BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah. Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun kerena udaranya berkurang. Udara dingin di sekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dinamanakan konveksi. 2.1.1 Proses Terjadinya Angin Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Sehingga akan terjadi perbedaan suhu dan tekanan udara antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, akibatnya akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut. 2.1.2 Kecepatan Angin Kecepatan angin ditentukan oleh perbedaan tekanan udara antara tempat asal dan tujuan angin dan resistensi medan yang dilaluinya. 2.2 Beban Angin Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1727:2013) Bangunan dan struktur lainnya, termasuk semua komponen, harus dirancang dan dibangun untuk menahan beban angin. Parameter ketentuanketentuan untuk menetapkan angin dasar ini digunakan dengan ketentuanketentuan lain yang terkandung dalam standar ini. Beban angin desain untuk struktur bangunan dan lainnya, termasuk SPBAU dan komponen, harus ditentukan dengan menggunakan salah satu 4 prosedur sebagai spesifik di bagian ini. Sebuah garis besar proses keseluruhan untuk penentuan beban angin, termasuk bagian referensi. Sistem Penahan Beban Angin Utama (SPBAU) Beban angin untuk SPBAU ditetapkan menggunakan salah satu dari prosedur berikut: (i) Prosedur Pengarah untuk semua bangunan; (ii) Prosedur Amplop untuk bangunan bertingkat; (iii) Prosedur Pengarah untuk bangunan perlengkapannya (struktur atap dan peralatan atap) dan struktur lainnya (seperti dinding berdiri bebas padat dan solid, cerobong asap, dan menara terikat); (iv) Prosedur Terowongan Angin untuk semua bangunan dan semua struktur lain. Komponen dan Klading Beban angin pada komponen dan klading pada semua bangunan dan struktur lainnya harus dirancang dengan menggunakan salah satu prosedur berikut: (1) Prosedur Analitis; (2) Prosedur Terowongan angin. 2.2.1 Kecepatan Angin Dasar Kecepatan angin dasar (V), yang digunakan dalam menentukan beban angin desain di bangunan gedung dan struktur lain harus ditentukan dari Instansi yang berwenang, sesuai dengan kategori risiko bangunan gedung dan struktur. Angin harus diasumsikan datang dari segala arah horizontal.Kecepatan angin dasar harus diperbesar jika catatan atau pengalaman menunjukkan bahwa kecepatan angin lebih tinggi daripada yang ditentukan. 2.2.2 Perkiraan Kecepatan Angin Dasar dari Data Iklim Daerah Di daerah rawan badai, data iklim daerahhanya dapat digunakan sebagai pengganti dari kecepatan angin dasar yang diberikan bila (1) prosedur analisis statistik nilai ekstrem teruji digunakan dalam mengurangi data 5 (2) panjang rekaman, kesalahan pengambilan contoh,waktu rata-rata, tinggi anemometer, kualitas data, dan eksposur dataran dari anemometer telah diperhitungkan. Diperbolehkan mereduksi kecepatan angin dasar apabila diperlukan. Dalam wilayah rawan-badai, kecepatan angin yang berasal dari teknik simulasi hanya dapat digunakan sebagai pengganti dari kecepatan angin dasar bila prosedur analisis statistik nilai ekstrem dan prosedur simulasi teruji digunakan. Di luar daerah wilayah rawan-badai, bila kecepatan angin dasar diperkirakan dari data iklim regional, kecepatan angin dasar tidak boleh kurang dari kecepatan angin yang terkait dengan interval ulang rata-rata yang disyaratkan, dan estimasi harus disesuaikan untuk kesetaraan dengan kecepatan tiupan angin 3-detik pada 33ft (10 m) di atas tanah padaEksposur C.Analisis data harus dilakukan dalam kasus ini. 2.2.3 Arah Angin Faktor Arah Angin (Kd), didapatkan dari Tabel 2.1. Faktor ini hanya akan dimasukkan dalam menentukan beban angin ketika kombinasi beban yang ditentukan digunakan untuk desain. Pengaruh arah angin dalam menentukan beban angin harus didasarkan pada analisis untuk kecepatan