6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Trabecular Meshwork dan Dinamika

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1.
Trabecular Meshwork dan Dinamika Humor Aqueous
Sekresi dan regulasi outflow humor aqueous secara fisiologis merupakan
proses penting dalam mempertahankan tekanan intraokuli dalam batas normal
sehingga tidak menimbulkan kerusakan papil saraf optik. Terdapat adanya
kelebihan hidrogen dan klorida, askorbat dan kekurangan bikarbonat pada humor
aqueous manusia dibandingkan plasma. Kandungan protein pada humor aqueous
1/200-1/500 dibandingkan protein plasma yang berperan menjaga kejernihan
optik dan integritas blood-aqueous barrier pada mata normal. Perbedaan pada
komposisi humor aqueous menyebabkan terjadinya peningkatan resitensi outflow
(Goel, dkk., 2010).
Humor aqueous diproduksi dengan rata-rata 2.0-2.5 μL/menit dan
komposisinya berubah seiring dengan alirannya dari bilik mata belakang melalui
pupil menuju bilik mata depan. Rata-rata kecepatan outflow humor aqueous
adalah 0,22-0,30 μL/min/mmHg. Pembentukan humor aqueous dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya : integritas blood-aqueous barrier, aliran darah ke
badan siliar, regulasi neurohumoral dari jaringan vaskular dan epitel siliaris.
Humor aqueous menuju aliran yang lebar dari jalinan uvea kemudian menuju
ruang
iregular
dari
korneoskleral
trabecular
meshwork
dan
jalinan
jukstakanalikular. Dari sini sebanyak lebih dari 80% humor aqueous mengalir
6
melalui endotel dan kanal Schlemm dan akhirnya keluar dari mata menuju vena
aqueous. Pasien dengan glaukoma dan peningkatan tekanan intraokuli memiliki
outflow humor aqueous yang rendah (American Academy of Ophthalmology Staff,
2011-2012b; Ito dan Walter, 2013).
Gambar12.1. Struktur Mata dan Pembentukan Humor Aqueous (Aslan, dkk., 2013)
Dua struktur utama yang berhubungan dengan dinamika humor aqueous
adalah trabecular meshwork dan badan siliar. Trabecular meshwork merupakan
jaringan ikat seperti spons yang melingkar dilapisi dengan trabekulosit. Sel ini
bersifat fagositik, berfungsi kontraksi yang akan mempengaruhi resistensi outflow.
Pembentukan humor aqueous merupakan proses biologis yang berhubungan
dengan ritme sirkadian yaitu lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan malam hari.
Humor aqueous diproduksi oleh prosesus siliaris yang tersusun oleh epitelium
outer pigmented dan inner nonpigmented yang merupakan tempat utama produksi
humor aqueous (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b;
Majsterek, dkk.,2011).
Terdapat tiga mekanisme pada pembentukan humor aqueous yaitu : difusi,
ultrafiltrasi dan sekresi aktif. Sekresi aktif merupakan kontributor utama pada
7
pembentukan humor aqueous. Mekanisme ini tidak tergantung pada tekanan
osmotik maupun hidrostatik namun membutuhkan energi untuk menggerakkan
substansi yang larut dalam air tapi memiliki ukuran yang lebih besar untuk
melawan gradien elektrokimia. Transport ion yang bersifat pasif adalah
ultrafiltrasi dan difusi. Sistem ultrafiltrasi adalah pergerakan substansi yang larut
dalam air melewati membran sel yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan
hidrostatik dan gradien onkotik. Perbedaan tekanan hidrostatik antara kapiler dan
intraokuli membantu dalam pergerakan cairan ke mata dan perbedaan gradien
onkotik menghambat pergerakan humor aqueous. Difusi adalah pergerakan pasif
dari ion yang larut dalam lemak melewati membran sel karena adanya perbedaan
konsentrasi (Goel, dkk., 2010).
Aliran humor aqueous terjadi dengan 2 mekanisme utama : pressuredependent outflow dan pressure-independent outflow. Trabecular meshwork
terdiri dari jaringan ikat kolagen yang merupakan tempat pressure-dependent
outflow. Trabecular meshwork berfungsi sebagai katup satu arah yang
mengalirkan humor akuous ke kanalis Schlemm dan selanjutnya ke sistem vena.
