MODUL PERKULIAHAN SEMINAR MEDIA PRESENTASI Fakultas Program Studi FIKOM BROADCASTING Tatap Muka 06 Kode MK Disusun Oleh 42008 Feni Fasta Abstract Kompetensi Pokok bahasan ini membahas Setelah mengikuti mata kuliah tentang topik-topik dalam ini diharapkan Seminar Media yang meliputi memahami cara mahasiswa seminar 16 kali pertemuan, dimana proposal masing-masing menghasilkan pertemuan sidang output yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. 2015 2 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id melalui simulasi Pembahasan SENI EDITING DALAM KARYA DOKUMENTER INVESTIGASI “BISNIS” KEMATIAN PROPOSAL PENELITIAN APLIKATIF Disusun Oleh : RYAN FEBRIANSYAH 44111110035 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2015 2015 3 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendala yang terjadi dalam preoses penyelenggaran jenazah adalah lahan pemakaman. Melihat begitu sulitnya menemukan lahan pemakaman kini pemakanan mulai di komersilkan. Penulis tertarik mengangkat topik ini karena didasari oleh keinginan penulis mengetahui bagaimana prosedur yang jelas tentang proses pemilikan dan pengguanaan makam di Jakarta Persoalan mengenai pemakaman diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman sementara untuk retribusinya diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. sesuai Perda nomor 1 tahun 2006 tentang Retribusi, sewa lahan atau retribusi Pemakaman untuk tiga tahun pertama paling murah Rp 0 (Blok AIII) dan termahal Rp 100 ribu (blok AAI). Sewa berlaku tiga tahun dan dapat diperpanjang lagi dengan membayar retribusi. Namun angka retribusi itu hanya ada di atas kertas. Petugas pemakaman di lapangan bisa seenaknya menentukan tarif.. Atas dasar itulah Penulis tertarik untuk menginvestigasi bagaimana praktik kecurangan itu terjadi, dan mengapa oknum-oknum yang bermain dalam ‘bisnis” ini tega mengambil kesempatan disaat para ahli waris sedang diliputi rasa duka. Penulis akan membuat penelusuran ini menjadi sebuah tayangan Documenter Investigasi. Pada pembuatan Documenter ini penulis berperan sebagai editor. Editor bertanggung jawab mengkonstruksi cerita secara estetis dari shot-shot yang dibuat berdasarkan skenario dan konsep penyutradaraan sehingga menjadi sebuah film cerita yang utuh. Seorang editor dituntut memiliki sense of story telling (kesadaran/rasa/indra penceritaan) yang kuat. Maksud sense of story telling yang kuat adalah editor harus sangat mengerti akan konstruksi dari struktur cerita yang menarik, serta kadar dramatik yang ada di 2015 4 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dalam shot-shot yang disusun dan mampu mengesinambungkan aspek emosionalnya dan membentuk irama adegan/cerita tersebut secara tepat dari awal hingga akhir sebuah dokumenter. 1.2 permasalahan Dengan merujuk latar belakang masalah diatas, penulis mendapatkan rumusan masalah bagaimana seni atau gaya dalam editing video dapat menuturkan cerita secara investigatif dalam karya Dokumenter investigasi “Bisnis” Kematian 1.3 Tujuan Perancangan Tujuan dari penelitian aplikatif ini adalah menggunakan editing sebagai seni dalam merangkai cerita dalam karya jurnalistik “Bisnis” Kematian 1.4 Alasan Pemilihan Judul Film yang biasa kita tonton sebenarnya merupakan serangkaian ratusan atau ribuan gambar yang sebelumnya disusuk oleh editor. Gambar gambar tersebut sebelumnya berserakan layaknya sebuah puzzle yang mungkin sulit dimengerti, ketika disusun terstruktur oleh serang editor maka gambar tersebut akan menjadi satu tontonan yang menarik. Hal tersebut tidak semata mata urusan teknis saja, lebih dari itu akan menjadi urusan rasa atau sense. Jika karya cipta sudah menyangkut masalah sense maka disadari atau tidak sudah masuk keranah seni. Oleh karena itu penulis memilih judul “seni editing dalam karya jurnalistik “Bisnis” kematian” 1.5 Manfaat Perancangan 1.5.1 Manfaat Akademis 2015 5 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi dengan bidan konsentrasi broadcasting. Dalam hal studi proses paska produksi yaitu editing 1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi institusi, masyarakat maupun entitas lain yang berkaitan dengan masalah yang tercantum dalam karya jurnalistis “Bisnis” Kematian BAB II 2.1 landasan teori 2.1.1Dokumenter Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argument bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke dalam layar. Begitupun dalam peneleitian ini, dalam documenter investigasi bisnis kematian ini yang tidak terlepas dari realitas yang ada. Menurut bill Nichols yang merumuskan secara sederhana bahwa film documenter adalah upaya menceritakan kembali sebuah kejadian atau realitas, menggunakan fakta dan data (dalam tanzil,Nichols 1991:hlm 111). 