TUGAS AKHIR APLIKASI KOMPUTER PENGKAJIAN DAN MONITORING PELAKSANAAN PENYEHATAN PERBANKAN OLEH: NAMA : MAHENDRI W.K NIM : 08620306 KELAS : AKUNTANSI (III F) JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2009 Abstraksi • Kajian ini bertujuan memberi masukan untuk menyempurnakan kebijaksanaan penyehatan perbankan nasional, melalui, pertama, menelaah kinerja bank-bank rekap dalam melaksanakan kebijakan, termasuk kinerja bank yang berhubungan dengan fungsi • intermediasi keuangan. Kedua, mengevaluasi berbagai kebijakan, regulasi, dan peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyehatan perbankan. Ketiga, mengevaluasi kebijakan makro ekonomi yang terkait dengan pertumbuhan sektor riil. • Dari penelahaan tersebut dapat disimpulkan: (1) kebijakan rekapitalisasi telah membantu bank sehingga dapat beroperasi secara normal; (2) fungsi intermediasi perbankan telah meningkat; (3) rendahnya penyerapan kredit diduga menjadi penyebab perbankan masih memfokuskan diri pada manajemen portofolio non kredit; (4) peningkatan kredit yang kini berlangsung perlu dilakukan secara berhati-hati; (5) terdapa perkembangan di sisi sector riil berupa laju pertumbuhan investasi secara makro jauh lebih rendah dibandingkan pra krisis dan utilisasi kapasitas yang terpasang juga rendah. • Menghadapi kenyataan seperti yang dijelaskan di atas, rekomendasi dari kajian ini adalah perlu pembenahan sektor riil secara menyeluruh. Langkah ini dimulai dengan pelaksanaan sungguh-sungguh Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan sesudah berakhirnya Program Kerjasama dengan IMF. Kemudian diperlukan perbaikan manajemen kredit di sisi perbankan, sehingga kredit yang sudah disetujui dapat benar-benar disalurkan tanpa meningkatkan Non Performing Loan (NPL) dan dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang terjaga pada batas aman. BAB I Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG • Restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan serta perusahaan sudah berjalan lima tahun, tetapi fungsi perbankan sebagai intermediasi keuangan dirasakan belum juga berjalan normal. Timbullah pertanyaan, apakah kebijakan perbankan yang dilaksanakan sudah memadai, atau perlu penyesuaian, sehingga kebijakan di sektor tersebut, secara khusus mampu mendukung terciptanya sektor perbankan yang sehat, dan secara umum dapat mewujudkan good corporate governance. • Untuk mengembalikan perbankan ke koridor yang benar, yaitu lembaga intermediasi keuangan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bersifat nasional. Beberapa kebijakan khusus diterbitkan untuk menyelamatkan perbankan, seperti penerbitan obligasi pemerintah untuk program rekapitalisasi (rekap), program penjaminan dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), serta pemberian kredit program. Berkaitan dengan kebijaksanaan penerbitan obligasi rekap, sikap pemerintah hingga saat ini masih konsisten, yaitu melanjutkan rencana pengamanan perbankan nasional dan menjaga kepercayaan pasar terhadap pemerintah sebagai penerbit obligasi. • Pada satu sisi, kebijakan perbankan telah memberi kebebasan kepada pelaku perbankan untuk melaksanakan usahanya. Pada sisi lain, perlu dilakukan regulasi dan supervisi yang ketat dalam rangka melindungi bank. Kajian ini bermaksud menilai sejauhmana efektifitas kebijakan pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, karena biaya pelaksanaan kebijakan tersebut relatif cukup besar dibanding Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada saat itu. • Kebijakan penyehatan perbankan memerlukan biaya cukup besar, sehingga hilanglah kesempatan --atau setidak-tidaknya tertunda-- rencana pembiayaan program-program pembangunan lain yang merupakan prioritas. Sebagai contoh, alokasi dana yang seharusnya untuk pembangunan sarana publik, digunakan untuk membayar beban obligasi rekapitalisasi. Tetapi tujuan penyuntikan dana tersebut belum