Pengembangan Nilai-Nilai Agama Melalui Praktikum Ditinjau Dari Kemampuan Intertekstualitas Mahasiswa Pada Topik Fermentasi Karbohidrat I. PENDAHULUAN Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati mengembangkan dua misi sekaligus, menjadi lembaga tempat berkembangnya ilmu-ilmu agama sekaligus ilmu-ilmu umum. Pada gilirannya UIN akan menghilangkan dikhotomi antara ilmu-ilmu umum dan ilmuilmu agama . Kemajuan yang sangat pesat dalam sains dan teknologi pada millennium 3 menjadikan umat Islam harus mawas diri dimana kita sekarang ada di antara bansa-bangsa di dunia. Kemamapuan sains dan teknologi berpindah dari tangan umat Islam ke Eropa Barat, sebagai akibat pemisahan agama dari ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan juga dengan pendapat (A Darun S.,2008:207) realitas di lapangan bahwa ilmu ilmu agama tidak dirancang terintegrasi dengan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi . Ilmu-ilmu kawniyyah (IPTEK) ini terpisah jauh dari ilmu-ilmu qauliyyah ( Teks- naskah) dan kemudian beridiri sendiri-sendiri tanpa kontak dan tegur sapa. Oleh sebab itu UIN Sunan Gunung Djati harus mampu memersiapkan peserta didik dan lulusannya memiliki kualitas keilmuan dan keterampilan cukup yang mampu memadukan ilmu-ilmu agama dengan ilmu umum, serta memiliki akhlak mulia. Program studi pendidikan kimia sebagai pengemban misi tersebut memiliki kurikulum yang bertujuan untuk mencetak lulusan yang memiliki kemampuan sesuai kompetensi intelektualitas yang meliputi kompetensi dasar (termasuk kemampuan dalam agama), kompetensi utama (content knowledge dan pedagogical content knowledge) dan kompetensi tambahan (Keterampilan dll). Lulusan program studi pendidikan kimia dipersiapkan pengetahuan ”memiliki ilmu kimia, metodologi pembelajaran dan aplikasinya, serta memahami perkembangan kognitif dan psikologis peserta didik, sehingga dapat mengelola pembelajaran kimia secara profesional dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dan sains/kimia”. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia sebagai calon guru dipersiapkan mempunyai suatu desain pembelajaran yang menarik untuk memahami konsep-konsep kimia, dan aplikasinya dalam kehidupan siswa, sehingga intertekstualitas kimia yang mencakup antara bentuk konkrit (makroskopik) dengan bentuk abstraknya (mikroskopik) dapat disampaikan kepada siswa dalam pembelajaran kimia. Selain itu intertektualitas ilmu kimia yang dipelajari calon guru dapat disempurnakan dengan pengembangan integrasi teks nilai-nilai agama. 1 Pembelajaran kimia menghendaki adanya hubungan konseptual antara representasi makroskopis, mikroskopis, dan simbolis. Kurikulum mata pelajaran kimia harus membimbing siswa untuk menggunakan berbagai macam representasi kimia secara visual dan verbal. Melalui interaksi sosial, kegiatan praktikum, siswa harus diberikan kesempatan untuk membangun konsep di antara ketiga representasi tersebut dan mengaitkannya dengan berbagai macam representasi lainnya. Kegiatan praktikum merupakan wahana bagi guru untuk dapat mengembangkan penguasaan ilmu kimia seutuhnya yang paling diutamakan terlebih dahulu adalah guru menguasai intertekstualitas ilmu kimia dan optimalisasi pengembangan nilai-nilai agama. Suatu konsep dalam representasi kimia, dimaknai melalui sebuah proses sentral dengan menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan konsep-konsep lainnya yang sama atau relevan (Short, 1992). Dalam hal ini, representasi kimia bisa menjadi lebih dipahami siswa ketika representasi kimia tersebut dihubungkan dengan teks-teks lain yang relevan yang telah diketahui siswa, termasuk representasi yang dipelajari sebelumnya, nilai-nilai agama, serta pengalaman yang mereka miliki. Pertautan yang dibangun siswa di antara representasi kimia, pengalaman hidup sehari-hari, dan kejadian-kejadian di dalam kelas dapat dipandang sebagai hubungan intertekstualitas (Wu, 2002:4).. Beberapa kajian empiris (Ben-Zvi, Eylon, & Silberstein, 1986; 1987; Fatmawati, 2001; Osborne & Freyberg, 1985; Sonata, 2006) menunjukkan bahwa mempelajari representasi mikroskopis dan simbolis kimia merupakan hal yang sulit bagi siswa. Kesulitan siswa ini di antaranya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan yang diperoleh di sekolah dengan pengalaman yang diperoleh siswa dalam kehidupan sehari-harinya. Siswa cenderung hanya menghapalkan representasi mikroskopis dan simbolis yang bersifat abstrak, sehingga ilmu kimia cenderung dianggap sebagai ilmu yang sulit untuk dipelajari, sementara banyak informasi kimia yang dapat diperoleh siswa di lingkungan sekitarnya yang merupakan gambaran kimia secara konkrit (Wu, 2004:6). Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para siswa tersebut diindikasikan dapat disebabkan oleh faktor guru yang kurang menekankan terhadap hubungan ketiga representasi dalam mengajarkan konsep kimia kepada siswanya. Kemungkinan lain, guru belum menguasai ketiga representasi kimia yang dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman nyata sehari-hari siswa dan interaksi di dalam kelas yang seharusnya membentuk sebuah rantai pembelajaran kimia yang 2 merupakan sebuah hubungan intertekstual. Dengan kata lain untuk mencapai skala siswa yang kompeten dan menguasai ilmu kimia seutuhnya yang paling diutamakan terlebih dahulu adalah guru menguasai intertekstualitas ilmu kimia. Salah satu konsep yang menghubungkan pengalaman nyata sehari-hari dengan konsep kimia dan memuat tiga representasi kimia adalah topik fermentasi karbohidrat. Pada topik fermentasi karbohidrat di dalamnya memuat reaksi-reaksi, konsep kimia yang kompleks, dan nilai-nilai agama, sehingga kemampuan intertekstualitas dapat lebih digali. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kemampuan tekstual integrasi nilai-nilai agama Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Angkatan 2005 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada topik fermentasi karbohidrat? 2. Bagaimanakah kemampuan representasi kimia Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Angkatan 2005 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada topik fermentasi karbohidrat? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kemampuan intertekstualitas Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Angkatan 2005 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada topik fermentasi karbohidrat? Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menelusuri kemampuan tekstual integrasi nilai-nilai agama Mahasiswa Program Studi pendikan Kimia angkatan 2005 UIN sunan Gunung Djati Bandung pada topik fermentasi karbohidrat. 2. Memperoleh informasi mengenai kemampuan representasi kimia Mahasiswa Kimia Angkatan 2005 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada topik fermentasi karbohidrat. 3. Menelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intertekstualitas Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Angkatan 2005 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada topik fermentasi karbohidrat. 3 II. METODOLOGI PENELITIAN 1.Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan kimia Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang berjumlah 36 orang. Adapun alasan pemilihan subjek penelitian adalah sebagai berikut: a. Perlunya pengembangan materi kimia bahan makanan yang dipelajari mahasiswa ke dalam bentuk praktikum sehingga proses belajar kimia dirasakan lebih produktif. b. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Angkatan 2005 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung sudah mempelajari semua mata kuliah agama, Kimia Dasar, Biokimia, Kimia Organik 1 dan 2, sehingga perlu dianalisis kemampuan intertekstulitasnya khususnya pada topik fermentasi karbohidrat. Mahasiswa dibagi ke dalam 6 kelompok praktikum, kelompok mahasiswa terlebih dahulu diberi petunjuk praktikum fermentasi karbohidrat dan praktikum destilasi hasil fermentasi. Praktikum dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama yaitu pembuatan tape atau fermentasi dari singkong dan beras selama enam hari yang dilakukan di rumah masing-masing, tahap kedua melakukan praktikum destilasi hasil fermentasi dilakukan di labolatorium. 