kebijakan amerika serikat untuk memenuhi kepentingan

advertisement
KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT UNTUK
MEMENUHI KEPENTINGAN EKONOMINYA
MELALUI TRANS PACIFIC PARTNERSHIP PERIODE
2011-2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh:
ANDRI
109083000032
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
ABSTRAKSI
Skripsi ini menjelaskan mengenai kebijakan Amerika Serikat untuk
memenuhi kepentingan ekonominya melalui Trans Pacific Partnership (TPP)
pada tahun 2011-2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
kebijakan-kebijakan apa saja yang digunakan oleh Amerika Serikat untuk bisa
memenuhi kepentingan ekonominya pada negosiasi perdangangan bebas TPP di
kawasan Asia Pasifik. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang dilakukan
melalui studi pustaka dan wawancara.
Kerangka teori yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah teori
neoliberal institusionalisme yang dijelaskan oleh Keohane untuk melihat peran
institusi dalam menciptakan kerjasama, teori comparative advantage untuk
mengetahui pentingnya perdagangan bebas untuk kesejahteraan ekonomi, konsep
kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri untuk mengetahui faktor dan
tujuan Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan. Dari hasil analisa penulis
menggunakan kerangka teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Amerika Serikat
telah menggunakan TPP sebagai instrumen untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang efisien dan rasional.
Penulis menemukan bahwa Amerika Serikat telah melakukan beberapa
upaya agar bisa memaksimalkan keuntungannya di TPP, sehingga kepentingan
ekonominya terpenuhi. Kebijakan yang digunakan oleh Amerika Serikat adalah
mengusulkan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan nasionalnya dalam
proses negosiasi TPP dan menambah keanggotaan institusi tersebut agar
membuka pasar yang lebih luas dengan mengarahkan pembahasan forum Asia
Pacific Economic Cooperation (APEC) ke TPP disaat negara tersebut menjadi
host economy pada tahun 2011 dan mengundang negara-negara di Asia Pasifik
untuk bergabung dengan negosiasi kerjasama abad ke 21 tersebut.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini, tanpa ada dukungan,
saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
beribu-ribu terimakasih kepada kedua orang tua beserta uda-uda dan uni-uni yang
selalu memberikan berbagai bentuk dukungan kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak A. Alfajri, MA selaku
dosen pembimbing yang sangat membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
Terimakasih telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, motivasi, saran,
dan masukan sehingga penulisan skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.
Terimakasih juga kepada Bu Rahmi Fitriyanti dan Bu Mutiara Pertiwi
selaku dosen penasehat akademik, Pak Febri Dirgantara selaku dosen penguji,
serta seluruh dosen dan staf Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta yang telah
berbagi ilmu dan pengetahuan selama penulis menimba ilmu di kampus ini.
Penulis juga berterimakasih kepada Amrullah Rafioeddin, sebagai sahabat
terbaik yang membantu penulis dalam banyak hal positif, serta sahabat-sahabat
yang selalu ada dalam suka duka perkuliahan dan penulisan skripsi: Edwin
Saputra, Fajar Shidiq, Dafi Hifzillah, Arif Rahman, Corryatul Filacano,
Muhammad Nabil dan Team MAPOKUS 20.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih juga kepada rekan-rekan Hubungan
Internasional 2009 A yang telah sama-sama berjuang dalam proses pembelajaran
hingga melalui proses sidang DPS dan sidang skripsi, special mention kepada:
Waliyuddin, Robi, Deden, Imam Ojal, Vina, Andi, April, Wati, Hafiz, Agus,
Kikay, Fuzi, Enny, Eky, Helmi, Ardhy, Wilda, Eca, Azay, Atina, Aqid, Friska,
Nyimas, Abe, Myu, Kasyfi, Ibin, Daus dan Aqmal.
Serta tidak lupa kepada rekan-rekan yang selalu memberikan dukungan,
inspirasi, dan aura positif disaat melalui proses pembelajaran dan pembuatan
vi
skripsi: Kak Faisal, Rusydan, Haifa, Sartika, Adrian, Ali, Cici, Natasha, Bisti,
Nabila, Dhani, Desica, Pipit, Tika, Dewi, Dani, Shofi, Merry, Zahra, Afina,
Nadia, Clara, Zara, Faruq, Shidiq, Shabrina, dan semua yang tidak bisa ditulis satu
persatu.
Terimakasih juga kepada seluruh kolega dari berbagai organisasi yang
pernah penulis geluti selama berada di uni-life. Global Citizen Corps dengan
proyek-proyek sosial dan Qatar experience-nya, Indonesian Student Association
For International Studies dengan Model United Nations, International Weeks,
ISAFISian quality time-nya, Himpunan Mahasiswa Islam dengan ilmu dan
pembelajarannya, dan last but not least, International Studies Club
dengan
seluruh semangat dan kegiatan-kegiatannya.
Harapan penulis, semoga Allah membalas semua dukungan dan
kebersamaan tersebut dengan kebaikan. Mengutip sabda Rasulullah Muhammad
SAW, ‫ ﺧﻴﺮ ﺍﻠﻨﺎﺱ ﺃﻧﻔﻌﻬﻢ ﻠﻟﻨﺎﺱ‬. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dengan
berbagai kekurangannya. Wallahu’alam.
Jakarta, Desember 2013
Andri
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ................................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 9
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 10
E. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 11
1.
Perspektif Neoliberal Institutionalisme ......................................... 11
2.
Teori Comparative Advantage ...................................................... 13
3.
Kepentingan Nasional ................................................................... 14
4.
Kebijakan Luar Negeri .................................................................. 15
F. Metode Penelitian ................................................................................. 16
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 17
BAB II PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT DAN
KEIKUTSERTAANNYA DI TRANS PACIFIC PARTNERSHIP ......... 19
A. Gambaran Perekonomian Amerika Serikat .......................................... 19
B. Krisis Finansial 2007 ............................................................................ 22
C. Keikutsertaan Amerika Serikat di Trans Pacific Strategic Economic
Partnership ........................................................................................... 26
1.
Krisis Ekonomi yang Disebabkan oleh Krisis Finansial ............... 26
viii
2.
Potensi Asia Pasifik dan Trans Pacific Economic Strategic
Partnership .................................................................................... 28
3.
Ketidakpuasan akan Kerjasama Global dan Bilateral. .................. 30
4.
Pivot to Asia dan the Rise of China ............................................... 31
BAB II TRANS PACIFIC PARTNERSHIP ........................................................... 34
A. Sejarah Trans Pacific Partnership: Trans Pacific Strategic Economic
Partnership ........................................................................................... 34
B. Potensi Trans Pacific Partnership........................................................ 40
1.
Potensi Keanggotaan dan Perekonomiannya................................. 41
2.
Perjanjian Abad 21 dan Sindrom Noodle Bowl ............................. 43
C. Trans Pacific Partnership dan Asia Pacific Economic Cooperation ... 46
BAB IV KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT UNTUK MEMENUHI
KEPENTINGAN EKONOMINYA MELALUI TRANS PACIFIC
PARTNERSHIP PERIODE 2011-2013................................................... 49
A. Mengajukan Pembahasan terkait Kepentingan Nasional Amerika
Serikat dalam Agenda Negosiasi Trans Pacific Partnership 20112012 ................................................................................................. 50
B. Menambah Keanggotaan TPP ......................................................... 53
1.
Menawarkan Insentif yang dimiliki TPP Saat Menjadi Host
Economy APEC 2011 ............................................................... 56
2.
Mengundang Negara Lain untuk Bergabung dengan TPP ....... 62
a.
Korea Selatan ..................................................................... 63
b.
Indonesia ............................................................................ 64
BAB V PENUTUP................................................................................................ 65
A. Kesimpulan ...................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ xi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel III.B.1. Data Statistik Perekonomian 21 Negara Anggota APEC 2012 ...... 42
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.A Gross Domestic Product Amerika Serikat 2007-2010 (Milyar) ......... 5
Gambar II.A Ekspor Impor (Barang dan Jasa) Amerika Serikat .......................... 21
Gambar II.C.4 Gross Domestic Product Cina ...................................................... 32
Gambar III.C.2 Noodle Bowl di Asia Pasifik ........................................................ 44
Gambar IV.B Trans Pacific Partnership Tahun 2010 .......................................... 54
Gambar IV.B.1 Market Share Amerika Serikat Tahun 2011................................ 62
xi
DAFTAR SINGKATAN
APEC
: Asia Pacific Economic Cooperation
ASEAN
: Asoociation of South East Asian Nations
DDA
: Doha Developement Agenda
FED
: the Federal Reserve
FTAAP
: Free Trade of the Asia-Pacific
GATT
: General Agreement on Tariffs and Trade
GDP
: Gross Domestic Product
NAFTA
: North Amerika Free Trade Agreement
OPEC
: Organization of the Petroleum Countries
P4
: Pacific 4
SOM
: Senior Official Meeting
TPP
: Trans Pacific Partnership
TPSEP
: Trans Pacific Strategic Economic Partnership
UNSD
: United Nations Statistic Division
USTR
: United States Trade Representative
WTO
: World Trade Organization
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Outlines of the Trans Pacific Partnership Agreement................... xviii
Lampiran 2. Hasil Wawancara dengan analis senior APEC Carlos Kuriyama.. xxiii
Lampiran 3. Hasil Wawancara dengan Prof. Peter A. Petri ................................ xxv
Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan pimpinan Temasek Foundation Centre for
Trade & Negotiations Deborah K. Elms ...................................... xxvi
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pernyataan Masalah
Amerika Serikat merupakan salah satu negara dengan perekonomian terkuat
di dunia. Bukti kekuatan ekonomi itu terlihat dari data statistik yang dikeluarkan
oleh World Bank (2013) bahwa sejak tahun 1961 hingga 2012, Gross Domestic
Product (GDP) Amerika Serikat selalu mengalami pertumbuhan dan juga
mempunyai jumlah terbanyak dari seluruh negara di dunia dengan $539 milyar
pada tahun 1961 dan $16.244 milyar pada tahun 2012 (n.h). Untuk mencapai
kemakmuran itu, Amerika Serikat sudah melakukan perdagangan internasional
sejak dahulu. Seperti yang dijelaskan oleh the United States Trade Representative
(USTR) bahwa proses pembukaan pasar dunia dan perluasan perdagangan telah
dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1934 dan berperan penting dalam
perkembangan dan kemakmuran Amerika Serikat (Representative 2013: n.h).
Jika dilihat dari masa ke masa, fokus kebijakan ekonomi internasional
Amerika Serikat terus berubah. Bergsten (2005) menjelaskan bagaimana
perubahan-perubahan itu terjadi. Pada tahun 1960an, kebijakan ekonomi
internasional Amerika Serikat terpusat ke Eropa dikarenakan saat itu kawasan
tersebut merupakan kawasan industri dunia. Pada tahun 1970an fokus Amerika
Serikat berpindah ke negara-negara anggota Organization of
the Petroleum
Exporting Countries (OPEC) dikarenakan terjadinya krisis minyak dunia. Tahun
1980an, dengan munculnya dua negara industri yaitu Korea Selatan dan Taiwan,
1
2
fokus Amerika Serikat pun beralih ke dua negara tersebut. Tahun 1990an
berpindah ke Meksiko melalui North America Free Trade Agreement (NAFTA)
dan negara kawasan Asia Pasifik melalui forum Asia Pacific Economic
Cooperasion (APEC) (h.51). Pada tahun 2000an hingga tahun 2010an, fokus
Amerika Serikat masih berada di kawasan Asia Pasifik.
Williams (2012) menjelaskan bahwa kawasan Asia Pasifik mempunyai 40%
populasi dunia dan lebih dari setengah GDP dunia. Pada tahun 2010, lebih dari
tiga perempat negara kawasan Asia-Pasifik mengalami pertumbuhan GDP di atas
3%, mencapai pertumbuhan GDP Amerika Serikat (h.2). Cossa, Glosserman,
McDevitt, Patel, Przystup dan Roberts (2009) juga menjelaskan bahwa kawasan
Asia Pasifik saat itu telah menjadi kawasan penting bagi Amerika Serikat
daripada sebelumnya. Geopolitik berpindah semakin cepat sebagai akibat dari
krisis ekonomi global yang terjadi (h.9). Namun APEC bukanlah satu-satunya
wadah Amerika Serikat untuk memenuhi kepentingan ekonominya di kawasan
Asia Pasifik. Institusi internasional lainnya adalah Trans Pacific Partnerhsip
(TPP). Seperti yang dijelaskan oleh USTR (2011) bahwa TPP adalah elemen
kunci dari strategi administrasi Obama untuk membuat keterlibatan Amerika
Serikat di kawasan Asia Pasifik menjadi prioritas utama (n.h).
TPP merupakan perjanjian perdagangan bebas yang masih berada dalam
proses negosiasi yang dibuat oleh beberapa negara anggota APEC. Namun,
walaupun TPP masih berada dalam proses negosiasi, sebenarnya perjanjian
perdaganan bebas ini merupakan pengembangan dan lanjutan dari perjanjian yang
sudah berlaku diantara empat negara, yaitu Brunei Darussalam, Singapura, Chili,
3
dan Selandia Baru yang dikenal dengan nama Trans Pacific Strategic Economic
Partnership (TPSEP). Selain itu pada tahun 2011, TPP mengeluarkan garis besar
institusi ini, sehingga memberikan gambaran mengenai latar belakang, instrumen,
konsep, dan tujuan dari negosiasi perdagangan ini. Beberapa tujuan dari
kerjasama ekonomi ini adalah membentuk area perdagangan bebas antara negara
anggota, seperti yang terdapat dalam pembukaan perjanjian TPSEP bahwa tujuan
dari kerjasama ini adalah: mempererat hubungan persahabatan dan kerjasama di
antara anggota melalui liberalisasi dan investasi untuk menciptakan kemitraan
strategis di kawasan Asia Pasifik, membangun aturan jelas terkait perdagangan,
dan sebagainya (TPSEP 2005:1-2).
Mengenai sejarah TPSEP dan peralihannya menjadi TPP, Kuriyama (2011)
menjelaskan bahwa saat Leader’s Summit APEC di Meksiko pada tahun 2002,
pemimpin negara dari Singapura, Chili, dan Selandia Baru mengumumkan bahwa
mereka akan melakukan negosiasi untuk pembuatan perjanjian perdagangan
bebas. Negosiasi negara-negara tersebut berlangsung sejak September 2003
hingga Juli 2005 dengan menghasilkan TPSEP. Sedangkan Brunei Darussalam
baru mengikuti proses negosiasi TPSEP sejak pertemuan kedua pada Juli 2004
sebagai observer dan akhirnya menyatakan diri bergabung dengan kerjasama
tersebut pada April 2005. Setelah TPSEP berjalan, beberapa negara APEC lainnya
tertarik untuk bergabung dengan perjanjian tersebut. Gabungan antara negara
TPSEP dan beberapa negara APEC lainnya ini lah yang kemudian disebut dengan
TPP (h.5-8).
4
Amerika Serikat merupakan negara APEC pertama yang mengumumkan
diri untuk melakukan engagement dengan TPSEP pada tahun 2008 (Office of the
USTR 2008: n.h). Namun, kebijakan Amerika Serikat tersebut menimbulkan
pertanyaan, mengingat perundingan pembentukan kerjasama tersebut sudah
dimulai sejak tahun 2002 dan Amerika Serikat baru bergabung pada 2008. Salah
satu hal yang bisa menjelaskan hal tersebut adalah fenomena yang terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 2008 yaitu krisis finansial yang sudah bermula sejak
tahun 2007.
Bagi Amerika Serikat, krisis finansial dapat mengganggu kestabilitasan
negaranya. Seperti yang dijelaskan oleh Nanto (2009) bahwa gejolak keuangan
menyinggung kepentingan nasional mendasar untuk melindungi keamanan
ekonomi Amerika Serikat. Gema krisis finansial tidak hanya dirasakan di Wall
Street dan Main Street saja tetapi juga berdampak pada ekspor dan impor, tingkat
pertumbuhan pengangguran, dan pendapatan serta pengeluaran pemerintah (h.3).
Media Masa Amerika Serikat, New York Post melaporkan bahwa krisis finansial
telah membuat Amerika Serikat kehilangan $12,8 triliun perekonomiannya
dengan 23,1 juta pengangguran, $19 triliun jumlah kekayaan yang lenyap, 46,2
Juta masyarakat berada di bawah garis kemiskinan (Kennan 2012: n.h).
Selain itu, krisis finansial juga mengakibatkan terjadinya resesi di Amerika
Serikat. Seperti yang digambarkan oleh Gambar I.A bahwa GDP Amerika Serikat
yang awalnya berjumlah $14.720 milyar pada tahun 2008 menurun menjadi
$14.418 pada tahun 2009. Sehingga berdasarkan kepada peristiwa yang terjadi di
5
Amerika Serikat tersebut, ia harus segara membangkitkan lagi perekoniannya
untuk mengembalikan kesejahteraannya.
Gambar I.A Gross Domestic Product Amerika Serikat 2007-2010
(Milyar)
$14.958
$14.720
$14.480
2007
$14.418
2008
2009
2010
Sumber : World Bank 2013
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa sejak dahulu Amerika Serikat
mengandalkan pembukaan pasar dunia dan perluasan perdagangan untuk
meningkatkan perekonomiannya. Dikarenakan Amerika Serikat tengah berada
dalam keadaan krisis ekonomi pada tahun 2008, dan di saat itu terdapat TPP yang
merupakan kerjasama ekonomi yang mempunyai konsentrasi utama dalam hal
liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik, maka keputusan Amerika
Serikat untuk bergabung dengan kerjasama ekonomi tersebut adalah untuk
memulihkan kembali perekonomian negaranya yang rusak akibat krisis finansial
yang bermula pada tahun 2007. Dengan kata lain, TPP akan menjadi wadah bagi
Amerika Serikat untuk melebarkan perdagangan internasionalnya, agar stagnansi
perekonomian yang dialaminya bisa teratasi. Hal ini terlihat dari pidato Susan C.
6
Schwab, pejabat USTR pada tahun 2008 saat mengumumkan keikutsertaan
Amerika Serikat di TPSEP:
“… to announce the launch of negotiations for the United States to
join the comprehensive Trans Pacific Strategic Economic Partnership
Agreement. …at a time when attention is focused on the challenges
confronting the financial markets and our economy…… We need to
ensure that our trade will continue to expand so that it can contribute
to U.S. economic growth in the future. Strengthening our economic
ties to the Trans Pacific region is vital to achieving this goal because
of the economic significance of this region now and in the future.
(USTR 2008)”
“…untuk mengumumkan peluncuran negosiasi Amerika Serikat
dalam
Trans
Pacific
Strategi
Economic
Partnership
Agreement.…pada saat ini perhatian fokus pada tantangan yang
dihadapi pasar finansial dan perekonomian kami.. Kami perlu
memastikan bahwa perdangannya kami akan terus melakukan
ekspansi sehingga bisa berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi
Amerika Serikat kedepannya. Memperkuat hubungan ekonomi kami
ke kawasan trans pacific adalah hal penting untuk mencapai tujuan ini
dikarenakan signifikansi ekonomi kawasan ini pada saat ini dan masa
mendatang”.
Hal ini menjadi menarik mengingat Amerika Serikat sudah mempunyai 20
perjanjian perdagangan bebas bilateral dan anggota perjanjian perdagangan
multilateral World Trade Organization (WTO), Amerika Serikat justru tertarik
untuk bergabung dengan TPP. Profesor Bernard K. Gordon (2012), menjelaskan
bahwa Amerika Serikat memerlukan TPP dikarenakan negara tersebut
memerlukan kerjasama ekonomi yang lingkupannya tidak terlalu multilateral
seperti WTO dan tidak sekecil bilateral. Mengingat negosiasi Doha Developement
Agenda di WTO yang sudah berlangsung selama 12 tahun namun belum
7
memberikan hasil dan keuntungan perjanjian bilateral yang tidak maksimal (h. 12).
Menurut Petri, Plummer, dan Zhai (2011) kepentingan Amerika serikat di
TPP adalah pertama, TPP akan menciptakan kesepakatan ekonomi yang
komprehensif (mencakup isu-isu yang tidak ada dari Doha Round seperti jasa,
investasi, kompetisi, dan regulasi yang koheren) dan bentuk perjanjian yang
modern sebagai alternatif kesepakatan di Kawasan Asia Pasifik yang melibatkan
Amerika Serikat. Kedua, TPP akan mendorong integrasi lebih dalam di Kawasan
Asia
Pasifik.
Ketiga,
TPP
akan
menyediakan
model
yang
bisa
mengkonsolidasikan perjanjian perdagangan yang ada sehingga bisa memetakan
jalan keluar dari the Noodle Bowl, yaitu perjanjian perdagangan internasional
yang terlalu banyak sehingga tidak terorganisir (Baldwin 2008:47), yang ada di
Asia Pasifik dan sekitarnya. Keempat, TPP akan membantu memperluas pasar
ekspor Amerika Serikat ke Asia (h. 6-7).