angin. Tabel 2.1 Faktor Arah Angin (Kd) (Sumber : SNI 1727:2013) 6 2.2.4 Eksposur Untuk setiap arah angin yang diperhitungkan, eksposur lawan angin didasarkan pada kekasaran permukaan tanah yang ditentukan dari topografi alam, vegetasi, dan fasilitas dibangun. Arah dan Sektor Angin Untuk setiap arah angin yang dipilih di mana beban angin akan ditentukan, eksposur dari bangunan gedung atau struktur harus ditentukan untuk dua sektor lawan angin yang diperluas 45º setiap sisi arah angin yang dipilih. Eksposur dalam dua sektor ini harus, dan eksposur yang penggunaannya akan menghasilkan beban angin tertinggi harus digunakan untuk mewakili angin dari arah tersebut. Kategori Kekasaran Permukaan Kekasaran permukaan tanah dalam setiap sektor 45° harus ditentukan untuk suatu jarak lawan angin dari situs sebagaimana ditentukan dari kategori yang didefinisikan dalam teks berikut, untuk tujuan menetapkan suatu kategori. Kekasaran Permukaan B : Daerah perkotaan dan pinggiran kota, daerah berhutan, atau daerah lain dengan penghalang berjarak dekat yang banyak memiliki ukuran dari tempat tinggal keluarga – tunggal atau lebih besar. Kekasaran Permukaan C : Dataran terbuka dengan penghalang tersebar yang memiliki tinggi umumnya kurang dari30 ft (9,1m). Kategori ini mencakup daerah terbuka datar dan padang rumput. Kekasaran Permukaan D : Area datar, area tidak terhalang dan permukaan air. Kategori ini berisi lumpur halus, padang garam, dan es tak terputus. Kategori Eksposur Eksposur B : Untuk bangunan gedung dengan tinggi atap rata-rata kurang dari atau sama dengan 30 ft (9,1 m), Eksposur B berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah, sebagaimana ditentukan oleh Kekasaran Permukaan B, berlaku diarah lawan angin untuk jarak yang lebih besar dari 1.500 ft (457 m). Untuk bangunan dengan tinggi atap rata-rata lebih besar dari 30 ft(9,1 m), Eksposur B berlaku bilamana Kekasaran Permukaan B berada dalam arah lawan angin untuk jarak lebih besar dari 2.600 ft (792 m) atau 20 kali tinggi bangunan, pilih yang terbesar. 7 Eksposur C : Eksposur C berlaku untuk semua kasus di mana Eksposur B atau D tidak berlaku. Eksposur D : Eksposur D berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah, sebagaimana ditentukan oleh Kekasaran Permukaan D,berlaku diarah lawan angin untuk jarak yang lebih besar dari 5.000 ft (1.524 m) atau 20 kali tinggi bangunan, pilih yang terbesar. Eksposur D juga berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah segera lawan angin dari situs B atau C, dan situs yang berada dalam jarak 600 ft (183 m) atau 20 kali tinggi bangunan, mana yang terbesar, dari kondisi Eksposur D sebagaimana ditentukan dalam kalimat sebelumnya. Untuk situs yang terletak di zona transisi antara katagori eksposure, harus menggunakan hasil katagori di gaya angin terbesar. Pengecualian: Eksposur menengah antara kategori sebelumnya diperbolehkan di zona transisi asalkan itu ditentukan oleh metode analisis rasional yang dijelaskan dalam literatur dikenal. Persyaratan Eksposur Untuk setiap arah angin yang diperhitungkan, beban angin untuk desain SPBAU bangunan tertutup dan bangunan tertutup sebagian dengan menggunakan Prosedur Pengarah harus didasarkan pada eksposur sebagaimana dijelaskan diatas. Beban angin untuk desain bangunan terbuka dengan atap bebas miring sepihak, pelana, atau cekung harus berdasarkan pada eksposur, sebagaimana dijelaskan diatas, menghasilkan beban angin tertinggi untuk setiap arah angin di lokasi. 2.2.5 Faktor Topografi Kecepatan angin efek di perbukitan yang terisolasi, pegunungan, dan tebing curam merupakan perubahan mendadak dalam topografi umum, yang terletak di setiap kategori paparan, harus dimasukkan dalam desain saat bangunan dan kondisi lokasi lain dan lokasi dari struktur memenuhi semua kondisi berikut: 1. Bukit diisolasi dan melawan angin oleh fitur topografi lain yang tinggi sebanding untuk 100 kali tinggi fitur topografi (100 H) atau 2 mil (3,22 km), mana yang kurang. Jarak ini harus diukur secara horizontal dari titik di mana H ketinggian bukit, punggungan, atau lereng adalah ditentukan. 