2. Alat Pengumpul Data/ Instrumen Penelitian a.Tes Intertekstualitas Instrumen utama pada penelitian ini diawali dengan praktikum pembuatan tape dari bahan makanan sehari-hari seperti singkong dan beras. Kemudian dilengkapi dengan format isian esaay yang sesuai indikator kemampuan intertekstualitas yang menycakup penglaman nyata (real life experience/ makroskopik), penguasaan konsep dan integrasi sudut pandang agama. Hasil tes diolah dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1).Menyesuaikan jawaban mahasiswa dengan ketentuan jawaban yang telah dibuat;2) Menentukan skor jawaban masingmasing mahasiswa sesuai dengan ketentuan penskoran pada masing-masing soal dinyatakan dengan angka; 3) Memenentukan nilai yang diperoleh mahasiswa berdasarkan skor masingmasing mahasiswa dengan menggunakan statistika prosentase; 4) Menentukan kategori pencapaian mahasiswa dalam menjawab soal pada setiap indikator kemampuan intertekstualitas, berdasarkan skala kategori pencapaian Suharsimi (1996: 258). 4 b.Aspek Kinerja Aspek kinerja yang dinilai pada percobaan fermentasi karbohidrat yakni penggunaan alat dan bahan-bahan praktikum, aspek ini tidak dapat dinilai melalui tes essai. c.Pedoman Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh data kualitatif untuk mempertegas perolehan skor hasil tes dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intertekstualitas mahasiswa. Pertanyaan yang diajukan pada waktu wawancara didasarkan pada informasi dari berbagai kasus yang ditemui pada lembar jawaban mahasiswa. Data hasil wawancara dengan beberapa wakil mahasiswa pada setiap kelompok prestasi kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mentranskripkan hasil wawancara lisan ke dalam bentuk tulisan; 2) Menganalisis jawaban hasil wawancara; 3) Menghubungkan data hasil wawancara dengan hasil tes kemampuan intertektualitas. III. KAJIAN TEORITIS A. Intertekstualitas Ilmu Kimia Intertekstualitas merupakan pembentukan makna suatu teks dengan teks lainnya (Wikipedia, 2007). Menurut Bloomed dan Egan-Robertson (dalam Wu, 2003: 3) intertekstualitas didefinisikan sebagai jukstaposisi teks yang berbeda-beda. Intertekstualitas muncul ketika seseorang menghubungkan apa yang dibacanya dengan apa yang sebelumnya telah dibaca, dilihat, didengar, atau diucapkan (Chi, 2001). Intertekstualitas telah dipandang sebagai proses sentral seseorang untuk mencari makna akan teks-teks yang tidak familier (Lemke, dalam Wu, 2003: 3), dengan demikian intertekstualitas menjadi suatu sumber yang mendasar dalam memaknai suatu teks (Chi, 2001). Teks menurut Halliday dan Hasan (dalam Wu, 2003: 3) diartikan sebagai bahasa fungsionil baik perkataan maupun tulisan, atau media ekspresi lainnya yang kita pikirkan. Representasi kimia pada aspek-aspek yang berbeda (yaitu makroskopis, mikroskopis, dan simbolis), pengalaman siswa dalam kehidupannya, serta kejadian-kejadian di dalam kelas, dapat dipandang sebagai suatu teks (Santa Barbara Classroom Discourse Group, dalam Wu, 2003: 5). Menurut semiotik sosial, makna dari suatu teks itu tidak terbentuk secara tetap, melainkan dibuat dengan menghubungkan teks tersebut dengan teks-teks lainnya yang sama atau relevan. 5 Proses sentral dalam memaknai sebuah teks ialah dengan membuat hubungan di antara teks-teks yang berbeda (Short, 1992 dalam Wu, 2002: 4). Dalam hal ini, representasi kimia bisa menjadi lebih dipahami siswa ketika representasi kimia tersebut dihubungkan dengan teks-teks lain yang relevan dan telah diketahui siswa, termasuk representasi yang dipelajari sebelumnya serta pengalaman yang mereka miliki. Pertautan yang dibangun siswa di antara representasi kimia, pengalaman hidup sehari-hari, dan kejadian-kejadian di kelas dapat dipandang sebagai hubungan intertekstual (Wu, 2003). Dengan demikian, intertekstualitas dalam ilmu kimia yang dimaksud yaitu kaitan antara representasi kimia, pengalaman hidup sehari, dan kejadian-kejadian di dalam kelas yang dibangun siswa untuk memahami ilmu kimia. Dengan kata lain, intertekstualitas dapat menjadi sumber untuk membangun aspek kognitif atau strategi belajar siswa untuk memahami representasi-representasi baru (Wu, 2002: 6). Hubungan intertekstual dapat terjadi di antara kehidupan siswa sehari-hari di luar sekolah dengan representasi kimia aspek makroskopis (Wu, 2002: 5 ). Sebagai contoh, kata “organik” biasa digunakan untuk menjelaskan jenis pangan yang diolah secara natural atau tanpa penambahan suatu insektisida atau hormon. Tetapi dalam kimia, kata “organik” maksudnya ialah jenis-jenis senyawa yang mengandung atom karbon. Dengan demikian, untuk mempelajari sains, siswa harus menggunakan bahasanya yang tepat dan merekonstruksi suatu pemahaman yang sesuai dengan bahasa dan budaya di luar sekolah. Dalam proses pembelajarannya, proses-proses kimia pada aspek makroskopis diambil dari situasi nyata dan biasanya diramu sebagai aktivitas laboratorium. Dalam aktivitas ini, siswa diminta untuk mengikuti prosedur yang diberikan, bukannya memperoleh pengalaman inkuiri sains yang berulang-ulang (Osborne dan Freyberg, 1985 dalam Wu, 2002: 5). Pemisahkan pendidikan sains dari kehidupan siswa sehari-hari dapat membuat siswa mengembangkan dua sistem pengetahuan tentang sains yang tidak sejalan (yang satu digunakan untuk memecahkan masalah sains di sekolah, dan satu lagi untuk kehidupan sehari-hari siswa). Untuk menjembatani “jurang pemisah” di antara pengalaman sehari-hari dengan pengalaman belajar siswa di sekolah, hubungan intertekstual yang pertama kali harus dibangun yaitu antara situasi nyata (pengalaman siswa sehari-hari) dengan aspek makroskopis kimia (Wu, 2003), sehingga memberikan kesempatan bagi siswa untuk melihat bagaimana sains di sekolah dihubungkan dengan kehidupannya serta bagaimana pengetahuan sains tersebut diaplikasikan. 6 Pembelajaran mengenai konsep kimia ini harus dilakukan dengan cara menghubungkannya dengan apa yang dialami dalam kehidupan nyata siswa, sehingga tidak terjadi miskonsepsi. Diharapkan jika materi pelajaran dintegrasikan dengan kehidupan nyata, siswa dapat menemukan sendiri prinsip-prinsip dalam ilmu kimia, dan juga diharapkan dalam pembelajarannya siswa dapat berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip yang telah ada ( Bruner dalam Arifin, 2000: 70). Intertekstualitas dalam ilmu kimia diharapkan siswa mampu mamahami representasi kimia secara makroskopik, mikroskopik dan simbolik, dan dapat menjadikan belajar kimia menjadi lebih bermakna. Menurut Ausubel (dalam Arifin, 2000: 79), belajar bermakna terjadi apabila ada proses yag mengkaitkan informasi baru pada konsep yang relevan yang telah ada sebelumnya pada struktur kognitif seseorang. Hartman (1995), mengelompokkan kaitan intertekstual ke dalam tiga bentuk hubungan, yaitu: 1. Eksogen yaitu tertuju pada latar belakang pengetahuan seseorang, pengalaman sebelumnya atau berdasarkan pada literatur. Bentuk eksogen dapat berupa pengetahuan seseorang yang didapat dari pengalaman nyata yang diamati secara langsung. Dalam gambaran kimia bentuk eksogen tersebut termasuk ke dalam pengetahuan makroskopik seseorang. 2. Endogen primer yaitu intertekstualiatas di dalam teks itu sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa representasi kimia terdiri dari representasi makro, mikro dan simbolik. Bentuk endogen primer dalam ilmu kimia merupakan hubungan tekstual makroskopik, mikroskopik dan simbolik. 