Namun, ternyata TPP mempunyai kekurangan yang membuat Amerika
Serikat tidak bisa sepenuhnya mencapai tujuannya, terutama pembukaan pasar
dan perluasan perdagangan ke kawasan Asia Pasifik. Kekurangan tersebut yakni
sedikitnya negara kawasan yang bergabung dengan TPP. Walaupun TPP
merupakan kerjasama ekonomi yang
dibuat oleh negara anggota APEC dan
merujuk kepada Artikel 20.6 perjanjian TPSEP bahwa semua negara anggota
APEC dan negara lainnya boleh bergabung, namun hingga tahun 2010 hanya
terdapat sembilan dari 21 negara APEC yang mengikuti negosiasi kerjasama
8
ekonomi tersebut, yaitu: Australia, Selandia Baru, Brunei Darussalam, Singapura,
Malaysia, Chili, Peru, Vietnam, dan Amerika Serikat itu sendiri.
Amerika Serikat tentunya tidak bisa memenuhi kepentingan ekonominya
secara maksimal di kawasan Asia Pasifik melalui TPP dengan sumber daya yang
terbatas. Di samping negara anggota TPP yang hanya berjumlah sembilan negara,
Amerika Serikat juga sudah mempunyai perjanjian perdagangan bebas bilateral
dengan empat negara anggota, yaitu: Singapura, Australia, Chili, dan Peru.
Dengan kata lain, kesempatan Amerika Serikat untuk melakukan perdagangan
bebas melalui TPP di kawasan Asia Pasifik hanya terbuka ke Selandia Baru,
Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam.
Keempat negara tersebut cukup potensial bagi Amerika Serikat untuk
melakukan perdagangan bebas. Melihat dari data perdagangan Amerika Serikat ke
negara-negara tersebut, secara kuantitas perdagangan masih sedikit dan bahkan
defisit. Seperti ekspor yang dilakukan Amerika Serikat ke Brunei Darussalam
hanya sebanyak 0,2 milyar dan Selandia Baru hanya senilai 3,6 milyar. Sedangkan
terjadi defisit perdaganan dengan Malaysia senilai 11,6 milyar dan dengan
Vietnam senilai 13,1 milyar (Fergusson 2012:1). Sehingga dengan perdagangan
bebas bisa membuat penambahan kuantitas dan pengurangan defisit perdagangan.
Namun, jika dilihat dari jumlah perdagangan Amerika Serikat ke TPP hanya
sebesar 5% pada tahun 2010. Potensinya tidak terlalu besar jika dibandingkan
dengan perdaganan Amerika Serikat ke negara Asia Pasifik yang berjumlah 56%
(Williams
2012:8).
Sehingga
Amerika
Serikat
perlu
memikirkan
dan
mengeluarkan beberapa upaya yang membuat TPP menjadi instrumen penting
9
bagi negara tersebut dalam memenuhi kepentingan ekonominya di kawasan Asia
Pasifik.
B.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kepada kepentingan ekonomi Amerika Serikat dan kekurangan
yang dimiliki oleh kerjasama ekonomi Trans Pacific Partnerhsip tersebut, maka
penulisan penelitian ini akan dibatasi dari tahun 2011 hingga 2013 dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apa kebijakan Amerika Serikat untuk memenuhi kepentingan ekonominya
melalui Trans Pacific Partnership (TPP) pada periode 2011-2013?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa upaya dan kebijakan
Amerika Serikat untuk memenuhi kepentingan ekonominya di kawasan Asia
Pasifik dengan menggunakan Trans Pacific Partnership sebagai instrumennya,
mengetahui peran Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dan Trans Pacific
Partnership, dan mengetahui kontribusi perspektif neoliberal institutionalisme,
teori comparative advantage, kepentingan nasional dan konsep kebijakan luar
negeri dalam melihat permasalahan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan Hubungan Internasional terutama dalam hal
kebijkan luar negeri, studi kawasan Asia Pasifik, dan politik global Amerika
Serikat.
10
D.
Tinjauan Pustaka
Pembahasan mengenai kepentingan Amerika Serikat di kawasan Asia
Pasifik adalah hal yang sudah lazim dibahas, baik dari segi politik, ekonomi,
stratejik, dan sebagainya. Namum belum terlalu banyak penelitian yang lebih
fokus mengenai kepentingan ekonomi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik
dan Trans Pacific Partnership. Pembahasan beberapa tinjauan pustaka tentang
Amerika Serikat dan TPP di bawah ini diharapkan dapat memperlihatkan bahwa
penelitian ini tidak hanya menarik untuk dibahas, tapi juga penting untuk
dilakukan.
Studi yang dilakukan oleh Ian F. Ferguson dan Bruce Vaughn
pada
Desember 2011 dalam tulisan “Trans Pacific Partnership Agreement”,
menjelaskan TPP secara umum serta tujuan dan kepentingan Amerika Serikat
bergabung dengan TPP. Studi tersebut juga menjelaskan mengenai bidang-bidang
yang menjadi fokus Amerika Serikat di perjanjian tersebut serperti produk
pertanian, kekayaan intelektual, lingkungan, buruh, dan sebagainya. Studi ini
sering di-cited oleh beberapa buku dan tulisan yang membahas mengenai Amerika
Serikat dan TPP.
Pada September 2012, Ian F. Ferguson juga melakukan penelitian dengan
William Cooper, Remy Jurenas, dan Brock R. William dalam tulisan “The Trans
Pacific Partnership Negotiations and Issues for Congress”. Studi ini membahas
TPP dalam beberapa hal serperti TPP dan kebijakan perdagangan Amerika
Serikat, TPP dan perjanjian perdagangan Asia Pasifik lainnya, TPP dan WTO, dan
sebagainya. Studi ini juga menjelaskan bagaimana hubungan perekonomian antara
11
Amerika Serikat dan negara TPP lainnya, bagaimana substansi dari negosiasinya,
area-area yang menjadi bahan negosiasi, dan bagaimana domestik merespon TPP
tersebut.
Studi lainnya dilakukan oleh Brock R. Williams pada Februari 2012 dengan
tulisannya ‘Trans Pacific Partnership (TPP) Countries: Comparative Trade and
Economic Analysis’. Studi ini menjelaskan kepentingan ekonomi Amerika Serikat
di Trans Pacific Partnership dengan memberikan analisis ekonomi komparatif
dari negara-negara yang sedang melakukan negosiasi dengan institusi tersebut.
Penelitian ini menganalisa kebijakan Amerika Serikat untuk memenuhi
kepentingan ekonominya di kawasan Asia Pasifik dengan menggunakan TPP
sebagai instrumen utamanya. Penelitian ini tentunya akan berbeda dengan
penelitian sebelumnya, di samping karena belum ada studi dan penelitian yang
membahas hal ini, studi ini bersifat deskriptif analitis dan menggunakan
perspektif neoliberal institusionalisme, teori comparative advantage, kepentingan
nasional, dan konsep kebijakan luar negeri.
E.
Kerangka Pemikiran
Untuk membantu membentuk kerangka berfikir yang akademis dalam
mendudukan dan menjawab masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian
ini menggunakan perspektif neoliberal institusionalisme, teori komparative
advantage, konsep kepentingan nasional, dan kebijakan luar negeri.
1.
Perspektif Neoliberal Institutionalisme
Perspektif neoliberal institusionalisme berusaha untuk menghilangkan
potensi-potensi konflik melalui institusi sebagai instrumen utamanya dengan
12
negara sebagai aktor utama. Institusi secara umum didefinisikan sebagai
seperangkat aturan dan praktek-praktek yang menetukan peran, memaksakan
tindakan, dan membentuk pengharapan (Keohane 1989:3). Menurut neoliberal
institusionalisme sifat dasar interaksi antara negara yakni kompetitif dan kadangkadang terjadi konflik tetapi lebih sering bersifat kerjasama pada bidang ekonomi
dan bidang-bidang lainnya (Keohane 1989:3).
Perspektif neoliberal institusionalisme mebantu menjelaskan bagaimana
peranan dari sebuah institusi sebagai wadah untuk menjalin kerjasama (Keohane
1989:2). Mengenai institusi ini, kaum neoliberal institusionalisme percaya akan
asumsi rasionalitas. Sehingga negara sebagai aktor utama yang rasional akan lebih
memilih bekerjasama daripada berkonflik, karena dengan bekerjasama mereka
saling mendapatkan keuntungan. Dengan adanya kerjasama tersebut, maka akan
tercipta interdependensi yang merupakan refleksi dari perdamaian.
Aktor rasional (individu maupun negara) diasumsikan bersifat atomistik,
mementingkan diri sendiri, dan rasional. Aktor akan mementingkan diri mereka
sendiri untuk memenuhi kepentingannya dan ia juga rasional yang mampu
membangun cara yang paling efektif dan efisien untuk mewujudkan kepentingan
mereka dalam kendala yang mereka hadapi (Burchill 1996:192). Dikarenakan
aktor rasional itu bersifat profit-seeking, maka ia akan melakukan kalkulasi
untung dan rugi dalam mengambil suatu kebijakan agar mengeluarkan kebijakan
yang mendapatkan keuntungan yang maksimal (Snidal 2002:75).
Sebagai pendekatan yang penuh dengan teori untuk menganalisa Hubungan
Internasional seperti yang telah penulis jabarkan di atas, teori ini menggunakan
beberapa asumsi, pertama, neoliberal institusionalisme menganggap negara sudah
dan masih menjadi aktor yang penting dalam Hubungan Internasional (Keohane
1989:1). Kedua, teori ini sangat menilai penting peranan dari institusi. Ketiga,
13
negara sebagai aktor yang utama merupakan aktor rasional. Keempat, perilaku
negara sebagai aktor utama dipengaruhi beberapa faktor seperti sistem
internasional, insentif, dan interdependensi (Keohane 1989:3).
2.
Teori Comparative Advantage
Teori comparative advantage berasal dari pemikiran dari David Ricardo
yang berargumen bahwa suatu negara akan mendapatkan keuntungan jika dapat
menghasilkan atau memproduksi sesuatu yang dibutuhkan secara efisien daripada
negara lain, dan akan mendapatkan keuntungan juga jika melakukan spesialisasi
dalam produksi dan menggunakan keuntungan dari spesialisasi tersebut untuk
membeli hal-hal yang diinginkan di tempat atau negara lain (Patrick Love dan
Lattimore Ralph 2009: 26). Kemampuan negara dalam memproduksi barang dan
jasa secara efisien (dengan harga yang murah) dapat menjadi faktor pendukung
untuk melakukan perdagangan (Burchill 1996: 73)
Menurut teori comparative advantage, perdagangan bebas bagaimanapun
adalah cara yang lebih damai untuk mencapai kekayaan nasional. Masing-masing
negara akan lebih baik secara ekonomi dengan melakukan perdagangan bebas
daripada negara tersebut berusaha untuk mandiri (tidak melakukan perdagangan)
dengan alasan nasionalisme (Burchill 1996: 63).
Perdagangan bebas juga akan menyatukan domestik dan menyatukan
berbagai individu-individu dalam satu komunitas. Hal ini dikarenakan hambatan
perdagangan telah mendistorsi persepsi dan hubungan antar individu sehingga
menyebabkan ketegangan internasional. Sedangkan perdagangan bebas akan
memperluas jangkauan dan mendorong pertemanan di tingkat internasional.
Menurut Kant, seperti yang dikutip Burchil (1996), perdagangan tanpa hambatan
14
antara bangsa di dunia akan menyatukan mereka dalam suatu kerjasama yang
damai. Demikian pula Ricardo percaya bahwa perdagangan bebas mengikat
negara dalam kebersamaan (h.63).
3.
Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional oleh kaum neoliberal berakar dari konsepsi
Adam Smith bahwa kebiasaan individu meraih kemakmuran sendiri merupakan
kondisi yang normal dalam kehidupan manusia. Lalu kepentingan masing-masing
individu tersebut terakumulasi menjadi satu yang kemudian dikenal dengan
kepentingan nasional. Kepentingan nasional itu juga menjadi dasar untuk
pembangunan kedamaian global, salah satunya dengan melakukan perdagangan
bebas (Burchill 2005:104).
Kaum Neoliberal Institusional juga mengadopsi pemahaman kaum realis
dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Kaum realis seperti Rosenau (2006)
menjelaskan bahwa kepentingan nasional juga dikenal dengan istilah national
honor, the public interest, dan the general will (h.247). Selain itu Holsti (1992)
menyatakan bahwa kepentingan nasional merupakan alat untuk menganalisis
tujuan dari kebijakan luar negeri suatu negara (h.168). Rosenau (2006) juga
menyatakan bahwa konsep ini digunakan sebagai alat analisa kebijakan luar
negeri dan sebagai instrumen tindakan politik internasional. Sebagai alat analisis,
Ia digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, atau mengevaluasi sumber
atau kecukupan kebijakan luar negeri suatu negara. Sebagai instrumen dari
tindakan politik internasional, ia berfungsi sebagai sarana membenarkan, mencela,
atau mengusulkan kebijakan (h.246).
15
Perbedaan mendasar antara kaum realis dan neoliberal dalam hal penerapan
kepentingan nasional. Kaum realis berasumsi bahwa aktor concern dalam hal
memaksimalkan relative gains mereka, yaitu keuntungan yang didapatkan negara
bersifat relatif, tergantung dari berapa besar kontribusi yang diberikan suatu
negara. Neoliberal Institusionalisme berasumsi bahwa dalam hal memenuhi
kepentingan nasional, aktor negara concern dalam hal memaksimalkan absolut
gains, yaitu keuntungan yang sama didapatkan oleh masing-masing negara dalam
suatu kerjasama (Burchill 2005: 122).
Keohane juga mengkritik pandangan kaum realis mengenai pemahaman
implementasi kepentingan nasional, terutama pandangan Morghentau yang
mengatakan bahwa kepentingan nasional lebih didahului daripada tujuan atau
kepentingan internasional. Menurutnya, Morghentau melihat kepentingan nasional
secara dangkal, tanpa memperhatikan efek dari tindakan aktor pada isu-isu atau
nilai-nilai lain, atau dengan cara yang lebih berpandangan jauh, dengan
mempertimbangkan dampak melanggar aturan dan norma-norma internasional
oleh tujuan negara lain. Hal yang terpenting adalah bagaimana kepentingan
didefinisikan,
dan
bagaimana
institusi
mempengaruhi
negara
untuk
mendefinisikan kepentingan mereka sendiri (Keohane 2005: 99-100).
4.
Kebijakan Luar Negeri
Secara umum, kebijakan luar negeri merupakan suatu upaya, perangkat
formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan,
dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional
(Yani, 2007:1). Kaum liberalis memberikan kontribusi dalam kebijakan luar
16
negeri untuk menjelaskan bagaimana individu, kekuatan sosial (kapitalisme dan
pasar), dan institusi politik bisa memberikan efek langsung kepada hubungan luar
negeri (Smith, Hadfield, dan Dunne 2008: 54).
Keohane seperti yang di kutip oleh Carlsnaes (2008) menjelaskan bahwa
pembuatan kebijakan luar negeri sebagai proses pembatasan pilihan pada negara
untuk bertindak secara rasional dan strategis, dimana pembatasan ini bukan dalam
hal kapabilitas power yang dihadapi negara di internasional, tetapi dalam hal
sistem anarkis yang menumbuhkan ketidakpastian. Oleh karena itu masalah
keamanan, harus tetap dipengaruhi oleh penciptaan rezim untuk memberikan
informasi dan aturan umum, sehingga mendorong kerjasama internasional
(h.121).
F.
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik
studi pustaka. Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2009), metode kualitatif merupakan
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah, yang
mana seorang peneliti diagggap sebagai instrumen kunci (h.9). Pendapat lain, Dr
Husaini Usman (2009) menyatakan bahwa alat pengumpul data atau instrumen
penelitian dalam metode kualitatif adalah peneliti. Jadi, seorang peneliti
merupakan key instrument dalam pengumpulan data dengan menggunakan teknik
pengumpulan data seperti obeservasi partisipasi, wawancara dan dokumentasi.
Penelitian Kualitatif pada dasarnya dilakukan dalam situasi yang wajar (natural
setting) dan data yang dikumpulkan juga berupa data yang umumnya bersifat
kualitatif (h.78).
Menurut Hendrarsono (2010), pada dasarnya proses
17
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif tidak bersifat kaku, melainkan selalu
disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Selain itu juga, hubungan antara peneliti
dengan yang diteliti bersifat interaktif dan tidak dapat dipisahkan (h.169).
Skripsi ini menggunakan data premier dari website resmi pemerintahan
Amerika Serikat, APEC, dan institusi-institusi lain yang penulis bahas dalam
penelitian ini. Selain itu, data dikumpulkan melalui wawancara dengan staf dan
senior analis APEC, Carlos Kuriyama, yang telah menerbitkan beberapa
penelitian, salah satunya the Mutual Usefulness between APEC and TPP,
kontributor analis di Peterston Institute for International Economic Prof. Peter A.
Petri yang telah mengeluarkan beberapa penelitian terkait TPP, salah satunya The
Trans Pacific Partnership and Asia-Pacific Integration: A Quantitative
Assessment, dan Kepala Temasek Foundation Centre for Trade & Negotiations of
Rajaratnam School of International Studies, Deborah K. Elms, yang telah
mengeluarkan puluhan tulisan terkait TPP.
Skripsi ini juga menggunakan data dari media-media internasional dan
lokal, jurnal-jurnal terkait yang telah penulis kumpulkan dari Information
Research Center kedutaan Amerika Serikat dan American Corner yang terdapat di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
G.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:
BAB I Pendahuluan
A. Pernyataan Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
18
E. Kerangka Pemikiran
1. Perspektif neoliberal Institutionalisme
2. Teori Comparatif Advantage
3. Kepentingan Nasional
4. Kebijakan Luar Negeri
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II. Perekonomian Amerika Serikat dan Keikutsertaannya di Trans
Pacific Partnership
A. Gambaran Amerika Serikat
B. Krisis Finansial 2007
C. Keikutsertaan Amerika Serikat di Trans Pacific Strategic Economic
Partnership
1. Krisis Ekonomi yang Disebabkan oleh Krisis Finansial
2. Potensi Asia Pasifik
3. Potensi Trans Pacific Strategic Economic Partnerhsip
4. Ketidakpuasan akan Kerjasama Global dan Bilateral
5. Pivot to Asia dan the Rise of China
BAB III. Trans Pacific Partnership
A. Sejarah Trans Pacific Partnership: Trans Pacific Strategic Economic
Partnership
B. Potensi Trans Pacific Partnership
1. Potensi Keanggotaan dan Perekonomiannya
2. Perjanjian Abad ke-21 dan Sindrom Noodle Bowl
C. Trans Pacific Partnership dan Asia Pacific Economic Cooperation
BAB IV. Kebijakan Amerika Serikat dalam Memenuhi Kepentingan
Ekonominya di Trans Pacific Partnerhsip Periode 2011-2013
A. Mengajukan Pembahasan terkait Kepentingan Nasional Amerika Serikat dalam
Agenda Negosiasi Trans Pacific Partnership 2011-2012
B. Menambah Keanggotaan TPP
1. Menawarkan Insentif yang dimiliki TPP Saat Menjadi Host Economy
APEC 2011
2. Mengundang Negara Lain untuk Bergabung dengan TPP
a. Korea Selatan
b. Indonesia
BAB V. Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT SERTA
KEIKUTSERTAANNYA DI TRANS PACIFIC PARTNERSHIP
Untuk mengetahui kebijakan Amerika Serikat dalam memenuhi kepentingan
ekonominya melalui Trans Pacific Partnership, maka perlu mengetahui keadaan
perekonomian Amerika Serikat beserta faktor yang menyebabkan negara ini
bergabung dengan kerjasama ekonomi tersebut. Bab ini akan menjelaskan
gambaran ekonomi Amerika Serikat, krisis finansial 2007, dan keikutsertaan
Amerika Serikat di Trans Pacific Partnership.
A.
Gambaran Perekonomian Amerika Serikat
Amerika
Serikat
merupakan
developed
country
yang
mempunyai
perekonomian terkuat di dunia. Data statistik yang dikeluarkan oleh Bank Dunia
menunjukkan bahwa sejak tahun 1980 hingga 2012, pendapatan nasional Amerika
Serikat secara konsisten berada di peringkat pertama sebagai negara dengan
pendapatan terbanyak di dunia dan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tidak
hanya itu, pendapatan negara yang berjumlah $15.684 M pada tahun 2012
tersebut besarnya hampir seperempat dari pendapatan semua negara. Jika dibagi
dengan jumlah penduduknya, maka pendapatan per kapita negara tersebut sebesar
$48.100, jauh di atas pendapatan perkapita rata-rata dunia yaitu $11.800 (Bank
2013: n.h).