8 2. Bukit menjorok di atas ketinggian fitur medan melawan angin dalam 2 mil (3,22 km) radius pada kuadran manapun dengan faktor dua atau lebih. 3. Struktur ini terletak di atas satu setengah dari bukit atau punggung bukit atau dekat puncak sebuah lereng. 4. H/Lh ≥ 0,2. Kecepatan angin efek harus dimasukkan dalam perhitungan beban angin desain dengan menggunakan faktor KZT: KZT = (1 + K1K2K3)2 (2.1) di mana K1, K2, dan K3 diberikan pada Tabel 2.1. Jika kondisi tempat dan lokasi struktur lakukan tidak memenuhi semua kondisi maka KZT = 1,0. Tabel 2.2 Faktor Topografi KZT (Sumber : SNI 1727:2013) Catatan : 1. Untuk nilai - nilai H /Lh, x /Lh dan z /Lh selain dari yang diperlihatkan, diperkenankan interpolasi linier. 2. Untuk H/Lh>0,5, asumsikan H/Lh = 0,5 untuk menghitung K1dan gantikan Lh dengan 2 H untuk menghitung K2 dan K3. 3. Pengali didasarkan pada asumsi bahwa angin menuju bukit atau tebing sepanjang arah kelandaian maksimum. 9 4. Notasi: H : Tinggi bukit atau tebing relatif terhadap elevasi kawasan di sisi angin datang (upwind), dalam feet (meter). Lh : jarak horizontal pada sisi angin datang (upwind), dari puncak bukit atau tebing sampai setengah tinggi bukit atau tebing, dalam feet (meter) K1 : faktor untuk memperhitungkan bentuk fitur topografis dan pengaruh peningkatan kecepatan maksimum. K2: faktor untuk memperhitungkan reduksi dalam peningkatan kecepatan sehubungan dengan jarak ke sisi angin datang atau ke sisi angin pergi dari puncak. K3: faktor untuk memperhitungkan reduksi dalam peningkatan kecepatan sehubungan dengan ketinggian di atas elevasi kawasan setempat. x : jarak (di sisi angin datang atau sisi angin pergi) dari puncak ke lokasi gedung, dalam feet (meter). z : ketinggian di atas elevasi tanah setempat, dalam feet (meter). : faktor atenuasi horizontal. ɣ : faktor atenuasi ketinggian. dimana : KZT = (1 + K1K2K3)2 (2.2) K1 didapatkan dari tabel dibawah K2 = (1 − ) K3 = ɣ 10 Tabel 2.3 Parameter untuk kecepatan diatas bukit dan tebing curam (Sumber : SNI 1727:2013) Jika kondisi situs dan lokasi gedung dan struktur bangunan lain tidak memenuhi semua kondisi yang disyaratkan diatas, maka KZT = 1,0 Faktor efek hembusan (Kd) untuk bangunan kaku atau struktur lain diizinkan untuk menjadi diambil sebagai 0,85. Penentuan frekuensi untuk menentukan apakah suatu bangunan atau struktur adalah kaku atau fleksibel, yang frekuensi alami fundamental (n1) harus ditetapkan menggunakan sifat struktural dan deformasi karakteristik elemen menolak dalam benar analisis dibuktikan. Bangunan Rendah diizinkan untuk dianggap kaku. Batasan untuk perkiraan frekuensi natural sebagai alternatif untuk melakukan analisis untuk menentukan n1, perkiraan alami bangunan frekuensi (na) harus dihitung untuk baja struktural, beton, atau batu bangunan memenuhi berikut persyaratan: 1. Ketinggian bangunan kurang dari atau sama dengan 300 ft (91 m), dan 2. Ketinggian bangunan adalah kurang dari 4 kali yang efektif panjang (Leff). Panjang efektif (Leff) ke arah bawah pertimbangan harus ditentukan dari berikut persamaan: eff = Ʃ Ʃ (2.3) 11 dimana hi = tinggi di atas kelas tingkat i Li = panjang bangunan di tingkat i sejajar dengan arah angin Frekuensi Natural Perkiraan Perkiraan frekuensi alami rendah terikat (na), di Hertz, beton atau bangunan baja struktural memenuhi syarat yang diijinkan untuk ditentukan dari salah satu dari berikut persamaan: Untuk struktur baja saat menolak frame bangunan: na = 22,2 ℎ , na = 43.5 ℎ . (2.4) Untuk beton kerangka bangunan saat-menolak: (2.5) Untuk baja struktural dan bangunan beton dengan lainnya lateral