3. Endogen sekunder yaitu berkaitan dengan intertekstualitas antara teks yang sama dengan teks lainnya yang relevan. Maksud dari bentuk endogen sekunder dalam ilmu kimia ini yaitu ilmu kimia berkaitan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, ilmu kimia berhubungan dengan ilmu biologi, fisika, matematika, kedokteran, dan berkaitan dengan teks ilmu agama. Pandangan Agama Islam tidak membedakan antara ilmu satu dengan ilmu yang lainnya, ilmu dalam Agama Islam mencakup pengertian yang luas yang meliputi ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum seperti matematika, biologi, kedokteran, fisika, dan ilmu pengetahuan kimia. Albert Enstien mengatakan bahwa: ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa 7 ilmu adalah lumpuh ( science without religion is blind, and religion without science is lame) (Abuddin, 2003: 83 ). Jadi bahasan intertekstualitas dalam ilmu kimia ini meliputi: 1. Tekstual makroskopik, yaitu representasi teks ilmu kimia yang dapat diamati secara langsung melalui panca indra, yang diperoleh dari pengalaman nyata sehari-hari siswa, atau dari praktikum di laboratorium. 2. Tekstual mikroskopik, yaitu gambaran teks ilmu kimia yang bersifat abstrak, yang merupakan eksplanasi dari pemahaman maksroskopik ilmu kimia, biasanya dijelaskan dalam bentukbentuk konsep yang relevan. 3. Tekstual simbolik, yaitu penuangan dari pemahaman makroskopik dan mikroskopik, dapat berupa persamaan matematis, atau berupa persamaan reaksi yang terjadi dengan simbolsimbol, fasa zat, nama reaktan dan produk, dan penyetaraannya. 4. Tekstual integrasi agama, yaitu pemahaman ilmu kimia yang dikaitkan dengan pengetahuan Agama Islam, yang diperkuat dengan dalil Al-quran atau hadist. B. Kemampuan Intertekstualitas pada Topik Fermentasi Karbohidrat Kemampuan intertekstualitas pada topik fermentasi karbohidrat dikembangkan pada acuan indikator-indikator Intertekstualitas yang diuraikan sebagai berikut: 1. Kemampuan Tekstual Integrasi Agama Intertesktualitas Kimia berkaitan dengan teks-teks yang relevan. Salah satu teks yang relevan dalam fermentasi karbohidrat adalah teks integrasi agama. Dimana dalam hasil fermentasi dihasilkan etanol yang dikenal di masyarakat dengan nama alkohol. Kemampuan tekstual integrasi agama berupa kemampuan mengemukakan pendapat adanya kandungan etanol dalam makanan fermentasi karbohidrat dan adanya minuman alkohol yang dapat memabukkan. Etanol di kalangan masyarakat umum dikenal dengan nama alkohol. Dalam Agama Islam istilah alkohol ini dikenal dengan istilah khamr. Khamr dalam pengertian bahasa Arab makna lughawi berarti menutupi, disebut dengan khamr karena sifatnya menutupi akal. Sedangkan menurut adat kebiasaan pada masa Nabi SAW, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur. Sedangkan dalam pengetian syara alkohol ini merupakan setiap minuman yang dapat memabukkan ( Asy-Syaukani dalam Al-Ghajali, 2002: 122). 8 Alkohol atau khamr dalam al-quran surat Al-Baqaroh ayat 219 adalah:“mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamr dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya” .Minuman alkohol yang dapat memabukkan sudah tentu hukumnya haram, seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 90: “wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu beruntung”. Alkohol dapat diproduksi dengan cara fermentasi bahan-bahan yang mengandung pati misalnya: padi-padian, jagung, gandum, kentang sorgum, singkong, malt, ubi kayu, dan lain-lain (Hamidah, 2003: 1). Salah satu fermentasi yang umum dilakukan masyarakat Indonesia adalah fermentasi singkong dan beras yang nantinya menghasilkan makanan khas tape. Setelah dilakukan penelitian dari proses fermentasi ternyata didapat kandungan alkohol dalam makanan tape. Sebagai masyarakat yang mayoritas agama Islam, bagaimanakah hukum kandungan alkohol dalam tape?. Menurut Erwin (dalam Tita, 2004), mengenai alkohol dalam tape adalah: 1. Apakah tape yang baru jadi (masih segar) bersifat memabukkan? Belum ada yang melaporkan bahwa tape yang baru jadi ini memabukkan. Berarti tape yang baru jadi tidak terkategorikan khamr sebagaimana hadist berikut: “setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah diharamkan”.(Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar). 2. Apakah tape dibuat dari jus yang diperam lebih dari dua hari? Memang bukan dibuat dari jus, akan tetapi begitu tape (khususnya tape ketan) disimpan pada suhu ruang maka akan terbentuk jus yang bisa dianalogikan dengan jus buah-buahan uang tidak boleh diperam lebih dari dua hari. 3. Apakah terbentuk gelembung? Jika tape ketan disimpan lebih dari dua hari biasanya tebentuk cairan yang mengeluarkan gelembung gas dan busa. Ini dianalogikan dengan jus yang ditolak oleh Rosululloh saw sewaktu berbuka puasa, Beliau disodori jus yang sudah mengeluarkan gelembung gas, ternyata Rosulullah saw menolaknya dan menyebutnya itu minuman ahli neraka (khamr). Menurut Yusuf (2004: 93) fermentasi tape pada umumnya diperam (di inkubasi) dalam ruang anaerob atau tidak ada oksigen yang masuk. Hal ini dilakukan supaya mikroba yang digunakan dapat sempurna mengkatabolisme karbohidrat menjadi glukosa kemudian menjadi etanol dengan reaksi berikut: 9 (C6H12O6)n + n H2O n C12H22O11 amylase Karbohidrat C12H22O6 + n H2O 2 C6H12O6 maltase Maltosa C6H12O6 Glukosa zimase maltosa glukosa 2C2H5OH + 2CO2 etanol Etanol atau alkohol terbentuk dalam fermentasi karena tidak adanya oksigen yang masuk bereaksi. Etanol yang terbentuk dari fermentasi tersebut apabila ada oksigen yang masuk akan difermentasikan lagi oleh bakteri seperti acetobacter aceti menjadi asam asetat, sebagaimana reaksi berikut: C2H5OH + O2 → CH3COOH + H2O Etanol asam asetat Asam asetat tersebut yang dikenal di masyarakat dengan nama cuka, merupakan salah satu penyebab perubahan rasa pada makanan fermentasi, rasanya menjadi agak asam. Beradasarkan uraian reaksi kimia dan dalil yang bersangkutan, untuk lebih amannya mengkonsumsi tape ditinjau dari kandungan alkohol terdapat di dalamnya. Alangkah baiknya, tape yang telah diperam beberapa hari dibiarkan ada oksigen yang masuk bereaksi ke dalamnya, supaya etanol yang terbentuk selama pemeraman berubah menjadi asam asetat. Mengkonsumsi asam asetat atau asam cuka tidak ada dalil yang mengharamkan selama tidak berlebihan mengkonsumsinya atau tidak membahayakan kesehatan. 2. Kemampuan Tekstual Makroskopik Kemampuan tekstual makroskopik dapat terlihat ketika pelajar dapat mengamati dengan mengetahui hal-hal yang tampak dalam panca indra, baik yang tampak dalam kehidupan nyata 10 sehari-hari atau yang tampak selama praktikum. Secara spesipik kemampuan tekstual makroskopik adalah sebagai berikut: a. Pengamatan Sifat Fisis Bahan Fermentasi dan Zat Destilat Hasil Fermentasi Sifat fisis zat meliputi sifat intensif dan sifat ekstensif. Sifat intensif yaitu sifat yang tergantung dari ukuran sampel yang diperiksa, misalnya: massa dan volum, apabila sampel naik maka massa dan vulomenya juga akan naik. Sifat ekstensif yaitu sifat tidak tergantung dari ukuran sampel yang diperiksa, contohnya sifat fisis warna, titik leleh, dan titik didih (Brady, 1999: 31). Fermentasi karbohidrat yang mengahasilkan makanan khas tape biasanya dibuat berdasarkan pengalaman yang sering atau pernah dialami mahasiswa. Adapun tape sendiri pada umumnya dibuat dari singkong dan beras ketan. Pada pengalaman pembuatan tape ini, mahasiswa diberikan praktikum pembautan tape singkong, tape beras ketan dan beras biasa. Sifat fisis yang diamati adalah bahan makanan yang telah mengalami gelatininasi atau yang telah dimasak yang meliputi warna, bentuk dan kelekatan sesuai pengamatan pengalaman mereka. Tape yang telah jadi kemudian didestilasi cairannya di laboratorium, setelah dihasilkan zat destilat diamati sifat fisisnya yang meliputi titik didih, wujud, baud dan rasa dikulit. Untuk membuktikan zat destilat yang dihasilkan berupa etanol maka diamati perubahan reaksinya ketika direaksikan dengan asam karboksilat dan natrium. Etanol ketika direaksikan