2015 6 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2.1.2 Komunikasi massa Media massa adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi yang bersifat penting dalam skala yang luas. Media massa juga merupakan jenis media yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonym, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Komunikasi massa berasumsi bahwa media massa adalah alat yang kuat dalam membentuk opini serta memiliki efek yang signifikan dalam perilaku Efek media massa adalah sebuah konsekuensi dari apa yang media massa perbuat, baik disengaja maupun tidak. Ada tiga dimensi efek pesan dari komunikasi massa yaitu: kognitif, afektif dan konatif 2.1.3 Seni. Herbert Read dalam bukunya yang berjudul The Meaning (1959), menyebutkan bahwa seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentukbentuk yang menyenangkan. Bentuk yang menyenangkan dalam arti bentuk yang dapat membingkai perasaan keindahan dan perasaan keindahan itu dapat terpuaskan apabila dapat menangka harmoni atau kesatuan dari bentuk yang disajikan. Seni rupa secara teoritis dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1. Seni murni adalah seni yang diciptakan tanpa mempertimbangkan fungsinya tetapi untuk dinikmati keindahannya. Seni rupa murni lebih bebas dan biasanya memiliki nilai estetika yang tinggi. Fungsinya hanya sebagai pajangan dan tidak dapat digunakan untuk mempermudah hidup kita. 2015 7 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Seni Terapan adalah seni yang diciptakan untuk digunakan sehari-hari namun tetap memiliki nilai estetika. Nilai estetika tidak terlalu diperhatikan karena seniman lebih mementingkan nilai guna sehingga seniman tersebut tidak bisa bebas mengekspresikan dirinya dalam seni rupa terapan. Seni rupa ini terdapat hampir di semua benda yang kita gunakan sehari-hari seperti arsitektur, pakaian, peralatan dapur, peralatan keagamaan, dll. Saat membuat sebuah karya seni rupa terapan, seniman harus memperhatikan beberapa faktor diantaranya estetika, keamanan, kenyamanan, dan nilai guna. 2.1.4 Editing Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing dalam bahasa Indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Editing secara umum (Goodman dan McGrath, 2003:5) diartikan sebagai kegiatan mengumpulkan, menyiapkan, dan mengatur materi-materi untuk dipublikasikan. Editing juga berarti memperbaiki, menghapus atau mengurangi. Definisi tersebut adalah definisi yang masih bersifat terlalu umum, karena masih belum bisa dispesifikasikan untuk perfilman. Secara khusus, editing berarti sebuah proses mengumpulkan, mengatur, dan menyatukan semua materi menjadi satu kesatuan yang sanggup bercerita melalui gambar dan suara. Materi di atas diartikan sebagai shot-shot, foto, ilustrasi, animasi, judul, suara, musik, dan unsur-unsur lain yang bisa dimasukkan ke dalam sebuah film. Rubin (2002:130) juga menyebutkan 2015 8 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bahwa jika merekam gambar adalah menangkap waktu, maka editing adalah memanipulasi waktu. Hal ini sesuai dengan salah satu dari beberapa keunggulan film yang disebutkan Djauhari (2003:3) bahwa film bisa bersifat manipulative atau menipu. Film dalam artian di sini adalah sebagai wujud film cerita yang telah jadi dan setelah mengalami proses editing. Penonton dibuat melihat hanya kejadian-kejadian yang penting untuk ditunjukkan saja dalam film, sehingga misalnya sebuah kisah yang menceritakan perjalanan hidup seseorang selama 25 tahun hanya disajikan selama dua jam film saja tanpa membuat penonton merasa aneh atau merasa tidak wajar. Goodman dan McGrath (2003:7) menyebutkan empat tujuan utama dari editing: 1. Untuk membangun cerita dari materi gambar yang telah di-shooting. 