keanekaragaman padi lokal dan peranan teknologi rekayasa genetik

advertisement
JURNAL AGROTEKNOS Maret 2013
Vol. 3 No. 1. Hal 41-47
ISSN: 2087-7706
PROSPEK PENERAPAN BIOTEKNOLOGI DALAM PEMANFAATAN DAN
PENGEMBANGAN BIODIVERSITAS PADI LOKAL SULAWESI TENGGARA
(Prospect on the application of biotechnology to the utilization and
improvement of local rice biodiversity of Southeast Sulawesi)
TEGUH WIJAYANTO*
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo
ABSTRACT
Biodiversity is high value genetic resources required for the good of human being.
Globally, biodiversity has been degraded into a danger level. Identification of problems,
alternative solutions to protect, to conserve, and to utilize the biodiversity is a primary
priority. The utilization of local rice cultivars, as a source of germplasm for rice breeding
programs must get special attentions to protect the germplasm from vanishing.
Biotechnology or genetic engineering technology provides an alternative way and a short cut
in manipulating and producing improved plant varieties. Different kinds of methods can be
used to genetically engineer plant species. Since 1980s and ever since, many achievements
and improvements have been made by scientists around the world in the area of genetic
engineering, including genetic improvement of rice crops. As an example, scientists have
engineered transgenic rice crops that contain pro-vitamin A in the endosperm. Pro-vitamin
A is a substance that does not naturally occur in rice, but is urgently required to prefend
human’s eye blindness. Another example, recently a group of scientist has developed superrice strain that defies triple whammy of stresses (drought, salty-soils, and lack of fertilizer)
simultaneously.
Keywords: Biodiversity, biotechnology, genetic improvement, and local rice cultivars
1PENDAHULUAN
Pengembangan genotipe tanaman yang
superior (tahan terhadap berbagai stres biotik
dan abiotik, berproduksi tinggi, dan
mempunyai sifat-sifat unggul lainnya (seperti
kadar dan komposisi minyak, asam amino,
pati, dan protein), merupakan beberapa
tujuan utama program pemuliaan tanaman.
Perbaikan sifat tanaman melalui pemuliaan
konvensional sering menghadapi kendala
sempitnya keragaman genetik dan lamanya
siklus seleksi. Sifat-sifat unggul yang diminati
terkadang tidak dimiliki oleh tetua-tetua
tanaman yang digunakan dalam persilangan.
Selain itu, masa pra-produksi yang panjang
menyebabkan lamanya siklus seleksi. Evaluasi
tanaman hasil persilangan seringkali harus
Alamat Korespondensi:
Email: [email protected]; Telp. 0401-3193596
*)
menunggu tanaman tersebut berbuah yang
memerlukan waktu relatif panjang.
Bioteknologi dapat menawarkan alternatif
penanganan masalah diatas. Dengan bekerja
pada tingkat sel, bahkan molekuler, maka
percepatan dan ketepatan perbaikan varietas
tanaman dapat dimungkinkan.
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati
merupakan istilah untuk keanekaragaman
biota, baik jumlah maupun frekuensi
ekosistem dan spesies maupun gen yang ada
didalam suatu wilayah.
Biodiversitas
merupakan sumberdaya genetik (plasma
nutfah) yang sangat bernilai bagi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Keanekaragaman hayati secara global sedang
mengalami kemunduran.
Perkembangan
biologi modern, seperti bioteknologi, biologi
molekuler dan rekayasa genetik, yang
diharapkan mampu memecahkan masalah
pangan, kesehatan, bahan industri dan lain-
Vol. 3 No.1, 2013
lain, hanya dapat terjadi dengan adanya
sumberdaya genetik (Fox, 1990). Sumberdaya
ini bersifat alami dan sulit diciptakan,
sehingga apabila punah maka mustahil untuk
digantikan.