forcemenolak sistem: na = 75 ℎ (2.6) Untuk beton atau dinding geser batu bangunan, juga diijinkan untuk menggunakan na = 385(Cw) , (2.7) ℎ dimana = dimana ∑ ( ) , ( ) (2.8) h = atap tinggi (ft) n = jumlah dinding geser di gedung efektif dalam melawan gaya lateral dalam arah yang dipertimbangkan AB = basis area struktur (ft2) Ai = horisontal luas penampang dinding geser "i" (ft2) Di = panjang dinding geser "i" (ft) 12 hi = tinggi dinding geser "i" (ft) Bangunan Kaku atau Struktur Lain Untuk bangunan kaku atau struktur lain faktor efek hembusan harus diambil sebagai 0,85 atau dihitung dengan rumus: , = 0,925 ( ̅= ( ̅) ̅ , atau, ̅= ( ̅) ̅ ) (2.9) untuk Standar Internasional Dimana : Iz = intensitas turbulensi pada ketinggian z z = ketinggian setara dengan struktur didefinisikan sebagai 0.6h, tetapi tidak kurang dari zmin untuk semua ketinggian bangunan h Q didapat dari : = Dimana : , ̅ ̅= ( ) ( ) , ̅ (2.10) (2.11) Tabel 2.4 Faktor Daerah Eksposur (Sumber : SNI 1727:2013) Zmin = tinggi minimum yang dapat menjamin tinggi ekuivalez ̅ yang lebih besar dari 0,6 h atau Zmin. Untuk bangunan dengan gedung dengan h ≤ Z min, ̅ harus diambil sebesar Zmin 13 Koefisien Tekanan Internal Koefisien tekanan internal, (G x CPI), harus ditentukan dari Tabel 2.5 berdasarkan klasifikasi bangunan. Faktor Reduksi Untuk Bangunan Volume Besar (Ri) Untuk bangunan sebagian tertutup berisi, volume tunggal besar, tekanan koefisien internal (GCPI), harus dikalikan dengan faktor reduksi berikut, Ri = 1,0 atau = 0,5 1 + < 1,0 dimana (2.12) AOG = total luas bukaan di bangunan (dinding dan atap, di ft2) Vi = Volume internal yang tidak dipartisi, di ft3 Tabel 2.5 Keofisien Tekanan Internal (G.Cpi) (Sumber : SNI 1727:2013) Catatan: 1. Tanda plus dan minus menandakan tekanan bertindak ke arah dan menjauh dari permukaan internal, masing-masing. 2. Nilai dari (GCpi) harus digunakan dengan qz atau qh sebagaimana ditentukan. 3. Dua kasus dianggap untuk menentukan beban kritis persyaratan untuk kondisi yang sesuai: (i) nilai positif (GCpi) diterapkan untuk semua permukaan internal. 14 (ii) nilai negatif (GCpi) diterapkan untuk semua permukaan internal. 2.3 Metode Perhitungan Beban Angin Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1727:2013) Sebuah bangunan yang desain beban angin ditentukan sesuai dengan pasal ini harus memenuhi dengan semua kondisi berikut: 1. Bangunan adalah bangunan biasa berbentuk atau struktur 2. Bangunan ini tidak memiliki karakteristik respon sehingga tunduk dibeban angin, vortex shedding, ketidakstabilan karena berderap atau tidak memiliki lokasi situs atau hentakan setelah melawan angin penghalang menjamin pertimbangan khusus. Ketentuan - ketentuan dalam bab ini mempertimbangkan efek kation beban magnifi disebabkan oleh hembusan resonansi dengan getaran bersamaangin fleksibel bangunan. Bangunan tidak memenuhi persyaratan diatas atau memiliki bentuk yang tidak biasa atau respon karakteristik harus dirancang menggunakan literatur yang diakui mendokumentasikan efek beban angin tersebut atau akan menggunakan prosedur terowongan angin. Tidak akan ada penurunan tekanan kecepatan karena perisai jelas diberikan oleh bangunan dan struktur lain atau fitur medan. a. Menentukan Beban Angin Langkah 1: Tentukan kategori risiko bangunan atau struktur lainnya. Langkah 2: Tentukan kecepatan angin dasar, V, untuk kategori risiko yang berlaku. Langkah 3: Tentukan parameter beban angin: a. Faktor arah angin (Kd) b. Kategori eksposure c. Faktor topografi (KZT) d. Faktor efek hembusan (G) e. Koefisien tekanan internal (G.CPI) Langkah 4: Tentukan kecepatan koefisien paparan tekanan, Kz atau Kh. Langkah 5: Tentukan kecepatan tekanan qz atau qh. Langkah 6: Tentukan koefisien tekanan eksternal, Cp atau CN Langkah 7: Hitung tekanan angin (p) pada setiap permukaan bangunan 15 b. Tekanan Percepatan Tekanan