19
20
Kekayaan Amerika Serikat tersebut juga di dukung dengan sumber daya
yang melimpah. Sumber daya manusia dan alam yang dimilikinya bisa
menjadikan negara ini sebagai negara produsen energi terbanyak di dunia, negara
yang mempunyai infrastruktur baik dan teknologi maju, dan negara yang
mempunyai produktivitas tinggi yang mampu menghasilkan barang dan jasa yang
bernilai $40 milyar perharinya (Friedman 2012:4).
Selain sumber daya berlimpah, kemakmuran yang dimiliki Amerika Serikat
juga didapati dari aktifitas perdagangan bebas yang sudah dilakukan sejak dahulu.
Seperti yang dijelaskan oleh the United States Trade Representative (USTR)
bahwa proses pembukaan pasar dunia dan perluasan perdagangan telah dimulai di
Amerika Serikat pada tahun 1934 dan berperan penting dalam perkembangan dan
kemakmuran Amerika Serikat (Office of the USTR 2013:n.h).
Perdana Menteri Amerika Serikat ke 47, Cordel Hull pada tahun 1948
pernah mengatakan bahwa perdagangan bebas:
“dovetailed with peace; high tariffs, trade barriers, and unfair
economic competition, with war. … If we could get a freer flow of
trade … freer in the sense of fewer discriminations and obstructions
… so that one country would not be deadly jealous of another and the
living standards of all countries might rise, thereby eliminating the
economic dissatisfaction that breeds war, we might have a reasonable
chance of lasting peace (Friedman 2012:117)”
"serupa dengan kedamaian; (sedangkan) tarif tinggi, hambatan
perdagangan, dan persaingan ekonomi yang tidak adil, (sama) dengan
perang. Jika kita bisa mendapatkan aliran bebas perdagangan... dalam
arti lebih sedikit diskriminasi dan penghalang... maka satu negara
tidak akan iri dengan (negara) lain dan standar hidup semua negara
bisa naik, sehingga menghilangkan ketidakpuasan ekonomi yang
21
menghasilkan perang, kita bisa memiliki kesempatan yang wajar
perdamaian abadi."
Pada tahun 1948 tersebut, Amerika Serikat beserta 22 negara lainnya
menandatangani General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang berisi
seperangkat aturan internasional yang secara signifikan mengurangi tarif dan
hambatan lain untuk arus perdagangan internasional. Pertemuan anggota GATT
terus dilakukan, dan anggota semakin bertambah dari masa ke masa, hingga tahun
1995 terciptalah World Trade Organization (WTO) di Jenewa, Swiss yang salah
satu wewenangnya adalah mengawasi kepatuhan negara anggota dengan
perjanjian perdagagan (Friedman 2012:117). Sehingga dengan demikian proses
GATT telah berkontribusi secara umum kepada perekonomian dunia dalam hal
aktivitas perdagangan dan penurunan tarifnya, secara khusus kepada kemakmuran
Amerika Serikat.
Gambar II.A. Ekspor Impor (Barang dan Jasa) Amerika Serikat
Ekspor
Impor
$3.000.000
$2.500.000
$2.000.000
$1.500.000
$1.000.000
$500.000
$1982 1985 1988 1991 1994 1997 2000 2003 2006 2009 2012
Sumber: World Trade Organization 2013
22
Gambar III.A menjelaskan bahwa, meskipun perdagangan Amerika Serikat
selalu defisit dari segi balance of tradenya, namun terus mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Awalnya total ekspornya dari tahun 1982 - 1988 masih di bawah
$500 milyar, di tahun 2012 sudah berada di atas $2 Triliun. Sedangkan untuk
impor, tahun 1982 – 1985 masih berada di bawah $500, di tahun 2012 sudah
melebihi $2,5 Triliun. Sehingga dengan perdagangan yang terbuka, dinamis,
kompetitif, dan nilai perdagangan yang sebesar itu tidak hanya menjadikan
Amerika Serikat sebagai negara perekonomian terbesar di dunia, tetapi juga
negara ekportir dan importir terbesar di dunia yang selalu menjadi pilihan terbaik
untuk melakukan bisnis dan investasi (Office of the USTR 2013:n.h).
Total perdagangan dengan jumlah sebesar itu tentunya membawa benefit
yang banyak bagi Amerika Serikat. USTR (2013) menjelaskan bahwa kegiatan
ekspor dan impor telah membuka 9,8 juta lapangan pekerjaan, mermberikan
pekerjaan yang lebih produktif dengan standar gaji tinggi, memperbanyak jenis
produk untuk konsumen dan bisnis, dan mendorong investasi dan pertumbuhan
ekonomi yang lebih cepat (Office of the USTR 2013: n.h)..
B.
Krisis Finansial 2007
Perekonomian Amerika Serikat yang kuat, tidak menjamin negaranya bisa
bebas dari krisis. Bermula dari tahun 2007, Amerika Serikat dan dunia
menghadapi krisis finansial global. Banyak pendapat mengenai penyebab
terjadinya krisis finansial tersebut seperti housing bubble di Amerika Serikat,
lembaga penyalur kredit rumah Amerika Serikat yang tidak bijaksana dan tidak
transparan, ketidakseimbangan global, black swan theory, dan berbagai pendapat
23
lainnya (Jickling 2009:5-10). Namun dari sekian literatur yang ada, krisis finansial
tersebut memang berakar dari Amerika Serikat.
Krisis bermula di saat banyaknya muncul bisnis subprime mortgage dalam
bentuk properti pada tahun 2000-an. Subprime mortgage merupakan kebalikan
dari prime mortgage, yaitu pemberian kredit kepada nasabah atau konsumen yang
memiliki sejarah kredit yang buruk atau belum memiliki sejarah kredit sama
sekali, sehingga digolongkan sebagai kredit yang berisiko tinggi. Penyaluran
subprime mortgage di AS mengalami peningkatan pesat yakni sebesar US$ 200
miliar pada 2002 menjadi US$ 500 miliar pada 2005 (Qomariah 2009:n.h). Dilihat
dari peningkatan tersebut, tentunya terdapat banyak properti dan lembaga
penyalur properti di Amerika Serikat saat itu, sehingga berbagai cara dilakukan
para penyalur untuk memasarkan produk tersebut, salah satu yang terkenal adalah
‘produk 2/28’.
Produk 2/28 ini memiliki fitur fix rate pada dua tahun pertama dan akan
berubah pada akhir tahun kedua menjadi adjustable rate untuk 26 tahun sisa
kreditnya. Pada saat suku bunga kredit berubah, pembayaran bulanan konsumen
dapat meningkat secara drastis. Hal ini menyebabkan konsumen yang memang
kurang layak kredit mengalami kesusahan membayar cicilan, dan kemudian gagal
bayar atau default (Kusuma 2007:n.h).
Gagal bayar konsumen tersebut memicu terjadinya krisis finansial global,
hal ini dikarenakan subprime mortgage melibatkan banyak lembaga investasi dan
investor dengan melakukan skema sekuritisasi yang rumit. Seperti yang dijelaskan
John Marshall (2009) setelah penyalur subprime mortgage menjual properti ke
24
konsumen, penyalur melakukan sekuritisasi dengan menjual surat kredit ke
mortgage bank. Lalu mortgage bank membuat obligasi yang bisa dijual ke bank
investasi. Kemudian bank investasi menggabungkan beberapa obligasi dan
menjadikanya Mortgage-Backed Security (MBS) agar bisa di jual ke pasar dan
dibeli oleh berbagai lembaga investasi dan investor di seluruh dunia (termasuk
bank komersial, perusahaan asuransi, dan individu). Tidak hanya itu, MBS
tersebut juga didaftarkan kedalam lembaga pemeringkat kredit dan memberi 80%
MBS yang ada dengan grade AAA (tingkat kredit peringkat tertinggi) sehingga
wajar jika banyak investor yang tertarik bermain dipasar subprime mortgage.
Investor MBS akan mendapatkan keuntungan berupa bunga yang dibayarkan oleh
konsumen dan dijamin oleh bank investasi, jika mengalami default, investor akan
tetap mendapatkan agunan yang nantinya bisa kembali di jual dengan harga yang
tinggi (h.15-7).
Namun gagal bayar yang berujung kepada penyitaan rumah yang terjadi
pada subprime mortgage Amerika Serikat pada tahun 2007 itu terjadi terjadi
secara massive. RealtyTrac melaporkan bahwa pada tahun 2007 terdapat
2.203.295 pengajuan penyitaan rumah, meningkat sebanyak 75% dari tahun 2006
(White 2008:n.h). Gagal bayar dan penyitaan tersebut tentunya membuat nilai
properti di Amerika Serikat turun drastis, karena tingginya penawaran dan
sedikitnya permintaan. Selain itu, gagal bayar masal ini juga membuat perusahaan
yang terlibat dalam subprime mortgage, baik perusahaan asuransi, bank komersial
maupun bank investasi mengalami kerugian. Beberapa bank Amerika Serikat
yang mengalami kerugian diantaranya Citigroup, Merrill Lynch, Morgan Stanley,
25
Bank of Amerika, Lehman Brothers, JPMorgan Chase, dan sebagainya.
Sedangkan bank diluar Amerika Serikat yang mengalami kerugian adalah BNP
Paribas Perancis, USB Swiss, HSBC Inggris, Deutsche Bank Jerman, Mizuho
Financial Group Jepang, Fortis Belgia, ICIC India, ICBC Cina dan sebagainya
(BBC News 2008:n.h).
Muhammad Rumi Arrafat (2009) menjelaskan kerugian yang dialami oleh
perusahaan-perusahaan tersebut, pada kenyataannya tidak hanya mempengaruhi
pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan subprime mortgage, namun juga
pihak-pihak yang tidak mempunyai kaitan secara langusng. Investor mengalami
kepanikan karena dipicu oleh penurunan harga saham bank atau lembaga besar
lainnya yang terkena imbas subprime mortgage. Penurunan tersebut dilihat
investor bahwa perusahaan-perusahaan raksasa dan pasar modal Amerika Serikat
sedang mengalami permasalahan serius. Sebagai tindakan rasional, para investor
berlomba-lomba untuk menarik dananya dari pasar modal untuk menghindari
kerugian.
Prilaku
investor-investor
yang
menarik
dananya
tentu
saja
menyebabkan kekeringan likuiditas di pasar modal dan krisis finansial terjadi
(Arrafat 2009: 48).
Bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve (FED) telah beberapa
kali mengeluarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga. Seperti
yang dilaporkan media Amerika Serikat bahwa pemerintahnya menurukan suku
bunga menjadi 4,75% pada Agustus 2007 (Edmund et al 2007: n.h). Pemotongan
suku bunga tersebut terus dilakukan oleh Amerika Serikat untuk mendorong
aktifitas ekonomi, hingga 1,5% pada Oktober 2008 (Isidore 2008: n.h). Selain
26
memotong suku bunga, pemerintah Amerika Serikat juga menyuntikkan banyak
dana ke pasar modal dan menyelamatkan beberapa perusahaan raksasa Amerika
Serikat dari kebangkrutan (Qomariah 2009: n.h). Hal tersebut menggambarkan
betapa parahnya keadaan finansial negara perekonomian terkuat di dunia tersebut.
C.
Keikutsertaan Amerika Serikat di Trans Pacific Strategic Economic
Partnership
Di saat Amerika Serikat masih menghadapi gejolak finansial di negaranya,
pada 4 February 2008 pejabat USTR mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan
berusaha untuk bergabung dengan sebuah kerjasama perdagangan bebas yang
dikenal dengan Trans Pacific Strategic Economic Partnership (TPSEP) (Office of
the USTR 2008:n.h). Amerika Serikat adalah negara kawasan Asia Pasifik
pertama yang ingin bergabung dengan kerjasama ekonomi yang memang dibuat
untuk negara-negara kawasan tersebut. Beberapa bulan kemudian, negara-negara
lain di kawasan pun ingin bergabung dengan kerjasama ekonomi tersebut, dan
TPSEP pun bertransformasi menjadi TPP. Awalnya TPSEP hanya beranggotakan
Singapura, Selandia Baru, Chili, dan Brunei Darussalam, dan bertransformasi
menjadi TPP dengan tambahan anggota Amerika Serikat, Malaysia, Vietnam,
Australia, dan Peru hingga tahun 2010. TPP saat ini masih berada dalam proses
negosiasi.
Terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi Amerika Serikat untuk
bergabung dengan TPP, yaitu:
1.
Krisis Ekonomi yang Disebabkan oleh Krisis Finansial
Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa Amerika Serikat
menghadapi permasalahan finansial serius yang bermula pada tahun 2007.
27
Gejolak keuangan ini telah menyinggung kepentingan nasional mendasar bagi
negara tersebut terutama dalam hal keamanan ekonomi yang dampaknya tidak
hanya disektor finansial saja, tertapi juga pada ekspor dan impor, tingkat
pertumbuhan pengangguran, dan pendapatan serta pengeluaran pemerintah (Nanto
2009:3). Selain itu juga terjadi resesi di Amerika Serikat seperti yang
digambarkan oleh Gambar I.A (BAB I) bahwa GDP Amerika Serikat yang
awalnya berjumlah $14.720 milyar pada tahun 2008 menurun menjadi $14.418
pada tahun 2009.
Krisis finansial juga menyebabkan bangkrutnya perusahaan-perusahaan
raksasa Amerika Serikat, tentunya membuat banyak pegawainya kehilangan
pekerjaan, melemahnya nilai mata uang Amerika Serikat yang juga mata uang
perdagangan
internasional
membuat
berkurangnya
kegiatan
perdagangan
internasional, sehingga mengurangi pemasukan negara. Seperti yang diwartakan
oleh New York Post (2012) bahwa krisis finansial telah membuat Amerika Serikat
kehilangan setidaknya $12,8 Triliun perekonomiannya dengan 23,1 juta
pengangguran, $19 Triliun jumlah kekayaan negara, dan 46,2 Juta masyarakat
berada di bawah garis kemiskinan (Kennan 2012: n.h).
Untuk menghadapi krisis tersebut, pemerintah Amerika Serikat telah
mengeluarkan beberapa kebijakan moneter, seperti menurunkan suku bunga,
menyuntikkan dana ke pasar modal, menyelamatkan bank-bank besar dari
kebangkrutan, dan sebagainya (BBC News 2009: n.h). Namun Amerika Serikat
juga perlu menyelesaikan permasalahan yang diakibatkan oleh krisis finansial
tersebut seperti pengangguran dan perdagangan internasional. Salah satu cara
28
yang bisa dilakukan oleh negara tersebut adalah dengan melakukan kerjasama
perdangangan
dengan
negara
lainnya
untuk
mendorong
perekonomian,
meningkatkan perdagangan, dan menambah lapangan pekerjaan. Seperti yang
dijelaskan oleh pejabat USTR saat itu Susan Schwab:
“We make this announcement... at a time when attention is focused on the
challenges confronting the financial markets and our economy. The
Administration is taking extraordinary measures to address these challenges
and will continue to act to strengthen and stabilize the financial markets.
Meanwhile, we have an opportunity to build on one of the strengths of our
economy... Robust international trade is crucial to the health of the U.S.
economy, particularly during the uncertain times we are experiencing.”
"Kami membuat pengumuman ini (bergabungnya Amerika Serikat ke
TPSEP)... pada saat perhatian difokuskan pada tantangan yang dihadapi
pasar keuangan dan perekonomian kami. Administrasi (negara) mengambil
langkah-langkah yang luar biasa untuk mengatasi tantangan ini dan akan
terus bertindak untuk memperkuat dan menstabilkan pasar keuangan.
Sementara itu, kami (USTR) memiliki kesempatan untuk membangun salah
satu kekuatan ekonomi kami... Perdagangan internasional yang kuat sangat
penting untuk kesehatan ekonomi Amerika Serikat, terutama selama masa
yang tidak menentu yang kami alami. ]"
2.
Potensi Asia Pasifik dan Trans Pacific Economic Strategic Partnership
TPSEP merupakan kerjasama ekonomi yang akan beroperasi dikawasan
Asia Pasifik. Sementara kawasan ini merupakan kawasan dengan perekonomian
yang dinamis di dunia. Seperti yang dijelaskan oleh USTR pada tahun 2008 dalam
sebuah press realese untuk memberitakan kepada media dan masyarakatnya
mengenai bergabungnya Amerika Serikat dengan TPSEP, potensi perekonomian
yang ada di Asia Pasifik menjadi alasan negara tersebut untuk bergabung.
29
USTR menjelaskan bahwa kawasan Asia Pasifik merupakan pendorong
utama pertumbuhan ekonomi global, yang mewakili hampir 60 persen dari GDP
global dan sekitar 50 persen dari perdagangan internasional. Tingkat rata-rata
pertumbuhan GDP di negara-negara berkembang pesat dan dinamis di kawasan
ini dengan 5,1 persen pada 2006, dibandingkan dengan rata-rata dunia 3,9 persen.
Sejak tahun 1990, total perdagangan barang Asia Pasifik telah meningkat sebesar
300 persen, sedangkan investasi global di wilayah ini telah meningkat lebih dari
400 persen. Perdagangan barang dan jasa Amerika Serikat dengan kawasan ini
melebihi $2 triliun pada 2006, lebih dari dua kali lipat dalam 12 tahun terakhir.
Arus investasi antara Amerika Serikat dan negara-negara Asia Pasifik juga
substansial, foreign direct investment Amerika Serikat di kawasan ini mencapai
$774 milyar pada tahun 2006, naik 10 persen dibanding tahun sebelumnya,
sementara foreign direct investment Asia Pasifik di Amerika Serikat mencapai $
424 miliar, meningkat 8 persen dari tahun 2005 (Sean Spicer dan Gretchen
Hamel 2008:n.h)
Konsep yang ditawarkan oleh TPSEP seperti the 21 century atau high
standard agreement yang disertai dengan keanggotaan yang bersifat ekspansif
terutama bagi negara kawasan Asia Pasifik bahkan di luar kawasan, tentunya
membuat Amerika Serikat tertarik untuk bergabung dengan kerjasama ekonomi
ini. Terlebih lagi ini berkaitan dengan perekonomian bebas yang sejalan dengan
kepentingan nasional Amerika Serikat. Seperti yang dijelaskan oleh Susan
Schwab:
“We are particularly interested in this high-standard agreement
potentially serving as a vehicle for advancing trade and investment
30
liberalization and integration across the Trans pacific region and
perhaps beyond. Ultimately, the objective is to expand the
membership of the Agreement to other nations that share our vision of
free and fair trade (Office of the USTR 2008: n.h).”
“Kami sangat tertarik dalam perjanjian high standard (ini) yang
berpotensi berfungsi sebagai kendaraan untuk memajukan liberalisasi
perdagangan dan investasi, dan integrasi di seluruh wilayah trans
pasifik dan mungkin di luar (kawasan). Pada akhirnya, tujuannya
adalah untuk memperluas keanggotaan perjanjian ke negara-negara
lain yang berbagi visi kami perdagangan bebas dan adil.”
3.
Ketidakpuasan akan Kerjasama Global dan Bilateral
Amerika Serikat telah bergabung dengan kerjasama ekonomi global, World
Trade Organization (WTO) sejak organisasi ini berdiri pada 1 Januari 1995. WTO
adalah organisasi yang mendorong liberalisasi perdagangan dan memonitor 159
negara anggotanya agar menaati peraturan perdagangan internasional. WTO juga
merupakan wadah untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan, pembukaan
perdagangan, dan penyelesaikan sengketa perdagangan internasional (WTO
2013:n.h).
Pada tahun 2001, WTO melansir sebuah negosiasi perdagangan bebas yang
bernama Doha Developement Agenda (DDA) yang bertujuan untuk mereformasi
sistem perdagangan internasional melalui pengenalan hambatan perdagangan yang
lebih rendah dan pengkajian ulang aturan perdagangan. Program kerja ini
mencakup 20 bidang perdagangan. Perjanjian yang buat saat konferensi WTO
keempat di Doha Qatar ini awalnya direncanakan akan terealisasi pada tanggal 1
Januari 2005, namun tidak berjalan sesuai rencana (WTO 2013:n.h). Kemudian
31
menargetkan lagi pada tahun 2006. Namun, hingga 2012 DDA tidak memberikan
hasil dan proses negosiasinya telah mengalami kegagalan (Gordon 2012:n.h).
Karena kegagalan tersebut, Amerika Serikat mencoba menjalin kerjasama
perdagangan bilateral dengan Panama, Kolombia, dan Korea Selatan (Gordon
2012:n.h) yang akhirnya terealisasi pada tahun 2011 (Office of the USTR
2013:n.h). Selain dengan tiga negara tersebut, Amerika Serikat sudah memiliki
kerjasama bilateral dengan 17 negara lainnya yaitu Australia, Bahrain, Kanada,
Chile, Costa Rica, Republik Dominican, El Salvador, Guatemala, Honduras,
Israel, Jordania, Meksiko, Maroko, Nicaragua, Oman, Peru, dan Singapore.
