LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN PERCOBAAN IX PENGARUH INHIBITOR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI NAMA : JULIAR NUR NIM : H 411 10 002 KELOMPOK : 1 (SATU) ASISTEN : JANNY JOVITA YUNIANTI TIMANG LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ahli fisiologi benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai suatu kejadian yang diawali dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga) atau kotiledon atau hipokopotil memanjang atau muncul melewati kulit biji. Biji dapat tetap viabel (hidup), tetapi tak dapat berkecambah atau tumbuh karena beberapa penyebab, baik itu berasal dari luar maupun dari dalam biji itu sendiri. Peristiwa ini kemudian kita kenal dengan istilah dormansi biji (Salisburry dan Ross, 1985). Di dalam dormansi biji dapat disebabkan karena embrio yang belum masak, impermeabilitas kult biji terhadap air dan kadang-kadang terhadap oksigen. Penyebab lain terjadinya dormansi pada biji adalah adanya zat penghambat perkecambahan. Cairan buah tertentu seperti jeruk mengandung zat penghambat perkecambahan, sehingga mencegah biji buah berkecambah ketika masih dalam tubuh (Latunra dkk, 2008). Dormansi karena adanya zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci biji dalam air, sehingga zat penghambatnya hilang. Senyawa penghambat kimia juga sering terdapat pada biji dan sering penghambat ini harus dikeluarkan lebih dulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Penghambatan biji tidak hanya terjadi di biji, tetapi juga di daun, akar, dan bagian tumbuhan lain (Salisburry dan Ross, 1985). Walaupun dormansi itu sendiri tidak berlangsung konstan atau tetap, tetapi akan terhenti sehingga pertumbuhan dapat berjalan kembali Dormansi itu sendiri terjadi disebabkan oleh adanya zat-zat penghambat tadi seperti etilen dan asam absisat. Zat-zat tersebut mampu membuat perkecambahan pada biji terhambat. Zat ini terkandung dalam cairan beberapa jenis buah-buahan seperti jeruk dan tomat. Sehingga untuk dapat lebih memahami mengenai zat penghambat pada tumbuhan maka dilakukanlah percoban ini. I.2 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh zat penghambat di dalam daging buah jeruk nipis Citrus aurantifolia atau tomat Solanum lycopersicum terhadap perkecambahan gabah Oryza sativa. I.3 Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan ini dilakukan pada hari Selasa, 22 November 2011, pukul 15.00 - 17.00 WITA dan pengamatan dilakukan selama 5 hari di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. BAB III METODE PERCOBAAN III.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah nampan, pipet skala, saringan, botol sampel. III.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain, yaitu gabah Oryza sativa, buah jeruk nipis Citrus aurantifolia, buah tomat Solanum lycopersicum, air biasa, dan tissue. . III.3 Cara Kerja 1. Mencuci buat tomat Solanum lycopersicum dan jeruk Citrus aurantifolia sampai bersih kemudian memeras dan cairan buah dan menyaring cairan tersebut. 2. Membuat 3 kelompok biji gabah Oryza sativa masing-masing 20 biji lalu memasukkan biji ke dalam nampan. 3. Mengecambahkan ketiga kelompok biji gabah Oryza sativa tersebut masing– masing di dalam cairan buah jeruk nipis Citrus aurantifolia dan buah tomat Solanum lycopersicum serta air biasa sebagai kontrol. 4. Mengganti setiap hari cairan buah dengan yang baru, mencuci sampai bersih terlebih dahulu biji sebelum diganti. 5. Melakukan pengamatan selama 5 hari untuk mengetahui kapan biji mulai berkecambah dan berapa banyaknya serta menentukan persentase biji yang mulai berkecambah. 