Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange Nurul Fauzi Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Padang Abstract The purpose of this study is to test the market anomaly phenomenon (i.e. weekend effect) in emerging Asian stock markets, namely Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange and Indonesia Stock Exchange under period of 2005-2007. The study used daily closing price of composite index for each markets, and there are 125 weeks of average stock return for Indonesia Stock Exchange, 139 weeks of average stock return for Shanghai Stock Exchange and 123 weeks of average stock return for Bombay Stock Exchange. The study applied t-test to examine the existence of weekend effect among those markets. The result showed that there are no weekend effect phenomenon happened in the markets, although there is a significant difference in average stock return in Indonesia Stock Exchange and Shanghai Stock Exchange. However, significant average stock return difference did not show that weekend effect anomaly phenomenon presented. Keywords; weekend effect, Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange and Indonesia Stock Exchange. 1. Pendahuluan Pasar Modal dewasa ini adalah salah satu indikator ekonomi yang sangat penting bagi sebuah negara. Negara dengan pasar modal yang kuat dan efisien diyakini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing maupun domestik untuk berinvestasi di negara yang bersangkutan. Masuknya modal asing melalui pasar modal diharapkan akan mampu membantu menggerakkan sektor riil yang ada di negara tersebut. Secara teoritis dari berbagai pengertian yang ada pasar modal dapat didefinisikan sebagai suatu pasar yang memperdagangkan berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang. Baik dalam bentuk modal sendiri berupa saham maupun dalam bentuk hutang berupa penerbitan obligasi, bisa yang diterbitkan oleh pemerintah (public authoritites) maupun oleh perusahaan swasta (private sectors). Setiap negara tentu menginginkan agar pasar modalnya menjadi pasar modal yang efisien termasuk tiga negara di Asia yaitu China, India dan Indonesia. Sebuah pasar modal yang efisien akan memberikan sebuah jaminan kepada pelaku pasar modal di ketiga negara tersebut bahwa semua informasi yang beredar dan relevan akan direfleksikan dengan baik oleh pergerakan harga saham di lantai bursa. Dalam sebuah negara yang pasar modalnya efisien, akan berlaku pola random walk yaitu pola di mana perubahan harga saham mempunyai pola yang tidak menentu. Para ahli telah memastikan bahwa dalam pola yang tidak menentu atau random walk tidak akan ada suatu pengembalian investasi saham yang diharapkan tanpa menanggung risiko dari harapan itu sendiri, artinya dalam pasar yang efisien tidak akan ada pengembalian saham yang terjadi di luar kewajaran (Fama, 1970). Dalam konsep tentang pasar modal yang efisien dinyatakan bahwa pergerakan harga sekuritas mempunyai Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange pola yang tidak menentu atau bersifat random walk. Harga masing-masing saham tersebut berubah secara acak, naik atau turun setiap hari tanpa dipengaruhi oleh harga saham dihari sebelumnya, sehingga tidak memungkinkan bagi para investor dan pelaku pasar modal untuk memprediksi pergerakan saham dan pengembalian yang akan diperoleh berdasarkan informasi yang tersedia dan dipublikasikan tersebut secara tepat. Dalam pasar yang efisien sangat kecil kemungkinan bagi investor untuk memperoleh laba yang tidak normal (abnormal return) hal ini dikarenakan pasar akan dengan sangat cepat bereaksi terhadap informasi baru yang masuk ke bursa sehingga pasar akan dengan cepat pula bergerak mencapai harga keseimbangan yang baru (Fama,1970). Pada kenyataannya dari berbagai penelitian justru ditemukan beberapa kondisi anomali pasar yang merupakan pengecualian dan penyangkalan terhadap apa yang seharusnya terjadi dalam suatu pasar modal yang efisien. Beberapa macam anomali pasar modal yang telah diketahui dan didokumentasikan oleh penelitian sebelumnya diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Gultekin dan Gultekin (1983). Gultekin dan Gultekin melakukan penelitian terhadap pasar modal tujuh belas negara industri utama di dunia termasuk Amerika, Australia, Jepang dan lain-lain yang peraturan pajaknya dan periode pembayaran pajaknya berbeda dan menemukan hasil bahwa rata-rata dimayoritas negara yang diteliti terjadi fenomena January effect. Fama (1991) juga menemukan bahwa pada periode 1941-1981 di New York Stock Exchange rata-rata pengembalian di bulan Januari lebih tinggi dibanding bulan lainnya dengan perbedaan yang lebih besar terjadi pada saham yang nilai kapitalisasi pasarnya kecil. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Rozzef dan Kinney (1976) juga menemukan adanya seasonal pattern dalam equal weighted index pada harga saham di New York Stock Exchange (selanjutnya 12 disingkat NYSE) selama tahun 19041974. Keduanya menemukan bahwa rata-rata pengembalian saham bulanan pada bulan Januari berkisar 3,5 persen sedangkan bulan-bulan lainnya rata-rata hanya 0,5 persen, akan tetapi pengembalian yang tinggi ini tidak ditemukan pada indeks saham perusahaan besar. Sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Cheung dan Coutts (1997) terhadap Hang Sheng Composit Index di Hongkong Stock Exchange justru tidak menemukan adanya fenomena January effect di pasar modal negara tersebut demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Nayoan (2001) yang juga tidak menemukan fenomena January effect di pasar modal Indonesia, Malaysia, Thailand dan Philipina. Penelitian tentang anomali pasar lainnya adalah yang dilakukan Banz (1981). Banz yang melakukan penelitian di New York Stock Exchange menemukan bahwa ukuran kapitalisasi pasar berpengaruh secara signifikan dalam menerangkan pengembalian dari saham. Saham-saham dari perusahaan kecil di NYSE cendrung memperoleh risk adjusted return yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham perusahaan yang nilai kapitalisasinya lebih besar yang tercatat di NYSE. Penelitian Banz juga menemukan bahwa perbedaan pengembalian saham atau return diantara membeli saham perusahaan sangat kecil dengan perusahaan besar mencapai 19,8% per tahun, secara umum Banz menekankan bahwa ukuran dapat menerangkan pengembalian saham yang sama signifikansinya seperti halnya beta. Selain itu Lakonishok dan Maberly dalam Tandelilin dan Algifari (1999) juga melakukan penelitian tentang weekend effect atau Monday effect. Keduanya menfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian saham harian di NYSE. Dalam penelitian tersebut keduanya menduga bahwa pengembalian saham di NYSE dipengaruhi oleh pola aktifitas perdagangan harian yang dilakukan Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange oleh investor individual. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa hasrat individual melakukan transaksi pada hari Senin relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hari perdagangan lainnya. Tingginya aktifitas perdagangan pada hari Senin tersebut disebabkan hasrat investor individual untuk menjual saham lebih tinggi dibanding hasrat untuk membeli saham pada hari tersebut, akibatnya harga saham cenderung lebih rendah pada hari Senin dibanding hari perdagangan lainnya 2. Bentuk-bentuk anomali pasar modal Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam sebuah pasar modal yang efisien ternyata ditemukan beberapa kondisi yang tidak normal dimana pergerakan harga saham tidak selalu mengikuti pola random walk. Beberapa dari ketidakwajaran atau disebut juga dengan anomali pasar itu adalah : 1. January effect Pengertian January effect adalah suatu kondisi anomali yang terjadi di pasar modal dimana pada bulan Januari terjadi kecenderungan ratarata pengembalian bulanan saham pada bulan ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Kecenderungan itu biasanya lebih terlihat pada saham dengan nilai kapitalisasi yang kecil. 