BIOAKUMULASI PLUMBUM (Pb) PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus Trewavas) DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA BIOACCUMULATION OF LEAD (Pb) ON NILA (Oreochromis niloticus Trewavas) IN THE WASTE WATER PROCESSING PLANT, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA Sukiya dan Hesti Hasnawati Dahlan Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, UNY. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioakumulasi logam berat plumbum (Pb) pada tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus Trewavas) di kolam stabilisasi instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Sewon, Bantul, Yogyakarta. Sampel ikan nila diambil selama tiga bulan (April-Juni 2004) sebanyak 36 ekor yang ditangkap dari kolam stabilisasi IPAL Sewon (12 ekor dari kolam fakultatif 1, 12 ekor dari kolam fakultatif 2, dan 12 ekor dari kolam maturasi). Analisis kandungan Pb pada air limbah, insang, dan daging (jaringan otot) ikan nila sampel, menggunakan atomic absorption spectrophotometry (AAS). Kualitas air limbah yang diukur adalah pH, kandungan oksigen terlarut (DO=dissolved oxygen), alkalinitas, kesadahan, dan turbiditas. Hasil analisis terhadap 36 ekor ikan nila sampel menunjukkan telah terjadi bioakumulasi Pb pada insang (berkisar 9,797-54,229 ppm), dan daging (5,562-13,204 ppm) ikan tersebut, sementara itu konsentrasi Pb pada air limbah hanya berkisar antara 0,068-0,309 ppm. Hasil analisis regresi linier ganda menunjukkan bahwa bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila sampel dipengaruhi secara nyata oleh interaksi kandungan Pb air limbah dengan variabel kualitas air lainnya. Kandungan Pb pada air limbah mempunyai kontribusi terbesar dalam mempengaruhi bioakumulasi pada insang, dan daging ikan sampel. Hasil analisis ragam antar stasiun pengamatan menunjukkan bahwa kandungan Pb pada insang tidak berbeda, tetapi kandungan Pb pada daging ikan Nila sampel berbeda nyata. Kata kunci: Bioakumulasi, plumbum (Pb), insang, daging, ikan nila, IPAL. Abstract This research was to investigate bioacculation of lead in the body of nila (Oreochromis niloticus Trewavas) in stabilization pool of The Waste Water Processing Plant (IPAL), Sewon, Bantul, Yogyakarta. Thirty six nila fish were taken in 3 months (April – June 2004), 12 were for the facultative pool 1, 12 were for the facultative pool 2, and 12 for the maturation pool. Atomic Absorpsion Spectrophotometry (AAS) were used to analyze lead content in the waste water, gills and meat (muscle tissue) of the fish samples. The parameters of water quality were pH, DO (dissolved oxygen) content, alcalinity, water hardness and turbidity of the waste water. Results indicated that there was a lead bioaccumulation in the fish gills and meat. Lead concentration of the waste water ranged from 0.068 to 0.309 ppm, of the gills ranged from 9.797 to 54.229 ppm and of the meat ranges from 5.562 to 13.204 ppm. The analysis of multiple linear regression 1 showed that bioaccumulation in gills and meat was significantly correlated to the interaction between lead content of the waste water and other variables of the water quality.The lead content in the waste water showed greatest contribution in affecting bioaccumulation of lead in gills and meat of the fish samples. The analysis of variance among observation stations indicated that lead content in the gills did not show any significant differences, however these in the meat performed an opposite result. Key words: Bioaccumulation, lead (Pb), gills, meat, nila fish, waste water processing plant (IPAL) PENDAHULUAN Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Sewon, terletak di antara Dusun Diro dan Cepit, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. IPAL Sewon dibangun mulai Januari 