6. Mencatat data yang diperoleh pada tabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan adalah penambahan ukuran dan atau isi sel yang tidak dapat balik kembali, diikuti oleh biosintesis penyusun protoplasma yang baru.perkembangan merupakan gabugan antara pertumbuhan dan diferensiasi sel. Jadi dapat dikatakan bahwa pertumbuhan menyangkut aspek kuantitatif suatu perkembangan, sedangkan diferensiasi mengenai aspek kualitatifnya. Perubahan kualitatif itu dapat terjadi pada selnya atau pada penyusun selnya (Soerodikoesoemo, 1994). Secara sederhada pertumbuhan berarti pertambahan ukuran dan biomassa yang irreversible meliputi jumlah sel,volume, tinggi, berat tanaman yang bersifat kuantitatif (Anonim, 2009). Pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pembelahan sel dan pembesaran atau pemanjangan sel. Pembelahan sel menghasilkan dua sel anakan, sehingga menambah jumlah sel penyusun tubuh. Pembelahan dianggap selesai bila ukuran sel anakan telah sama dengan ukuran sel dewasa atau induknya. Pembesaran atau pemanjangan sel menyebabkan ukuran sel baru itu lebih besar daripada ukuran sel induk. Pertumbuhan terbatas pada beberapa bagian tertentu pada tubuh tumbuhan (Soerodikoesoemo, 1994). Perkembangan yaitu perubahan pada makhluk hidup menuju kedewasaan. Perkembangan menyangkut aspek kualitatif kelengkapan organ tubuh menjadi makhluk yang sempurna dan dewasa . Perkembangan berlangsung bersamaan dengan pertumbuhan. Misalnya jagung yang tumbuh juga mengalami perkembangan sehingga terbentuk struktur yang dewasa (bunga, buah dan biji) (Ahapidin, 2009). Perkecambahan Perkecambahan sering dianggap sebagai permulaan kehidupan tumbuhan. Perkecambahan etrjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). radikula tumbuh kebawah menjadi akar sedangkan plumula tumbuh keatas menjadi batang (Ahapidin, 2009). Perkecambahan ditandai dengan munculnya kecambah, yaitu tumbuhan kecil dan masih hidup dari persediaan makanan yang berada dalam biji. Ada empat bagian penting pada biji yang berkecambah, yaitu batang lembaga (kaulikulus), akar embrionik (akar lembaga) atau radikula) , Kotiledon (daun lembaga), dan pucuk lembaga (plumula). Kotiledon merupakan cadangan mkanan pada kecambah karena pada saat perkecambahan, tumbuhan belum bisa melakukan fotosintesis (Ahapidin, 2009). Air merupakan kebutuhan mutlak bagi perkecambahan. Tahap pertama perkecambahan adalah penyerapan air dengancepat secara imbibisi. air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio sehingga biji melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang disimpan pada kotiledon, dan nutrien-nutriennya dipindahkan kebagian embrio yang sedang tumbuh. Enzim yang berperan dalam pencernaan cadangan makanan adalah enzim amilase, beta-amilase dan protease. Hormon giberelin berperan penting untuk aktivasi dan mensintesis enzim-enzim tersebut (Ahapidin, 2009). Perkecambahan biji ada dua macam, yaitu perkecambahan epigeal dan hypogeal (Ahapidin, 2009). a. Perkecambahan epigeal adalah tumbuhnya hipokotil yang memanjang sehingga plumula dan kotiledon terangkat kepermukaan tanah. Kotiledon tersebut dapat melakukan fotosisntesis selama daun belum terbentuk contoh perkecambahan kacang hijau, bunga matahari, kedelai, kacang tanah. Dalam proses perkecambahan ini organ pertama yang muncul dari biji yang berkecambah adalah radikula, berikutnya ujung radikula harus menembus permukaan tanah.Pada banyak tumbuhan dikotil dengan rangsangan oleh cahaya, ruas batang dibawah daun lembaga (hipokotil) akan tumbuh lurus mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian epikotil dan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Epikotil memunculkan helai daun pertamanya mengembang dan