2. Size effect Pengertian size effect adalah bahwa saham dengan kapitalisasi pasar kecil (small firm) cenderung menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham dengan kapitalisasi pasar yang besar. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat dibuktikan bahwa selama beberapa periode tingkat pengembalian rata-rata dan tingkat pengembalian yang disesuaikan untuk beta saham dari perusahaan kecil justru lebih baik dibanding tingkat pengembalian ratarata saham perusahaan besar. Menurut Banz (1981) hal ini dikarenakan ukuran juga bisa dipakai untuk menerangkan pengembalian saham seperti halnya beta. 3. Low price earnings ratio effect Kondisi anomali ini terjadi ketika perusahaan dengan Price Earnings Ratio yang rendah justru menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang Price Earnings Rationya tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Basu (1983) menunjukkan adanya kecenderungan ini. Hal ini diduga berhubungan dengan risiko setiap saham, dimana terjadi trade off antara risk and return Untuk perusahaan dengan P/E ratio yang rendah berarti risiko yang harus ditanggung inverstor cendrung tinggi dan risiko yang tinggi tentunya juga harus dibarengi dengan return yang juga tinggi, kondisi inilah yang diperkirakan menyebabkan perusahaan dengan P/E ratio rendah justru menghasilkan pengembalian saham yang lebih tinggi. 4. Week-end effect atau monday effect Adalah kondisi anomali dimana terjadi kecenderungan pada hari Senin pengembalian saham cendrung lebih rendah dibandingkan dengan hari lainnya sementara pada hari Jum’at pengembalian saham cendrung lebih tinggi dibanding hari lainnya. Hal ini menurut Lakonishok dan Maberly (1996) disebabkan karena hasrat investor individual pada hari senin untuk menjual saham lebih tinggi dibanding hasrat untuk membeli sehingga menyebabkan harga saham cendrung rendah pada hari tersebut dibanding hari-hari lainnya. Sebaliknya pada hari Jum’at hasrat untuk membeli cendrung lebih tinggi dibanding hasrat untuk menjual dan hal Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 13 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange ini mendorong pergerakan harga saham kearah yang positif yang tentunya mengakibatkan pengembalian saham pada hari ini menjadi lebih tinggi dibanding hari-hari lainnya 3. Objek Penelitian Objek yang diamati pada penelitian ini adalah perilaku pergerakan saham di pasar modal tiga negara besar di Asia yaitu China, India dan Indonesia. Untuk pasar modal China indeks yang diamati adalah Shanghai Composite Indexs yang merupakan indeks kumulatif dari seluruh saham yang listing di Shanghai Stock Exchange baik saham class A maupun saham class B (saham class A untuk investor domestik dan saham class B untuk investor asing). Untuk pasar modal India indeks yang dipakai adalah BSE Sensex yang merupakan indeks kumulatif 30 perusahaan paling likuid di pasar modal India, sedangkan untuk Indonesia indeks yang dipakai adalah Jakarta Composite Indexs yang merupakan indeks kumulatif atau indeks harga saham gabungan perusahaan yang listing di bursa efek Jakarta. 3.1. Periode Pengamatan Periode pengamatan dimulai dari tanggal 1 Januari tahun 2005 sampai 31 Desember tahun 2007. Data yang diambil adalah harga penutupan (closing price) harian IHSG untuk masingmasing pasar modal, sehingga untuk masing-masing pasar modal tersebut didapatkan sampel 156 minggu periode pengamatan. Periode ini dipilih dengan pertimbangan bahwa pada periode ini pasar modal ketiga negara tersebut dianggap bebas dari efek krisis ekonomi yang sempat melanda Asia pada tahun 1997 dan juga belum kena imbas dari krisis finansial tahun 2008, selain itu pada periode tersebut pasar modal ketiga negara yang diuji tersebut mengalami pertumbuhan komposit indeks yang sangat bagus yang membuat pasar modal negara-negara tersebut masuk kedalam kategori pasar modal terbaik Asia pada tahun 2006. 14 3.2. Data Sebenarnya di Negara China ada dua pasar modal yang besar yaitu Shanghai Stock Exchange dan Shenzhen Stock Exchange, akan tetapi data yang diambil sebagai obyek penelitian adalah data komposit indeks Shanghai Stock Exchange. Shanghai Stock Exchange dipilih untuk mewakili pasar modal China dikarenakan pasar modal ini adalah yang paling besar dari segi jumlah perusahaan yang terdaftar, jumlah saham yang didaftarkan, total nilai pasar, total nilai pasar yang diperdagangkan, nilai perputaran surat berharga dan lain-lain. (Drew, et al, 2003). Di pasar modal China saham dikelompokan atas saham Class A dan Class B. Saham Class A hanya diperuntukan bagi investor domestik china, dan dibatasi untuk investor asing. Denominasi mata uang yang dipakai adalah Renminbi (RMB) yang tidak bisa dengan bebas dikonversikan kedalam nilai tukar internasional. Sedangkan saham Class B diperuntukan bagi investor asing tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi investor domestik China yang ingin memilikinya. Dari segi total nilai pasar yang diperdagangkan saham Class B jauh dibawah saham Class A (< 10% nilai pasar Class A). Selain itu pasar modal China juga mengenal saham Class H, N, L dan S yang menunjukan saham-saham perusahaan China yang listing di Hongkong, New York, London dan Singapore dan terbuka bagi investor asing. Untuk pasar modal India data yang dikumpulkan adalah data Bombay Stock Exchange SENSEX yang berasal dari pasar modal Bombay. Di India ada 23 buah pasar modal tetapi yang terbesar hanya Bombay Stock Exchange dan National Stock Exchange. Pemilihan Bombay Stock Exchange disebabkan karena BSE merupakan pasar modal dengan nilai kapitalisasi pasar dan jumlah perusahaan yang listed terbesar di India. Alasan lainnya adalah BSE SENSEX 30 yang merupakan 30 saham paling likuid di Bombay Stock Exchange selalu dijadikan barometer Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange pasar modal India oleh pelaku pasar modal di dunia (www.bse.com), disamping itu dari segi usia pasar modal ini adalah pasar modal tertua di India (didirikan tahun 1875) dengan infrastruktur yang lebih mapan dibanding pasar modal lainnya di India. Khusus untuk India, pasar modalnya tidak mengenal composite indexs, yang ada hanya BSE SENSEX 30, BSE 100, BSE 200, BSE 500, BSE Dollex, BSE Psu dan BSE TECk. Untuk pengamatan ini data yang diambil adalah data BSE Sensex 30 yang merupakan indeks gabungan 30 saham paling likuid di pasar modal Bombay. Untuk Indonesia data yang diambil adalah data yang bersumber dari indeks harga saham gabungan untuk sahamsaham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tersebut 4. Model Empiris Model empiris yang dipakai pada penelitian ini mengacu pada model yang dipakai oleh Aggarwal dan Rivoli (1989) Rt = a1 + a2DSELASAt + a3DRABU t + a4 DKAMISt + a5DJUMATt + et Ket : Rt a1 = return saham harian = return senin sebagai Intersep DSELASA...DJUMAT = Dummy variabel harian yg diuji a2...a5 = Perbedaan antara return senin dengan return hari-hari lain et = error 4.1. Metode Analisis Data Untuk menguji ada atau tidaknya weekend effect di ketiga pasar modal Asia yang diamati tersebut prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menghitung pengembalian saham harian (return saham) untuk setiap hari yang diamati dengan menggunakan rumus Rt = ln(Pt/Pt–1) x 100 Keterangan : Rt : Pengembalian saham pada hari t Pt : Harga penutupan (closing price) pada hari ke t Pt-1 : Harga penutupan (closing price) pada hari t - 1 2. Melakukan pengujian terhadap dugaan adanya fenomena anomali pasar weekend effect pada ketiga emerging stock market Asia tersebut dengan langkah sebagai berikut : a. Melakukan uji pengaruh dengan One way analisis varian (ANOVA) untuk menentukan apakah return saham dipengaruhi oleh perbedaan hari dalam satu minggu b. Melakukan uji beda tahap pertama untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan distribusi rata-rata return saham antar hari perdagangan dalam satu minggu Ha : terdapat perbedaan ratarata return antar hari perdagangan dalam seminggu 3. Melakukan uji beda tahap kedua untuk membuktikan terjadi atau tidaknya gejala weekend effect dengan syarat bahwa weekend effect terjadi jika rata-rata return saham pada hari Senin akan menunjukkan return signifikan terendah dan/atau bahkan negatif dan rata-rata return saham pada hari Jumat akan signifikan tertinggi atau positif dibanding hari perdagangan lainnya. Ha : terdapat rata-rata return yang lebih rendah pada hari Senin dan terdapat rata-rata return yang lebih tinggi pada hari Jumat Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 15 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange 5. Hasil Dan Pembahasan 5.1. Indonesia Stock Exchange Tabel 2 Hasil Analisis Varian (One Way Anova) Indonesia Stock Exchange Sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan alat uji SPSS maka data-data yang telah didapat dikelompokan sesuai dengan nama hari. Return saham pada hari senin dikelompokkan dengan return sesama saham hari senin, selasa dengan sesama selasa demikian seterusnya selama periode pengamatan yaitu 1 Januari 2005 sampai 31 Desember 2007. Untuk minggu yang terdapat hari libur selain Sabtu dan minggu maka minggu tersebut dikeluarkan dari periode pengamatan sehingga hasilnya didapatkan 125 minggu periode amatan (n = 125) ANOVAb Model 1 N Min Stat Statistic Max Mean Statistic Statistic Variance Statistic Statistic df Mean Square F Sig. .000 4 .000 .660 .620a .099 615 .000 .099 619 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), Djumat, Dkamis, Drabu, Dselasa b. Dependent Variable: returnjsx Tabel 3 Model Summary Model Summaryb Tabel 1 Statistic deskriptif JKSE Std. Dev Sum of Squares Skewness Std. Statistic Error Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .065a .004 -.002 .0127 1.998 a. Predictors: (Constant), Djumat, Dkamis, Drabu, Dselasa b. Dependent Variable: returnjsx Senin 125 -.065 .067 .001 .015 .000 -.394 .217 125 -.029 .040 .001 .012 .000 -.055 .217 125 -.040 .040 .001 .013 .000 -.196 125 -.043 .030 .003 .012 .000 -.634 125 -.029 .053 .002 .011 .000 .662 Selasa Rabu Kamis Jumat Valid N (listwise) 125 Dari tabel diatas bisa dilihat return ratarata untuk hari senin adalah 0,08 persen sementara untuk hari selasa adalah 0,14 persen, rabu 0,077 persen, kamis 0,28 persen dan jumat 0,25 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa return hari senin lebih rendah dibanding hari jumat tetapi return hari rabu justru lebih rendah lagi dibanding hari senin, sementara untuk hari jumat returnya lebih tinggi 0,25 persen tetapi tidak setinggi return hari kamis 0,28 persen. 