2. Untuk memperbaiki kesalahan atau menghapus kesalahan teknis. 3. Untuk memperpanjang atau memperpendek durasi atau waktu penayangan. 4. Untuk menggabungkan beberapa cerita atau rekaman dalam satu media rekam. 2015 9 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2.1.5 Teknologi Editing Tahapan editing dilakukan melalui dua pilihan cara tergantung jenis kamera yang digunakan. Antara lain: Editing Linear adalah editing dengan metode mengurutkan dari shot yang pertama, kedua, hingga shot yang terakhir (Widagdo dan Gora, 2004:115). Pembuatan film dengan menggunakan kamera berbahan baku film, videotape, atau video digital bisa menggunakan editing dengan metode ini. Untuk bahan baku film, editing yang digunakan secara langsung adalah secara manual (analog). Untuk bahan baku videotape, editing menggunakan alat editing videotape yang mengharuskan untuk menyusun gambar secara berurutan. Sedangkan kamera video digital memungkinkannya untuk dapat diedit secara linier maupun secara non linier. Dengan cara analog (Widagdo, 2004:115), editor harus melakukan editing secara linear, artinya dilakukan dengan cara menata gambar satu demi satu setiap shot mulai dari awal hingga akhir. Apabila terjadi kesalahan di tengah melakukan proses, maka ia harus mengulang kembali proses mulai dari awal lagi. Editing Non Linear adalah adalah editing dengan metode acak (random). Artinya, editor dapat memulai mengurutkan shot-shot dari shot yang mana saja terlebih dahulu sesuai dengan kebiasaanya tanpa harus memulainya dari shot yang pertama (Goodman dan McGrath, 2003:13). Pembuatan film dengan kamera berbahan baku film dan videotape tidak dapat menggunakan metode ini secara langsung, karena metode editing jenis ini hanya dapat dilakukan di komputer dengan sistem gambar biner. (Widagdo, 2004:115) Sedangkan melalui proses digital, editor melakukannya dengan cara non linear dimana secara teknis penyusunan gambar bisa dilakukan secara acak tanpa harus urut dari awal hingga akhir. Apabila terjadi kesalahan, maka ia cukup memperbaiki di tempat 2015 10 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terjadi kesalahan tersebut tanpa harus mengulang semuanya dari awal. Pembuatan film dengan bahan baku film maupun videotape hanya dapat diedit secara non linier apabila gambar yang terekam diubah ke dalam format digital. Apabila kita menggunakan kamera digital, maka peralatan yang digunakan untuk melakukan proses editing adalah seperangkat (Goodman dan McGrath, 2003:15) peralatan hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak). Piranti editing secara digital ini membutuhkan seperangkat komputer dengan kapasitas dan memori yang besar, CD room dan DVD atau CD-RW, video capture card, sound card dan speaker active, serta software editing gambar dan editing khusus suara (Widagdo, 2004:114). 2.1.6 Tahapan tahapan editing Seorang editor dituntut untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik dan sistematis, karena baik tidaknya sebuah film paling akhir ditentukan pada bagian editing (Iskandar, 1987:76). Tahapan-tahapan dari proses editing pada umumnya adalah sebagai berikut (Widagdo, 2004:115): Logging Logging adalah proses memotong gambar, mencatat waktu pengambilan gambar dan memilih shot-shot yang ada disesuaikan dengan camera report. Digitizing Digitizing adalah proses merekam atau memasukkan gambar dan suara yang telah di-logging tadi. Di sini editor mulai mengontrol kualitas gambar dan suara disetarakan sesuai dengan konsep film dan konsep edit yang telah disetujui sutradara. Offline editing 2015 11 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Offline editing merupakan sebuah proses menata gambar sesuai dengan skenario dan urutan shot yang telah ditentukan sutradara. Dalam tahapan ini terjadi aktivitas memanggil gambar yang telah di-logging dan di-digitizing sebelumnya untuk diurutkan sesuai konsep cerita. Online editing Online editing adalah tahapan editing dimana editor mulai memperhalus hasil offline, memperbaiki kualitas hasil dan memberi tambahan transisi serta efek khusus yang dibutuhkan. Transisi adalah proses perpindahan gambar antara shot yang satu dengan shot yang lain. Terdapat berbagai macam jenis transisi (Sumarno, 1996:60), antara lain: Rough cut Rough cut diartikan sebagai perpindahan secara langsung antara shot yang satu ke shot yang lainnya. Pada umumnya, rough cut ini lebih sering disebut cut saja. Transisi dengan jenis cut ini biasa digunakan untuk menciptakan kesinambungan antar shot dan membentuk sebuah adegan utuh yang bercerita. Dasar pertimbangan untuk melakukan cut adalah untuk menunjukkan adegan yang ingin dilihat oleh mata penonton (Djauhari, 2003). Macam-macam cut adalah sebagai berikut: Cut in, adalah cut yang dilakukan untuk menunjukkan detail sebuah kegiatan yang dilakukan oleh tokoh pada bagian-bagian tertentu. Cut in ini biasanya berupa shot CU atau ECU. Misalnya pada adegan orang yang sedang berjalan kemudian membungkuk untuk mengambil dompet yang terjatuh, maka cut ini dilakukan pada tangan yang tengah mengambil dompet. Cut aways, adalah cut yang dilakukan menuju gambar selain adegan tetapi yang tetap berhubungan. Bentuk shot untuk cut aways bisa bermacammacam, mulai dari CU, MS, sampai LS. Pada kejadian orang yang berlari 2015 12 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id karena sedang terlambat menemui seseorang, cut aways dilakukan pada orang yang sedang menunggunya di suatu tempat. Cut on motion, adalah cut yang dilakukan pada gerakan yang akan dilakukan oleh sebuah obyek. Cut on action, adalah cut yang ditujukan untuk menunjukkan gerakan yang tengah dilakukan tokoh. Fine cut Fine cut diartikan sebagai perpindahan secara halus antar shot yang satu dengan shot yang lainnya. Biasanya fine cut ini digunakan ketika terjadi pergantian adegan atau babak dalam sebuah film, atau memberikan ilusi waktu untuk sebuah kejadian. Transisi semacam ini dikenal dalam beberapa jenis (Gaskill dan Englander, 1947:81): Dissolve, pergantian antara shot satu dengan shot yang lain dengan cara tumpang tindih atau bersilangan. Transisi jenis ini biasanya digunakan untuk memberikan efek waktu yang agak panjang dari sebuah kejadian yang kemudian disingkat. Efek yang bisa ditimbulkan dari transisi ini adalah efek dramatisasi adegan, seperti misalnya kisah cinta yang romantis, atau drama dengan alur waktu kisah kehidupan yang panjang. Fade in, pergantian dari layar gelap menuju adegan berikutnya secara perlahan-lahan dan halus. Transisi ini biasa digunakan untuk pergantian ke babak baru. Fade out, pergantian dari sebuah shot adegan menuju layar gelap secara perlahan-lahan. Transisi jenis ini biasanya digunakan sebagai penutup dari sebuah adegan. 2015 13 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Blur pan (slip pan), transisi jenis ini adalah perpindahan dari adegan satu ke adegan lain dengan cara melakukan panning kamera secara cepat hingga gambar yang terlihat menjadi kabur, dan kemudian semakin jelas kembali dengan adegan baru. Transisi ini biasa digunakan untuk adegan-adegan dengan irama yang cepat seperti adegan film action atau horor. Wipes, adalah transisi dengan cara mengganti shot satu dengan cara digeser diikuti shot yang lain. Transisi ini biasa digunakan dalam satu adegan dengan manipulasi waktu seperti pada dissolve atau blur pan. Wipes memiliki efek yang sedikit berbeda secara penjiwaan dengan dissolve ataupun blur pan, yaitu efek riang, ceria, atau gairah untuk melakukan sesuatu. Pada perkembangan teknologi software editing saat ini, terdapat masih banyak lagi macam-macam transisi sebagai fasilitas yang disediakan masing-masing software. Tetapi transisi-transisi yang telah disebutkan di atas adalah transisi dasar yang paling sering digunakan untuk editing sebuah film hingga sekarang. Mixing Mixing adalah tahapan akhir dimana editor melakukan proses pengisian audio (suara), ilustrasi musik dan efek khusus untuk audio. Pada tahapan ini, segala sesuatu yang berkaitan dengan pengontrolan suara mulai dari dialog, suara latar, musik pendukung adegan, sampai dengan efek-efek suara yang dibutuhkan dalam film dibuat dan diatur secara teliti sesuai dengan skenario. 