percepatan (qz) dievaluasi pada ketinggian z dihitung dengan persamaan berikut: qz = 0,00256 Kz x KZT x Kd x V2 (Ib/ft2) (2.13) Dalam SI: qz = 0.613 Kz Kzt Kd V2 (N/m2); V dalam m/s dimana Kd = Faktor arah angin, Kz = Koefisien kecepatan tekanan eksposur KZT = faktor topografi V = kecepatan angin dasar qz = kecepatan tekanan qh = tekanan kecepatan dihitung Koefisien 0,00256 (0.613 dalam SI) harus digunakan kecuali data iklim yang cukup tersedia untuk membenarkan pemilihan nilai yang berbeda koefisien ini untuk aplikasi desain. Tabel 2.6 Koefisien Kecepatan Tekanan Eksposur (Kz atau Kh) (Sumber : SNI 1727:2013) 16 Catatan : 1. Koefisien eksposur tekanan velositas Kz dapat ditentukan dari formula berikut : Untuk 15 ft ≤ z ≤ z g Untuk z < 15 ft Kz = 2,01 ( Kz = 2,01 (15 2. α dan zg ditabulasi dalam Tabel 2.4. ) (2.14) ) (2.15) 3. interpolasi linier untuk nilai menengah tinggi z yang sesuai. 4. Kategori eksposur ditetapkan diatas. c. Bangunan Tertutup dan Bangunan Sebagian Tertutup. Tekanan desain angin untuk SPBAU bangunan dari semua ketinggian ditentukan oleh persamaan berikut: P = q x G x Cp - q (G x CPI) (Ib/ft2) (N/m2) (2.16) dimana q = qz untuk dinding di sisi angin datang yang diukur pada ketinggian z di atas permukaan tanah q = qh untuk dinding bawah angin, dinding samping, dan atap, dievaluasi pada ketinggian h qi = qh untuk dinding angin, dinding samping, dinding bawah angin, dan atap bangunan tertutup dan untuk evaluasi tekanan internal yang negatif pada bangunan sebagian tertutup qi = qz untuk evaluasi tekanan internal yang positif dalam bangunan sebagian tertutup di mana ketinggian z didefinisikan sebagai tingkat pembukaan tertinggi di gedung yang dapat mempengaruhi tekanan internal yang positif. Untuk bangunan berlokasi angin ditanggung puing daerah, kaca yang tidak tahan dampak atau dilindungi dengan penutup tahan dampak. Untuk evaluasi tekanan internal yang positif, qi mungkin konservatif dievaluasi pada ketinggian h (qi = qh) G = Faktor efek hembusan Cp = koefisien tekanan eksternal (G x CPI) = koefisien tekanan internal 17 q dan qi harus dievaluasi menggunakan eksposur yang ditetapkan. Tekanan harus diterapkan secara bersamaan pada dinding atas angin dan bawah angin dan pada permukaan atap. Tabel 2.7 Koefisien Tekanan Pada Tembok (Cp) (Sumber : SNI 1727:2013) 2.4 Gempa Gempa adalah getaran atau guncangan yang terjadi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa biasa disebabkan oleh pergerakan lempeng Bumi. Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa yang di alami selama periode waktu. Gempa diukur dengan menggunakan alat Seismometer. Moment magnitudo adalah skala yang paling umum di mana gempa terjadi untuk seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala yang di laporkan oleh observatorium seismologi nasional yang di ukur pada skala besarnya lokal 5 magnitude. kedua skala yang sama selama rentang angka mereka valid. gempa 3 magnitude atau lebih sebagian besar hampir tidak terlihat dan besar nya 7 lebih berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah yang luas, tergantung pada kedalaman gempa. Gempa terbesar bersejarah besarnya telah lebih dari 9,0 meskipun tidak ada batasan besarnya. Intensitas getaran diukur pada modifikasi Skala Mercalli. 2.4.1 Penyebab Terjadinya Gempa Bumi Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi. Gempa Bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut. Gempa Bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan 18 lempengan kompresional dan translasional. Gempa Bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. 