Ditambah Korea Selatan, Kolombia, dan Panama pada tahun 2011. Namun
ternyata pendekatan bilateral juga tidak bisa menawarkan banyak keuntungan
(Gordon 2012:n.h). Hal ini disebabkan negara masih memberikan beberapa
hambatan perdagangan kepada Amerika Serikat.
Dikarenakan kegagalan negosiasi organisasi yang berskala global (WTO)
dengan Doha Development Agenda dan tidak maksimalnya keuntungan yang bisa
didapatkan Amerika Serikat dengan melakukan kerjasama perdagangan bilateral,
maka Amerika Serikat pun perlu bergabung dengan institusi yang tidak seluas
WTO dan sesempit bilateral.
4.
Pivot to Asia dan the Rise of China
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya kebangkitan Cina adalah sebuah
fenomena internasional. Cina dengan beberapa kebijakannya lambat laun
membangun perekonomiannya. Dimulai dengan kebijakan Open Door Policy
yang dikeluarkan pada masa Deng Xiaoping, yaitu keterbukaan Cina dalam hal
32
perekonomian dengan dua kebijakan utamanya keterbukaan terhadap investasi
asing serta pembukaan institusi-institusi tertentu secara nation wide (Galbraith
dan Lu 2000:9). Alhasil, Cina bisa menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi
tertinggi di dunia. Seperti yang digambarkan oleh gambar III.C.4, pendapatan
Cina dari tahun ke tahun meningkat tinggi. Sebelum tahun 1998, pendapatan Cina
masih berada di bawah $1.000 milyar, sedangkan pada tahun 2012 sudah melebihi
$8.000 milyar.
Gambar III.C.4. Gross Domestic Product Cina
$9.000
$8.000
$7.000
$6.000
$5.000
$4.000
$3.000
$2.000
$1.000
1960
1962
1964
1966
1968
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
$-
Sumber: World Bank 2013
Untuk memacu pertumbuhan ekonominya, Cina juga melakukan kerjasama
perdagangan, tidak terkecuali dengan negara-negara Asia. Cina sudah terhubung
dengan beberapa perdagangan di regional Asia seperti Northeast Asia Free Trade
33
Area antara Cina, Korea Selatan, dan Jepang, dan Association of South East Asian
Nations (ASEAN) + 3 yang terdiri dari 10 negara ASEAN (Indonesia, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Thailand, Myanmar, Filipina, Kamboja, Laos, dan Brunei
Darussalam), dan ASEAN + 6 yang beranggotakan negara ASEAN+3 beserta
India, Selandia Baru, dan Australia (5-6). Sehingga Cina memiliki peran penting
di kawasan Asia.
Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan Pivot to Asia, dengan perspektif
bahwa pusat gravitasi kebijakan luar negeri, ekonomi, dan militer bergeser ke
kawasan Asia Pasifik. Salah satu alasannya adalah untuk penyeimbang
kebangkitan dan pengaruh Cina tersebut (Fergusson dan Vaughn 2011:8), dan
dalam bidang ekonomi, Amerika Serikat menjadikan TPSEP/TPP sebagai
instrumennya.
BAB III
TRANS PACIFIC PARTNERSHIP
Untuk mengetahui kebijakan Amerika Serikat dalam memenuhi kepentingan
ekonominya di kawasan Asia Pasifik melalui Trans Pacific Partnership (TPP),
maka penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan TPP. Mulai dari latar
belakang, struktur, instrumen, dan sebagainya. Bab ini akan membahas mengenai
alat yang dijadikan oleh Amerika Serikat untuk memenuhi kepentingan
ekonominya tersebut (TPP).
A.
Sejarah Trans Pacific Partnership: Trans Pacific Strategic Economic
Partnership
TPP merupakan negosiasi perdagangan yang bermula dari perjanjian
perdaganan khusus yang bernama Trans Pacific Strategic Economic Partnerhsip
(TPSEP). Dalam sela-sela pertemuan sebuah forum ekonomi antara dua puluh
satu negara di kawasan Asia Pasifik yang bernama Asia Pasific Economic
Cooperation (APEC) pada tahun 1990-an, lima negara yaitu Amerika Serikat,
Australia, Singapura, Chili, dan Selandia Baru mengadakan diskusi informal yang
disebut ‘Pacific 5 – P5’, untuk mendiskusikan kemungkinan mekanisme
penciptaan perjanjian perdagangan baru antara negara-negara tersebut (Elms dan
Lim 2012:1). Namun, Amerika Serikat dan Australia saat itu tidak antusias dalam
pembicaraan tersebut, sehingga akhirnya pembicaraan hanya dilanjutkan oleh
34
35
Singapura, Chili, dan Selandia Baru (Elms 2009:4), yang dijuluki sebagai negara
P3.
Negara P3 terus berdiskusi mengenai kemungkinan melakukan kerjasama
ekonomi tersebut. Pada pertemuan APEC tahun 2002 di Meksiko, mereka (P3)
mengumumkan kepada semua negara anggota APEC mengenai intensinya untuk
membuat suatu perjanjian perdagangan khusus. Setelah itu, mereka pun mulai
melakukan negosiasi perdagangan.
Negosiasi antara negara P3 pun mulai dilakukan, baik pertemuan khusus
maupun disela-sela pertemuan APEC. Dari tahun 2003 hingga tahun 2005, P3
sudah melakukan empat kali pertemuan (Elms dan Lim 2012:1). Di tengah
perjalanan negosiasi, tepatnya pada negosiasi ke 5 pada tahun 2004, Brunei
Darussalam meminta untuk bergabung dalam proses negosiasi dengan maksud
ingin menjadi anggota pertama dalam perjanjian tersebut (Foreign Affairs and
Trade of New Zealand 2012:n.h)
Proses negosiasi tersebut akhirnya mencapai resolusi dan diumumkan pada
pertemuan menteri perdagangan APEC tahun 2005 di Korea Selatan oleh negara
P4 yaitu Singapura, Chili, Selandia Baru dan Brunei Darussalam (Foreign Affairs
and Trade of New Zealand 2012:n.h). Perjanjian TPSEP dibuat dalam 20 bab
perjanjian yang didampingi dengan dua nota kesepahaman (MoU) mengenai
kerjasama lingkungan dan tenaga kerja. Namun, meskipun MoU lingkungan dan
tenaga kerja diumumkan sebagai dokumen terpisah dari TPSEP, negara manapun
yang keluar dari salah satu dari tiga perjanjian tersebut, secara otomatis keluar
dari dua lainnya (Elms dan Lim 2012:1-2).
36
Saat negara P4 mengumumkan mengenai TPSEP dan 2 MoU tersebut,
mereka tidak langsung meratifikasinya saat itu juga. Penandatangan kerjasama
tersebut dilakukan pada 18 Juli 2005 oleh Chili, Selandia Baru dan Singapura,
disusul
oleh
Brunei
Darussalam
pada
2
Agustus
2005.
Sementara
pemberlakukannya pada tanggal 1 Mei 2006 bagi Selandia Baru dan Singapura,
tanggal 8 November 2006 bagi Chili, sedangkan Brunei menerapkan perjanjian
tersebut secara parsial pada 12 Juni 2006 dan secara penuh pada 12 Juli 2009
(Kuriyama 2011:5).
Mengenai tujuan dibentuknya kerjasama ini, menurut pasal 1.1 perjanjian
TPSEP (2005), perjanjian ini berdasarkan kepada kepentingan bersama untuk
memperdalam hubungan dalam berbagai bidang, diantaranya keuangan, teknologi,
pendidikan, ekonomi dan kerjasama lapangan. Namun, tidak terbatas kepada
bidang-bidang itu saja karena juga dapat diperluas ke bidang lainnya. Sehingga
dengan demikian, setiap negara anggota juga berupaya mendukung proses
liberalisasi APEC secara konsisten dengan melakukan perdagangan dan investasi
yang bebas dan terbuka.
Secara spesifik pasal 1.1 menjelaskan bahwa TPSEP ini bertujuan untuk:
1. Mendorong ekspansi dan diversifikasi perdagangan di antara wilayah
masing-masing;
2. Menghilangkan hambatan perdagangan dan memfasilitasi pergerakan
lintas batas barang dan jasa antara wilayah;
3. Mendorong persaingan sehat di area perdagangan bebas;
4. Meningkatkan secara substansial peluang investasi antar wilayah;
37
5. Memberikan
perlindungan
yang
memadai
dan
efektif,
serta
menegakkan hak kekayaan intelektual di wilayah masing-masing
pihak;
6. Menciptakan
mekanisme
yang
efektif
untuk
mencegah
dan
menyelesaikan sengketa perdagangan (h.1-1).
TPSEP adalah perjanjian perdagangan bebas pertama yang menghubungkan
Asia, Pasifik, dan Amerika Latin. Brunei Darussalam dan Singapura yang berada
di Asia, Selandia Baru yang berada di Pasifik, dan Chili yang berada di Amerika
Latin dihubungkan secara perdagangan oleh TPSEP tersebut.
Selain keragaman geografis, perjanjian ini juga mempunyai cakupan yang
luas. Hal ini dikarenakan perjanjian ini meliberalisasikan hampir semua produk
barang, termasuk produk kebutuhan pokok. Hingga akhirnya pada tahun 2017, P4
harus benar-benar menjadikan tarif mereka menjadi nol pada semua barang,
kecuali Brunei Darussalam dalam beberapa produk (Lewis 2010:31-32).
Selain itu perjanjian ini juga merespon permasalahan-permasalahan baru
yang terkait dengan perdaganan internasional, sehingga perjanjian ini sering
disebut dengan perjanjian High Level dan atau 21 Century. Akan terus ada
pembahasan lanjutan terkait isu-isu perdangan. Misalnya, pada perjanjian TPSEP
bab 20 pasal 20.1 dan 20.2 mengatakan bahwa tidak lebih dari 2 tahun setelah
TPSEP diberlakukan, negara anggota harus melakukan negosiasi lanjutan terkait
investasi dan layanan finansial. Dengan demikian, sudah dapat dipastikan bahwa
negara P4 akan terus melakukan pembahasan dan perundingan lanjutan sebelum
38
tahun 2009 dan tentunya hal ini membuat TPSEP menjadi perjanjian perdagangan
yang akan terus mengalami perkembangan.
Secara institusi, TPSEP membuat suatu badan yang bernama Trans pacific
Strategic Economic Partnership Commission sebagai badan utama yang
bertanggung jawab atas administrasi perjanjian. Komisi ini dapat membuat
pertemuan di tingkat menteri atau pejabat senior yang didelegasikan oleh negara
anggota. Menurut Pasal 17.2, Komisi ini mengawasi kerja komite dan kelompok
kerja yang dibentuk di bawah TPSEP. Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa
komisi bertanggung jawab atas setiap hal yang berkaitan dengan implementasi
perjanjian, penelaahan kesepakatan, pertimbangan jika terdapat proposal untuk
melakukan amandemen, menentukan langkah-langkah untuk melakukan ekspansi
perdagangan dan investasi antara negara anggota dan mengidentifikasi area
kerjasama komersial, industri dan teknis, serta mempertimbangkan segala hal
yang dapat mempengaruhi operasi perjanjian.
Sehingga berdasarkan kepada penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan
bahwasanya TPSEP merupakan perjanjian perdagangan bebas yang diprakarsai
dan berlaku bagi negara P4. Perjanjian ini menggunakan kerjasama dan
perdagangan bebas dalam berbagai bidang, serta beberapa regulasi sebagai
instrumennya. Selain itu, penandatanganan TPSEP ini juga dibarengi dengan
ratifikasi dua nota kesepahaman terkait kerjasama lingkungan dan tenaga kerja.
Walaupun TPSEP ini terkesan fleksibel, namun ia mempunyai badan dan komite
yang memastikan implementasi perjanjian.
39
Terbentuknya TPSEP dan berjalannya perjanjian perdagangan bebas antara
negara trans pasifik ini ternyata berhasil menarik intensi negara lain untuk
bergabung. Apalagi TPSEP bersifat ekspansif secara keanggotan, berdasarkan
kepada bab 20 pasal 20.6 yang mengatur mengenai aksesi, menyatakan bahwa
aksesi perjanjian ini terbuka atas persetujuan anggota, untuk negara anggota
APEC ataupun negara lainnya (h.20.1-20.3). Sehingga selain negara P4, terlebih
lagi negara APEC, berkesempatan besar untuk bisa bergabung dengan perjanjian
ini.
Amerika Serikat adalah negara anggota APEC pertama yang menyatakan
intensinya untuk bergabung dengan TPSEP. Keinginan Amerika Serikat tersebut
disampaikan pada 4 February 2008 oleh pejabat United States Trade
Representative (USTR) Susan Schwab yang berada di bawah kepemimpunan
George W Bush. USTR mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan berusaha
untuk bergabung kembali dengan negara P4, dan ingin mengikuti negosiasi
lanjutan TPSEP tentang investasi dan layanan finansial (Office of the USTR
2008:n.h).
Analis, pengamat, dan para pengambil keputusan umumnya percaya bahwa
Amerika Serikat bisa menjadi katalisator bagi negara Asia Pasifik untuk
bergabung dengan TPSEP (Verguson dan Vaughn 2009:1). Hal itu terbukti
dengan adanya beberapa negara APEC lainnya yang menyatakan intensinya untuk
bergabung dengan perjanjian ini beberapa bulan setelah bergabungnya Amerika
Serikat. Australia dan Peru mengumumkan keinginannya untuk bergabung pada
November 2008, dan Vietnam juga mendaftarkan dirinya sebagai observer dalam
40
perjanjian tersebut (Kuriyama:5). Akhirnya negara P4 pun berkembang menjadi
negara P7, dengan tambahan Amerika Serikat, Australia, Peru, dan Vietnam.
Negara P7 merancanakan untuk memulai proses negosiasi pada Maret 2009.
Namun, dikarenakan terjadi peralihan pemerintahan di Amerika Serikat dari
presiden George W. Bush ke Barack H. Obama, maka negara tersebut meminta
proses negosiasi di undur (Evenett, Mikic, dan Ratnayake 2009:144). Hingga
akhirnya proses negosiasi TPSEP dengan jumlah anggota yang baru dimulai pada
15-19 Maret 2010 di Australia (Foreign Affair and Trade of New Zealand
2012:n.h).
Proses negosiasi lanjutan TPSEP dengan jumlah negara anggota baru inilah
yang dikenal dengan sebutan Trans pacific Partnership (TPP) (Kuriyama:6).
Selama proses negoasiasi berjalan, TPP pun masih bisa menampung keanggotaan
baru. Seperti Malaysia yang bergabung dalam proses negosiasi ke tiga yang
diadakan di Brunei Darussalam pada 5-8 Oktober 2010 (Frangos dan Willamsom
2010:n.h).
B.
Potensi Trans Pacific Partnership
Secara umum, perjanjian perdagangan bebas mempunyai tujuan yang sama
diantaranya penghapusan tarif dan hambatan perdagangan lainya (Glodstein dan
Pevehouse 2009:297).
Manfaat perjanjian perdagangan bebas ini diantaranya
meningkatkan perdagangan, konsumen mendapatkan barang atau jasa dengan
biaya yang murah, dan meningkatkan investasi asing (Glodstein dan Pevehouse
2009:314). Namun TPP mempinyai distingsi tersendiri, jika dilihat dari potensi
yang dimilikinya. Adapun potensi TPP adalah:
41
1.
Potensi Keanggotaan dan Perekonomian
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa berdasarkan kepada bab
20 pasal 20.6 TPSEP mengenai aksesi, keanggotaan TPSEP terbuka bagi negara
lain terutama negara anggota APEC. TPSEP pun bertranformasi menjadi TPP
dengan bergabungnya satu persatu negara anggota APEC dari tahun 2008 hingga
2011, dimulai dari Amerika Serikat, Australia, Peru, Vietnam, dan Malaysia.
Sehingga dengan sifat TPP yang ekspansif dari segi keanggotaan, tidak menutup
kemungkinan bahwa keanggotaan TPP akan semakin bertambah dan semua
negara anggota APEC bergabung dengan perjanjian perdangan tersebut.
APEC adalah forum ekonomi yang beranggotakan dua puluh satu negara
yang berada di kawasan Asia Pasifik. Kedua puluh satu negara anggota APEC itu
adalah Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, Cina, Hong Kong, Indonesia,
Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru,
Filipina, Rusia, Singapura, Taipei, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam (Asia
Pacific Economic Cooperation 2013:n.h). Hingga tahun 2011, 9 dari 21 negara di
kawasan Asia Pasifik sudah bergabung dengan TPP.
Jika jumlah negara anggota yang berpartisipasi dalam negosiasi TPP
bertambah, maka potensi perekonomiannya juga bertambah. Apalagi kawasan
Asia Pasifik yang merupakan kawasan dari anggota APEC tersebut merupakan
wilayah yang perekonomiannya paling dinamis di seluruh dunia (Asia Pacific
Economic Cooperation 2013:n.h), seperti yang digambarkan oleh tabel II.B.1.
42
Tabel III.B.1. Data Statistik Perekonomian 21 Negara Anggota APEC 2012
Nama Negara
Amerika Serikat
Pendapatan Nasional
($ Juta)
Persentase
kenaikan GDP
Populasi
(juta jiwa)
15.684.800
2,20%
313,9
Cina
8.227.103
7,80%
1350,7
Jepang
5.959.718
1,90%
127,6
Rusia
2.014.775
3,40%
143,5
Kanada
1.821.424
1,70%
34,9
Australia
1.520.608
3,40%
22,7
Meksiko
1.177.271
3,90%
120,8
Korea Selatan
1.129.598
2,00%
50
Indonesia
878.043
6,20%
246,9
Taipei
473.971
1,30%
0
Thailand
365.564
6,40%
66,8
Malaysia
303.526
5,60%
29,2
Singapura
274.701
1,30%
5,3
Chili
268.314
5,60%
17,5
Hong Kong
263.259
1,50%
7,2
Filipina
250.265
6,60%
96,7
Peru
197.111
6,30%
30
Vietnam
141.669
5,00%
88,8
Selandia Baru
139.768
3,00%
4,4
16.954
2,20%
0,4
15.654
18.547.451
(25,9%)
41.124.096
(57,4%)
8,00%
7,2
512,2
(7,3 %)
2764,4
(39,2%)
Brunei Darussalam
Papua Nugini
TPP (P9)
Asia Pasifik
Dunia
71.666.350
3,8%
4,1%
7046,4
Sumber: Data Kolektif dari World Bank 2013 dan World Trade Organization
2013
Berdasarkan kepada Tabel III.B.1, dapat kita lihat bahwa 21 negara anggota
APEC dan kawasan Asia Pasifik ini merupakan wilayah dengan perekonomian
yang besar. Pendapatan nasional kawasan ini melebihi setengah dari pendapatan
dunia yaitu 41.124.096 juta dolar Amerika Serikat atau 57,4% dari pendapatan
43
nasional seluruh negara di dunia. Selain itu, perekonomian kawasan ini dinamis
dan terus berkembang dengan rata-rata kenaikan pendapatan nasional pertahunnya
sebesar 4,1% dan lebih dari 10 negara mempunyai kenaikan pendapatan nasional
lebih dari 3%. Selain itu, kawasan ini merupakan rumah dari hampir 40%
penduduk dunia. Sehingga dengan demikian, TPP berpotensi untuk mempunyai
anggota tambahan di masa yang akan datang, yang secara otomatis juga
menambah potensi perdagangan perjanjian tersebut.
2.
Perjanjian Abad ke-21 dan Sindrom Noodle Bowl
Saat suatu kawasan mempunyai puluhan atau bahkan ratusan perjanjian
perdagangan yang masih dalam proses diskusi dan negosiasi, atau sudah
ditandatangani, maka kawasan tersebut cenderung terkena sindrom noodle atau
spagethi bowl (Baldwin 2007:5). Hal ini dikarenakan terlalu banyaknya komitmen
perdagangan sehingga tidak terorganisir (Baldwin 2008:3). Hal ini mengakibatkan
negara di kawasan tersebut terikat dengan komitmen yang berbeda-beda,
mekanisme yang berbeda, dan batas pelaksanaan yang berbeda-beda pula (Kawai
dan Wignaraja 2009:6). Selain itu, menurut Petri et. al (2011) sindrom ini juga
bisa memberikan masalah karena perjanjain perdagangan membebankan biaya
dan mengurangi insentif dan tidak meningkatkan produktivitas (h.4).