1994 hingga Maret 1996 atas bantuan hibah dari Jepang melalui DPU (Departemen Pekerjaan Umum). IPAL Sewon mengolah limbah yang berasal dari seluruh Kodya Yogyakarta dan sekitarnya (lima Kecamatan dari Kabupaten Sleman, dan tiga Kecamatan dari Kabupaten Bantul). Limbah yang diolah adalah limbah domestik yang berasal dari aktivitas sehari-hari (kamar mandi, WC, dapur, cuci pakaian), apotik, rumah sakit, cuci mobil, pabrik tekstil, batik, dan keramik. Limbah domestik secara kualitatif terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan beracun dan berbahaya (B3), garam terlarut, minyak, lemak, faeces, urin, virus, bakteri, sabun, detergen, dan polifosfat (Kristanto, 2002). IPAL Sewon mengolah air limbah domestik tersebut dengan sistem laguna aerasi fakultatif dengan tiga seri kolam stabilisasi yaitu dua kolam fakultatif 1, dua kolam fakultatif 2, dan dua kolam maturasi. Limbah yang masuk dipompa ke grif chamber dengan archimedian screw pumps yang dilengkapi dengan bar screen untuk melindungi pompa dari kerusakan benda-benda besar atau sampah. Air limbah selanjutnya dialirkan ke bak pembagi, yang sebelumnya disaring dengan saringan kasar untuk menangkap 2 ranting kayu, kantong plastik, dan sampah ringan lainnya, kemudian air limbah dialirkan ke kolam aerasi fakultatif. Kolam fakultatif terdiri atas dua jalur rangkaian secara seri dan masing-masing kolam dilengkapi dengan sebuah aerator mekanis pengapung yang berfungsi menyediakan oksigen untuk menstimulasi proses aerobik. Proses pengolahan air limbah dengan sistem laguna aerasi fakultatif menghasilkan lumpur di dasar kolam aerasi fakultatif. Lumpur ini dibersihkan setiap dua tahun sekali. Air limbah dari kolam fakultatif dialirkan ke kolam maturasi, dan untuk selanjutnya air limbah hasil olahan ini dialirkan ke sungai Bedog. Pengolahan air limbah di IPAL Sewon diarahkan pada pengendalian air golongan C. Air golongan C adalah kualitas air untuk usaha pertanian dan peternakan. Parameter untuk menentukan kualitas air golonganC ini adalah parameter suhu (t0C), pH, oksigen terlarut (DO), kandungan oksigen biologik (BOD), karbon dioksida terlarut (COD), dan material tersuspensi (SS). Logam Pb sangat dikenal oleh masyarakat, karena banyak digunakan sebagai bahan baku di berbagai pabrik, juga karena Pb merupakan logam yang banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup (Palar, 1994). Pb dan berbagai senyawanya dapat berada di badan perairan secara alamiah maupun karena aktivitas manusia. Secara alamiah Pb masuk ke badan perairan melalui pengkristalan di udara dengan bantuan air hujan, dan proses korosifikasi batuan akibat hempasan gelombang dan angin. Penggunaan Pb oleh manusia antara lain sebagai bahan tambahan pada bahan bakar bensin, baterai, cat, dan berbagai kegiatan industri, yang memungkinkan perairan tercemar Pb. Senyawa Pb dalam perairan bisa dalam bentuk hidroksida, oksida, karbonat, atau senyawa sulfida. Ikatan kimia tersebut, pada pH normal cencerung stabil. Senyawa Pb 3 dalam perairan ditemukan dalam bentuk ion divalen (Pb2+) dan ion tetravalen (Pb4+). Baik Pb dalam bentuk divalen maupun tetravalen sama-sama berbahaya, karena pada kadar tententu dapat berubah fungsi menjadi racun bagi kehidupan perairan. Daya racun yang ditimbulkan oleh Pb terhadap suatu jenis biota perairan tidaklah sama, tetapi kehancuran dari satu populasi organisme pada trofik tertentu akan menyebabkan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Keadaan tersebut pada tingkat tertentu dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem perairan (Palar, 1994). Baku mutu air golongan C untuk di Indonesia kandungan Pb maksimum sebanyak 0,03 mg/l, di Amerika Serikat 0,05 mg/l, sedangkan WHO menetapkan 0,1 mg/l (Suratmo, 1995). Persoalan spesifik logam berat di lingkungan