Saat ini degradasi biodiversitas di
Indonesia, khususnya di Sulawesi Tenggara
juga terus berlangsung, sehingga perlu terus
dilakukan
identifikasi
masalah
serta
dirumuskan alternatif pemecahan untuk
melindungi, melestarikan, meneliti dan
memanfaatkan biodiversitas tersebut secara
aman dan lestari. Pemanfaatan biodiversitas
padi lokal sebagai sumber plasma nutfah
dalam menciptakan varietas unggul perlu
mendapatkan perhatian khusus sehingga
potensi yang ada akan terhindar dari
kepunahan yang dipercepat oleh budidaya
padi unggul yang semakin intensif.
Di
Sulawesi Tenggara biodiversitas padi lokal
cukup banyak tersedia dan cukup potensial
untuk dikembangkan dalam rangka perbaikan
dan
peningkatan
produksi.
Usaha
pembentukan varietas
unggul
dengan
memanfaatkan varietas lokal dapat dilakukan
baik
secara
konvensional
maupun
inkonvensional.
PELESTARIAN BIODIVERSITAS PADI
Biodiversitas
(plasma
nutfah)
padi
merupakan sumber genetik yang sangat
diperlukan untuk membentuk varietas padi
unggul, dengan cara merakit sifat-sifat yang
diinginkan melalui program pemuliaan, baik
konvensional
maupun
inkonvensional.
Kelompok plasma nutfah padi antara lain
varietas introduksi, varietas unggul, kultivar
primitif, galur-galur harapan, dan varietas
lokal.
Lembaga internasional untuk penelitian
padi (IRRI di Filipina) menyimpan lebih dari
100.000 genotipe padi yang dikumpulkan dari
berbagai negara penghasil padi, termasuk,
jenis-jenis padi yang belum dibudidayakan
(Sastrapradja, 1999).
Dari contoh-contoh
inilah para pemulia memilah, memilih, dan
kemudian memadukan (bahkan merakit sifat
baru) berbagai sifat yang dikehendaki
kedalam suatu varietas unggul baru. Tanpa
tersedianya contoh atau genotipe padi
tersebut, benih unggul baru tidak akan terakit.
Jadi contoh-contoh padi yang beraneka ragam
tersebut merupakan bahan mentah perakitan
Prospek Penerapan Bioteknologi
42
benih unggul baru. Bahan mentah inilah yang
dinamai dengan plasma nutfah padi.
Indonesia mempunyai catatan panjang dan
baik dalam peningkatan varietas padi. Usaha
untuk mengumpulkan dan melestarikan
varietas lokal di Indonesia telah dilaksanakan
sejak tahun 1970. Varietas lokal yang telah
dikoleksi dan dilestarikan berjumlah lebih
dari 11.690 nomor, introduksi sebanyak 1.850
nomor dan 450 galur murni (Khush, 1996).
Sangat banyak varietas padi unggul yang
dihasilkan oleh IRRI (utamanya pada tahun
1960-an dan 1970-an), dirakit menggunakan
satu atau beberapa varietas padi lokal
Indonesia. Varietas lokal seperti Peta, Intan,
dan Sigadis digunakan IRRI utamanya sebagai
sumber daun yang tegak dan vigor tanaman
yang baik (Harahap, 1980).
BIOTEKNOLOGI DAN PERANANNYA
BAGI PENGEMBANGAN TANAMAN
Kemajuan pesat di bidang pertanian telah
banyak dicapai sebagai hasil dari pemanfaatan
lahan pertanian secara intensif, penggunaan
pupuk dan pestisida, serta dengan menanam
tanaman unggul yang dikembangkan melalui
berbagai macam program pemuliaan. Secara
umum pertanian merupakan industri padat
karya dan padat energi, yang menyebabkan
biaya produksi tinggi. Bioteknologi dalam
jangka panjang menawarkan kemungkinan
untuk mengurangi kedua jenis biaya ini.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penting
untuk dilakukan identifikasi kebutuhankebutuhan genetik bagi perbaikan tanaman,
yang kesemuanya ini menjadi pekerjaan
pemulia tanaman.