menjadi hijau, serta mulai membuat makanan melalui fotosintesis. kotiledon akan layu dan rontok dari benih karena cadangan makanannya telah habis oleh embrio yang berkecambah. b. Perkecambahn hipogeal adalah tumbuhnya epikotil yang memanjang sehingga plumula keluar menembus kulit biji dan muncul diatas permukaan tanah, sedangkan kotiledon tertinggal dalam tanah contoh perkecambahan kacang kapri, kacang ercis, jagung dan rumput-rumputan. Di dalam dormansi biji dapat disebabkan karena embrio yang belum masak, impermeabilitas kult biji terhadap air dan kadang-kadang terhadap oksigen. Penyebab lain terjadinya dormansi pada biji adalah adanya zat penghambat perkecambahan. Cairan buah tertentu seperti jeruk mengandung zat penghambat perkecambahan, sehingga mencegah biji buah berkecambah ketika masih dalam tubuh. Dormansi karena adanya zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci biji dalam air, sehingga zat penghambatnya hilang. Senyawa penghambat kimia juga sering terdapat pada biji dan sering penghambat ini harus dikeluarkan lebih dulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Penghambatan biji tidak hanya terjadi di biji, tetapi juga di daun, akar, dan bagian tumbuhan lain (Salisburry dan Ross, 1985) Penghambatan ini ditandai dengan adanya suatu fase istirahat pada tanaman yang dikenal dengan istilah dormansi. Dapat juga didefenisikan sebagai fase istirahat organ-organ tanaman yang masih berpotensi untuk tumbuh aktif karena mengandung jaringan meristem. Walaupun dormansi itu sendiri tidak berlangsung konstan atau tetap, tetapi akan terhenti sehingga pertumbuhan dapat berjalan kembali (Dwidjoseputro, 1988). Biji akan berkecambah setelah mengalami masa dorman yang banyak disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudimen atau belum masak, kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh. Perkecambahan sesungguhnya adalah pertumbuhan embrio yang dimulai kembali setelah penyerapan air atau imbibisi (Goldswanthy dan Fisher., 1992). Bila dormansi berakhir dengan adanya imbibisi air, dan pada keadaan tertentu, dengan hilangnya inhibitor, biji kembali menjadi pusat aktivitas metabolisme yang tinggi. Sel-sel dalam embrio membesar, dan organel-organel subseluler terorganisasi. Pada beberapa tumbuhan aktivitas sitokinin dan giberalin meningkat dengan cepat segera setelah embrio menjadi turgid kembali (Dwidjoseputro, 1988). Sewaktu pertama kali dipanen, buah jeruk acapkali terlalu hijau untuk dapat diterima di pasaran, sehingga untuk mempercepat proses pewarnaan kuning yang merata, petani jeruk biasanya menyimpan jeruk ditempat yang teduh yang tetap hangat dan lembab. Ketika petani mencoba sistem pemanasan yang lebih modern, ternyata buah jeruknya tidak lagi berubah warna secara baik. Mengikuti petunjuk ini, segera diketahui bahwa faktor penting dalam proses pemasakan bukanlah panas melainkan sejumlah kecil gas etilen [CH2CH2] yang dikeluarkan oleh minyak tanah yang dibakar. Sejak itu diketahui bahwa kebanyakan buah membentuk etilennya sendiri, dan inilah pemicu proses pemasakan. Diantara sekian banyak perubahan yang disebabkan etilen adalah perubahan permeabilitas membran sel. Salah satu akibatnya ialah memberikan enzim penghancur klorofil pada kloroplas, perubahan klorofil pigmen merah atau pigmen kuning dalam selsel buah tidak terlindungi dan buah menampakkan warna masaknya (Salisburry dan Ross, 1985). Asam absisat juga dikenal sebagai faktor penghambat dalam koordinasi kegiatan tumbuhan. Ini dimungkinkan agar tumbuhan dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang buruk dengan menunda pertumbuhan (dormansi) (Fiter, 1991). Respon sel yang paling umum