dengan natrium akan menghasilkan gelembung gas hidrogen, sedangkan direaksikan dengan asam karboksilat akan mengahasilkan suatu ester yang tercium khas baunya (Fessenden, 1982:278). b. Membuat Diagram Alir Fermentasi Bahan Makanan Berdasarkan Pengalaman Berdasarkan praktikum fermentasi singkong dan beras atau berdasarkan pengalaman pembuatan tape yang pernah dilakukan, maka kemampuan makroskopik pengamatan mahasiswa dituangkan dalam pembuatan diagram alir fermentasi singkong dan beras yang dikerjakan pada lembar isian seminggu setelah pembuatan tape. Diagram alir dibuat dalam bahasa yang singkat dan jelas. c. Mengetahui Fungsi Rangkaian Alat yang Digunakan dalam Praktikum Kemampuan makroskopik mahasiswa dapa dilihat dalam pengetahuan mereka mengenai fungsi rangkaian alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum. Dalam fermentasi praktikum, 11 pengetahuan tersebut adalah pengetahuan mengenai destilasi hasil fermentasi yang dilakukan di dalam laboratorium. Pada indikator ini lebih ditekankan mengapa alat yang digunakan dirangkai demikian. Seperti rangkaian alat pada sintesis amonia berbeda dengan rangkaian alat destilasi. d. Menggunakan Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Praktikum Indikator ini merupakan aspek kinerja penggunaan alat dan bahan yang dilakukan mahasiswa selama kegiatan praktikum destilasi tape. Adapun aspek kinerja selama fermentasi yang dilakukan di rumah masing-masing tidak diukur aspek kinerjanya secara objektif, ketepatan penggunaan alat dan bahan selama fermentasi di rumah dapat dilihat dari kualitas tape yang dihasilkan. Aspek kinerja yang diperhatikan selama destilasi adalah sebagai berikut: 1) Menghaluskan Zat Alat yang digunakan untuk menghaluskan zat adalah lumpang dan alu. Cara penggunaan lumpang dan alu hampir sama dengan penggunaan ulekan dapur yang mungkin mahasiswa pernah menggunakannya. Sebelum digunakan lumping dan alu harus benar-benar steril, bukan bekas menghaluskan zat lain. Penggerusan dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan alu dengan tekanan tertentu, penggunaan alu tidak boleh sembarangan dengan menggunakan tenaga yang sangat kuat, hal ini untuk menghindari pecahnya lumpang yang digunakan. Ukuran lumpang dan alu yang digunakan sesuai dengan banyaknya zat yang dihaluskan. Tape hasil fermentasi dihaluskan dengan menggunakan lumpang dan alu yang ukuran besar sampai benarbenar halus, dan didapat cairan tape yang akan didestilasi. 2) Menimbang Zat Timbangan yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik otomatis sehingga lebih memudahkan untuk melakukan penimbangan. Sebelum zat ditimbang, terlebih dahulu gelas kimia atau alat yang akan dijadikan tempat menampung zat ditimbang dan tekan angka yang tertera pada timbangan sampai menunjukkan angka nol. Tape yang telah dihaluskan ditimbang sesuai prosedur yang ada pada gelas kimia yang telah ditimbang. Penimbangan zat tidak boleh berceceran apalagi mengotori timbangan, karena dapat menyebabkan kerusakan timbangan. 12 3) Menuangkan Zat Tape yang telah dihaluskan, disaring kemudian diambil sarinya atau cairan dari tape tersebut. Menuangkan zat yang fasanya cairan atau larutan dilakukan dengan menggunakan bantuan batang pengaduk, agar larutan tidak berceceran. Sedangkan untuk menuangkan zat lain yang berbentuk padatan atau serbuk dapat menggunakan kertas atau dengan bantuan corong. 4) Merangkai Alat Merangkai alat yang dimaksudkan disini adalah merangkai alat destilasi dan merangkai alat uji hasil destliasi. Agar diperoleh zat destilat yang sesuai, maka rangkaian alat destilasinya pun harus tepat. Dalam merangkai alat yang satu dengan yang lainnya harus hati-hati dan tidak boleh dipaksakan. Merangkai alat untuk uji zat hasil destilasi adalah merangkai tabung reaksi kecil yang berisi air sebagai kondensor dengan tabung reaksi besar yang berisi zat destilat. Tabung reaksi kecil dipasang pada tengah-tengah sumbat tabung reaksi besar. Penyumbat tabung tidak boleh rusak atau ada celah untuk menghindari keluarnya gas dari destilat yang dipanaskan. 5) Menggunakan Pembakar Bunsen Aspek kinerja menggunakan pembakar meliputi cara menyalakan dan mematikannya, dan cara menyimpannya di bawah tabung atau labu yang dipanaskan. Selain itu posisi penyimpanan harus sesuai dengan yang dipanaskan, selama pemanasan harus dihindari dari angin yang dapat mengganggu nyala api pembakar 6) Menggunakan Pipet Tetes Dalam menggunakan pipet tetes, penggunaan yang benar adalah memegang karet pompa dengan tengah telunjuk dan ibu jari, sedangkan tiga jari tangan yang lainnya menopang bagian batang pipet. Pemilihan karet pipet yang masih bisa digunakan juga mempengaruhi aspek kinerja ini, kerana daya angkat cairan zat yang diambil dengan menggunakan pipet akan masuk ke pipet jika karet pipetnya masih bagus. 7) Memanaskan Tabung Reaksi Tabung reaksi dipanaskan dengan cara menjepitnya dengan penjepit kayu. Penangasan tidak dilakukan secara langsung pada sumber api, tetapi melalui medium penangas air pada gelas kimia, hal ini dimaksudkan agar pemanasan merata dan untuk menghindari pecahnya tabung yang sedang dipanaskan. 13 3. Kemampuan Tekstual Mikroskopik Kemampuan tekstual mikroskopik merupakan penjabaran dari tekstual makroskopik dan simbolik. Dalam menguasai makroskopik ini mahasiswa harus banyak mengetahui konsep yang dipelajari di dalam buku dan kemudian dikaitkan dengan kemampuan makro mereka. Indikatorindikator kemampuan mikroskopik ini adalah sebagai berikut: a. Menjelaskan Sifat Kimia Beberapa Bahan Makanan Fermentasi Berdasarkan pengamatan praktikum yang telah dilakukan mahasiswa atau pengalamannya sendiri, terdapat perbedaan antara beras ketan dan beras biasa yang telah dimasak. Beras ketan lebih lekat daripada beras biasa, hal ini disebabkan karena kandungan amilopektin pada beras ketan lebih tinggi dan kandungan amilosanya lebih sedikit. Penjelasan mahasiswa untuk lebih jauh lagi mengapa perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin bisa mempengaruhi kelekatan nasi, tahap selanjutnya adalah dengan penjelasan dari sifat kimia amilosa dan amilopektin sendiri. Amilsa yaitu fraksi yang dapat larut dengan air panas, amilosa mempunyai struktur yang lurus terdiri dari rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan digabungkan dengan ikatan -(1-4)-D-glukosa. Sedangkan Amilopektin, yaitu fraksi yang tidak dapat larut dalam air panas. Amilopektin mempunyai struktur bercabang tinggi. Ikatan glikosidik yang menggabungkan residu glukosa yang berdekatan di dalam rantai amilopektin adalah ikatan -(1-4)-D-glukosa, sedangkan pada titik percabangan amilopektin merupakan ikatan -(1-6)D-glukosa. Bagiam cabang inilah yang menyebabkan amilopektin tidak larut dalam air dan tampak pada makro beras ketan yang lebih lekat dari beras biasa. b. Menjelaskan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Fermentasi Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi berdasarkan hand book dan berdasarkan pengalaman nyata mahasiswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam ragi antara lain : kandungan air, nutrisi (vitamin dan mineral), pH (3-6), dan temperatur 25o-43oC. Selain itu keadaan lingkungan juga mempengaruhi fermentasi yang dihasilkan. Apabila fermentasi yang dilakukan untuk menghasilkan etanol maka harus dilakukan dalam lingkungan anaerob, mahasiswa harus bisa memprediksikan apabila dalam ruang aerob, etanol yang telah terbentuk akan bereaksi dengan oksigen dan menjadi asam cuka dengan persamaan reaksi sebagai berikut: C2H5OH + O2 → CH3COOH + H2O 14 c. Menjelaskan Secara Ilmiah Perbedaan Makanan Fermentasi dan Makanan Bukan Hasil Fermentasi Mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari mungkin pernah merasakan perbedaar rasa antara tape singkong dan singkong rebus. Pada indikator ini, pengetahuan dari pengalaman mahasiswa tidak dibiarkan begitu saja. Pengetahuan