sesuai dengan yang diharapkan, yaitu perbankan dapat mendorong tumbuhnya sektor riil melalui fungsinya sebagai intermediasi keuangan. • Proses pemulihan intermediasi perbankan yang belum berjalan normal ditandai oleh masih rendahnya pertumbuhan kredit. Hal ini disebabkan oleh: (1) terbatasnya debitur potensial, sehingga sebagian penyaluran kredit baru hanya diberikan dalam bentuk kredit menengah dan kecil untuk tujuan konsumsi; (2) perbankan menilai resiko usaha masih tinggi dan komitmen kredit belum disalurkan secara optimal, lantaran belum didukung iklim usaha yang kondusif; (3) beberapa bank rekapitalisasi yang masih mengalami masalah likuiditas menghadapi kesulitan menjual obligasi rekap, sebab pasar sekunder obligasi pemerintah belum berkembang; (4) beberapa bank masih menghadapi kesulitan memenuhi ketentuan Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) . • Turunnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sejak awal tahun 2002 belum diikuti perubahan manajemen perbankan di sektor kredit portfolio, karena perbankan sedang menghadapi komplikasi manajemen portfolio asetnya. Komplikasi tersebut adalah jika bank meningkatkan kredit portfolio yang diharapan menjadi faktor utama yang merangsang pertumbuhan sektor riil, maka mereka dihadapkan pada beberapa kendala, seperti turunnya CAR, resiko kredit bermasalah, sulitnya mencari nasabah yang baik, serta relatif tingginya suku bunga pinjaman. Permasalahan tersebut membawa konsekuensi bahwa perbankan lebih memfokuskan diri kepada perolehan bunga dari obligasi rekapitalisasi dan SBI. 1.2 RUMUSAN MASALAH • Permasalahan yang dapat diangkat dalam penilitian ini adalah sebagai berikut • Bagaimana cara menelaah kinerja bank-bank rekap dan melaksanakan kebijakan. • Mengevaluasi berbagai kebijakan, regulasi, dan peraturan pelaksanaan. • Mengevaluasi kebijakan makro ekonomi yang terkait dengan pertumbuhan sector riil 1.3 TUJUAN • Tujuan khusus studi ini meliputi: (1) penelaahan kondisi fungsi intermediasi • keuangan perbankan nasional, setelah hampir lima tahun kebijakan penyehatan perbankan nasional dilakukan; (2) penelaahan atas faktor-faktor penghambat fungsi intermediasi keuangan perbankan, yang meliputi kinerja perbankan penerima obligasi rekap, kondisi sektor riil, dan peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan fungsi intermediasi keuangan perbankan. Penelaahan kinerja perbankan yang menerima obligasi rekap meliputi 10 bank besar penerima obligasi rekapitalisasi pemerintah. • Kondisi fungsi intermediasi keuangan dianalisis menggunakan datadata sekunder, baik dari Bank Indonesia, maupun dari masing-masing bank yang dikaji. Lingkup analisis meliputi analisis penghimpunan dana (dana dari pihak ketiga), analisis penyaluran dana meliputi analisis portofolio kredit dan non-kredit, dan analisis kinerja perbankan meliputi analisis profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas. BAB II LANDASAN TEORI 3. METODOLOGI 3.1 KERANGKA ANALISIS Secara teoritis, fungsi intermediasi keuangan perbankan tidak lepas dari kinerja perbankan pada sisi manajemen portfolio kredit dan non-kredit, perkembangan sektor riil, serta peraturan dan regulasi perbankan. Analisa manajemen perbankan meliputi: analisa penghimpunan dana; analisa penyaluran dana, termasuk analisa portfolio kredit dan nonkredit; dan analisa kinerja bank, termasuk analisa aktiva produktif, analisa rentabilitas, dan likuiditas. Akibat krisis ekonomi dan keuangan yang berkepanjangan, terjadi kerusakan fundamental pada struktur sektor riil, khususnya sektor industri atau manufaktur. Pemulihan sektor riil tidak hanya dipengaruhi oleh menurunnya suku bunga pinjaman dan perbaikan indikator ekonomi makro lainnya, tetapi juga dipengaruhi faktor-faktor lain, seperti kepastian hukum, kestabilan politik dan keamanan, serta keseimbangan lingkungan sosial. Faktorfaktor tersebut dapat mempengaruhi percepatan pemulihan (recovery) sektor riil. BAB III ANALISIS DATA 3.1 DATA Berdasarkan pengumpulan data diketahui bahwa, Secara keseluruhan, sebagian besar bank, khususnya yang menerima obligasi rekap, masih memfokuskan kepada manajemen portfolio nonkredit. Sedangkan manajemen portfolio kredit masih sangat terbatas. Meski demikian, kinerja bank secara umum menunjukkan perbaikan. Perbaikan kinerja dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Indikator Kinerja Perbankan Indikator Kinerja (Rp Triliun) Indikator Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Aset 895,7 1,006,7 1,030,5 1,099,7 1,112,2 1,142,2 Dana Pihak Ketiga 625,3 617,6 699,1 797,4 835,8 875,4 CAR (%) -15,7 -8,1 12,5 20,5 22,5 20,7 Modal -129,8 -41,2 53,5 62,3 93 105,9 Pajak -178,6 -75,4 10,5 13,1 21,9 23,7 Net Interest Income -61,2 -38,6 22,8 37,8 42,9 46,3 NPL gross (%) 48,6 32,8 18,8 12,1 8,3 8,1 NPL net (%) 34,7 7,3 5,8 3,6 2,9 1,8 Kredit 545,5 277,3 320,4 358,6 410,3 475,7 LDR (%) 72,4 26,2 33,2 33 38,2 43,7 Laba/Rugi Sebelum BAB IV PENUTUP 4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1 KESIMPULAN 1. Kebijakan Rekap telah membantu bank sehingga dapat beroperasi secara normal dengan mengembalikan posisi neraca bank dan mengatasi cash flow dalam operasional perbankan. Dengan demikian bank menjadi feasible mengelola ekuitasnya (mencari dana sendiri) yang berbentuk obligasi subordinasi dan saham serta dapat meningkatkan ROE dan ROA. 2. Fungsi intermediasi perbankan telah meningkat, seperti ditunjukkan dengan meningkatnya kredit baru dan laju pertumbuhan kredit yang mendekati masa sebelum krisis. Tetapi fungsi intermediasi tersebut masih belum optimal, seperti tercermin pada penyerapan kredit (disbursement) yang jauh lebih rendah dan persetujuan kredit (approval). Di samping itu, peningkatan kredit investasi sangat lambat dibanding dengan peningkatan kredit konsumsi dan modal kerja yang cukup signifikan. 3. Rendahnya penyerapan kredit diduga menjadi penyebab perbankan masih memfokuskan diri pada manajemen portofolio non kredit. Tinjauan terhadap 10 bank menunjukkan menurunnya porsi obligasi pemerintah (sementara jumlah obligasi yang dimiliki oleh non perbankan/sub registry) meningkat, yang mencerminkan keinginan bank untuk menambah likuiditas. Namun, karena dana tidak terserap, maka dialihkan dalam bentuk surat berharga (termasuk SBI). 4. Di sisi lain, peningkatan kredit tersebut perlu dilakukan secara berhati-hati mengingat dua hal. Pertama, kecenderungan baru pada tahun 2003 yaitu menurunnya CAR dan meningkatnya NPL (merupakan kebalikan dari kecenderungan setelah restrukturisasi perbankan periode 1998-2002). Kedua, kebutuhan untuk memenuhi CAR yang baru, yaitu harus memperhitungkan resiko pasar sehingga berpotensi untuk menurunkan CAR. 4.2 REKOMENDASI 1. Berdasarkan kesimpulan seperti diuraikan di atas, masalah utama intermediasi perbankan terletak pada belum siapnya sektor riil. Oleh karena itu, langkah pokok yang perlu diambil di antaranya adalah pembenahan sektor riil secara menyeluruh. Langkah ini dimulai dengan pelaksanaan sungguh-sungguh Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan sesudah berakhirnya Program Kerjasama dengan IMF, terutama upaya-upaya pemerintah membenahi sektor riil secara menyeluruh, termasuk pembenahan kelembagaannya. 2. Diperlukan perbaikan manajemen kredit di sisi perbankan, sehingga kredit yang sudah disetujui dapat benar-benar disalurkan tanpa meningkatkan NPL dan dengan CAR yang 10 terjaga dalam batas aman. Oleh sebab itu perlu kebijakan dari Bank Indonesia atau pemerintah untuk memperkuat kemampuan perbankan dalam melakukan analisa kredit dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen resiko secara proporsional. Salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah atau otoritas moneter (Bank Indonesia) adalah melakukan credit rating untuk mengetahui tingkat resiko sektor-sektor usaha. THANKS FOR ALL