Pada mata normal, semua outflow nontrabekular disebut dengan uveosklera
outflow atau yang disebut dengan pressure-independent outflow. Sebanyak 5%15% dari total aqueous outflow adalah uveoskleral outflow. Jalur outflow
uveoskleral berkurang seiring dengan umur. Mekanisme yang terlibat adalah
aliran humor aqueous dari bilik mata depan menuju otot siliaris kemudian ke
ruang suprasilia dan suprakoroidal (American Academy of Ophthalmology Staff,
2011-2012b).
8
Gambar22.2. Sudut bilik mata depan dan limbus (American Academy of
Ophthalmology Staff, 2011-2012a)
Glaukoma umumnya berhubungan dengan peningkatan tekanan bola mata
yang disebabkan oleh gangguan outflow aqueous humor akibat abnormalitas pada
sistem drainase sudut bilik mata depan yang disebut dengan glaukoma sudut
terbuka atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase yang disebut
dengan glaukoma sudut tertutup. Perubahan yang terjadi di trabecular meshwork
selama proses penuaan menyebabkan jaringan menjadi lebih rentan tidak
berfungsi. Pada pemeriksaan fonograf disebutkan bahwa outflow humor aqueous
berkurang seiring dengan usia (Ito dan Walter, 2013).
Gangguan fungsional pada trabecular meshwork memicu terjadinya
disfungsi aliran keluar dan menimbulkan peningkatan resistensi sistem aliran
humor aqueous yang merupakan penyebab utama glaukoma primer sudut terbuka.
75% Resistensi aliran humor aqueous terlokalisasi pada trabecular meshwork
utamanya pada bagian jukstakanalikular. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intraokuli dan berhubungan dengan hilangnya tajam
penglihatan (Goel, dkk., 2010; Sacca, dkk., 2005; Izzotti, dkk., 2010).
9
Gambar32.3 Trabecular meshwork pada kondisi normal (Ito dan Walter, 2013)
Sel trabecular meshwork secara konstan terpapar oleh stres mekanik dan
oksidatif yang merupakan produk metabolisme sel normal. Mekanisme
pertahanan trabecular meshwork yaitu antioksidan dan sistem proteolitik berguna
untuk melindungi sel dari stres. Perubahan spesifik pada ekspresi gen terjadi
sebagai respons terhadap stres tertentu, sehingga sel trabecular meshwork dapat
beradaptasi terhadap lingkungan dan bertahan hidup (Ito dan Walter, 2013).
1.2.
Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka atau Primary Open Angle Glaucoma
(POAG) merupakan suatu optik neuropati kronik yang tidak disebabkan oleh
penyakit mata atau sistemik lainnya, bersifat progresif lambat dengan hilangnya
fungsi penglihatan, yang ditandai dengan terbukanya sudut bilik mata depan,
kerusakan papil saraf optik, gangguan lapang pandang. Tekanan bola mata yang
meningkat merupakan faktor risiko penting pada glaukoma primer sudut terbuka,
faktor lainnya seperti ras, ketebalan kornea sentral yang kurang dari normal,
meningkatnya umur, adanya riwayat keluarga, perfusi yang rendah pada saraf
optik, kelainan metabolisme sel akson atau ganglion dan kelainan matriks
ekstraselular pada lamina kribrosa juga berperan pada perkembangan penyakit ini.
10
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya tidak diketahui dapat terjadi bilateral
ataupun asimetris. Gangguan lapang pandang dapat terjadi signifikan sebelum
terlihat adanya gejala (Oduntan dan Mashige, 2011).
Risiko terjadinya glaukoma meningkat signifikan setelah usia 40 tahun.
Prevalensi glaukoma primer sudut terbuka di Amerika pada individu diatas usia
40 tahun adalah 1,86% yaitu sekitar 2,22 juta penduduk Amerika. Berdasarkan
data tersebut, 84.000 hingga 116.000 menjadi buta pada kedua mata dengan bestcorrected visual acuity ≤20/200 atau lapang pandang <200. Diperkirakan jumlah
pasien glaukoma primer sudut terbuka akan meningkat 50% menjadi 3,36 juta
pada tahun 2020 dengan adanya peningkatan usia populasi penduduk amerika
yang pesat (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).
Glaukoma dapat menyebabkan hilangnya tajam penglihatan permanen,
namun hal ini dapat dicegah. Patogenesis terjadinya glaukoma primer sudut
terbuka masih belum dipahami dengan jelas (Feilchenfeld, dkk.,2008). Kerusakan
yang terjadi pada trabecular meshwork dan papil saraf glaukomatous juga dapat
disebabkan karena penyebab mekanik, vaskular, selular dan paparan stres
oksidatif.
Teori mekanik mengemukakan peningkatan tekanan intraokuli
menimbulkan posterior bowing dari lamina kribrosa, struktur kolagen yang
mendukung sel akson ganglion retina, sehingga menimbulkan penekanan pada
akson dan mengganggu aliran aksoplasma ganglion retina yang penting dalam
menjaga fungsi normal neuron. Penekanan ini dapat menimbulkan terjadinya
degenerasi sel ganglion retina dengan mengganggu aliran aksoplasmik orthograde
maupun retrograde di lamina kribrosa Perubahan pada tekanan intraokuli
11
mengakibatkan perubahan (termasuk peregangan dan penekanan) pada sel dan
ditangkap sel trabecular meshwork sebagai stres mekanik (Kwon dan Caprioli,
2012).
Teori vaskular menunjukkan adanya perubahan mikrovaskular yang
menimbulkan iskemia papil saraf optik dan terjadinya papil saraf optik
glaukomatous. Vaskularisasi papil saraf optik prelamina dan lamina berasal dari
koroid peripapil dan arteri siliaris posterior cabang pendek. Gangguan
autoregulasi akan merusak vaskularisasi papil saraf optik anterior. Autoregulasi
merupakan mekanisme penting dimana arteriole mengalami dilatasi atau
konstriksi
dengan
peningkatan
atau
penurunan
tekanan
perfusi
untuk
mempertahankan aliran darah konstan ke retina (Feilchenfeld, dkk.,2008).
Kejadian selular dan molekular yang dipicu oleh peningkatan tekanan
intraokuli menyebabkan terjadinya gangguan pada transport aksonal retrograde
dan kemudian memicu apoptosis (kematian sel) ganglion sel retina glaukomatous.
Apoptosis merupakan proses dimana kelebihan neuron mengalami degenerasi
spontan selama perkembangan normal (Kwon dan Caprioli, 2012).
Pada glaukoma primer sudut terbuka, sel ganglion retina dan struktur
segmen anterior seperti trabecular meshwork terpapar pada kondisi stres oksidatif
kronik. Stres oksidatif dan nitratif berperan terhadap terjadinya kematian saraf
progresif yang merupakan karakteristik kerusakan saraf optik glaukomatous.
Penanda stres oksidatif yang meningkat pada glaukoma diantaranya adalah
protein nitrotyrosine, carbonyls pada proteins, hasil lipid oxidation dan basa DNA
yang teroksidasi (Chang, dkk., 2011; Ito dan Walter, 2013).
12
Glaukoma primer sudut terbuka didiagnosis dengan evaluasi tekanan bola
mata, gonioskopi, papil saraf optik dan defek lapang pandang. Fluktuasi tekanan
intraokuli merupakan suatu proses fisiologi normal dan tidak dapat dihindari.
Fluktuasi tekanan intraokuli terjadi saat berkedip, gerakan mata dan bahkan
dengan perubahan pada posisi tubuh. Fluktuasi diurnal tekanan bola mata hingga
10 mmHg atau lebih dalam waktu 24 jam menunjukkan adanya glaukoma.
Sebagian besar pasien tanpa glaukoma menunjukkan variasi diurnal 2-6 mmHg.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa rata-rata tekanan intraokuli adalah
16 mmHg dengan rentang deviasi 3 mmHg. Angka 22 mmHg telah digunakan
untuk memisahkan tekanan normal dan abnormal dan menentukan pasien yang
memerlukan terapi hipotensif. Perubahan posisi dari posisi tegak siang hari
menjadi posisi berbaring malam hari berhubungan dengan peningkatan tekanan
bola mata pada malam hari. Jadi pengukuran tekanan bola mata pertama kali saat
pemeriksaan tidak menggambarkan derajat tekanan bola mata (American
Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b; Ito dan Walter, 2013).
Pemeriksaan tekanan intraokuli yang dilakukan beberapa kali dalam satu
hari dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis glaukoma primer sudut terbuka
dan mengetahui kemungkinan tekanan normal glaukoma. Tekanan intraokuli
meningkat seiring dengaan umur dan dipengaruhi secara genetik. Faktor yang
mempengaruhi peningkatan tekanan intraokuli adalah peningkatan tekanan vena
episklera (manuver valsalva, peningkatan tekanan vena sentral), penekanan pada
mata, peningkatan suhu tubuh, pengaruh hormon, penggunaan obat-obatan. Faktor
yang dapat menurunkan tekanan intraokuli adalah olahraga aerobik, obat anestesi,
13
asidosis metabolik atau respiratorik, kehamilan, konsumsi alkohol (Kwon dan
Caprioli, 2012).
Goniokopi merupakan gold standard untuk evaluasi sudut bilik mata. Saat
ini gonioskopi indirect yaitu dengan menggunakan cermin atau prisma untuk
memantulkan cahaya dari sudut bilik mata ke pemeriksa lebih banyak digunakan
daripada gonioskopi direct, yaitu menggunakan slit lamp dan direct goniolens.
Dua jenis lensa yang digunakan adalah tipe Zeiss dan Goldmann (American
Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).
Sistem klasifikasi Shaffer saat ini merupakan sistem klasifikasi yang
banyak digunakan untuk mengevaluasi sudut bilik mata depan. Sistem ini
menggunakan besarnya sudut dan struktur sudut pada sistem klasifikasinya.
Klasifikasi sudut bilik mata yang terlihat pada gonioskopi menurut Schaffer, 1960
(Campa, dkk., 2011):
Tabel12.1 Sistem klasifikasi sudut bilik mata (Campa, dkk., 2011)
Klasifikasi
Temuan
Besarnya derajat sudut
Derajat 4
Badan siliar terlihat
35-45
Derajat 3
Skleral spur terlihat
20-35
Derajat 2
Trabecular meshwork terlihat
20
Derajat 1
Hanya Schwalbe line yang terlihat
≤10
Derajat 0
Sudut tertutup
0
Pemeriksaan gonioskopi sebaiknya dilakukan pada semua pasien untuk
mengevaluasi adanya glaukoma dan diulang berkala pada pasien dengan
glaukoma primer sudut terbuka untuk mengetahui kemungkinan terajadinya
14
glaukoma sudut tertutup yang disebabkan oleh terapi miotikum atau perubahan
lensa akibat usia terutama pada pasien dengan hyperopia (American Academy of
Ophthalmology Staff, 2011-2012b; Foster, dkk., 2002).
Papil saraf optik merupakan penghubung saraf antara neurosensori retina
dan lateral geniculate body. Papil saraf optik merupakan bagian distal dari saraf
optik. Terletak sekitar 3 sampai 4 mm di bagian nasal fovea. Diameternya
bervariasi, kurang lebih 1,5 mm. Papil saraf terdiri dari 1,2-1,5 juta akson dari
ganglion sel retina jaringan neural, jaringan glial, matrix ekstraseluler dan
pembuluh darah. Papil saraf optik berbentuk bulat atau sedikit oval dan terdiri dari
cup di bagian tengahnya. Jaringan antara cup dan tepi disc disebut dengan neural
rim atau neuroretinal rim. Pada individu normal, rim memiliki lebar yang seragam
dengan warna oranye atau merah muda. Ukuran cup yang fisiologis ditentukan
sesuai usia perkembangan dan relatif berdasarkan ukuran disc. Semakin besar
ukuran keseluruhan area disc, maka ukuran cup akan semakin besar. Individu
dengan myopia memiliki mata dan cup dan disc yang lebih besar daripada mata
emetropia dan hyperopia. Pada kondisi normal, ketebalan neural rim tidak sama
pada setiap tempat. Neural rim paling tebal terletak di inferior, selanjutnya
semakin tipis di superior, kemudian nasal, dan yang paling tipis adalah bagian
temporal. Pada pemeriksaan oftalmoskop, lapisan serat saraf normal tampak
seperti goresan halus yang meluas ke temporal seperti arkuata dari polus superior
dan inferior disc (Kwon dan Caprioli, 2012).
Perubahan awal yang dapat terjadi pada optik neuropati glaukomatous
adalah pembesaran cup secara menyeluruh maupun sebagian, perdarahan splinter
15
superfisial yaitu garis linier berwarna merah pada atau dekat dengan permukaan
disc, hilangnya lapisan serat saraf, tipisnya neuroretinal rim, cup tampak pucat
namun tidak pucat pada neuroretinal rim, terdapat pembuluh darah yang saling
bersilangan yang terletak di bagian nasal, asimetris cup dan disc rasio pada kedua
mata pasien, atropi peripapil (Oduntan dan Mashige, 2011).
Rasio cup-disc vertikal normal adalah antara 0.1 dan 0.4 jika dilihat secara
stereoskopis, walaupun sebanyak 5% individu normal akan memiliki rasio cupdisc lebih besar dari 0,6. Asimetri rasio cup-disc lebih dari 0,2 terjadi pada kurang
dari 1% individu normal. Pada pemeriksaan berulang pada mata yang sama
terdapat variasi cup disc rasio hingga 0,2. Rim papil saraf optik yang asimetris
diantara kedua mata dan adanya penipisan fokal neural rim meningkatkan
kecurigaan akan terjadinya proses glaukomatous. Peningkatan ukuran cup
fisiologis bisa diturunkan pada keluarga dan terlihat pada pasien dengan miopia
tinggi. Evaluasi berkala yang hati-hati dari papil saraf optik dan lapang pandang
penting dalam mendiagnosis glaukoma primer sudut terbuka dan terapinya
ditujukan dengan menurunkan tekanan bola mata (American Academy of
Ophthalmology Staff, 2011-2012b; Ito dan Walter, 2013).
Optical coherence tomography (OCT) merupakan metode yang dapat
mengukur secara objektif segmen anterior mata, termasuk anatomi sudut bilik
mata depan. Teknologi ini dapat melakukan analisis secara kualitatif dan
kuantitatif sudut bilik mata depan. OCT juga dapat mengukur langsung ketebalan
lapisan serat saraf retina dengan menghitung area antara internal limitting
membrane dan tepi lapisan serat saraf retina. OCT digunakan untuk menentukan
16
secara objektif papil saraf optik yang secara subyektif ditentukan oleh dokter ahli
mata (Bressler dan Ahmed, 2006).
1.3.
Stres Oksidatif pada Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan
dengan kadar oksidan yang lebih tinggi. Radikal bebas (oksidan) berhubungan
dengan terjadinya berbagai penyakit pada mata dan sistemik serta proses penuaan.
Tanpa disadari didalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara terus menerus
baik melalui proses metabolisme sel normal, respon terhadap pengaruh dari luar
tubuh dan lain-lain. Dengan meningkatnya usia, pembentukan radikal bebas juga
semakin meningkat. Secara umum, ikatan kimia terpisah dengan tidak
meninggalkan molekul dalam bentuk elektron tidak berpasangan yang aneh,
namun ketika ikatan yang lemah ini terpisah maka akan terbentuk radikal bebas
(Ferreira, dkk., 2011; Oduntan dan Mashige, 2011).
Radikal bebas adalah spesies kimia dengan jumlah elektron yang tidak
berpasangan sehingga sangat tidak stabil, memiliki rentang hidup yang singkat
dan sangat reaktif dengan energi aktivasi yang rendah berusaha menangkap
elektron yang dibutuhkan untuk mencapai kestabilan baik dengan menghibahkan
elektron yang tak berpasangan tersebut (proses oksidasi), maupun menerima
elektron dari sumber lain (proses reduksi). Oksidan ialah zat yang dapat menerima
elektron dan menyebabkan zat lain teroksidasi (kehilangan elektron). Oksidan
melalui reaksi kimia berantai (reaksi redoks atau reduksioksidasi) dapat
menimbulkan kerusakan oksidatif pada organ-organ tubuh yang rentan. Efek
17
negatif ini dikenal pula sebagai stres oksidatif (Halliwell, 2000; Oduntan dan
Mashige, 2011).