ini di tarik ke dalam bentuk konsep kimia yang mungkin telah dipelajari oleh mahasiswa pada materi-materi sebelumnya. Tape singkong terasa lebih manis daripada singkong rebus dikarnakan, pada singkong rebus kandungan karbohidratnya masih tinggi, sedangkan pada tape singkong kandungan karbohidrat yang ada telah terurai oleh enzim-enzim menjadi senyawa lain, terutama menjadi senyawa glukosa, etanol dan asam asetat. d. Menjelaskan Bagan Reaksi Proses Pemecahan Karbohidrat Menjadi Etanol Tahap selanjutnya mengenai pemahaman perbedaan rasa makanan fermentasi dan bukan hasil fermentasi, mahasiswa di bawa kesebuah bagan rekasi berikut: Karbohidrat (C6H12O6)n H2O Tahap hidrolisis karbohidat Maltosa (C12H22O6) H2O Glukosa (C6H12O6) 15 16 Gambar 2.3 Bagan Reaksi Katabolisme Karbohidrat 17 Untuk menguji kemampuan lebih dalam mengenai pemahaman mereka, terlebih dahulu mahasiswa harus mengamati tahapan mana saja yang dilewati enzim dalam menguraikan karbohidrat menjadi etanol, yaitu tahap hidrolisis karbohidrat, tahap siklus glikolisis, dan tahap pemecahan asam piruvat menjadi etanol. langkah selanjutnya menjelaskan tahapan-tahapan tersebut secara jelas. Penjelasannya adalah: 1) Tahapan hidrolisis karbohidrat dari granula beras ketan oleh enzim amylase sehingga menghasilkan fraksi-fraksi yang lebih kecil (maltosa dan limit dekstrin) yang selanjutnya terurai menjadi monomer glukosa. 2) Tahap glikolisis yaitu tahap perubahan glukosa menjadi asam piruvat melalui siklus glikolisis yang terdiri dari 10 tahapan: glukosa glukosa 6-fosfat fruktosa6fosfat fruktosa1,6fosfat G-3-P 1,3difosfogliserat 3-fosfogliserat 2fosfogliserat fosfoenolpiruvat asam piruvat. 3) Tahap pemecahan asam piruvat menjadi senyawa lain diantaranya etanol,asam laktat, asam asetat dan etil etanoat. Etil etanoat terbentuk melalui reaksi esterifikasi asam asetat dengan etanol.senyawa-senyawa inilah yang memberikan aroma yang khas. 4. Kemampuan Tekstual Simbolik Kemampuan simbolik ini meliputi kemampuan dalam menyelesaikan persamaan matematis, dan kemampuan dalam menginterpretasikan kalimat kimia ke dalam bahasa simbol persamaan reaksi kimia. Secara lebih spesifik kemampuan simbolik ini dapat digali dengan indikator berikut: a. Menyelesaikan Persamaan Matematis Penentuan Kadar Destilat Persamaan matematis yang diselesaikan berkaitan dengan kimia dasar, Dalam fermentasi karbohidrat, diperoleh zat hasil destilasi yang telah dipraktikumkan. Kadar zat yang dihasilkan kemudian di tentukan dengan menggunakan rumus kimia penentuan kadar destilat. Terlebih dahulu mahasiswa harus menuliskan apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan dari perolehan data destilasi, kemudian menuliskan rumus yang cocok, seperti rumus perhitungan kadar destilat berat zat yaitu berat zat destilat dibagi dengan berat zat keseluruhan dan dikalikan dengan peresen, tahap selanjutnya memasukan angka yang diketahui dan melakukan perhitungan sampai didapat kadar destilat. 18 b. Menuliskan Persamaan Reaksi Kimia dengan Lengkap Setiap unsur telah ditentukan simbol kimianya. Simbol terdiri dari satu atau dua huruf yang biasanya mengandung kesamaan dengan nama inggris dari unsurnya. Misalnya, Carbon = C, Chormium = Cr, Chlorin = Cl, Calcium = Ca, dan Zinc = Zn. Gabungan dari unsur-unsur membentuk suatu senyawa. Senyawa kimia ditulis secara simbolik berdasarkan rumus kimianya. Misalnya, air ditulis dengan H2O, carbon dioksida (CO2) , dan gas alam metana (CH4). Senyawasenyawa tersebut bereaksi dengan senyawa atau unsur lainnya mengahsilkan senyawa produk baru melalui persamaan reaksi kimia. Misalnya persamaa reaksi berikut: NH3 + HCl NH4Cl. Senyawa yang berada di sebelah kiri disebut reaktan, sedangkan zat di sebelah kanan disebut produk reaksi. Suatu sistem pemberian nama yang digunkan dalam salah satu cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu Kimia disebut tata nama ( nomenklatur). Tata nama senyawa Kimia merupakan salah satu cara berkomunikasi dalam ilmu kimia. Ketentuan mengenai nomenklatur senyawa kimia ditetapkan oleh IUPAC (International Union For Pure and Applied Chemistry). Penamaan kimia mengikuti tata cara yang telah ditentukan, seperti penamaan senyawa biner dengan menambahkan akhiran –ida, contoh NaCl (natrium clorida). Terdapat beberapa senyawa kimia yang diberikan nama berdasarkan nama yang telah umum dikenal, seprti ammonia NH3 dan air (Brady, 1999: 154). Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam fermentasi karbohidrat merupakan penguraian senyawa karbohidrat menjadi senyawa lain dengan bantuan enzim. Dalam fermentasi karbohidrat penulisan persamaan reaksi kimia yang terjadi harus disertai dengan rumus kimia yang baku, nama kimianya, enzim yang berperan di dalamnya, dan persamaan reaksinya harus disetarakan. Seperti (C5H10O5)n dengan nama karbohidrat atau pati diuraikan dengan bantuan enzim amylase menjadi nC12H22O11 dengan nama maltosa kemudian oleh enzim maltase menjadi glukosa (C6H12O6), dan oleh enzim zimase diuraikan lagi menjadi etanol (C2H5OH). c. Menentukan Jumlah ATP Berdasarkan Bagan Reaksi Fermentasi karbohidrat dalam kimia bahan makanan berkaitan dengan teks biokimia. Pada fermentasi karbohidrat ini khususnya pada tahap pemecahan karbohidrat yang melalui silkus glikolisis (gambar 2.1), di butuhkan dan di hasilkan ATP (adenosine triposfat) yang merupakan energi dalam proses glikolisis. Pada tahapan pemecahan glukosa menjadi asam 19 piruvat, fase pertama dalam proses glikolisis membutuhkan dua mol ATP yang diubah menjadi ADP. Fase kedua mengubah dua mol triosa yang terbentuk pada fase pertama menjadi dua mol asam laktat, dan dapat menghasilkan 4 mol ATP. Jadi fase kedua ini menghasilkan energi. Apabila ditinjau dari keseluruhan proses glikolisis ini menggunakan 2 mol ATP dan menghasilkan 4 mol ATP sehingga tersisa 2 mol ATP. Dalam tahapan penyelesaian indikator ini, dikaitkan dengan teks makro dengan mengamati bagan reaksi yang telah disediakan (gambar 2.3). IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian Analisis Kemampuan Tekstual Integrasi Agama Salah satu komponen kemampuan intertektualitas adalah integrasi dengan nilai-nilai agama. Data kemampuan tekstual integrasi agama mahasiswa pada fermentasi karbohidrat dapat lihat pada tabel berikut: Tabel 1. Nilai Rata-Rata Kemampuan Tekstual Integrasi Agama pada Tiap Indikator dan Kelompok Prestasi No Indikator Kemampuan Tekstual Nilai Nilai Rata-rata Kelompok Integrasi Agama RataPrestasi Rata Tinggi Sedang Rendah 71 49 55 1 Mengemukakan pendapat 58 mengenai adanya kandungan etanol dalam tape 45 33 33 2 Menuliskan dalil atau ayat alquran 37 yang memperluat pendapatnya 74 53 59 3 Mengemukakan pendapat 62 mengenai hukum minumam beralkohol 50 36 34 4 Menuliskan ayat atau dalil yang 40 memperkuat pendapatnya Berdasarkan tabel di atas diperoleh gambaran mengenai kemampuan seluruh mahasiswa pada tiap indikator kemampuan tekstual agama, mahasiswa mempunyai kemampuan kategori cukup baik pada indikator 1 dan pada indikator 2 dengan nilai rata-rata 58 dan 62. Sedangkan untuk indicator 2 dan 4 masih kurang hanya mencapai rata-rata 37 dan 40. 20 Adapun kemampuan tekstual integrasi agama pada kelompok prestasi tinggi hanya mencapai 74 ada pada kategori baik sedangkan kelompok prestasi sedang dan rendah masih kurang, terutama pada indikator menulis hurup arab. .Analisis Kemampuan Tekstual Makroskopik Komponen kemampuan inetertekstualitas yang kedua adalah kemampuan makroskopik. Data nilai kemampuan makroskopik mahasiswa berdasarkan kelompok prestasi secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Tabel 2. Nilai Rata-Rata Kemampuan Makroskopik Mahasiswa pada Setiap Indikator dan Kelompok Prestasi No Indikator Kemampuan Makroskopik Nilai Nilai Rata-rata Kelompok RataPrestasi Rata Tinggi Sedang Rendah 1 Pengamatan sifat fisis bahan makanan fermentasi dan zat destilat hasil 79 81 81 75 fermentasi 2 Membuat diagram alir fermentasi singkong dan beras berdasarkan 77 88 72 70 pengalaman 3 Mengetahui fungsi rangkaian alat yang 73 97 73 50 digunakan dalam praktikum 4 Menggunakan alat dan bahan yang 62 69 61 57 digunakan dalam praktikum Berdasarkan tabe l2. dapat dijelaskan bahwa untuk setiap indikator makroskopik mahasiswa mampu mencapai kategori baik, hanya pada indikator menggunakan alat dan bahan masih mencapai kategori cukup dengan nilai 62. Kelompok prestasi rendah masih kurang dalam kemampuan menjelaskan fungsi dan kegunaan alat - bahan dalam praktikum. 