MANUSKRIP LAPORAN KASUS PENGELOLAAN PENURUNAN CURAH JANTUNG PADA Ny. M DENGAN DECOMPENSASI CORDIS DI RUANG FLAMBOYAN 3 RSUD KOTA SALATIGA Oleh: ATIK TRI LESTARI 0131692 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 PENGELOLAAN PENURUNAN CURAH JANTUNG PADA Ny. M DENGAN DECOMPENSASI CORDIS DI RUANG FLAMBOYAN 3 RSUD KOTA SALATIGA Atik Tri Lestari*, Ummu Muntamah**, Tri Susilo*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Email: [email protected] Abstrak Decompensasi cordis atau gagal jantung merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Decompensasi Cordis adalah kegagalan jantung untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Penurunan curah jantung merupakan kegagalan miokardium untuk mengeluarkan volume yang cukup untuk sirkulasi sistemik dan pulmomal. Karena menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, menyebabkan darah yang di pompa setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah ke seluruh tubuh. Penurunan curah jantung juga terjadi karena kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat. Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah agar dapat mengetahui gambaran dan penerapan konsep asuhan keperawatan pada pasien decompensasi cordis. Metode yang digunakan dalam memberikan pengelolaan terhadap penurunan curah jantung pada Ny.M yang dilakukan selama 2 hari yaitu dengan menganjurkan pasien tirah baring dengan posisi semi fowler kemudian melakukan perekaman EKG dan pengukuran TD setiap 6 jam sekali. Hasil dari pengelolaan curah jantung pada Ny.M belum teratasi secara maksimal, hal ini didapatkan dari data pasien masih sesak, Ekg abnormal, TD masih dalam rentang normal, nadi pasien 88x/menit, teraba cepat dan lemah. Saran dari penulis bagi perawat di rumah sakit agar memberikan asuhan keperawatan pada pasien decompensasi cordis terhadap pengelolaan masalah keperawatan penurunan curah jantung secara maksimal dan teliti, karena memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya. Kata kunci : Decompensasi cordis, penurunan curah jantung PENDAHULUAN Jantung merupakan organ yang memompa, yaitu memompa darah melalui sirkulasi sistemik maupun pulmonal. Kemudian fungsi primer jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh arteri, kapiler, dan vena (Debora, 2012). Dalam kehidupan ini jantung berperan penting dalam menyuplai darah ke seluruh jaringan tubuh, dan dalam darah tersebut terdapat nutrisi dan oksigen yang sangat di perlukan bagi sel. Apabila jaringan tidak mendapatkan suplai oksigen maka akan mengalami iskemik yang berlanjut mengalami nekrosis atau kematian sel. Dapat dibayangkan apabila jantung tidak dapat berfungsi dengan baik akan mengganggu berbagai proses dalam tubuh (Kusuma, 2012). Jika fungsi jantung tersebut mengalami suatu ketidaknormalan maka akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam tubuh individu yang berakibat terganggunya suatu sistem. Gangguan tersebut juga tidak langsung terjadi secara langsung dalam tubuh, faktor usia dan gaya hidup pun dapat mempengaruhi kondisi dari jantung tersebut. Terdapat berbagai penyakit yang dapat menyerang sistem kasrdiovaskuler di antaranya yaitu angina pektoris, akut miokard infark, jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung bawaan, dan gagal jantung atau decompensasi cordis (Kasron, 2012). Decompensasi Cordis adalah kegagalan jantung untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh (Wijaya dan Putri, 2013). Tanda dan gejala yang khas pada pasien dengan decompensasi cordis yaitu sesak nafas, bisa saat sedang istirahat ataupun sedang melakukan aktivitas. Pada saat melakukan aktivitas ringan pun cepat sekali mengalami kelelahan, takikardia, diaforesis (berkeringat), dan oliguria. Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler yang salah satunya adalah Decompensasi cordis masih menduduki peringkat yang cukup tinggi, ini dibuktikan data dari WHO (World Health Organisation) yang menunjukkan bahwa 17,3 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008, dan lebih dari 23 juta orang meninggal setiap tahun dengan gangguan kardiovaskuler. Sedangkan data dari American Heart Association (AHA) pada tahun 2012 dalam Padila, (2012) melaporkan bahwa terdapat 5,7 juta penduduk amerika serikat yang menderita gagal jantung. berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13%, dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3%. Selanjutnya berdasarkan data dari Dinkes provinsi jawa tengah pada tahun 2015 menyebutkan bahwa perkembangan data kasus baru penyakit tidak menular berhubungan dengan sistem kardiovaskuler seperti Decompensasi cordis sebanyak 13.628 kasus. Kemudian data yang didapatkan di Ruang Flamboyan 3 RSUD Kota Salatiga jumlah kasus penderita decompensasi cordis adalah sebanyak 28 orang dimana terdiri dari 23 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Berdasarkan fenomenafenomena diatas dapat diketahui bahwa jumlah penderita gagal jantung atau Decompensasi Cordis memiliki angka prevalensi yang cukup tinggi. Angka kejadiannya pun dari tahun ke tahun selalu bertambah. Tentu saja kondisi akan membawa beban yang lebih berat lagi dan harus segera ditangani. Apalagi dengan melihat tanda dan gejala awal dari gagal jantung mungkin dapat memberikan solusi mandiri untuk segera memeriksakan kesehatan dipelayanan kesehatan. Untuk mengurangi angka kematian diperlukan perawatan dan penanganan yang optimal dan mengacu pada fokus permasalahan yang tepat. Peran perawat dalam hal ini sangat penting dalam pemberian asuhan keperawatan sesuai kondisi pasien. karena hal tersebut penulis tertarik untuk membahas studi kasus dengan judul “Pengelolaan Penurunan Curah Jantung Pada Ny. M dengan Decompensasi Cordis di Ruang Flamboyan 3 RSUD Kota Salatiga”. METODE PENGELOLAAN Pengkajian keperawatan adalah langkah pertama dalam proses keperawatan (Debora, 2012). Pengkajian ini dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa. Autoanamnesa adalah pengumpulan dan verifikasi data dari sumber primer atau langsung kepada pasien, sedangkan alloanamnesa adalah pengumpulan dan verifikasi data dari sumber sekunder atau informasi lain dari keluarga, tenaga kesehatan, rekam medik dan lain-lain (Potter & Perry, 2010). Pada pengkajian ini penulis menggunakan kedua metode tersebut karena memang kedua metode tersebut penting untuk dilakukan. Pada riwayat kesehatan, yang pertama perlu diketahui adalah keluhan utama. Menurut Wong, (2009) keluhan utama adalah alasan spesifik kenapa pasien membutuhkan pertolongan. Saat dilakukan pengkajian, keluhan utama yang dirasakan saat dikaji yaitu pasien mengatakan sesak nafas. Pada pasien gagal jantung keluhan yang sering dirasakan adalah sesak nafas. Apabila suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah tidak masuk ke jantung), menyebakan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah diparu-paru. Sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2, yang akan membentuk asam didalam tubuh. Hal ini akan memberikan suatu gejala yaitu sesak nafas (Kasron, 2012). Pada riwayat kesehatan dahulu, didapatkan data dari keluarga pasien bahwa Ny. M pernah menderita penyakit hipertensi ±10 tahun yang lalu. HASIL Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis menyusun intervensi yang dilakukan untuk mengatasi penurunan curah jantung pada Ny. M yaitu dengan berikan tirah baring dengan posisi semi fowler, intervensi kedua yaitu ukur TTV pasien, intervensi ketiga yaitu berikan oksigenasi tambahan, intervensi ke empat yaitu kaji kulit terhadap pucat