UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANALISIS POTENSI INTERAKSI OBAT DIABETES MELITUS PADA RESEP OBAT PASIEN RAWAT JALAN DI RSAL DR. MINTOHARDJO SKRIPSI KHALIDA HANDAYANI NIM.1110102000008 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA APRIL 2015 i UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANALISIS POTENSI INTERAKSI OBAT DIABETES MELITUS PADA RESEP OBAT PASIEN RAWAT JALAN DI RSAL DR. MINTOHARDJO SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi KHALIDA HANDAYANI NIM.1110102000008 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA APRIL 2015 ii iii iv v ABSTRAK Nama : Khalida Handayani NIM : 1110102000008 Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Analisis Potensi Interaksi Obat Diabetes Melitus Pada Resep Obat Pasien Rawat Jalan Di RSAL Dr.Mintohardjo Interaksi obat merupakan salah satu dari Masalah Terkait Obat yang dapat mempengaruhi terapi pasien. Kemungkinan interaksi obat meningkat 2,5 kali lipat untuk setiap obat yang ditambahkan ke resep pasien, dan pada pasien dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap menghadapi efek samping dari interaksi obat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien, karakteristik resep dan potensi interaksi dari peresepan obat Antidiabetik oral di RSAL Dr. Mintohardjo pada periode Januari-Maret 2014. Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan deskriptif dan data diambil secara retrospektif. Dari 310 lembar resep yang memenuhi kriteria inklusi, diperoleh 65,80% berpotensi mengalami interaksi obat dan 85,80% potensi interaksi terdapat pada resep dengan jumlah obat ≥5. Obat yang paling banyak berpotensi menyebabkan interaksi obat adalah Metformin dan potensi interaksi yang paling sering terjadi dalam penelitian ini adalah antara Metformin dengan Akarbosa. Mekanisme interaksi yang paling banyak adalah interaksi farmakodinamik dengan 242 kasus (40,27%). Dengan menggunakan uji statistik Kai Kuadrat diketahui adanya hubungan bermakna antara jumlah obat dalam resep yang mengandung obat antidiabetik oral dengan jumlah interaksi obat yang teridentifikasi (p<0.05). Hasil odds ratio menunjukan bahwa pasien yang menerima jumlah obat ≥5 beresiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat (95% CI, 5.93317.806). Kata Kunci: interaksi obat, antidiabetik oral, resep vi ABSTRACT Name : Khalida Handayani NIM : 1110102000008 Study Program : Farmasi Title : Analysis of Potential Drug Interactions of Diabetes Mellitus Outpatients' Prescription In Mintohardjo Central Navy Hospital Drug Interaction is one of the Drug Related Problems (DRPs) that may affect patient treatment outcomes. The probability of drug interaction increased 2,5 fold for each medication added to the patient’s prescription, and those patients with Diabetes Mellitus were more prone to facing adverse effects from drug interactions. The purposes of this research were to reveal the patients and prescribing pattern and potential drug interaction problem on prescribe Oral Antidiabetic in Mintohardjo Navy Central Hospital period in January-March 2014. This research used descriptive design and data retrieved in retrospectively. From 310 outpatient prescriptions that met the inclusion criteria, found 65,80% potential drug interaction and 85,80% potential drug interaction found in prescriptions that has ≥5 drugs. Drug most potentially cause drug interactions is Metformin and potential interactions that occur most frequently in this study were between Metformin with Acarbose. The mechanism of interaction is at most pharmacodynamics interaction with 242 cases (40,27%). By using statistical analysis Chi Square known of the significant correlation between the number of medication in one prescription that containing oral antidiabetic with the number of drug interaction that identified (p<0.05). The odds ratio result showed patients that receiving ≥5 drugs of medication has 10.278 fold higher risk of experiencing a potential drug interactions (95% CI, 5.933-17.806). Keywords: drug interaction, oral antidiabetic agents, prescription vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Rosul tercinta, Nabi Muhammad saw yang merupakan suri tauladan bagi umatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama penyusunan skripsi ini, penulis selalu mendapatkan motivasi, bantuan dan dukungan selama melaksanakan penyusunan skripsi ini. penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya: 1. Kedua orang tua penulis, Ayah Dr. Abd Aziz Hsb M.Pd dan Mama Siti Bayinah M.Ag terima kasih untuk semua hal yang sudah diberikan, yang juga senantiasa mendoakan setiap langkah yang penulis kerjakan demi kesuksesan penulis. Serta Kak Dewi, Kak Ami dan Farhan yang telah memberikan semangat kepada penulis selama masa-masa penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Yardi, M.Si, Apt, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih penulis ucapkan atas waktunya, semua arahan, inspirasi dan kebaikan dalam bimbingannya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Drs. R.E Aritonang, M.Si, Apt selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih penulis ucapkan atas waktunya, semua arahan, bimbingan, inspirasi, pelajaran serta kebaikannya dalam bimbingannya kepada penulis selama penyusunan skripsi. viii 4. Kepala Bagian Apotek dan Kepala Bagian Bangdiklatkes RSAL Dr. Mintohardjo yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di tempat tersebut. 5. Bapak Dr. H Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7. Bapak Ibu Pegawai Apotek RSAL Dr. Mintohardjo. Terima kasih atas bantuannya, saran serta informasinya. 8. Sahabat terbaik selama menjalani perkuliahan di Program Studi Farmasi, Silky, Farah dan Deisy. Terima kasih banyak, semoga kita semua menjadi orang yang sukses, amin. 9. Teman seperjuangan saat bimbingan, Shelly dan Isa. Terima kasih banyak atas semua bantuannya. 10. Teman-teman Farmasi B dan Andalusia, semoga kita dapat menjadi pionir dalam mengembangkan profesi Farmasi berbasis Islami dan bermanfaat bagi orang banyak, amin 11. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yang telah berperan aktif membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan dalam skripsi ini. Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya dari Penulis selaku manusia, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat Penulis harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang. Tangerang Selatan, April 2015 Penulis ix x DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ..............................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... v ABSTRAK................................................................................................................ vi ABSTRACT ............................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ............................................................................................viii HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ............................................................. x DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3 1.3 PertanyaanPenelitian .................................................................................... 3 1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3 1.5 Hipotesis......................................................................................................... 3 1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3 1.7 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5 2.1 Interaksi Obat ............................................................................................... 5 2.1.1 Pengertian Interaksi Obat .................................................................... 5 2.1.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat ..................................................... 6 2.1.3 Jenis Obat yang berinteraksi ............................................................... 7 2.1.4 Tipe Mekanisme Interaksi Obat .......................................................... 8 2.1.4.1 Interaksi Farmakokinetika .......................................................... 8 2.1.4.2 Interaksi Farmakodinamika ...................................................... 11 2.2 Peran Apoteker dalam Penanganan Interaksi Obat .................................. 11 2.3 Pengertian Diabetes Melitus ....................................................................... 13 xi 2.3.1 Tipe Diabetes Melitus ......................................................................... 13 2.3.2 Pemantauan Diabetes Melitus ............................................................ 14 2.3.3 Tatalaksana Terapi ............................................................................. 16 2.4 Pengertian Polifarmasi ................................................................................ 20 2.5 Pengertian Resep ......................................................................................... 20 2.6 Profil Rumkital Dr. Mintohardjo` .............................................................. 21 2.6.1 Sejarah Singkat ................................................................................... 21 2.6.2 Apotek BPJS Rawat Jalan.................................................................. 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 23 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 23 3.2 Definisi Operasional .................................................................................... 24 3.3 Jenis Penelitian ............................................................................................ 25 3.4 Populasi dan Sampel ................................................................................... 25 3.4.1 Populasi ............................................................................................... 25 3.4.2 Teknik Sampling ................................................................................. 25 3.4.2.1 Kriteria Inklusi .......................................................................... 25 3.4.2.2 Kriteria Eksklusi ........................................................................ 25 3.4.3 Jumlah Sampel ................................................................................... 26 3.5 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 26 3.6 Rencana Pengumpulan Data ....................................................................... 26 3.7 Rencana Analisis Data................................................................................. 26 3.8 Sumber data ................................................................................................ 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 27 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 27 4.1.1 Analisa Univariat ................................................................................ 27 4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Pasien ............................................... 27 4.1.1.2 Gambaran Karakteristik Resep ................................................ 28 4.1.1.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat ............................................ 31 4.1.2 Analisa Bivariat .................................................................................. 34 xii Hubungan Antara Jumlah Jenis Obat Dalam Resep Dengan Banyaknya Potensi Interaksi Obat Yang Ada ................................ 35 4.2 Pembahasan Penelitian ............................................................................... 35 4.2.1 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 35 4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 36 4.2.2.1 Karakteristik Pasien dan Karakteristik Resep dalam Potensi Interaksi Obat Resep Antidiabetik Oral ................................... 36 4.2.2.2 Potensi Interaksi Obat dalam Resep Obat Antidiabetik Oral.. 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 47 xiii DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Halaman Gambaran Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur dalam Lembar Resep .................................................................................................. 27 4.2 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Jumlah Obat ..................................... 28 4.3 Gambaran Distribusi Obat Berdasarkan Penggunaan Obat Antidiabetik Oral.... 29 4.4 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Penggunaan Golongan Obat Antidiabetik Oral pada Resep ........................................................................... 30 4.5 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Ada dan Tidaknya Potensi Interaksi Obat ................................................................................................................. 31 4.6 Gambaran Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Umur Pasien ............................ 32 4.7 Gambaran Jumlah Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Pemakaian Antidiabetik Oral pada Resep ............................................................................................... 32 4.8 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tipe Mekanisme Interaksi dan Tingkat Keparahan Interaksi Obat .............................................................. 33 4.9 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral dan Hasil Klinis Berdasarkan Penelusuran Literatur Jurnal Terbaru ............................................ 34 4.10 Gambaran Distribusi Jumlah Obat yang Diresepkan dalam Lembar Resep dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat ........................................................... 35 xiv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Tiap Resep ..................... 53 Lampiran 2. Data Output SPSS Analisis Bivariat ...................................................... 68 xv 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien, dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan terjadinya praktik polifarmasi, maka kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar (Setiawan (Abstrak), 2011). Beberapa laporan studi menyebutkan proporsi interaksi obat dengan obat lain (antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien rawat-inap dan 9,2% sampai 70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan, walaupun kadang-kadang evaluasi interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi secara teoretik selain interaksi obat sesungguhnya yang ditemukan dan terdokumentasi (Peng, C.C et al, 2003 dalam Gitawati, 2008). Sebuah studi di Amerika Serikat mencatat bahwa hampir semua pasien diabetes melitus di instalasi rawat jalan (92,5%) berada pada risiko mengalami interaksi obat tingkat sedang, dan 70,5% berisiko mengalami interaksi obat tingkat ringan (Dinesh et al, 2007). Adapun di Swedia, dari 5.125 pasien rawat jalan yang kebanyakan pasien geriatrik, rata-rata setiap pasien memiliki 1,6 jumlah interaksi obat dimana obat antidiabetes penyebab terbanyak yang menyebabkan interaksi (Bregendal, Friberg, & Schaffrath, 1995). Menurut penelitian Utami (2013) di Pontianak, dari 1.435 resep pasien diabetes melitus rawat jalan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi pada 62,16% resep obat yang menerima obat antidibetik oral, dan dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa kejadian potensi interaksi obat 6 kali lebih besar pada resep yang mengandung jumlah obat ≥5 dibandingkan dengan resep yang mengandung jumlah obat <5; adapun penelitian yang dilakukan Dinesh et al (2007) pada sebuah rumah sakit di Pokhara, Nepal, pasien diabetes yang berumur 51-60 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami interaksi obat tingkat moderate, dimana yang paling banyak dalam potensial menyebabkan interaksi obat adalah penggunaan obat antara metformin dengan enalapril. 