BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Saat ingin menghidupkan peralatan listrik yang berada di rumah biasanya
memerlukan suatu aksi. Dalam penggunaan sakelar contohnya, membutuhkan
sebuah aksi untuk menuju ke tempat sakelar itu untuk menyalakan sakelarnya,
hal ini membutuhkan waktu dan tenaga tersendiri. Ini mungkin mudah bagi
orang dalam kondisi normal, tetapi bagi orang yang memiliki keterbatasan
fisik, sakit, atau halangan kesehatan lainnya hal ini merupakan sesuatu yang
sulit untuk dilakukan. Berdasarkan analisa kebutuhan pengguna yang
didapatkan dari cara membagikan kuesioner pada tanggal 22 September - 23
September 2014 kepada seratus responden dengan latar belakang yang
berbeda-beda, sebanyak 54% atau lima puluh empat orang mengatakan
pengendalian listrik di rumah mereka “Sulit”. Menurut para responden, bila
mereka harus ke tempat di mana lampu atau peralatan listrik dinyalakan, dan
itu tidak praktis dalam kondisi tertentu, seperti saat sedang terburu-buru saat
ingin mematikan atau menghidupkan peralatan listrik atau dalam keadaan sakit,
ketika sendirian di rumah. Permasalahan berikutnya, dari hasil kuesioner
menunjukan 58% atau lima puluh delapan orang dari seratus orang memilih
“Sering Sekali” memiliki keinginan untuk menyalakan atau mematikan
peralatan listrik ketika berada di luar rumah dalam waktu yang lama. Bukan
hanya masalah menghidupkan atau mematikan saja, berdasarkan kuesioner
pula sebanyak 51% atau sebanyak lima puluh satu orang dari seratus orang
sering lupa untuk mematikan peralatan listrik ketika di luar rumah. Untuk satu
atau dua kali memang bukan suatu masalah besar, namun secara teknis bila hal
itu terlalu sering terjadi dapat menyebabkan peralatan listrik itu rusak, selain
itu dapat menimbulkan Miniature Circuit Breaker (MCB) tidak berfungsi
dengan baik sehingga dapat menimbulkan panas yang bila tidak segera
dikendalikan dapat menyebabkan korsleting hingga kebakaran.
Selain itu, membiarkan peralatan listrik yang tidak digunakan dalam
keadaan menyala merupakan pemborosan listrik. Berdasarkan data dari Dinas
1
2
Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar-PB) DKI Jakarta,
jumlah kebakaran pada tahun 2013 telah mencapai 739 kasus. Kejadian itu
menimbulkan 36 korban jiwa meninggal dunia dan 54 korban luka-luka.
Kepala Seksi Pengendalian dan Operasional Damkar PB DKI Jakarta, Heru
Agus M mengatakan “Kebakaran paling banyak disebabkan korsleting listrik.
Sebab, masyarakat kurang menjaga keamanan jaringan listrik di rumahnya dan
tidak mengikuti petunjuk umum instalasi listrik. Pengerjaan perbaikan itu juga
terkadang tidak dilakukan oleh petugas yang memiliki sertifikasi dalam
penanganan kelistrikan. Lebih dari itu, warga yang telah memiliki rumah
dengan usia di atas sepuluh tahun jarang memeriksa kondisi jaringan
listriknya” (Aziza, 2013). Selain bencana kebakaran karena korsleting, bencana
lain juga bisa menimpa rumah warga seperti hal yang tidak asing lagi yaitu
musibah pencurian, hal tersebut sering terjadi ketika rumah ditinggal dalam
keadaan kosong. Warga komplek perumahan karyawan PT Pertamina RU II
Dumai di Kelurahan Bukit Datuk, Kecamatan Dumai Selatan diresahkan
dengan maraknya aksi pencurian rumah yang ditinggal kosong penghuni. Aksi
yang kerap terjadi pada waktu keadaan rumah ditinggal kosong penghuninya
ini disayangkan tidak diketahui oleh pihak pengamanan komplek, kendati
warga sudah resah dan dihantui perasaan cemas kemalingan (Zie, 2014).
Maka dari itu dengan melihat kondisi tersebut dibutuhkan suatu
pengembangan sistem untuk dapat menghidupkan/mematikan peralatan listrik
dalam keadaan apapun dan di mana pun dengan mudah dan aman, selain
pengendalian listrik dibutuhkan pula sistem keamanan rumah yang efisien dan
terjangkau secara ekonomis yang dapat melindungi rumah dari pencurian.
Selama ini masyarakat sudah dapat mengendalikan sesuatu dari jarak
jauh dengan menggunakan remote control yang berbasiskan bluetooth, infrared
maupun gelombang radio, akan tetapi pengendalian tersebut dibatasi oleh
jarak. Agar cakupan jarak semakin luas salah satu solusinya menggunakan
smartphone berbasis Android sebagai remote control dengan menggunakan
jaringan internet sebagai platform telekomunikasinya. Melalui kuesioner
terlihat juga bahwa 78% atau tujuh puluh delapan dari seratus orang adalah
pengguna smartphone Android, dan 72% atau tujuh puluh dua dari seratus
orang menginginkan sistem aplikasi yang dapat membantu mereka itu
berbasiskan Android.
3
Menurut Safaat (2011:1-2) Android sendiri merupakan sebuah sistem
operasi pada smartphone berbasis Linux yang mencakup sistem operasi dan
bersifat open source. Fasilitas open source dan mayoritas orang-orang adalah
pengguna smartphone Android inilah yang menjadi alasan mengapa sistem ini
dikembangkan di platform sistem operasi Android. Sedangkan, pertimbangan
mengapa internet menjadi platform telekomunikasi yang tepat dalam sistem ini,
karena selain internet merupakan jaringan komunikasi tanpa hambatan jarak,
zaman sekarang masyarakat luas sudah tidak merasa asing ketika mendengar
istilah internet. Diperkirakan 32,77% dari jumlah penduduk dunia telah
menggunakan internet, hal itu dikutip dari data World Bank pada tanggal 18
Januari 2013, dan hal itu selalu bertambah persentasenya tiap tahun, itu secara
internasional sedangkan secara nasional jumlah pengguna internet di Indonesia
bertambah sebanyak 58% menjadi lima puluh lima juta orang dibandingkan
dengan tahun lalu. Ini membuat Indonesia berada di peringkat ketiga dalam
daftar pertambahan pengguna internet tertinggi dunia (Palo, 2014). Setidaknya
dari sekian banyak orang para pengguna internet di Indonesia memasang
modem internet sendiri di rumahnya. Fasilitas modem itu lah yang akan
menjadi salah satu perangkat sebagai pemancar internet yang menjadi jaringan
telekomunikasi untuk menjalankan sistem pengamanan rumah lewat sistem
operasi Android.
Sistem pengamanan rumah yang sedang dikembangkan ini memang
bukan aplikasi pertama kali, banyak orang-orang di Indonesia maupun di luar
sana yang sudah pernah mengembangkan sistem pengendali alat listrik di
rumah sebelumnya. Sistem pengendalian ini sebagian besar orang menyebut
juga dengan smart home. Berikut pengembang sistem smart home berdasarkan
jurnal nasional maupun internasional. Pada sistem smart home research dapat
mengendalikan peralatan listrik saja tapi mengendalikan hingga alat-alat yang
digunakan sehari-hari seperti sofa, tempat tidur dan sebagainya (Li, Da, and
Bo, 2004). Tapi kelemahan dari sistem ini yaitu, masih menggunakan radio
frequency sehingga keterbatasan jarak dalam mengakses jaringan sistem ini.
Berikut penjelasan sistem pengendalian listrik di dalam jurnal nasional.
Sistem yang dapat mengendalikan peralatan-peralatan listrik yang berada di
rumah berbasiskan web tetapi dapat di kontrol melalui Android. Sistem ini
menggunakan mikrokontroller ATMEGA 8535 untuk melakukan pengontrolan
4
peralatan listrik yang ada, selain itu juga menggunakan webcam untuk
mengontrol gerakan yang terjadi seperti pencuri, selain itu juga menggunakan
database untuk menyimpan status listrik (Arifiyanto, Soemantri, dan Syafei,
2012). Kelemahan yang dimiliki antara lain tidak support dalam pengendalian
secara manual listrik tetapi hanya dapat secara Android, selain itu tidak ada
notifikasi keamanan yang ada di rumah.