Metabolisme aerob yang terjadi setiap saat dalam tubuh manusia
merupakan proses biologis. Oksigen yang dihirup digunakan untuk metabolisme
semua sel tubuh, namun dapat timbul efek samping yang tidak dikehendaki yaitu
radikal bebas seperti anion superoksid (O2.-), hidroksil (-OH) dan nitrogenoksidasintase (NO∙-sintase). Kelompok dengan dasar atom O disebut juga spesies
oksigen reaktif (reactive oxygen species atau ROS) yang merupakan oksidan
utama dalam tubuh manusia ( Ito dan Walter, 2013). Radikal bebas dapat
dikelompokkan kedalam ROS, tetapi dalam kelompok ROS terdapat juga berbagai
senyawa dengan atom Oksigen yang bukan radikal bebas, misalnya singlet oxygen
atau |O2, ozon atau O3, hidrogen peroksida atau H2O2, asam hipoklorit atau HOCl.
Hidrogen peroksida (H2O2) secara normal ada di humor aqueous dan merupakan
sumber stres oksidatif bagi trabecular meshwork (Danusantoso H, 2003).
Seperti sel lain di dalam tubuh, trabecular meshwork terpapar pada
berbagai stres di lingkungan, utamanya adalah stres mekanik. Terdapat hipotesis
bahwa mekanisme pertahanan sel sudah terganggu akibat proses penuaan, dan
semakin memburuk dengan adanya kondisi stres oksidatif yang kronik. Kematian
sel akan terjadi jika sel tidak lagi mampu beradaptasi pada lingkungan (Ito dan
Walter, 2013).
18
Gambar42.4 Trabecular meshwork pada fenotip glaukoma (Ito dan Walter, 2013).
Paparan radikal bebas akut dan kronik, mutasi genetik dan berbagai faktor
lainnya dapat mengganggu fungsi normal sel trabecular meshwork. Stres oksidatif
dapat memicu reaksi oksidasi yang menyebabkan kematian sel
trabecular
meshwork (lingkaran terputus) hingga pada tahap jaringan trabecular meshwork
tidak dapat berfungsi lagi. Akibatnya, terjadi disregulasi drainase humor aqueous
yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraokuli, yang menimbulkan kematian
ganglion sel retina dan glaukoma.
Tekanan intraokular juga dapat memicu
pembentukan radikal bebas oksidatif. Korelasi statistik yang signifikan ditemukan
antara kerusakan oksidatif pada DNA trabecular meshwork, kerusakan lapang
pandang dan tekanan bola mata (Aslan dkk, 2013; Sacca, dkk.,2005).
19
Sumber stres oksidatif yang berasal dari lingkungan seperti asap rokok
atau radiasi tidak terlibat pada patogenesis terjadinya glaukoma. Mitokondria
merupakan sumber Reactive Oxygen Species (ROS) endogen penting di dalam sel.
Mitokondria memiliki materi genetik tersendiri, yaitu mitokondria DNA
(mtDNA), untai ganda DNA sirkular yang tidak memiliki struktur nukleosome
dan sistem repair DNA. Hal ini menyebabkan DNA rentan mengalami kerusakan
yang dipicu oleh ROS, yang menyebabkan kegagalan mitokondria dan
peningkatan produksi endogen dari stres oksidatif menimbulkan terbentuknya
lingkaran setan. Kerusakan mitokondria terlibat pada patogenesis berbagai
penyakit degeneratif kronik. Beberapa penemuan menyatakan peran kerusakan
mitokondria pada glaukoma primer sudut terbuka (Izzotti, dkk., 2010).
Abu-Amero dkk melaporkan pada pasien glaukoma terjadi mutasi di
genome mitokondria dan penurunan aktivitas respiratori di genome mitokondria
dibandingkan subjek kontrol. Kemampuan antioksidatif pada humor aqueous
pasien glaukoma menurun dibandingkan bukan glaukoma (Chang, dkk.,2011).
Feilchenfeld, dkk (2008) melaporkan peningkatan nitrotyrosine (sisa
reaksi lesi oksidatif) ada pada pembuluh darah dan astrosit pada pre-laminar papil
saraf optik pada glaukoma sudut terbuka dibandingkan kelompok kontrol.
Trabecular meshwork secara terus menerus terpapar pada setidaknya dua bahan
toksik, dan pada kondisi tidak adanya mekanisme proteksi dapat menimbulkan
kerusakan membran serius. Satu diantaranya adalah radikal bebas superokside
anion yang dihasilkan oleh metabolisme oksidatif di trabecular meshwork. Yang
lainnya adalah H2O2 yang dapat berasal dari 2 sumber : masuk dari humor
20
aqueous yang berada pada konsentrasi 25μM dan produksi lokal dari dismutasi
enzym anion superokside oleh superokside dismutase (SOD) (Chang, dkk., 2011;
Sacca, dkk., 2005).
Izzotti, dkk (2003) menemukan kerusakan oksidatif DNA meningkat
secara signifikan pada trabecular meshwork pasien glaukoma dibandingkan
dengan kontrol. Peneliti mengemukakan bahwa stres oksidatif terjadi tidak hanya
pada meshwork namun juga pada sel retina dan melibatkan kematian neuron pada
saraf optik glaukoma primer sudut terbuka. Stres oksidatif dapat menimbulkan
perubahan kronik pada aqueous dan vitreous humour yang dapat memicu
perubahan pada trabecular meshwork dan papil saraf optik seperti yang terlihat
pada glaukoma (Oduntan dan Mashige, 2011).
Penelitian Sorkhabi, dkk (2011) di Iran menemukan terjadinya
peningkatan kadar 8-OHdG dalam serum pasien dengan glaukoma (17,80±8,06
ng/ml) dibandingkan dengan pasien katarak (13,63±3,54ng/ml). Penelitian ini juga
menemukan kadar 8-OhdG dalam humor aqueous pasien dengan glaukoma lebih
tinggi (4,61±2,97 ng/ml) dibandingkan dengan pasien katarak (1,98±0,70 ng/ml)
(Sorkhabi,dkk., 2011).
Penelitian Sacca dkk (2005) mengemukakan bahwa mitokondrial DNA
proteksinya lebih rendah dibandingkan nuklear DNA sehingga lebih sensitif
terhadap serangan radikal bebas. Pada penelitian ini menemukan kadar 8-OHdG
pada humor aqueous pasien glaukoma 2.1x lebih tinggi dibandingkan pasien
katarak. Hal ini mendukung hipotesis bahwa pada glaukoma, oksidatif
21
terakumulasi banyak di bilik mata depan yang mengganggu sel trabecular
meshwork dan fungsinya (Sorkhabi, dkk., 2011).
Sel memiliki mekanisme pertahanan antioksidan untuk mengatasi efek
buruk dari ROS. Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi. Antioksidan ialah senyawa yang dengan mudah
memberi elektron. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan,
antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid (Danusantoso H, 2003).
Terdapat dua tipe antioksidan yaitu antioksidan enzimatis dan nonenzimatis. Antioksidan enzimatis atau antioksidan pencegah bersumber dari
katalase, glutathione peroksidase dan glutathione reduktase, superokside
dismutase (SOD). Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan
yang mengubah radikal bebas superoksida amnion (O2-) menjadi H2O2 dan
oksigen (O2). Pada keadaan H2O2 tidak dikonversi, maka dapat terpisah menjadi
radikal hydroxyl (OH-) yang berbahaya karena dapat bereaksi dengan hampir
semua molekul dengan jarak difusi yang pendek. Sedangkan untuk non-enzymatis
atau antioksidan sekunder diperoleh dari asupan makanan seperti mineral,
vitamin, karetinoid (Ghanem, dkk., 2010; Goel dkk, 2011; Ito dan Walter, 2013;
Purnamasari dan Setiati, 2013).
1.4.
Biomarker Stres Oksidatif Pada Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Biomarker atau penanda biologis adalah indikator yang digunakan untuk
mengukur kondisi biologis. Istilah ini juga digunakan pada zat tertentu yang
merupakan indikator pada organisme hidup. Konsentrasi rendah dari ROS
22
mengaktifkan faktor transkripsi yang berperan pada berbagai proses seluler yaitu
inflamasi, proliferasi sel dan apoptosis. Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan
tidak stabil sehingga sangat sulit mengukurnya secara langsung. Konsentrasi
radikal bebas yang lebih tinggi dapat merusak 3 senyawa penting yang berperan
dalam mempertahankan integritas sel (Winarsi, 2007) :
1. Peroksidasi Lipid
Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa
radikal bebas bereaksi dengan senyawa asam lemak tak jenuh ganda yang
merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel. Produkproduk degradasi peroksida lipid (ROOH) adalah malondialdehid (MDA)
dan hidrokarbon, sementara produk akhir peroksidasi lipid adalah etana
dan etilen. Umumnya produk peroksidasi lipid ini ditentukan melalui
pengukuran kadar MDA dan metana (Sawada, dkk., 2009; Winarsi,
2007).