Kawasan Asia Pasifik merupakan wilayah yang terjangkit sindrom noodle
bowl. Jika kita gambarkan bagaimana perjanjian perdagangan yang ada di
kawasan Asia Pasifik, maka ia akan berbentuk seperti gambar II.B.2. Gambar
tersebut memperlihatkan bagaimana perjanjian perdagangan bebas di kawasan
44
Asia Pasifik, baik bilateral maupun multilateral, benar-benar terlihat chaos dan
tumpah tindih dalam hal komitmen perdagangan internasional.
Gambar III.B.2 Noodle Bowl di Asia Pacifik
Sumber: Yulisman, TPP: A Question of Competitiveness for Indonesia, the
Jakarta Post, 2011
Menurut Petri et. al (2011) TPP berpotensi untuk mengkonsolidasikan
perjanjian perdagangan bebas yang ada di kawasan Asia Pasifik dan
menyembuhkan sindrom noodle bowl yang ada di wilayah ini (h.4). Hal ini
dikarenakan sifat TPP yang merupakan perjanjian perdagangan bebas yang high
standard dan sesuai dengan abad ke-21.
TPP menjadi perjanjian abad ke-21 karena karena kesepakatan ini
membahas isu-isu baru, yang mempunyai elemen-elemen baru dan merespon
tantangan perdagangan yang terdapat di abad ke-21 (Office of the USTR
45
2013:n.h). Adapun beberapa fitur TPP menurut garis besar perjanjian perdangan
tersebut adalah:
1.
Akses pasar yang komprehensif, untuk menghilangkan tarif dan
hambatan lainnya terkait perdagangan dan investasi, sehingga
dapat menciptakan peluang dan manfaat baru bagi pekerja, bisnis,
dan konsumen.
2.
Perjanjian bersifat regional, untuk memfasilitasi pengembangan
produksi
dan
suplai,
menciptakan
lapangan
pekerjaan,
meningkatkan standar hidup, meningkatkan kesejahteraan dan
meningkatkan pertumbuhan berkelanjutan di regional TPP.
3.
Membahas isu-isu perdagangan lintas sektoral, mewujudkan halhal yang sudah dibangun oleh APEC dan forum ekonomi lainnya,
seperti keterpaduan regulasi, daya saing dan fasilitasi bisnis, usaha
kecil dan menengah, dan pengembangan.
4.
Tantangan
perdagangan
baru,
untuk
mempromosikan
perdagangan dan investasi produk dan layanan yang inovatif,
termasuk yang berkaitan dengan ekonomi digital dan teknologi
lingkungan, dan juga untuk memastikan lingkungan bisnis yang
kompetitif di seluruh wilayah TPP.
5.
Menjalankan kesepakatan, untuk mengaktifkan dan memperbarui
perjanjian yang sesuai untuk mengatasi masalah perdagangan yang
muncul di masa depan, serta isu-isu baru yang muncul dengan
46
perluasan perjanjian untuk memasukkan negara-negara baru
(Office of the USTR 2011:n.h).
C.
Trans Pacific Partnership dan Asia Pacific Economic Cooperation
Jika dilihat dari penjelasan mengenai TPP, institusi ini sangat berkaitan erat
dengan salah satu institusi kawasan Asia Pasifik lainnya yaitu Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC). Keterkaitan itu terlihat dari sejarah pendirian
TPP, keanggotaan, cakupan, dan beberapa hal lainnya. Namun, bukan berarti TPP
adalah bagian dari APEC ataupun TPP menciptakan pertumpang tindihan dengan
APEC. Keduanya merupakan institusi berbeda dengan pondasi yang berbeda pula.
Hal tersebut berdasakan kepada studi yang dilakukan oleh seorang pejabat
APEC, Carlos Kuriyama (2011) yang berjudul ‘Mutual Usefulness between APEC
and TPP’ menjelaskan secara detail mengenai kedua institusi tersebut. Walaupun
dalam penelitiannya, Kuriyama (2011) tidak menafikan bahwa terdapat kesamaan
antara APEC dan TPP, yaitu cakupan yang sama di kawasan Asia Pasifik dan
tujuan mengurangi biaya transaksi dalam rangka mendorong perdagangan dan
investasi. Namun walaupun demikian, terdapat perbedaan mendasar antara kedua
institusi ini sehingga tidak menjadikan kedua institusi ini saling timpang tindih,
malah keduanya menguntungkan satu sama lainnya (h.11).
APEC yang berdiri pada tahun 1989 merupakan forum konsultasi ekonomi
regional dengan tujuan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan, juga
mengembangkan dan memproyeksikan kepentingan-kepentingan kawasan dalam
konteks multilateral. Pada tahun 1993, negara anggota memperdalam semangat
forum tersebut dengan berdasarkan kepada visi bersama untuk mencapai
47
stabilitas, keamanan, dan kemakmuran bagi masyarakatnya. (Kuriyama 2011:1)
Visi tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Bogor Declaration pada tahun
1994, dengan memberikan target selambat-lambatnya pada tahun 2020 bagi
negara kawasan Asia Pasifik tersebut untuk berhasil melakukan perdagangan
bebas dan investasi terbuka (Asia Pacific Economic Partnership 1994:n.h).
Menurut Kuriyama (2011), Deklarasi Bogor akhirnya menjadi hal yang
sangat penting bagi APEC karena ia membentuk tujuan akhir APEC dalam hal
pencapaian pertumbuhan yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan
penguatan rasa komunitas di kawasan Asia Pasifik. Untuk mencapai tujuan ini,
APEC mempunyai tiga pilar utama yaitu meningkatkan liberalisasi perdagangan
dan investasi, mengintensifkan pembangunan atau fasilitas bisnis, dan melakukan
kerjasama ekonomi dan teknis (h.2)
Perbedaan yang mendasar antara APEC dan TPP adalah, APEC merupakan
forum atau dialog terbuka antara pemerintahan di kawasan Asia Pasifik yang
beroperasi atas dasar komitmen yang bersifat tidak mengikat (non-binding).
Selain itu keputusan yang dibuat dalam APEC dicapai dengan cara konsensus dan
komitmen untuk merealisasikan keputusan tersebut hanya bersifat sukarela
(voluntary), atau dengan kata lain tidak diwajibkan bagi setiap negara anggota
untuk melakukannya (Asia Pacific Economic Cooperation 2013:n.h).
Berbeda dengan TPP, institusi ini nantinya akan berbentuk perjanjian
perdagangan bebas, di mana setiap perjanjian perdagangan bebas bersifat terikat
(binding) seperti TPSEP ataupun perjanjian-perjanjian perdagangan bebas lainnya
(Kuriyama 2011:10). Perjanjian perdagangan bebas bukanlah wadah untuk
48
berkonsultasi dan diskusi mengenai perdagangan dan ekonomi internasional,
melainkan wadah untuk menegosiasikan perdagangan internasional yang nantinya
akan benar-benar direalisasikan.
Kuriyama melihat kedua institusi ini memberikan keuntungan satu sama
lainnya, APEC memberikan keuntungan kepada TPP dan TPP memberikan
keuntungan kepada APEC. Manfaat APEC bagi TPP diantaranya, APEC menjadi
inkubator terciptanya TPP, APEC memberikan banyak ide dan inisiatif yang bisa
membantu proses negosiasi TPP,
dan APEC menjadi rujukan dalam proses
negosiasi TPP. Sementara manfaat TPP bagi APEC dalam agenda integrasi
ekonomi kawasan APEC, TPP menjadi alat tambahan untuk membuka investasi
dan mecapai perdagangan bebas di Asia Pasifik, dan TPP bisa menjadi
konvergensi di kawasan Asia Pasifik (Kuriyama 2011:12 -19). Sehingga
berdasarkan kepada penjelasan tersebut, secara langsung maupun tidak langsung,
terdapat keterikatan antara dua institusi internasional ini.
BAB IV
KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT UNTUK MEMENUHI
KEPENTINGAN EKONOMINYA MELALUI TRANS PACIFIC
PARTNERSHIP PERIODE 2010-2013
Dalam
bab-bab
sebelumnya,
telah
dijelaskan
mengenai
kondisi
perekonomian Amerika Serikat, kerjasama perdagangan bebas yang bernama
Trans Pacific Partnership (TPP), serta faktor-faktor yang menyebabkan negara
tersebut bergabung dengan TPP. Meskipun TPP masih berada dalam proses
negosiasi, namun pada periode 2011-2013, Amerika Serikat telah mengeluarkan
beberapa kebijakan agar bisa maksimal mendapatkan keuntungan dari kerjasama
ekonomi ini nantinya.
Secara umum, kebijakan luar negeri merupakan suatu upaya, perangkat
formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan,
dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional
(Yani, 2007:1). Kaum liberalis memberikan kontribusi dalam kebijakan luar
negeri untuk menjelaskan bagaimana individu, kekuatan sosial (kapitalisme dan
pasar), dan institusi politik bisa memberikan efek langsung kepada hubungan luar
negeri (Smith, Hadfield, dan Dunne 2008: 54). Bab ini akan menjelaskan
kebijakan atau upaya yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk memenuhi
kepentingan ekonominya melalui Trans Pacific Partnership.
49
50
A.
Mengajukan Pembahasan terkait Kepentingan Nasional Amerika
Serikat dalam Agenda Negosiasi Trans Pacific Partnership 2011-2012
Neoliberal institusionalisme adalah perspektif yang berusaha untuk
menghilangkan potensi-potensi konflik melalui institusi sebagai instrumen
utamanya. Sehingga perspektif ini menekankan pada pentingnya kehadiran sebuah
institusi dalam kerjasama. Institusi tersebut akan mementukan peran, memaksakan
tindakan, serta membetukan insentif kepada aktor (Keohane 1989:3).
Pada saat menyampaikan intensinya untuk bergabung dengan TPSEP
(2008), Amerika Serikat menyakini bahwa perjanjian ini nantinya akan
meningkatkan jumlah ekspor dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya
(Office of the USTR 2009: n.h). Keyakinan tersebut didasarkan kepada insentif
yang ditawarkan oleh institusi yang bertransformasi dari TPSEP ke TPP tersebut.
Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa TPSEP/TPP mempunyai
potensi perekonomian dan keanggotaan yang sangat luas karena beroperasi
dikawasan ekonomi paling dinamis di seluruh dunia (Asia Pasifik).
Selain insentif berupa potensi perekonomian dan keanggotaan, TPSEP/TPP
juga memberikan kesempatan kepada Amerika Serikat untuk mengajukan hal-hal
yang terkait dengan kepentingan nasionalnya dalam institusi tersebut. Hal ini
dikarenakan TPSEP/TPP masih berada dalam proses negosiasi, sehingga sangat
memungkinkan bagi Amerika Serikat dan semua negara anggota untuk melakukan
hal tersebut.
Konsep kepentingan nasional oleh kaum neoliberal berakar dari konsepsi
Adam Smith bahwa kebiasaan individu meraih kemakmuran sendiri merupakan
kondisi yang normal dalam kehidupan manusia. Lalu kepentingan masing-masing
51
individu tersebut terakumulasi menjadi satu yang kemudian dikenal dengan
kepentingan nasional. Kepentingan nasional itu juga menjadi dasar untuk
pembangunan kedamaian global, salah satunya dengan melakukan perdagangan
bebas (Burchill 2005:104).
Berkaitan dengan kebijakan Amerika Serikat untuk mengusulkan concern
negaranya di proses negosiasi TPP, maka kita bisa melihat kepentingan nasional
apa yang dimiliki dan diajukan oleh Amerika Serikat dalam proses negosiasi TPP.
Pada tahun 2008 (saat Amerika Serikat ingin bergabung dengan TPP), negara ini
masih berada dalam proses pemulihan perekonomian akibat krisis finansial yang
bermula pada tahun 2007. Seperti yang dijelaskan oleh Nanto (2009) bahwa
gejolak keuangan menyinggung kepentingan nasional mendasar untuk melindungi
keamanan ekonomi Amerika Serikat (h.3).
Gema krisis finansial berdampak pada ekspor dan impor, tingkat
pertumbuhan pengangguran, dan pendapatan serta pengeluaran pemerintah (Nanto
2009:3). Akibatnya Amerika Serikat kehilangan setidaknya $12,8 Triliun
perekonomiannya dengan 23,1 juta pengangguran, $19 Triliun jumlah kekayaan
negara, dan 46,2 Juta masyarakat berada di bawah garis kemiskinan (New York
Post 2012: n.h). Sehingga kebutuhan serta kondisi utama Amerika Serikat saat itu
adalah mengembalikan perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya.
Amerika Serikat sudah mendorong beberapa kepentingan nasional dan
ekonominya dalam proses negosiasi. Seperti yang disampaikan oleh deputi USTR
Demetrios Marantis bahwa hingga Oktober 2011, Amerika Serikat telah
mengajukan proposal ke 20 kelompok negosiasi, termasuk akses pasar, jasa
52
keuangan, IP rights, investasi, dan lingkungan. Perekonomian Amerika Serikat
membutuhkan TPP untuk meumbuhkan perekonomian dan lapangan pekerjaan
(Office of the USTR 2011: n.h).
Tentunya setiap proposal yang diajukan oleh Amerika Serikat dalam proses
negosiasi tersebut berdasarkan kepada kepentingan nasionalnya. Misalnya,
pengajuan proposal Amerika Serikat dalam undang-undang intelectual property
(IP) rights. IP merupakan suatu kreasi dari pikiran manusia berupa penemuan,
karya seni, sastra, simbol, nama dan gambar yang digunakan dalam perniagaan. IP
bisa dikategorikan menjadi industri properti (meliputi paten untuk penemuan,
merek dagang, desain industri, dan indikasi geografis) dan hak cipta (mencakup
karya sastra, film, musik, karya seni, dan desain arsitektur, termasuk artis,
produser rekaman, penyiar radio, dan program televisi). Sedangkan IP rights
memungkinkan pencipta, atau pemilik, paten, merek dagang atau hak cipta
bekerja untuk mendapatkan keuntungan dari inovasi dan pemikiran yang mereka
buat (What is Intellectual Property n.d:h.2-3)
Menurut United States Patent and Trademark Office (2012), inovasi yang
dilindungi oleh IP right adalah kunci untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru
dan pertumbuhan ekspor. Hal tersebut dikarenakan IP berada di setiap sektor
produk dan jasa Amerika Serikat, dan tersebar di seluruh dunia. Maka
perlindungan terhadap IP dalam perdagangan Amerika Serikat merupakan hal
penting agar IP terus tumbuh, sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan dan
menumbuhkan ekspor (Intellectual Property and the U.S. Economy: Industries in
Focus 2012: h.i).
53
Ian Ferguson dan Bruce Vaughn (2011) melaporkan penelitiannya kepada
kongres Amerika Serikat bahwa proposal Amerika Serikat terkait IP rights telah
diajukan pada putaran ke-8 negosiasi TPP di Chicago pada September 2011.
Proposal tersebut akan membuat signifikansi yang lebih mendalam mengenai
paten, data, dan ketentuan paten jika perusahaan ingin mengajukan permohonan
pemasaran produk mereka melakui akses TPP (h.12).
Namun media lokal Australia melaporkan bahwa proposal Amerika Serikat
tersebut ditolak oleh semua negara anggota TPP pada negosiasi ke 11 pada bulan
Maret 2012 di Australia (Gordon 2012: n.h). Walaupun demikian, dikarenakan
TPP masih
berada dalam proses negosiasi maka Amerika Serikat masih
berkesempatan untuk memenuhi kepentingan nasionalnya terkait IP. Hal itu
terlihat dari agenda pembahasan negosiasi pada pertemuan ke 12 hingga 18, di
mana IP masih menjadi salah satu pembahasan dalam negosiasi.
B.
Menambah Keanggotaan TPP
Transformasi TPSEP menjadi TPP terjadi dikarenakan beberapa negara
anggota APEC ingin ikut bergabung dengan TPSEP. Negara pertama yang
menyatakan diri ingin bergabung dengan kerjasama perjanjian perdangangan
tersebut adalah Amerika Serikat. Negara tersebut pun menyakini bahwa ia bisa
menjadi katalisator yang membuat negara lain ikut bergabung dengan TPP. Hal
ini terbukti dengan bergabungnya Australia, Vietnam, Chili, dan Malaysia hingga
tahun 2010.
54
Gambar IV.B. Trans Pacific Partnership Tahun 2010
Sumber: Williams, Trans-Pacific Partnership (TPP) Countries: Comparative
Trade and Economic Analysis, Congressional Research Service, 2012
Sembilan negara tersebut mempunyai ekonomi dan demografis yang
beragam (trans pasifik). Seperti yang gambarkan oleh gambar IV.B, Amerika
Serikat mempunyai populasi dan ekonomi yang jauh lebih besar daripada anggota
lainnya. Populasi Amerika Serikat empat kali lebih banyak dibandingkan Vietnam
55
dan mempunyai GDP yang hampir dua belas kali GDP Australia (Williams 2012:
5). Selain itu, Amerika Serikat sudah mempunyai perjanjian perdagangan bebas
dengan empat negara, Australia, Singapura, Chili, dan Peru, sehingga kesempatan
Amerika Serikat untuk membuka perdagangan mereka hanya ke Brunei
Darussalam, Selandia Baru, Malaysia, dan Vietnam.
Salah satu asumsi perspektif neoliberal institusionalisme adalah rasionalitas.
Asumsi rasionalitas fokus pada strategi, aktor akan memperhitungkan tindakan
mereka agar direaksi oleh aktor lain (Dunne et. al 2007:112). Selain itu, aktor
rasional bersifat profit-seeking, maka ia akan melakukan kalkulasi untung dan
rugi dalam mengambil suatu kebijakan agar mengeluarkan kebijakan yang
mendapatkan keuntungan yang maksimal (Snidal 2002:75). Selain itu aktor
rasional juga mampu membangun cara yang paling efektif dan efisien untuk
mewujudkan kepentingan mereka dalam kendala yang mereka hadapi (Burchill
1996:192).
Sebagai aktor rasional, Amerika Serikat tentu sudah mengkalkulasikan
keuntungan dan kerugian dalam setiap kebijakan luar negeri yang dimilikinya,
termasuk di TPP. Salah satu hal yang membuat Amerika Serikat mendapatkan
keuntungan yang lebih dari TPP adalah jumlah sumberdaya atau anggota yang
berpartisipasi dalan negosasi perdagangan ini.
Jumlah anggota yang bergabung dengan TPP sangat penting bagi Amerika
Serikat untuk memaksimalkan kepentingan ekonominya dalam institusi tersebut.
Sejak awal bergabungnya Amerika Serikat di negosiasi perdagangan ini,
penambahan anggota sudah menjadi concern negara yang memiliki ekonomi
56
terkuat ini. Seperti yang dikatakan oleh pejabat USTR saat itu Ron Kirk kepada
kongres bahwa partisipasi Amerika Serikat didasarkan pada tujuan bersama
kelompok ini untuk berkembang dengan memasukkan tambahan ekonomi AsiaPasifik dan akan menjadi (perdagangan) yang terbesar, kolaborasi perdagangan
yang paling dinamis (Office of the USTR 2009: n.h).
Semakin banyak negara yang bergabung dengan TPP, maka semakin besar
juga peluang Amerika Serikat untuk meningkatkan ekspor dan menciptakan
lapangan pekerjaan. Permasalahannya adalah penambahan anggota TPP berhenti
pada tahun 2010, atau dengan kata lain tidak ada lagi negara Asia Pasifik yang
mengungkapkan intensinya untuk begabung dengan TPP setelah Malaysia.
Sebagai aktor rasional yang ingin maksimal mendapatkan keuntungan dari
perjanjian perdagangan ini, maka Amerika Serikat perlu mengeluarkan beberapa
kebijakan atau upaya agar anggota TPP bertambah. Kebijakan atau upaya yang
dilakukan oleh Amerika Serikat diantaranya:
1.
Menawarkan Insentif yang dimiliki TPP Saat Menjadi Host Economy
APEC 2011
Perspektif neoliberal institusionalisme menjelaskan bahwa salah satu faktor
yang membuat suatu negara mau melakukan kerjasama adalah insentif yang
ditawarkan oleh institusi tersebut. Institusi menyediakan insentif kerjasama dalam
dunia yang anarki (Keohane 1989:1). Institusi juga dapat membentuk perilaku
aktor agar merespon insentif kerjasama, mengatasi masalah kecurangan dalam
bekerjasama, serta masalah miskomunikasi antar aktor. Selain itu institusi juga
dapat berperan sebagai wadah kerjasama, di mana biaya kerjasama akan lebih
57
murah dari yang seharusnya (Keohane 1989:2). Dengan demikian, jika Amerika
Serikat ingin menambah sumberdaya TPP, salah satu cara yang bisa digunakan
adalah menawarkan institusi tersebut kepada negara lainnya, agar negara lain
merespon insentif yang dimilikinya, kemudian bersedia melakukan kerjasama.