2. Analisis Kemampuan Tekstual Mikroskopik Komponen selanjutnya dari tes kemampuan intertekstualitas adalah tekstual mikroskopik. Data yang diperoleh dari tes kemudian dianalisis untuk setiap indikatornya. Nilai rata-rata kemampuan mikroskopik keseluruhan mahasiswa adalah sebagai berikut. 21 Tabel 3. Nilai Rata-Rata Kemampuan Tekstual Mikroskopik pada Setiap Indikator dan Kelompok Prestasi No Indikator Kemampuan Tekstual Nilai Nilai Rata-rata Kelompok Mikroskopik RataPrestasi rata Tinggi Sedang Rendah 1 2 3 4 Menjelaskan sifat kimia beberapa bahan makanan fermentasi Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi fermentasi Menjelaskan secara ilmiah perbedaan makanan fermentasi dan makanan bukan hasil fermentasi Menuliskan dan menjelaskan bagan reaksi proses pemecahan karbohidrat menjadi etanol 67 78 56 67 64 72 50 71 61 92 49 42 30 30 22 38 Berdasarkan tabel 3. diperoleh gambaran mengenai kemampuan seluruh mahasiswa pada setiap indikator tekstual mikroskopik. Mahasiswa mempunyai kemampuan paling tinggi pada indikator pertama yaitu menjelaskan sifat kimia beberapa bahan makanan yang, nilai rata-rata yang diperoleh adalah 67 dengan katagori baik. Sedangkan kemampuan tekstual mikroskopik paling rendah dengan kategori kurang adalah pada indikator keempat dengan perolehan nilai rata-rata 30. Kelompok prestasi tinggi memiliki kemampuan tekstual mikroskopik paling baik dibandingkan kelompok sedang dan rendah, sedangkan kelompok rendah memiliki kemampuan mikroskopik lebih baik dibandingkan kelompok sedang. Pada tabel di atas terdapat perbedaan yang sangat mencolok pada indikator no 3, kelompok tinggi memperoleh skor nilai 92 dengan kategori sangat baik, sedangkan kelompok sedang dan rendah hanya memperoleh skor nilai 49 dan 42 dengan kategori kurang. Kasus serupa juga terjadi pada kelompok sedang dan kelompok rendah, pada indikator no 1 dan 2 kelompok rendah memperoleh skor nilai 67 dan 71, sedangkan kelompok sedang hanya memiliki skor nilai 56 dan 50. 3. Analisis Kemampuan Tekstual Simbolik Data Kemampuan Tekstual Simbolik mahasiswa diperoleh dari hasil analisis lebih lanjut dari data kemampuan intertekstualitas secara keseluruhan, kemudian dianalisis kemampuan 22 tekstual simbolik mahasiswa pada setiap indikatornya, maka diperoleh data nilai rata-rata pada tabel berikut: Tabel 4. Nilai Rata-Rata Kemampuan Tekstual Simbolik Keseluruhan Mahasiswa pada Setiap Indikator dan Kelompok Prestasi No Indikator Kemampuan Tekstual Nilai Nilai Rata-rata Simbolik RataKelompok Prestasi Rata Tinggi Sedang Rendah 1 Menyelesaikan persamaan matematis 69 67 56 83 penentuan kadar destilat 2 Menuliskan persamaan reaksi kimia 42 50 31 44 dengan lengkap 3 Menentukan jumlah ATP berdasarkan 42 51 39 37 bagan reaksi Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kemampuan tekstual simbolik mahasiswa yang paling tinggi hanya pada indikator no 1, yaitu menyelesaikan persamaan matematis penentuan kadar destilat, nilai rata-ratanya yang diperoleh adalah 69 dengan kategori baik. Kemampuan tekstual simbolik berdasaarkan kelompok prestasi untuk indikator no 1 diperoleh nilai rata-rata paling tinggi pada kelompok rendah dengan nila 83 kategori sangat baik, kemudian diikuti kelompok tinggi dan rendah dengan nilai 67 dan 56 dengan kategori baik dan cukup. Kemampuan mahasiswa pada indikator 2 dan 3 secara keseluruham maupun berdasarkan kelompok prestasi masih kurang, yakni pada kemampuan menuliskan persamaan reaksi dan mementukan jumlah ATP berdasarkan bagan reaksi. 4. Data Hasil Wawancara Wawancara dilakukan terhadap 9 orang subjek penelitian yang memiliki variasi jawaban yang diberikan pada tes yang menggali kemampuan intertekstuaitas mahasiswa. Mahasiswa yang dijadikan subjek wawancara merupakan wakil dari tiga kelompok prestasi mahasiswa, masingmasing tiga orang dari setiap kelompok prestasi. Wawancara dilakukan bertujuan untuk menganalisis alasan lebih jauh mengenai jawaban mahasiswa terhadap tes kemampuan intertekstualitas yang telah diberikan. Selain itu juga untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intertekstualitas subjek penelitian. Berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan intertekstualitas mahasiswa adalah kebiasaan belajar, sikap keingintahuan yang dimiliki 23 mahasiswa, pengetahuan dasar, kemampuan abstraksi reflektif, dan latar belakang lembaga pendidikan sebelum menjadi mahasiswa. B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Indikator Integrasi Agama Indikator ini dikembangkan dengan empat sub indikator yaitu tentang tanggapan mereka dari sudut pandang agama Islam mengenai adanya kandungan alkohol dalam tape, menuliskan dalil atau ayatnya, makanan yang beralkohol serta menuliskan dalil dan ayatnya dalam huruf arab. Berdasarkan hasil penelitian, seperti yang terlihat pada tabel1. pencapaian mahasiswa pada indikator ini adalah rata-rata baik, tetapi masih kurang dalam keterampilan menulis Arab. Analisis dari lembar jawaban menunjukkan bahwa mahasiswa pada umumnya dapat mengemukakan pendapat mereka dengan baik dan dapat diterima. Mahasiwa pun menyempurnakan pendapat mereka dengan dalil yang bersangkutan, tetapi cara penulisan dalil yang bersangkutan kebanyakan tidak tepat. Mahasiswa masih kurang terampil dalam menulis Arab. Latar belakang sekolah mereka berpengaruh terhadap kemampuan pengembangan nilainilai agama. Pembelajaran agama dalam selama kuliah belum menambah keterampilan mereka dalam menulis huruf Arab. Berdasarkan hasil wawancara, mahasiswa pada umumnya pernah mendengar dalil yang mereka tulis tetapi tidak tahu cara penulisannya. Alasan yang dikemukakan mahasiswa karena latar belakang kebanyakan mereka bukan dari Madrasah Aliyah. 2. Indikator Kemampuan Makroskopik a. Pengamatan Sifat Fisis Bahan Makanan Fermentasi dan Zat Destilat Hasil Fermentasi Indikator ini dikembangkan dengan mengarahkan mahasiswa untuk mengamati sifat fisis bahan makanan singkong, beras dan ketan yang telah dimasak berdasarkan warna, bentuk dan kelekatan. Setelah proses fermentasi kemudian bahan makanan yang telah jadi tape didestilasi, dan dilakukan pengamatan lagi terhadap zat destilat yang dihasilakan yang meliputi titik didih, wujud, bau dan rasa di kulit. Berdasarkan analisis data hasil tes, keseluruhan mahasiswa menunjukkan hasil yang baik (tabel 2.) Hal ini disebabkan karena indikator pengamatan sifat fisis merupkan indikator makroskopik yang dapat diidentifikasikan secara nyata melalui panca indra (Treagust, 2002), sehingga subjek hanya mengamati berdasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan.. 24 b.Membuat Diagram Alir Fermentasi Bahan Makanan Berdasarkan Pengalaman Indikator ini diterapkan setelah objek penelitian diperintahkan untuk membuat tape. Indikator ini diberikan pada saat mahsiswa melakukan praktikum destilasi tape. Pada umumnya apabila dilihat dari lembaran jawaban yang dikumpulkan mahasiswa, hampir 80% mahasiswa dapat membuat diagram alir proses fermentasi dengan benar. Berdasarkan wawancara, pada umumnya mahasiswa dapat menjawab indikator ini karena berdasarkan pengalaman telah melakukan pembuatan tape, berdasarkan informasi pengalaman inilah mahasiswa dapat menuliskan proses fermentasi bahan makanan dari karbohidrat. Hal ini selaras dengan yang apa diungkapkan Bruner (dalam