atau sianosis, intervensi kelima yaitu lakukan pemeriksaan EKG, intervensi yang terakhir yaitu kolaborasi dalam pemberian terapi obat digoxin. PEMBAHASAN Pengkajian dilakukan pada hari Rabu tanggal 6 April 2016, di Ruang Flamboyan 3 RSUD Kota Salatiga data yang diperoleh dari pasien dan keluarga yaitu identitas pasien berinisial Ny. M, berusia 68 tahun, beragama islam, dirawat dengan diagnosa medis Decompensasi Cordis. keluhan utama saat dikaji yaitu pasien mengatakan sesak nafas. Saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil keadaan umum pasien lemah, kesadaran pasien composmentis, GCS=15 (E4M6V5), TD=140/90 mmHg, N=104x/mnt, suhu 36° C, RR=30x/menit, ortopnea, mudah lelah saat melakukan aktivitas, istirahat tidur 5 jam sehari, Nadi perifer teraba lemah dan cepat, CRT >3 detik, akral dingin, sering berkeringat dingin, ujung ektremitas bawah pucat. Terdapat edema pada kedua kaki, BAK pasien 6-8 x/hari, terdapat distensi vena jugularis, dari hasil EKG terdapat keabnormal pada gelombang T. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan kadar hemoglobin yaitu 11,7 g/dl. Berdasarkan data dari hasil pengkajian penulis menetapkan diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard sebagai prioritas utama. Penurunan curah jantung merupakan kegagalan miokardium untuk mengeluarkan volume yang cukup untuk sirkulasi sistemik dan pulmomal (Fitriani, 2010). Penulis mengangkat diagnosa tersebut sebagai prioritas karena dampak terjadinya penurunan curah jantung yaitu menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat karena suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk ke jantung), menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru. Kemudian penurunan suplai darah ke ginjal akan menimbulkan retensi cairan dan natrium. selain itu juga jika curah jantung yang kurang akan terjadi kelelahan pada saat melakukan aktivitas (Kasron, 2012). Diagnosa tersebut juga diambil sesuai dengan batasan karakteristik yang ada yaitu perubahan frekuensi atau irama jantung, perubahan preload, Perubahan afterload, Perubahan kontraktilitas, yang terakhir perilaku atau emosi meliputi ansietas, gelisah (NANDA, 2015). Selain itu juga berdasarkan gejala dan keluhan yang pasien rasakan yaitu berupa data objektif yang di dapatkan pada tekanan darah pasien masih dalam rentang normal yaitu 140/90 mmHg, nadi 104x/menit namun teraba lemah dan cepat, dari pemeriksaan EKG di dapatkan hasil yaitu abnormal pada gelombang T. Terdapat distensi vena jugularis, edema pada kedua kaki, terjadi penambahan berat badan, pada saat beraktivitas ringan terjadi kelelahan. Pasien juga merasa sesak nafas dimana RR pasien 30x/menit, kulit pasien lembab dan pucat, terjadi oliguria, CRT >3 detik. Terjadi sesak nafas saat berbaring atau ortopnea. Selanjutnya setelah menentukan diagnosa yang tepat dilanjutkan dengan menyusun rencana tindakan keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Setelah perawat mengkaji kondisi klien dan menetapkan diagnosa keperawatan, perawat perlu membuat rencana tindakan dan tolok ukur yang akan digunakan untuk mengevaluasi perkembangan klien. Intervensi tersebut menetapkan prioritas bagi klien, seorang pasien dapat memiliki lebih dari satu diagnosa dan masalah kolaboratif (Potter & Perry, 2010). Untuk mengatasi penurunan curah jantung pada Ny. M penulis merencanakan beberapa rencana tindakan keperawatan diantaranya yaitu pertahankan pasien untuk tirah baring dengan posisi semi fowler. Tirah baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk tetap berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik (Potter & Perry, 2010). Pada posisi semi flower kepala dan dada dinaikkan dengan sudut 30⁰-45⁰. Selanjutnya yaitu ukur TTV, tanda vital merupakan salah satu