terhadap ABA adalah terhambatnya pertumbuhan. ABA memperlihatkan bahwa senyawa ini meningkat tajam pada daun dan kuncup, yaitu hari mulai pendek di akhir musin panas. Mereka juga menemukan pemberian langsung ABA pada kuncup yang tidak dorman yang dapat menyebabkan dormansi. Dalam musim gugur, daun-daun dewasa dari pohon-pohon tertentu seperti pobon Brich dan pohon Camore membentuk suatu substansi yang menghentikan pertumbuhan pada meristem epikal batang dan mengubahnya menjadi kuncup dorman. Daun-daun yang baru tumbuh di atas meristem tersebut berubah menjadi sisik kuncup kaku yang membungkus meristem rapat-rapat an akan melindunginnya rapat-rapat terhadap kerusakan mekanisme dan kekeringan selama bulan-bulan musim dingin. Zat yang bertanggung jawab terhadap perubahan meristem epikal menjadi kuncup dorman itu setelah diidetifikasi dan dinamakan asam absisat. Diperkirakan zat ini mengalir dari tempat pembentuknya , yaitu daun-daun dewasa ke meristem epikal melalui floem. Sekali suatu kuncup menjadi dorman, biasanya tidak dapat diakifkan kembali (Salisburry dan Ross, 1985). Kandungan kimia buah jeruk terutama mengandung bantak asam sitrat 7 – 7,6 %. Juga didapati adanya damar, lemak, vitamin B1, dan vitamin C. selain itu jeruk nipis juga mengandung minyak terbang antara lain sitrat, limonene, tellandren, lemon kamfer, geranilasetat, cadinen, dan linaliin asetat. Selain itu 100 gram buah jeruk mengandung vitamin C sebesar 29 mg, kalsium 40 mg, fosofor 22 mg, hidrat arang 12,4 mg, vitamin B1 0,04 mg, zat besi 0,6 mg, lemak 0,15 gram, kalori 37 gram, protein 0,8 gram, dan air 86 gram (Heddy, 1983). Kandungan kimia buah tomat terkandung zat-zat antara lain vitamin c, vitamin A, protein, karbohidrat, lemak, kalsium, fosfor, mineral dan zat besi (Heddy, 1983). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Tabel Hasil Pengamatan Jumlah Kecambah Hari/Tgl Pengamatan Keterangan Air jeruk Air tomat Kontrol Selasa 22-11-2011 - - - Rabu 23-11-2011 - - - Kamis 24-11-2011 - - 16 Jumat 25-11-2011 - - 16 Sabtu 26-11-2011 - - 18 Keterangan : - = Tidak ada perkecambahan IV.2 Pembahasan Percobaan ini digunakan biji padi/gabah Oryza sativa yang diberi perlakuan berbeda. Gabah sebanyak 20 biji direndam dalam air jeruk dan 20 biji lagi direndam dalam air tomat Solanum lycopersicum dan 20 biji dalam air biasa sebagai kontrol. Pengamatan pada hari I sampai hari ke III, biji-biji yang diberi perlakuan tidak ada yang berkecambah, baik yang direndam pada air jeruk nipis Citrus aurantifolia, air tomat Solanum lycopersicum maupun pada air biasa sebagai kontrol. Hal ini mungkin disebabkan karena biji masih dalam keadaan dorman,dan masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Pengamatan hari ke III biji yang direndam dalam air biasa sudah ada yang berkecambah sebanyak 16 biji, begitupula dengan hari ke IV tetap 16 biji yang berkecambah lalu dan pada hari ke V menjadi 18 biji yang mengalami perkecambahan. Hal ini disebabkan karena pada cairan kontrol digunakan air biasa yang merupakan cairan yang tidak mengandung zat-zat penghambat (inhibitor) sehingga cairan tersebut menjadi zat yang sangat penting bagi pertumbuhan kecambah, yakni selain sebagai media pertumbuhan dan media reaksi enzimatis, juga untuk menjaga turgiditas sel dan menjaga kelembaban pada biji sehingga biji dapat berkecambah. Dengan media berupa cairan yang bebas dari senyawa atau zat inhibitor maka biji dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya untuk melakukan aktivitas tumbuhnya. Sedangkan biji yang direndam dengan cairan buah tomat Solanum lycopersicum tidak mengalami perkecambahan dengan perlakuan tersebut sejak hari I hingga