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 Menurut Marquito et al (2014) yang dikutip oleh Bastos (2014), kemungkinan interaksi obat meningkat 2,5 kali lipat untuk setiap obat yang ditambahkan ke resep pasien, dan pada individu dengan diabetes melitus termasuk lebih rentan menghadapi efek samping dari interaksi obat. Pada penggunaan obat antidiabetik oral (ADO) pada pasien diabetes melitus, dapat terjadi interaksi dengan obat-obat tertentu yang digunakan oleh pasien sehingga menyebabkan terjadinya gejala hipoglikemia yang merupakan efek samping paling berbahaya. Gejala hipoglikemia berupa berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi berkurang, ataksia, hemiplegia dan koma (Sari, 2008). World Health Organization (2013) menyebutkan bahwa 347 juta orang di dunia menderita diabetes melitus dan 80% terjadi pada negara berkembang menengah maupun menengah kebawah, dimana Indonesia berada di peringkat keempat kejadian diabetes terbesar di dunia setelah India, Amerika Serikat, dan China, dengan jumlah orang dengan diabetes sebesar 8,4 juta pada tahun 2000 dan diprediksi akan bertambah hingga 21,3 juta orang pada tahun 2030. Menurut riset Riskesdas 2013, prevalensi diabetes melitus mengalami peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi 2.1% (2013) berdasarkan diagnosis atau gejala. Pada data profil kesehatan Kemenkes (2012) berdasarkan diagnosis atau gejala, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi yaitu sebesar 2,6%, diikuti oleh Aceh sebesar 1,7% (Kemenkes, 2013). Dari hasil pengamatan sampling awal pada Apotek RSAL Dr. Mintohardjo, lembar resep obat antidiabetik oral perhari mencapai 20-50 resep dan sekitar >200 lembar perbulannya. Tiap resep dengan jumlah obat 2->5 berpotensi mengalami interaksi obat. Berdasarkan yang telah dijabarkan diatas, peneliti ingin menganalisis gambaran potensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan pasien diabetes melitus di RSAL Dr Mintohardjo dan mengetahui apakah ada hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat yang diresepkan dengan jumlah interaksi yang terjadi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang menunjukan bahwa efek terapi yang diinginkan pada pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh jumlah obat dan terjadinya potensi interaksi obat pada peresepan obat antidiabetik oral. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien dan karakteristik resep/obat pada lembar resep pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo? 2. Bagaimana gambaran potensi interaksi obat pada pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo? 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui potensi interaksi obat pada penggunaan obat antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus rawat jalan. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik pasien dan karakteristik resep/obat pada lembar pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo 2. Untuk mengetahui gambaran potensi interaksi obat pada pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr Mintohardjo 1.5 Hipotesis Adanya potensi yang bermakna pada peresepan obat antidiabetik oral yakni antara jumlah obat yang diresepkan dengan jumlah interaksi obat. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Secara Aplikatif (Bagi RSAL Dr Mintohardjo) Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai program informasi atau intervensi dalam mengatasi cikal bakal masalah kesehatan dengan adanya potensi interaksi obat dalam peresepan obat antidiabetik oral. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 1.6.2 Manfaat Secara Teoritis (Bagi Program Farmasi UIN Jakarta) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai tambahan referensi guna memberikan masukan data dan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka dalam pengembangan ilmu kefarmasian terutama farmasi klinis mengenai diabetes melitus dan interaksi obat. 1.6.3 Manfaat Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman langsung serta menambah wawasan dalam dunia farmasi klinis mengenai potensi interaksi obat yang terjadi dalam penggunaan antidiabetik oral, sehingga peneliti dapat menerapkan ilmu kefarmasian khususnya dalam farmasi klinis. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi interaksi obat dalam penggunaan obat antidiabetik oral pada pasien rawat jalan diabetes melitus RSAL Dr Mintohardjo Jakarta tahun 2014. Sasaran dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus rawat jalan RSAL Dr Mintohardjo Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain retrospektif, data yang diambil adalah data resep pasien diabetes melitus rawat jalan di Apotek RSAL Dr. Mintohardjo periode Januari-Maret 2014. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Interaksi Obat Interaksi obat merupakan perubahan aktivitas farmakologi suatu obat karena pemakaian bersamaan dengan obat lain agen kimia lain. Interaksi obat dapat mengurangi efek obat, meningkatkan efek obat, atau meningkatkan toksisitas. Dalam beberapa hal, interaksi obat dapat menguntungkan tetapi interaksi obat dapat menjadi merugikan bahkan berbahaya bagi kesehatan. 1.1.1 Pengertian Interaksi obat Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai interaksi antara obat dengan zat lain yang mencegah obat melakukan efek seperti yang diharapkan. Definisi ini berlaku untuk interaksi obat dengan obat lain (interaksi obat-obat), serta obat dengan makanan (interaksi obat-makanan) dan zat yang lainnya (Arulselvi et al, 2013). Interaksi obat adalah keadaan dimana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat, dimana dapat menghasilkan efek meningkat atau menurun atau menghasilkan efek baru yang tidak dihasilkan oleh obat tersebut. Interaksi ini dapat terjadi dari penyalahgunaan yang disengaja atau karena kurangnya pengetahuan tentang bahan-bahan aktif yang terdapat dalam zat terkait. (Bushra et al, 2011). Adapun menurut Penzak (2010) yang dikutip dari Tatro (1992) interaksi obat merupakan respon farmakologis atau klinis yang berbeda antara efek dari obat yang dikombinasikan dengan efek yang telah diketahui apabila obat-obat tersebut diberikan sendiri-sendiri. Menurut Raich et al (1997) secara sederhananya pengertian interaksi obat adalah perubahan dalam efek satu obat bila diberikan dengan obat lain, makanan, atau substansi lainnya. Misalnya, dua atau lebih obat yang diminum bersama-sama dapat mengubah cara obat tersebut bekerja dalam tubuh. Hal ini ini mungkin dapat membuat satu atau lebih obat menjadi kurang aman dikonsumsi atau dapat 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 menyebabkan tidak bekerja sebagaimana mestinya. Sedangkan menurut Stockley (2008) interaksi obat terjadi ketika efek dari satu obat yang dikonsumsi diubah oleh adanya obat lain, jamu, makanan, minuman, atau oleh beberapa agen kimia lainnya. Menurut Hansten & Horn dalam bukunya yang berjudul The Top 100 Drug Interactions 2014 (2014) dalam arti luas interaksi obat terjadi ketika satu obat mempengaruhi farmakokinetik, farmakodinamik, khasiat, atau toksisitas dari obat lain. Kedua obat tidak perlu secara fisik berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan efek. Ketika kombinasi obat menghasilkan efek yang tidak diinginkan, interaksi obat menjadi interaksi obat yang merugikan. Interaksi obat jauh lebih umum daripada interaksi obat yang merugikan (adverse drug interactions). Interaksi obat dapat mungkin tidak terjadi pada setiap individu. Karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan bahwa interaksi dapat terjadi atau tidak. Faktor-faktor ini termasuk perbedaan antara individu seperti gen, fisiologi, gaya hidup (diet, olahraga), penyakit yang diderita, dosis obat, durasi terapi kombinasi, dan waktu relatif administrasi dua zat (terkadang interaksi dapat dihindari jika dua obat dikonsumsi pada waktu yang berbeda) (Kashif et al, 2012). 1.1.2 Tingkat keparahan (Severity Level) interaksi obat Potensi interaksi obat yang diklasifikasikan menurut klasifikasi yang diusulkan oleh Hansten dan Horn (2002) secara internasional diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia. Interaksi obat secara teratur diperbarui dan sistem klasifikasi ini memberikan ringkasan yang rinci dari hasil klinis, mekanisme aksi yang terjadi dan informasi tambahan. Interaksi obat dikategorikan sebagai major/besar, moderate/sedang atau minor/kecil tergantung pada keparahan hasil dan kualitas dokumentasi. Menurut Tatro (2001) derajat keparahan akibat interaksi diklasifikasikan menjadi minor (dapat diatasi dengan baik), moderat (efek sedang, dapat menyebabkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 kerusakan organ), dan major (efek fatal, dapat menyebabkan kematian) (Yasin, Widyastuti, & Dewi, 2005). Sedangkan menurut Ayuningtyas (2010) yang dikutip dari Tatro (2001), tingkat keparahan major atau efek berat ialah efek potensial yang menyebabkan kerusakan menetap atau mengancam jiwa, tingkat keparahan moderat atau efek sedang dapat menyebabkan perubahan status klinik dan penambahan pengobatan, sedangkan tingkat keparahan minor atau efek ringan dari interaksi obat biasanya tidak membutuhkan pengobatan tambahan. 1.1.3 Jenis obat yang berinteraksi Menurut penelitian Dinesh et al (2007), pada 182 pasien rawat jalan yang menerima obat antidiabetik oral, obat antidiabetik metformin menduduki peringkat pertama sebagai obat yang paling banyak menyebabkan interaksi obat. Adapun menurut peneltian Santi Purna Sari, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari di Depok (2008) pada resep pasien diabetes rawat jalan rawat jalan, resep obat antidiabetik oral yang diketahui berinteraksi sebanyak 41,69% dari jumlah sampel dimana interaksi obat yang sering terjadi adalah interaksi obat antara golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dan golongan biguanid yaitu metformin. Menurut penelitian Utami di tahun 2013 dari 1.435 resep pasien diabetes melitus rawat jalan, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi pada 62,16% resep obat yang menerima obat antidibetik oral. Dalam penelitian tersebut jenis-jenis obat yang sering berinteraksi adalah metformin dan gliklazid. Menurut penelitian Sulistiana dkk (2013) interaksi obat yang paling banyak terjadi antara obat antidiabetik oral yang dikombinasi adalah metformin dengan acarbose yaitu sebesar 51,85% dari total 155 pasien yang masuk inklusi, sedangkan interaksi yang paling banyak terjadi antara obat antidiabetik oral dengan obat lain adalah glimepirid dengan sivastatin yakni sebesar 31,03%. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 1.1.4 Tipe Interaksi Obat Interaksi obat sering diklasifikasikan sebagai interaksi farmakodinamik atau interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik termasuk yang mengakibatkan aditif atau efek farmakologis antagonis. Interaksi farmakokinetik melibatkan induksi atau inhibisi enzim metabolisme di hati atau di tempat lain, situs perpindahan obat dari ikatan protein plasma, perubahan dalam penyerapan gastrointestinal, atau kompetisi untuk sekresi ginjal yang aktif (Bailie et al, 2004). 1.1.4.1 Interaksi Farmakokinetik Menurut Stockley (2008) interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat mempengaruhi proses dengan yang obat diserap, didistribusikan, dimetabolisme dan diekskresikan (disebut juga Interaksi ADME); Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yangmenghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non sedatif lainnya (Gitawati, 2008). Bailie et al (2004) menjabarkan interaksi-interaksi yang terjadi pada tahap farmakokinetika obat, yaitu: 1) Interaksi akibat perubahan dalam penyerapan di gastrointestinal Tingkat penyerapan obat setelah pemberian oral dapat mungkin untuk diubah oleh agen obat lainnya. Penyerapan obat merupakan fungsi dari kemampuan obat untuk berdifusi dari lumen saluran pencernaan ke dalam sirkulasi sistemik. Perubahan pH usus dapat sangat mempengaruhi difusi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 obat serta pelarutan bentuk sediaan. Sebagai contohnya penyerapan ketoconazole menjadi kurang karena adanya pemberian antasida atau antagonis H2 yang mengurangi pelarutan tablet ketokonazole. 2) Interaksi akibat perubahan dalam metabolisme enzim Hati adalah tempat/situs utama dalam metabolisme obat. Situs lain yaitu ginjal dan lapisan saluran pencernaan. Dua tipe utama metabolisme obat di hati yaitu reaksi Tahap I dan Tahap II. Tahap I reaksi oksidatif adalah langkah awal dalam biotransformasi obat, dan dimediasi oleh sitokrom P450 (CYP). Enzim ini dapat dirangsang atau dihambat oleh agen lain, sehingga menyebabkan peningkatan atau penurunan dalam metabolisme obat primer. Pada reaksi Tahap II terjadi setelah reaksi Tahap I, dalam proses ini metabolit obat diubah menjadi senyawa yang semakin larut dalam air sehingga menjadi dapat lebih mudah dieliminasi ginjal. Induksi enzim dapat mengakibatkan peningkatan sintesis enzim CYP, obat lebih cepat di metabolisme, konsentrasi obat subterapeutik dan risiko terapi obat tidak efektif. Kecepatan dari induksi enzim tergantung pada paruh obat yang menginduksi serta laju sintesis enzim. contoh obat yang menyebabkan induksi enzim adalah barbiturat, beberapa antikonvulsan dan rifampisin. Sedangkan Penghambatan enzim bisa terjadi akibat inhibisi nonkompetitif atau kompetitif dari enzim CYP oleh obat kedua, dan efek yang terjadi mungkin terjadi dengan cepat. contoh dari inhibitor enzim di hati termasuk cimetidine, flukonazol dan eritromisin. Hasil kompetitif enzim inhibisi dengan penambahan agen kedua adalah metabolisme lebih lambat dari obat pertama, konsentrasi obat plasma yang lebih tinggi, dan risiko toksisitas. Dalam kasus penghambatan kompetitif, metabolisme kedua obat dapat dikurangi, sehingga konsentrasi yang diharapkan menjadi lebih tinggi dari masing-masing obat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 3) Interaksi Akibat Perubahan dalam Pengikatan Protein (Protein Binding) Obat yang terdapat dalam plasma baik itu terikat secara reversibel pada protein plasma dapat pula dalam keadaan bebas/tidak terikat. Protein plasma utama yang membentuk ikatan obat-protein plasma adalah albumin dan α1-asam glikoprotein yang merupakan obat bebas yang dapat memberikan efek farmakologis. Obat dapat bersaing satu sama lain pada situs pengikatan protein plasma, dan ketika hal ini terjadi, satu obat dapat menggantikan lain yang sebelumnya terikat pada protein. Pemindahan obat dari binding-sites ini akan meningkatkan konsentrasi agen yang tidak terikat dan kemungkinan dapat mengakibatkan toksisitas. biasanya beberapa obat ada yang terdapat pada situs protein binding yang tinggi sampai melebihi 90%. Jadi bahkan penurunan kecil protein-binding secara signifikan dapat menigkatkan konsentrasi bebas obat. Obat yang biasanya sangat terikat dengan protein (protein-binding), dan yang mungkin berpatisipasi dalam interaksi ikatan adalah obat antikonvulsan dan warfarin. 