Pada tahun 2011, Amerika Serikat telah mendapatkan kesempatan untuk
menjadi host economy APEC ke-28. Sebelumnya negara ini juga pernah menjadi
host economy pada pertemuan APEC ke 5 pada tahun 1993 (Office of the USTR
2011: n.h). Host economy bertanggung jawab untuk memimpin rapat ekonomi
tahunan kepala negara, rapat tingkat menteri, rapat pejabat senior, APEC Business
Advisory Council dan Pusat Studi APEC Konsorsium (APEC 2013: n.h). Selain
itu, menjadi host economy memberikan keuntungan tersendiri bagi tuan rumah
karena ia juga bertugas untuk mengatur tema dan prioritas tahunan APEC dan
mengendarai elemen-elemen penting dari program kerja APEC. Hal tersebut
memberikan peluang bagi host economy untuk mengatur arah masa depan
organisasi APEC yang sesuai dengan kebijakan luar negeri host economy
(Information about APEC 2007: n.h).
Pada saat menjadi economy host APEC 2011, Amerika Serikat
mengeluarkan kebijakan luar negeri untuk memprioritaskan tiga isu dalam forum
tersebut: meningkatkan perdagangan dan memperkuat integrasi ekonomi regional,
mendukung green growth dan green job, dan mempromosikan praktik regulasi
yang memfasilitasi perdagangan dan investasi (the White House 2011: n.h).
Mengenai tujuan tersebut, pimpinan rapat Senior Official Meeting (SOM) APEC,
Michael Froman menyampaikan bahwa tujuan utama dari APEC 2011 adalah
58
untuk memfokuskan isu perdagangan dan investasi generasi mendatang seperti
pasokan, kinerja, inovasi, teknologi, dan bagaimana bentuk perdagangan abad ke21 (integrasi perdagangan). Tujuan ini melengkapi tujuan TPP (IIP Digital 2011:
n.h).
Amerika Serikat merupakan aktor rasional dan berusaha untuk memajukan
kepentingan nasionalnya agar semua anggota APEC mengetahui tentang TPP
dengan mengambil integrasi ekonomi sebagai isu utama, karena pada isu tersebut
lah TPP bisa masuk ke dalam agenda APEC. Seperti deklarasi para pemimpin
APEC pada pertemuan tahun 2010 yang berbunyi:
“We will take concrete steps toward realization of a Free Trade Area
of the Asia-Pacific (FTAAP), which is a major instrument to further
APEC's regional economic integration agenda. An FTAAP should be
pursued as a comprehensive free trade agreement by developing and
building on ongoing regional undertakings, such as ASEAN+3,
ASEAN+6, and the Trans pacific Partnership, among others. To this
end, APEC will make an important and meaningful contribution as an
incubator of an FTAAP by providing leadership and intellectual input
into the process of its development, and by playing a critical role in
defining, shaping, and addressing the "next generation" trade and
investment issues that FTAAP should contain (Asia-Pacific Economic
Cooperation 2010: n.h).”
"Kami akan mengambil langkah konkrit untuk merealisasikan Free
Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP) yang merupakan instrumen
utama untuk agenda integrasi ekonomi regional APEC. FTAAP harus
diupayakan dengan suatu perjanjian perdagangan yang komprehensif
dengan mengembangkan dan membangun undertaking yang sedang
berlangsung di regional, seperti diantaranya ASEAN+3, ASEAN+6,
dan TPP. Untuk mencapai tujuan ini, APEC akan memberikan
kontribusi penting sebagai inkubator dari FTAAP dengan memberikan
input
kepemimpinan
dan
intelektual
ke
dalam
proses
59
pengembangannya, dan dengan memainkan peran penting dalam
mendefinisikan, mempertajam, dan menyikapi isu perdagangan dan
investasi 'generasi mendatang' yang harus dibendung oleh FTAAP."
Berdasarkan pernyataan pemimpin negara anggota APEC tersebut, dapat
kita simpulkan bahwa APEC juga memberikan wadah untuk mengembangkan
TPP, karena TPP nantinya bisa menjadi inkubator untuk terciptanya integrasi
ekonomi di kawasan Asia Pasifik melalui FTAAP. Apalagi jika mayoritas atau
semua anggota APEC bergabung dengan TPP, maka FTAAP akan semakin cepat
terwujud. Terwujudnya FTAAP berarti akan ada kawasan perdagangan bebas
terbesar di dunia yang melibatkan 21 negara Asia Pasifik, pasar yang sangat
menjanjikan bagi perekonomian Amerika Serikat.
Selain memprioritaskan isu yang mengarah kepada integrasi di saat Amerika
Serikat menjadi economy host APEC 2011, negara ini beserta partner TPP-nya
sudah merencanakan untuk menyelesaikan garis besar (bukan final) perjanjian
perdagangan tersebut saat APEC 2011. Rencana tersebut merupakan hasil dari
rapat para menteri perdagangan anggota TPP, di sela-sela rapat menteri
perdagangan APEC 2010 di Sapporo, Jepang (Office of the USTR 2011:n.h).
Target itu pun tercapai dan para pemimpin TPP pun menyepakati garis besar yang
telah diselesaikan dalam sembilan putaran negosiasi tersebut (CNN 2011:n.h).
Dengan pengambilan isu integrasi ekonomi dan telah disepakatinya garis
besar tersebut mengakibatkan semua perhatian tertuju kepada TPP saat APEC
2011 tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Mireya Solis (2012) APEC 2011 telah
membuat semua perhatian orang tertuju kepada inisiatif TPP. Presiden Obama
telah berhasil membuat TPP menjadi poin vokal dalam proses integrasi ekonomi
60
berstandar tinggi (n.h). Selain itu, ketua kajian APEC Indonesia Evi Fitriani, Ph.d
(2012) juga pernah menjelaskan dalam focus group disscussion terkait APEC di
FISIP UIN Jakarta bahwa pada APEC 2011, Obama lebih sibuk mengurusi TPP
dibandingkan APEC (n.h).
Dengan upaya yang dilakukan oleh Amerika Serikat tersebut, negara ini
mencoba untuk menawarkan insentif yang dimiliki oleh TPP kepada negara
APEC secara tidak langsung. Amerika Serikat menawarkan kepada negara
kawasan bahwa TPP merupakan negosiasi perdagangan yang akan membantu
mewujudkan FTAAP yang merupakan perdagangan bebas di Asia Pasifik.
Menurut teori comparative advantage, perdagangan bebas bagaimanapun
adalah cara yang lebih damai untuk mendapatkan kekayaan nasional. Masingmasing negara akan lebih baik secara ekonomi dengan melakukan perdagangan
bebas daripada negara tersebut berusaha untuk mandiri (tidak melakukan
perdagangan) dengan alasan nasionalisme (Burchill 1996: 63). Sehingga jika
FTAAP terwujud, maka setiap negara di Asia Pasifik akan bisa mendapatkan
kekayaan nasionalnya secara damai.
Selain itu, berdasarkan kepada garis besar TPP yang dirilis saat APEC 2011,
perjanjian perdagangan ini mempunyai insentif lainnya, seperti peningkatkan
perdagangan dan investasi antara negara-negara mitra TPP, mempromosikan
inovasi, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, dan mendukung penciptaan
dan retensi pekerjaan, dan memfasilitasi pengembangan rantai produksi dan
pasokan di antara anggota TPP.
61
Upaya Amerika Serikat dan TPP tersebut ternyata tidak sia-sia. Tiga negara
Asia Pasifik lainnya pun menyatakan intensinya untuk begabung dengan
perjanjian perdagagan ini, yaitu Meksiko, Kanada, dan Jepang. Perdana Menteri
Kanada, Stephen Harper, mengatakan bahwa mereka telah melihat garis besar
yang telah dibuat oleh TPP dan sesuai dengan Kanada, sehingga membuat mereka
tertarik untuk bergabung dengan kerjasama ekonomi tersebut. Menteri Ekonomi
Meksiko juga menyampaikan bahwa mereka akan mulai melakukan konsultasi
agar bisa segera bergabung dengan kerjasama tersebut. Jepang yang merupakan
negara ekonomi terbesar ketiga juga menyampaikan hal yang serupa (Garibian,
Pablo dan Younglai 2011:n.h).
Tentunya hal tersebut merupakan suatu kesuksesan tersendiri bagi Amerika
Serikat karena kepentingan nasionalnya telah terpenuhi. Seperti yang disampaikan
oleh presiden Amerika Serikat dalam suatu pidato setelah pelaksanaan APEC
2011:
“I’d note that we also made a lot of progress increasing trade on the
sidelines of APEC. As I announced yesterday (13 Nov 2011), the United
States and our eight partners reached the broad outlines of an agreement
on the Trans pacific Partnership. And today I’m pleased that Japan,
Canada and Meksiko have now expressed an interest in this effort
(Halperin 2011:n.h).”
“Saya akan mencatat bahwa kami juga membuat banyak kemajuan
peningkatan perdagangan di sela-sela APEC. Seperti yang saya
mengumumkan kemarin (13 Nov 2011), Amerika Serikat dan delapan
mitra kami mencapai garis besar kesepakatan TPP. Dan sekarang saya
senang bahwa Jepang, Kanada dan Meksiko telah menyatakan minat
dalam upaya ini.”
62
Terpenuhinya kepentingan nasional Amerika Serikat tersebut, akan memberikan
keuntungan bagi negara itu dalam hal perekonomian. Pakar ekonomi kongres Amerika
Serikat Brock R. Williams (2012) melaporkan kepada anggota kongres bahwa
bergabungnya Jepang, Kanada, dan Meksiko di TPP akan meningkatkan signifikansi
ekonomi institusi tersebut secara umum dan Amerika Serikat secara khusus. Hal ini
dikarenakan ketiga negara tersebut merupakan partner utama perdagangan Amerika
Serikat (7). TPP yang awalnya hanya beranggotakan 9 negara, mewakili 5% dari total
market share Amerika Serikat, namun jika tiga negara lainnya bergabung, meningkatkan
market share barang negara tersebut menjadi 36%, seperti yang terlihat pada gambar
IV.B.1 (Williams 2013:7).
Gambar IV.B.1 Market Share Amerika Serikat Tahun 2011
Sumber: Williams, Trans-Pacific Partnership (TPP) Countries: Comparative
Trade and Economic Analysis, Congressional Research Service, 2013
2.
Mengundang Negara Lain untuk Bergabung dengan TPP
Upaya efektif dan efisien lain yang telah dilakukan oleh Amerika Serikat
untuk menambah keanggotaan TPP adalah dengan mengajak negara yang belum
63
bergabung dengan proses negosiasi tersebut secara langsung. Amerika telah
mengajak beberapa negara anggota APEC untuk bergabung dengan TPP,
diantaranya Korea Selatan pada tahun 2011 dan Indonesia pada tahun 2011 dan
2013.
a.
Korea Selatan
Korea Selatan merupakan salah satu negara anggota APEC yang termasuk
dalam kategori developed country dan mempunyai perekonomian kuat. Pada
tahun 2012, negara ini mempunyai pendapatan negara (GDP) terbesar ke 15 di
dunia dengan pendapatan $ 1,12 triliyun (The World Bank 2013:n.h). Negara ini
juga merupakan pemain utama dalam perdagangan internasional, terbukti dari
data WTO bahwa pada tahun 2011 korea utara merupakan negara pengeskpor dan
pengimpor terbesar ke 5 di dunia (World Trade Organization 2013:n.h). Sehingga
dengan potensi yang dimiliki oleh Korea Selatan, membuat Amerika Serikat
tertarik untuk mengajaknya mengikuti proses negosiasi TPP.
Amerika Serikat secara official telah meminta Korea Selatan untuk
bergabung dengan TPP sejak tahun 2011. Namun saat itu Korea Selatan masih
belum menyatakan diri tertarik bergabung, karena ingin menuntaskan terlebih
dahulu negosiasi perdagangan bebas bilateral antara Amerika Serikat dan Korea
(yang saat itu masih berada dalam proses negosiasi antara kedua negara tersebut)
dan ingin mempelajari dahulu mengenai TPP (The Dong-A Ilbo 2011:n.h).
Akhirnya pada 15 Maret 2012 perjanjian perdagangan bebas bilateral antara
Amerika Serikat dan Korea Selatan berhasil dibuat, dan sudah mulai mengkaji
kemungkinan untuk bergabung dengan TPP atas ajakan Amerika Serikat.
64
Walaupun tertarik untuk bergabung, Korea Selatan saat ini belum mengeluarkan
keputusan mengenai keikutsertaannya di TPP (Mundy 2013:n.h)
b.
Indonesia
Indonesia merupakan developing country yang memiliki perekonomian
yang besar. Hal ini terbukti dengan pendapatan negara ini terbesar ke 18 di dunia
dengan pendapatan $878,2 milyar pada tahun 2012. Negara ini juga termasuk
kedalam 20 besar negara pengekspor dan pengimpor di dunia (World Trade
Organization 2013: n.h) Indonesia juga negara di kawasan Asia Pasifik dan
anggota forum APEC.
Pada pertemuan APEC 2011, Amerika Serikat mengajak Indonesia secara
langsung untuk bergabung dengan negoasisi TPP. Namun Indonesia tidak
langsung menerima tawaran tersebut karena negara ini ingin lebih berhati-hati
sebelum bergabung dengan suatu perjanjian perdagangan. Seperti yang dikatakan
oleh presiden Indonesia Susilo Bambang Yodhoyono:
"Saya penganut free and fair trade. Maka saat banyak yang mengajak
free trade, saya sangat hati-hati. Free trade yang dikelola baik, bisa
mendatangkan manfaat luar biasa. Belajar pengalaman lalu, saya tidak
suka bila setelah UU free trade disahkan timbul masalah, seperti ada
elemen yang tidak siap (Hertanto 2011)"
Pada Juni 2013, Amerika Serikat yang saat itu diwakili dewan bisnis USASEAN dan eksekutif kamar dagang Amerika Serikat mendatangi istana negara
Indonesia untuk melobi negara tersebut agar bersedia ikut dalam proses negosiasi
TPP (the Jakarta Post 2013: n.h). Namun hingga saat ini, Indonesia belum
menyatakan diri secara resmi untuk ingin bergabung dengan TPP.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
kepada bab-bab sebelumnya dari skripsi ini, dapat
disimpulkan bahwa Amerika Serikat telah mengeluarkan beberapa upaya dan
kebijakan untuk memenuhi kepentingan ekonominya melalui Trans Pacific
Partnership (TPP). Upaya dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat
adalah pertama, mengusulkan kepentingan nasionalnya dalam proses negosiasi
dan kedua, mengupayakan penambahan sumberdaya atau anggota TPP.
Amerika Serikat mengusulkan kepentingan nasionalnya agar dimasukkan
dalam kesepakatan TPP. Poin-poin kepentingan nasional yang diusulkan tersebut
berdasarkan kepada sektor-sektor yang memberikan sumbangan besar dalam
perekonomian dan kemakmuran Amerika Serikat seperti akses pasar, jasa
keuangan, investasi, intellectual property, dan lingkungan. TPP memberikan
kesempatan yang besar bagi Amerika Serikat untuk melakukan upaya tersebut,
dikarenakan saat ini TPP masih berada dalam proses negosiasi.
Selain itu, Amerika Serikat juga berupaya agar sumberdaya atau jumlah
keanggotaan di TPP bertambah. Penambahan anggota TPP merupakan hal penting
bagi Amerika Serikat, mengingat TPP hanya beranggotakan sembilan negara
hingga tahun 2010. Ditambah negara ini sudah memiliki perjanjian perdagangan
65
66
bebas bilateral dengan empat dari sembilan negara tersebut. Sehingga Amerika
Serikat tidak bisa maksimal memperoleh keuntungan dari TPP tersebut.
Agar sumberdaya TPP bertambah, Amerika Serikat telah melakukan
beberapa upaya dan
mengeluarkan beberapa kebijakan, yaitu menawarkan
insentif yang dimiliki oleh TPP kepada negara anggota APEC dan mengundang
negara lain untuk bergabung dengan TPP. Insentif yang ditawarkan oleh Amerika
Serikat tersebut disampaikan secara tersirat saat negara tersebut menjadi host
economy APEC pada tahun 2011.
Amerika Serikat yang saat itu mempunyai wewenang untuk menentukan
topik prioritas forum APEC 2011, mengarahkan pembahasan forum yang
beranggotakan negara-negara kawasan Asia Pasifik tersebut ke TPP. Sehingga
TPP menjadi highlight pada saat itu. Hasilnya, Jepang, Kanada, dan Meksiko
menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dengan TPP, dan pakar ekonomi
Amerika Serikat mengatakan bahwa dengan bergabungnya tiga negara tersebut
memberikan signifikansi ekonomi TPP bagi Amerika Serikat.
Selain itu, Amerika Serikat juga telah mencoba menambah keanggotaan
TPP dengan mengajak secara langsung negara lain untuk bergabung, diantaranya
Korea Selatan dan Indonesia. Namun hingga saat ini kedua negara tersebut belum
memberikan keputusan mengenai keikutsertaan mereka di TPP.
Amerika Serikat perlu memenuhi kepentingan ekonominya dikarenakan
negara tersebut mengalami kemunduran ekonomi akibat krisis finansial yang
terjadi sejak tahun 2007. Kemunduran tersebut ditandai dengan terjadinya resesi
67
setelah tahun 2008, banyaknya pengangguran, menurunnya nilai ekspor dan
impor, dan sebagainya.
B.
Saran
Pembahasan mengenai Amerika Serikat, kawasan Asia Pasifik, dan Trans
Pacific Partnership merupakan pembahasan yang penting dan menarik untuk
dibahas. Beberapa saran yang perlu disampaikan untuk penelitian berikutnya
terkait pembahasan ini pertama, gunakanlah data primer jika ingin meneliti
pembahasan ini, karena untuk mendapatkannya cukup mudah. Kedua, agar
penelitian terkait Amerika Serikat dan Trans Pacific Partnership semakin
sempurna, telitilah pembahasan ini ketika proses negosiasi perdagangan ini
selesai, misalnya peran TPP dalam mereduksi sindrom noodle bowl di kawasan
Asia Pasifik, efek perjanjain TPP kepada negara anggota, dan sebagainya. Ketiga,
pantau reaksi aktor non-TPP atas kemunculan TPP ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Buku
Akademik, Tim P. P. 2012. Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan
Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Baldwin, Richard E. 2008. “The East Asian Noodle Bowl Syndrome.” Pp. 45-79
in East Asia's Economic Integration: Progress and Benefit, edited by
Daisuke Hiratsuka and Fukunari Kimura. New York: PALGRAVE
MACMILLAN.
Bergsten, C. F. 2005. “A New Foreign Policy for the United States.” Pp. 3-61 in
The United States and The World Economy. Washington DC: Institute for
International Economics.
Burchill, Scott. 2005. The National Interest in International Relations Theory.
Palgrave Macmillan.
Carlsnaes, Walter. 2008. “Actors, structures, and foreign policy analysis.” h.120121 di Foreign policy: theories, actors, cases. Oxford University Press.
-----------, Scott, Andrew Linklater, Richard Devetak, Jack Donnelly, Matthew
Paterson, Christian Reus-Smit dan Jacqui True. 2005. Theories of
international relations. 3rd ed. New York: Palgrave Macmillan.
Cossa, Ralph A., Brad Glosserman, Michael A. McDevitt, Nirav Patel, James
Przystup, Brad Roberts. 2009. The United States and the Asia-Pacific
Region: Security Strategy for the Obama Administration. Washington
DC: CNAS.
Dunne, Tim, Milja Kurki, and Steve Smith, eds. 2007. International Relations
Theories. New York, New York: Oxford University Press.
Evenett, Simon J., Mia Mikic, dan Ravi Ratnayake. 2009. Trade-led Growth: A
Sound Strategy for Asia. New York: United Nations Economic and
Social Commission for Asia and the Pacific.
Friedman, Michael J., ed. 2012. Outline of the U.S. Economy. 2012th ed.
Washington DC: United States Department of States.
ix
x
Goldstein, Joshua S. Dan Jon C. Pevehouse. 2010. International Relations. New
Jersey: Pearson.
Hendrarsono, Emy Susanti. 2010. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Kencana.
Holsti, K.J. 1992. International Politics: A framework for Analysis. 6th ed. New
Jersey: Prentice-Hall International.
Intellectual Property and the U.S. Economy: Industries in Focus. 2012.
Washigton D.C.: U.S. Department of Commerce.
Keohane, Robert O. 1989. “Neoliberal Institutionalism: A Perspective on World
Politics.” Pp. 1-20 in International Institutions and State Power, edited
by Robert O. Keohane. Boulder, Nevada: Westview Press.
----------, Robert O. 2005. After hegemony: Cooperation and discord in the world
political economy. Princeton University Press.
Kuriyama, Carlos. 2011. The Mutual Usefulness between APEC and TPP.
Singapore: APEC.
Love, Patrick dan Lattimore Ralph. 2009. OECD Insights International Trade
Free, Fair and Open?: Free, Fair and Open?. OECD Publishing.
Robinson, James A. 2008. “the Latin America Equilibrium.” Pp. 161-193 in
Falling Behind: Explaining the Development Gap Between Latin
America and the United States, edited by Francis Fukuyama. New York:
Oxford University Press.
Rosenau, James N. 1969. International Politics and Foreign Policy, a Reader in
Research and Theory. New York: Macmillan Publishing.
Rosenau, James N. 2006. The Study of World Politics. New York: Routledge.
Snidal, Duncan 2002. “Rational Choice and International Relations.” Pp. 99-127
in Handbook of International Relations. London: SAGE Publications
Ltd.
Smith, Steve, Amelia Hadfield, and Timothy Dunne, eds. 2008. Foreign policy:
theories, actors, cases. Oxford University Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Usman, Husaini dan Akbar Purnomo Setiady. 2009. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
xi
What is Intellectual Property. Switzerland: World Intellectual Property
Organization.
2.
Jurnal
Arrafat, Muhammad R. 2009. Tesis: Faktor Penyebab Krisis Finansial Global
2008 Serta Ekses Krisis Terhadap Tatanan Ekonomi Global. Jakarta:
Departemen Ilmu Hubungan Internasional Program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia.
Baldwin, Richard E. 2007. “Managing the Noodle Bowl:The fragility of East
Asian Regionalism.” Asian Developement Bank: Working Paper Series
on Regional Economic Integration 7.
Clinton, Hillary. 2011. “America's Pacific Century.” Foreign Policy, November.
Elms, Deborah. 2009. “From the P4 to the TPP: Explaining Expansion Interests in
the Asia‐Pacific.” United Nations Economic and Social Commission for
Asia and the Pacific.
Elms, Deborah d. C. L. L. 2012. “The Trans-Pacific Partnership Agreement (TPP)
Negotiations: Overview and Prospects.” Rajaratnam School of
International Studies 232.
Fergusson, Ian F. dan Bruce Vaughn. 2011. “The Trans-Pacific Partnership
Agreement.” Congressional Research Service R40502:1-18.
Fergusson, Ian F., William H. Cooper, Remy Jurenas dan Brock R. Williams.
2012. “The Trans-Pacific Partnership Negotiations and Issues for
Congress.” Congressional Research Service R42694:1-50.
Galbraith, James K. dan Jiaqing Lu. 2000. “Sustainable Development and the
Open-Door Policy in China.” UTIP Working Paper 6:1-19.
Lewis, Meredith K. 2011. “the Trans-Pacific Partnership: New Paradigm of Elf in
Sheep Clothing?” Boston College International & Comparative Law
Review 34:27:27-52.
Jickling, Mark. 2009. “Causes of the Financial Crisis.” Congressional Research
Service R40173:CRS2-7.
Kawai, Masahiro dan Ganeshan Wignaraja. 2009. “The Asian “Noodle Bowl”: Is
It Serious for Business?” Asian Developement Bank Institute 136.
Marshall, John. 2009. “The Financial Crisis in the US: Key Events, Causes and
Responses.” House of Commons Research Paper 09/34:1-49.
xii
Nanto, Dick K. 2009. “The Global Financial Crisis: Analysis and Policy
Implications.” Congressional Research Service RL34742:1-151.
Petri, Peter A., Michael G. Plummer dan Fan Zhai. 2011. “The Trans-Pacific
Partnership and Asia-Pacific Integration: A Quantitative Assessment.”
East-West Center Working Paper Economic Series 119:1-70.
Williams, Brock R. 2012. “Trans-Pacific Partnership (TPP) Countries:
Comparative Trade and Economic Analysis.” Congressional Research
Service R42344:1-34.
----------. 2013. “Trans-Pacific Partnership (TPP) Countries: Comparative Trade
and Economic Analysis.” Congressional Research Service R42344:1-34.
3.
Website
Asia Pacific Economic Cooperation. 1994. “1994 Leaders' Declaration, Bogor
Declaration - APEC Economic Leaders' Declaration of Common
Resolve.” Diunduh 25 Juni 2013 (http://www.apec.org/MeetingPapers/Leaders-Declarations/1994/1994_aelm.aspx).
----------.
2013.
“About
APEC.”
Diunduh
25
(http://www.apec.org/About-Us/About-APEC.aspx).
Juni
2013
----------. 2013. “Achievement and Benefit.” Diunduh 29 Juni 2013
(http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/Achievements-andBenefits.aspx).
----------. 2013. “What is Asia-Pacific Economic Cooperation?” Diunduh 29 Juni
2013 (http://apec.org/About-Us/About-APEC.aspx).
----------. 2010. “2010 Leaders' Declaration Yokohama Declaration - The
Yokohama Vision - Bogor and Beyond.” Diunduh 10 Oktober 2013
(http://www.apec.org/Meeting-Papers/LeadersDeclarations/2010/2010_aelm.aspx).
----------. 2013. “How APEC Operates.” Diunduh 10 Oktober
(http://www.apec.org/about-us/how-apec-operates.aspx).
2013
BBC News. 2008. “Timeline: Sub-prime losses.” Diunduh 20 Agustus 2013
(http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7096845.stm).
----------. 2009. “Timeline: Credit crunch to downturn.” Diunduh 26 September
2013 (http://news.bbc.co.uk/2/hi/7521250.stm).
CNN. 2011. “Obama pushes trans-Pacific trade deal at APEC.” Diunduh 10
Oktober 2013 (http://edition.cnn.com/2011/11/12/politics/obama-apec/).
xiii
Edmund L. Andrews dan Jeremy W. Peters. 2007. “Markets Soar After Fed Cuts
Key Rate by a Half Point.” The New York Times. Diunduh 26
September 2013 (http://www.nytimes.com/2007/09/18/business/18cndfed.html).
Foreign Affair and Trade of New Zealand. 2012. “History Trans-Pacific Strategic
Economic Partnership Agreement, Understanding the P4 - The original
P4 agreement.” Diunduh 2013 Juli 13 (http://www.mfat.govt.nz/Tradeand-Economic-Relations/2-Trade-Relationships-and-Agreements/TransPacific/0-history.php).
Frangos, Alex dan Elizabeth Willamson. 2010. “Interest Builds in Pacific Trade
Zone.” The Wall Street Journal. Diunduh 07 Oktober 2013
(http://online.wsj.com/article/SB10001424052748704011904575538003
964028436.html).
Garibian, Pablo dan Rachelle Younglai. 2011. “Canada, Mexico ask to join panPacific trade talks.” Reuters. Diunduh 10 Oktober 2013
(http://www.reuters.com/article/2011/11/14/us-apec-canada-tppidUSTRE7AC12B20111114).
Global Post. 2013. “S. Korea considering joining TPP: report.” Diunduh 16
Okotber 2013 (http://www.globalpost.com/dispatch/news/kyodo-newsinternational/130909/s-korea-considering-joining-tpp-report).
Gordon, Bernard K. 2012. “Trading Up in Asia: Why the United States Needs the
Trans-Pacific Partnership.” Foreign Affairs. Diunduh 09 Agustus 2013
(http://www.foreignaffairs.com/articles/137727/bernard-kgordon/trading-up-in-asia).
Halperin, Mark. 2011. “TRANSCRIPT: President Obama’s APEC Press
Conference.” Time The Page. Diunduh 10 Oktober 2013
(thepage.time.com/2011/11/14/transcript-president-obamas-apec-pressconference/).
Hertanto, Luhur. 2011. “SBY Tak Langsung Percaya Ajakan Obama Masuk
'TPP'.”
Detik
Finance.
Diunduh
16
Oktober
2013
(http://finance.detik.com/read/2011/11/14/213252/1767330/4/sby-taklangsung-percaya-ajakan-obama-masuk--tpp-).
Hiebert, Murray, Meredith Broadbent, dan Lindsay Ross. 2012. “The Significance
of the Trans-Pacific Partnership Negotiations.” Center for Strategic and
International
Studies.
Diunduh
2013
Juni
24
(http://csis.org/publication/significance-trans-pacific-partnershipnegotiations).
xiv
IIP Digital. 2011. “APEC 2011 Concludes.” Diunduh 10 Oktober 2013
(http://iipdigital.usembassy.gov/st/english/mobile/2011/03/20110315155
7218.356571e-05.html).
Information about APEC 2007. 2007. “The Importance of APEC.” Diunduh 10
Oktober 2013 (http://www.apec2007.org/importance.htm).
Isidore, Chris. 2008. “Fed: Emergency cut.” CNN Money. Diunduh 26 September
2013 (http://money.cnn.com/2008/10/08/news/economy/fed_move/).
Kennan, Terry. 2012. “$12,8 Trilliun Wiped out in four years.” New York Post.
Diunduh 08 April 2012 (http://www.nypost.com/p/news/business/item_gOMb4C8vOot8JNpadWPktN).
Kusuma, Sid H. 2007. “Memahami Subprime Mortgage AS.” Detik Finance.
Diunduh
20
Agustus
2013
(http://finance.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/09/tgl/0
3/time/102208/idnews/824757/idkanal/6).
Mundy, Simon. 2013. “South Korea warms to idea of joining TPP trade group.”
Financial
Times.
Diunduh
18
November
2013
(http://www.ft.com/cms/s/0/e675c4d8-3c85-11e3-a8c400144feab7de.html).
New Zealand, Brunei Darussalam, Singapore, dan Chili. 2005. “Trans-Pacific
Strategic Economic Partnership Agreement.” Trans-Pacific Strategic
Economic Partnership Agreement. Diunduh 25 Juli 2013
(http://www.sice.oas.org/Trade/CHL_Asia_e/TransPacific_ text_e.asp).
Office of the United State Trade Representative. 2011. “Joint Statement From
Trans-Pacific Partnership Ministers Meeting on Margins of APEC in Big
Sky, Montana.” Diunduh 10 Oktober 2013 (http://www.ustr.gov/aboutus/press-office/press-releases/2011/may/joint-statement-trans-pacificpartnership-ministers-me).
----------. 2008. “Schwab Statement on launch of the U.S. Negotiations to join the
Trans- Pacific Strategic Economic Partnership Agreement.” Diunduh 06
September
2013
(http://www.ustr.gov/Document_Library/Press_Releases/2008/Septembe
r/Schwab_Stateme).
----------. 2008. “United States to Join Sectoral Negotiations with Four AsiaPacific Countries Will Explore Participation in Broader Strategic
Partnership
Agreement.”
Diunduh
20
Februari
2013
(http://www.ustr.com).
xv
----------. 2009. “Increasing U.S. Exports, Creating American Jobs: Engagement
with the Trans-Pacific Partnership.” Diunduh 20 Agustus 2013
(http://www.ustr.gov/about-us/pressoffice/blog/2009/november/increasing-us-exports-creating-americanjobs-engagement-tra).
----------. 2009. “USTR Ron Kirk Remarks On Trans-Pacific Partnership
Negotiations.” Diunduh 03 Oktober 2013 (http://www.ustr.gov/aboutus/press-office/press-releases/2009/december/ustr-ron-kirk-remarkstrans-pacific-partnership-n).
----------. 2011. “APEC USA 2011”
(http://www.ustr.gov/apec2011).
Diunduh
10
Oktober
2013
----------. 2011. “Outlines of the Trans Pacific Partnership Agreement” Diunduh
10 Oktober 2013 (http://www.ustr.gov/apec2011).
----------. 2013. “Benefits of Trade.” Diunduh
(http://www.ustr.gov/about-us/benefits-trade).
18
Agustus
2013
----------. 2013. “Trans Pacific Partnership Frequently Asked Question.” Diunduh
24 Juni 2013 (http://www.ustr.gov/sites/default/files/TPPFAQ.pdf).
----------. 2013. “U.S. - Korea Free Trade Agreement.” Diunduh 26 September
2013
(http://www.ustr.gov/trade-agreements/free-tradeagreements/korus-fta).
----------. 2011. “Deputy USTR Updates on TPP.” Diunduh 20 Agustus 2013
(http://www.ustr.gov/about-us/press-office/pressreleases/2011/october/deputy-ustr-updates-tpp).
Qomariah, Nurul. 2009. “Kronologi dan Latar Belakang Krisis Finansial Global.”
Detik
Finance.
Diunduh
20
Agustus
2013
(http://finance.detik.com/read/2009/04/15/120601/1115753/5/kronologidan-latar-belakang-krisis-finansial-global).
Representative, Office o. t. U. S. T. 2008. “Schwab Statement on launch of the
U.S. Negotiations to join the Trans-Pacific Strategic Economic
Partnership Agreement.” Office of the United States Trade
Representative. Diunduh 15 Maret 2013 (http://www.ustr.gov/schwabstatement-launch-us-negotiations-join-trans-pacific-strategic-economicpartnership-agreement).
----------. 2011. “Office of the United States Trade Representative.” The United
States in the Trans-Pacific Partnership. Diunduh 15 Maret 2013
(http://www.ustr.gov/about-us/press-office/factsheets/2011/november/united-states-trans-pacific-partnership).
xvi
----------. 2013. “Economy and Trade.” Office of the United States Trade
Representative. Diunduh 07 Maret 2013 (http://www.ustr.gov/tradetopics/economy-trade).
Sean Spicer dan Gretchen Hamel. 2008. “United States to Join Sectoral
Negotiations with Four Asia-Pacific Countries, Will Explore
Participation in Broader Strategic Partnership Agreement.” Office of the
United States Trade Representatives. Diunduh 02 September 2013
(http://www.ustr.gov).
Solís, Mireya. 2012. “Don't Let the Trans-Pacific Partnership Fade.” Brookings.
Diunduh
10
Oktober
2013
(http://www.brookings.edu/research/opinions/2012/09/12-trans-pacificpartnership-solis).
The Dong-A Ilbo. 2011. “US requests Korea’s joining of regional FTA.” Diunduh
16
Oktober
2013
(http://english.donga.com/srv/service.php3?bicode=020000&biid=20111
21816208).
the Jakarta Post. 2013. “US-ASEAN Businessmen Lobby Indonesia on TPP.”
Diunduh
16
Oktober
2013
(http://www.thejakartapost.com/news/2013/06/25/us-asean-businessmenlobby-indonesia-tpp.html).
the White House. 2011. “APEC: Fact Sheet on 19th Annual Leaders Meeting
Outcomes Creating Jobs, Growth, and Economic Opportunity with
AELM Declaration & Annexes.” Diunduh 20 Oktober 2013
(http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2011/11/13/apec-fact-sheet19th-annual-leaders-meeting-outcomes-creating-jobs-growt).
The
World Bank. 2013. “GDP Data.” Diunduh 25 Juni 2013
(http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD/countries).
----------. 2013. “GDP Growth Data.” Diunduh 25 Juni 2013
(http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG/countries).
----------.
2013.
“GDP
Ranking.”
Diunduh
10
Oktober
(http://data.worldbank.org/data-catalog/GDP-ranking-table).
2013
----------. 2013. “Total Population Data.” Diunduh 25 Juni 2013
(http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL/countries/1W?displa
y=default).
White, Tyler. 2008. “U.S. Foreclosure Activity Increases 75 Percent in 2007.”
RealtyTrac.
Diunduh
20
Agustus
2013
xvii
(http://www.realtytrac.com/content/press-releases/us-foreclosureactivity-increases-75-percent-in-2007-3604).
World Trade Organization. 2013. “International Trade and Market Access Data.”
Diunduh
19
Agustus
2013
(http://www.wto.org/english/res_e/statis_e/statis_bis_e.htm?solution=W
TO&path=/Dashboards/MAPS&file=Map.wcdf&bookmarkState=
----------. 2013. “Republic of Korea.” Diunduh 10 Oktober 2013
(http://stat.wto.org/CountryProfile/WSDBCountryPFView.aspx?Languag
e=E&Country=BD%2cIN%2cID%2cKR%2cUS%2cTH).
----------. 2013. “Taiwan Trade Profil.”
(http://stat.wto.org/CountryProfiles/).
Diunduh
25
Juni
2013
----------. 2013. “Understanding the WTO: the Doha Agenda.” Diunduh 26
September
2013
(http://wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/doha1_e.htm).
----------. 2013. “Understanding the WTO: What We Do.” Diunduh 26 September
2013 (http://wto.org/english/thewto_e/whatis_e/what_we_do_e.htm).
Yani, Yanyan M. D. . M. . P. D. 2007. “Politik Luar Negeri.” Universitas
Padjajaran. Diunduh 02 April 2013 (http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/politik_luar_negeri.pdf).
Yulisman, Linda. 2011. “TPP: A Question of Competitiveness for Indonesia.” the
Jakarta
Post.
Diunduh
20
Oktober
2013
(http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/26/tpp-a-questioncompetitiveness-indonesia.html).
06/01/2014
Outlines of the Trans-Pacific Partnership Agreement | Office of the United States Trade Representative
Office of the United States Trade Representative
Executive Office of the President
Home › About Us › Press Office › Fact Sheets › 2011 › November
Outlines of the Trans-Pacific Partnership Agreement
On November 12, 2011, the Leaders of the nine Trans-Pacific Partnership countries – Australia, Brunei Darussalam, Chile,
Malaysia, New Zealand, Peru, Singapore, Vietnam, and the United States – announced the achievement of the broad
outlines of an ambitious, 21st-century Trans-Pacific Partnership (TPP) agreement that will enhance trade and investment
among the TPP partner countries, promote innovation, economic growth and development, and support the creation and
retention of jobs.
Trans-Pacific Partnership Leaders Statement
FACT SHEET: The United States in the Trans-Pacific Partnership
Outlines of the Trans-Pacific Partnership Agreement
2013 Trans-Pacific Partnership (TPP) Trade Ministers' Report to Leaders
2011 Trans-Pacific Partnership (TPP) Trade Ministers’ Report to Leaders
Remarks by President Barack Obama in Meeting with Trans-Pacific Partnership
ENHANCING TRADE AND INVESTMENT, SUPPORTING JOBS, ECONOMIC GROWTH AND DEVELOPMENT:
OUTLINES OF THE TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP AGREEMENT
On November 12, 2011, the Leaders of the nine Trans-Pacific Partnership countries – Australia, Brunei Darussalam,
Chile, Malaysia, New Zealand, Peru, Singapore, Vietnam, and the United States – announced the achievement of the
broad outlines of an ambitious, 21st-century Trans-Pacific Partnership (TPP) agreement that will enhance trade and
investment among the TPP partner countries, promote innovation, economic growth and development, and support the
creation and retention of jobs.
The agreement’s broad framework is as follows:
Key Features
In reporting to Leaders on the achievement of the broad outlines of an agreement, the Trade Ministers identified five
defining features that will make TPP a landmark, 21st-century trade agreement, setting a new standard for global trade
and incorporating next-generation issues that will boost the competitiveness of TPP countries in the global economy.
o Comprehensive market access: to eliminate tariffs and other barriers to goods and services trade and
investment, so as to create new opportunities for our workers and businesses and immediate benefits for our
consumers.
o Fully regional agreement: to facilitate the development of production and supply chains among TPP members,
supporting our goal of creating jobs, raising living standards, improving welfare and promoting sustainable growth
in our countries.
o Cross-cutting trade issues: to build on work being done in APEC and other fora by incorporating in TPP four new,
cross-cutting issues. These are:
- Regulatory coherence. Commitments will promote trade between the countries by making trade among
them more seamless and efficient.
www.ustr.gov/about-us/press-office/fact-sheets/2011/november/outlines-trans-pacific-partnership-agreement
1/5
06/01/2014
Outlines of the Trans-Pacific Partnership Agreement | Office of the United States Trade Representative
- Competitiveness and Business Facilitation. Commitments will enhance the domestic and regional
competitiveness of each TPP country’s economy and promote economic integration and jobs in the region,
including through the development of regional production and supply chains.
- Small- and Medium-Sized Enterprises. Commitments will address concerns small- and medium-sized
enterprises have raised about the difficulty in understanding and using trade agreements, encouraging
small- and medium-sized enterprises to trade internationally.
- Development. Comprehensive and robust market liberalization, improvements in trade and investment
enhancing disciplines, and other commitments, including a mechanism to help all TPP countries to effectively
implement the Agreement and fully realize its benefits, will serve to strengthen institutions important for
economic development and governance and thereby contribute significantly to advancing TPP countries’
respective economic development priorities.
o New trade challenges: to promote trade and investment in innovative products and services, including related to
the digital economy and green technologies, and to ensure a competitive business environment across the TPP
region.
o Living agreement: to enable the updating of the agreement as appropriate to address trade issues that emerge
in the future as well as new issues that arise with the expansion of the agreement to include new countries.