hari ke V pengamatan. Hal tersebut disebabkan karena buah tomat Solanum lycopersicum mengandung zat-zat penghambat seperti vitamin c, vitamin A, protein, karbohidrat, lemak, kalsium, fosfor, mineral dan zat besi. Selain itu, tomat juga mengandung zat inhibitor berupa asam absisat (ABA) yang merupakan suatu zat dan hormon yang dapat menunda pertumbuhan akibat lingkungan yang jelek atau kurang baik bagi pertumbuhan. Oleh karena biji-biji gabah terendam dalam cairan buah tomat yang mengandung ABA, maka biji-biji gabah tersebut menyerap cairan dari buah tomat yang mengandung ABA yang bersifat sebagai inhibitor sehingga perkecambahan biji menjadi terhambat. Gabah yang direndam dalam cairan jeruk nipis Citrus aurantifolia tidak ada yang mengalami perkecambahan sejak hari I diberi perlakuan hingga hari ke V pengamatan. Hal ini disebabkan karena air jeruk nipis memiliki kandungan zatzat penghambat seperti asam sitrat, karoten, tiamin dan sebagainya sehingga sangat sulit bagi biji untuk dapat berkecambah. Juga didapati adanya damar, lemak, vitamin B1, dan vitamin C pada jeruk nipis serta minyak terbang sitrat, limonene, tellandren, lemon kamfer, geranilasetat, cadinen, dan linalin asetat yang dapat menghalangi perkecambahan. Berdasarkan data hasil pengamatan tersebut terlihat biji gabah yang berada direndam dalam air biasa hampir semuanya berkecambah sedangkan biji gabah yang berada dalam larutan inhibitor seperti jeruk nipis Citrus aurantifolia dan tomat Solanum licopersicum tidak ada yang berkecambah yang berarti bahwa biji gabah masih mengalami dormansi. Bagian biji yang dihambat pada air jeruk Citrus aurantifolia ialah penerimaan cahaya oleh biji sehingga unsur cahaya yang dibutuhkan untuk mematahkan dormansi tidak ada atau terganggu, sedangkan pada cairan tomat Solanum lycopersicum yang mengandung asam absisat menghambat pada bagian dalam biji baik itu plumula (calon batang) dan radikula (calon akar) serta menghambat kerja enzim yang berguna untuk perkecambahan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Setelah melakukan percobaan ini maka dapat disimpulan bahwa pada air buah tomat Solanum lycopersicum mengandung zat inhibitor berupa asam absisat (ABA). Pada air jeruk nipis Citrus aurantifolia mengandung zat-zat yang dapat menghambat perkecambahan biji padi Oryza sativa seperti vitamin C, asam askorbat, asam sitrat, karoten, tiamin dan sebagainya. Pada biji yang direndam dalam air terjadi perkecambahan sebab dalam air biasa tidak mengandung zat inhibitor yang menghambat perkecambahan. V.2 Saran Asisten sebaiknya memberikan perhatian yang lebih terhadap praktikan saat mengamati percobaan. DAFTAR PUSTAKA Ahapidin, 2009, Pertumbuhan dan Perkembangan-Tumbuhan, http://ahapidin. blogspot.com/2009/08/ pertumbuhan-dan-perkembangan-tumbuhan.html, diakses pada tanggal 24 November 2011 pada pukul 3.56 WITA. Anonim, 2009, Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan http://biodonalogi.wordpress.com/ 2009 / 09 / 01 ppt- pertumbuhan -danperkembangan - tumbuhan/, diakses pada tanggal 24 November 2011 pada pukul 3.42 WITA. Dwidjoseputro, D., 1988, Pengantar Fisologi Tumbuhan, PT Gramedia, Jakarta Fiter, A. H., 1991, Fisiologi Lingkungan Tanaman, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Goldswanthy, Peter, R., dan N. M. Fisher, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Heddy, S., 1983, Hormon Pertumbuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Salisburry, F. R., dan C. W. Ross, 1985, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, Penerbit ITB, Bandung. Soerodikoesoemo, W., 1994, Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan, Depdikbud, Jakarta.