16 Dari table diatas bisa dilihat bahwa ternyata return pada Indonesia Stock Exchange tidak banyak dipengaruhi .217 oleh perubahan hari dalam satu .217 minggu, ini bisa dilihat dari nilai pvalue yang 0,620 jauh diatas level .217 signifikansi yang dipakai 0.05, hal ini dijuga dipertegas oleh nilai R square sebesar 0.004 yang mengandung arti bahwa hanya 0,4 persen pengaruh perubahan hari dalam satu minggu terhadap pergerakan return saham di Indonesia Stock Exchange Untuk membuktikan ada tidaknya weekend effect data ini diuji dengan menggunakan SPSS dan hasilnya adalah sebagaimana tabel berikut : Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange 5.2. Shanghai Stock Exchange Tabel 4 Hasil Uji Beda JKSE Tabel 5 Statistik deskriptif SSE One-Sample Test Descriptive Statistics Test Value = 0 90% Confidence Interval of the Difference T Df Sig. (2tailed) Mean Difference Lower Upper N Min Max Mean Std. Dev Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Skewness Statistic Std. Error Senin Senin 139 -.086 .052 .005 .019 -.745 .206 .645 124 .520 .001 -.001 .003 Selasa 139 -.093 .037 .002 .016 -1.879 .206 Selasa 1.364 124 .175 .001 -.000 .003 Rabu 139 -.067 .079 .002 .018 -.068 .206 Kamis 139 -.054 .041 -,001 .017 -.916 .206 Jumat 139 -.041 .045 .001 .015 .259 .206 Valid N (listwise) 139 Rabu Kamis Jumat .654 124 .514 .001 -.001 .003 2.682 124 .008 .003 .001 .005 2.432 124 .016 .002 .001 .004 Dari hasil uji SPSS untuk Jakarta composite indeks didapat hasil bahwa return untuk hari kamis dan jumat berbeda secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan return hari-hari lainnya (P value untuk hari kamis adalah 0,008 dan hari jumat 0,016) jauh dibawah 0,05 atau dengan kata lain Ha dari pengujian satu diterima yaitu return saham dalam seminggu berbeda secara signifikan tetapi jika dilanjutkan ke pengujian 2 untuk membuktikan bahwa weekend effect terjadi maka hasilnya adalah weekend effect tidak terjadi. Kesimpulan ini bisa ditarik dari kondisi dimana syarat terjadinya wekend effect ini adalah return rata-rata saham pada hari senin signifikan lebih rendah dibanding hari lainnya dan return ratarata saham pada hari jumat signifikan lebih tinggi dibanding hari-hari lainnya. Sementara dari hasil pengujian diatas kelihatan bahwa return rata-rata saham pada hari senin tidak berbeda secara signifikan dengan return rata-rata saham pada hari lainnya dan juga tidak paling rendah dibanding return pada hari rabu. Untuk Shanghai stock exchange setelah dikeluarkan minggu dimana terdapat hari libur selain sabtu dan minggu maka didapat 139 minggu periode pengamatan (n = 139). Dari data diatas juga bisa dilihat bahwa rata-rata return terendah justru terjadi pada hari kamis yaitu negatif 0,11 persen sementara return tertinggi justru terjadi pada hari senin yaitu 0,54 persen sementara return rata-rata saham pada hari jumat hanya sebesar 0,13 persen. Tabel 6 Hasil Analisis Varian (One Way Anova) Shanghai Stock Exchange ANOVAb Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression .002 4 .001 1.911 .107a Residual .163 615 .000 Total .165 619 Model 1 a. b. Predictors: (Constant), Djumat, Dkamis, Drabu, Dselasa Dependent Variable: return sse . Tabel 7 Model Summary Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate DW 1 .111a .012 .006 .0163 1.990 a. Predictors: (Constant), Djumat, Dkamis, Drabu, Dselasa b. Dependent Variable: returnsse Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 17 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange Dari hasil uji SPSS diatas bisa dilihat bahwa pada pasar modal Shanghai pengaruh hari terhadap return saham juga tidak signifikan (p-value = 0,107) dan nilai R square yang diperoleh hanya 5.3. Bombay Stock Exchange Tabel 9 Statistik Deskriptif BSE N 0,012 artinya hanya 1,2 persen pengaruh variabel hari terhadap pergerakan return saham sementara sisanya 98,8 persen lagi dipengaruhi oleh variabel selain hari Tabel 8 Hasil Uji Beda SSE One-Sample Test Test Value = 0 Mean Difference 95% Confidence Interval of the Difference T Df Sig. (2-tailed) Lower Upper Senin 3.326 138 .001 .005 .002 .009 Selasa 1.270 138 .206 .002 -.001 .004 Rabu 1.567 138 .119 .002 -.001 .005 Kamis -.753 138 .452 -.001 -.004 .002 Jumat 1.059 138 .292 .001 -.001 .004 Dari hasil pengujian menggunakan SPSS dengan tingkat signifikansi yang dipilih 5 persen maka didapat hasil return pada hari senin memang berbeda secara signifikan (p value = 0,001) atau berada dibawah 0,05 dalam hal ini Ha untuk pengujian pertama diterima bahwa terdapat perbedaan rata-rata return antar hari perdagangan dalam satu minggu, akan tetapi jika dilanjutkan dengan pengujian kedua Ha yang dimunculkan ditolak karena rata-rata return pada hari senin tidak signifikan lebih rendah tetapi justru signifikan lebih tinggi dibanding hari-hari lainnya dan juga rata-rata return pada hari jumat tidak signifikan lebih tinggi dibanding rata-rata return hari lainnya. Min Max Mean statistic statistic statistic statistic Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Valid N (Listwise) 123 123 123 123 123 123 -.043 -.045 -.041 -.070 -.041 .038 .049 .046 .067 .057 .002 .001 .001 .002 .002 Std Dev skewness statistic statistic Std Error .0150 .0132 .0145 .0155 .0145 .218 .218 .218 .218 .218 -.743 .158 -.265 -.648 .161 Untuk Bombay Stock Exchange data yang digunakan sebagai periode amatan setelah dikurangi minggu yang didalamnya terdapat hari libur selain sabtu dan minggu adalah berjumlah 123 minggu periode amatan, adapun ratarata return saham untuk hari senin adalah sebesar 0,18 persen, selasa 0,08 persen, rabu 0,11 persen, kamis 0,20 persen dan hari jumat sebesar 0,22 persen. Return tertinggi pernah terjadi pada hari kamis sebesar 6, 67 persen dan return terendah juga terjadi pada hari kamis sebear minus 7,3 persen. Tabel 10 Hasil Analisis Varian (One Way Anova) Bombay Stock Exchange ANOVAb Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression .000 4 .000 .513 .726a Residual .117 615 .000 Total .118 619 Model 1 a. Predictors: (Constant), Djumat, Dkamis, Drabu, Dselasa b. Dependent Variable: return bse 18 Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange 6. Tabel 10 (lanjutan) Model Summaryb Model R 1 .058a Std. Error of the Adjusted Estimat R Square R Square e .003 -.003 .0138 DW 1.866 a. Predictors: (Constant), Djumat, Dkamis, Drabu, Dselasa b. Dependent Variable: return bse Dari table diatas juga bisa dilihat hasil uji pengaruh terhadap Bombay stock exchange juga menunjukan hasil yang sama dengan kedua pasar modal lainnya bahwa pengaruh perbedaan hari terhadap return tidak siginifikan ini bisa dilihat dari nilai p-value 0,726 dan nilai r square 0,003. Tabel 11 Hasil Uji Beda BSE One-Sample Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference senin selasa rabu kamis jumat T df Sig. (2tailed) Mean Difference 1.306 122 .194 .002 -.001 .005 .692 122 .490 .001 -.002 .003 .855 122 .394 .001 -.002 .004 1.431 122 .155 .002 -.001 .005 1.746 122 .083 .002 -.000 .005 Lower Upper Dari hasil uji beda diatas bisa dilihat bahwa return rata-rata saham diantara lima hari perdagangan tidak berbeda secara signifikan sehingga Ha ditolak untuk pengujian pertama dan otomatis untuk pengujian kedua tidak perlu lagi dilakukan pengujian karena tidak ada rata-rata return yang berbeda secara signifikan, sehingga dalam hal ini bisa ditarik kesimpulan weekend effect tidak terjadi pada pasar modal Bombay. Kesimpulan Weekend effect adalah suatu anomali yang terjadi dipasar modal dimana rata-rata return saham pada hari senin signifikan lebih rendah dan pada hari jum’at signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata return hari lainnya dalam satu minggu. Dengan kata lain weekend effect bisa terjadi jika kedua syarat tersebut terpenuhi. Untuk pasar modal Jakarta rata-rata return diantara hari-hari dalam satu minggu berbeda secara signifikan akan tetapi perbedaan itu tidak menunjukan terjadinya gejala weeekend effect