2.5 Pembebanan Gempa Berdasarkan SNI 1726-2012 Gempa Rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 2500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 2% selama umur gedung 50 tahun. Terdapat 2 buah peta Wilayah Gempa, yaitu untuk gempa dengan periode sangat singkat (T=0,2 detik), dan gempa dengan periode 1 detik (T=1 detik), seperti yang terdapat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Gambar 2.1 Peta spektra 0,2 detik untuk periode ulang gempa 2500 tahun Sumber : SNI 1726-2012 Gambar 2.2 Peta spektra 1 detik untuk periode ulang gempa 2500 tahun Sumber : SNI 1726-2012 Grafik respons spektrum tidak disediakan, melainkan harus dirancang sendiri menggunakan parameter-parameter percepatan yang dapat dihitung 19 berdasarkan wilayah gempa dan struktur gedung yang akan di bangun. Berikut ini adalah langkah-langkah membuat respons spektrum desain : a. Menentukan SS (di dapat dari peta gempa dengan periode ulang 2500 tahun dan T = 0,2 detik) dan S1 (di dapat dari peta gempa dengan periode ulang 2500 tahun dan T = 1 detik). b. Menentukan Jenis Tanah dan Koefisien Situs Setelah jenis tanah ditentukan, dengan nilai SS dan S1 yang diperoleh di langkah 1, dan dengan tabel 2.8 dan 2.9 pada SNI 1726-2012, maka di dapat Fa dan Fv. Tabel 2.8 Koefisien Situs Fa Kelas situs Parameter respons spectral percepatan gempa terpetakan pada periode pendek, T = 0,2 detik, SA ≤ 0,25 0,8 ≤ 0,5 0,8 ≤ 0,75 0,8 ≤ 1,0 0,8 ≤ 1,25 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 0,8 SF (Sumber : SNI 1726-2012) Tabel 2.9 Koefisien Situs Fv Kelas Parameter respons spectral percepatan gempa situs terpetakan pada periode 1 detik, ≤1 ≤ 0,2 ≤ 0,3 ≤ 0,4 ≤ 0,5 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5 SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SF (Sumber : SNI 1726-2012) 20 c. Menghitung SMS dan SM1. SMS dan SM1 (parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek dan periode 1 detik) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini: d. SMS = Fa.SS (2.17) SM1 = Fv.S1 (2.18) Menghitung Parameter Percepatan Spektral Desain. Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, SDS dan periode 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini: e. SDS = 2/3 SMS (2.19) SD1 = 2/3 SM1 (2.20) Spektrum Respons Desain. i. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan: Sa = ii. 0,4 + 0,6 (2.21) Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS. iii. Untuk periode lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan: = 0,2 (2.22) = (2.23) = (2.24) Keterangan: SDS adalah parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek. SD1 adalah parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik. T adalah periode getar fundamental struktur. 21 Jenis tanah dikelompokkan menjadi 6 bagian, dengan pembagiannya berdasarkan besaran kecepatan rambat gelombang geser rata-rata (Vs), nilai hasil test penetrasi standar rata-rata (N), dan kuat geser niralir rata-rata. Tabel 2.10 Klasifikasi Situs ( Kelas situs SA (batuan keras) SB (batuan) ) >1500 N/A N/A 750 sampai N/A N/A 350 sampai 750 >50 ≥100 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100 <175 <15 <50 1500 SC (tanah sangat keras, padat dan batuan lunak) SD (tanah sedang) SE (tanah lunak) Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI> 20, 2. Kadar air, w ≥ 40 %, 3. Kuat geser niralir ̅ < 25 kPa SF (tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau yang membutuhkan lebih dari karakteristik berikut : investigasi geoteknik - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban spesifik dan analisis gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat respons sensitive, tanah tersementasi lemah spesifik- situs yang mengikuti - lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H 6.10.1) > 3 m) - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5m dengan Indeks Plasitisitas PI>75) Lapisan lempung lunak/setengah ketebalan H > 35m dengan (Sumber : SNI 1726-2012) teguh dengan ̅ < 50 kPa 22 Pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV. Tabel 2.11 Kategori Risiko Bangunan Gedung & Non Gedung