4) Interaksi Akibat Perubahan Ekskresi Ginjal Sebagian besar obat yang dieliminasi oleh ginjal diekskresikan melalui filtrasi pasif glomerulus. Beberapa obat dieliminasi melalui sekresi tubular aktif yaitu seperti penisilin, sefalosporin, dan sebagian besar diuretik. Sekresi aktif dapat dihambat oleh agen sekunder seperti simetidin, obatobat antiinflamasi nonsteroid dan probenesid, dengan mengakibatkan peningkatan konsentrasi obat dalam serum dan penurunan konsentrasi obat dalam kemih. Dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan interaksi yang diinginkan, sementara yang lain dapat menyebabkan hasil terapi yang merugikan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 1.1.4.2 Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat (Gitawati, 2008). 1.2 Peran Apoteker dalam Penanganan Interaksi Obat Apoteker, bersama dengan dokter memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pasien mengetahui akan risiko efek samping dan tindakan yang tepat saat hal tersebut terjadi. Dengan pengetahuan yang rinci tentang obat-obatan, apoteker memiliki kemampuan untuk mengetahui tentang gejala tak terduga yang dialami oleh pasien untuk efek samping yang mungkin terjadi dalam terapi obat mereka. Praktek farmasi klinik juga memastikan bahwa kejadian ADR (Adverse Drug Reaction) diminimalkan dengan menghindari obat dengan efek samping yang potensial pada pasien yang rentan. Jadi, apoteker memiliki peran utama dalam kaitannya dengan pencegahan, deteksi dan pelaporan ADR (Camargo, 2006 dalam Palanisamy, 2009). Dalam jurnal Ansari (2010), disebutkan beberapa pilihan dalam manajemen interaksi obat pada pasien adalah: 1. Menghindari kombinasi seluruhnya Untuk beberapa interaksi obat, risiko selalu melebihi efek terapinya, dan kombinasi harus dihindari. 2. Menyesuaikan dosis obat Terkadang dalam memberikan dua obat yang berinteraksi kemungkinan aman digunakan selama dosis obat disesuaikan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 3. Berikan jarak penggunaan untuk menghindari interaksi Untuk beberapa interaksi yang melibatkan ikatan dalam saluran pencernaan, untuk menghindari interaksi, dapat diberikan jarak penggunaan antara obat-obat minimal 2 jam sebelumnya atau 4 jam setelahnya. 4. Pemantauan untuk deteksi dini Terkadang dalam beberapa kasus ketika kombinasi antara obat yang berinteraksi diperlukan dalam penggunaan, pasien harus terus dipantau untuk melihat efek dari interaksi yang mungkin terjadi. Dengan pemantauan ini, perubahan dosis yang tepat dapat dibuat atau penggunaan obat dihentikan bila perlu 5. Memberikan informasi kepada pasien kemungkinan efek yang merugikan dari interaksi antar obat yang digunakan Terkadang pasien menggunakan kombinasi obat yang berinteraksi tanpa diberikan informasi tentang konsekuensi dari penggunaan obat yang diberikan. 6. Meningkatkan kegunaan sistem penyaringan/screening komputerisasi Sistem screening interaksi obat komputerisasi belum sesukses sebagai salah satu harapan pengidentifikasi interaksi obat yang ideal. Sehingga harus lebih ditingkatkan fungsinya. Menurut Mulyani (2006) farmasis mempunyai peran penting dalam mengidentifikasi masalah yang timbul, kemudian menyelesaikannya secara tepat dan cepat, serta mengupayakan pencegahan; sebagai penyedia informasi yang berkaitan dengan terapi obat dan permasalahan yang terkait dengan terapi. Farmasis juga berperan penting sebagai penyedia jasa penyuluhan dan pendidikan, untuk memotivasi pasien dan keiuarga pasien agar tercapai luaran klinis yang positif dan meningkatkan kualitas hidup pasien. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 1.3 Pengertian Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik kualitatif maupun kuantitatif (Tapan, 2005). Sedangkan menurut Depkes RI (2007) diabetes melitus adalah penyakit dengan kadar gula darah yang melebihi normal dan menunjukkan gejala cepat lapar, cepat haus, sering buang air kecil terutama di malam hari (Mahendra, 2009). Menurut WHO (1999) diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2005). 2.3.1 Tipe Diabetes Menurut International Diabetes Federation (2014) Tipe diabetes yang utama adalah: 1. Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 1 dulu disebut diabetes juvenile-onset. Hal ini biasanya disebabkan oleh reaksi auto-imun dimana sistem pertahanan tubuh menyerang sel-sel yang memproduksi insulin. Alasan bagaimana hal ini terjadi tidak dipahami sepenuhnya. Orang dengan diabetes tipe 1 menghasilkan insulin sangat sedikit atau tidak sama sekali. Penyakit ini dapat mempengaruhi orang dari segala usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak atau dewasa muda. Orang dengan diabetes tipe 1 membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah mereka. Jika orang-orang dengan diabetes tipe 1 tidak mendapatkan insulin, akan menyebabkan kematian. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 2. Diabetes tipe 2 Diabetes tipe 2 dulu disebut diabetes non insulin-dependent atau adultonset, dan menyebabkan setidaknya 90% dari semua kasus diabetes. Hal ini ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif, salah satu atau keduanya dapat ditemukan pada saat didiagnosis diabetes. Diagnosis diabetes tipe 2 dapat terjadi pada semua usia. Diabetes tipe 2 mungkin tetap tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan diagnosis baru dikatakan ketika telah ada komplikasiatau tes glukosa darah atau tes urin rutin dilakukan. Hal ini sering, namun tidak selalu, berhubungan dengan kelebihan berat badan atau obesitas, yang dengan sendirinya dapat menyebabkan resistensi insulin dan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi. Orang dengan diabetes tipe 2 pada awalnya sering dapat mengelola kondisi mereka melalui olahraga dan diet. Namun, seiring waktu kebanyakan orang akan memerlukan obat oral dan atau insulin. 3. Gestational diabetes (GDM) Gestational diabetes adalah suatu bentuk diabetes yang terdiri dari kadar glukosa darah tinggi selama kehamilan. Hal ini dapat terjadi pada 1 dari 25 kehamilan di seluruh dunia dan berhubungan dengan komplikasi bagi ibu dan bayi. GDM biasanya hilang setelah kehamilan, tetapi wanita dengan GDM dan anak-anak mereka berada pada peningkatan risiko terkena diabetes tipe 2 di kemudian hari. Sekitar setengah dari wanita dengan riwayat GDM terus terkena diabetes tipe 2 dalam waktu lima sampai sepuluh tahun setelah melahirkan. 2.3.2. Pemantauan Diabetes Melitus Pentingnya peran apoteker dalam keberhasilan pengelolaan diabetes ini menjadi lebih bermakna karena penderita diabetes umumnya merupakan pelanggan tetap apotek, sehingga frekuensi pertemuan penderita diabetes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 dengan apoteker di apotek mungkin lebih tinggi daripada pertemuannya dengan dokter (Depkes, 2005). Pemantauan terhadap kondisi penderita dapat dilakukan apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat penderita menebus obat, atau dengan melakukan hubungan telepon. Pemantauan kondisi penderita sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi.Apoteker harus mendorong penderita untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan yang dirasakannya sesegera mungkin. Apoteker harus bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya dalam penyesuaian dosis obat hipoglikemik oral (OHO). Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes disebabkan karena komplikasi, antara lain komplikasi makrovaskular. Hasil penelitian menunjukkan, penurunan kadar gula saja dapat tidak dapat menurunkan komplikasi makrovaskular. Oleh karena itu ada area lain dari diabetes yang harus diperhatikan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas secara keseluruhan, antara lain: 1. Tekanan darah (target < 130/80 mm Hg) 2. LDL kolesterol (target < 100 mg/dl) 3. Penggunaan aspirin untuk pasien DM dengan hipertensi dan resiko jantung 4. Pemeriksaan mata, kaki, gigi (1x/tahun) 5. Vaksinasi influenza dan pneumokokal Penjelasan diberikan kepada pasien mengenai target dan diharapkan pasien mengerti mengapa monitoring memegang peranan penting dalam terapi pencegahan. (Depkes, 2005) Menurut Palaian et al (2004) karena ekspansi yang cepat dari agen terapi tersedia untuk mengobati diabetes, peran apoteker dalam merawat pasien diabetes melitus juga telah berkembang. Apoteker dapat mendidik pasien tentang penggunaan yang tepat dari obat, skrining untuk interaksi obat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 menjelaskan perangkat monitoring, dan membuat rekomendasi untuk produk bagi pasien diabetes melitus. Apoteker, meskipun bukan sebagai profesional kesehatan untuk mendiagnosa diabetes, mempunyai peran penting dalam membantu pasien mengontrol penyakit mereka. Apoteker dapat memantau kadar glukosa darah pasien dan menjaga tetap stabil. Selama berinteraksi dengan apoteker, pasien dapat menanyakan apoteker pertanyaan-pertanyaan yang tidak mereka tanyakan kepada dokter dan bisa mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit diabetes. Apoteker juga dapat memberi informasi kepada pasien tentang pemberian insulin secara teratur sehingga timbulnya komplikasi dapat dicegah dengan memiliki kontrol glikemik yang ketat. Peran penting lain dari apoteker adalah selalu tersedia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para pasien. Secara keseluruhan, hal tersebut adalah peran apoteker yang paling efisien untuk membantu pasien diabetes dalam mengatasi penyakit mereka (Setter, 2000 dalam Palaian, 2004). 2.3.3 Tatalaksana terapi Menurut Depkes RI (2005) penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes melitus, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan terapi menurut Depkes RI (2005) ada dua jenis terapi yaitu terapi tanpa obat dan terapi obat: a. Terapi tanpa obat 1. Pengaturan diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 1) Karbohidrat : 60-70% 2) Protein : 10-15% 3) Lemak : 20-25% Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 gram perhari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu, makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral. 2. Olah raga Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa. b. Terapi Obat Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya. 1. Terapi insulin. Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe1.Pada DM Tipe-1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolism karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin di samping terapi hipoglikemik oral. 2. Terapi obat Hipoglikemia oral Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinid (meglitinid dan turunan fenilalanin). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanid dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. 3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”. Menurut Dipiro (2009) algoritma pelaksanaan terapi diabetes melitus agar terapi berjalan optimal adalah sebagai berikut: Target: HbA1C: ≤6,5-7,0% GDS: <110-130 mg/dl GDPP: <140-180 mg/dl Intervensi Awal Edukasi/Diet/Olahraga Target Tercapai Pantau HbA1C tiap 36 bulan Target tidak Tercapai setelah 1 bulan Monoterapi/kombinasi ADO Sulfonilurea dan/Metformin Target Tercapai Target tidak Tercapai setelah 3 bulan Lanjutkan Terapi Pantau HbA1C tiap 36 bulan Kombinasi Sulfonilurea dan Metformin Target Tercapai Target tidak Tercapai setelah 3-6 bulan Lanjutkan Terapi Pantau HbA1C tiap 36 bulan Pilihan monoterapi lain: Pioglitazon, Rosiglitazone, Repaglinid, Nateglinid, Acarbose, Insulin/Insulin Analog Pilihan kombinasi lain:  Metformin/Sulfonilurea + Pioglitazon/Rosiglitazon atau Akarbose/Miglitol  Metformin + Nateglinid atau Repaglinid atau Insulin/Insulin Analog Tambahkan terapi insulin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 2.4 Pengertian Polifarmasi Polifarmasi merupakan penggunaan obat dalam jumlah yang banyak dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Meskipun istilah polifarmasi telah mengalami perubahan dan digunakan dalam berbagai hal dan berbagai situasi, tetapi arti dasar dari polifarmasi itu sendiri adalah obat dalam jumlah yang banyak dalam suatu resep (dan atau tanpa resep) untuk efek klinik yang tidak sesuai. Jumlah yang spesifik dari suatu obat yang diambil tidak selalu menjadi indikasi utama akan adanya polifarmasi akan tetapi juga dihubungkan dengan adanya efek klinis yang sesuai atau tidak sesuai pada pasien (Rambadhe dkk 2012, dalam Dewi et al 2014). Adapun menurut Bjerrum et al (2003) seorang individu yang mengalami polifarmasi diidentifikasi dimana apabila menggunakan secara bersamaan dari dua atau lebih obat. Polifarmasi yang didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan beberapa obat, dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti reaksi obat merugikan (adverse drug reaction), interaksi obat-obat (drug-drug interaction), kesalahan pengobatan (medication error) dan kepatuhan yang buruk (poor compliance). Jumlah obat yang di konsumsi merupakan prediktor dari komplikasi ini, dan penggunaan bersamaan dari lima atau lebih menyebabkan risiko dari kejadian masalah terkait obat (Bjerrum, 1998). 2.5 Pengertian Resep Berdasarkan Kepmenkes (2004) resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun menurut Syamsuni (2005) resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada APA (Apoteker Pengelola Apotek) untuk menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien. Yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 2.6 Profil Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta 2.6.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit TNI AL (RSAL) Dr. Mintohardjo Jakarta berlokasi di jalan Bendungan Hilir No. 17 Pejompongan Jakarta Pusat, tampak asri, besar dan kokoh, yang dibangun diatas lahan seluas 42.586 m2. Sejarah RSAL Dr. Mintohardjo berawal dari tempat perawatan sementara yang merupakan poliklinik Dinas Kesehatan Komando Daerah Maritim Djakarta (KDMD). Pada tahun 1957 dengan berkembangnya TNI AL dan tuntutan kebutuhan pelayanan dan perawatan kesehatan dibangun suatu Rumah Sakit dengan nama Rumah Sakit Angkatan Laut Djakarta (RSALD) dan diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1957. Pada tanggal 15 Mei 1974 RSALD berganti nama menjadi RSAL Dr. Mintohardjo, yang pada awalnya mempunyai UGD, poliklinik umum, poliklinik spesialis dan poliklinik sub spesialis serta Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) yang merupakan satu-satunya di Jakarta. RSAL Dr. Mintohardjo ini yang memiliki uji kesehatan (medical check up) yang ditunjang oleh unit rawat inap dan unit penunjang lain yang dapat meningkatkan mutu pelayanan; Adapun RSAL Dr. Mintohardjo merupakan Rumah Sakit rujukan wilayah Indonesia bagian Barat khususnya untuk anggota TNI beserta keluarga. Sebagai RSU tipe B telah terakreditasi sejak tahun 1998 dengan status akreditasi penuh dan sekarang telah merupakan Rumah Sakit tipe B atau kelas dua (II). Tugas utamanya adalah melakukan pelayanan kesehatan baik anggota TNI beserta keluarga maupun masyarakat umum serta dimanfaatkan guna kepentingan pendidikan calon dokter, calon apoteker, calon perawat, calon ahli gizi, calon radiologi dan lain-lain. 2.6.2 Apotek RSAL Mintohardjo Apotek berada diruang lingkup RSAL Dr. Mintohardjo melayani resep anggota BPJS. Apotek BPJS memperoleh barang-barang dari gudang farmasi berupa obat oral (tablet, kapsul, dan sirup) dan topikal (salep dan cream) serta bahan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 baku untuk produksi obat tertentu seperti vaselin, asam silisilat, talk, CaCO3. Permintaan barang ke gudang farmasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan formulir permintaan barang setiap seminggu dua kali. Resep yang masuk di beri nomor urut, kemudian pasien di beri kartu nomor panggil sesuai dengan nomor resepnya. Selanjutnya obat disiapkan, dikemas, dan diserahkan kepada pasien, kemudian resep disimpan sebagai arsip. Obatobat dari apotek BPJS diberikan tanpa dipungut biaya. Jika obat tidak tersedia di apotek BPJS, maka obat direstitusi dari apotik Yanmasum dengan membuat salinan resep yang telah ditanda tangani oleh Apoteker (tim restitusi) kemudian obat tersebut dapat diambil di apotek Yanmasum dengan ketentuan obat-obat tercantum di formularium RSAL Dr. Mintohardjo. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, dapat dinyatakan bahwa dalam peresepan obat antidiabetes oral kemungkinan terdapat potensi interaksi obat dimana interaksi tersebut dapat terjadi dalam tingkatan keparahan tertentu sesuai efek yang telah diprediksi melalui literatur. Adapun penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jumlah obat yang diresepkan dengan jumlah potensi interaksi obat yang terjadi pada resep rawat jalan pasien diabetes melitus periode Januari-Maret 2014. Sehingga bagan kerangka konsep yang ada seperti terlihat pada bagan berikut: Variabel Bebas Variabel Terikat Karakteristik Pasien Karakteristik Resep 1. Jenis Kelamin 2. Umur 1. Jenis Obat: a. 2 - <5 Obat b. ≥5 Obat Potensi Interaksi Obat 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 3.2 Definisi Operasional Variabel Potensi Interaksi Obat Jenis Obat Umur Jenis Kelamin Definisi Potensi interaksi obat adalah potensi aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan (Sari, 2012) Jumlah jenis obat yang diresepkan dalam satu resep pada peresepan obat antidiabetik oral pada pasien rawat jalan RSAL Dr. Mintohardjo Jumlah usia pasien yang tertera pada resep Perbedaan biologis dan fisiologis yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diubah (Umyati, 2010) Cara Ukur Hasil Ukur Pembacaan Resep, 1. Ya dengan: Medscape. 2. Tidak com dan teks book Drug Interaction Stockley Skala Ukur Nominal Pembacaan Resep 1. Jenis obat 2 - <5 obat 2. Jenis obat ≥5 obat (Utami,2013) Nominal Pembacaan Resep Umur Rasio 1. Laki-laki 2. Perempuan Pembacaan Resep Nominal 3.3 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode bersifat deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan desain studi retrospektif, dan pengumpulan data dilakukan dengan cara pengambilan data lembar resep pasien rawat jalan diabetes melitus. 3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi Populasi merupakan suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti, dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh lembar resep pasien diabetes melitus di Apotek RSAL Dr. Mintohardjo, Jakarta Pusat. Populasi target adalah pasien rawat jalan diabetes melitus yang menebus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 resepnya di Apotek RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta. Populasi terjangkau adalah populasi target pada periode Januari-Maret 2014. 3.4.2 Teknik sampling Pada penelitian ini pengambilan sampel pasien diabetes melitus di Apotek RSAL Dr. Mintohardjo dengan menggunakan teknik simple random sampling. Lebih dari dua ribu lembar resep yang mengandung obat antidiabetik oral, sampel yang masuk kriteria inklusi yang didapatkan sejumlah 1.232 kemudian diurutkan dari awal sampai akhir dan diambil satu per satu secara acak dengan bantuan aplikasi Random Number Generator. Kriteria sampel pada penelitian ini yaitu semua pasien diabetes melitus rawat jalan yang mendapatkankan terapi obat antidiabetik oral pada bulan JanurariMaret 2014 di Apotek RSAL Dr.Mintohardjo. Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sampel penelitian ini adalah: 3.4.2.1 Kriteria Inklusi 1. Resep yang mengandung ≥2 macam obat 2. Resep yang mengandung minimal satu obat antidiabetik oral 3.4.2.2 Kriteria Eksklusi 1. Resep yang tidak terbaca dengan jelas 2. Resep rawat inap 3.4.3 Jumlah sampel Pada penelitian ini rumus yang dipakai untuk menentukan jumlah sampel adalah: n= ( ) (Rumus Slovin) (Wasis, 2006) dimana n = jumlah sampel, N= jumlah populasi, dan d= tingkat kesalahan yang dipilih, dalam penelitian ini peneliti memilih tingkat kesalahan 5% dan jumlah populasi adalah jumlah sampel yang masuk kriteria inklusi yakni sejumlah 1.232 lembar resep. Berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut, minimal sampel yang bisa diambil adalah sebesar: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 n= 1.232 = 301,96 = 302 1.232(5% ) + 1 maka sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebesar 310. 3.5 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Apotek RSAL Dr Mintohardjo, pada bulan September dan Oktober 2014. 3.6 Rencana Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan secara retrospektif, yaitu dengan melihat data lembar resep pasien rawat jalan yang mendapatkan terapi obat antidiabetik oral di RSAL Dr. Mintohardjo. Jenis data yang direncanakan pada penelitian ini yaitu data sekunder berupa lembar resep pasien rawat jalan diabetes melitus. 3.7 Rencana Analisis Data Evaluasi interaksi obat dilakukan secara teoritik berdasarkan studi literatur dengan penapisan secara media online menggunakan situs medscape.com dan penapisan secara manual menggunakan buku teks Drug Interactions Stockley. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif; ditentukan persentase gambaran karakteristik pasien dan karakteristik resep, gambaran potensi interaksi obat antidibetik oral dalam resep, dan untuk melihat adanya hubungan yang bermakna antara jumlah dari jenis obat yang diresepkan dengan jumlah interaksi yang terjadi dianalisis menggunakan metode uji Chi-Square 3.8 Sumber Data Sumber data berasal dari lembar resep pasien diabetes melitus di Apotek RSAL Dr. Mintohardjo. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN Penelitian retrospektif ini dilakukan terhadap 310 lembar resep pasien rawat jalan yang menerima obat antidiabetik oral di RSAL Dr. Mintohardjo, adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien dan karakteristik obat yang terdapat dalam lembar resep, dan gambaran potensi interaksi obat dalam peresepan obat antidiabetik oral. 4.1.1 Analisis Univariat Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif data karakteristik pasien seperti umur dan jenis kelamin, karakteristik obat yaitu jumlah jenis obat yang diterima pasien, gambaran resep dan gambaran potensi interaksi obat. 4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Pasien Gambaran karakteristik pasien diabetes melitus rawat jalan berdasarkan jenis kelamin dan umur pasien yang tertera dalam resep obat diabetes melitus rawat jalan adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Gambaran Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur dalam Lembar Resep No 1 Karakteristik Pasien Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Total 2 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 Umur Total Jumlah 154 156 310 Persentase (%) 49,68 50,33 100 4 16 77 121 86 6 1,29 5,16 24,83 39,03 27,74 1,93 310 100 Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa 154 pasien (49,68%) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 156 pasien (50,33%) berjenis kelamin perempuan. 27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 Berdasarkan distribusi umur pasien, pasien yang menerima obat antidiabetik oral paling banyak pada rentang umur 61-70 tahun sebanyak 121 (39,03%) dari 310 sampel, sedangkan yang paling sedikit pada pasien dengan umur 31-40 tahun yaitu hanya sebanyak 4 orang (1,29%). 4.1.1.2 Gambaran Karakteristik Resep Pada penelitian ini, sekitar lebih dari dua ribu lembar resep obat diabetes melitus yang terdapat di RSAL Dr. Mintohardjo, resep yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 1.232 lembar dan data lembar resep yang diambil sesuai perhitungan adalah 310 lembar. Resep dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok resep yang mempunyai jumlah jenis obat dua hingga kurang dari lima dan resep yang mempunyai jumlah jenis obat ≥5, data keseluruhan dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Jumlah Jenis Obat Kategori Jumlah Jumlah Resep Persentase (%) Jenis Obat 2 - <5 ≥5 127 183 40,96 59,03 310 100 Total Berdasarkan tabel 4.2 diketahui dalam penelitian ini, resep obat dengan jenis obat ≥5 lebih banyak dari pada jenis obat dua hingga kurang dari lima yakni sebanyak 183 lembar (59,03%), sedangkan resep dengan jenis obat dua hingga kurang dari lima sebanyak 127 lembar (40,96%). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 Tabel 4.3 Gambaran Distribusi Obat Berdasarkan Penggunaan Obat Antidiabetik Oral No Penggunaan Obat 1 Obat Tunggal 2 3 Kombinasi 2 Obat Kombinasi 3 Obat Nama Obat Jumlah Resep Total Persentase (%) Akarbosa 9 63 20,32 Glimepirid 12 Glikuidon 7 Gliklazid 3 Metformin 32 Akarbosa + Metformin 7 183 59,03 Akarbosa + Glikuidon 23 Akarbosa + Glimepirid 9 Akarbosa + Gliklazid 1 Akarbosa + Pioglitazon 1 Akarbosa + Glibenklamid 1 Glimepirid + Metformin 98 Glimepirid + Gliklazid 2 Glimepirid + Pioglitazon 10 Gliklazid + Glikuidon 1 Metformin + Glikuidon 3 Metformin + Gliklazid 19 Metformin + Glibenklamid 6 Metformin + Pioglitazon 1 Pioglitazon + Gliklazid 1 Akarbosa+Glibenklamid +Metformin 4 58 18,70 Akarbosa + Glikuidon + Pioglitazon 1 Akarbosa + Metformin Gliklazid 4 Akarbosa + Glimepirid + Metformin 31 Akarbosa + Glimepirid + Pioglitazon 1 Akarbosa + Glikazid + Glimepirid 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 No Penggunaan Obat 3 Kombinasi 3 Obat 4 Kombinasi 4 Obat Nama Obat Jumlah Resep Akarbosa + Glimepirid + Glikuidon 4 Glimepirid+ Metformin + Pioglitazon 11 Metformin + Pioglitazon + Glikuidon 1 Akarbosa + Glimepirid + Metformin + Pioglitazon 4 Akarbosa + Metformin + Glikuidon + Pioglitazon 2 Total Persentase (%) 6 1,93 *Sumber: Rahmiati, Supadmi (2010)telah diolah kembali Berdasarkan jumlah penggunaan obat antidiabetik oral dalam satu resep, yang paling banyak digunakan/diresepkan di RSAL Dr. Mintohardjo adalah kombinasi dua obat antidiabetik oral yaitu sebanyak 183 lembar (59,03%) dan yang paling sedikit diresepkan adalah kombinasi 4 obat antidiabetik oral, yakni sebanyak 6 lembar (1,93%) dari 310 jumlah lembar resep. Tabel 4.4 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Penggunaan Golongan Obat Antidiabetik Oral Pada Resep Pemakaian Persentase Golongan Antidiabetik oral Antidiabetik oral pada (%) Resep Inhibitor α-glukosidase (Akarbosa) 103 16,63 Sulfonilurea 268 43,29 181 29,24 I. Glimepirid 13 2,10 II. Glibenklamid III. Glikuidon 42 6,78 IV. Gliklazid 32 5,16 Biguanid (Metformin) 215 34,73 Tiazolidindion (Pioglitazon) 33 5,33 619 100 Total Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa golongan obat antidiabetik oral yang paling banyak diresepkan dalam penelitian ini adalah golongan sulfonilurea, yakni sebanyak 268 lembar (43,29%) dan golongan yang paling sedikit diresepkan yaitu tiazolidindion yakni sebanyak 33 lembar (5,33%). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 4.1.1.3 Gambaran Potensi Interaksi Obat Pada penelitian ini resep dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu kelompok resep yang mempunyai jumlah obat dua hingga kurang dari lima obat dan resep yang mempunyai jumlah obat ≥5. Dari kelompok-kelompok resep tersebut dilihat gambaran potensi interaksi obat yang terdapat pada tabel 4.5 berikut Tabel 4.5 Gambaran Distribusi Resep Berdasarkan Ada dan Tidaknya Potensi Interaksi Obat Ada_interaksi Kategori Ada Interaksi ≥ 5 obat Jenis obat < 5 obat Total Tidak ada Interaksi Total N 157 26 183 % 85,80% 14,20% 100% N 47 80 127 % N % 37,00% 204 65,80% 63,00% 106 34,20% 100% 310 100% Berdasarkan hasil analisis lembar resep pasien yang menerima obat antidiabetik oral, sebanyak 204 lembar (65,80%) resep pasien berpotensi mengalami interaksi obat dan sebanyak 106 lembar (34,19%) resep pasien tidak berpotensi mengalami interaksi obat. Dari tabel 4.5 tersebut dapat dilihat bahwa potensi interaksi obat lebih banyak terjadi pada lembar resep yang terdapat jumlah obat ≥5, yaitu sebanyak 157 lembar (85,80%) sedangkan yang potensi interaksi obat lebih sedikit terjadi pada lembar resep yang terdapat jenis obat dua hingga kurang dari lima, yaitu sebanyak 80 lembar (37,00%). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 Umur 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 Tabel 4.6 Gambaran Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Umur Pasien Pasien Persentase Pasien berpotensi Persentase Keseluruhan (%) Interaksi Obat (%) 4 1,29 4 1,96 16 5,16 9 4,41 77 24,83 49 24,01 121 39,03 77 37,74 86 27,74 60 29,41 6 1,93 5 2,45 310 100 Total *Sumber: Sari (2008) telah diolah kembali 204 100 Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pasien yang mengalami potensi interaksi obat paling banyak adalah kelompok umur 61-70 tahun dengan jumlah pasien yang berpotensi mengalami interaksi obat sebanyak 77 pasien (37,74%) dan paling sedikit pada kelompok umur <41 hanya sebanyak 4 pasien (1,96%). Data jumlah potensi interaksi dari penggunaan antidiabetik oral pada pasien dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Gambaran Jumlah Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Pemakaian Antidiabetik Oral pada Resep Golongan Antidiabetik oral Pemakaian Antidiabetik oral pada Resep Jumlah Potensi Interaksi Persentase (%) 103 268 181 13 42 32 215 33 14 142 99 13 20 10 134 10 4,66 47,34 33 4,34 6,67 3,34 44,67 3,34 Inhibitor α-glukosidase (Akarbosa) Sulfonilurea I. Glimepirid II. Glibenklamid III. Gliquidon IV. Gliklazid Biguanid (Metformin) Tiazolidinedion (Pioglitazon) Total 619 300 100 Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pada pemakaian antidiabetik oral pada resep, golongan sulfonilurea memperlihatkan potensi interaksi terbesar yaitu sebesar 142 (47,34%) dari 268 jumlah obat sulfonilurea yang diresepkan, dimana glimepirid merupakan obat dari golongan sulfonilurea yang paling banyak diresepkan dan paling UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 banyak berpotensi menyebabkan interaksi obat. Golongan obat antidiabetik oral yang juga banyak menyebabkan potensi interaksi obat adalah golongan biguanid yaitu metformin sebesar 134 (44,67%) dari 215 lembar resep metformin yang diresepkan pada pasien, dan dilihat dari masing-masing obatnya, metformin merupakan obat yang paling banyak menyebabkan potensi interaksi obat. Tabel 4.8 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tipe Mekanisme Interaksi dan Tingkat Keparahan Interaksi Obat Potensi Interaksi Kategori Jumlah Mekanisme Interaksi Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak Diketahui 242 178 181 601 164 388 49 601 Total Tingkat Keparahan Ringan Sedang Berat Total Persentase (%) 40,27 29,62 30,12 100 27,29 64,56 8,16 100 Hasil analisis terhadap 204 resep yang berpotensi mengalami interaksi obat, diperoleh hasil bahwa terdapat total potensi kejadian interaksi obat antidiabetik oral adalah sebanyak 601 kasus yang terdiri dari interaksi farmakodinamik dengan 242 kasus (40,27%) sebagai tipe mekanisme potensi interaksi obat yang terbanyak, kemudian interaksi farmakokinetik dengan 178 kasus (29,62%), dan interaksi lainnya dengan 181 kasus (30,12%). Hasil analisis tingkat keparahan potensi interaksi obat pada lembar resep antidiabetik oral yang diperoleh dari tingkat keparahan ringan sebanyak 164 (27,29%), tingkat keparahan sedang 388 (64,56%), dan tingkat keparahan berat sebanyak 49 (8,16%). Untuk distribusi data potensi interaksi obat dari tiap resep selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1. Pada penelitian ini, juga dilakukan penelusuran terhadap hasil klinis interaksi obat antara obat antidiabetik oral dengan obat lain pada tingkat keparahan sedang dan berat saja dengan melakukan penelusuran jurnal-jurnal terbaru dalam rentang lima UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 34 tahun terakhir. Penelusuran hanya dilakukan terhadap tingkat keparahan sedang dan berat saja karena tingkat keparahan minor atau efek ringan dari interaksi obat biasanya tidak membutuhkan pengobatan tambahan. Tabel 4.9 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral dan Hasil Klinis Berdasarkan Penelusuran Literatur Jurnal Terbaru Tingkat Keparahan Sedang Major Interaksi Obat dan Obat Jumlah Glimepirid+Meloxicam Glimepirid+Rifampin Glimepirid+Gemfibrozil Glimepirid+Amitriptilin Glimepirid+Aspirin Glimepirid+Ramipril Glimepirid+Lisinopril Glimepirid+Ciprofloxacin Glimepirid+Clozapin Glimepirid+Ranitidin Glimepirid+Furosemid 19 2 7 2 14 2 1 1 1 9 1 Hasil Klinis Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Glimepirid+Albuterol Glimepirid+Fenofibrat Glimepirid+Asam Mefenamat Glimepirid+Insulin 2 1 4 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 6 Tidak Ada Glimepirid+Na Diklofenak Metformin+Insulin Metformin+Ciprofloxacin Metformin+Ramipril Metformin+Captopril Metformin+Ranitidin Metformin+Digoksin Metformin+Nifedipin Pioglitazon+Gemfibrozil 2 Tidak Ada 14 1 4 2 12 1 17 2 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Interaksi Obat dan Obat Jumlah Metformin+Clozapin Metformin+Albuterol Pioglitazon+Valsartan Gliquidon+Meloxicam Gliquidon+Captopril Gliquidon+Aspirin Gliquidon+Lisinopril Gliquidon+Ramipril Gliquidon+Gemfibrozil Gliquidon+Rifampin Gliquidon+Asam Mefenamat Gliklazid+Gemfibrozil Gliklazid+Allopurinol Glibenklamid+Albuterol 1 1 7 3 1 4 1 2 3 1 1 Hasil Klinis Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 3 5 1 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Glibenklamid+Na Bikarbonat Glibenklamid+Valsartan 1 Tidak Ada 4 Tidak Ada Glibenklamid+Captopril Glibenklamid+Aspirin Glibenklamid+Rifampin Acarbose+Insulin Acarbose+Clozapin Acarbose+Albuterol Acarbose+Pancreatin 2 2 1 5 1 2 1 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Berdasarkan tabel 4.9 dengan penelusuran jurnal terbaru dalam rentang lima tahun terakhir, hanya ada satu interaksi saja yang telah ada hasil klinisnya terhadap pasien, yaitu interaksi antara glimepirid dengan ramipril. 