Ratna, 1996 : 101) bahwa presepsi seseorang tentang suatu peristiwa merupakan suatau proses konstruktif dalam pikirannya, dalam proses ini biasanya orang akan menghubungkan data dalam indranya dengan apa yang dihadapinya. b. Mengetahui Fungsi Rangkaian Alat yang Digunakan Dalam Praktikum Pencapaian indikator ini dengan mengarahkan mahasiswa untuk mengetahui fungsi dan rangkaian alat dalam proses destilasi tape. Hasil yang diperoleh dari analisis butir soal ini adalah nilai rata-rata sebesar 73 dengan kategori baik. Kelompok tinggi memperoleh nilai rata-rata 97 kategori sangat baik, kelompok rendah memperoleh nilai 73 kategori baik, dan kelompok rendah memperoleh nilai rata-rata 50 dengan kategori cukup. Berdasarkan pengamatan lembar jawaban mahasiswa, dari enam pertanyaan yang diberikan terdapat dua soal yang hanya beberapa orang menjawab dengan tepat. Kebanyakan dari mahasiswa kurang begitu memahami fungsi dan teknik yang benar menggunakan alat praktikum. Selian itu juga pertanyaan tentang pengamatan proses destilasi yang menunjukkan etanol telah terdestilasi, pada umumnya mahasiswa menjawab terbentuknya etanol pada saat tetesan yang pertama, padahal jawaban yang tepat pada saat suhu konstan destilat yang pertama. Menurut data hasil wawancara, pengamatan suhu konstan ini merupakan pengamatan yang sulit diamati, karena kalau tidak teliti dan tidak cermat kemungkinan destilat etanol akan tercampur dengan air sebagai destilat kedua. c. Menggunakan Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Praktikum Aspek kinerja pada saat fermentasi tidak dilakukan penilaian, karena praktikumnya dilakukan secara kelompok di rumah masing-masing dengan menggunakan alat-alat yang ada di rumah. Berdasarkan hasil analisis data aspek kinerja penggunaan alat destilasi, semua mahasiswa 25 mencapai kategori cukup dengan nilai 62 dalam menggunakan alat dan bahan selama destilasi. Aspek kinerja merangkai alat destilasi, kebanyakan mahasiswa tidak terampil dalam merangkai alat, seperti memasang kondensor leibig dengan labu destilasi melalui satatif dan klem.. 3. Indikator Kemampuan Mikroskopik a. Menjelaskan Sifat Kimia Beberapa Bahan Makanan Bedasarkan analisis data pada tabel 3. perolehan nilai mahasiswa pada indikator ini menunjukkan nilai yang cukup dengan nilai rata-rata keseluruhan 67. Kelompok prestasi rendah memperolah nilai 67 yang lebih besar dari kelompok sedangyaitu 58, berdasarkan analisis hasil wawancara kelompok rendah lebih paham membedakan amilosa dan amilopektin, karena banyak mencari tahu dengan membaca buku teks tentang sifat-sifat amilosa dan amilopektin yang tampak pada perbedaan kelekatan nasi biasa dan nasi ketan. Menurut data hasil wawancara, mahasiswa tertarik mencari konsep tentang sifat- sifat amilosa dan amilopektin yang merupakan bagian dari pemahaman mikroskopik setelah melakukan pengamatan sifat fisis nasi ketan dan nasi biasa yang merupakan kemampuan makroskopik. Berdasarkan pengalaman tersebut maka terdapat suatu hubungan berantai antara pemahaman makroskopik terhadap suatu konsep yang merupakan pemahaman mikroskopik yang akhirnya dapat dipahami mahasiswa. Hal ini selaras dengan penelitian Hsin-kai Wu (2002) ketika melakukan rantai pembelajaran terhadap mahasiswa di Taipe, mahasiswa terlihat semangat belajar ketika di arahkan untuk mengamati air minum mereka yang bersih, kemudian mencari tahu hubungannya dengan konsep kimia mengenai molekul struktur air, teori ikatan kovalen dan teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion). b. Menjelaskan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Fermentasi Berdasarkan hasil analisis data, perolehan nilai rata-rata mahasiswa pada sub indikator ini bisa dikatakan cukup (64). Pada umumnya mahasiswa mampu menuliskan empat faktor yang mempengaruhi reaksi fermentasi yaitu pH (3-6), temperatur (25o-43o), nutrisi (vitamin dan mineral), dan kandungan air (Ponis, 1987:44). Berdasarkan analisis lembar jawaban, mahasiswa mampu menjawab mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi fermentasi secara global, tetapi mereka tidak mampu menjelasakn keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi dan dampaknya terhadap hasil fermentasi. Berdasarkan wawancara, hal ini diakibatkan karena sebagian besar mahasiswa tidak melakukan organoleptik terhadap makanan 26 fermentasi hasil percobaan yang telah mereka lakukan, dan mereka hanya mengahapalkan konsep tentang fermentasi karbohidrat dalam tex books saja. c. Menjelaskan Secara Ilmiah Perbedaan Makanan Fermentasi dan Makanan Bukan Hasil Fermentasi Kemampuan mahasiswa kelompok tinggi menghubungkan antara pengalaman konkrit dengan konsep kimia yang abstrak telah terekploitasi dengan baik, sedangkan sebagian kelompok sedang dan rendah kurang mampu menghubungkannya. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini disebabkan karena kemampuan kognitif kelompok mahasiswa tinggi sering dilatih mengingat suatu konsep dengan cara banyak berdiskusi dengan teman mereka yang dianggap lebih paham. Sedangkan kelompok rendah dan sedang mengakui, mereka hanya membaca dan menghapalkan konsep-konsep kimia, sehingga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah . Melalui belajar hafalan umumnya siswa tidak mengerti apa yang mereka pelajari, dengan cara menhafal mereka mengaplikasikan konsep yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapinya (Arifin, 2000: 81). Secara teoritis, kesulitan yang dialami mahasiswa adalah kesulitan dalam melakukan abstraksi reflektif (Ratna, 1996 : 157), yakni kesulitan melakukan konstruksi pengetahuan struktur yang diperoleh dari hasil pengamatan data-data ke dalam aspek inti untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. d. Menuliskan dan Menjelaskan Bagan Reaksi Proses Pemecahan Karbohidrat Menjadi Etanol. Indikator ini dikembangkan dengan memberikan bagan reaksi pemecahan hidrolisis karbohidrat, tahap glikolisis, sampai tahap pemecahan asam piruvat menjadi senyawa-senyawa lain. Pemahaman mahasiswa pada indikator ini dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya, karena ilmu kimia itu sifatnya berurutan, dan suatu konsep harus dipelajari berdasarkan urutanurutan tertentu ( Middlecamp dan Kean, 1985:7). Berdasarkan hasil analisis data, perolehan nilai rata-rata mahasiswa pada sub indikator ini masih kurang dengan perolehan nilai sebesar 30. Berdasarkan data hasil wawancara, hampir seluruh mahasiswa merasa kesulitan dalam menjawab soal ini, mereka merasa kesulitan ketika harus menunjukkan dan menjelaskan tahapan mana saja yang dilalui enzim sacharomyces cerevicae untuk memecahkan karbohidrat menjadi etanol. Kebanyakan jawaban mahasiswa hanya menunjukkan tahapan pemechan karbohidrat saja melalui tahap hidrolisis karbohidrat dan 27 tahap glikolisis tanpa menyebutkan tahapan pemecahan asam piruvat menjadi etanol. Kesulitan mereka diindikasikan karena indikator ini merupakan pemahaman konsep kimia yang bersifat abstrak, yang dipandang mahasiswa sebagai bagian dari materi konsep yang sulit dipahami (Hsin-kai Wu, 2002 : 5). 