adalah karena terjadi akumulasi pada tingkatan trofik lewat rantai makanan, yang bersumber dari tanah, air, dan udara yang telah tercemar logam berat itu. Logam berat dapat berada di perairan oleh karena aktivitas manusia baik dari buangan rumah tangga maupun industri. Salah satu di antara logam berat yang sering mengkontaminasi air adalah timbal (Pb=plumbum). Keberadaan industri tekstil, batik, dan keramik dapat menjadi sumber pencemar Pb, juga buangan yang mengandung Pb seperti sisa penggunaan batu baterai, sisa cat, ekskresi tinja yang mengandung Pb, dan korosi pipa saluran air. Logam berat, termasuk Pb, merupakan pencemar lingkungan yang bersifat bioakumulatif dalam tubuh makhluk hidup. Bioakumulasi berupa pengambilan atau akumulasi suatu bahan kimia di dalam tubuh makhluk hidup dengan mekanisme tertentu hingga konsentrasinya lebih tinggi daripada yang ada pada sumber di luar tubuh individu itu. Distribusi dan akumulasi logam sangat berbeda untuk setiap organisme perairan, tergantung pada spesies, kandungan logam dalam perairan, pH, fase pertumbuhan, dan 4 kemapuan untuk pindah tempat, serta proses bioakumulasi memerlukan waktu lebih dari satu bulan (Darmono, 1995). Unsur logam, termasuk Pb, dapat masuk ke dalam tubuh organisme melewati tiga cara yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi lewat permukakan kulit. Pb adalah termasuk logam non esensial yang tidak diregulasi di dalam tubuh organisme. Logam Pb secara terus-menerus akan terakumulasi dalam jaringan, sehingga makin lama makin terjadi akumulasi Pb sejalan dengan kenaikan konsentrasi Pb dalam air tersebut. Logam Pb juga sedikit sekali diekskresi oleh organisme (Connel dan Miller, 1995). Absorbsi ion-ion logam, termasuk Pb, oleh ikan biasanya melalui insang. Pengaruh suatu substansi di perairan terhadap ikan, berkaitan erat dengan fungsi insang baik sebagai organ respirasi maupun osmoregulasi. Logam Pb adalah logam berat yang terlibat dalam proses enzimatik, diserap, didistribusi ke dalam jaringan, dan akhirnya ditimbun dalam jaringan tertentu. Ikan merupakan komponen penting dalam studi eksperimen mengenai efek kontaminansi terhadap ekosistem akuatik. Analisis biota air sangat penting artinya daripada analisis air itu sendiri dalam monitoring pencemaran logam berat. Ikan adalah organisme yang paling sering untuk bioindikator pencemaran air, karena manusia berkepentingan secara ekonomis terhadap ikan sebagai sumber makanan. Ukuran tubuh yang memadahi dan posisinya pada puncak trofik di sistem akuatik, juga merupakan alasan kenapa ikan dipilih untuk bioindikator (Mustofa, 2001). Isu pencemaran logam berat Pb, Hg, dan Cd di perairan Teluk Jakarta menimbulkan kecemasan di masyarakat, dikarenakan tingkat keracunan terhadap makhluk hidup sangat tinggi. USEPA (United States Environmental Agency) mendata ada 13 elemen logam 5 berat yang merupakan bahan polusi, sedangkan elemen polusi utamanya berupa arsenik, timbal, kadmium, dan merkuri. Di kolam stabilisasi IPAL Sewon terdapat ikan nila yang digunakan sebagai bioindikator kualitas air limbah sebelum dibuang ke sungai Bedog. Ikan tersebut oleh masyarakat sekitar diambil untuk dikonsumsi. Ikan ini diduga tidak sehat untuk dikonsumsi karena kemungkinan mengandung Pb, karena Pb tidak dapat diregulasi oleh tubuh makhluk hidup termasuk ikan, sehingga akan terakumulasi secara terus-menerus di dalam jaringan tubuhnya. Kandungan Pb dalam tubuh ikan nila ini jika dikonsumsi akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh manusia, sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Seberapa besar akumulasi Pb dalam tubuh ikan nila di IPAL Sewon tersebut, adalah merupakan tujuan dilakukan penelitian ini. Informasi yang diperoleh akan menjadi sangat penting dalam rangka pengelolaan IPAL yang lebih