BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses komunikasi merupakan proses pokok bagi manusia sebagai mahluk sosial yang artinya manusia tidak bisa hidup tanpa berkomunikasi dengan orang lain. Dengan melakukan proses komunikasi maka manusia telah memenuhi kebutuhannya sebagai mahluk sosial. Selain untuk memenuhi kebutuhan dasar, komunikasi juga memiliki fungsi untuk mengumpulkan informasi tentang orang lain, memenuhi kebutuhan interpersonal, membentuk identitas diri, serta memengaruhi orang lain (Samovar, 2010: 16-17). Komunikasi memiliki dua bentuk yaitu verbal dan nonverbal tergantung pada cara yang digunakan dalam berkomunikasi. Komunikasi verbal contohnya seperti percakapan langsung, diskusi dan pidato yang membutuhkan kata-kata yang jelas, selain itu tulisan juga termasuk ke dalam komunikasi verbal. Sedangkan komunikasi nonverbal tidak membutuhkan kata-kata, namun tetap memiliki pesan komunikasi yang disampaikan melalui bahasa tubuh, tanda dan objek (Hardjana, 2007: 22-23). Bahkan diam pun termasuk sebagai komunikasi nonverbal karena memiliki pesan tersendiri. Pada zaman globalisasi seperti sekarang, teknologi mulai mengubah cara orang berkomunikasi. Internet membuat manusia tidak perlu bertemu tatap muka untuk berkomunikasi karena sifatnya yang real-time dan tidak mengenal ruang dan jarak sehingga komunikasi dapat dilakukan bahkan ketika komunikator dan komunikan berada di dua tempat yang sangat jauh. Komunikasi yang dilakukan di internet merupakan 1 komunikasi verbal karena ada kata-kata, namun juga komunikasi nonverbal karena ada gambar dan simbol-simbol. Munculnya media baru sebagai revolusi informasi pada akhirnya akan menggeser peran bahkan mengambil alih hampir semua kemampuan yang dimiliki oleh media konvensional, bahkan ada saatnya media baru memberikan sesuatu yang lebih daripada yang dapat ditawarkan oleh media konvensional (Sugihartati, 2014: 87). Perubahan cara berkomunikasi masyarakat karena teknologi tentu memiliki banyak dampak positif seperti dapat menghubungkan orang di satu benua dengan orang di benua lain, kemudahan proses penyebaran informasi dan memperluas koneksi dengan orang yang mungkin tidak akandikenal jika tidak menggunakan internet. Selain ada dampak positif, teknologi juga memiliki dampak buruk terhadap komunikasi seperti kurangnya interaksi langsung antar manusia membuat kedalaman hubungan bukan merupakan hal yang paling penting lagi, juga kecanduan pada gadget yang dapat menimbulkan banyak konflik. Komunikasi di internet memiliki berbagai bentuk seperti pesan elektronik (e-mail), chatting dua dan banyak arah menggunakan aplikasi chatting, dan yang paling terkenal adalah penggunaan media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path dan lain-lain. Semua bentuk komunikasi di internet ini dapat dilakukan asal perangkat teknologi seperti komputer, laptop dan smartphone terhubung dengan internet. Dalam bukunya “Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media”, Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran usergenerated content (Kaplan & Haenlein, 2009: 59-68). 2 Media sosial mulai digemari oleh masyarakat pada tahun 2002 dengan adanya situs jejaring sosial “Friendster” yang memiliki sebanyak 8,2 juta pengguna sampai hari ini. Setelah nama Friendster meredup, muncul berbagai media sosial baru dengan keunikan dan fiturnya masing-masing untuk menarik pengguna. Media sosial yang memiliki jumlah pengguna terbanyak saat ini adalah Facebook yaitu sebanyak 1 milyar pengguna di seluruh dunia, diikuti oleh Twitter di urutan kedua dengan 500 juta pengguna. Media sosial merambah untuk pengguna smartphone, atau ponsel pintar. Perusahaan pembuat ponsel pintar yang paling terkenal di dunia saat ini adalah Apple, Android dan Blackberry. Di Indonesia sendiri, penggunaan smartphone terbilang cukup pesat. Dikutip dari Kompas.com, sebuah riset oleh lembaga riset Gfk (Gesellschaft für Konsumforschung) menunjukkan bahwa dalam kuartal pertama 2014, total smartphone yang terjual di Tanah Air mencapai 7,3 juta unit. Salah satu media sosial yang mulai naik daun dengan fitur uniknya adalah Path yang didirikan oleh Dave Morin dan diluncurkan pada November 2010. Media sosial ini berbentuk seperti jurnal online dan memiliki banyak fitur dan keunikan seperti layanan lokasi sehingga pengguna dapat melakukan check-in di tempat yang dikunjungi, layanan judul lagu, film atau buku, dan adanya privasi lebih dengan inner circle dan private sharing. Tidak seperti media sosial yang lain, Path memiliki sifat ekslusifitas bagi penggunanya karena adanya batasan pertemanan yang dapat diterima. Awalnya Path hanya menyediakan 150 slot untuk menerima orang sebagai teman sehingga hanya orang-orang yang memang kenal dan dekat dengan pengguna yang diterima. Belakangan ini, Path menambahkan jumlah slot menjadi 500 orang karena permintaan dari pengguna secara global agar dapat menerima lebih banyak orang ke Path masing-masing. Namun, 3 tidak ada keharusan bagi seorang pengguna untuk menerima semua permintaan untuk menjadi teman sehingga sifat eksklusifitas tetap terjaga. Dalam situs viva.co.id pembuat Path, Dave Morin mengatakan Indonesia merupakan negara pengguna Path terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 4 juta pengguna aktif dari 20 juta pengguna aktif di seluruh dunia. Dengan begitu besar jumlah pengguna di Indonesia membuat Bakrie Global Group