4.1.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.Dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square atau Uji UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 Kai Kuadrat untuk mencari hubungan antara variabel jumlah jenis obat dalam resep dengan variabel banyaknya potensi interaksi obat yang ada. Hubungan Antara Jumlah Jenis Obat dalam Resep dengan Banyaknya Potensi Interaksi Obat yang Ada Hubungan antara jumlah jenis obat dalam resep dengan banyaknya potensi interaksi obat yang ada dapat dilihat pada tabel 4.10 Tabel 4.10 Gambaran Distribusi Jumlah Jenis Obat yang Diresepkan dalam Lembar Resep dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat Kriteria subjek Kategori 2 - <5 obat Ada Potensi Interaksi N 47 % Tidak Berpoten si Interaksi N % 37,00 80 63,00 Total 157 85,80 26 14,20 OR 95% CI 0.0001 10.278 (5.93317.806) % 127 100 Jenis Obat ≥5 obat P Value 183 100 Berdasarkan tabel 4.10, hasil analisis hubungan antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat menggunakan uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas sebesar 0.0001 (P value< 0.05), maka dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat. Hasil odd ratio menunjukkan bahwa pasien yang menerima jumlah jenis obat ≥5 beresiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat. 4.2 PEMBAHASAN PENELITIAN 4.2.1 Keterbatasan Penelitian 1. Dalam penelitian ini penulis memiliki beberapa keterbatasan dimana penelitian ini bersifat retrospektif sehingga tidak dapat monitoring pasien UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 untuk akibat interaksi obat secara aktual, tidak dapat diketahui waktu penggunaan obat pada pasien dan tidak diketahui pula apakah pasien menggunakan obat lain diluar resep obat yang diresepkan. 2. Pada penelitian ini masih banyak variabel lain yang mungkin berhubungan dengan kejadian interaksi obat pada peresepan obat antidiabetik oral seperti penyakit penyerta dan penggunaan obat lain diluar resep, tetapi variabel tersebut tidak diteliti karena adanya keterbatasan waktu peneltitian, keterbatasan dana, dan keterbatasan pengetahuan peneliti. 3. Pada penelitian ini ada 106 resep yang tidak terdapat potensi interaksi obat saat dilakukan screening interaksi obat pada resep dengan literatur yang digunakan. 4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian 4.2.2.1 Karakteristik Pasien dan Karakteristik Resep dalam Potensi Interaksi Obat Resep Antidiabetik Oral Penelitian tentang potensi interaksi obat pada peresepan obat antidiabetik oral ini dilakukan di apotek rawat jalan RSAL Dr. Mintohardjo menggunakan lembar resep pasien yang menerima obat antidiabetik oral selama periode Januari-Maret 2014, hasil inklusi sebanyak 1.232 dan sampel yang diambil menggunakan teknik random sampling sebanyak 310 lembar resep pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki yang menerima obat antidiabetik oral, hal ini mungkin dikarenakan sampel yang diambil untuk penelitian kebanyakan lembar resep pasien yang berjenis kelamin perempuan, dengan hasil penelitian kali ini dapat dikatakan bahwa pria dan wanita mempunyai potensi yang hampir sama dalam kejadian interaksi obat. Dalam peneltian ini, berdasarkan informasi dari lembar resep pasien, rata-rata pasien yang menerima obat antidiabetik oral lebih banyak pada usia diatas 60 tahun. Menurut Gambert & Pinkstaff (2006) separuh dari pasien yang mengalami diabetes melitus adalah pasien yang berusia >60 tahun dimana prevalensi tertinggi ditemukan pada pasien yang berusia >80 tahun, dan jumlah tersebut diperkirakan akan terus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 meningkat hingga mencapai 40 juta jiwa di tahun 2050. Seiring bertambahnya usia, risiko terjadinya diabetes melitus semakin meningkat, menurut Rochmah (2007) dalam Kurniawan (2010) seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi, selain itu, kaum lansia juga mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih rentan terhadap komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM dan adanya sindrom geriatrik. Hal ini membuktikan teori Spence (1921) yang pertama kali mengatakan bahwa semakin bertambahnya usia, toleransi tubuh terhadap glukosa akan semakin menurun, sehingga menyebabkan banyaknya kasus diabetes melitus pada usia lanjut. Berdasarkan jumlah obat antidiabetik oral yang digunakan dalam satu lembar resep pasien, obat antidiabetik oral dengan 2 jenis kombinasi merupakan yang terbanyak diresepkan di RSAL Dr. Mintohardjo yaitu sebanyak 183 lembar (59,03%), hal tersebut dapat memberikan gambaran pada penelitian ini bahwa kemungkinan pasien diabetes melitus tersebut mempunyai kadar glukosa yang tinggi yang belum dapat dikontrol dengan baik apabila menggunakan satu jenis obat antidiabetik oral. Golongan obat antidiabetik oral yang paling sering digunakan/diresepkan dalam penelitian ini adalah golongan sulfonilurea (47,34%), hal ini mungkin dikarenakan obat-obat golongan sulfonilurea adalah obat yang efektif menurunkan kadar gula darah. Menurut Depkes (2005) golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah pada 85-90% pasien diabetes melitus tipe 2, tetapi hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat memproduksi insulin. Dalam penelitian ini, obat dari golongan sulfonilurea yang paling sering diresepkan adalah Glimepirid (29,24%) dimana dari 310 lembar resep yang dianalisis, 181 diantaranya mengandung obat glimepirid. Golongan sulfonilurea yang paling sedikit diresepkan adalah obat Glibenklamid (2,10%), menurut Depkes (2005) glimepirid lebih sering digunakan dari pada glibenklamid karena dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik, dan salah satu efek samping yang beresiko pada pasien diabetes melitus geriatri adalah hipoglikemik; Glimepirid memiliki UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal; dan untuk pasien yang berisiko tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Pasien diabetes melitus yang terdapat dalam penelitian ini mungkin memiliki komplikasi gangguan ginjal akibat diabetes melitus, karena itu dokter lebih sering meresepkan obat glimepirid dibandingkan obat lainnya. Selain glimepirid, metformin dari golongan biguanid juga merupakan obat yang paling sering diresepkan dalam penelitian ini. Secara keseluruhan, diantara jenis obatobat lain dalam penelitian ini metformin merupakan obat yang paling sering diresepkan. Sekitar 215 (34.73%) dari 310 lembar resep mengandung metformin. Metformin secara teoritis merupakan pilihan untuk pasien dengan berat badan berlebih, tetapi dalam penelitian ini tidak dapat diketahui informasi berat badan pasien, karena informasi berat badan tidak tercantum dalam lembar resep. Menurut Depkes (2005) metformin merupakan satu-satunya golongan biguanid yang masih dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral, dan masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Berdasarkan Dipiro (2009), American Diabetes Association (ADA), American College of Endocrinology (ACE), dan European Association for the Study of Diabetes (EASD) (2013) dalam hal manajemen terapi hiperglikemia, metformin merupakan obat lini pertama terapi tunggal dalam penanganan diabetes melitus tipe 2, juga sebagai lini pertama dalam terapi kombinasi dengan obat antidiabetik oral lainnya. Metformin merupakan pilihan pertama pada pasien yang baru di diagnosis diabetes melitus tipe 2 dalam terapi tunggal, atau pasien yang gagal dalam mengubah gaya hidupnya dalam mengontrol kadar gula darahnya. Menurut Desai (2012) yang dikutip dari Irons (2013) metformin banyak dijadikan pilihan karena banyak hal seperti tolerabilitasnya, harganya yang tidak terlalu mahal, efektivitas reduksi hemoglobin A1C, tidak menyebabkan hipoglikemia, dan kemampuannya yang dapat dikombinasi dengan obat antidiabetik oral lainnya untuk menangani diabetes melitus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 39 tipe 2. Tapi terkadang metformin sebagai terapi tunggal saja tidak cukup sehingga biasanya dikombinasi dengan obat diabetes melitus dari golongan lain, seperti obat golongan sulfonilurea sebagai kombinasi yang umum. Menurut Depkes (2005) golongan sulfonilurea dan biguanid memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang, dimana sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanid bekerja efektif; pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendirisendiri. Obat antidiabetik oral yang paling sedikit diresepkan adalah pioglitazon dari golongan obat tiazolidindion. Disamping harganya yang lebih mahal dibanding obat antidiabetik oral lainnya dan bukan sebagai first-line terapi diabetes melitus tipe 2, penggunaan pioglitazon untuk terapi diabetes melitus masih menjadi perdebatan dalam FDA (Food and Drug Administration). Dalam berbagai studi mengatakan bahwa penggunaan obat pioglitazon dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti gagal jantung, risiko osteoporosis, dan yang lebih buruk lagi risiko kanker kandung kemih. Menurut penelitian Piccinni et al (2011) menggunakan Adverse Event Reporting System dari FDA menyebutkan bahwa risiko kanker kandung kemih 4 kali lebih besar pada penggunaan pioglitazon dibandingkan obat antidiabetik oral lainnya dengan odds ratio 4.3 (95% CI, 2.82-6.52). Sedangkan menurut penelitian Wei, MacDonald, dan Mackenzie (2013) dengan General Practice Research Database (GPRD) penggunaan pioglitazon tidak secara signifikan menyebabkan kanker kandung kemih dibandingkan dengan obat antidiabetik oral lainnya dengan Hazard Ratio 1.16 (95% CI, 0.83-1.62). Pemerintah negara Jerman dan Perancis secara resmi menghentikan penggunaan pioglitazon dalam negaranya, sedangkan FDA dan European Medicines Agency (EMA) masih akan terus menyelidiki masalah ini. FDA juga memberi peraturan untuk selalu memberikan labelling/peringatan pada pasien yang akan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 menggunakan tiazolidindion sebagai pilihan terapi, terutama bagi pasien yang mengalami kanker kandung kemih. 4.2.2.2 Potensi Interaksi Obat dalam Resep Obat Antidiabetik Oral Hasil terhadap 310 lembar resep, ditemukan 204 lembar diantaranya (65,80%) mengalami potensi interaksi obat dan interaksi lebih banyak didapat pada lembar resep yang menerima obat ≥5 macam obat. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi et al (2014) yang mengutip Viktil, Blix, Moger dan Reikvam (2006) bahwa makin banyak jumlah obat yang digunakan maka akan semakin besar pula terjadinya DTPs pada pasien, dimana interaksi obat termasuk dalam kategori drug therapy problems (DTPs). Hal ini juga didukung dalam penelitian Johnson (1994) yang dikutip oleh Lin (2003) bahwa semakin meningkatnya jumlah obat yang diterima pasien, risiko terjadinya interaksi obat juga semakin tinggi, risiko terjadinya interaksi obat kurang lebih naik 6% pada pasien yang menerima dua obat, 50% untuk yang menerima lima obat hingga 100% bagi pasien yang menerima sepuluh macam jumlah obat. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pasien yang berusia 50 tahun keatas lebih banyak berisiko mengalami interaksi obat, hal ini dikarenakan seiring dengan lamanya waktu biasanya makin banyak komplikasi penyakit yang di derita pasien, terutama pada pasien geriatri. Menurut Zachrotur (2010), orang usia lanjut mengalami proses degeneratif yaitu penurunan fungsi atau perubahan struktur dari keseluruhan organ, degenerasi organ tersebut menimbulkan beberapa penyakit, sehingga memungkinkan mereka menerima obat untuk tiap penyakit, hal ini dapat menyebabkan polifarmasi yang akan meningkatkan resiko terjadinya interaksi obat. Penyakit diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang memerlukan banyak obat untuk mencegah terjadinya komplikasi atau mengobati komplikasi akibat dari diabetes melitus itu sendiri, sehingga pasien menerima banyak macam obat. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa dengan semakin bertambahnya usia, makin banyak penyakit yang dapat ditimbulkan dan dengan semakin banyaknya penyakit yang diderita, makin banyak pula obat-obatan yang dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan terjadinya interaksi obat pada pasien. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 Metformin, sebagai first-line monotherapy dan sebagai obat yang paling sering diresepkan ternyata juga merupakan jenis obat yang paling sering berpotensi mengalami interaksi obat. Dalam penelitian ini, dari 215 pemakaian metformin dalam resep, 134 diantaranya (44,67%) mengalami potensi interaksi obat. Hal ini sesuai dengan penelitian Dinesh et al (2007) dan Utami (2013) bahwa metformin termasuk dalam jenis obat yang paling banyak berinteraksi, diantara jenis obat-obat yang mengalami potensi interaksi obat, metformin menduduki peringkat pertama. Metformin merupakan obat bersifat kationik yang dapat berinteraksi dengan obat bersifat kationik lainnya melalui transporter ion kationik organik di dalam ginjal. Obat-obat bersifat kationik seperti digoksin, trimetroprim, vankomisin dan simetidin dapat berinteraksi dengan metformin dalam eliminasi di ginjal, tetapi hanya interaksi dengan simetidin yang menyebabkan asidosis laktat. Dalam jurnal Lubis (2006), menurut Grenbaum (2004), asidosis laktat merupakan keadaan asidosis metabolik dengan anion gap yang luas, dikarakteristikkan dengan pH < 7,35 dan kadar laktat di plasma >5 mmol/L. Hal ini dapat terjadi bila oksigenasi jaringan tidak adekuat memenuhi kebutuhan energi sebagai akibat dari hipoperfusi atau hipoksia, menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat dalam jumlah berlebihan. Mekanisme interaksi yang paling banyak terjadi dalam penelitian ini adalah mekanisme interaksi farmakodinamik yaitu sebanyak 40,27% dari total potensi interaksi yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi interaksi lebih banyak terjadi pada tingkat sistem reseptor, sistem fisiologis atau tempat kerja yang sama sehingga terjadi efek aditif (efek berlebihan), sinergis (saling memperkuat), atau antagonistik (efek berlawanan). Interaksi obat farmakodinamik lebih mudah diklasifikasikan daripada interaksi farmakokinetik. Selain itu, menurut May (1997); Kastrup (2000); dalam Gitawati (2008) umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi yang paling banyak adalah tingkat moderat/sedang. Hal ini sejalan dengan penelitian Dinesh (2007) dan Utami (2013) dimana tingkat keparahan sedang juga yang paling banyak terjadi dalam peresepan obat antidiabetik oral pasien rawat jalan. Potensi interaksi obat antidiabetik oral tingkat sedang yang paling sering terjadi adalah interaksi antara glimepirid dan meloxicam. Potensi interaksi yang terjadi antara glimepirid dengan meloxicam dapat menyebabkan meningkatnya kadar glimepirid dalam darah dengan mekanisme interaksi yang belum diketahui. Menurut Drugs.com Database (2014) obat-obatan yang merangsang sekresi insulin (seperti sulfonilurea dan biguanid) dapat diperkuat oleh obat-obatan tertentu seperti obat NSAID, sehingga meningkatkan efek dari obat hipoglikemik oral tersebut. Dalam Drugs.com Database (2014) juga disebutkan bahwa interaksi antara glimepirid dan meloxicam dapat dikarenakan adanya penghambatan metabolisme glimepirid, karena glimepirid dan meloxicam dimetabolisme pada enzim yang sama yaitu enzim CYP2C9. Dengan meningkatnya efek glimepirid ini dapat menyebabkan gejala hipoglikemia pada pasien yaitu berupa berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi berkurang, ataksia, hemiplegia dan koma. Bahkan kadar gula yang rendah dapat menyebabkan otak mengalami kerusakan sehingga dapat menyebabkan kematian. Menurut Kannan dkk (2011) yang mengutip dari penelitian Klasco (2006) yang menggunakan data MicroMedex, penggunaan obat antidiabetik oral yang dipakai bersamaan dengan obat NSAID dapat menyebabkan peningkatan risiko hipoglikemia, dokter yang meresepkan harus lebih memperhatikan saat meresepkan kedua obat ini. Pada tingkat keparahan minor/ringan dalam penelitian ini, metformin paling banyak berinteraksi dengan sesama obat antidiabetik oral lain yaitu akarbosa, jenis interaksi yang juga merupakan interaksi yang paling sering terjadi dalam penelitian ini. Metformin dengan akarbosa berinteraksi dengan tipe mekanisme interaksi farmakokinetik, akarbosa menurunkan kadar plasma metformin dalam darah dengan menghambat penyerapan metformin dalam usus. Dalam buku Drug Interactions Stockley’s (2008), disebutkan bahwa 19 pasien diabetes yang diberikan akarbosa 50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 atau 100 mg tiga kali sehari dan metformin 500 mg dua kali sehari mengalami penurunan AUC 12-13% dan kadar plasma metformin turun 17-20%. Selain dengan akarbos, metformin juga banyak ditemukan berinteraksi dengan bisoprolol dalam penelitian ini, interaksi tingkat ringan antara metformin dengan bisoprolol menyebabkan penurunan efek dari metformin tetapi masih belum diketahui mekanisme interaksinya. Selain metformin, obat golongan sulfonilurea lain juga berinteraksi dengan bisoprolol, dan yang paling sering terjadi pada glimepirid. Sama seperti metformin, interaksi antara glimepirid dengan bisoprolol juga bersifat ringan dan masih belum diketahui mekanisme interaksinya. Pada penelitian ini, potensi interaksi yang terjadi pada tingkat keparahan major/berat hanya antara pioglitazon dengan gemfibrozil. Gemfibrozil menyebabkan meningkatnya konsentrasi plasma dari pioglitazon dengan cara menghambat metabolisme pioglitazon melalui penghambatan enzim CYP450-2C8. Menurut penelitian Jaakola dkk (2005) gemfibrozil meningkatkan rata-rata total AUC pada pioglitazon sekitar 3,2 kali lipat dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya dari 8,3 jam menjadi 22,7 jam (P<0.001) pada 12 sukarelawan sehat, sedangkan menurut penelitian Deng (2005) pada 10 sukarelawan sehat yang mengonsumsi gemfibrozil berbarengan dengan pioglitazon dan mengonsumsi pioglitazon 1 jam setelah menerima gemfibrozil, total AUC pioglitazon meningkat 3,4 kali lipat dalam darah (P<0.001), dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya dari 6,5 jam menjadi 15.1 jam. Menurut Stockley (2008) walaupun sudah dibuktikan bahwa gemfibrozil dapat meningkatkan AUC pioglitazon, masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk mendapatkan relevansi klinis yang signifikan, misalnya dengan melakukan penelitian pada pasien diabetes. Hasil penelusuran literatur jurnal-jurnal dalam rentang lima tahun terakhir terhadap potensi interaksi antara obat antidiabetik oral dengan obat lain, hanya ada satu hasil klinis yang ditemukan yaitu antara glimepirid dengan ramipril. Menurut Sanoviaventis Canada (2013) pemberian 2 mg glimepirid dengan 5 mg ramipril secara bersamaan terhadap pasien diabetes tipe 2 tidak ada gejala hipoglikemik dan tidak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 menunjukan adanya interaksi obat yang merugikan; tetapi karena informasi yang didapat adalah informasi produk yang tidak dapat diketahui bagaimana jenis desain penelitiannya dan cara penelitiannya secara lengkap, maka hal tersebut belum dapat dijadikan sebagai bukti yang kuat bahwa tidak ada gejala hipoglikemik antara penggunaan glimepirid bersamaan dengan ramipril. Selain glimepirid dan ramipril, ditemukan pula beberapa hasil klinis dari penelusuran jurnal-jurnal tetapi tidak termasuk dalam jurnal terbaru rentang lima tahun terakhir, salah satunya adalah interaksi antara glimepirid dengan gemfibrozil, dalam jurnal Niemi, Neuvonen & Kivisto (2001) disebutkan gemfibrozil dapat meningkatkan konsentrasi plasma glimepirid sehingga dapat menyebabkan hipoglikemi; hasil penelitian tersebut dilakukan terhadap 10 sukarelawan sehat yang diberikan gemfibrozil dosis tunggal 600 mg dan 1 jam kemudian diberikan 0,5 mg glimepirid. Hasil analisis dengan uji Chi-Square atau Kai-Kuadrat menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat yang diresepkan dengan potensi interaksi obat dalam resep. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sari (2008) dan Utami (2013) bahwa nilai probabilitas α = 0.00001 ini lebih kecil dari α = 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu resep yang mengandung obat antidiabetik oral dengan banyaknya interaksi yang terjadi. Hasil odds ratio menunjukan bahwa pasien yang menerima jumlah jenis obat ≥5 beresiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat (95% CI, 5.93317.806). Hal ini pun membuktikan teori dimana kemungkinan terjadinya interaksi obat lebih tinggi dalam terjadinya kompleksitas obat-obat yang diresepkan, sesuai kata Stockley (2005) dalam Putra (2007) yang menyebutkan bahwa kompleksnya terapi yang diperlukan memaksa banyaknya penggunaan berbagai kombinasi obat (polifarmasi) yang cenderung akan meningkatkan risiko terjadinya interaksi obat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Gambaran karakteristik pasien dan karakteristik resep dalam potensi interaksi obat pada lembar resep pasien diabetes melitus rawat jalan di RSAL Dr. Mintohardjo adalah sebagai berikut: a. Lembar resep pasien wanita lebih banyak dibandingkan dengan lembar resep pria b. Rata-rata usia pasien adalah 65 tahun c. Terdapat 59,03% lembar resep pasien mengandung jumlah jenis obat ≥5 obat d. Penggunaan obat antidiabetik oral dalam satu resep paling banyak mengandung kombinasi 2 obat antidiabetik oral yaitu 183 (59,03%) dari 310 jumlah lembar resep 2. Gambaran potensi interaksi obat pada lembar resep pasien diabetes melitus rawat jalan: a. Jenis obat ≥5 obat lebih berpotensi menyebabkan interaksi obat dengan persentase 85,80% b. Jenis golongan obat antidiabetik oral sulfonilurea dan obat metformin paling banyak diresepkan sehingga banyak menyebabkan potensi interaksi obat. c. Tipe mekanisme interaksi obat yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah interaksi farmakodinamik dengan jumlah 242 (40,27%) d. Kejadian potensi interaksi obat antidiabetik oral yang paling banyak terjadi adalah pada tingkat keparahan sedang terdapat 388 (64,67%) e. Hubungan antara jumlah obat dalam resep dengan banyaknya potensi interaksi obat yang terjadi adalah terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi 45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 interaksi obat dengan nilai probabilitas sebesar 0.0001 (P value<0.05) dan dengan hasil odd ratio menunjukan bahwa pasien yang menerima jumlah jenis obat ≥5 berisiko 10.278 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat (CI 5.933-17.806). 5.2 Saran 5.2.1 Untuk Apoteker dan Tenaga Kesehatan Lainnya 1. Sebaiknya perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dengan dokter dalam menentukan terapi untuk mencegah terjadinya interaksi obat. 2. Untuk mengantisipasi terjadinya interaksi obat sebaiknya apoteker perlu mengetahui pengetahuan dasar tentang mekanisme terjadinya interaksi obat dan efeknya terhadap pengobatan pasien. 3. Kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah dengan menghindari kombinasi obat yang berinteraksi, penyesuaian dosis obat, pengaturan cara pemakaian, pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya apabila kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau apabila interaksi tidak bermakna secara klinis. 5.2.2 Untuk Penelitian Selanjutnya Hendaknya dilakukan penelitian dengan metode prospektif sehingga dapat diketahui efek yang ditimbulkan akibat interaksi obat secara aktual. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 DAFTAR PUSTAKA Alam, M.S, Aqil M, Qadry S.A.S, Kapur P. & Pillai K.K. 2014. Utilization Pattern of Oral Hypoglycemic Agents for Diabetes Mellitus Type 2 Patients Attending Out-Patient Department at a University Hospital in New Delhi. Pharmacology & Pharmacy, 5, 636-645 Ansari, JA. 2010. Drug Interaction and Pharmacist. New Delhi: Journal of Young Pharmacist Vol. 2 No. 3 Ayungtyas, Maria FeaYessy. 2010. Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi Pada Pasien Geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009 (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Bachmakov, Iouri., Hartmut Glaeser, Martin F. Fromm, dan Jorg Konig. 2008. Interaction of Oral Antidiabetic Drugs With Hepatic Uptake Transporters. American Diabetes Association. Diabetes 57:1463–1469. Baillie et al. 2004. Medfacts Pocket Guide Of Drug Interactions 2nd Edition. Nephrology Pharmacy Associates Bastos, Marcus Gomez. 2014. Drug-drug Interactions. Journal of Brazilian Nephrology: School of Medicine, Federal University of Juiz de Fora, Brazil. Bergendal L, Friberg A, Schaffrath A. 1995. Potential drug-drug interactions in 5,125 mostly elderly out-patients in Gothenburg, Sweden. Pharm World Science. Bjerrum, Lars., Morten Andersen, Gert Petersen dan Jakob Kragstrup. 2003. Exposure to potential drug interactions in primary health care. Odense: University of Southern Denmark Bushra Rabia., Nousheen Aslam, Arshad Yar Khan. 2011. Food-Drug Interactions. Oman Medical Journal (2011) Vol. 26, No. 2: 77-83 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 Camargo AL, Ferreira MBC, Isabela Heineck. 2006. Adverse drug reactions: a cohort study in internal medicine units at a university hospital. Europe Journal of Clinical Pharmacology Deng, Lj., Wang, F., Li, HD. 2005. Effect of gemfibrozil on the pharmacokinetics of pioglitazone. European Journal of Clinical Pharmacology Dewi, Christina A. K et al. 2014. Drug Therapy Problems pada Pasien yang Menerima Resep Polifarmasi. Jurnal Farmasi Komunitas Vol.1, No.1, (2014) (P): 17-22 Dinesh, K. U et al. 2007. Pattern of Potential Drug-Drug Interactions in Diabetic Out-patients in a Tertiary Care Teaching Hospital in Nepal. .Med J Malaysia Vol 62 No 4 October 2007. P: (294-298). Dipiro et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. McGraw Hill Medical Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit Diabetes mellitus. Drugs.com. Drugs Interaction Checker. Available: http://www.drugs.com/drug_interactions.php Gambert, Steven & Pinkstaff, Sally. 2006. Emerging Epidemic: Diabetes in Older Adults: Demography, Economic Impact, and Pathophysiology. Diabetes Spectrum Journal Volume 19 No 4 Gitawati, Retno. 2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya. Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 4. P: (175-184) Hennesy, Sean; Charles Leonard & Robert Okwemba. 2003. Clinical Importance of Drug-Drug Interactions Involving Antidiabetic Drugs.The Journal of the American Medical Association; 289 (9): 1107-1116 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 International Diabetes Federation. 2014. Types of Diabetes. Available: http://www.idf.org/types-diabetes Irons, Brian. 2013. New Pharmacotherapies for Type 2 Diabetes. Journal of Pharmacotherapy Self-Assessment Program Jaakkola T, Backman JT, Neuvonen M, Neuvonen PJ. 2005. Effects of gemfibrozil, itraconazole, and their combination on the pharmacokinetics of pioglitazone. Journal Of Clinical Pharmacology Therapy Janadri, Suresh, S. Ramachandra Setty, MD Kharya. 2009. Influence OfItraconazole On Antidiabetic Effect Of Thiazolidinedion In Diabetic Rats. Karnataka: International Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Kasif, S et al. 2012. Drug Interaction: A Brief of Preventive Approaches. International Journal of Universal Pharmacy and Life Sciences 2(3): May-June 2012. Kepmenkes. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia Vol: 60 No: 12. Lin, Peter. 2003. Drug Interactions and Polypharmacy In The Elderly. The Canadian Alzheimer Disease Review Logie, A.W., D.B Galloway, J.C Petrie. 1976. Drug Interactions and Long-term Antidiabetic Therapy. Aberdeen. Department of Therapeutics and Clinical Pharmacology, University of Aberdeen. P: (1027-1032) Mahendra, Feizar. 2009. Uji Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L) Pada Tikus Putih Jantan Dengan Metode Uji Diabetes Aloksan dan Uji Toleransi Glukosa. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Medscape.com. Drug Interaction Checker. Available: http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 Mulyani, Ully Adhie. 2006. Peran Serta Profesi Farmasi Dalam Permasalahan Yang Terkait Dengan Terapi Obat Tuberkulosis Pada Anak. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 9 No.2 Niemi M, Neuvonen PJ, Kivisto KT. 2001. Effect of gemfibrozil on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of glimepiride. Journal of Clinical Pharmacology Therapy Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Palanisamy S, Arul Kumaran KS, Rajasekaran A. 2009. A study on assessment, monitoring, documentation and reporting of adverse drug reactions at a multispecialty ertiary care teaching hospital in South India. International Journal of PharmTech Research Peng, CC, et al. Retrospective Drug Utilization Review: Incidence of clinically relevant potential drug-drug interactions in a large ambulatory populations. Managed Care Pharm. 2003;9 (6):513-22. 