komprehensif, juga informasi kepada masyarakat sekitar yang sering mengkonsumsi ikan nila yang diambil dari IPAL Sewon, akan kemungkinan dampak yang terjadi karenanya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2004 di IPAL Sewon, Bantul, Yogyakarta. Tahap orientasi sebagai uji pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret 2004. Analisis kandungan Pb dalam air limbah, insang, dan daging ikan nila sampel menggunakan AAS (atomic absorption spectrophotometry) dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA UGM, sedangkan analisis kualitas air limbah untuk parameter pH, suhu, DO, alkalinitas, kesadahan, dan turbiditas, dilaksanakan di lokasi penelitian (laboratorium IPAL Sewon). Pengukuran pH air limbah menggunakan pH meter, 6 pengukuran DO dengan cara titrasi model Winkler, pengukuran alkalinitas menggunakan indikator warna, kesadahan diukur dengan cara titrasi EDTA, dan turbiditas diukur dengan turbidimeter. 3 2 4A Kolam Fakultatif 2 4B 5A Kolam Fakultatif 2 5B 6A Kolam Maturasi 6B 1 Gambar 1. Denah pengambilan sampel penelitian 1=influent, 2=grit chamber, 3=bak pembagi, stasiun pengambilan sampel ikan dan air pada seri kolam fakultatif 1(4A,B), kolam fakultatif 2 (5A,B), dan pada kolam maturasi (6A,B). Luas setiap kolam 70x70m. Variabel penentu dalam penelitian ini adalah kadar Pb pada air limbah, serta parameter fisik dan kemik kualitas air limbah, sedangkan variabel tergayutnya adalah kandungan Pb pada insang, dan daging ikan nila yang ditangkap di perairan laguna stabilisasi IPAL Sewon. Sampel ikan adalah ikan nila ukuran ± (19 x 11 cm) beratnya berkisar 150 gram. Sampel ikan diambil sebanyak 4 ekor per bulan per stasiun pengamatan (4 ekor x 3 kolam stabilisasi x 3 bulan pengambilan = 36 ekor). Oleh karena setiap kolam stabilisasi terdiri atas 2 kolam yang tertata secara seri, maka pengambilan sampel adalah 2 ekor dari kolam seri A, dan 2 ekor dari kolam seri B. 7 Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kandungan Pb pada air limbah masing-masing stasiun pengamatan, kandungan Pb pada insang, dan daging ikan Nila dari masing-masing stasiun pengamatan, selama bulan Apil – Juni 2004. Regresi linier ganda digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel kualitas air limbah dengan bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila (kandungan Pb dalam air limbah = X1, pH = X2, suhu = X3, DO = X4, alkalinitas = X5, kesadahan = X6, dan turbiditas air limbah = X7; sedangkan kandungan Pb pada insang dan daging ikan nila sampel masing-masing adalah Y1 dan Y2). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kandungan Pb pada sampel air limbah masing-masing stasiun pengamatan pada bulan April – Juni 2004 adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kandungan Pb Air Limbah di IPAL Sewon pada Bulan April-Juni 2004 Waktu Stasiun Kandungan Pb (ppm) Rerata Penganbilan Pengamatan 1 2 3 4 Stasiun 1 0,172 0,460 0,385 0,218 0,173 April Stasiun 2 Ttd 0,259 0,365 0,099 0.074 Stasiun 3 Ttd 0,099 0,175 Ttd 0,068 Stasiun 1 0,365 0,684 0,168 Ttd 0,309 Mei Stasiun 2 0,259 0,099 0,365 0,365 0.181 Stasiun 3 0,259 ttd 0,365 0,259 0,221 Stasiun 1 0,099 0,277 0,159 0,159 0,304 Juni Stasiun 2 0,099 ttd 0,099 0,099 0.272 Stasiun 3 0,159 0,168 0,099 0,099 0,131 PPRI No.20 Th. 1990 0,03 mg/l Keterangan: ttd = tidak terdeteksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air untuk nilai baku mutu air golongan C Kandungan Pb pada air limbah IPAL Sewon selama bulan April- Juni 2004 di ketiga stasiun pengamatan ternyata melebihi kadar maksimum air golongan C berdasar PPRI No. 20 Th.1990. Kandungan Pb tertinggi terdapat pada Stasiun 1 (kolam fakultatif 8 1) pada pengukuran bulan Mei, sedangkan kandungan terendah terdapat pada Stasiun 3 (kolam maturasi) pada pengukuran bulan April. Rerata kandungan Pb air limbah IPAL Sewon menunjukkan Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lain. Hal ini sangat mungkin karena Stasiun 1 merupakan kolam pertama penerima air limbah sehingga material organik dan anorganik masih tinggi. Kandungan bahan organik dan anorganik dari bahan pencemar dapat berinteraksi dengan Pb membentuk ikatan kompleks, dan berarti mempertinggi kelarutan Pb pada air limbah. Sistem pengolahan air limbah di IPAL Sewon menggunakan sistem laguna aerasi fakultatif yang terdiri atas tiga kolam stabilisasi. Kolam fakultatif merupakan kolam kombinasi bakteri aerobik, anaerobik, dan bakteri fakultatif, yang merupakan unit kolam pengolahan pertama dan kedua. Waktu tinggal air di dalam kolam fakultatif ini selama 530 hari. Zona permukaan pada kolam fakultatif adalah zona aerobik tempat bakteri aerobik dan alga melakukan dekomposisi, zona dasar adalah zona anaerobik yaitu tempat terakumulasinya bahan solid yang terdekomposisi oleh bakteri aerobik. Di antara kedua zona tersebut adalah zona intermediet atau zona fakultatif yang merupakan tempat terdekomposisinya sampah organik oleh bakteri fakultatif (Tchobanoglosus dan Burton, 1972). Organik padatan dan koloid dioksidasi oleh bakteri aerobik dan bakteri fakultatif dengan menggunakan oksigen yang diproduksi oleh alga yang tumbuh di permukaan kolam. Karbondioksida yang dihasilkan dari oksidasi bahan organik akan menjadi sumber karbon untuk fotosintesis alga. Bakteri anaerobik memecah bahan solid pada lapisan lumpur yang ditunjukkan dengan produksi zat organik terlarut dan gas CO2, NH3, H2S, dan CH4 yang dioksidasi bakteri anaerobik dan dilepaskan ke atmosfer. 9 Air limbah yang sudah cukup tinggal di kolam fakultatif, akan dialirkan ke kolam maturasi (kolam pematangan). Fungsi dari kolam maturasi adalah mengolah air limbah secara aerobik, karena sebagian besar limbah organik telah terambil pada unit aerobik dan fakultatif sehingga beban zat organik sudah jauh berkurang. Kolam maturasi berfungsi menjaga baku mutu efluen akhir sebelum di buang ke sungai Bedog. Periode tinggal di kolam maturasi ini berkisar 5–10 hari, karena sebagian besar bakteri Coliform dapat dihilangkan dengan periode tinggal sekitar lima hari (Kusnoputranto, 1997). Pengolahan limbah di Stasiun 1 menyebabkan turunnya kandungan bahan pencenar di Stasiun 2, begitu pula pengolahan di Stasiun 2 menyebabkan turunnya kandungan bahan pencemar di Stasiun 3. Waktu tinggal air limbah di kolam aerasi fakultatif (5–30 hari) memungkinkan terjadi proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri aerobik dan fakultatif, sehingga kandungan bahan organik di stasiun berikutnya menjadi berkurang. Hal semacam juga ditunjukkan rerata pengukuran kandungan Pb air limbah semakin turun di Stasium 2 dan di Stasiun 3, walaupun berdasar hasil analisis ragam tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan. Hasil analisis ragam tersebut dari sisi lain bisa dinyatakan bahwa sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan kolam stabilisasi, baru efektif dalam meningkatkan kualitas air limbah untuk parameter pH, suhu, DO, BOD, COD, dan SS. Pengolahan air limbah sampai pada tahap sekunder (maturasi), belum mampu menurunkan kandungan logam berat (termasuk Pb). Perlu ada pengolahan air limbah untuk tahap tertier, yaitu dengan penambahan sulfida untuk mengendapkan logam-logam berat ke dasar kolam atau dengan klorinasi untuk memecah ikatan logam yang terjadi (Manahan, 1979). 10 Hasil analisis regresi linier ganda menunjukkan bahwa kandungan Pb di air limbah berkorelasi positif terhadap bioakumulasi Pb pada insang, dan daging ikan nila sampel, (r = 38,46 dan 9,22). Maknanya bahwa kandungan Pb pada insang dan daging ikan sampel cenderung meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi Pb pada air limbah di IPAL Sewon. Kandungan Pb yang tiggi pada air limbah memungkinkan terjadinya up take yang lebih besar oleh ikan, baik melalui jalur respiratorik maupun tractus digestivus. Hasil pengukuran kandungan Pb pada insang dan daging dari 36 sampel ikan nila, ternyata semuanya mengandung Pb (Tabel 2). Kandungan Pb pada insang berkisar antara 9,797 – 54,229 ppm. Hasil analisis ragam konsentrasi Pb pada insang ikan sampel tidak berbeda nyata (p>0,05) pada ketiga stasiun pengamatan. Rerata kandungan Pb terendah ditemukan pada Stasiun 3, dan tertinggi pada Stasiun 1. Kandungan Pb pada insang ikan sampel cenderung meningkat sejalan dengan bulan pengamatan. Logam berat Pb dapat masuk dan terakumulasi dalam insang pada saat ikan melakukan respirasi. Pb yang terlarut di air terbawa masuk dan bersentuhan dengan permukaan insang. Persentuhan tersebut memicu produksi dan sekresi mukosa yang segera melapisi permukaan epitellium lamella insang. Permukaan epitellium yang tertutup mukosa berakibat terhambatnya difusi oksigen ke dalam kapiler darah, sehingga hemoglobin darah mengalami kerusakan fisik. Banyaknya hemoglobin yang rusak menyebabkan kadar protein plasma darah turun, sehingga daya tarik kapiler darah terhadap air juga menurun. Akibat lebih jauh Pb yang terkandung dalam air terakumulasi di dalam jaringan bawah epitellium, dan dapat menyebabkan lepasnya sel/jaringan epitellium. Konsentrasi substansi kimia toksik menyebabkan sel-sel lamella sekunder pada insang menjadi rusak, 11 dan hal tersebut akan mempengaruhi fungsi vital respirasi dan pengaturan kadar garam tubuh ikan (Mustofa, 2001). Tabel 2. Kandungan Pb pada Insang (I) dan Daging (D) Ikan Nila di IPAL Sewon pada Bulan April- Juni 2004 Waktu Penganbilan Stasiun Pengamatan 1 Kandungan Pb (ppm) 2 3 I D I D 4 Rerata (ppm) I D I D I D 13,472 7,430 16,432 7,888 15,135 7,932 15,206 8,270 15,061 7,880 Stasiun 1 11,172 7,875 13,526 8,638 10,976 7,981 12,900 7,969 12,143 8,116 April Stasiun 2 12,984 5,562 9,797 7,952 11,557 5,720 11,058 5,885 11,349 6,279 Stasiun 3 18,321 9,097 16,819 8,704 19,866 9,020 27.071 10,981 20,519 9,444 Stasiun 1 16,418 9,211 19,579 7,766 16,833 8,588 18,854 9,018 17,921 8,646 Mei Stasiun 2 22,846 8,262 19,826 8,383 12,080 7,258 16,291 8,708 17,761 8,153 Stasiun 3 54,299 10,113 30,480 11,394 51,948 13,204 19.984 12,329 39,178 11,760 Stasiun 1 27,888 10,848 20,062 12,040 30,981 10,019 27,765 10,142 26,674 10,762 Juni Stasiun 2 31,316 11,112 28,547 6,012 31,021 8,038 34,324 9,521 31,302 8,670 Stasiun 3 Dirjen POM 2 ppm FAO 2 ppm Depkes RI 4 ppm Toksik dan letal 1 mg/hari dan 10 gr/hari Keterangan: I = insang, D = daging. Dirjen POM, FAO, dan Depkes RI, untuk ambang batas kandungan Pb pada makanan yang diperbolehkan. Toksik dan letal adalah kandungan Pb pada makanan yang dapat bersifat toksik dan mematikan untuk manusia (Bowen, 1972). Kandungan Pb pada daging ikan nila sampel menunjukkan kenaikan sejalan dengan berjalannya bulan pengamatan, berarti telah terjadi bioakumulasi (p<0,05). Bioakumulasi Pb ini terjadi karena proses absorpsi melalui kutikula dan tractus digestivus. Ikan nila adalah omnivora, sehingga memakan semua jenis makanan yang ditemuka termasuk sisa sampah organik. Logam berat termasuk Pb cenderung membentuk senyawa kompleks dengan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air limbah. Senyawa kompleks Pborganik tersebut dapat terabsorbsi ke dalam tubuh ikan nila dan selanjutnya akan terdistribusi ke jaringan otot (daging). Logam Pb di dalam tubuh ikan akan berikatan dengan protein membentuk senyawa metalotionein (MTN) yang bersifat permanen di dalam sel, tidak dapat diregulasi, dan tidak dapat diekskresi, sehingga bersifat bioakumulatif. 12 Parameter fisik dan kemik kualitas air limbah IPAL Sewon yang diukur adalah pH, suhu, DO, alkalinitas, kesadahan, dan turbiditas. Hasil pengukuran kualitas air limbah IPAL Sewon adalah sebagai berikut: Tabel 3. Kualitas Air Limbah IPAL Sewon pada Bulan April – Juni 2004 Waktu Stasiun pH Suhu DO AlkaliKesaPengambilan Pengamatan nitas dahan Stasiun 1 6,9 30 1,6 98,4 83,1 April Stasiun 2 7,2 30 3,1 85,6 71 Stasiun 3 7,4 29,3 4,6 81,2 57 Stasiun 1 6,9 30 2,2 102,5 82 Mei Stasiun 2 7,4 29 3,4 92,3 85,6 Stasiun 3 7,6 29,1 4,2 94,7 71,5 Stasiun 1 6,6 30 2,3 75,8 82,2 Juni Stasiun 2 7,3 29,4 3 98,7 79,1 Stasiun 3 7,3 28 4,3 99,4 97,2 Turbiditas 64 62 32 65 64 43 52 49 33 Derajad keasaman (pH) air limbah berkisar antara 6,6 – 8, berarti telah memenuhi baku mutu air golongan C (Suratmo, 1995). Derajad keasaman berperan penting dalam respirasi dan sistem enzimatis tubuh ikan. Perairan dengan pH tinggi akan menurunkan DO, sehingga aktivitas resprasi ikan akan meningkat. Hasil analisis regresi linier ganda ternyata pH berkorelasi negatif terhadap bioakumulasi Pb pada insang (r = - 6,13), tetapi berkorelasi positif terhadap bioakumilasi pada daging ikan nila (r = 7,47). Maknanya bahwa kandungan Pb pada insang cenderung menurun dengan adanya kenaikan pH air limbah, sementara itu kenaikan pH akan meningkatkan kandungan Pb dalam daging ikan nila. Air limbah dengan pH tinggi menyebabkan Pb dalam bentuk sulfida dan dapat mengalami presipitasi, lebih banyak larut, sehingga akan lebih banyak terabsorbsi oleh organisme akuatik (Mustofa, 2001). Bioakumulatif Pb dalam tubuh ikan nila bersumber dari akumulasi Pb pada rantai makanan dari organisme-organisme pada trofik bawah, sehingga masuknya Pb dalam tubuh ikan menjadi lebih banyak lewat tractus digestivus. 13 Pengukuran suhu air limbah di IPAL Sewon berkisar antara 28 – 300C, dan berdasar uji regresi terhadap bioakumulasi Pb, berkorelasi negatif baik pada insang maupun daging ikan nila (r = -9,16 dan r = -0,90). Berarti bioakumulasi Pb cenderung menurun dengan adanya kenaikan suhu, akan tetapi hasil pengukuran suhu tersebut masih dalam rentang kelayakan untuk air golongan C. Oksigen terlarut (DO) air limbah di IPAL Sewon antara 1,6 – 4,6 ppm. Berdasar koefisien regresi parsial untuk kandungan Pb pada insang dan daging ikan nila, diperoleh r = -2,15 dan r = -2,85. Bahwa kandungan Pb tersebut cenderung menurun dengan adanya kenaikan DO. Pengukuran alkalinitas air limbah IPAL Sewon termasuk dalam katagori sedang (75,6 – 102,5 mgCaCo3/l). Alkalinitas air dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion penentu alkalinitas (karbonat = CO32-, bikarbonat = HCO3-, dan hidroksida = OH-). Ion-ion tersebut dapat berkaitan dengan Pb, dan berpengaruh terhadap tingkat kelarutan Pb di perairan. Nilai koefisien regresi parsial kandungan Pb pada insang dan daging ikan nila adalah r = - 0,34, dan r = - 0,001, berarti prediksi nilai kualitas air limbah untuk parameter alkalinitas tidak banyak berperan dalam bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan sampel. Pengukuran kesadahan air limbah IPAL Sewon termasuk katagori sedang (57 – 97,2 mg CaCo3/l). Kesadahan ditentukan oleh jumlah kation kalsium (Ca2+), dan magnesium (Mg2+). Hasil analisis regresi bahwa kesadahan berkorelasi negatif terhadap bioakumulasi Pb pada insang (r = -0,14), dan daging (r = -0,07) ikan nila. Berarti kandungan Pb tersebut cenderung menurun sejalan dengan turunnya kesadahan. Air sadah tinggi dapat mendorong Pb menempati pada sisi aktif enzim di jaringan insang atau 14 otot ikan nila. Air yang bersifat sadah diasumsikan terjadi defisiensi Ca yang akan memacu ikan nila mengabsorbsi Pb sebagai pengganti kebutuhan esensial Ca. Angka turbiditas air limbah IPAL Sewon berkisar antara 32 – 63 NTU. Hasil analisis regresi diperoleh angka korelasi positif terhadap bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila, dengan nilai r = 0,07, dan r = 0,01, tetapi ternyata tidak memberikan sumbangan nyata (p<0,05). Berarti turbiditas tidak memberi sumbangan yang berarti terhadap bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila sampel. Hal ini bisa terjadi karena proses pengolahan air limbah mampu menurunkan turbiditas, sehingga kelarutan Pb yang bersifat bioavailable baik pada jaringan insang maupun daging menjadi berkurang. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Terjadi bioakumulasi Pb pada insang (9,797 – 54,299 ppm), dan pada daging (5,562 – 13,204 ppm) ikan nila di IPAL Sewon. Bioakumulasi ini berkaitan dengan kandungan Pb air limbah yang berkisar antara 0,068 – 0,309 ppm. 2. Bioakumulasi Pb pada insang dan daging ikan nila di IPAL Sewon, secara nyata dipengaruhi oleh interaksi bersama antara kandungan Pb dengan variabel kualitas air limbah (pH, suhu, DO, alkalinitas, kesadahan, dan turbiditas), akan tetapi kontribusi terbesar diberikan oleh kandungan Pb pada air limbah. 3. Kandungan Pb air limbah IPAL Sewon tidak berbeda nyata (p<0,05) utuk masing-masing stasiun pengamatan, sedangkan kandungan Pb pada insang dan daging ikan nila berbeda sejalan dengan bulan pengambilan sampel. 15 B. Saran Berdasar hasil penelitian, ternyata ikan nila yang hidup di kolam IPAL Sewon mengandung Pb melebihi ambang batas yang diperbolehkan sebagai konsumsi (berdasar kandungan Pb pada insang dan daging ikan sampel). Disarankan agar IPAL Sewon memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar yang sering menangkap ikan di kawasan ini, agar sebaiknya tidak mengkonsumsi karena kandungan Pb yang sudah melebihi batas layak konsumsi. Ikan nila yang difungsikan sebagai bioindikator kualitas air limbah di IPAL Sewon agar layak dikonsumsi, perlu juga pengendalian kualitas kemik lainnya terutama menyangkut kandungan logam berat, dengan cara pengolahan tertier. Pengolahan limbah sampai tahap tertier dapat dilakukan dengan menambahkan sulfida agar logam-logam berat mengendap ke dasar kolam, atau dengan klorinasi untuk memecah ikatan logam yang terjadi. Bila hal ini bisa dilakukan maka kolam-kolam yang ada di IPAL Sewon dapat dikembangkan lagi dalam fungsi ganda, yaitu selain berfungsi pengendalian pencemaran air juga untuk kolam produksi perikanan darat. Banyak penelitian lain yang bisa dilakukan di IPAL Sewon, berkaitan dengan faktor lain yang berperan terhadap bioakumulasi logam berat (selain Pb) terhadap jenis organisme di perairan IPAL Sewon, sehingga akan diperoleh pengetahuan komprehensip berkaitan dengan permasalahan mekanisme bioakumulasi logam berat pada berbagai organisme insitu. DAFTAR PUSTAKA Bowen, H.M.J. (1972). Environmental chemistry of the element. London: Academic Press, Inc. 16 Conel, D.W. & Miller, G.J. (1995). Kimia dan ekotoksikologi pencemaran. (Terjemahan: Yanti Koestoer). Jakarta: Penerbit UI Press. Darmono. (1995). Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta: Penerbit UI Press. Kristanto, P. (2002). Ekologi industri. Yogyakarta: Penerbit Andi Ofset. Kusnoputranto, H. (1997). Air limbah dan ekskreta manusia. Jakarta: Dirjen Dikti. Manahan, S.E. (1972). Environmental chemistry. 4th edition. Boston: Williard Grand Press. Mustofa, F.I. (2001). Bioakumulasi logam berat Cd dan Cr pada ikan Mas (Cyprinus carpio) di karamba apung waduk Saguling, Kabupaten Bandung. Skripsi yang tidak dipublikasi. Yogyakarta: F. Biologi UGM. Palar, H. (1994). Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka Cipta. Suratmo, F.G. (1995). Analisis mengenai dampak lingkungan. Cetakan ke 7. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tchobanoglous, G. & Burton, F. (1972). Wastewater engineeing, treatment, disposal and Reuse. 3rd edition. New York: McGraw-Hill Book, Inc. ----- 0 ----- 17