karena kedua syarat terjadinya weekend effect seperti diatas tidak terpenuhi. Untuk pasar modal Shanghai rata-rata return pasar modal tersebut juga berbeda secara signifikan khususnya rata-rata return pada hari senin akan tetapi gejala ini juga tidak menunjukan terjadinya weekend effect karena ratarata return pada hari senin justru signifikan lebih tinggi dibandingkan hari lainnya padahal seharusnya untuk dapat dikatakan weekend effect terjadi ratarata return pada hari senin adalah signifikan lebih rendah. Untuk pasar modal bombay dari hasil pengujian pertama bisa ditarik kesimpulan bahwa weekend effect tidak terjadi karena diantara rata-rata return saham dalam satu minggu tidak terjadi perbedaan yang signifikan. 7. Saran Untuk penelitian selanjutnya ada berbagai model yang bisa dipakai untuk dapat menentukan terjadi atau tidaknya weekend effect disuatu pasar modal, atau bisa saja data yang ada dalam suatu pasar modal dikelompokan pertahun untuk kemudian diuji satu persatu, karena bisa saja terjadi pada satu pasar modal untuk satu tahun tertentu ditemukan gejala terjadinya weekend effect sementara untuk tahun lainnya tidak hal ini dimungkinkan karena pada berbagai penelitian terdahulu ditemukan bahwa weekend effect tersebut bersifat seasonal atau musiman Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20 19 Anomali Harga Saham Weekend effect di Shanghai Stock Exchange, Bombay Stock Exchange dan Indonesia Stock Exchange Daftar Referensi Aggarwal, Reena. dan Pietra Rivoli, “Seaseonal and Day of the Week Effects in Four Emerging Stock Market”, The Financial Review Vol. 24, 1989. Kato, K., and Schallheim, J., “Seasonal and Size Anomalies in the Japanese Stock Market”, Journal of Financial Economics, Desember, 1983. Banz , R. W., “The Relationship beetwen Return and Market Value of Common Stocks”, Journal of Financial Economic, 1981 Keim, D., “Size Related Anomalies and Stock Return Seasonality: Futher Empirical Evidence”, Journal of Financial Economics, Desember 1983. Basu, Sanjay, “ Investment Performance of Common Stocks in Relation to Their Price Earnings : A test of The Efficient Market Hypothesis”, Journal of Finance Vol. 38, 1983 Lakonishok, Josef dan Edwin Maberly, “The Weekend Effect: Trading Patterns of individual and Institutional Investors”, Journal of Finance, Vol. 45, 1990 Brealey, R. and Myers.S, Principle of Corporate Finance, Fourth Edition, McGraw Hill, 1991 Lee, L., “Stock Market Seasonality: Some Evidence From The Pacific Basin Countries”, Journal of Business Finance and accounting, Vol.19, 1992. Cheung, K. C and J.A. Coutts, “The January Effect and Monthly Seasonality in the Hang Seng Index : 1985-97”, Journal of Financial Economic, 1997 Lin C. W. Makalah guest lecture MM UGM , Yogyakarta, Januari 2007 Fama, E., “Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical Work”, Journal of Finance Vol. 25, 1970 Fama, E., “ Efficient Capital Markets II”, Journal of Finance Vol. 46, 1991 Foster, George. Financial Statement Analysis, second edition: Prentice Hall international Edition, 1986 Gultekin, M. and Gultekin, B., “Stock Market Seasonality: International Evidence”, Journal of Financial Economics, Desember, 1983. Rozzef, M. S., and W.R. Kinney, Jr., “Capital Market Seasonality: The Case of Stock Returns” Journal of Financial Economic 3, 1976 Sharpe W. F., Alexander G.J. and Bailey J.V, Investment, Fifth Edition, Prentice Hall New Jersey, 1995 www.wsj.com diakses september 2009 tanggal 10 www.jsx.com diakses tanggal September 2009 12 yahoo.finance.com diakses tanggal 15 Oktober 2009 Jones, C.P., Investment: Analysis and Management, Ninth Edition, John Wiley & Son Inc., North California, 2004. 20 Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 5 No.1 Juni 2010 ISSN 1858-3687 hal 11-20