3 Penzak, Scott. 2010. Drug Interactions. Clinical Pharmacokinetics Research Laboratory Clinical Center Pharmacy Department National Institutes of Health Piccinni C, et al. 2011. Assessing the association of pioglitazone use and bladder cancer through drug adverse event reporting. American Diabetes Association Putra, RP., Raka,K., Swastini. 2007. Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2007. Denpasar: Fakultas MIPA UniversitasUdayana Rahmiati, Siti dan Woro Supadmi. 2010. Kajian Interaksi Obat Antihipertensi pada Pasien Hemodialisis di Bangsal Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 2, No. 1, 2012: 97-110 Raich, Chris & Dunsworth Teri. 1997. Drug Interactions. West Virginia University, USA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 Rosholm JU, Bjerrum L, Hallas J, Worm J, Gram LF. 1998. Polypharmacy and the risk of drug-drug interactions among Danish elderly. A prescription database study. Dan Med Bull Sarah Wild et al. 2004. Global Prevalence of Diabetes. American Diabetes Association: Diabetes Care, Volume 27, Number 5. P: (1047-1053) Saranomy. Random Number Generator. Available: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.saranomy.randomnumber Sandjaja & Heriyanto. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Sanofi-aventis Canada. 2013. Product Monograph. Quebec: Sanofi-aventis Inc Sari Santi Purna, Mahdi Jufri, dan Dini Permana Sari. 2008. Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit X Depok. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 8 – 14 Setiawan, Tonny. 2011. Studi Restrokpektif Interaksi Obat pada Pasien Jamkesmas di RSUD Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu Selatan. Medan: Universitas Sumatera Utara Spence, JW. 1921. Some Observations on Sugar Tolerance with Special References to Variation Found At Different Ages. QJ Med Journal Stockley, Ivan., Sean Sweetman, Karen Baxter. 2008. Stockley’s Drug Interactions 8th Edition. London: Pharmaceutical Press Stolk et al. 1997. Diabetes Mellitus, Impaired Glucose Tolerance, and Hyperinsulinemia in an Elderly Population. The John Hopkins University: American Journal Of Epidemiology Sulistiana dkk. 2013. Analisis Penggunaan dan Interaksi Obat Antidiabetik Oral pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan di RSUP Persahabatan Periode JanuariJuni 2013. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 Tapan, Erik. 2005. Kesehatan Keluarga Penyakit Degeneratif. Jakarta: Elex Media Komputindo Umeda, Fumio. 1995. Potential Role Of Thiazolidinediones in Older Diabetics Patients. Fukuoka: Kyushu University Utami, Mega Gustiani. 2013. Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak Periode Januari-Maret 2013. Pontianak: Universitas Tanjung Pura. Wasis, Ns. 2006. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Web MD, LLC. Medscape: Multi-Drug Interaction Checker. Available: http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker Wei L, MacDonald TM, Mackenzie IS. 2013. Pioglitazone and bladder cancer: a propensity score matched cohort study. British Journal of Clinical Pharmacology World Health Organization. 2013. Diabetes. Available: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ Yasin, Nanang Munif; Widyastuti, Herlina Tri; Dewi, Endah Kusuma. 2005. Kajian Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008 Zahtorur, Rizqi A A M. 2014.Studi Interaksi Obat Pada Terapi Pasien Osteoarthritis Usia Diatas 50 Tahun Di Instalasi Rawat Jalan RSD dr. Soebandi Jember Tahun 2013 (Skripsi). Fakultas Farmasi Universitas Jember UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 Lampiran 1. Data Potensi Interaksi Obat Pada Tiap Resep No Interaksi Obat-Obat 21 22 23 Glimepiride-meloxicam Valsartan-Meloxicam Diazepam-Paracetamol Rifampin-isoniazid Rifampin-pyrazinamide Glimepiride-rifampin Isoniazid-pyrazinamide Glimepiride-isoniazid Metformin-isoniazid Telmisartan-furosemid Furosemid-neurodex Furosemid-calos Furosemid-folic acid Glyburide-valsartan 0 interaksi obat Aspirin-diclofenac Metformin-novomix Glucobay-novomix Allopurinol-bicnat Glimepiride-meloxicam Diazepam-Paracetamol Amlodipin-simvastatin Glimepirid-aspirin Bisoprolol-candesartan Aspirin-bisoprolol Candesartan-aspirin Amlodipin-bisoprolol Amlodipin-simvastatin Metformin-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Lansoprazole-simvastatin 0 interaksi obat 0 interaksi obat Amlodipin-simvastatin 0 interaksi obat Metformin-Acarbose Glimepiride-meloxicam Valsartan-meloxicam 0 interaksi obat Diazepam-candesartan Meloxicam-candesartan Gliklazid-allopurinol Glimepiride-bisoprolol Metformin-bisoprolol Glimepiride-aspirin 0 interaksi obat 0 interaksi obat 24 0 interaksi obat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Tingkat Keparahan Moderate Moderate Minor Major Major Moderate Minor Minor Minor Moderate Minor Minor Minor Moderate Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Major Minor Moderate Minor Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Jenis Interaksi Major Farmakokinetik Minor Moderate Moderate Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Moderate Moderate Moderate Minor Minor Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 3 7 ≥5 6 6 ≥5 4 10 ≥5 1 0 1 5 5 4 ≥5 ≥5 <5 2 3 <5 1 9 ≥5 2 7 ≥5 6 7 ≥5 5 8 ≥5 0 0 1 0 1 6 5 6 4 5 ≥5 ≥5 ≥5 <5 ≥5 2 7 ≥5 0 5 ≥5 3 8 ≥5 2 4 <5 1 0 0 8 3 4 ≥5 <5 <5 0 4 <5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 No 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 Interaksi Obat-Obat Amiodarone-digoxin Metformin-Humalog Mix Amlodipin-mefenamat Metformin-digoxin Digoxin-mefenamat Aspirin-meloxicam Aspirin-Humalog mix Aspirin-Amlodipin Aspirin-mefenamat Aspirin-Digoxin Glimepiride-Meloxicam Glimepiride-aspirin Bicnat-gabapentin 0 interaksi obat Metformin-Nifedipin Glimepiride-aspirin Tramadol-diazepam Gliquidone-meloxicam Gliquidone-captopril Captopril-meloxicam Diazepam-paracetamol Pioglitazon-Gemfibrozil Gliklazid-gemfibrozil Aspirin-ramipril Aspirin-bisoprolol ISDN-ramipril Glimepiride-Gemfibrozil Metformin-Acarbose Metformin-Nifedipin Metformin-Acarbose CTM-cetirizine Diltiazem-bisoprolol Ramipril-diltiazem Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Metformin-ramipril Glimepiride-ramipril Metformin-acarbose Metformin-humalog mix Metformin-Nifedipin Codein-amlodipin Codein-valsartan Spironolakton-candersartan Spironolakton-warfarin 0 interaksi obat 0 interaksi obat Spironolakton-valsartan Furosemid-carvedilol Spironolakton-carvedilol Valsartan-carvedilol Tingkat Keparahan Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Moderate Moderate Moderate Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Minor Moderate Major Minor Minor Minor Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Major Minor Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Major Moderate Moderate Moderate Jenis Interaksi Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 10 8 ≥5 1 1 1 0 1 5 3 5 4 7 ≥5 <5 ≥5 <5 ≥5 2 6 ≥5 4 7 ≥5 5 9 ≥5 2 7 ≥5 2 6 ≥5 1 5 ≥5 6 5 ≥5 1 4 <5 2 5 ≥5 2 6 ≥5 2 5 ≥5 0 0 4 4 <5 <5 4 5 ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 No 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 Interaksi Obat-Obat Simvastatin-nifedipin Metformin-nifedipin Metformin-acarbose 0 interaksi obat Metformin-acarbose Metformin-acarbose Gemfibrozil-simvastatin Gliklazid-gemfibrozil Metformin-acarbose Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-meloxicam Valsartan-meloxicam 0 interaksi obat Diltiazem-bisoprolol Diltiazem-nifedipin Aspirin-candesartan Aspirin-valsartan Nifedipin-bisoprolol Gliquidone-aspirin Nifedipin-nitrokaf Nifedipin-aspirin Diltiazem-nitrokaf Aspirin-diltiazem Bisoprolol-valsartan Aspirin-nitrokaf Aspirin-bisoprolol Candesartan-valsartan Candesartan-bisoprolol Aspirin-folic acid 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Metformin-acarbose Amlodipin-simvastatin Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Valsartan-bisoprolol Valsartan-meloxicam Valsartan-simvastatin Meloxicam-bisoprolol Metformin-acarbose Gliklazid-allopurinol Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Metformin-acarbose Valsartan-bisoprolol Tingkat Keparahan Major Moderate Minor Jenis Interaksi Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Minor Minor Major Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Minor Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Minor Major Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Moderate Minor Minor Minor Moderate Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakodinamik Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 3 8 ≥5 0 1 1 4 5 6 <5 ≥5 ≥5 2 5 ≥5 1 4 <5 4 7 ≥5 0 4 <5 16 10 ≥5 0 0 0 0 0 1 2 3 4 3 6 4 <5 <5 <5 <5 ≥5 <5 9 11 ≥5 5 6 ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 56 No 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 Interaksi Obat-Obat Captopril-aspirin Glyburide-captopril Glyburide-aspirin Aspirin-amlodipin Metformin-captopril Captopril-amlodipin Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Amlodipin-diclofenac Glimepiride-diclofenac Glimepiride-meloxicam Ranitidin-diclofenac Metformin-acarbose Acarbose-lantus Glimepiride-lantus Glimepiride-mefenamat Valsartan-mefenamat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Amlodipin-simvastatin Metformin-acarbose 0 interaksi obat 0 interaksi obat Acarbose-clozapine Metformin-clozapine Glimepiride-clozapine Metformin-acarbose Metformin-Nifedipin Metformin-captopril Aspirin-nifedipin Terazosin-captopril Terazosin-nifedipin Glyburide-aspirin Glyburide-captopril Glyburide-nifedipin Aspirin-captopril Captopril-amlodipin Captopril-nifedipin Nifedipin-amlodipin Gliklazid-nifedipin Metformin-nifedipin Amlodipin-simvastatin Valsartan-simvastatin Pioglitazon-valsartan 0 interaksi obat Metformin-nifedipin Metformin-acarbose Tingkat Keparahan Jenis Interaksi Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Major Minor Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Minor Minor Minor Minor Moderate Major Moderate Moderate Moderate Minor Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 6 6 ≥5 6 6 ≥5 1 5 ≥5 2 3 <5 2 6 ≥5 0 0 3 4 <5 <5 2 6 ≥5 0 0 3 2 <5 <5 4 6 ≥5 13 9 ≥5 2 4 <5 3 8 ≥5 0 5 ≥5 2 8 ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 57 No 78 79 80 81 82 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 Interaksi Obat-Obat Pioglitazon-gemfibrozil Glimepiride-gemfibrozil Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Bisoprolol-valsartan Gemfibrozil-valsartan Pioglitazon-valsartan Rifampin-isoniazid Glyburide-rifampin Glyburide-isoniazid Metformin-isoniazid 0 interaksi obat 0 interaksi obat Bisoprolol-valsartan Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Metformin-ranitidin Metformin-bisoprolol Glimepiride-ranitidin Glimepiride-gemfibrozil Glimepiride-bisoprolol Glimepiride-meloxicam Valsartan-meloxicam Meloxicam-terazosin Terazosin-amlodipin Diazepam-paracetamol Amlodipin-bisoprolol Candesartan-bisoprolol Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Glimepiride-meloxicam 0 interaksi obat 0 interaksi obat Metformin-nifedipin Allopurinol-bicnat Valsartan-Meloxicam Glimepiride-meloxicam Metformin-apidra (insulin glulisin) Metformin-levemir (insulin detemir) 0 interaksi obat Bisoprolol-valsartan Bisoprolol-nifedipin Amlodipin-bisoprolol Acarbose-warfarin Tingkat Keparahan Jenis Interaksi Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Major Moderate Minor Minor Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Minor Minor Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui 7 7 ≥5 Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui 4 5 ≥5 0 0 3 6 <5 ≥5 3 7 ≥5 6 7 ≥5 5 7 ≥5 4 5 ≥5 0 0 0 0 1 0 0 1 1 4 3 4 3 4 5 4 6 8 <5 <5 <5 <5 <5 ≥5 <5 ≥5 ≥5 2 4 <5 2 3 <5 Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Moderate Tidak diketahui Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik 0 5 ≥5 Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik 2 4 <5 Moderate Minor Farmakodinamik Tidak diketahui 2 4 <5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 58 No 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 Interaksi Obat-Obat Aspirin-ramipril Metformin-bisoprolol Metformin-ramipril Aspirin-clopidogrel Atorvastatin-clopidogrel Aspirin-bisoprolol Gemfibrozil-valsartan Albuterol-salmeterol Glyburide-valsartan Albuterol-teofilin Glyburide-albuterol Teofilin-salmeterol Acarbose-albuterol 0 interaksi obat CTM-codein Codein-amlodipin CTM-spiriva Metformin-albuterol Glimepiride-albuterol Valsartan-furosemid Furosemid-folic ac Glimepiride-furosemid Bisoprolol-valsartan Simvastatin-valsartan Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Glimepiride-aspirin Aspirin-ramipril Glimepiride-ramipril Metformin-ramipril Metformin-nifedipin 0 interaksi obat Glimepiride-aspirin Candesartan-bisoprolol Aspirin-bisoprolol Aspirin-nifedipin Nifedipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Aspirin-candesartan Glimepiride-meloxicam Amlodipin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Bisoprolol-valsartan Bisoprolol-meloxicam Valsartan-meloxicam Amlodipin-bisoprolol Bisoprolol-valsartan Dexamethason-amlodipin Acarbose-dexamethason Gliquidone-dexamethason 0 interaksi obat Glimepiride-meloxicam Amlodipin-simvastatin Tingkat Keparahan Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Jenis Interaksi Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Minor Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Minor Minor Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Moderate Major Tidak diketahui Farmakokinetik Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 6 7 ≥5 1 3 <5 6 7 ≥5 0 4 <5 5 10 ≥5 3 7 ≥5 4 6 ≥5 4 4 <5 1 0 5 3 ≥5 <5 7 6 ≥5 6 6 ≥5 5 9 ≥5 0 1 1 5 6 4 ≥5 ≥5 <5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 59 No Interaksi Obat-Obat 115 0 interaksi obat Gemfibrozil-simvastatin Gliklazid-gemfibrozil 0 interaksi obat Bisoprolol-valsartan Aspirin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Glimepiride-aspirin Aspirin-valsartan Rifampin-isoniazid Glimepiride-rifampin Glimepiride-isoniazid Metformin-isoniazid Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-diclofenac Glimepiride-meloxicam Meloxicam-diclofenac Amiodarone-bisoprolol Bisoprolol-spironolakton Glimepiride-bisoprolol Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-meloxicam Terazosin-amlodipin Metformin-acarbose Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan 0 interaksi obat 0 interaksi obat Candesartan-bisoprolol Metformin-bisoprolol Gliklazid-allopurinol Spironolakton-candesartan Glimepiride-aspirin Aspirin-candesartan Aspirin-furosemid Aspirin-nitrokaf Aspirin-spironolakton Furosemid-spironolakton Furosemid-candesartan Aspirin-folic ac Furosemid-folic ac Metformin-acarbose Simvastatin-valsartan Metformin-acarbose 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 Metformin-insulin aspart Metformin-levemir Irbesartan-levemir Irbesartan-aspart Tingkat Keparahan Jenis Interaksi Major Moderate Farmakodinamik Farmakokinetik Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Major Moderate Minor Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Major Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Jumlah interaksi 0 Jumlah obat 3 Kategori (obat) <5 2 4 <5 0 4 <5 5 5 ≥5 4 6 ≥5 5 6 ≥5 3 4 <5 3 6 ≥5 2 6 ≥5 2 5 ≥5 0 0 3 4 <5 <5 Moderate Minor Moderate Major Moderate Moderate Minor Minor Minor Moderate Moderate Minor Minor Minor Moderate Minor Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik 3 6 ≥5 10 9 ≥5 1 4 <5 2 5 ≥5 Moderate Moderate Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui 4 4 <5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 60 No 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 154 155 156 Interaksi Obat-Obat Bisoprolol-irbesartan Bisoprolol-amlodipin Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Metformin-acarbose Aspirin-candesartan Meloxicam-candesartan Aspirin-meloxicam Valsartan-ramipril Metformin-ramipril Glimepiride-meloxicam Glimepiride-ciprofloxacin Metformin-ciprofloxacin Insulin human-ciprofloxacin Ciprofloxacin-meloxicam Insulin glargin-ciprofloxacin Metformin-insulin glargin Metformin-insulin human Glimepiride-insulin glargin Glimepiride-insulin human Gliklazid-allopurinol 0 interaksi obat Spironolakton-digoxin Digoxin-simvastatin Spironolakton-candesartan Candesartan-digoxin Metformin-acarbose 0 interaksi obat Metformin-ranitidin Metformin-folic ac Amiodarone-simvastatin Valsartan-bisoprolol Spironolakton-valsartan Amiodarone-bisoprolol Spironolakton-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Simvastatin-valsartan 0 interaksi obat Valsartan-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol 0 interaksi obat Simvastatin-nifedipin Simvastatin-valsartan 0 interaksi obat 0 interaksi obat Metformin-acarbose Gliquidone-ramipril Metformin-acarbose 0 interaksi obat 0 interaksi obat Amlodipin-terazosin Gliquidone-gemfibrozil Tingkat Keparahan Jenis Interaksi Moderate Moderate Minor Minor Minor Moderate Moderate Moderate Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Moderate Moderate Major Moderate Minor Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Moderate Minor Major Moderate Major Moderate Moderate Minor Moderate Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Moderate Moderate Minor Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Major Moderate Farmakokinetik Tidak diketahui Minor Moderate Minor Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakokinetik Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 5 6 ≥5 3 6 ≥5 2 6 ≥5 10 7 ≥5 1 0 5 2 ≥5 <5 4 5 ≥5 1 0 4 5 <5 ≥5 2 5 ≥5 7 6 ≥5 0 5 ≥5 3 6 ≥5 0 5 ≥5 2 6 ≥5 0 0 1 1 1 0 0 1 1 4 3 4 6 4 4 5 7 5 <5 <5 <5 ≥5 <5 <5 ≥5 ≥5 ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 61 No 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 Interaksi Obat-Obat Amlodipin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Metformin-acarbose Glyburide-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Valsartan-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol Pioglitazon-valsartan 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Valsartan-furosemid Furosemid-folic ac Metformin-acarbose Metformin-acarbose 0 interaksi obat Amlodipin-terazosin Diazepam-amitriptyline Metformin-amitriptyline Glimepiride-aspirin Bisoprolol-candesartan Aspirin-bisoprolol Aspirin-candesartan Metformin-bisoprolol Glimepiride-bisoprolol 0 interaksi obat Diazepam-paracetamol Glimepiride-gemfibrozil 0 interaksi obat Glimepiride-aspirin Gliquidone-aspirin Aspirin-valsartan Aspirin-diltiazem Amlodipin-simvastatin Telmisartan-lisinopril Gliquidone-lisinopril Lisinopril-furosemid Caco3-amloidpin Caco3-lisinopril Telmisartan-furosemid Metformin-furosemid Caco3-furosemid 0 interaksi obat Glimepiride-meloxicam Spironolakton-valsartan Spironolakton-furosemid Valsartan-furosemid Simvastatin-valsartan Metformin-furosemid Tingkat Keparahan Moderate Minor Minor Minor Moderate Moderate Minor Moderate Jenis Interaksi Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Moderate Minor Minor Minor Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Minor Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Minor Moderate Farmakokinetik Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Minor Major Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Minor Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Moderate Major Moderate Moderate Moderate Minor Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 4 6 ≥5 4 6 ≥5 0 0 0 0 0 0 0 3 4 4 3 6 6 3 <5 <5 <5 <5 ≥5 ≥5 <5 2 7 ≥5 1 1 0 5 5 5 ≥5 ≥5 ≥5 3 7 ≥5 6 6 ≥5 0 1 1 0 3 5 3 5 <5 ≥5 <5 ≥5 4 7 ≥5 9 10 ≥5 0 1 2 7 <5 ≥5 5 10 ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 62 No 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 Interaksi Obat-Obat Aspirin-bisoprolol Meloxicam-bisoprolol Aspirin-clopidogrel Meloxicam-clopidogrel Lansoprazol-clopidogrel Aspirin-meloxicam Metformin-bisoprolol 0 interaksi obat Metformin-acarbose Amlodipin-terazosin Metformin-acarbose Metformin-nifedipin Metformin-acarbose Pioglitazon-valsartan Metformin-lantus solostar Metformin-insulin aspart Metformin-acarbose Acarbose-insulin aspart Acarbose-lantus solostar 0 interaksi obat Nifedipin-teofilin Albuterol-teofilin Acarbose-albuterol Glimepiride-albuterol Gliquidone-meloxicam Cefadroxil-meloxicam 0 interaksi obat 0 interaksi obat Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Glimepiride-aspirin Gliquidone-aspirin Bisoprolol-candesartan Aspirin-terazosin Aspirin-bisoprolol Aspirin-candesartan Terazosin-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Amlodipin-terazosin Glimepiride-bisoprolol Glimepiride-aspirin Bisoprolol-valsartan Bisoprolol-amlodipin Glimepiride-bisoprolol Gliquidone-bisoprolol Tingkat Keparahan Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Minor Moderate Minor Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Moderate Moderate Jenis Interaksi Farmakokinetik Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Moderate Moderate Minor Minor Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 7 7 ≥5 0 1 1 1 2 4 7 7 <5 <5 ≥5 ≥5 2 6 ≥5 1 5 ≥5 5 6 ≥5 0 3 <5 4 8 ≥5 2 7 ≥5 0 0 4 5 <5 ≥5 2 6 ≥5 0 0 0 0 3 4 6 3 <5 <5 ≥5 <5 10 8 ≥5 1 5 ≥5 4 6 ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 63 No 202 203 204 Interaksi Obat-Obat Glimepiride-aspirin Amlodipin-levodopa Levodopa-ropinirol Metformin-folic ac 223 0 interaksi obat 0 interaksi obat Metilprednisolon-meloxicam Metformin-ranitidin Metilprednisolon-amlodipin Metformin-Metilprednisolon 0 interaksi obat Gemfibrozil-simvastatin Amlodipin-simvastatin Glimepiride-gemfibrozil 0 interaksi obat 0 interaksi obat Glimepiride-gemfibrozil Glimepiride-aspirin Aspirin-candesartan Metformin-diltiazem Aspirin-diltiazem Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan 0 interaksi obat Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Metformin-acarbose Glimepiride-aspirin Metformin-mecobalamin Gabapentin-mecobalamin Aspirin-mecobalamin Metformin-amitriptyline Glimepiride-amitriptyline Lansoprazole-sucralfate Gliklazid-gemfibrozil Gemfibrozil-simvastatin Amlodipin-simvastatin 0 interaksi obat Bisoprolol-candesartan Aspirin-bisoprolol Aspirin-candesartan Aspirin-nitroglycerin Metformin-bisoprolol Gliklazid-bisoprolol Metformin-diltiazem 0 interaksi obat Metformin-humalog lispro Metformin-nifedipin Gliquidone-gemfibrozil 224 Metformin-acarbose 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 Tingkat Keparahan Moderate Moderate Moderate Minor Jenis Interaksi Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Moderate Moderate Minor Minor Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Major Major Moderate Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Minor Minor Major Moderate Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Tidak diketahui Major Moderate Minor Moderate Minor Minor Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Major Major Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Minor Minor Minor Minor Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Moderate Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Minor Farmakokinetik Jumlah interaksi 4 Jumlah obat 7 Kategori (obat) ≥5 0 0 4 2 2 7 <5 <5 ≥5 0 3 5 5 ≥5 ≥5 0 0 5 4 3 6 <5 <5 ≥5 2 5 ≥5 0 3 4 6 <5 ≥5 4 6 ≥5 2 4 <5 1 3 5 5 ≥5 ≥5 0 6 4 7 <5 ≥5 1 0 2 3 5 5 <5 ≥5 ≥5 1 5 ≥5 1 5 ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 64 No 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 Interaksi Obat-Obat Glimepiride-meloxicam Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-fenofibrat Metformin-ranitidin Metformin-acarbose Ranitidin-caco3 Metformin-acarbose 0 interaksi obat 0 interaksi obat Glimepiride-meloxicam Metformin-ranitidin Glimepiride-ranitidin Glimepiride-mefenamat Valsartan-mefenamat Gliklazid-allopurinol 0 interaksi obat Glyburide-sodium bicarbonate Glyburide-valsartan Metformin-folic ac Glimepiride-mefenamat 0 interaksi obat Valsartan-bisoprolol Amlodipin-bisoprolol Pioglitazon-valsartan Glimepiride-bisoprolol Simvastatin-nifedipin Terazosin-amlodipin Metformin-nifedipin 0 interaksi obat Metformin-nifedipin Terazosin-nifedipin Simvastatin-valsartan 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Acarbose-insulin glargin (lantus) Glimepiride-insulin glargin Gliquidone-meloxicam 0 interaksi obat Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Metformin-acarbose 0 interaksi obat Candesartan-valsartan Metformin-acarbose 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Glimepiride-warfarin Tingkat Keparahan Jenis Interaksi Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Minor Minor Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Moderate Moderate Minor Moderate Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Moderate Moderate Moderate Minor Major Moderate Minor Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Minor Moderate Moderate Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Moderate Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Major Moderate Minor Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Moderate Minor Farmakodinamik Farmakokinetik Minor Farmakokinetik Jumlah interaksi Jumlah obat Kategori (obat) 3 7 ≥5 1 3 4 4 <5 <5 1 0 0 3 4 2 3 5 <5 <5 <5 ≥5 3 6 ≥5 0 3 3 6 <5 ≥5 1 0 4 4 3 6 <5 <5 ≥5 1 1 1 0 2 4 5 3 3 5 <5 ≥5 <5 <5 ≥5 1 0 0 2 5 4 2 4 4 ≥5 <5 <5 <5 <5 1 0 2 4 4 5 <5 <5 ≥5 1 0 2 5 6 6 ≥5 ≥5 ≥5 0 0 0 0 1 4 2 3 4 3 <5 <5 <5 <5 <5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 65 No Interaksi Obat-Obat 259 Lisinopril-valsartan Lisinopril-allopurinol Glimepiride-lisinopril Simvastatin-valsartan 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Glyburide-valsartan Glimepiride-gemfibrozil Bisoprolol-valsartan Simvastatin-valsartan Glimepiride-bisoprolol Metformin-bisoprolol Gliquidone-gemfibrozil Gemfibrozil-valsartan Amlodipin-simvastatin 0 interaksi obat Gliquidone-bisoprolol 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Glimepiride-meloxicam Diazepam-paracetamol Metformin-acarbose 0 interaksi obat Metformin-insulin glargin (lantus) Glimepiride-insulin glargin 0 interaksi obat 0 interaksi obat Rifampin-isoniazid Rifampin-pyrazinamide Gliquidone-rifampin Isoniazid-lansoprazol Acarbose-pancreatin Rifampin-lansoprazol Isoniazid-pyrazinamide Acarbose-isoniazid Gliquidone-isoniazid Isoniazid-vit B6 (pyridoxine) Metformin-folic ac 0 interaksi obat Glimepiride-mefenamat Metformin-acarbose Glimepiride-ranitidin Metformin-insulin glargin (lantus) Glimepiride-insulin glargin 0 interaksi obat Tingkat Keparahan Major Major Moderate Moderate Jenis Interaksi Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Major Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Minor Moderate Moderate Major Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Minor Tidak diketahui Moderate Minor Minor Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Moderate Moderate Farmakodinamik Farmakodinamik Major Major Moderate Moderate Moderate Minor Minor Minor Minor Minor Minor Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Jumlah interaksi 4 Jumlah obat 6 Kategori (obat) ≥5 3 6 ≥5 1 4 3 5 <5 ≥5 2 6 ≥5 1 0 1 0 0 0 3 5 6 3 3 3 2 6 ≥5 ≥5 <5 <5 <5 <5 ≥5 0 2 3 6 <5 ≥5 0 0 10 4 6 8 <5 ≥5 ≥5 1 0 1 1 1 2 3 4 6 4 6 3 <5 <5 ≥5 <5 ≥5 <5 0 3 <5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 66 No Interaksi Obat-Obat 284 Allopurinol-sodium bicarbonate Gliquidone-ramipril Ramipril-sodium bicarbonate Ramipril-insulin glargin (lantus) Acarbose-insulin glargin Allopurinol-ramipril Terazosin-amlodipin 285 Glimepiride-meloxicam 283 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 Aspirin-bisoprolol Metformin-bisoprolol Gliklazid-bisoprolol 0 interaksi obat 0 interaksi obat Metformin-nifedipin Gliquidone-mefenamat 0 interaksi obat 0 interaksi obat 0 interaksi obat Acarbose-insulin glargin (lantus) Metformin-insulin glargin Metformin-acarbose Bisoprolol-valsartan Valsartan-spironolakton Bisoprolol-spironolakton Acarbose-humalog (lispro) Metformin-nifedipin Metformin-acarbose Amlodipin-bisoprolol Metformin-ranitidin Metformin-bisoprolol Metformin-nifedipin Metformin-acarbose 0 interaksi obat Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Metformin-acarbose Amlodipin-simvastatin Simvastatin-valsartan Pioglitazon-valsartan Glimepiride-amitriptyline Metformin-amitriptyline Pioglitazon-valsartan Pioglitazon-nifedipin Metformin-nifedipin Metformin-acarbose 0 interaksi obat 0 interaksi obat Metformin-furosemid Metformin-folic ac Furosemid-folic ac Metformin-acarbose 0 interaksi obat Tingkat Keparahan Moderate Moderate Moderate Moderate Moderate Major Moderate Moderate Moderate Minor Minor Jenis Interaksi Farmakokinetik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakodinamik Tidak diketahui Tidak diketahui Minor Moderate Farmakokinetik Tidak diketahui Moderate Moderate Minor Moderate Major Moderate Moderate Minor Minor Moderate Minor Minor Minor Minor Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Major Moderate Minor Major Moderate Moderate Minor Minor Moderate Minor Minor Minor Farmakokinetik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Minor Minor Minor Minor Tidak diketahui Tidak diketahui Farmakokinetik Farmakokinetik Jumlah interaksi 6 Jumlah obat 8 Kategori (obat) ≥5 1 1 4 5 <5 ≥5 3 6 ≥5 0 0 1 1 0 0 0 3 2 3 4 7 3 4 3 4 <5 <5 <5 ≥5 <5 <5 <5 <5 3 5 ≥5 1 2 4 7 <5 ≥5 3 5 ≥5 1 1 0 3 5 5 5 7 ≥5 ≥5 ≥5 ≥5 3 6 ≥5 2 4 <5 4 7 ≥5 0 0 4 4 4 9 <5 <5 ≥5 0 3 <5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 67 No Interaksi Obat-Obat 310 Gliquidone-aspirin Bisoprolol-candesartan Bisoprolol-aspirin Aspirin-candesartan Aspirin-folic ac Tingkat Keparahan Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Jenis Interaksi Tidak diketahui Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Jumlah interaksi 5 Jumlah obat 7 Kategori (obat) ≥5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 68 Lampiran 2. Output SPSS Analisis Bivariat Case Processing Summary Cases Valid N jenis_obat_klp * Ada_interaksi 310 Percent 100.0% Missing N Total Percent 0 .0% N Percent 310 100.0% jenis_obat_klp * Ada_interaksi Crosstabulation Ada_interaksi Tidak ada Ada Interaksi jenis_obat_klp Lebih dari 5 obat Count % within jumlah_obat_klp kurang dari 5 obat Count % within jumlah_obat_klp Total Count % within jumlah_obat_klp Interaksi Total 157 26 183 85.8% 14.2% 100.0% 47 80 127 37.0% 63.0% 100.0% 204 106 310 65.8% 34.2% 100.0% UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 69 Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) 79.295a 1 .000 Continuity Correctionb 77.141 1 .000 Likelihood Ratio 81.258 1 .000 Pearson Chi-Square Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association .000 79.039 N of Valid Casesb 1 .000 .000 310 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 43.43. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for jumlah_obat_klp (Lebih dari 5 obat / kurang dari 5 10.278 5.933 17.806 2.318 1.834 2.931 .226 .154 .330 obat) For cohort Ada_interaksi = Ada Interaksi For cohort Ada_interaksi = Tidak ada Interaksi N of Valid Cases 310 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta