BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
8
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1
Sumber Dana Bank
Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2011: 137-138) dana bank adalah
semua utang dan modal yang tercatat pada neraca bank sisi pasiva yang
dapat dipergunakan sebagai modal operasional bank dalam rangka kegiatan
penyaluran atau penempatan dana. Kegiatan penyaluran dana tersebut dapat
berupa pemberian kredit kepada masyarakat, pembelian surat-surat berharga
dalam rangka likuiditas bank, penyertaan ke badan usaha lain maupun
penempatan sebagai alat-alat likuid. Selanjutnya dana bank yang digunakan
sebagai modal operasional dalam kegiatan usaha tersebut dapat bersumber
dari:
1. Dana sendiri (dana pihak pertama)
Dana yang berasal dari para pemegang saham bank atau pemilik
bank. Dalam neraca bank, dana tersebut tercatat dalam pos modal dan
cadangan yang tercantum pada sisi pasiva terdiri dari:
a. Modal yang disetor, yaitu jumlah uang yang disetor secara efektif
oleh para pemegang saham pada waktu bank berdiri.
b. Cadangan-cadangan, yaitu sebagian dari laba bank yang disisihkan
dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang akan
dipergunakan untuk menutup timbulnya risiko dikemudian hari.
9
c. Laba yang ditahan (retained earning), yaitu bagian laba yang
menjadi milik pemegang saham akan tetapi oleh Rapat Umum
Pemegang
Saham (RUPS) diputuskan untuk tidak dibagi dan
dimasukkan kembali dalam modal bank.
2. Dana pinjaman dari pihak di luar bank (dana pihak kedua)
Dana yang berasal dari pihak yang memberikan pinjaman kepada
bank, yang terdiri dari empat pihak, yaitu:
a. Pinjaman dari bank lain di dalam negeri, dikenal dengan pinjaman
antar bank (interbank call money). Pinjaman ini biasanya diminta
bila ada kebutuhan dan mendesak yang diperlukan bank misalnya
untuk
menutup kewajiban kliring atau memenuhi ketentuan saldo
giro wajib minimum (GWM) di Bank Indonesia. Jangka waktu call
money umumnya hanya satu malam (overnight call money).
Instrument yang dipergunakan untuk mendapatkan dana pinjaman
antarbank tersebut terdiri dari Sertifikat Deposito, Promes, dan Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU).
b. Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan di luar negeri, biasanya
berbentuk pinjaman jangka menengah-panjang. Realisasi pinjaman
ini harus melalui persetujuan Bank Indonesia yang bertindak sebagai
Pengawas Pinjaman Luar Negeri (PKLN)
c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), pinjaman
dari LKBB ini kadangkala tidak benar-benar berbentuk pinjaman
atau kredit, tapi lebih banyak berbentuk surat berharga yang dapat
10
diperjualbelikan sebelum tanggal jatuh tempo. Misalnya berbentuk
Sertifikat Bank atau Deposit On Call dengan jangka waktu tiga bulan
dan dapat diperpanjang kembali tanpa mengeluarkan sertifikat baru.
Dalam banyak hal, pinjaman seperti ini digolongkan pada sumber
dana pihak ketiga.
d. Pinjaman dari Bank Sentral (Bank Indonesia), pinjaman dari Bank
Indonesia diperoleh apabila bank yang bersangkutan ditunjuk oleh
Bank Indonesia untuk menyalurkan pinjaman ke sektor-sektor usaha
yang mendapat prioritas dari pemerintah untuk dikembangkan,
misalnya Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Kecil (KUK), dan
sebagainya. Pinjaman tersebut dikenal dengan nama Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
3. Dana masyarakat (dana pihak ketiga)
Dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun
badan usaha, yang diperoleh bank menggunakan berbagai instrument
produk simpanan yang dimiliki oleh bank. Dana masyarakat merupakan
dana terbesar yang dimiliki oleh bank dan ini sesuai dengan fungsi bank
sebagai penghimpun dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana dalam
masyarakat. Dana masyarakat tersebut dihimpun oleh bank dengan
produk-produk simpanan sebagai berikut:
a. Giro (demand deposits), yaitu simpanan pihak ketiga kepada bank
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, surat perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara
11
pemindahbukuan. Sasarannya adalah seluruh lapisan masyarakat,
baik perorangan maupun badan usaha yang dalam profesinya
membutuhkan bantuan jasa bank untuk menyelesaikan
transaksi
pembayarannya.
b. Deposito (time deposits), yaitu simpanan berjangka yang dikeluarkan
oleh bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan
sebelumnya. Deposit dibedakan menjadi dua, yaitu Deposit
Berjangka dan Sertifikat Deposito. Sasarannya adalah seluruh lapisan
masyarakat, baik perorangan maupun nonperorangan.
c. Tabungan (saving), yaitu simpanan pihak ketiga yang dikeluarkan
oleh bank yang penyetoran dan penarikannya hanya dapat dilakukan
sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing bank.
d. Titipan, yaitu simpanan pihak ketiga yang karena sesuatu hal tidak
atau belum dicairkan oleh yang berhak, sehingga oleh pihak bank
dibukukan sebagai titipan. Sedangkan penyetoran dan penarikannya
hanya dapat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di masingmasing bank.
2.1.2 Sumber Dana Bank Syariah
Modal merupakan faktor terpenting dalam menjalankan kegiatan
operasional usaha serta untuk mengembangkan dan perluasan perusahaan.
Menurut Arifin (2002: 157) secara tradisional modal didefinisikan sebagai
sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan.
12
Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (net
worth) yaitu selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku
dari kewajiban (liabilities). Sedangkan dana adalah uang tunai yang dimiliki
atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai atau aktiva lain yang dapat
segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai
oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga
berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang
sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik
sekaligus ataupun secara berangsur-angsur.
Maka terdapat tiga sumber dana yang utama dalam bank syariah, yaitu:
modal inti (core capital) atau musyarakah,
kuasi ekuitas (mudharabah
account) dan titipan (wadi’ah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunated
deposit).
1. Modal Inti (Core Capital) atau Musyarakah
Menurut Sudarsono (2004: 67-68) istilah lain dari musyarakah
adalah sharikah atau syirkah. Musyarakah adalah kerjasama antara
kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masingmasing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Landasan hukum:
Al-Qur’an:
“Maka mereka berserikat pada sepertiga.” (QS. An-Nissa: 12).
13
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain kecuali
orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh.” (QS. Shaad: 24).
Al-Hadits:
“Dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah azza wa jalla berfirman, ’Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya’”.” (HR.
Abu Dawud).
Menurut Arifin (2002: 160-161) modal inti adalah modal yang
berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh
para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Modal inilah yang
berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian
bank dan melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan
(wadi’ah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh
modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard. Modal inti terdiri dari:
a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham. Sumber dana ini
hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank
melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya
dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual
tambahan saham baru.
b. Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi yang
disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian
hari.
14
c. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada
para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri
(melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk
ditanamkan kembali dalam bank.
Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2011: 553) menyatakan AlMusyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Al Musyarakah terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Musyarakah kepemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau
lebih berbagi dalam sebuah asset nyata, dan berbagi pula dari
keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
b. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua
orang atau lebih setuju untuk berbagi keuntungan maupun kerugian.
Aplikasi Al-Musyarakah dalam perbankan syariah berupa:
a. Pembiayaan proyek, musyarakah biasanya diaplikasikan untuk
pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama
menyediakan dan untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek
15
selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil
yang telah disepakati untuk bank.
b. Modal ventura, pada lembaga keuangan khusus yang diperbolehkan
melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah
diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan
untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu bank melakukan
disvestasi atau menjual sebagian sahamnya, baik secara sekaligus
maupun bertahap.
2. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account)
Menurut Sudarsono (2004: 69) Mudharabah berasal dari kata
adhdharbu fil ardhi, yaitu berpergian untuk urusan dagang. Firman
Allah dalam surat 73 ayat 20, “Mereka berpergian di muka bumi
mencari karunia Allah”. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqardhu yang berarti al-qath’u (potongan), karena pemilik memotong
sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungan. Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola,
si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
16
Landasan hukum:
Al-Qur’an:
“Dan jika dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT.” (QS. Al Muzzamil: 20).
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka
bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS. Al-Jumuah: 10).
Al-Hadits:
“Diriwayatkan dari Abbas bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika
memberikan
dana
ke
mitra
usahanya
secara
mudharabah
ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni
lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan
tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan
Rasulullah pun membolehkannya.” (HR. Thabrani).
“Dari Shalih bin Suaib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga
hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual-beli secara tangguh,
muqarabah (mudharabah), dan mencampuradukkan dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).
Menurut Arifin (2002: 161) kuasi ekuitas adalah dana-dana yang
tercatat dalam rekening-rekening bagi-hasil (mudharabah), namun
rekening ini hanya dapat menangggung resiko atas aktiva yang dibiayai
oleh dana dari rekening bagi-hasil itu sendiri. Selain itu pemilik rekening
bagi-hasil dapat menolak untuk menanggung risiko atas aktiva yang
17
dibiayainya, apabila terbukti bahwa risiko tersebut timbul akibat salah
urus (mismanagement), kelalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen bank selaku mudharib. Dengan demikian sumber dana ini
tidak dapat sepenuhnya berperan dalam fungsi permodalan bank, namun
masih tetap merupakan unsur yang dapat diperhitungkan dalam
pengukuran rasio kecukupan modal.
a. Rekening investasi umum, di mana bank menerima simpanan dari
nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam
bentuk
investasi
berdasarkan
prinsip
mudharabah
mutlaqah
(unrestricted investment account).
b. Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai manajer
investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan
lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka
pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui
atau mereka kehendaki.
c. Rekening tabungan mudharabah, salah satu syarat mudharabah
adalah dananya harus dalam bentuk uang (monetary form). Oleh
karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu
sebagaimana tabungan wadiah.
Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2011: 554-556) Al-Mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah
18
dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak, sedangkan
apabila menderita kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kelalaian pengelola.
Seandainya kerugian tersebut diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Jenis-jenis Al-Mudharabah yaitu:
a. Mudharabah Muthlaqah adalah kerja sama antara shahibul maal dan
mudharib (pengelola) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
b. Mudharabah Muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara shahibul
maal dan mudharib yang dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau
tempat usaha.
Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah meliputi:
a. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan untuk:
1) Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk
tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan
sebagainya.
2) Deposito biasa, di mana dana yang dititipkan nasabah khusus
untuk bisnis tertentu.
b. Pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
1) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan
dan jasa.
19
2) Investasi khusus, yang disebut juga mudharabah muqayyah, di
mana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus
dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
3. Dana Tititpan (Wadi’ah)
Menurut Sudarsono (2004: 57) Al Wad’iah dalam segi bahasa dapat
diartikan sebagai meninggalkan atau meletakkan sesuatu pada orang lain
untuk dipelihara dan dijaga. Dari aspek teknis, wadi’ah dapat diartikan
sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun
badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
kehendaki.
Landasan hukum:
Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat
(titipan) kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nissa: 48).
“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaknya ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya.” (QS. Al Baqarah: 283).
Al-Hadits:
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Sampaikanlah (tunaikan) amanat kepada yang berhak menerimanya dan
jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianati.” (HR.
Abu Daud).
20
Menurut Arifin (2002: 56) Dana titipan adalah dana pihak ketiga
yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan.
Yaitu:
a. Rekening giro wadi’ah, dalam hal ini bank Islam menggunakan
prinsip wadi’ah yad dhamanah. Dengan prinsip ini bank sebagai
custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan
wadi’ah. Dana tersebut dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan
komersil dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari
pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan komersial. Pemilik
simpanan dapat menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik
sebagian atau seluruhnya.
b. Rekening tabungan wadi’ah, prinsip wadi’ah yad dhamanah ini juga
dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu
simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan
tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali. Bank
memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut
selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau
seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
Sedangkan menurut Kuncoro dan Suhardjo (2011: 553) Al-Wadi’ah
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
21
kapan saja si penitip menghendaki Aplikasi wadi’ah dalam perbankan
adalah rekening giro. Secara umum wadi’ah terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Yad al-amanah, yang diterapkan pada produk simpanan yang tidak
sering ditarik atau dipakai, seperti safe deposit box.
b. Yad dhamanah, ditetapkan pada rekening giro.
2.1.3 Penelitian Terdahulu
Zidni Robby Rodliyya (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh
jumlah kantor layanan syariah terhadap penghimpunan dana pihak ketiga
pada BNI Syariah, menyimpulkan bahwa layanan memberikan pengaruh
yang signifikan bagi peningkatan dana pihak ketiga BNI Syariah. Hal ini
ditunjukkan dari pengujian antara jumlah kantor layanan syariah dengan
jumlah dana pihak ketiga dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,743.
Sedangkan pada nilai uji koefisien determinasi menunjukkan angka 0,552
yang berarti 55,2% dana pihak ketiga kantor layanan syariah dipengaruhi
oleh jumlah kantor layanan syariah.
Penelitian yang dilakukan oleh Muchtolifah (2007) menyatakan bahwa
pendapatan perkapita, tingkat inflasi, dan jumlah kantor Bank Umum
berpengaruh signifikan terhadap jumlah tabungan masyarakat. Untuk
variabel jumlah kantor bank secara parsial berpengaruh signifikan dan
diperoleh nilai thitung = 2,543 lebih besar dari ttabel = 2,201 pada df = 11
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 yang berarti semakin banyak
jumlah kantor bank, maka akan sangat berdampak pada semakin
meningkatnya jumlah tabungan masyarakat. Sedangkan nilai koefisien
22
determinasi parsial (r2) sebesar 0,3709 yang berarti tabungan masyarakat
mampu dijelaskan oleh variabel jumlah kantor Bank Umum hingga 37,09%
dan sisanya sebesar 62,91% dijelaskan oleh faktor lainnya.
2.2 Rerangka Pemikiran
Dana yang berada pada bank syariah menjadi perhitungan atas besarnya
biaya untuk mendirikan kantor bank dan biaya operasional kantor, sehingga
kapan saat yang tepat bisa memaksimalkan fungsinya dan meminimalkan
biaya operasional. Dalam penelitian ini sumber dana bank syariah yang akan
dijadikan sebagai variabel pengujian faktor penentu apakah berpengaruh
terhadap jumlah kantor bank syariah di Indonesia adalah: dana pihak ketiga,
dana antar bank dan dana pinjaman.
Untuk kejelasan dalam penelitian ini akan disajikan rerangka pemikiran
sebagai berikut:
= Parsial
= Simultan
Dana Pihak Ketiga (X1)
Dana Antar Bank (X2)
Dana Pinjaman (X3)
Jumlah Kantor (Y)
23
2.3 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan rerangka pemikiran tersebut, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Sumber dana pihak ketiga berpengaruh signifikan terhadap jumlah
kantor bank syariah di Indonesia.
H2 : Sumber dana antar bank berpengaruh signifikan terhadap jumlah kantor
bank syariah di Indonesia.
H3 : Sumber dana pinjaman berpengaruh signifikan terhadap jumlah kantor
bank syariah di Indonesia.
H4 : Sumber dana pihak ketiga, sumber dana antar bank, dan sumber dana
pinjaman secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah kantor
bank syariah di Indonesia.
Download