2.2 Pengertian Editor Pada stasiun televisi, profesi yang bertugas melakukan penyuntingan gambar disebut seorang editor, kata editor sendiri menurut kamus berasal dari bahasa latin editus 2015 14 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang berarti “untung mengemukakan”, dan editor dalam bahasa roma kuno adalah seseorang yang sedang memainkan sesuatu di dalam sebuag panggung. Seorang editor dituntut memiliki sense of story telling (kesadaran/rasa/indra penceritaan) yang kuat, sehingga sudah pasti dituntut sikap kreatif dalam menyusun shot-shotnya. Maksud sense of story telling yang kuat adalah editor harus sangat mengerti akan konstruksi dari struktur cerita yang menarik, serta kadar dramatik yang ada di dalam shot-shot yang disusun dan mampu mengesinambungkan aspek emosionalnya dan membentuk irama adegan/cerita tersebut secara tepat dari awal hingga akhir film. 1 Tugas dan Kewajiban EDITOR; Tahap Praproduksi; 1. Menganalisa skenario dengan melihat adegan yang tertulis dalam skenario dan mengungkapkan penilaiannya pada sutradara. 2. Berdiskusi dengan departemen yang lain dalam script conference untuk menganalisa skenario, baik secara teknis, artistik dan dramatik. 3. Dalam produksi film ceriita untuk bioskop, editor bersama produser dan sutradara menentukan proses pascaproduksi yang akan digunakan seperti kinetransfer, digital intermediate atau negative cutting. 1 Job Description Pekerja Film (versi 01)Terbitan FFTV IKJ dan KFT Cetakan Pertama, Maret 2008.SBN 979-979-99351-1-3 2015 15 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tahap Produksi; Dalam tahap ini seorang editor tidak memiliki tugas dan kewajiban khusus. Namun dalam proses produksi ini seorang editor dapat membantu mengawasi pendistribusian dan kondisi materi mulai dari laboratorium sampai materi tersebut berada di meja editing. Pihak yang dibantu oleh editor adalah individu profesional yang ditunju kkan oleh rumah produksi yang bersangkutan dalam melaksanakan pendistribusian materi tersebut. Hal ini biasanya dilakukan oleh manajer unit, koordinator pascaproduksi (post production supervisor) ataupun seorang runner. Tahap Pascaproduksi; 1. Membuat struktur awal shot-shot sesuai dengan struktur skenario (rough cut 1). 2. Mempresentasikan hasil susunan rought cut 1 kepada sutradara dan produser. 3. Setelah dilakukan revisi berdasarkan hasil diskusi dengan sutradara dan produser, maka dengan kreativitas dan imajinasi editor, ia membentuk struktur baru yang lebih baik. Dalam struktur baru ini editor harus bisa membangun emosi, irama dan alur yang menarik. 4. Mempresentasikan dan mendiskusikan struktur baru yang dihasilkannya bersama sutradara dan produser hingga struktur yang paling diharapkan (final edit). 5. Menghaluskan hasil final edit (trimming) hingga film selesai dalam proses kerja editing (picture lock). 6. Dalam produksi film cerita untuk bioskop, editor bersama sutradara membagi hasil editing tersebut menjadi beberapa bagian (reeling) untuk kebutuhan laboratorium, pengolahan suara dan musik. Sementara untuk film for television, editor bersama 2015 16 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sutradara membagi hasil editing tersebut menjadi beberapa bagian untuk pertimbangan kebutuhan jeda iklan (commercial break). 7. Editor dapat menjadi rekanan diskusi untuk pengolahan suara dan musik. Diskusi ini berupa penentuan suara efek dan musik sebagai pembentuk kesatuan gambar dan suara yang saling mendukung. 8. Dalam produksi film cerita untuk bioskop, editor dapat juga menjadi pengawas pada proses laboratorium hingga pada proses cetak hasil pertama film (copy A). Sementara dalam produksi film for television, editor dapat menjadi pengawas proses transfer hasil editing yang siap untuk ditayangkan (master edit) ke dalam pita video. Hak-hak Editor: 1. Mengajukan usul kepada sutradara untuk mengubah urutan penuturan sinematik guna mendapatkan konstruksi dramatik yang lebih baik. 2. Mengajukan usul kepada sutradara untuk menambah, mengurangi atau mengganti materi gambar dan suara yang kurang atau tidak sempurna secara teknis maupun efek dramatisnya. 3. Mendapatkan ruang editing serta sarana kerja yang layak/standar. 4. Mendapatkan honorarium yang sesuai dengan kontrak yang telah disepakati dan disetujui oleh produser. 