tertarik untuk membeli saham Path pada awal Februari 2014. Dari jumlah pengguna tersebut dapat terlihat bahwa penggunaan media sosial begitu digemari oleh masyarakat dunia. Media sosial berkembang dengan pesat dan membawa perubahan kepada pola komunikasi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya kebebasan mengatur diri dan mengembangkan kepribadian tanpa melalui proses tatap muka, kecepatan penyebaran informasi, dan interaksi yang dapat dilakukan di mana dan kapan saja tanpa perlu adanya kehadiran komunikator dan komunikan secara langsung (Devito, 2009: 95). Karena sifat media sosial tersebut maka tidak ada keharusan bagi pengguna untuk secara 100 persen membuka diri kepada orang lain. Pengguna dapat memilih apa yang mereka ingin dan tidak ingin bagikan dengan orang lain. Pengungkapan diri di media sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengirim konten tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan, membagikan musik dan film apa yang mereka gemari, check-in di tempat yang mereka datangi sehingga orang-orang tahu di mana mereka berada, membagikan gambar-gambar lucu atau yang menginspirasi dan melakukan selfie supaya orang lain dapat mengetahui wajah pengguna. Dari semua posting konten di media sosial, pengguna mendapat umpan balik langsung dari teman-teman di jaringannya apakah mereka menyukai atau kurang suka dengan apa yang ditampilkan. Umpan balik dapat diterima dari komentar atau emoticon yang 4 diberikan oleh orang lain di postingan pengguna. Pemberian umpan balik juga dapat dilakukan oleh pengguna kepada postingan orang lain sehingga terjadi dapat proses timbal balik antar sesama pengguna media sosial. Umpan balik yang diberikan oleh orang lain dapat memengaruhi seseorang untuk membuka atau menutup dirinya di media sosial. Jika seseorang sering mendapat umpan balik yang baik untuk postingannya pasti dia akan lebih percaya diri untuk membuka diri secara lebih dengan memposting lebih banyak gambar atau pikirannya di media sosial. Sebaliknya jika seseorang mendapat umpan balik yang kurang baik atau tidak ada umpan balik sama sekali, maka kemungkinan besar dia akan menutup dirinya dengan jarang memposting sesuatu dan lebih menjadi silent observer. Pengguna media sosial juga dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua yang berada di internet adalah benar. Kebebasan untuk menjadi siapapun di media sosial terkadang disalah artikan oleh beberapa pihak dengan membuat akun palsu menggunakan foto dan identitas palsu. Juga tidak ada keharusan bagi para pengguna media sosial untuk menjadi seseorang sesuai dengan dunia nyata, dalam banyak kasus ditemukan bahwa sifat asli pengguna media sosial di dunia nyata ternyata berbeda jauh dengan sifatnya saat di dunia maya. Seseorang dapat menjadi periang dan sangat ramah di media sosial padahal di dunia nyata dia adalah orang yang tertutup dan susah bergaul. Banyak pengguna media sosial berasal dari kalangan dewasa awal. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 21 - 40 tahun (Dariyo, 2003: 3). Dewasa awal merupakan fase transisi dari masa remaja di mana identitas diri mulai terbentuk seiring bertambahnya umur dan matangnya mentalitas seseorang. Hal ini berbeda dengan masa remaja di mana mereka yang berusia 20 tahun ke bawah masih melakukan pencarian identitas dan jati diri. Santrock (dalam Dariyo, 2003) mengatakan 5 bahwa orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik, transisi secara intelektual, serta transisi peran sosial. Seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi yaitu merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain, (Erickson dalam Monks, Knoers & Haditono : 2001). Dari pandangan Erickson, terdapat hubungan dengan presentasi diri pada media sosial yaitu jika seseorang pengguna media sosial gagal dalam membentuk keintiman dengan pengguna media sosial lain maka dia akan mengalami isolasi yaitu merasa tersisihkan dan menganggap bahwa konten yang dibagikan tidak sesuai dengan orang lain dan mulai menutup diri di media sosial. Sebaliknya jika konten yang dibagikan diterima oleh orang lain dan mendapat umpan balik yang baik maka pengguna media sosial tidak akan mengalami isolasi. Bahkan dia akan cenderung melakukan posting konten yang dianggap sesuai dengan orang lain. Dari penjabaran di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana presentasi diri pengguna media sosial Path. Selain itu, melalui penelitian ini juga diharapkan untuk dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh pengguna media sosial Path melalui posting konten mereka terkait dengan presentasi diri mereka menggunakan media sosial Path. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana manajemen impresi dalam pemanfaatan media sosial Path pada kalangan dewasa awal di Jakarta? 6 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen impresi pada kalangan dewasa awal di Jakarta. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan tentang manajemen impresi pengguna media sosial Path di Indonesia, dan bagaimana mereka melakukan manajemen impresi di media sosial menggunakan fitur yang disediakan. Juga sebagai bahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya tentang media sosial. 1.4.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan mengenai penggunaan media sosial sebagai sarana manajemen impresi serta mengungkap interaksi yang terjadi di media sosial. 7