasar tenaga kerja. Di l ain hal, ada juga manajer yang berpendapat bahwa retensi karyawan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan budaya perusahaan, termasuk bagaimana perusahaan memperlakukan para karyawannya. 2.1.4.2 Faktor-faktor Retensi Karyawan Adapun faktor-faktor penentu retensi karyawan yang dikemukakan oleh Mathis dan Jackson (2006:128) adalah sebagai berikut: 24 1. Komponen organisasi Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan. Berikut komponen organisasional: • Budaya dan nilai organisasional Budaya organisasional adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota organisasional. Nilai organisasional utama yang memengaruhi keinginan karyawan untuk bertahan adalah kepercayaan. Karyawan yang yakin bahwa mereka dapat memercayai para manajer, rekan kerja, dan sistem keadilan organisasional tidak begitu berkeinginan meninggalkan para pemberi kerjanya saat ini. • Strategi, peluang, dan manajemen organisasional Dimana organisasi memiliki perencanaan masa depan dari kepemimpinan organisasional dan tujuan yang ditetapkan dengan jelas yang membuat para manajer dan karyawan untuk bertanggung jawab atas pencapaian hasil dianggap sebagai tempat bekerja yang lebih baik, terutama oleh individu yang ingin maju, baik secara finansial maupun karir. • Kontinuitas dan keamanan kerja Semua pengurangan karyawan, pemberhentian sementara, merger dan akuisisi, serta penyusunan ulang organisasional telah memengaruhi loyalitas dan retensi karyawan. Selain itu, ketika rekan kerja mengalami pemberhentian sementara dan pengurangan pekerjaan, tingkat kegelisahan para karyawan yang masih bekerja meningkat. Akibatnya, karyawan mulai berpikir untuk meninggalkan perusahaan sebelum mareka dikeluarkan. Di sisi lain, organisasi yang memiliki kontinuitas dan keamanan kerja yang tinggi cenderung memiliki angka retensi karyawan yang lebih tinggi. 2. Peluang karir organisasi Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan bahwa usaha pengembangan karier organisasional dapat memengaruhi tingkat retensi karyawan secara signifikan. organisasional, antara lain: Berikut komponen dari peluang karier 25 • Pengembangan karier Usaha pengembangan karier organisasional dirancang untuk memenuhi harapan para karyawan bahwa para pemberi kerja mereka berkomitmen untuk mempertahankan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya saat ini. • Perencanaan karier Organisasional juga meningkatkan retensi karyawan dengan mengupayakan perencanaan karier formal. Para karyawan dan manajer mereka saling mendiskusikan peluang karier dalam organisasi dan aktivitas pengembangan karir apa saja yang akan meningkatkan perkembangan masa depan para karyawan. 3. Penghargaan Penghargaan nyata yang diterima karyawan berbentuk gaji, insentif dan tunjangan. Ketiga hal tersebut memang merupakan alasan untuk bertahan atau keluar dari organisasi, namun bukan merupakan satu-satunya alasan. pertimbangan lain juga cenderung melibatkan keputusan untuk bertahan atau keluar, antara lain: • Tunjangan Kompetitif Persoalan kompensasi lain yang memengaruhi retensi karyawan adalah program tunjangan kompetitif. Para pemberi kerja juga mempelajari bahwa memiliki sedikit fleksibilitas tunjangan membantu retensi karyawan. • Tunjangan dan Bonus Spesial Beberapa pemberi kerja menggunakan banyak tunjangan dan bonus spesial untuk menarik dan memelihara karyawan. Dengan memberikan tunjangan dan bonus spesial ini, para pemberi kerja berharap dapat mengurangi waktu yang dihabiskan oleh para karyawan seusai jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan pribadi. Mereka juga berharap untuk dianggap sebagai pemberi kerja yang lebih diinginkan di mana karyawankaryawannya