5. Berhak meminta kontrak baru jika ada permintaan tambahan (misalnya pembuatan trailer) untuk bahan promosi film. 6. Berhak untuk menolak permintaan yang sifatnya pribadi dan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada dalam skenario. 2015 17 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id BAB III 3.1 Tujuan Komunikasi Di harapkan dengan film documenter “Bisnis” Kematian ini akan membuka mata masyarakat tentang realita yang sebenarnya terjadi di seluk beluk pemakaman di Jakarta. dan masyarakat dapat menjalani prosedur yang ada dalam ursan pemakaman di Jakarta. 3.2 Stratregi Komunikasi 3.2.1 fakta kunci ada beberapa hal nyata yang dapat dijadikan sebagai kekuatan atau pendukung maupun kelemahan atau penghambat daolam penyampaian komunikasi kepada masayarakat dalam pembuatan film documenter “bisnis” kematian yaitu: a. Bukan rahasia lagi di setiap area pemakaman umum selalu ada oknum yang biasa kita sebut sebagai calo untuk pemakaman b. Sesuai dengan Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 1999, retribusi untuk lahan tumpangsari hanyalah Rp25 ribu dan berdasarkan Perda No. 2 Tahun 1992 retribusi izin petak makam (IPTM) hanyalah Rp100 ribu dengan masa berlaku selama tiga tahun. Bahkan, peraturan itu menyatakan untuk keluarga miskin yang meninggal dunia tidak dipungut biaya. 3.3 Analisa Spesifikasi program A. Deskripsi program format program 2015 18 Seminar Media Feni Fasta : Documenter Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id format media : tv judul program : Bisnis Kematian Durasi program : 30 menit Target audience : a. Usia : Dewasa (19-35) Orang Tua (36 keatas) b. Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan c. SES : A (Kelas Atas) B (Menengah Atas) C (Menengah kebawah) D (kelas bawah) B. konsep yang digunakan Documenter ini akan dibuat dengan menggunakan metode investigasi Jenis documenter ini memang kepanjangan dari investigasi jurnalistik. Namum aspek visualnya yang akan lebih di tonjolkan. Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui lebih mendalam, baik diketahui oleh public ataupun tidak. Dalam hal ini kita akan menguak tabir “bisnis” kematian atau masalah tentang mafia pemakaman. Pada pembuatan film documenter investigasi “bisnis” kematian akan menggunakan pendekatan yaitu, pendekatan emosional. Pendekatan emosional yang digunakan disini diwujudkan dalam cerita yang ringan dengan menggunakan kata kata yang sederhana dan mudah dimengerti sekaligus informative serta menyentuh. Documenter ini juga akan diperkuat denan music pengiring yang mendukung mood dan warna tone gambar serta transisi yang akan membangun mood. 2015 19 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id C. Alasan Pemilihan Karya Kita memilih mengangkat tema “bisnis” kematian ini dikarenakan hal ini merupakan hal yang menarik namun luput dari pembahasan di karenakan didalam acara pemakaman itu tersendiri terkadang ada pemakluman dari masyarakat untuk mengeluarkan biaya yang tidak semestinya. Sehingga muncul kesempatan bagi beberapa oknum untuk menaikan biaya tempat pemakaman tersebut. BAB II TINJUAN PUSTAKA Berdasarkan uraian peneliti “ Pengelolaan Manajemen Produksi Media Online www.kicaubintaro.com” akan di jabarkan kaitan penelitian dengan teori yang ada sbb: 2.1 Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata lain communis yang berarti “sama” communico communication atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip.2 2 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hal 41 2015 20 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Komunikasi menurut Onong Uchjana Efendi: komunikasi berasal dari bahasa latin “Communication” yang berarti “pemberitahuan” atau pertukaran pikiran”.3 Komunikasi menurut Deddy Mulyana: “Komunikasi adalah suatuproses pertukaran informasi di antara individu melalui lambing-lambang, tanda-tanda, atau tingkah laku”.4 Daftar Pustaka FFTV IKJ &KFT. 2008. Job Description Pekerja Film\ Herbert Read. 1959. The Meaning http://news.detik.com/berita/2807917/ada-mafia-kuburan-ini-perda-yang-mengatur-retribusitpu-di-jakarta http://www.filmpelajar.com/tutorial/editor-penyunting-gambar 3 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004 Ibid hal. 62 4 2015 21 Seminar Media Feni Fasta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id