Tiap sistem memang memiliki kelebihan dan kekurangannya masingmasing. Namun semua sistem memiliki tujuan yang sama, yaitu mempermudah
dalam mengendalikan perlatan listrik di rumah dengan seefektif mungkin. Oleh
karena itu, pengembangan sistem pengamanan rumah berbasiskan Android ini
akan dirancang sebaik mungkin agar fungsi dari sistem ini bermanfaat bagi
masyarakat banyak.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan yang didapat melalui kuesioner yang telah
disebarkan adalah responden membutuhkan suatu sistem yang dapat membantu
untuk
melakukan
monitoring
dan
pengendalian
dalam
menghidupkan/mematikan peralatan listrik di rumah dengan cara menyalakan
atau mematikan arus listrik peralatan tersebut yang dilengkapi dengan sistem
keamanan di rumah. Sistem tersebut dapat dipantau secara efisien dan efektif di
manapun dan kapanpun berbasiskan Android.
1.3
Ruang Lingkup
Mengingat akan terlalu luasnya cakupan yang akan dibahas, maka perlu
adanya batasan agar yang diteliti tidak meluas. Oleh karena itu dibuat batasan
ruang lingkup dalam perancangan pengamanan rumah berbasiskan Android ini,
antara lain:
1.
Pengendalian peralatan listrik dapat dilakukan berupa on atau off.
2.
Monitoring dapat dilakukan berupa view control on atau off melalui
Android terhadap peralatan listrik yang ada di rumah. Dari monitoring
sistem ini dapat terlihat peralatan listrik mana dalam kondisi on atau
keadaan off.
3.
Dibuat suatu maket sebagai bahan uji coba sistem menggunakan empat
lampu yang dipasangkan dan colokan listrik satu buah. Maket ini sebagai
5
suatu contoh untuk pengimplementasian di rumah dari sistem yang
dibuat. Dari maket ini akan terlihat cara untuk mengontrol peralatan
listrik dan bentuk dari sistem keamanan.
4.
Membuat sistem notifikasi atau alert untuk keamanan rumah dengan pin
GPIO sebagai indikator kemanan yang dipasang disetiap slot kunci pintu
dan jendela rumah untuk mendeteksi adanya usaha pembobolan ke
Android serta notifikasi ketika terjadi mati lampu atau koneksi internet
mati.
5.
Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan smartphone
Android melalui jaringan internet dan secara manual di rumah.
6.
Menggunakan relay board, sebagai perangkat yang terhubung antara
rangkaian listrik rumah dengan Raspberry Pi.
7.
Menggunakan Raspberry Pi, sebagai perangkat utama atau otak dari
segala sistem yang berjalan karena perangkat ini yang mengatur jalannya
sistem.
8.
Menggunakan modem internet, perangkat yang memfasilitasi sistem ini
kedalam jaringan internet.
9.
Menggunakan power bank, beda halnya dengan modem internet, power
bank berguna ketika listrik rumah mati, power bank akan memberikan
daya listrik cadangan untuk memberi kesempatan kepada Raspberry Pi
untuk mereset sistem secara manual dan memberikan alert kepada
Android apabila terjadi pemadaman listrik di rumah.
1.4
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain membangun sebuah
prototype aplikasi sistem pengamanan rumah berbasiskan Android yang
menggunakan jaringan internet sebagai jaringan telekomunikasi yang dapat
melakukan monitoring dan pengendalian dalam menghidupkan/mematikan
peralatan listrik di rumah dengan cara mematikan arus listrik pada peralatan
listrik tersebut serta dilengkapi sistem pengamanan rumah yang dipasang
disetiap slot kunci pintu dan jendela di rumah untuk mendeteksi ketika adanya
usaha pembobolan.
6
1.5
Manfaat
Berdasarkan kuesioner yang ada, dengan adanya sistem aplikasi berbasis
Android ini diharapkan dapat:
1.
Membantu meringankan ingatan jangka pendek mengenai status
peralatan listrik yang ada, mempermudah dalam melakukan monitoring
dan pengendalian menghidupkan/mematikan peralatan listrik dan
membantu dalam penjagaan keamanan hanya dengan smartphone
Android. Hal ini mengikuti kebutuhan pengguna yang melalui kuesioner
diketahui bahwa pengguna sering lupa mengenai status dari peralatan
listriknya.