pemeriksaan penting karena mempunyai nilai akurasi yang sangat tinggi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kulit terhadap pucat atau sianosis. Sianosis merupakan suatu perubahan warna kulit dan membran mukosa kebiruan akibat adanya hemoglobin yang tersaturasi di kapiler (Potter & Perry, 2010). Intervensi selanjutnya yaitu berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker, diberikan intervensi tersebut yaitu untuk meningkatkan sediaan O2 untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia dan meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas (Mubarak, 2015). Selain itu juga diberikan intervensi pemeriksaan EKG, EKG adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu (Asfuah, 2012). Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter untuk menentukan kondisi jantung dari pasien. Intervensi selanjutnya yaitu kolaborasi dalam pemberian terapi obat digoxin, terapi tersebut digunakan pada pasien gagal jantung dan berfungsi untuk memperkuat kontraktilitas jantung (Kasron, 2012). Setelah rencana keperawatan selesai disusun selanjutnya dapat diaplikasikan kepada pasien. Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien (Debora, 2012). Walaupun telah direncanakan, sebelum melakukan tindakan tersebut perawat harus melakukan penilaian terlebih dahulu, karena kondisi klien dapat berubah sewaktu-waktu (Potter & Perry, 2010). Implementasi yang dilakukan pada Ny. M memang belum sesuai dengan intervensi yang dibuat sebelumnya, ada sebagian intervensi yang tidak dilakukan pada implementasi ini. Tindakan keperawatan pertama yang dilakukan kepada Ny. M untuk menangani masalah penurunan curah jantung yaitu memberikan terapi O2 nasal kanul 3 lpm. Pasien mengatakan sesak. Sedangkan data objektif yang didapat RR pasien 30x/menit, pernafasan cepat dan dalam. Dilakukan tindakan tersebut untuk memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas, sehingga mencegah dan mengatasi hipoksia dan kemungkinan sesak napas (Potter & Perry, 2010). Selanjutnya yang penulis lakukan yaitu mempertahankan posisi dengan memaksimalkan tirah baring dengan memposisikan semi fowler. Tujuan dilakukan Intervensi ini karena pada pasien gagal jantung dianjurkan tirah baring untuk mengurangi beban kerja jantung namun pada pasien mengalami gangguan kebutuhan istirahat, kualitas tidur pasien terganggu karena kondisi sesak yang terjadi. Posisi ini digunakan untuk pasien yang mengalami masalah pernafasan dan pasien dengan gangguan jantung. Pada pasien dengan decompensasi cordis tidak banyak tindakan keperawatan yang bisa dilakukan melihat dari kondisi penyakit pasien yang memang dianjurkan untuk untuk istirahat total untuk menghindari kelelahan. Sehingga obat-obatan sangatlah berperan penting dalam proses penyembuhan. Kemudian penulis memberikan terapi obat digoxin. Obat pertama yang digunakan untuk terapi gagal jantung adalah digitalis yang merupakan ekstrak dari tanaman Digitalis purpurea, yang berfungsi untuk memperkuat kontraktilitas jantung (Kasron, 2012). Digoxin ini menjadi obat dari golongan glikosida jantung yang paling sering diresepkan karena murah dan mudah didapatkan. Kerugian obat ini adalah jendela terapi yang sempit, efek obat digoxin ini berkisar antara 36-48 jam. Efek samping dari digoxin adalah anoreksia, mual, muntah, nyeri lambung, penglihatan berwarna kuning, delirium, rasa lelah, malaise, bingung dan mimpi buruk (Lupiyatama, 2012). Setelah itu penulis melakukan pemeriksaan TTV. Pemeriksaan tanda vital memberikan banyak gambaran mengenai fungsi kerja sistem tubuh seperti pernafasan, kardiovaskuler dan metabolisme tubuh (Asfuah, 2012). Dari pemeriksaan TTV didapatkan hasil yaitu TD=130/80 mmHg, N=88 x/menit, S=37,2°C, dan RR=26x/menit. Selanjutnya penulis melakukan perekaman EKG. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan memasang elektroda pada badan. Hasil dari perekaman EKG yaitu abnormal pada gelombang T. SIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan pengelolaan terhadap penurunan curah jantung pada Ny. M selama 2 hari didapatkan hasil yaitu dengan data subjektif pasien mengatakan lemah, hanya ingin tiduran dibed. Data objektif yang didapatkan yaitu TD=130/80mmHg, N=88x/menit, S=37,2°C, RR=26x/menit, sesak agak berkurang, akral dingin, pucat, terdapat edema pada kedua kaki, hasil EKG abnormal gelombang T. dari hasil tersebut menunjukkan masalah belum teratasi. Intervensi yang dapat dilakukan selanjutnya yaitu pantau TTV, pantau EKG, kolaborasi dalam pemberian digoxin. Pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler memang membutuhkan perawatan yang intensif dan harus selalu dipantau kondisinya. Jika pasien hanya dirawat di bangsal yang biasa yang tidak ada alat untuk memonitor keadaan pasien setiap saat dikhawatirkan akhirnya kondisi pasien akan tidak terkontrol. Maka dari itu untuk pihak Rumah Sakit dapat menyediakan bangsal khusus untuk penyakit gangguan kardiovaskuler atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler dapat dirawat di ruang ICU atau HHCU untuk lebih mendapatkan perawatan yang intensif. Selain itu juga untuk penulis lebih banyak lagi untuk belajar dan membaca referensi tentang keperawatan supaya dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien. DAFTAR PUSTAKA Asfuah, S. (2012). Buku Saku Yogyakarta: Nuha Medika. Klinik. Debora, O. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, http://www.depkes.go.id/resources /download/general/Hasil%20Riskesd as%202013.pdf, di akses pada tanggal 17 April 2016 pukul 13.30 WIB. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2015). Buku Saku Kesehatan Triwulan 1 Tahun 2015. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, http://www.dinkesjatengprov.go.id/ v2015/index.php/2015-02-19-11-4026, di akses pada tanggal 19 April 2016 pada pukul 16.30 WIB. Hermand, T. H., Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Judul Asli: NANDA International Inc Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 20152017 Alih Bahasa Keliat, dkk. Jakarta: EGC. Kasron. (2012). Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: EGC. Kusuma, R. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Decompensasi Cordis di Instalansi Gawat Darurat RS Dr. Moewardi, http://eprints.ums.ac.id/22041/, diakses pada hari Minggu tanggal 22 Mei 2016 jam 22.04 WIB Kusumastuti, N. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Dengan Decompensasi Cordis di Instalansi Gawat Darurat RSUD Sragen. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, http://eprints.ums.ac.id/22023/14/0 2._NASKAH_PUBLIKASI.pdf, diakses pada tanggal 22 Mei 2016 jam 23.01 WIB. Lupiyatama, S. (2012). Gambaran Pemberian Digoxin pada Pasien Gaga Jantung yang Berobat Jalan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, http://eprints.undip.ac.id/37805/, di akses pada hari Minggu tanggal 22 Mei 2016 jam 21.38 WIB. Mubarak, W. I., Chayatin, N., & Susanto, J. (2015). Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur tetap dalam Praktik Keperawatan Konsep dan Aplikasi dalam Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan edisI 7 buku 1 Judul Asli: Fundamental Of Nursing, 7th . Alih bahasa Nggie, Adrina Ferderika. Jakarta: Salemba Medika. Rekam Medik RSUD Kota Salatiga (2015). Laporan Indeks Penyakit Decompensasi Cordis Tahun 2015. Salatiga: RSUD Kota Salatiga. Wijaya, A. S & Putri, Y. M. (2013). Keperawatn Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika. Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume I.Alih bahasa Agus Sutarna dkk. Jakarta : EGC.