Disamping untuk
perbaikan tanaman, bioteknologi juga dapat
memfasilitasi penggunaan tanaman sebagai
produsen (bioreactor) berbagai senyawa
penting (obat-obatan, bio-plastik, dsb).
Rekayasa genetik adalah suatu proses
dimana gen (yang telah diisolasi dan
dikarakterisasi dengan baik) di transfer,
diintegrasikan, dan diekspresikan ke dalam sel
inang. Transformasi genetik adalah perantara
penting antara biologi molekuler dan
pengembangan dan perbaikan tanaman.
Teknologi ini memegang peranan penting
dengan
memberikan
manusia
dengan
tanaman-tanaman unggul secara agronomik,
tahan serangga/penyakit dan stres abiotik,
serta menampilkan sifat-sifat unggul baru
43
Wijayanto
yang sebelumnya tidak ada pada tanaman
tersebut, misalnya perubahan yang signifikan
terhadap komposisi kimia biji.
Dalam pengembangan dan perbaikan
tanaman, bioteknologi dapat menambah dan
melengkapi pemuliaan tanaman konvensional.
Menggunakan teknik konvensional, perbaikan
genetik
tanaman
dilakukan
dengan
menggunakan sumber gen dari tanamantanaman dengan hubungan kekerabatan dekat
(satu spesies).
Tanaman sekerabat ini
(termasuk kerabat liarnya) dikumpulkan
untuk dilakukan identifikasi kemungkinan
keberadaan gen yang diinginkan. Kemudian
melalui pemuliaan konvensional, gen tersebut
dipindahkan (melalui persilangan) ke spesies
sekerabat yang telah dibudidayakan, untuk
mendapatkan tipe yang berpenampilan
superior atau unggul. Kelemahan cara ini,
selain siklus pemuliaan yang sangat panjang
(apalagi untuk tanaman perkebunan), dan
kombinasi ribuan gen (dari dua tanaman
induk untuk menghasilkan hibrida) terjadi
secara acak, juga terkadang sifat-sifat yang
tidak diharapkan bisa terikut. Dilain pihak,
teknik bioteknologi dapat mempercepat
proses perpindahan dan perpaduan gen
tersebut, juga dimungkinkan perpindahan gen
dari sumber yang benar-benar tidak
berhubungan, secara lebih spesifik dan
terkendali.
Dengan
bioteknologi
memungkinkan kita mengidentifikasi gen
secara tunggal dari satu spesies dan
memindahkannya, bahkan ke spesies lain,
dengan demikian meningkatkan ketepatan
(precision) dan kecepatan. Saat ini telah
ratusan spesies tanaman yang berhasil
diperbaiki
melalui
bioteknologi,
dan
dikonsumsi. Demikian pula semakin banyak
gen yang berhasil diiisolasi, dikarakterisasi,
dan ditransfer ke spesies lain.
Bioteknologi
pertanian,
khususnya
rekayasa genetik tanaman menawarkan
peluang bagi pemanfaatan keseluruhan
potensi genetik plasmanutfah, yang pada
akhirnya meningkatkan produktifitas dan
kualitas tanaman. Di bidang pertanian, teknikteknik baru bioteknologi dan rekayasa genetik
telah memunculkan harapan yang sangat
tinggi dalam hal kemungkinan dihasilkannya
produk baru dan unggul. Teknik-teknik yang
dimungkinkan antara lain dengan: regenerasi
invitro tanaman, variasi somaklonal, mutasi,
fusi protoplas, transfer gen, dan sebagainya.
J. Agroteknos
Beberapa kemungkinan yang ditawarkan
bidang bioteknologi terhadap pemanfaatan
dan perbaikan tanaman antara lain meliputi:
1. Perbaikan
kontrol
gulma,
stres
lingkungan, dan hama-penyakit (termasuk
virus). Kita masih sangat sulit mengontrol
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
virus dengan menggunakan pemuliaan
konvensional, sebab tidak banyak gen
tersedia, walau pada kerabat liar.
Bioteknologi menawarkan teknologi untuk
mengatasi masalah ini.
2. Peningkatan dalam komponen atau
keseluruhan sifat-sifat produk tanaman.
Sebagai contoh: peningkatan kandungan
pati, gula, lemak, dan protein, dan
perubahan komposisi sifat
(misal:
komposisi lemak, dan pati).
3. Perubahan keseluruhan sifat-sifat produk
tanaman.
Sebagai
contoh:
memperpanjang daya tahan sayuran
(tidak cepat rusak), memperbaiki tekstur
dan
rasa
produk
tanaman,
dan
meningkatkan nilai nutrisi.
4. Produksi bahan-bahan penting (metabolit
sekunder, obat-obatan, dll). Bioplastik
(dan obat-obatan tertentu seperti insulin)
secara umum diproduksi melalui proses
fermentasi yang sangat mahal. Dengan
memproduksi
bahan-bahan
tersebut
dalam tanaman, maka biaya produksi bisa
sangat berkurang.
REKAYASA GENETIK PADA TANAMAN
PADI
Tanaman padi yang kita lihat sehari-hari
merupakan hasil kerja keras manusia selama
berabad-abad untuk membudidayakannya
dengan cara menyilangkan dan menyeleksi
dari tanaman liarnya yang mungkin lebih
mirip rumput daripada padi. Dalam pekerjaan
membudidayakan padi itu, sebetulnya
manusia telah melakukan transaksi gen
(pertukaran bahan genetika) dari berbagai
macam kerabat liar tanaman padi sehingga
diperoleh tanaman dengan sifat-sifat yang kita
inginkan.
Rekayasa genetik yang sering kali sinonim
dengan
teknologi
DNA
rekombinan
merupakan tulang punggung dan menjadi
dasar lahirnya bioteknologi molekuler. DNA
rekombinan
dikonstruksi
dengan
menggabungkan materi genetik dari dua atau
Vol. 3 No.1, 2013
lebih sumber yang berbeda atau melakukan
perubahan secara terarah pada suatu materi
genetik tertentu (Old and Primrose, 2000;
Suwanto, 1998). Sehingga dari sini dapat
dimengerti
bahwa
rekombinasi
juga
merupakan
salah
satu
cara
untuk
meningkatkan terjadinya keragaman hayati
dialam.
Dengan menyeleksi suatu variasi genetik
tertentu
dari
suatu
populasi
dan
menyingkirkan variasi genetik lainnya, maka
kita sudah melakukan rekombinasi bahan
genetik dengan terarah dan dengan tujuan
khusus.
Akibatnya, kita secara radikal
mengubah bahan genetik organisme yang
telah kita domestikasikan.
Dalam
pemuliaan
selektif
kita
mengawinkan antar individu dari satu spesies,
dari spesies yang berbeda, atau paling jauh
dari genus yang berbeda. Dalam rekayasa
genetik sudah tidak ada lagi hambatan
taksonomi, tidak lagi menjadi masalah
seberapa jauh hubungan kekerabatan individu
tersebut.
Sebagai contoh, gen penyandi
antibodi dari manusia dapat dipindahkan
(transfer gen) ke tanaman tembakau, sehingga
kita dapat memanen antibodi langsung dari
tanaman tembakau dalam jumlah banyak
(Suwanto, 1998). Kemampuan memindahkan
gen dari satu organisme ke organisme yang
lain ini memungkinkan kita memanfaatkan
sumber daya alam yang luar biasa, yaitu
keanekaragaman hayati (biodiversitas).
Perkembangan teknologi gen di bidang
pertanian mulai menampakkan hasilnya
ketika manusia berhasil untuk pertama
kalinya mentransfer gen rumah virus (tobacco
mosaic virus coat protein) dengan bantuan
promoter CMV dan bakteri Agrobacterium ke
tanaman pada tahun 1985 dan gen tersebut
berfungsi dengan baik (Beaven et al., 1985).
Sejak itu belasan jenis tanaman berhasil pula
ditransformasikan
untuk
menghasilkan
tanaman-tanaman transgenik, ribuan uji
pelepasan dilakukan dan beberapa telah
dipasarkan untuk konsumsi manusia.
Penerapan tehnologi rekayasa genetik
untuk peningkatan genetik padi dan tanaman
rerumputan lainnya (gramineae), pada
awalnya banyak menghadapi hambatan.
Secara garis besar ada dua hambatan utama
yang sering dihadapi, yaitu masalah
regenerasi in vitro tanaman padi pada media
buatan
dan
masalah
transfer
gen
Prospek Penerapan Bioteknologi
44
menggunakan vektor alami Agrobacterium
tumefaciens.
Khusus untuk teknik transfer gen,
penggunaan bakteri Agrobacterium pada
tanaman padi dan famili gramineae lainnya
pada awalnya menunjukkan keberhasilan
yang sangat rendah.
Hal ini terutama
disebabkan karena tanaman padi sulit
terinfeksi oleh bakteri Agrobacterium (yang
sangat diperlukan agar proses transfer gen
dapat berlangsung), sehingga tanaman padi
dan tanaman monokotil lainnya digolongkan
sebagai tanaman yang bukan host bagi
Agrobacterium.
Teknik transfer dengan
menggunakan bakteri ini lebih cocok untuk
tanaman-tanaman yang tergolong tanaman
dikotil. Sejak tahun 1990-an mulai banyak
keberhasilan yang dicapai oleh berbagai grup
peneliti dari mancanegara seperti Amerika,
Eropa, dan juga Jepang serta Cina. Dengan
semakin diperbaikinya baik tehnik kultur
jaringan padi maupun tehnik transfer gen,
maka berbagai jenis gen berhasil dimasukkan
ke berbagai jenis tanaman padi sehingga mulai
dihasilkan berbagai jenis tanaman transgenik
padi yang memiliki berbagai sifat baru yang
diinginkan.
Dengan
keterbatasan
penggunaan
Agrobacterium untuk rekayasa genetik padi,
maka perhatian juga diarahkan untuk
mengembangkan dan mencoba penggunaan
metoda-metoda transfer gen yang lain,
seperti: Microinjection, Electrophoration, dan
yang sekarang sedang populer adalah
penggunaan metoda Particle Bombardment
(Biolistics).
Metoda Biolistics merupakan
metoda yang bersifat fisik (physical method)
yang lebih dapat diterapkan pada lebih banyak
jenis jaringan atau species, tidak tergantung
pada jenis genotipe (genotype independent).
Berbagai keberhasilan juga telah banyak
dicapai dengan penggunaan metoda Biolistics
untuk rekayasa genetik baik tanaman padi dan
tanaman monokotil lainnya, maupun tanaman
dikotil.
Berbagai jenis padi sampai saat ini telah
dapat diperoleh melalui transaksi gen yang
terjadi selama pemulia tanaman melakukan
seleksi untuk sifat-sifat beras yang diinginkan.
Ada yang rendemennya tinggi dan masa
panennya singkat, ada yang tahan wereng dan
berbagai penyakit, ada yang nasinya pulen,
ada pula yang pera dan sebagainya. Namun
demikian sampai awal abad ke-21 masih
45
Wijayanto
belum ditemukan tanaman padi atau
kerabatnya yang dapat disilangkan yang
mengandung pro-vitamin A di dalam
endosperm biji padi. Oleh karena itu, proses
pemuliaan tanaman konvensional akan sulit
sekali
atau
hampir
tidak
mungkin
menghasilkan beras yang endospermanya
mengandung pro-vitamin A. Padahal provitamin A merupakan senyawa penting untuk
mengatasi masalah rabun senja dan kebutaan
total yang disebabkan karena kekurangan
senyawa ini. Masalah defisiensi vitamin A
merupakan salah satu masalah gizi utama di
negara-negara Asia yang sedang berkembang
dan diperkirakan bahwa 124 juta anak di
seluruh dunia menderita kekurangan vitamin
ini. Oleh karena beras merupakan makanan
pokok sebagaian besar penduduk Asia maka
adanya pro-vitamin A dalam beras akan
sangat banyak membantu masalah kesehatan
masyarakat yang serius ini (Suwanto, 2000).
Sekelompok peneliti yang di ketuai oleh Dr.
Ingo Potrykus (Swis), pada tahun 2000
berhasil memasukkan dan mengekspresikan
dua gen penting dalam pembentukan provitamin A didalam endosperm padi. Gen-gen
tersebut adalah: gen penyandi phytoene
synthase (psy) dari tanaman Daffodil
(Narcissus sp) dan gen penyandi phytoene
desaturase (crtI) dari bakteri Erwinia
uredovora. Hasil konstruksi kedua gen ini
disisipkan pada plasmid vektor dan ditransfer
ke sel embrio padi melalui Agrobacterium
tumefaciens. Biji padi hasil rekayasa genetik
tersebut
(tanaman
padi
transgenik)
menghasilkan pro-vitamin A dan menjadi
harapan untuk membantu mengatasi masalah
defisiensi vitamin A bagi berjuta-juta
penduduk dunia (Ye et al., 2000). Untuk
negara berkembang di Asia, termasuk
Indonesia, adanya beras yang mengandung
pro-vitamin A akan sangat bermanfaat. Lima
juta anak di Asia Tenggara dilaporkan telah
terjangkit Xerophthalmia, suatu penyakit
akibat defisiensi vitamin A yang dapat
menyebabkan kebutaan.
Dalam menghadapi tantangan perubahan
iklim dan pemanasan global saat ini, tidak
kalah pentingnya untuk menghasilkan varietas
baru tanaman yang tahan gejolak peruabahan
iklim dan kondisi stress lingkungan abiotik
lainnya.
Menurut IRRI, kekeringan telah
berdampak pada 23 juta hektar tanaman padi
di Asia selatan dan tenggara, dan
J. Agroteknos
menyebabkan kerugian sekitar 13 juta dolar
per tahun secara global. Demikian juga FAO
menyatakan sekitar 800 juta hektar lahan
dunia dipengaruhi oleh kadar garam tinggi,
yang merugikan pertanian sekitar 1 juta dolar
per tahun (Kumar, 2014). Baru-baru ini,
kelompok peneliti dari Arcadia Biosciences di
Davis, California untuk pertama kalinya telah
berhasil mengembangkan dan menguji di
lapangan suatu galur padi yang telah
dimodifikasi untuk mampu mengatasi tiga
permasalahan sekaligus, yaitu kekeringan,
tanah asin dan kekurangan pupuk/hara
(Kumar., 2014). Gen ketahanan terhadap
tanah asin berasal dari Arabidopsis thaliana,
gen ketahanan terhadap kekeringan berasal
dari Agrobacterium tumefaciens, dan gen yang
memungkinkan
tanaman
menggunakan
nitrogen lebih efisien berasal dari tanaman
barley. Besar harapan apabila galur padi ini
telah dilepas sebagai varietas baru maka akan
banyak membantu petani padi terutama di
Asia dan Afrika karena mereka dapat
menanam padi tersebut setiap tahun, terlepas
dari kondisi iklim/tanah yang ada.
Masih banyak perkembangan lain yang saat
ini sedang terjadi atau dilakukan untuk
memanfaatkan
dan
meningkatkan
kemampuan genetic dari biodiversitas padi
yang ada.
Tidak menutup kemungkinan
perkembangan terbaru yang terjadi pada
jagung, dimana ukuran tongkol dapat
diperbesar
secara
signifikan
dengan
memasukkan dan mengekspresikan protein
ATHB17 asal Arabidopsis (Rice et al., 2014),
dapat juga diterapkan pada tanaman padi.
PENERAPAN REKAYASA GENETIK
UNTUK PLASMA NUTFAH PADI LOKAL
Varietas lokal, atau sering juga disebut
landrace, telah ditanam di suatu daerah
tertentu selama bertahun-tahun, sehingga
telah
beradaptasi
dengan
lingkungan
setempat dalam hal ini tingkat kesuburan
tanah, iklim, cara budidaya serta hama dan
penyakit setempat. Varietas lokal dapat
digunakan sebagai sumber gen dalam
perbaikan varietas karena beberapa karakter
yang diinginkan mungkin saja hanya ada pada
varietas-varietas lokal tersebut.
Indonesia merupakan salah satu pusat
keanekaragaman
hayati
(biodiversity)
terbesar di dunia. Keanekaragaman genetik ini
Vol. 3 No.1, 2013
Prospek Penerapan Bioteknologi
merupakan bahan mentah penting untuk
perkembangan bioteknologi modern. Sampai
saat ini kita masih jalan di tempat dalam hal
memanfaatkan keanekaragaman hayati kita,
antara lain karena masih belum ada
sinkronisasi dalam kebijakan produk rekayasa
genetik.
Terhambatnya
penelitian
bioteknologi modern akan berdampak pada
kemampuan kita dalam memanfaatkan
keanekaragaman hayati secara optimal dan
menyebabkan
tertinggalnya kita dalam
persaingan internasional (Suwanto, 2000).
Keanekaragaman hayati yang ada merupakan
suatu anugrah yang memberikan harapan
untuk mengejar ketertinggalan kita dalam
persaingan agribisnis internasional yang
semakin ketat. Untuk itu perlu diberikan iklim
yang kondusif dalam penelitian-penelitian
untuk memanfaatkan keanekaan hayati
tersebut. Tidak hanya terbatas pada mendata
atau mengaguminya saja, tetapi pelestarian
yang disertai pemanfaatan secara optimum.
Penerapan teknologi rekayasa genetik
untuk perbaikan genetik tanaman telah mulai
dan sedang dilakukan oleh berbagai ahli di
Indonesia, diantaranya oleh LIPI, BB Biogen,
dan Laboratorium Bioteknologi IPB. Berbagai
kemajuan telah diperoleh, misalnya saja
rekayasa genetik pada tanaman kentang
(Sudarsono dkk., 1996). Kemajuan tehnologi
ini tentu juga akan membuka peluang dalam
pemanfaatan dan penggunaan tehnologi
rekayasa genetik untuk peningkatan dan
perbaikan genetik tanaman padi lokal
Sulawesi Tenggara, yang tentu memiliki
berbagai karakter spesifik yang mungkin tidak
dimiliki oleh jenis padi yang sering
dibudidayakan.
PENUTUP
Dalam rangka pembangunan pertanian
yang berkelanjutan, pemuliaan dan rekayasa
genetik merupakan salah satu alternatif yang
dapat
dimanfaatkan,
utamanya
untuk
pengembangan tanaman-tanaman sehingga
mampu tumbuh pada kondisi marginal, dan
berproduksi tinggi dalam waktu yang relatif
singkat. Dengan demikian diharapkan akan
mampu
untuk
memenuhi
kebutuhan
penduduk, terutama tanaman pangan, baik
secara kuantitas maupun kualitas.
Penggunaan teknologi rekayasa genetika
atau genetika molekuler dapat menciptakan
46
peluang untuk short-cut dan merupakan
terobosan baru yang mengefisienkan waktu
serta menjanjikan aspek baru yang
sebelumnya tidak pernah ada atau terpikirkan
(Sangwan and Norreel, 1990). Untuk
mengurangi risiko dampak negatif terhadap
kelestarian biodiversitas, setiap program atau
teknologi rekayasa genetik hendaknya
dievaluasi sebelum setiap tanaman transgenik
itu disetujui untuk dikomersilkan, karena
kombinasi setiap tanaman/transgen itu
berbeda dan dapat menimbulkan risiko yang
berbeda-beda (Rudolph and McIntire, 1996;
Grace, 1997; and Rifkin, 1998).
Biodiversity plasma nutfah padi lokal
sebagai sumberdaya genetik perlu dilestarikan
dan dikelola dengan benar sehingga terhindar
dari kepunahan dan dapat dimanfaatkan
untuk memperbaiki produksi sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam pembangunan pertanian berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Beaven, M., Mason, S., and Goelet, P., 1985.
Expression of tobacco mosaic virus coat protein
by a cauliflower mosaic virus promoter in
plants transformed by Agrobactrium. EMBO J. 4:
1921-1926.
Fox, J.L., 1990. Plant Molecular Biologi: Biotech
tools for breeder. Bio/technology 8:392.
Grace, E.S., 1997. Biotechnology Unzipped Promises
& Realities. Joseph Henry Press, Washington,
D.C.
Harahap, Z., 1980. The upsurge of rice breeding
program in Indonesia. Indon. Agric. Res. & Dev.
J. 2(4): 86-91.
Khush, G.S., 1996. Rice Genetic III. Proceedings of
the Third International Rice Genetics
Symposium. Manila (Philippines): International
Rice Research Institute.
Kumar, S.P., 2014.
Super-rice defies triple
whammy of stresses. New Scientist 28 February
2014. Newscientist.com
Old, R.W. and Primrose, S.B., 2000. Principle of
Gene Manipulation. An Introduction to Genetic
Engineering. Blackwell Scientific Publications,
Oxford.
Rifkin, J. 1998. The Biotech Century. Harnessing the
Gene and Remaking the World. Penguin Putnam
Inc. New York.
Rice E.A., Khandelwal A, Creelman RA, Griffith C,
Ahrens J.E., 2014. Expression of a Truncated
ATHB17 Protein in Maize Increases Ear Weight
at Silking.
PLoS ONE 9(4): e94238.
doi:10.1371/journal.pone.0094238
47
Wijayanto
Rudolph
F.B.and
Mcintire,
L.V.,
1996.
Biotechnology. Science, Engineering, and Ethical
Challenges for 21st Century. Joseph Henry Press,
Washington, D.C.
Sangwan, R.S. and Sangwan-Norreel, B.S., 1990.
The Impact of Biotechnology in Agriculture.
Kluwer Academic Publishers. The Netherlands.
Sastrapradja, S.D., 1999. Apa dan Mengapa Plasma
Nutfah. Warta Kehati, Okt-Des. 1998: 11-13.
Sudarsono, Barahima, Wattimena, G.A., Gunawan,
I.W., and Adijuwana, H., 1996. Transfer of nptII
marker gene into ten potato cultivars mediated
by non-disarmed isolates of Agrobacterium
tumefaciens and A. rhizogenes. Indon. J. Trop.
Agric. 7(1): 173-180.
Suwanto, A., 1998.
Bioteknologi Molekuler:
Mengoptimalkan manfaat keanekaan hayati
melalui teknologi rekombinan. Hayati 5(1): 2528.
Suwanto, A., 2000. Transgenik tanaman:
Bagaimana kita menyikapinya? Hayati 7(1):2630
Ye, X., Al-Babili, S., Kloti, A., Zhang, J., Lucca, P.,
Beyer, P., and Potrykus, I., 2000. Engineering
the provitamin A (B-carotene) biosynthetic
pathway into (carotenoid-free) rice endosperm.
Science 287: 303-305.
J. Agroteknos
Download