2. Oksidasi protein
Protein tersusun atas rangkaian asam amino yang terikat satu sama
lain melalui ikatan peptida. Kerusakan fungsi protein terjadi jika terdapat
kerusakan struktur yang dibentuk oleh interaksi antargugus R atau
kerusakan pada gugus R. Senyawa karbonil yang terbentuk akibat radikal
bebas terjadi pada protein dan karbohidrat. Biomarker yang umum
digunakan untuk pengukuran protein teroksidasi adalah protein karbonil
melalui kalorimeter (Tanito, dkk., 2012; Sacca, dkk., 2005).
23
3. Oksidasi DNA
Radikal bebas dapat menimbulkan perubahan pada DNA seperti
hidroksilasi basa timin dan sitosin, pembukaan inti purin dan pirimidin
serta terputusnya rantai fosfodiester DNA. Sistem repair DNA akan
memperbaiki kerusakan ringan, namun bila terjadi kerusakan berat misal
terputusnya rantai DNA maka kerusakan tidak dapat diperbaiki yang akan
mengganggu proses replikasi (Ferreira, dkk., 2011).
Asam nukleat seperti DNA dan RNA yang mengandung karbohidrat
seperti deoksiribosa (dalam DNA) dan ribosa (dalam RNA) rentan terhadap
serangan senyawa radikal bebas oksigen. Teroksidasinya DNA akan mengawali
sejumlah besar derivat teroksidasi. Gula dan basa pada DNA mudah teroksidasi
oleh radikal hidroksil sehingga menyebabkan degradasi dan hancurnya singlestrand serta protein cross-linking. Basa DNA yang terdegradasi akan
menghasilkan produk-produk seperti 8-hidroksiguanin, hidroksimetil urea, timin,
glikol, rantai terbuka timin dan adenin. Cross-linking DNA dengan protein
merupakan serangan radikal hidroksil lanjutan yang terjadi pada DNA atau
protein. Meskipun cross linking DNA-protein kurang berbahaya dibandingkan
dengan hancurnya single-strand, tetapi keberadaannya tidak dapat diperbaiki dan
akan menyebabkan kematian sel, jika replikasi atau transkripsi terjadi lebih
dahulu dibandingkan dengan perbaikannya (Ghanem, dkk., 2010).
24
Gambar52.5. Skema kerusakan oksidatif pada DNA (Aslan, dkk., 2013).
DNA mitokondria (mtDNA) merupakan target utama senyawa oksigen
reaktif. Paparan senyawa oksigen reaktif ditemukan pada penderita berbagai
penyakit degeneratif yang berkaitan dengan penuaan. Akibatnya adalah penurunan
fungsi mtDNA. Radikal hidroksil berinteraksi dengan basa guanin membentuk
radikal 8-hidroksiguanin yang merupakan oksidasi lesi mutagenik (Valavanidis,
dkk., 2009).
Guanin + -OH  Guanin-OH (Radikal 8-hidroksiguanin)
Kemudian cincin guanin akan terbuka sehingga terjadi penghentian
replikasi DNA yang menimbulkan kesalahan pada enzim DNA-repair. Kerusakan
basa 8-oxoguanin lebih sering terjadi dalam mtDNA dibandingkan dengan DNA
inti. Kerusakan mtDNA dapat digunakan sebagai biomarker pada penyakit-
25
penyakit yang diakibatkan oleh senyawa oksigen reaktif. Biomarker stres oksidatif
tingkat DNA yang dapat diukur adalah 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHdG),
autoantibodi serum yang dikenal dengan 5-hidroksimetil-2-deoksiuridin (HmdU)
yang merupakan oksidasi timin dan konjugasi MDA-guanin dalam urin (Winarsi,
2007).
Bila senyawa radikal bebas berikatan dengan elektron yang bersifat ionik
maka tidak berbahaya, namun bila terikat dengan senyawa yang bersifat kovalen
dengan molekul besar seperti lipid, protein dan DNA maka sangat berbahaya
karena digunakan secara bersama-sama pada orbit luarnya (Ferreira, dkk., 2011).
26
27
Download