akan bekerja lebih lama. 26 • Kinerja dan Kompensasi Banyak individu mengharapkan penghargaannya berbeda dengan penghargaan orang lain berdasarkan pada kinerja. Untuk mencapai hubungan kinerja yang lebih baik dengan kinerja organisasional dan individual, sejumlah perusahaan sektor swasta menggunakan program penggajian variabel dan insentif. Program ini dalam bentuk bonus uang atau pembayaran tunai sekaligus merupakan mekanisme yang digunakan untuk menghargai kinerja ekstra. Pertumbuhan perusahaan teknologi telah menyoroti segi perbedaan kinerja yang lain-memberi karyawan insentif dalam bentuk opsi saham, kepemilikan organisasional, dan penghargaan jangka panjang yang lain. • Pengakuan Pengakuan juga dapat bersifat nyata maupun tidak nyata. Umpan balik dari para manajer dan supervisor yang mengakui usaha dan kinerja ekstra dari individu adalah dengan memberikan pengakuan, walaupun penghargaan moneter tidak diberikan. 4. Rancangan tugas dan pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa faktor rancangan tugas / pekerjaan yang memengaruhi retensi karyawan, antara lain: • Fleksibilitas Kerja Fleksibilitas dalam jadwal kerja dan bagaimana pekerjaan dilaksanakan menjadi lebih penting. Kebijakan SDM yang fleksibel seperti pakaian kasual juga mendukung retensi karyawan. Studi menunjukkan bahwa fleksibilitas kerja membantu retensi karyawan. Sebagai gambaran, studi terhadap fleksibilitas tempat kerja yang berlangsung selama dua tahun melaporkan bahwa hubungan kerja yang fleksibel memberikan pengaruh yang positif pada retensi karyawan. Studi tersebut juga menemukan bahwa fleksibilitas kerja menghasilkan kualitas dan produktivitas kerja yang lebih tinggi. 27 • Keseimbangan Kerja atau Kehidupan Program kerja/kehidupan yang diberikan oleh para pemberi kerja dapat mencakup banyak hal. Beberapa di antaranya meliputi opsi pekerjaan atau tugas, seperti penjadwalan kerja yang fleksibel, pembagian kerja, atau telecommuting. Komponen lain meliputi tunjangan yang fleksibel, pusat kebugaran di tempat, pertolongan pengasuhan anak dan orang tua, serta kebijakan cuti sakit. Tujuan dari semua penawaran ini adalah untuk menyampaikan bahwa para pemberi kerja mengakui tantangan yang dihadapi para karyawan ketika menyeimbangkan tuntutan kerja atau kehidupan. 5. Hubungan Karyawan Faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Hubungan karyawan termasuk perlakuan adil atau tidak diskriminatif bagi setiap karyawan, dukungan yang berasal dari supervisor atau manajemen, serta hubungan karyawan dengan sesama rekan kerja. 2.1.4.3 Proses Manajemen Retensi Karyawan Menurut Mathis & Jackson (2006: 136-143), selain daripada faktor penentu retensi karyawan, penting bagi para professional SDM dan organisasi untuk memiliki proses yang digunakan dalam mengatur retensi para karyawannya. Apabila dibiarkan begitu saja, retensi karyawan kemungkinan besar tidak berhasil. Berikut ini adalah proses manajemen retensi karyawan: • Pengukuran dan penilaian retensi karyawan Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen harus membutuhkan data dan analisis daripada kesan subjektif, anekdot dari situasi individual yang dipilih atau reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena itu, penting untuk memiliki beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda, seperti: 28 a. Mengukur perputaran b. Biaya perputaran c. Survey karyawan d. Wawancara keluar kerja • Intervensi retensi karyawan Berbagai intervensi SDM dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi karyawa. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan beberapa cara, yaitu: a. Proses perekrutan dan seleksi b. Orientasi dan pelatihan c. Kompensasi dan tunjangan d. Perencanaan dan pengembangan karir e. Hubungan karyawan • Evaluasi dan tindak lanjut Setelah usaha intervensi retensi karyawan diimplementasikan, penting untuk melakukan evaluasi atas usaha tersebut, serta tindak lanjut dan penyesuaian yang tepat. Evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan cara: a. Tinjauan data perputaran b. Menelurusi hasil intervensi 2.2 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah hasil dari penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini: No. Nama Peneliti: A. Khatibi, H. Asadi, dan M. Hamidi (2009) Judul Jurnal: The Relationship Between Job Stress and Organizational 1. Commitment in National Olympic and Paralympic Academy Hasil: Terdapat indikasi yang signifikan dan hubungan negatif antara stres kerja dan komitmen organisasi. Apabila stres kerja pada karyawan meningkat, maka komitmen pada dirinyapun akan menurun, begitu pula sebaliknya. 29 Nama Peneliti: Asim Masood (2013) 2. Judul Jurnal: Effects of Job Stress on Employee Retention: A Study On Banking Sector of Pakistan Hasil: Mereka lebih terfokus untuk menghindari stres dan di tempat kerja , stres secara langsung mempengaruhi kinerja mereka. Jika dihindari maka turnover biasanya tidak terlalu tinggi. Jika rasio turnover karyawan tinggi, maka organisasi bisa runtuh. Hal ini akhirnya membuat perusahaan untuk meningkatkan kondisi kerja dan hubungan kerja antara karyawan di dalam organisasi. Jika karyawan menjadi terlalu stres selama pekerjaan, mereka lebih memilih untuk berhenti selama beberapa hari dan mengambil istirahat di rumah. Nama Peneliti: Atif Anis, Kashif-ur-Rehman, Muhammad Asif Khan, 3. dan Asad Afzal Humayoun (2011) Judul Jurnal: Impact of organizational commitment on job satisfaction and employee retention in pharmaceutical industry Hasil: Studi ini menjelaskan bahwa retensi karyawan dapat ditingkatkan jika karyawan memiliki komitmen organisasi. Jika karyawan berkomitmen dengan organisasi mereka mereka enggan untuk keluar dari pekerjaan mereka saat ini. Peningkatan komitmen juga akan meningkatkan efisiensi mereka, tapi untuk meningkatkan komitmen organisasi, kompensasi dan dukungan pengawasan menjadi peranan penting, seperti yang ditunjukkan hasil yang kedua adalah variabel inti dalam meningkatkan komitmen. 30 2.3 Kerangka Pemikiran ε2 ε1 Tingkat Stres Kerja (X) ρyx Komitmen Organisasi (Y) ρzy Retensi Karyawan (Z) ρzx Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2014 2.4 Hipotesis Berikut ini adalah hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan dari penelitian: • Hipotesis untuk T-1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat stres kerja terhadap komitmen organisasi. Ho : Tidak ada pengaruh antara tingkat stres kerja terhadap komitmen organisasi. Ha : Ada pengaruh antara tingkat stres kerja terhadap komitmen organisasi. • Hipotesis untuk T-2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat stres kerja terhadap retensi karyawan. Ho : Tidak ada pengaruh antara tingkat stres kerja terhadap retensi karyawan. Ha : Ada pengaruh antara tingkat stres kerja terhadap retensi karyawan. • Hipotesis untuk T-3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap retensi karyawan. Ho : Tidak pengaruh antara komitmen organisasi terhadap retensi karyawan. Ha : Ada pengaruh antara komitmen organisasi terhadap retensi karyawan. 31 • Hipotesis untuk T-4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat stres kerja terhadap komitmen organisasi dan dampaknya pada retensi karyawan. Ho : Tidak ada pengaruh antara tingkat stres kerja terhadap komitmen organisasi yang berdampak pada retensi karyawan. Ha : Ada pengaruh antara tingkat stres kerja terhadap komitmen organisasi yang berdampak pada retensi karyawan. 32