Untuk Beban Gempa Jenis Pemanfaatan Kategori risiko Gedung dengan risiko rendah terhadap jiwa manusia I Semua gedung lain II Gedung dengan risiko tinggi terhadap jiwa manusia III Gedung yang ditujukan untuk fasilitas penting IV (Sumber : SNI 1726-2012) Tabel 2.12 Faktor Keutamaan Gempa Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, I atau II 1,0 III 1,25 IV 1,50 (Sumber : SNI 1726-2012) 2.6.1 Kategori Desain Seismik Gempa Struktur harus memiliki suatu kategori desain seismik yang mengikuti pasal ini. Perhitungan perancangan besarnya gaya gempa rencana untuk desain dan analisis perhitungan dinyatakan oleh besarnya gaya geser dasar, ketentuan mengenai syarat kekuatan dan pendetailan tulangan serta fleksibilitas ketidak beraturan bentuk hubungan dan limitasi tinggi tidak lagi ditentukan oleh peta zoning gempa sebagaimana halnya yang telah ditetapkan dalam SNI 1726-2012. Pada SNI 1726-2012, ketentuan mengenai hal tersebut di atas telah tergantikan oleh criteria perancangan baru yang disebut Kategori Desain Gempa (Seismic Design Category) dan dikaitkan dengan Kategori Hunian. 23 Tabel 2.13 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode Pendek Kategori risiko Nilai < 0,067 0,067 ≤ 0,33 ≤ 0,50 ≤ < 0,33 < 0,50 I atau II atau III IV A A B C C D D D (Sumber : SNI 1726-2012) Tabel 2.14 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode 1 Detik Kategori risiko Nilai 0,067 ≤ < 0,067 0,133 ≤ 0,20 ≤ < 0,133 < 0,20 I atau II atau III IV A A B C C D D D (Sumber : SNI 1726-2012) 2.6.2 Struktur Bangunan Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan Struktur gedung dikatakan tidak beraturan apabila terdapat salah satu dari ketidak beraturan berikut ini: i. Ketidak beraturan horisontal (ketidak beraturan torsi, ketidak beraturan torsi berlebihan, ketidak beraturan sudut dalam, ketidak beraturan diskontinuitas diafragma, ketidak beraturan pergeseran melintang terhadap bidang), ketidak beraturan sistem nonparalel. ii. Ketidak beraturan vertikal (ketidak beraturan kekakuan tingkat lunak, ketidak beraturan kekakuan tingkat lunak berlebihan, ketidak beraturan berat, ketidak beraturan geometri vertikal, diskontinuitas 24 arah bidang dalam ketidak beraturan elemen penahan gaya lateral vertikal, diskontinuitas dalam ketidak beraturan kuat lateral tingkat, diskontinuitas dalam ketidak beraturan kuat lateral tingkat yang berlebihan). 2.6.3 Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa Gaya dasar seismik, V, dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut: V = Cs.W (2.25) Keterangan : Cs : koefisien respons seismik W : berat seismik efektif Koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan sesuai persamaan berikut: = (2.26) = (2.27) Nilai Cs yang dihitung di atas tidak boleh melebihi berikut ini: Cs harus tidak kurang dari: Cs = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01 Untuk struktur yang berlokasi di S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari: = , (2.28) Keterangan : SDS : parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode pendek SD1 : parameter percepatan spektrum respons desain pada periode 1 detik. S1 : parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan T : periode struktur dasar (detik) R : faktor modifikasi respons 25 Ie : faktor keutamaan hunian Gaya gempa lateral yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut: = (2.29) dan = Keterangan : (2.30) ∑ Cvx : faktor distribusi vertikal V : gaya lateral desain total wi dan wx : bagian berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat I atau x hi dan hx : tinggi dari dasar sampai tingkat I atau x k : eksponen yang terkait dengan periode struktur Gaya tingkat desain gempa di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut: = ∑ (2.31) Keterangan : Fi adalah bagian dari gaya geser dasar seismik yang timbul di tingkat i 26