2.
Pengguna dapat Monitoring dan mengendalikan peralatan listrik di
rumah secara real time melalui Android. Real time yang dimaksud adalah
dapat langsung terlihat kegiatan apa yang dilakukan pada peralatan listrik
dan status peralatan listrik setelah terjadinya kegiatan tersebut.
3.
Menghindari dan memperkecil kemungkinan terjadi bencana yang tidak
diinginkan contohnya terjadi korsleting, sekaligus menghindarkan dari
pemborosan listik. Hal ini dikarenakan banyak kebakaran terjadi akibat
korsleting.
4.
Mengantisipasi
dan
menghindari
dari
kejadian
pencurian
yang
berlangsung di rumah.
1.6
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk pembuatan dan pengembangan
sistem aplikasi ini antara lain:
1.
Metode Analisis
Dalam menjalankan metode ini, dilakukan beberapa analisis, antara lain:
a.
Analisis pengguna melalui kuesioner
Cara analisa untuk kuesioner ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara
menyebarkan kuesioner yang akan disebarkan dalam dua tahap
yaitu sebelum perancangan dan setelah perancangan selesai kepada
seratus responden yang berlatar belakang berbeda (profesi, umur,
jenis kelamin). Hasil dari analisis kuesioner tahap pertama dibuat
presentase
jawaban
pengguna
sehingga
dapat
mengetahui
7
keinginan dan kebutuhan dari pengguna. Sedangkan hasil analisis
kuesioner tahap kedua bertujuan untuk mengambil kesimpulan dari
aplikasi yang sudah jadi, apakah sistem sesuai dengan apa yang
diinginkan calon pengguna atau tidak.
b.
Wawancara
Selain membagikan kuesioner, beberapa pertanyaan langsung
tetap diberikan kepada responden untuk menanyakan alasan dari
beberapa jawaban responden dari pertanyaan kuesioner, dan hal
lain seperti apa keinginan responden terhadap sistem yang lebih
detail yang tidak responden tuliskan dalam pengisian kuesioner,
contoh sistem keamanan rumah yang lebih murah selain
menggunakan webcam, sehingga analisis kebutuhan benar-benar
bersumber dari masyarakat atau responden.
c.
Studi pustaka
Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah mencari
sumber yang bersesuaian, melalui buku-buku, jurnal, media
internet, dan berbagai sumber untuk mendukung dalam pembuatan
sistem yang optimal. Tujuannya agar analisis masalah dan sistem
dapat lebih jelas.
d.
Analisis Kebutuhan
Setelah hasil analisis kuesioner, wawancara dan studi pustaka
terkumpul. Tahap selanjutnya melakukan analisis kebutuhan dari
perangkat keras, bahasa pemrograman dan perangkat lunak yang
diperlukan, kebutuhan tersebut dilihat dari hasil kuesioner,
wawancara dan studi pustaka. Survei harga dan kualitas barang
yang diperlukan, merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
analisis kebutuhan perangkat keras, analisis kebutuhan bahasa
pemrograman, dengan cara menganalisis bahasa pemrograman
yang digunakan untuk aplikasi Android, sistem Raspberry Pi,
database dan webserver. Setelah mengetahui bahasa pemrograman
yang
digunakan
baru
menentukan
perangkat
lunak
yang
mendukung bahasa pemrograman tersebut untuk melakukan coding
atau compiling dan perangkat lunak untuk desain user interface.
Analisis kebutuhan perangkat keras, bahasa pemrograman dan
8
perangkat lunak dilakukan untuk mempermudah dalam tahap
implementasi
perancangan
sistem
dan
memperjelas
dalam
perhitungan total biaya yang dibutuhkan.
2.
Metode Perancangan
Pada tahap metode perancangan dilakukan dengan menggunakan
metode waterfall atau disebut juga Classic Life Cycle (Pressman,
2010:39). Alasan mengapa metode tersebut dianggap tepat dalam
perancangan sistem ini karena dengan menggunakan metode waterfall,
sistem yang dihasilkan akan baik dan teratur dikarenakan pelaksanaannya
secara bertahap dan pengembangan sistem sangat terorganisir, setiap
tahap harus diselesaikan sebaik mungkin sebelum melangkah ke tahap
selanjutnya, sehingga target di setiap tahapan yang sudah ditentukan
dapat tercapai.