Scope
• The agreement is being negotiated as a single undertaking that covers all key trade and trade-related areas. In
addition to updating traditional approaches to issues covered by previous free trade agreements (FTAs), the TPP
includes new and emerging trade issues and cross-cutting issues.
• More than twenty negotiating groups have met over nine rounds to develop the legal texts of the agreement and
the specific market access commitments the TPP countries will make to open their markets to each others’ goods,
services, and government procurement.
• All of the nine countries also have agreed to adopt high standards in order to ensure that the benefits and
obligations of the agreement are fully shared. They also have agreed on the need to appropriately address
sensitivities and the unique challenges faced by developing country members, including through trade capacity
building, technical assistance, and staging of commitments as appropriate.
• A set of new, cross-cutting commitments are intended to reduce costs, enable the development of a more
seamless trade flows and trade networks between TPP members, encourage the participation of small- and
medium-sized enterprises in international trade, and promote economic growth and higher living standards.
• The negotiating teams have proposed new commitments on cross-cutting issues in traditional chapters and also
have made substantial progress toward agreement on separate, stand-alone commitments to address these
issues.
Legal Texts
• The negotiating groups have developed consolidated legal text in virtually all negotiating groups. In some areas,
text is almost complete; in others, further work is needed to finalize text on specific issues. The texts contain
brackets to indicate where differences remain.
• The legal texts will cover all aspects of commercial relations among the TPP countries. The following are the
issues under negotiation and a summary of progress. o Competition. The competition text will promote a competitive business environment, protect consumers,
and ensure a level playing field for TPP companies. Negotiators have made significant progress on the text,
which includes commitments on the establishment and maintenance of competition laws and authorities,
procedural fairness in competition law enforcement, transparency, consumer protection, private rights of
action and technical cooperation.
www.ustr.gov/about-us/press-office/fact-sheets/2011/november/outlines-trans-pacific-partnership-agreement
2/5
06/01/2014
Outlines of the Trans-Pacific Partnership Agreement | Office of the United States Trade Representative
o Cooperation and Capacity Building. The TPP countries agree that capacity building and other forms of
cooperation are critical both during the negotiations and post-conclusion to support TPP countries’ ability to
implement and take advantage of the agreement. They recognize that capacity building activities can be an
effective tool in helping to address specific needs of developing countries in meeting the high standards the
TPP countries have agreed to seek. In this spirit, several cooperation and capacity building activities have
already been implemented in response to specific requests and additional activities are being planned to
assist developing countries in achieving the objectives of the agreement. The TPP countries also are
discussing specific text that will establish a demand-driven and flexible institutional mechanism to effectively
facilitate and cooperation and capacity building assistance after the TPP is implemented.
o Cross-Border Services. TPP countries have agreed on most of the core elements of the cross-border
services text. This consensus provides the basis for securing fair, open, and transparent markets for services
trade, including services supplied electronically and by small- and medium-sized enterprises, while
preserving the right of governments to regulate in the public interest.
o Customs. TPP negotiators have reached agreement on key elements of the customs text as well as on the
fundamental importance of establishing customs procedures that are predictable, transparent and that
expedite and facilitate trade, which will help link TPP firms into regional production and supply chains. The text
will ensure that goods are released from customs control as quickly as possible, while preserving the ability
of customs authorities to strictly enforce customs laws and regulations. TPP countries also have agreed on
the importance of close cooperation between authorities to ensure the effective implementation and operation
of the agreement as well as other customs matters.
o E-Commerce. The e-commerce text will enhance the viability of the digital economy by ensuring that
impediments to both consumer and businesses embracing this medium of trade are addressed. Negotiators
have made encouraging progress, including on provisions addressing customs duties in the digital
environment, authentication of electronic transactions, and consumer protection. Additional proposals on
information flows and treatment of digital products are under discussion.
o Environment. A meaningful outcome on environment will ensure that the agreement appropriately
addresses important trade and environment challenges and enhances the mutual supportiveness of trade
and environment. The TPP countries share the view that the environment text should include effective
provisions on trade-related issues that would help to reinforce environmental protection and are discussing
an effective institutional arrangement to oversee implementation and a specific cooperation framework for
addressing capacity building needs. They also are discussing proposals on new issues, such as marine
fisheries and other conservation issues, biodiversity, invasive alien species, climate change, and
environmental goods and services.
o Financial Services. The text related to investment in financial institutions and cross-border trade in financial
services will improve transparency, non-discrimination, fair treatment of new financial services, and
investment protections and an effective dispute settlement remedy for those protections. These commitments
will create market-opening opportunities, benefit businesses and consumers of financial products, and at the
same time protect the right of financial regulators to take action to ensure the integrity and stability of financial
markets, including in the event of a financial crisis.
o Government Procurement. The text of the Government Procurement Chapter will ensure that procurement
covered under the chapter is conducted in a fair, transparent, and non-discriminatory manner. The TPP
negotiators have agreed on the basic principles and procedures for conducting procurement under the
chapter, and are developing the specific obligations. The TPP partners are seeking comparable coverage of
procurement by all the countries, while recognizing the need to facilitate the opening of the procurement
markets of developing countries through the use of transitional measures.
o Intellectual Property. TPP countries have agreed to reinforce and develop existing World Trade Organization
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property (TRIPS) rights and obligations to ensure an
effective and balanced approach to intellectual property rights among the TPP countries. Proposals are under
discussion on many forms of intellectual property, including trademarks, geographical indications, copyright
www.ustr.gov/about-us/press-office/fact-sheets/2011/november/outlines-trans-pacific-partnership-agreement
3/5
06/01/2014
Outlines of the Trans-Pacific Partnership Agreement | Office of the United States Trade Representative
and related rights, patents, trade secrets, data required for the approval of certain regulated products, as well
as intellectual property enforcement and genetic resources and traditional knowledge. TPP countries have
agreed to reflect in the text a shared commitment to the Doha Declaration on TRIPS and Public Health.
o Investment. The investment text will provide substantive legal protections for investors and investments of
each TPP country in the other TPP countries, including ongoing negotiations on provisions to ensure nondiscrimination, a minimum standard of treatment, rules on expropriation, and prohibitions on specified
performance requirements that distort trade and investment. The investment text will include provisions for
expeditious, fair, and transparent investor-State dispute settlement subject to appropriate safeguards, with
discussions continuing on scope and coverage. The investment text will protect the rights of the TPP
countries to regulate in the public interest. o Labor. TPP countries are discussing elements for a labor chapter that include commitments on labor rights
protection and mechanisms to ensure cooperation, coordination, and dialogue on labor issues of mutual
concern. They agree on the importance of coordination to address the challenges of the 21st-century
workforce through bilateral and regional cooperation on workplace practices to enhance workers’ well-being
and employability, and to promote human capital development and high-performance workplaces.
o Legal Issues. TPP countries have made substantial progress on provisions concerning the administration
of the agreement, including clear and effective rules for resolving disputes and are discussing some of the
specific issues relating to the process. TPP countries also have made progress on exceptions from
agreement obligations and on disciplines addressing transparency in the development of laws, regulations,
and other rules. In addition, they are discussing proposals related to good governance and to procedural
fairness issues in specific areas.
o Market Access for Goods. The TPP countries have agreed to establish principles and obligations related to
trade in goods for all TPP countries that ensure that the market access that they provide to each other is
ambitious, balanced, and transparent. The text on trade in goods addresses tariff elimination among the
partners, including significant commitments beyond the partners’ current WTO obligations, as well as
elimination of non-tariff measures that can serve as trade barriers. The TPP partners are considering
proposals related to import and export licensing and remanufactured goods. Additional provisions related to
agricultural export competition and food security also are under discussion.
o Rules of Origin. TPP countries have agreed to seek a common set of rules of origin to determine whether a
product originates in the TPP region. They also have agreed that TPP rules of origin will be objective,
transparent and predictable and are discussing approaches regarding the ability to cumulate or use
materials from within the free trade area in order to make a claim that a product is originating. In addition, the
TPP countries are discussing the proposals for a system for verification of preference claims that is simple,
efficient and effective.
o Sanitary and Phytosanitary Standards (SPS). To enhance animal and plant health and food safety and
facilitate trade among the TPP countries, the nine countries have agreed to reinforce and build upon existing
rights and obligations under the World Trade Organization Agreement on the Application of Sanitary and
Phytosanitary Measures. The SPS text will contain a series of new commitments on science, transparency,
regionalization, cooperation, and equivalence. In addition, negotiators have agreed to consider a series of
new bilateral and multilateral cooperative proposals, including import checks and verification. o Technical Barriers to Trade (TBT). The TBT text will reinforce and build upon existing rights and obligations
under the World Trade Organization Agreement on Technical Barriers, which will facilitate trade among the
TPP countries and help our regulators protect health, safety, and the environment and achieve other
legitimate policy objectives. The text will include commitments on compliance periods, conformity
assessment procedures, international standards, institutional mechanisms, and transparency. The TPP
countries also are discussing disciplines on conformity assessment procedures, regulatory cooperation,
trade facilitation, transparency, and other issues, as well as proposals that have been tabled covering specific
sectors.
o Telecommunications. The telecommunications text will promote competitive access for
www.ustr.gov/about-us/press-office/fact-sheets/2011/november/outlines-trans-pacific-partnership-agreement
4/5
06/01/2014
Outlines of the Trans-Pacific Partnership Agreement | Office of the United States Trade Representative
telecommunications providers in TPP markets, which will benefit consumers and help businesses in TPP
markets become more competitive. In addition to broad agreement on the need for reasonable network
access for suppliers through interconnection and access to physical facilities, TPP countries are close to
consensus on a broad range of provisions enhancing the transparency of the regulatory process, and
ensuring rights of appeal of decisions. Additional proposals have been put forward on choice of technology
and addressing the high cost of international mobile roaming.
o Temporary Entry. TPP countries have substantially concluded the general provisions of the chapter, which
are designed to promote transparency and efficiency in the processing of applications for temporary entry,
and ongoing technical cooperation between TPP authorities. Specific obligations related to individual
categories of business person are under discussion.
o Textiles and Apparel. In addition to market access on textiles and apparel, the TPP countries also are
discussing a series of related disciplines, such as customs cooperation and enforcement procedures, rules
of origin and a special safeguard.
o Trade Remedies. TPP countries have agreed to affirm their WTO rights and obligations and are considering
new proposals, including obligations that would build upon these existing rights and obligations in the areas
of transparency and procedural due process. Proposals also have been put forward relating to a transitional
regional safeguard mechanism.
Tariff Schedules and Other Market-Opening Packages
• The TPP tariff schedule will cover all goods, representing some 11,000 tariff lines. The nine countries also are
developing common TPP rules of origin, and are weighing proposals now for how to do this most effectively and
simply.
• Services and investment packages will cover all service sectors. To ensure the high-standard outcome the nine
countries are seeking, the TPP countries are negotiating on a “negative list” basis, which presumes
comprehensive coverage but allows countries to negotiate specific exceptions to commitments in specific service
sectors.
• Government procurement packages are being negotiated with each country seeking to broaden coverage to
ensure the maximum access to each others’ government procurement markets, while recognizing each others’
sensitivities.
Next Steps
• Leaders of the nine TPP countries have instructed negotiators to meet in early December, and at that time to
schedule additional negotiating rounds.
Of f ice of the United States Trade Representativ e • http://www.ustr.gov /
• accessed on: Sun, 05 Jan 2014 22:21:04 -0500
www.ustr.gov/about-us/press-office/fact-sheets/2011/november/outlines-trans-pacific-partnership-agreement
5/5
From: Andri Andri [mailto:[email protected]]
Sent: Tuesday, 25 June, 2013 10:48 AM
To: Carlos A. Kuriyama
Subject: Interview for Research
Dear Sir Carlos Kuriyama,
Allow me to introduce myself. My name is Andri, I am an International Relations Student in UIN
Jakarta, Indonesia. I am right now doing my last research for my undergraduate program.
I know you sir and get your email address from your great work (paper) and your research about
Trans Pacific Partnership and APEC.
Talking about my research, my research is also discuss about Trans-Pacific Partnership. I am trying to
find out what are the efforts of USA in order to fulfil its economic interest through Trans-Pacific
Partnership.
Honourable Sir Carlos Kuriyama,
Hereby I would like to ask for your willingness to be interviewed through email. Is it possible for me
to ask you some questions related to the USA and Trans Pacific Partnership?
Thank you very much for reading this email.
I look forward to hear the great news from you about your willingness, :)
Warmest Regards,
Dear Andri,
Thanks for your message. If you have any questions about USA and the TPP, please go ahead, I will
do my best to help you to the extent possible.
Cheers,
Carlos
Carlos KURIYAMA (Mr)
Senior Analyst, Policy Support Unit | APEC Secretariat
Tel +65 6891 9407 | Mob +65 9827 3556 | Fax +65 6891 9419
35 Heng Mui Keng Terrace Singapore 119616
Visit us at www.apec.org | Twitter | Facebook
Thanks Andri for your sending your questions. My views for each of your questions are embedded
below right after each of your questions. Hope it helps!
Best,
Carlos
From: Andri Andri [mailto:[email protected]]
Sent: Tuesday, 25 June, 2013 3:13 PM
To: Carlos A. Kuriyama
Subject: Re: Interview for Research
Dear Sir Carlos A. Kuriyama,
Thank you for your quick respond, I really appreciate it..
Hereby several questions that I want to know from your opinion:
1. What is Trans-Pacific Partership in your opinion?
The Trans-Pacific Partnership (TPP) is a process that seeks to strengthen regional economic
integration in the Pacific Rim through the establishment of a free trade agreement (FTA).
2. What are the differences between TPSEP and TPP?
One key difference. TPSEP is already a FTA. TPP is not yet, since the parties are still negotiating an
FTA.
Another difference is the membership. TPSEP only has 4 parties (Brunei, Chile, New Zealand and
Singapore). TPP has much more parties participating in the process (Australia, Brunei, Canada, Chile,
Malaysia, Mexico, New Zealand, Peru, Singapore, United States and Viet Nam). The process to
incorporate Japan in the TPP negotiations is ongoing, not finished yet.
3. Why did USA join TPP? What are the factors that make USA join?
Many reasons: multilateral negotiations in WTO slowing down, USA’s interest to strengthen its
political and economic links with the Asia Pacific, etc. My advice is to read some documents written
by American experts. Suggest reading Jeffrey Schott’s pieces: Undestanding the TPP
Agreement( http://bookstore.piie.com/book-store/6727.html); The Trans-Pacific Partnership,
Chapter
4(http://www.cambridge.org/asia/catalogue/catalogue.asp?isbn=9781107028661&ss=toc). Als
o, check this paper written for the US Congress on the
matter: http://www.fas.org/sgp/crs/row/R42694.pdf
4. What are the economic interests of USA in Asia Pasific? Why Asia Pasific?
To get the answer for this question, my advice is to read the documents I mentioned in my answer
for question 5.
5. How is USA fulfilling its economic interests in Asia Pacific through TPP?
Same response as above.
6. How do you see the future of Trans Pacific Partnership?
It is promising as long as the negotiating parties reach a comprehensive agreement, especially if this
is done within the next two years.
Thank you very much..
Carlos KURIYAMA (Mr)
Senior Analyst, Policy Support Unit | APEC Secretariat
Tel +65 6891 9407 | Mob +65 9827 3556 | Fax +65 6891 9419
35 Heng Mui Keng Terrace Singapore 119616
Visit us at www.apec.org | Twitter | Facebook
Dear Sir Peter A. Petri,
Allow me to introduce myself. My name is Andri, I am an International Relations Student in UIN Jakarta, Indonesia. I am right
now doing my last research for my undergraduate program.
I know you sir and get your email address from your great work (paper) and your research about Trans Pacific Partnership.
Talking about my research, my research is also discuss about Trans-Pacific Partnership. I am trying to find out what are the
efforts of USA in order to fulfil its economic interest through Trans-Pacific Partnership.
Honourable Sir Peter A. Petri,
Hereby I would like to ask for your willingness to be interviewed through email. Is it possible for me to ask you some questions
related to the USA and Trans Pacific Partnership?
Thank you very much for reading this email.
I look forward to hear the great news from you about your willingness, :)
Warmest Regards,
DEAR ANDRI, THE ANSWERS ARE IN CAPS BELOW.
On Tue, Jun 25, 2013 at 10:59 PM, Andri Andri <[email protected]> wrote:
Dear Sir Peter Petri,
Thank you for your respond, I really appreciate it..
Hereby several questions that I want to know from your opinion:
1. What is Trans-Pacific Partership in your opinion?
THE TPP IS AN EFFORT BY MEMBER COUNTRIES TO DEFINE HIGH QUALITY TRADE RULES
APPLICABLE TO TRADE IN THIS CENTURY. THERE IS MUCH DISCUSSION IN THE LITERATURE AND
MEDIA WHAT EXACTLY THAT MEANS, AND IT DIFFERS FROM COUNTRY TO COUNTRY.
2. What are the differences between TPSEP and TPP?
THE TPSEP WAS THE 4-COUNTRY AGREEMENT THAT PRECEDED THE TPP AND HAD SIMILAR AIMS IN
TERMS OF HIGH QUALITY RULES. SINCE MANY OTHER COUNTRIES, INCLUDING MUCH LARGER ONES
THAN WERE INVOLVED ORIGINALLY, HAVE SINCE JOINED, THE TPP IS BEGINNING TO LOOK QUITE
DIFFERENT FROM TPSEP.
3. What are the differences between TPP with other FTAs?
THE TPP WOULD BE MUCH LARGER (CURRENLY NEARLY 40 PERCENT OF GDP) AND IS OVERLAYED
ON SEVERAL EXISTING FTAS. THUS IT IS A FIRST EFFORT TO CONSOLIDATE SEVERAL PRIOR FTAS-WHAT SOME PEOPLE HAVE CALLED THE NOODLE BOWL OF TRADE AGREEMENTS.
4. Why did USA join TPP? What are the factors that make USA join?
IT APPEARS INCRERASINGLY UNLIKELY THAT THE WTO NEGOTIATION PROCESS WILL YIELD
AGREEMENTS ON ISSUES THAT THE US THINKS ARE IMPORTANT, SUCH AS THE LIBERALIZATION OF
SERVICE TRADE, INVESTMENT, AND GOOD RULES FOR INTELLECTUAL PROPERTY. SO THE US IS
TRYING TO DEVELOP AGREEMENTS WITH GROUPS OF LIKE-MINDED COUNTRIES TO ADDRESS THESE
AND OTHER NEW TRADE ISSUES.
5. What are the economic interests of USA in Asia Pasific? Why Asia Pasific?
THE ASIA-PACIFIC IS VERY VIBRANT AREA OF INTERNATIONAL TRADE. EVERY SENSIBLE BUSINESS
AND COUNTRY WILL WANT TO BE INVOLVED IN TRADE AND INVESTMENT IN THE REGION. THE US
HAS LONG HAD ECONOMIC CONNECTIONS WITH THE REGION AND IT WANTS TO MAINTAIN THEM,
ESPECIALLY NOW WHEN THE REGION'S ECONOMY IS DYNAMIC.
6. How is USA fulfilling its economic interests in Asia Pacific through TPP?
THE AGREEMENT WILL DEVELOP STRONGER RULES AND LIBERALIZE TRADE AND INVESTMENT
FLOWS BETWEEN THE US AND THE REGION.
7. How do you see the future of Trans Pacific Partnership?
I AM OPTIMISTIC--THERE IS STILL HARD WORK TO BE DONE, BUT THE VALUE OF REACHING AN
AGREEMENT IS HIGH AND I EXPECT THAT NEGOTIATORS WILL ULTIMATELY DO SO.
YOU CAN SEE MORE WRITING BY ME AND COLLEAGUES ON THE WEBSITE: www.asiapacifictrade.org
Dear Madam Deborah Elms,
Allow me to introduce myself. My name is Andri, I am an International Relations Student in UIN Jakarta, Indonesia. I am right
now doing my last research for my undergraduate program.
I know you madam and get your email address from your great work (paper) and your research about Trans Pacific
Partnership.
Talking about my research, my research is also discuss about Trans-Pacific Partnership. I am trying to find out what are the
efforts of USA in order to fulfill its economic interest through Trans-Pacific Partnership.
Honorable Madam,
Hereby I would like to ask for your willingness to be interviewed through email. Is it possible for me to ask you some questions
related to the USA and Trans Pacific Partnership?
Thank you very much for reading this email.
I look forward to hear the great news from you about your willingness, :)
Warmest Regards,
Andri,
I think you should start by reading the attached materials and the paper
at http://www.rsis.edu.sg/publications/WorkingPapers/WP232.pdf
Deborah K. Elms
Head, Temasek Foundation Centre for Trade & Negotiations (TFCTN)
S. Rajaratnam School of International Studies
Nanyang Technological University
Singapore 639798
Tel: (65) 6790-6978 Fax: (65) 6793-2991
[email protected]
Download