4. Indikator Kemampuan Simbolik a. Menyelesaikan Persamaan Matematis Penentuan Kadar Destilat Berdasarkan analisis lembar jawaban semua kelompok prestasi belajar, pada umumnya mahasiswa mampu menyelesaikan perhitungan penentuan kadar destilat, hanya kebanyakan mahasiswa menganggap mudah pertanyaan ini, sehingga mereka hanya menuliskan inti isi dari hasil perhitungan tersebut tanpa menuliskan tahapan perhitungannya. Selain itu mahasiswa ini lebih terbiasa mengerjakan soal hitungan untuk konsep tertentu yang berkaitan dengan hitungan saja, mereka tidak terbiasa mendapat soal hitungan yang dikaitkan dengan data praktikum yang mereka lakukan. Kasus serupa juga terjadi pada penelitian Euis (2007) dan Hinton dan Nakhlekh (1999). b. Menuliskan Persamaan Reaksi Kimia dengan Lengkap Analisis data pada tabel 4. menunjukkan nilai yang diperoleh mahasiswa pada indikator ini sebesar 42, artinya secara umum pemahaman mahasiswa pada indikator ini masih kurang. Berdasarkan analisis lembar jawaban mahasiswa dan data hasil wawancara, kesulitan yang mahasiswa alami adalah sulit menginterpretsikan kalimat soal kimia yang diberikan kedalam bentuk simbol kimianya. Mahasiswa merasa kesulitan menuliskan persamaan reaksi kimia yang terjadi ketika etanol dalam tape dibiarkan dalam keadaan terbuka, menurut mereka tidak terbayang bahwa dalam keadaan terbuka tersebut etanol yang dimaksud bereaksi dengan oksigen yang nantinya akan menghasilkan asam asetat, ada juga mahasiswa yang salah menuliskan rumus kimia etanol. c. Menentukan Jumlah ATP Berdasarkan Bagan Reaksi Berdasarkan analisis data pada tabel 4., pencapaian mahasiswa pada indikator ini masih dikatakan kurang dengan nilai 42. indikator ini dikembangkan dengan memberikan suatu bagan reaksi berupa siklus glikolisis dimana pada bagan tersebut dilengkapi dengan ATP yang masuk dan keluar yang ditunjukkan dengan tanda panah. Pada umumnya kesulitan yang mahasiswa alami terletak pada kurang teliti membaca bagan reaksi yang disajikan. Menurut data wawancara, 28 mahasiswa terkecoh dengan melihat siklus reaksi yang panjang, sehingga dalam pikiran mereka soal ini sulit untuk dikerjakan. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Intertekstualitas Mahasiswa Perkembangan yang terlihat adalah pada analisis kemampuan makroskopik mahasiswa yang mencapai kategori baik. Kelemahan kemempuan makroskopik mahasiswa ditemukan diruangan laboratorium yaitu pada saat merangkai alat-alat praktikum destilasi dikarnakan karena takut memecahkan alat-alat tersebut, dan saat pengamatan suhu konstan destilat yang pertama, karena ketidakcermatan dalam pengamatan ini cairan etanol yang diinginkan tercampur dengan destilat kedua yaitu air. Faktor yang mempengaruhi kemampuan mikroskopik mahasiswa, yaitu ketertarikan mahasiswa untuk mencari konsep kimia yang sesuai dengan pengamatan makroskopik yang telah mereka lakukan. Sebagian mahasiswa yang banyak mencari tahu dengan membaca dan berdiskusi dengan temannya sehingga mampu memahami mikroskopik kimia pada tahap pertama. Tetapi mahasiswa masih lemah dalam menguasai kemampuan mikroskopik tahap selajutnya yang lebih spesipik terhadap konsep kimia, terbukti dengan lemahnya menjelaskan tahap hidrolisis karbohidrat, siklus glikolisis, dan tahap pemecahan asam pirivat menjadi etanol yang dilewati enzim sacharomyces cerevicae dalam fermentasi singkong, yang akhirnya membedakan rasa tape singkong dan singkong rebus. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini disebabkan karena tahap belajar mahasiswa baru sampai pada ketertarikan pemahaman konsep kimia secara global. Semangat menggali konsep dan rasa ingin tahu mahasiswa masih kurang. Pada kemampuan tekstual simbolik, kelemahan mahasiswa terletak pada menginterpretasikan bahasa kedalam simbol kimia. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tidak biasa menuliskan rumus kimia menggunakan nama yang lazim digunakan seperti nama IUPACnya. V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahasan, rumusan masalah sebagai acuan penelitian dapat dijawab dengan simpulan sebagai berikut: 29 1. Kemampuan mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2005 dalam integrasi nilai-nilai agama pada topok fermentasi karbohidrat termasuk kategori baik, tapi masih kurang dalam keterampilan menulis Huruf Arab 2. Kemampuan representasi kimia Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung Angkatan 2005 pada topik fermentasi karbohidrat ditunjukkan dengan nilai rata-rata cukup. Kemampuan tekstual makroskopis termasuk kategori baik, kemampuan tekstual mikroskopis dan kemampuan tekstual simbolik mencapai kategori cukup. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intertekstualitas Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung Angkatan 2005 pada topik fermentasi karbohidrat adalah : kebiasaan belajar cenderung belajar hafalan, sikap keingin tahuan, pengetahuan dasar yang dimiliki, kemampuan abstraksi reflektif, dan latar belakang lembaga pendidikan sebelum menjadi mahasiswa. B. Saran 1. Guru kimia hendaknya memperhatikan kemampuan siswa dalam mengintegrasikan konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata dan pengalamam siswa sehari – hari, terutama integrasi dengan nilai–nilai agama. 2. Guru hendaknya memperhatikan tiga kemampuan repsentasi kimia, baik simbolik, makroskopik dan mikroskopik secara terintegrasi. Kegiatan praktikum dan atau penggunaan media visual dengan animasi hendaknya diprioritaskan untuk membantu meningkatkan kemampuan repsentasi makroskopik, mikoroskopik, dan simbolik. 3. Pembelajaran sains dan agama di SLTA hendaknya menjadi modal dasar dalam mengembangkan sains dan nilai–nilai agama di perguruan tinggi. Pembelajaran keterampilan Baca-Tulus Al-quran hendaknya lebih ditingkatkan. 30 DAFTAR PUSTAKA Abuddin Nata et all. 2005. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Anna Poedjiadi dan F.M Titin Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Ansori Rachmad. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. Dori, Yahudit J dan Hameri, Mira. 2003. “Multidimensional Analysis System for Quantitative Chemistry Problem. Symbol, Macro, Micro and Process Aspect”. Journal of Resaerch in Science Teaching. Vol.40.no.30. pp 278-302. 2003. Israel: Department of Education in Technology and Science, Technion, Israel Institute of Technology, Haifa 32000, and Center for Educational Computing Initiatves, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, Massachusetts 02139. Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hamidah Harahap. 2003. “Karya Ilmiah Produksi Alkohol”. Jurnal Kimia. USU Digital Library. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara. Helmi Yusuf, Andjar dan Toto. 2004. “Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan Alkohol Secara Enzimatis dalam Buah Musa Paradisiae”. Jurnal Kimia. Vol.4.no.3 Desember 2004. Majalah Farmasi Airlanggga, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Hinton , Michael E dan Nakhlekh B. “Student’s Macroskopik, Mikroskopik dan Symbolik Refresentation of Chemical Reaction”. Journal of Chemical Educator. Vol 14 1999. West Laffayette: Peerfield High School, Deerfield, II 60015 and the Departement of Chemistry, Purdue University. Hsin-Kai Wu. 2002. “Linking The Microskopik View of Chemistry to Real Life Experience: intertekstuality in a High School Science Class Room”. Journal Chemical Education. Taipei- Taiwan: National Taiwan Normal University, hlm1-48.Taipei- Taiwan: National Taiwan Normal University, hlm1-48. http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio225/chap05/lecture4.htm. Tanggal akses 22 Mei 2009 31 Indyah Nurdyastuti. 2007. “Teknologi Proses Produksi Bio-Etanol”. Jurnal Kimia. Prospek Pengembangan Bio-Fuel sebagai Substansi Bahan Bakar Minyak. Tersedia http://www.goegle.com/jurnalkimia. Middlecamp, Catherine dan Kean, Elizabeth. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia. M. Shidiq Al-Jawi. 2006. ”Alkohol dalam Makanan, Obat dan Kosmetik”. Powered By Journal. Tersedia http://www.khalifah1924.org Ponis Tarigan. 1987. Petunjuk Praktikum Teknologi Fermentasi. Pusat antar Universitas Bioteknologi Institut Teknologi Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan. Ratna Wilis Dahar. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Tita Realita. 2004. “Production of Ragi Tape Using Pure Microbal Inoculum”. Powered By Journal. T576.163 RIAP. Departement Biologi. Institut Teknologi Bandung. Treagust, David F et all. 2002. “Constrain to the Development of First Year University Chemistry Student’ Mental Models of Chemical Phenomena”. Teaching and Learning Forum 2002: Focusing on the Student. Curtin University of Teknologi. 32