Menurut Pressman (2010:39) metode waterfall ini memiliki tahapan,
antara lain:
a.
Communication (Komunikasi)
Sebelum melakukan pekerjaan yang bersifat teknis, tahap
komunikasi merupakan tahap awal yang dilakukan untuk
mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang menjadi latar
belakang
dalam
pengembangan
sistem.
Tahap
komunikasi
dilakukan dengan cara melakukan hubungan langsung kepada
masyarakat sebagai calon pengguna dalam bentuk memberikan
kuesioner dan wawancara langsung. Dalam kuesioner terdapat
delapan
pertanyaan
mengenai
bagaimana
responden
mengendalikan peralatan listriknya di rumah hingga mengenai
bagaimana cara responden dalam pengamanan terhadap rumahnya.
Pembagian kuesioner ini diberikan kepada berbagai macam profesi
dan umur yang bervariasi, tujuannya agar data yang didapat
merupakan data dari masyarakat secara umum bukan dari kalangan
tertentu. Selain kuesioner, wawancara berguna untuk mendapatkan
jawaban yang spesifik dan mempertegas dari jawaban responden
dari kuesioner. Pertanyaan wawancara yang diberikan tidak jauh
dari jawaban responden itu sendiri agar dalam satu kuesioner
9
terdapat permasalahan yang berbeda-beda yang didapat. Selain
wawancara terhadap calon pengguna, dilakukan juga wawancara
terhadap orang yang pengalaman membuat sistem sejenis untuk
dijadikan referensi. Hasil kuesioner dan wawancara tersebut akan
menjadi tolak ukur dalam tahap selanjutnya yaitu perencanaan
sistem.
b.
Planning (Perencanaan)
Pada tahap perancanaan adalah pembagian tugas-tugas teknis
yang akan dilakukan, seperti pembagian tugas coding, penulisan
laporan, desain, pembuatan web server dan sistem Raspberry Pi.
Lalu penjadwalan beserta deadline tiap tugas yang telah dibagikan.
Seperti, survei perlengkapan yang dibutuhkan dengan melihat
kualitas dan harga yang tidak terlalu mahal dan terakhir
mengumpulkan hal-hal apa saja yang dibutuhkan untuk tahap
selanjutnya, menentukan metode perancangan dan mengumpulkan
buku referensi yang dibutuhkan sebagai petunjuk pengerjaan.
c.
Modelling (Perancangan)
Langkah selanjutnya semi teknis yaitu tahap Modelling atau
perancangan. Pada tahap ini yang dilakukan adalah membuat
perancangan sistem yang menggunakan metode UML (Unified
Modeling Language). Alasan Menggunakan metode UML karena
lebih mudah dalam menggambarkan tiap proses dari sistem aplikasi
Android, sistem Raspberry Pi, dan menggambarkan segala kondisi
yang terjadi terhadap sistem, seperti kondisi sistem ketika rumah
terjadi
pemadaman
listrik,
ketika
pengguna
menginginkan
mengendalikan peralatan lsitriknya secara manual dan kondisi
lainnya. Proses tersebut dapat digambarkan dengan membuat
activity diagram, Sequence Diagram dan komponen lain yang
terdapat pada metode UML. Selain membuat perancangan sistem
menggunakan metode UML, pada tahap ini mulai merancang fiturfitur dari aplikasi Android hingga merancang perancangan layar
aplikasi Android dengan menggunakan desain interface mobile dan
8 aturan emas dalam membangun interface. Pada tahap ini sistem
10
sudah mulai terlihat secara kasar dari segi fitur aplikasi termasuk
fungsi-fungsinya dan tampilan aplikasi.
Hasil dari perancangan ini, diharapkan menghasilkan sistem
yang dapat diandalkan dan menyelesaikan permasalahan yang ada
dan aplikasi Android dapat digunakan oleh seluruh kategori
pengguna Android dengan menitik beratkan proses yang cepat,
menarik, mudah dipahami atau tidak membingungkan dan fitur
aplikasi yang jelas yang sesuai dengan lima faktor pada manusia
terukur.
d.
Construction (Pemrograman dan testing)
Pada tahap ini mulai tahap pengerjaan secara teknis, yaitu
tahap pemrograman. Sistem ini banyak bagian yang masuk ke
dalam tahap pemrograman, antara lain pemrograman aplikasi
Android menggunakan bahasa pemrogramana Java, mengolah
database menggunakan MySQL untuk melakukan query atau
mengolah
data
SQL
dibantu
tools
phpMyAdmin
sebagai
manajemen data tersebut, SQL itu sendiri merupakan bahasa
pemograman yang digunakan untuk query database, webserver
menggunakan bahasa pemrograman PHP dan sistem Raspberry Pi
yang menggunakan bahasa pemrograman shell script. Berdasarkan
perancangan sistem yang telah dibuat, hasil pemrograman tersebut
akan saling terkoneksi satu sama yang lain berjalan sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Sedangkan untuk user Interface aplikasi
Android dirancang menggunakan perangkat lunak photoshop CS6.
Perancangan user interface mencangkup perancangan logo, button,
background, gambar dan teks.
Setelah keseluruhan program dan desain selesai, langsung
masuk tahap testing program. Bagian yang diperhatikan dalam
tahap testing seperti semua fitur pada aplikasi Android dapat
berjalan, koneksi antara Android ke Raspberry Pi dan waktu
eksekusi perintah dari Android ke sistem Raspberry Pi. Tujuan dari
testing, agar dapat langsung terlihat apabila ada kesalahan tracking
system atau jalurdari sistem yang berjalan atau code program agar
langsung diperbaiki hingga sistem dapat berfungsi dengan
11
semestinya. Selain itu, sistem dan tampilan aplikasi harus sesuai
dengan 8 aturan emas menurut Shneiderman dan lima faktor pada
manusia terukur agar aplikasi tidak membingungkan dan bisa
digunakan oleh semua kategori pengguna yang menggunakan
Android.
e.
Deployment (Pengaplikasian oleh pengguna dan evaluasi)
Sistem secara keseluruhan sudah selesai dan siap digunakan.
Untuk mengetahui sistem yang telah dibuat sudah selesai dan
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat atau tidak,
dilakukanlah pembagian form evaluasi kepada masyarakat dengan
profesi dan umur yang bervariasi sambil mencoba aplikasi ini, form
evaluasi tersebut berisi poin-poin penilaian seperti fungsi dan
manfaat dari aplikasi berguna atau tidak, tampilan aplikasi dan
keunikan sistem.
Jika sistem belum sesuai dengan harapan pengguna, dari hasil
evaluasi tersebut akan terlihat bagian dari sistem yang belum sesuai
dan langsung dicari jalan keluar agar kekurangan tersebut minimal
mendekati dari apa yang diharapkan oleh pengguna. Hasil evaluasi
akan masuk ke dalam bagian kesimpulan dari pengembangan
sistem ini.
1.7
Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini, diuraikan segala hal mengenai latar belakang, rumusan
masalah, ruang lingkup, tujuan, manfaat, metode penelitian yang digunakan
untuk perancangan sistem pengamanan rumah yang dapat melakukan
monitoring dan pengendalian menghidupkan/mematikan peralatan listrik serta
pengamanan di rumah berbasiskan Android serta sistematika penulisan
laporan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, berisi pembahasan tentang teori-teori dasar dan pendukung
serta metode-metode yang digunakan dalam perancangan sistem aplikasi ini.
12
BAB 3 METODOLOGI
Pada bab ini, membahas mengenai hasil analisa dan identifikasi
kebutuhan yang didapat dari kuesioner, pembuatan rancangan Unified
Modeling Language (UML).
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, berisi bahasan mengenai pengimplementasian sistem
aplikasi yang telah dirancang sebelumnya, dan evaluasi terhadap pengujian
pada sistem.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, berisi kesimpulan dan saran yang diambil dari seluruh bab
mulai dari pendahuluan hingga analisis dan perancangan sistem. Tujuannya
untuk dijadikan pedoman untuk mengembangkan sistem lebih lanjut.
13
Download