REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION INDEX (CGPI) SEPULUH BESAR DAN NON SEPULUH BESAR Grace Santoso1 Shanti2 ABSTRAKSI This study tries to examine the difference in market reaction that reflected from abnormal return and trading volume activity between companies that have rating of corporate governance perception index (CGPI) in big ten and non-big ten. The companies in the big ten CGPI are presumed that the corporate governance companies are better than those in non-big ten CGPI,. There is possbibly difference in market reaction among those companies. This study employs a independent sample t-test to test the hypothesis that there are the differences between abnormal return and trading volume activity in big ten CGPI firms and non-big ten CGPI firms around the date of the corporate governance perception index (CGPI) announcement. The rating of CGPI for 2004-2006 by the Indonesian Institute for Corporate Governance and SWA Magazine is used to measure an eefort mentioned above. The analysis shows that there is no difference between abnormal return and trading volume activity in big ten CGPI firms and non-big ten CGPI firms. It means that the information about CGPI announcement is not effective for the investor’s decision making. The rating in CGPI announcement is not used by the investors in their decision making and even there is no no effect on their preference in their decision making. Keywords: corporate governance perception index, abnormal return, trading volume activity. 1. Akuntan Praktisi ([email protected]). 2. Staff Pengajar Tetap Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala Surabaya ([email protected]). 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang sahamnya. Namun yang terjadi, manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai tujuan yang berbeda terutama dalam hal peningkatan prestasi individu dan kompensasi yang akan diterima, yang akan menyebabkan jatuhnya harapan investor tentang pengembalian (return) atas dana yang telah mereka tanamkan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu sistem yang menjembatani adanya pemisahan kepentingan antara pemilik dan pengelola di dalam suatu perusahaan. Pemisahan ini diharapkan dapat mensejajarkan kepentingan pemilik atau pemegang saham dengan kepentingan manajer selaku pengelola perusahaan. Sistem tersebut adalah dengan pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance - GCG). Dengan adanya Corporate Governance (CG) diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Black (2001) berargumen bahwa pengaruh praktik CG terhadap nilai perusahaan akan lebih kuat di negara berkembang dibandingkan di negara maju. Hal tersebut dikarenakan oleh lebih bervariasinya praktik CG di negara berkembang dibandingkan negara maju. Durnev dan Kim (2002) memberikan bukti bahwa praktik CG lebih bervariasi di negara yang memiliki lingkungan hukum yang lebih lemah. Klapper dan Love (2002) menemukan bahwa penerapan CG di tingkat perusahaan lebih memiliki arti dalam negara berkembang dibandingkan dalam negara maju. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan CG yang baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar di negara-negara yang lingkungan hukumnya buruk. Menurut Daniri (2000), Indonesia menduduki urutan terendah di antara negara Singapura, Jepang, Malaysia, dan Thailand sebagai yang paling buruk CG-nya. Survei dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks CG yang paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72), dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaanperusahaan tersebut pada saat krisis ekonomi tahun 1997 yang lalu. Johnson, dkk. (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas CG dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada masa krisis di Asia. Hasil survei yang dilakukan oleh tim McKinsey, Coombes, dan Watson (2000), dalam Zaenal Arifin (2003) memperlihatkan bahwa investor bersedia memberi premium kepada perusahaan yang 2 bagus dalam CG-nya. Besar premium untuk negara-negara Asia yang disurvei adalah antara 20-27%, dan Indonesia adalah yang tertinggi premiumnya, yaitu 27%. Perusahaan yang bagus CG-nya lebih dapat dipercaya (majalah SWA memakai istilah “perusahaan terpercaya” untuk menterjemahkan GCG), sehingga sangat mungkin bahwa respon pasar atas pengumuman earnings dipengaruhi oleh baik buruknya CG perusahaan yang mengumumkannya. Secara empiris terbukti bahwa investor bersedia memberi premium yang cukup tinggi kepada perusahaan yang menerapkan prinsip CG yang secara konsisten (Lukuhay, 2002; Ishak Rafick, 2002). Survei yang dilakukan McKinsey juga menemukan bukti tambahan bahwa saham perusahaan yang disurvei menikmati valuasi pasar sampai dengan 10%-12%. Hal ini merefleksikan kepercayaan investor terhadap konsep CG tersebut. Selain itu, bukti empiris juga menyatakan bahwa perusahaan yang menerapkan CG akan cenderung meningkat kinerjanya (Beasly dkk., 1996). Sejalan dengan penelitian tersebut, survei yang dilakukan terhadap 189 perusahaan publik di enam emerging market – India, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, Taiwan, dan Turki – menunjukkan kaitan yang erat antara penerapan CG dengan harga saham perusahaan-perusahaan tersebut. Hal tersebut disebabkan hampir 75% investor menganggap keterbukaan dan informasi mengenai penerapan CG sama pentingnya dengan informasi keuangan yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan. Bahkan beberapa pihak menganggap informasi mengenai penerapan CG tersebut lebih penting daripada laporan keuangan perusahaan (Lukuhay, 2002). Sunarto (2003) menyatakan bahwa apabila suatu perusahaan telah mempunyai GCG, maka kinerja saham perusahaan tersebut akan semakin meningkat. Deni Darmawati, dkk. (2004) membuktikan bahwa CG mempengaruhi kinerja operasi perusahaan, namun tidak mempengaruhi kinerja pasar secara statistik. Menurut Deni Darmawati, dkk. (2004), hal ini mungkin dikarenakan respon pasar terhadap implementasi CG tidak bisa secara langsung (immediate), akan tetapi membutuhkan waktu. Hasil penelitian Luciana Spica Almilia dan Lailul L. Sifa (2006) menunjukkan bahwa pengumuman Corporate Governance Perception Index (CGPI riset dan pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaan publik yang tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia) pada perusahaan yang masuk dan tidak masuk sepuluh besar CGPI direaksi oleh pasar yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman dan tidak terdapat perbedaan abnormal return dan volume perdagangan yang signifikan pada saat pengumuman CGPI antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI. Menurut Harmanto dalam majalah SWA (2004), beberapa manfaat menerapkan GCG, misalnya dipercaya investor, mitra bisnis ataupun kreditor; menjadi lebih linear karena pembagian tugas serta kewenangan yang jelas; perimbangan kekuatan di antara struktur internal perusahaan, yakni direksi, komisaris, komite audit, dan sebagainya; pengambilan keputusan menjadi lebih akuntabel dan lebih berhati-hati demi sustainability perusahaan. Menurut Teguh 3 Boeradisasta dalam majalah SWA (2005), beberapa manfaat menerapkan GCG yang lain, misalnya perusahaan akan lebih dipercaya investor, mitra bisnis pun tidak ragu mengembangkan hubungan bisnis yang lebih luas lagi, para kreditur memiliki kepercayaan tinggi untuk mengucurkan kreditnya yang mungkin diperlukan untuk perluasan usaha, dan pengambilan keputusan menjadi lebih dipertanggungjawabkan. Berdasarkan manfaat ini, maka besar kemungkinan saham-saham perusahaan yang masuk CGPI akan direaksi oleh pasar, karena dengan bersedia mengikuti survei saja, perusahaan sudah menunjukkan adanya itikad menjadi perusahaan yang terpercaya dan terbuka. Berdasarkan manfaat ini, kemungkinan saham-saham yang masuk CGPI akan direaksi oleh pasar baik yang masuk sepuluh besar maupun non sepuluh besar CGPI. Perusahaan yang masuk sepuluh besar CGPI tentunya mempunyai tata kelola perusahaan yang lebih baik dibandingkan perusahaan non sepuluh besar CGPI, terutama dalam hal penyampaian informasi, sehingga perusahaan dapat meningkatkan kemakmuran para pemegang saham dengan meningkatnya harga saham. Hal ini sejalan dengan Zaenal Arifin (2003) yang menyatakan perusahaan yang dikelola dengan baik (GCG) memiliki ciri diantaranya menyampaikan informasi dengan lebih cepat, akurat, dan lengkap. Informasi adalah segala pemberitaan di dalam pasar modal maupun di luar pasar modal yang diterima investor dengan harapan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi yang efisien. Informasi yang masuk ke bursa efek memiliki pengaruh terhadap segala aktivitas perdagangan di pasar modal. Hal ini disebabkan karena para investor akan menganalisa lebih lanjut mengenai informasi yang masuk di pasar modal. Informasi dianggap memiliki value jika informasi tersebut mampu mengubah kepercayaan investor yang tercermin lewat perubahan harga yang diukur dengan abnormal return maupun volume perdagangan saham yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). CGPI merupakan salah satu informasi yang masuk di pasar modal. Informasi mengenai CGPI diharapkan dapat memberikan dampak positif terutama yang menyangkut kepercayaan investor atas dana yang diinvestasikan. Pengaruh pengumuman CGPI dimungkinkan akan memberikan reaksi positif investor serta mampu mengubah harapan investor tentang perusahaan yang bersangkutan. Dengan adanya kondisi yang demikian, harga saham dan volume perdagangan saham pada perusahaan yang masuk sepuluh besar CGPI akan lebih tinggi dibandingkan perusahaan non sepuluh besar CGPI. Selain itu, adanya pemeringkatan CG yang berupa CGPI ini dimungkinkan adanya perbedaan reaksi antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI. Menurut Thomas S. Kaihatu (2006), ada dua alasan utama yang menyebabkan pelaksanaan GCG di kalangan perusahaan tercatat masih amat marjinal, yaitu (1) mayoritas perusahaan yang tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia (PT. BEI) merupakan perusahaan milik keluarga; (2) praktik-praktik ketidakjujuran dalam mengelola perusahaan sudah berlangsung cukup lama, sehingga tidaklah mudah 4 untuk menghilangkannya. Thomas S. Kaihatu (2006) juga menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanaan CG di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki corporate culture sebagai inti dari CG. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum menjalankan governansi. Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, yaitu bahwa GCG memang memberikan manfaat yang sangat besar bagi perusahaan, namun apakah GCG dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, terutama para stakeholders-nya, perlu diteliti kembali, terutama untuk perusahaan-perusahaan di negara berkembang seperti Indonesia yang relatif masih memiliki lingkungan hukum yang buruk (Black, 2001; Durnev dan Kim, 2002; Klapper dan Love, 2002) dan mayoritas perusahaan yang tercatat di PT. BEI merupakan perusahaan milik keluarga (Thomas S. Kaihatu, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan reaksi pasar yang diproksikan dengan abnormal return dan volume perdagangan saham antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi (1) sebagai lanjutan penelitian terdahulu (Luciana Spica Almilia dan Lailul L. Sifa, 2006) dengan mempertimbangkan keterbatasan penelitian sebelumnya, yaitu dengan memperluas periode observasi, sehingga sampel yang digunakan lebih banyak; (2) sebagai pertimbangan bagi manajer selaku pengelola perusahaan dalam menerapkan GCG; (3) sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi yang paling efisien bagi investor; (4) dapat digunakan sebagai dasar dalam menerapkan GCG yang mampu menciptakan landasan yang kokoh untuk menjalankan operasional perusahaan dengan baik, efisien, dan menguntungkan. Rerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Good Corporate Governance (GCG) Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu konsep tentang tata kelola perusahaan yang sehat. Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya. GCG merupakan suatu sistem pengelolaan perusahaan yang mencerminkan hubungan yang sinergi antara manajemen dan pemegang saham, kreditur, pemerintah dan stakeholders lainnya. Sistem CG yang baik memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka bisa menyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Oleh karena itu, sistem tersebut harus juga membantu menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap pertumbuhan sektor usaha yang efisien dan berkesinambungan. 5 CG dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (www.fcgi.or.id). Tujuan CG adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Ada dua hal yang menjadi perhatian konsep ini adalah (1) Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya; (2) kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan secara akurat, tepat waktu dan transparan mengenai semua informasi kinerja keuangan, kepemilikan dan stakeholders. Selain itu, Finance Committee on Corporate Governance Malaysia dalam Herwidayatno (2000) mendefinisikan CG sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan kegiatan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah meningkatkan kemakmuran pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Definisi ini menekankan bahwa sebaik apapun suatu struktur CG, namun jika prosesnya tidak berjalan sebagaimana mestinya maka tujuan akhir melindungi kepentingan pemegang saham dan stakeholders tidak akan pernah tercapai. Penerapan CG dalam suatu perusahaan membawa banyak manfaat, salah satunya menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (www.fcgi.or.id), dengan melaksanakan CG, ada beberapa manfaat yang bisa didapat antara lain (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders; (2) mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya meningkatkan corporate value; (3) mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia; (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasar good corporate governance sebenarnya merupakan kebutuhan yang mendasar dalam rangka implementasi good corporate governance. Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance tersebut adalah (Thomas S. Kaihatu, 2006; Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, 2007): 1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Prinsip keterbukaan merupakan prinsip penting untuk mencegah terjadinya penipuan (fraud). Dengan pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan ini, maka dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan pemegang saham, investor atau stakeholders tidak memperoleh informasi atau fakta material yang ada. 6 2. 3. 4. 5. Keterbukaan bukan hanya merupakan kewajiban bagi perusahaan publik tetapi juga merupakan hak investor. Dengan adanya keterbukaan, maka investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi atas saham perusahaan. Prinsip ini mengakui bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar, akurat dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, kinerja perusahaan, hasil keuangan dan operasionalnya, dan informasi mengenai tujuan perusahaan. Segala bentuk informasi harus dibuka dan disebarkan kepada publik dengan adil, tepat waktu, dan efisien. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Prinsip ini terkait erat dengan pengukuran kinerja, pengawasan, dan pelaporan. Dalam prinsip akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindakan dan kegiatan perusahaan di bidang administrasi keuangan bukan hanya kepada pemegang saham, tetapi kepada semua pihak yang berkepentingan secara akurat, tepat waktu, dan dengan cara yang tepat. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip responsibilitas ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Prinsip responsibilitas mencakup hal-hal yang terkait dengan pemenuhan kewajiban sosial perusahaan sebagai bagian dari masyarakat. Perusahaan dalam memenuhi pertanggungjawabannya kepada para pemegang saham dan stakeholders harus sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain harus mengikuti peraturan perpajakan, peraturan ketenagakerjaan dan keselamatan kerja, peraturan kesehatan, peraturan lingkungan hidup, peraturan perlindungan konsumen, dan larangan praktik monopoli serta persaingan usaha yang tidak sehat. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Para komisaris, direktur, ataupun manajer dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya harus bebas dari segala benturan yang mungkin akan muncul. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara independen, bebas dari segala tekanan dari pihak lain, sehingga dapat dipastikan bahwa keputusan itu dibuat semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian 7 serta peraturan perundangan yang berlaku. Perlakuan yang adil dan berimbang diberikan kepada para pemegang saham ataupun stakeholders yang terkait. Perusahaan harus memastikan perlakuan yang setara bagi para pemegang saham. Pemegang saham mempunyai hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan penting yang dibuat perusahaan, seperti pemilihan direksi dan persetujuan atas proses merger ataupun akuisisi. Menurut Octalliana Ongko (2007), hak-hak tersebut adalah (a) hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam suatu RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegang saham untu mengeluarkan satu suara; (b) hak untuk memperoleh informasi material mengenai perseroan secara tepat waktu dan teratur, dan hak ini harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa adanya pembedaan atas klasifikasi saham yang dimiliki olehnya; (c) hak untuk menerima sebagian dari keuntungan perseroan yang diperuntukkan bagi pemegang saham, sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya dalam perseroan dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya. Corporate Governance Perception Index (CGPI) Dalam www.iicg.org, Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan pemeringkatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada perusahaan publik dan BUMN di Indonesia. Program ini dilaksanakan sejak tahun 2001 dilandasi pemikiran pentingnya mengetahui sejauh mana perusahaanperusahaan tersebut menerapkan prinsip-prinsip GCG. Program riset dan pemeringkatan CGPI diselenggarakan oleh The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) bekerjasama dengan majalah SWA sebagai mitra media publikasi. Program ini didesain untuk memacu perusahaan dalam meningkatkan kualitas penerapan CG melalui perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) dengan melaksanakan evaluasi dan melakukan studi banding (benchmarking). Program CGPI akan memberikan apresiasi dan pengakuan kepada perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan CG melalui CGPI awards dan penobatan sebagai perusahaan terpercaya. IICG adalah lembaga indenpenden yang didirikan pada tanggal 2 Juni 2000 dengan tujuan untuk memasyarakatkan konsep, praktik dan manfaat CG kepada dunia usaha dan masyarakat luas. IICG mempunyai visi untuk menjadi lembaga independen dan bermartabat untuk mendorong terciptanya perilaku bisnis yang sehat dan misi sebagai berikut (a) menyusun dan mengembangkan standar moral yang tinggi sebagai kerangka acuan penciptaan tata kelola perusahaan; (b) mendorong kepedulian dan kesadaran masyarakat khususnya pelaku bisnis mengenai pentingnya pengembangan dan mempertahankan tata kelola perusahaan yang baik; (c) menyelenggarakan penelitian dan pengkajian menyangkut penerapan praktik bisnis yang sehat dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat luas. 8 Dalam Luciana Spica Almilia dan Lailul Sifa (2006) pemeringkatan ini dilakukan dengan berdasarkan pada 7 (tujuh) kriteria, yaitu (a) komitmen perseroan terhadap CG, hal ini menjelaskan sejauh mana perseroan menaruh perhatian terhadap semangat GCG; (b) pelaksanaan RUPS dan perlakuan terhadap minority shareholders, mencakup ketepatan waktu pelaksanaan RUPS dan adanya jaminan perlindungan hak pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas; (c) dewan komisaris, dimilikinya dewan komisaris yang kompeten di bidangnya serta seberapa optimal peran dan tanggung jawab mereka dalam penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik; (d) struktur direksi, dimilikinya direksi yang kompeten di bidangnya serta bagaimana peran dan tanggung jawab direksi dalam penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik; (e) hubungan dengan stakeholders, bagaimana hubungan dan tanggung jawab perusahaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan; (f) transparansi dan akuntabilitas, mewajibkan adanya informasi yang terbuka, tepat waktu, jelas, dapat diperbandingkan terutama menyangkut masalah keuangan, pengelolaan dan kepemilikan perusahaan; (f) tanggapan terhadap riset IICG, sejauh mana keseriusan responden untuk mengikuti riset ini. Majalah SWA dan IICG bahkan berencana menjadikan indeks ini sebagai indikator (benchmark) yang akan selalu menjadi pegangan investor. Abnormal Return Dalam Jogiyanto Hartono (2003:433-435), abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspektasi (return yang diharapkan investor). Dengan demikian return tidak normal (abnormal return) adalah selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi, sehingga dapat dinyatakan sebagai berikut: RTN it Ri ,t E[ Ri ,t ] Dimana: RTNi,t = return tidak normal (abnormal return) sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Ri,t = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Return merupakan pendapatan yang berhak diperoleh investor atas investasi sahamnya. Return dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Tingkat keuntungan yang terjadi (realized return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan resiko di masa datang. Return realisasi dapat dihitung dengan persamaan: 9 Rit ( Pit Pit 1 ) Pit 1 Dimana: Rit = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode ke-t. Pit = harga saham pada periode ke-t. Pit-1= harga saham satu periode sebelumnya. 2. Tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return). Expected return adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, expected return sifatnya belum terjadi. Untuk menghitung expected return dalam penelitian ini digunakan mean adjusted model. Model ini menganggap bahwa return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. Menurut Jogiyanto H., mean adjusted model dapat dirumuskan sebagai berikut (2003:435): t2 E[ Ri ,t ] Rij j t1 T Dimana: E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Ri,j = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j. T = lamanya periode estimasi, yaitu dari t1 sampai dengan t2. Volume Perdagangan Saham (Trading Volume Activity - TVA) Volume perdagangan saham merupakan banyaknya lembar saham yang diperdagangkan dalam satu hari perdagangan. Holthausen dan Verrechia (1990) dalam Ambar Woro Hastuti dan Bambang Sudibyo (1998) berpendapat bahwa suatu pengumuman yang tidak membawa informasi baru tidak akan mengubah kepercayaan investor sehingga mereka tidak akan melakukan perdagangan. Sebaliknya dengan adanya informasi baru akan membawa perubahan kepercayaan yang akan memotivasi investor dalam melakukan kegiatan perdagangan. Kegiatan perdagangan saham diukur dengan menggunakan Trading Volume Activity (TVA). Menurut Ambar Woro Hastuti dan Bambang Sudibyo (1998), volume perdagangan saham adalah aktivitas perdagangan saham yang terjadi pada waktu tertentu yang diperoleh dengan membandingkan atau membagi antara saham yang diperdagangkan dengan saham yang beredar di bursa efek. TVA merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap informasi melalui parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan di pasar. Dalam Sri Lestari dan Imam Subekti (2003), pendekatan TVA ini dapat juga digunakan untuk menguji hipotesis pasar efisien bentuk lemah (weak-form efficiency). TVA juga merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh pada 10 pergerakan harga saham. Kenaikan atau penurunan dalam volume perdagangan saham mencerminkan minat investor terhadap saham tersebut. Trading Volume Activity (TVA) dapat dirumuskan sebagai berikut: TVA i,t = saham perusahaan yang diperdagangkan pada waktu t saham perusahaan yang beredar pada waktu t Dimana: TVAi,t = perubahan volume perdagangan sekuritas ke-i pada periode t. Setelah TVA untuk masing-masing saham diketahui, kemudian dihitung rata-rata volume perdagangan untuk masing-masing sampel secara keseluruhan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n XTVA TVAi i 1 n Dimana: X TVA = rata-rata volume perdagangan saham. TVAi = aktivitas volume perdagangan saham pada periode i. n = jumlah sampel. Event Study Menurut Jogiyanto Hartono (2003:410), studi peristiwa (event study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat. Pasar dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang berada dalam laporanlaporan keuangan perusahaan emiten.. Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga yang diukur dengan abnormal return. Jika digunakan abnormal return, maka dapat dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mempunyai kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar. Sebaliknya, yang tidak mengandung informasi tidak memberikan abnormal return kepada pasar. Reaksi pasar juga ditunjukkan dengan adanya perubahan volume perdagangan saham yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). Dengan menggunakan volume perdagangan saham, maka dapat dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mengandung informasi mengakibatkan tingkat permintaan saham akan lebih tinggi daripada tingkat penawaran saham sehingga volume perdagangan saham mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika pengumuman tidak mengandung informasi maka 11 tingkat permintaan saham akan lebih rendah dibandingkan tingkat penawaran saham sehingga volume perdagangan saham mengalami penurunan. Dalam Sri H. Sulistyanto (2003), ada tiga faktor yang mempengaruhi kandungan informasi pada saat terjadinya pengumuman, yaitu (1) ekspektasi pasar terhadap kandungan informasi pada saat terjadinya pengumuman; (2) implikasi pengumuman terhadap distribusi return saham pada masa depan (3) kredibilitas sumber informasi. Dengan adanya informasi akan menyebabkan fluktuasi harga saham yang dipergunakan investor untuk memperoleh keuntungan dari selisih antara harga jual dan harga beli saham. Pengembangan Hipotesis Pengaruh Corporate Governance (CG) Terhadap Kinerja Perusahaan Menurut Berghe dan Ridder (1999) dalam Deni Darmawati, dkk. (2004), menghubungkan kinerja perusahaan dengan good governance tidak mudah dilakukan. Berghe dan Ridder (1999) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai poor performance disebabkan oleh poor governance. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Gompers, dkk. (2003) yang menemukan hubungan positif antara indeks CG dengan kinerja perusahaan jangka panjang. Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada hubungan CG dengan kinerja perusahaan, misalnya penelitian Daily, dkk. (1998) dan hasil survey CBI, Deloitte dan Touche (1996) sebagaimana yang dikutip oleh Kakabadse, dkk. (2001) dalam Deni Darmawati, dkk. (2004). Demikian juga dengan Young (2003) yang menganalisis beberapa penelitian yang menghubungkan CG dengan kinerja perusahaan. Walaupun penelitian-penelitian tentang hubungan CG dengan kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda, namun semuanya menyatakan bahwa CG mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan. Dalton, dkk. (1999) menemukan adanya hubungan sistematik antara ukuran dewan direksi dan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran dewan direksi dengan kinerja perusahaan lebih kuat untuk perusahaan-perusahaan kecil. Namun demikian, penelitian tersebut tidak berhasil menemukan bahwa komposisi dewan direksi sebagai variabel pemoderasi hubungan antara ukuran dewan direksi dengan kinerja perusahaan. Dalton, dkk. (1999) juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil antara dua jenis ukuran kinerja, yaitu ukuran kinerja yang berbasis akuntansi dan ukuran kinerja yang berbasis pasar. Hasil penelitian Johnson, dkk. (2000) menunjukkan bahwa variabel-variabel CG lebih bisa menjelaskan variasi dari perubahan nilai tukar mata uang dan kinerja pasar modal, dibandingkan dengan variabel-variabel ekonomi makro. Mitton (2000) menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berkaitan dengan CG mempunyai dampak yang kuat terhadap kinerja perusahaan selama periode krisis di Asia Timur (tahun 1997–1998). Penelitian tersebut menemukan bahwa perusahaan dengan 12 kualitas pengungkapan yang lebih baik, kepemilikan pihak eksternal yang lebih terkonsentrasi, dan perusahaan yang lebih terfokus (dibandingkan dengan yang terdiversifikasi) memiliki kinerja pasar yang lebih baik. Klapper dan Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara CG dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan return on assets (ROA) dan Tobin’s Q. Black, dkk. (2003) memberikan bukti bahwa CG merupakan faktor penting dalam menjelaskan nilai perusahaan-perusahaan publik di Korea. Sunarto (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa apabila GCG tercapai, maka kinerja saham perusahaan tersebut akan semakin meningkat. Deni Darmawati, dkk. (2004) membuktikan bahwa CG mempengaruhi kinerja operasi perusahaan, namun tidak mempengaruhi kinerja pasar secara statistik, hal ini mungkin dikarenakan respon pasar terhadap implementasi CG tidak bisa secara langsung (immediate), akan tetapi membutuhkan waktu. Titik Aryati dan Nindhita Gita Mediyanti (2005) berhasil menemukan perbedaan kinerja keuangan perusahaan yang dihitung dengan return on equity (ROE) dan earnings per share (EPS) antara perusahaan yang sudah mematuhi peraturan mengenai GCG dengan perusahaan yang belum mematuhinya; namun penelitian ini tidak berhasil menemukan perbedaan kinerja keuangan dengan return on asset (ROA) antara perusahaan yang sudah mematuhi peraturan mengenai GCG dengan perusahaan yang belum mematuhinya. Hamonangan Siallagan (2006) menyatakan bahwa mekanisme CG yang terdiri dari kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dan komite audit secara statistik berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hamonangan Siallagan (2007) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa mekanisme CG yang terdiri dari kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dan komite audit mempengaruhi kualitas laba. Beberapa penelitian yang mengindikasikan belum berhasilnya penerapan CG di Indonesia antara lain hasil penelitian H. Sri Sulistyanto dan Linggar Y. Nugraheni (2002) yang menguji apakah penerapan prinsip CG dapat menekan manipulasi laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan manipulasi sebelum dan sesudah adanya kewajiban untuk menerapkan prinsip CG tersebut. Penelitian Sekar Mayangsari dan Murtanto (2002) yang menguji apakah pengumuman pembentukan komite audit sebagai komponen penting dalam CG di Indonesia direspon oleh pasar. Hasilnya membuktikan adanya reaksi pasar yang positif terhadap pengumuman tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa pengumuman tersebut mempunyai kandungan informasi yang menarik minat investor di pasar. H. Sri Sulistyanto (2003) menguji apakah pengumuman pemberian Annual Report Award (ARA) kepada perusahaan yang dinilai telah menerapkan prinsip CG dengan baik juga menarik minat pasar, di mana minat pasar ini merefleksikan kepercayaan masyarakat bahwa konsep CG akan meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders. Hasil 13 pengujiannya membuktikan bahwa lima hari setelah pengumuman pemberian Annual Report Award (ARA) secara signifikan pasar merespon publikasi tersebut. Hal ini merefleksikan kepercayaan masyarakat terhadap konsep CG yang melandasi penghargaan tersebut. Teguh S. Pambudi (2008) menyatakan bahwa adalah keliru bahwa menerapkan GCG akan langsung mengantarkan perusahaan pada kinerja yang bagus. GCG yang tertuang dalam proses, sistem dan struktur yang berjalan tertib, pada hakikatnya memang fondasi operasional perusahaan yang prudent dengan pengelolaan kebijakan yang penuh kehati-hatian. Hal itu ibaratnya hanya separuh tiket. Untuk menjadi perusahaan yang unggul, penerapan GCG saja belumlah memadai, butuh separuh tiket lain untuk menjadi perusahaan yang hebat. Di atas fondasi bernama GCG, perusahaan tetaplah memerlukan inovasi dan kreativitas untuk menaklukkan pasar. Dewan komisaris dan direksi wajib hukumnya menerapkan lima prinsip GCG, akan tetapi, untuk tumbuh sehat dan kuat, untuk terciptanya operational excellence, daya kreativitas dan inovasi, harus terus dipupuk bila ingin tumbuh berkelanjutan. Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Corporate Governance Perception Index (CGPI) Pengumuman CGPI diduga mempunyai kandungan informasi yang dapat mempengaruhi reaksi pasar. Reaksi pasar tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham perusahaan bersangkutan yang diukur dengan abnormal return. Jika digunakan abnormal return, maka dapat dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mempunyai kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar. Sebaliknya suatu pengumuman yang tidak mengandung informasi tidak memberikan abnormal return kepada pasar. Dengan adanya pemeringkatan CG berupa CGPI ini, kita bisa menduga bahwa perusahaan yang menduduki peringkat sepuluh besar akan lebih baik dibandingkan perusahaan yang menduduki peringkat non sepuluh besar. Dikatakan demikian karena perusahaan yang menduduki peringkat sepuluh besar mempunyai tata kelola perusahaan (corporate governance) yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang menduduki peringkat non sepuluh besar, sehingga memungkinkan adanya reaksi pasar yang berbeda antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI. Reaksi pasar tidak hanya ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham yang tercermin dari abnormal return, tetapi juga ditunjukkan dengan adanya perubahan aktivitas perdagangan yang tercermin dari volume perdagangan saham perusahaan yang bersangkutan. Volume perdagangan saham merupakan tindakan atau perdagangan investor secara individual. Peningkatan atau penurunan volume perdagangan saham merupakan minat investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Volume perdagangan saham dapat diukur dengan Trading Volume Activity (TVA). 14 TVA dapat digunakan untuk melihat apakah investor secara individual menilai informasi CGPI yang berupa pemeringkatan ini sebagai sinyal positif atau negatif untuk membuat keputusan perdagangan saham. Apabila investor mengartikan sebagai sinyal positif atas informasi CGPI tersebut, maka permintaan saham akan lebih tinggi daripada penawaran saham sehingga volume perdagangan akan meningkat. Sebaliknya, apabila muncul sinyal negatif atas informasi CGPI, maka tingkat permintaan saham yang terjadi akan lebih rendah dibandingkan tingkat penawaran saham, sehingga volume perdagangan saham mengalami penurunan. Beaver (1968) dalam Luciana Spica Almilia dan Lailul Sifa (2006) menyatakan bahwa suatu laporan yang diumumkan memiliki kandungan informasi, apabila jumlah lembar saham yang diperdagangkan menjadi lebih besar ketika earnings diumumkan. Jadi, kita bisa menduga bahwa aktivitas perdagangan yang tercermin pada volume perdagangan saham yang bersangkutan pada perusahaan yang menduduki peringkat sepuluh besar akan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menduduki peringkat non sepuluh besar. Penelitian mengenai CG di Indonesia telah beberapa kali dilakukan antara lain penelitian yang dilakukan Zaenal Arifin (2003). Penelitian ini mengambil event study pengumuman earnings perusahaan yang masuk dalam Corporate Governance Perception Index (CGPI). Dengan menggunakan data return saham, penelitian ini ingin mengetahui kandungan informasi atas pengumuman earnings dan volume transaksi perdagangan saham pada perusahaan yang baik CG-nya dan yang kurang baik CG-nya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan informasi yang diukur oleh abnormal return atas pengumuman earnings oleh perusahaan yang baik CG-nya tidak secara signifikan lebih tinggi daripada perusahaan yang kurang baik CG-nya; sedangkan dilihat dari volume perdagangan, pengumuman earnings oleh perusahaan yang baik CG-nya secara signifikan lebih rendah dibandingkan perusahaan yang kurang baik CG-nya. Penelitian Luciana Spica Almilia dan Lailul L. Sifa (2006) yang menguji reaksi pasar terhadap publikasi Corporate Governance Perception Index (CGPI) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta menunjukkan bahwa pengumuman CGPI pada perusahaan yang masuk dan tidak masuk sepuluh besar CGPI direaksi oleh pasar yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman dan tidak terdapat perbedaan abnormal return dan volume perdagangan yang signifikan pada saat pengumuman CGPI antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI. Berdasarkan teoritis yang ada dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H1a: Terdapat perbedaan abnormal return antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. 15 H1b: Terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. METODA PENELITIAN Disain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian event study dengan pengujian hipotesis. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perusahaan yang mendapat CGPI 2005-2008 (dalam majalah SWA) pada perusahaan-perusahaan yang mengikuti survei penerapan corporate governance di perusahaan tahun 2004-2006 Identifikasi Variabel Berdasarkan perumusan masalah dan hipotesis yang ada, maka variabelvariabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Abnormal return yang terjadi di seputar tanggal pengumuman CGPI 20052008 pada perusahaan-perusahaan yang mengikuti survei penerapan corporate governance tahun 2004-2006. 2. Volume perdagangan saham yang terjadi di seputar tanggal pengumuman CGPI 2005-2008 pada perusahaan-perusahaan yang mengikuti survei penerapan corporate governance tahun 2004-2006. 3. Tanggal pengumuman CGPI 2005-2008 pada perusahaan-perusahaan yang mengikuti survei penerapan corporate governance tahun 2004-2006. CGPI 2004 diumumkan pada tanggal 28 April 2005, CGPI 2005 diumumkan pada tanggal 11 Desember 2006, dan CGPI 2006 diumumkan pada tanggal 9 Januari 2008. Definisi Operasional Variabel Untuk menghindari ketidakjelasan makna variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini, maka diberikan pengertian dari variabel-variabel yang akan digunakan sebagai berikut: a. Abnormal return adalah selisih return sesungguhnya (actual return) dengan return yang diharapkan (expected return). Abnormal return digunakan untuk melihat harga saham pada periode jendela (event window) untuk masingmasing hari di seputar tanggal peristiwa. Abnormal return dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Jogiyanto H., 2003:434): RTN i ,t Ri ,t E[ Ri ,t ] Dimana: RTNi,t = return tidak normal (abnormal return) sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Ri,t = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada 16 periode peristiwa ke-t. E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya atau dapat dihitung dengan rumus: ( P Pit 1 ) Rit it Pit 1 Dimana: Rit = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode ke-t. Pit = harga saham pada periode ke-t. Pit-1 = harga saham satu periode sebelumnya. Sedangkan return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Untuk menghitung expected return dalam penelitian ini digunakan mean adjusted model. Mean adjusted model dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: t2 E[ Ri ,t ] Rij j t1 T Dimana: E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Ri,j = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j. T = lamanya periode estimasi, yaitu dari t1 sampai dengan t2. b. Volume perdagangan saham adalah jumlah saham yang diperdagangkan dalam satu hari perdagangan. Untuk menghitung volume perdagangan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: TVA i,t = saham perusahaan yang diperdagangkan pada waktu t saham perusahaan yang beredar pada waktu t Dimana: TVAi,t = perubahan volume perdagangan sekuritas ke-i pada periode t. Setelah Trading Volume Activity (TVA) untuk masing-masing saham diketahui, kemudian dihitung rata-rata volume perdagangan untuk masingmasing sampel secara keseluruhan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n XTVA TVAi i 1 Dimana: 17 n X TVA = rata-rata volume perdagangan saham. TVAi = aktivitas volume perdagangan saham pada periode i. n = jumlah sampel. c. Tanggal pengumuman CGPI 2005-2008, yaitu tanggal pengumuman CGPI di media massa pada perusahaan-perusahaan yang mengikuti survei penerapan corporate governance tahun 2004-2006. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengumpulan Data Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang mendapatkan CGPI 2005-2008 (dalam majalah SWA). Dari populasi diambil sampel dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu suatu pengambilan sampel dimana peneliti menggunakan pertimbangannya sendiri dengan maksud untuk memenuhi tujuan dari penelitian. Untuk itu adapun kriteria yang dilakukan dalam pengambilan sampel sebagai berikut: 1. Perusahaan yang mengikuti survei penerapan corporate governance di tahun 2004-2006. 2. Perusahaan yang mengikuti survei penerapan corporate governance harus terdaftar di BEI sebagai Perusahaan Terbuka (Tbk). 3. Perusahaan yang dijadikan sampel dikelompokkan menjadi 2, yaitu perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI. Dari 73 perusahaan yang bersedia disurvei oleh majalah SWA dan IICG dari tahun 2004-2006, ada 19 perusahaan yang tidak memenuhi kriteria di atas dengan perincian 12 perusahaan BUMN dan 7 perusahaan yang harga sahamnya tidak tercantum dalam www.finance.yahoo.com sehingga sampel yang diteliti tinggal 54 perusahaan. Setelah ditemukan sampel penelitian sejumlah 54 perusahaan, kemudian perusahaan tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok sepuluh besar dan non sepuluh besar. Dari klasifikasi tersebut didapat bahwa dari tahun 2004-2006 yang masuk sepuluh besar ada 27 perusahaan dan yang non sepuluh besar ada 27 perusahaan (Lampiran 1). Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yang terdiri dari: 1. Data harga penutupan saham (closing price) harian untuk menghitung return actual perusahaan maupun expected return tahun 2005-2008. 2. Volume perdagangan saham harian perusahaan dan jumlah saham yang beredar untuk menghitung TVA tahun 2005-2008. 3. Data tanggal publikasi CGPI 2005-2008. Data ini digunakan sebagi event date terhadap penelitian yang akan digunakan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari www.finance.yahoo.com dan majalah SWA tahun 2005-2008. 18 Metoda Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metoda dokumentasi. Metoda dokumentasi, yaitu metoda pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencatat data dari laporan-laporan, catatan dan arsip-arsip yang ada di beberapa sumber seperti perpustakaan, internet, majalah SWA, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan data yang dibutuhkan. Teknik Analisis Data Tahap-tahap menganalisis data dalam penelitian ini adalah: 1. Mengindentifikasi tanggal pengumuman CGPI. Untuk mempermudah pembahasan maka tanggal pengumuman CGPI diidentifikasikan sebagai hari ke nol (t=0). 2. Menentukan event window (periode pengamatan) pengukuran reaksi pasar dari pengumuman CGPI. Event window (periode pengamatan) yang digunakan t-5 sampai t+5. Periode pengamatan yang digunakan adalah +/- 5 hari karena untuk melihat apakah pengumuman CGPI itu direspon oleh pasar beberapa hari sebelum pengumuman CGPI dan untuk menghindari adanya peristiwa lain di sekitar tanggal pengumuman CGPI tersebut, maka periode pengamatan yang dipilih sebaiknya tidaklah terlalu lama. 3. Melakukan analisis deskriptif. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menganalisis data kuantitatif yang diolah menurut perhitungan dalam variabel penelitian sehingga dapat memberikan penjelasan atau gambaran mengenai kondisi perusahaan. 4. Melakukan pengujian hipotesis. 5. Pembahasan. Melakukan pembahasan untuk membandingkan hasil penelitian dengan teoriteori dan penelitian terdahulu sehingga didapat suatu kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan. Prosedur Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji t (t-test). Adapun tahapan-tahapan pengujian hipotesis sebagai berikut: 1. Menentukan formulasi hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1): H 0 : 1 0 , artinya tidak terdapat perbedaan abnormal return antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di sekitar tanggal pengumuman CGPI. H 1a : 1a 0, artinya terdapat perbedaan abnormal return antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. 19 H 0 : 1 0 , artinya tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. H1b : 1b 0 , artinya terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. 2. Tingkat signifikansi ditentukan sebesar = 5%. 3. Menentukan kriteria pengujian: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima. 4. Kesimpulan Jika H0 ditolak dan H1a diterima (lihat no.1), artinya terdapat perbedaan abnormal return antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Begitu juga, jika H0 ditolak dan H1b diterima (lihat no.1), artinya terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Setelah semua data diperoleh, yang pertama dilakukan adalah menghitung abnormal return yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar. Nilai abnormal return berasal dari selisih antara return sesungguhnya yang terjadi (return realisasi) dengan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return). Return realisasi dihitung selama 11 hari periode pengamatan (t-5 sampai dengan t+5) dengan menggunakan Microsoft Excel dari data harga penutupan saham harian (closing price). Setelah return realisasi diketahui, maka untuk menghitung expected return digunakan mean adjusted model, dimana nilai expected return selama periode jendela bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. Setelah didapat hasil return realisasi dan expected return, maka abnormal return dapat dihitung dengan cara mengurangkan return realisasi saham perusahaan ke-i pada hari ke-t dengan expected return yang sudah dihitung sebelumnya. Langkah kedua yang dilakukan adalah menghitung Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar dan non sepuluh besar untuk melihat pergerakan aktivitas volume perdagangan saham di pasar dengan cara membagi jumlah saham yang diperdagangkan pada hari ke-t dengan jumlah saham yang beredar untuk masingmasing perusahaan di hari ke-t. Secara ringkas, rata-rata abnormal return dan Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar dan non sepuluh besar selama periode pengamatan dapat dilihat dalam 20 Tabel 1 dan 2. Untuk lebih menggambarkan pergerakan abnormal return dan Trading Activity Volume (TVA) disajikan pula dalam bentuk grafik, seperti terlihat dalam Gambar 1 dan 2. (a) Rata-rata abnormal return (AAR) sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI 2005-2008 Tabel 1 Average Abnormal Return (AAR) Hari KeAAR Sepuluh Besar AAR Non Sepuluh Besar -5 -0.02746 -0.02338 -4 0.00019 0.00184 -3 0.00650 -0.01629 -2 0.00951 0.01152 -1 -0.00539 0.00490 0 0.00277 0.01047 1 -0.00612 -0.00702 2 -0.00625 -0.00850 3 -0.01590 -0.00470 4 0.02545 0.01603 5 -0.00594 0.00354 Gambar 1 AAR Sepuluh Besar dan Non Sepuluh Besar 0.03000 0.02000 NILAI AAR 0.01000 0.00000 t -5 -4 -3 -2 -1 0 -0.01000 -0.02000 -0.03000 -0.04000 HARI KE 21 1 2 3 4 AAR 10 besar AAR non 10 besar Dari hasil perhitungan Tabel 1 dan Gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata abnormal return pada perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI mengalami fluktuasi selama periode pengamatan. Sebelum pengumuman, rata-rata abnormal return sepuluh besar mengalami kenaikan dari hari ke -4 (0.00019) sampai dengan hari ke -2 (0.00951); sedangkan rata-rata abnormal return non sepuluh besar mengalami kenaikan pada hari ke -4 (0.00184), hari ke -2 (0.01152) sampai dengan hari ke -1 (0.00490). Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan pasar sudah menerima bocoran informasi CGPI award sehingga harga saham yang tercermin dari abnormal return mulai meningkat. Keadaan demikian dapat dikatakan bahwa pengumuman Corporate Governance Perception Index (CGPI) tersebut merupakan good news. Akibat adanya bocoran informasi sebelum pengumuman mengakibatkan harga saham mulai naik turun untuk hari-hari selanjutnya. Ini menandakan bahwa harga mulai kembali ke harga keseimbangan baru. Hal ini tampak pada hari sesudah pengumuman, rata-rata abnormal return sepuluh besar mengalami penurunan pada hari ke +1 (-0.00612) sampai dengan hari ke +3 (-0.01590); sedangkan rata-rata abnormal return non sepuluh besar juga mengalami penurunan pada hari ke +1 (-0.00702) sampai dengan hari ke +3 (0.00470). Kemudian, rata-rata abnormal return sepuluh besar mengalami peningkatan yang tajam di hari ke +4 (0.02545) dan kembali menurun pada hari ke +5 (-0.00594); sedangkan rata-rata abnormal return non sepuluh besar mengalami peningkatan yang tajam pada hari ke +4 (0.01603) dan kembali menurun pada hari ke +5 (0.00354) yang bernilai positif. Peningkatan tajam abnormal return sepuluh besar dan non sepuluh besar di hari ke +4 dibandingkan hari ke +1 sampai dengan hari ke +3 menunjukkan bahwa pasar bereaksi lambat terhadap informasi CGPI tersebut. (b) Rata-rata Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI 2005-2008 Tabel 2 Rata-rata Trading Volume Activity (TVA) Hari KeRata-rata TVA Sepuluh Rata-rata TVA Non Besar Sepuluh Besar -5 0.00187 0.00126 -4 0.00124 0.00099 -3 0.00261 0.00342 -2 0.00198 0.00321 -1 0.00170 0.00248 0 0.00180 0.00383 1 0.00331 0.00327 2 0.00238 0.00189 3 0.00250 0.00241 22 4 5 0.00174 0.00136 0.00217 0.00089 Gambar 2 TVA Sepuluh Besar dan Non Sepuluh Besar 0.00450 0.00400 NILAI TVA 0.00350 0.00300 0.00250 XTVA 10 besar 0.00200 XTVA non 10 besar 0.00150 0.00100 0.00050 0.00000 t -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 HARI KE Dari hasil perhitungan Tabel 2 dan Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata Trading Volume Activity (TVA) pada perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI mengalami fluktuasi selama periode pengamatan. Rata-rata Trading Volume Activity (TVA) sebelum pengumuman mengalami fluktuasi dibanding dengan periode sesudah pengumuman. Sebelum pengumuman, rata-rata Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar mengalami peningkatan pada hari ke -3 (0.00261); sedangkan rata-rata Trading Volume Activity (TVA) non sepuluh besar juga mengalami peningkatan pada hari ke -3 (0.00342). Sesudah pengumuman, rata-rata Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar mengalami peningkatan yang tajam pada hari ke +1 (0.00331) dibandingkan hari sebelumnya, yaitu pada saat pengumuman (0.00180); sedangkan rata-rata Trading Volume Activity (TVA) non sepuluh besar mengalami penurunan pada hari ke +1 (0.00327) dibandingkan hari sebelumnya, yaitu pada saat pengumuman (0.00383) meskipun penurunan ini bernilai positif dan cenderung stabil. Hal ini menunjukkan bahwa pasar bereaksi positif terhadap informasi CGPI tersebut. 23 Pengujian Hipotesis (a) Uji beda rata-rata abnormal return sepuluh besar dan non sepuluh besar di seputar tanggal pengumuman Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan independent t-test antara abnormal return sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Penelitian ini menggunakan 11 hari periode pengamatan. Dasar pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima. Nilai t tabel didapat dari df = 11-1 = 10, adalah 1,812. Analisis terhadap hasil pengujian didukung oleh program SPSS 13. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini: Tabel 3 Hasil Uji Beda Abnormal Return Sepuluh Besar dan Non Sepuluh Besar CGPI 2005-2008 Independent Sam ple s Te st dt_aar Equal variances Equal variances as sumed not as sumed .035 .854 -.284 -.284 20 19.650 .779 .779 Levene's Test for F Equality of Varianc es Sig. t-test for Equality of t Means df Sig. (2-tailed) Mean Differenc e Std. Error Differenc e 95% Confidenc e Interval of the Differenc e Lower Upper -.0015636 -.0015636 .0055031 .0055031 -.0130428 .0099156 -.0130559 .0099287 Dari tabel diatas, terlihat bahwa nilai t hitung adalah -0,284 dan t tabel adalah 1,812, maka H0 pertama gagal ditolak yang berarti tidak terdapat perbedaan abnormal return antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. (b) Uji beda rata-rata Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar dan non sepuluh besar di seputar tanggal pengumuman Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan independent t-test antara volume perdagangan sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Penelitian ini menggunakan 11 hari periode pengamatan. Dasar pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: 24 Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima. Nilai t tabel didapat dari df = 11-1 = 10, adalah 1,812. Analisis terhadap hasil pengujian didukung oleh program SPSS 13. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini: Tabel 4 Hasil Uji Beda Trading Volume Activity (TVA) Sepuluh Besar dan Non Sepuluh Besar CGPI 2005-2008 Independent Sam ple s Te st dt_tva Equal variances Equal variances as sumed not as sumed 3.303 .084 -.848 -.848 20 16.288 .406 .409 Levene's Test for F Equality of Varianc es Sig. t-test for Equality of t Means df Sig. (2-tailed) Mean Differenc e Std. Error Differenc e 95% Confidenc e Interval of the Differenc e Lower Upper -.00030273 -.00030273 .00035698 .00035698 -.00104738 .00044192 -.00105841 .00045295 Dari tabel diatas, terlihat bahwa nilai t hitung adalah -0,848 dan t tabel adalah 1,812, maka H0 kedua gagal ditolak yang berarti tidak terdapat perbedaan volume perdagangan antara perusahaan yang masuk sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Pembahasan Penelitian ini menggunakan analisis uji beda independent t-test dengan bantuan program SPSS 13.0 for windows. Dari pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda independent t-test yang dilakukan terhadap abnormal return sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di sekitar tanggal pengumuman CGPI, dapat diperoleh nilai t hitung -0,284 dan t tabel 1,812. Hal ini berarti H0 diterima dan H1a ditolak, yang berarti tidak terdapat perbedaan abnormal return antara sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Penemuan dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Luciana Spica Almilia dan Lailul Sifa (2006) yang mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan antara sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI pada saat pengumuman CGPI. 25 Pada Lampiran 2, pengujian hipotesis abnormal return sepuluh besar dan non sepuluh besar menunjukkan bahwa nilai rata-rata abnormal return bernilai negatif. Abnormal return yang benilai negatif menunjukkan bahwa pasar bereaksi lambat terhadap informasi CGPI. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal di Indonesia berupa efisien bentuk lemah. Jadi, informasi CGPI bukan merupakan informasi yang efektif di pasar modal yang dapat mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Adanya faktor makro seperti PDB, tingkat bunga, inflasi, kurs rupiah juga mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Dalam penelitian ini, dikatakan bahwa pasar modal di Indonesia masih efisien bentuk lemah. Karena efisien bentuk lemah, perubahan harga belum mencerminkan informasi yang ada, sehingga peneliti hanya dapat mengamati reaksi pasar melalui pergerakan volume perdagangan saham yang diukur dengan menggunakan Trading Volume Activity (TVA). Setelah dilakukan pengujian hipotesis menggunakan uji beda independent t-test terhadap Trading Volume Activity (TVA), dapat diperoleh bahwa t hitung -0,848 dan t tabel 1,812. Hal ini berarti H0 diterima dan H1b ditolak, yang berarti tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Penemuan dari penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luciana Spica Almilia dan Lailul Sifa (2006) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan antara sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI pada saat pengumuman CGPI. Pengujian hipotesis terhadap Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar dan non sepuluh besar menunjukkan nilai rata-rata Trading Volume Activity (TVA) bernilai positif. Angka yang positif menunjukkan adanya reaksi pasar yang positif terhadap adanya informasi CGPI yang berupa pemeringkatan ini. Dengan adanya reaksi positif dari pasar akan menyebabkan jumlah lembar saham di pasar akan bertambah yang diharapkan dapat meningkatkan frekuensi perdagangan saham tersebut atau dengan kata lain dapat meningkatkan likuiditas saham. Peningkatan likuiditas saham tersebut disebabkan karena kinerja perusahaan terutama laba mengalami peningkatan. Kinerja perusahaan yang baik akan mendorong minat investor untuk membeli saham perusahaan tersebut. Hal ini akan memberikan reaksi positif bagi pasar, sehingga volume perdagangan saham mengalami peningkatan. Pada Lampiran 3, dapat kita lihat bahwa nilai rata-rata Trading Volume Activity (TVA) non sepuluh besar lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata Trading Volume Activity (TVA) sepuluh besar. Ini berarti bahwa tingkat permintaan saham lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran saham sehingga volume perdagangan saham non sepuluh besar mengalami peningkatan. Peningkatan volume perdagangan saham non sepuluh besar menunjukkan bahwa investor dalam melakukan kegiatan perdagangan masih belum tepat dalam menyikapi dan menganalisis informasi pengumuman CGPI yang masuk di pasar modal. Hal ini dikatakan demikian karena investor tidak bereaksi terhadap 26 pengumuman CGPI yang menduduki peringkat sepuluh besar. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa volume perdagangan saham sepuluh besar akan lebih tinggi dibandingkan volume perdagangan saham non sepuluh besar. Seharusnya investor menganalisis informasi pengumuman CGPI dan mengaitkannya prospek perusahaan yang bersangkutan di masa datang. Jadi berdasarkan penelitian ini, pasar modal di Indonesia masih efisien bentuk lemah secara keputusan. Tidak terdapat perbedaan abnormal return dan volume perdagangan saham antara perusahaan yang menduduki peringkat sepuluh besar dan non sepuluh besar ini sejalan dengan riset yang dilakukan oleh SWA-IICG yang mengukur persepsi investor terhadap praktik GCG. Hasil riset ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara persepsi GCG dengan keputusan investasi (Arief Adi Wibowo, 2008). Tetapi bukan berarti pemeringkatan CGPI ini tidak berguna. Namun, dapat dikatakan bahwa adanya pemeringkatan CGPI ini lebih berarti bagi perusahaan emiten karena dengan mengikuti survei, perusahaan emiten akan lebih mengetahui seberapa baik corporate governance yang telah diterapkan. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa melalui hasil uji beda dengan menggunakan independent t-test pada abnormal return sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI tahun 2005-2008 yang berdasarkan survei penerapan corporate governance di perusahaan tahun 2004-2006, menunjukkan bahwa H0 pertama gagal ditolak. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return antara sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Hasil uji beda dengan menggunakan independent t-test pada volume perdagangan saham sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI tahun 2005-2008 yang berdasarkan survei penerapan corporate governance di perusahaan tahun 20042006, menunjukkan bahwa Ho kedua gagal ditolak. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara sepuluh besar dan non sepuluh besar CGPI di seputar tanggal pengumuman CGPI. Dalam pengambilan keputusan investasi ada faktor-faktor makro yang mempengaruhi harga dan volume perdagangan selain informasi CGPI. Faktor makro tersebut adalah produk domestik bruto, tingkat suku bunga, inflasi, kurs rupiah, dan lain-lain. Implikasi Implikasi dalam penelitian ini adalah bahwa karakteristik investor di Indonesia bersifat spekulan, yang berarti hanya mencari keuntungan jangka pendek dengan 27 melakukan kegiatan jual beli di pasar modal tanpa menganalisis informasi yang tersedia di pasar modal. Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa penelitian dengan menggunakan variabel volume perdagangan saham masih sedikit dilakukan. Diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat menganalisa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume perdagangan saham di pasar modal. Bagi penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai corporate governance dikaitkan dengan event-event yang terjadi di perusahaan, misalnya bagaimana reaksi pasar terhadap perusahaan yang menerapkan corporate governance pada saat pengumuman deviden. DAFTAR RUJUKAN Ambar Woro Hastuti dan Bambang Sudibyo. 1998. Pengaruh Publikasi Laporan Arus Kas Terhadap Volume Perdagangan Saham Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.1 No.2 (Juli): pp. 239-254. Arief Adi Wibowo. 2008. Mengukur Persepsi Investor Terhadap Praktik GCG. Majalah Swa Sembada, No.01/XXIV (Januari): pp. 84. Beasly, C.; M. Defond; J. Jiambalvo, dan K. R. Subramanyam, Bernard S. 2001. The Corporate Governance Behavior and Market Value of Russian Firms. Emerging Markets Review, Vol. 2: pp 89-108. ______________, H. Jang, dan W. Kim. 2003. Does Corporate Governance Affect Firm Value? Evidence From Korea. http://papers.ssrn.com, diakses Desember 2007. Dalton, D.R., J.L. Johnson, dan A.E. Ellstrand. 1999. Number of Directors And Financial Performance: A Meta Analysis. Academy of Management Journal, Vol. 42, No. 6: pp. 674-686. Daniri. 2000. Corporate Governance. Makalah, Surabaya: Seminar Pengelolaan Perusahaan Yang Baik, 14 September. Deni Darmawati, Khomsiyah, dan Rika Gelar Rahayu. 2004. Hubungan Corporate Governance Dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi, VII. 28 Doddy Setiawan dan Jogiyanto Hartono. 2003. Pengujian Efisiensi Pasar Setengah Kuat Secara Keputusan: Analisis Pengumuman Dividen Meningkat. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.6 No.2 (Mei): pp. 131-144. Durnev, A. dan E. H. Kim. 2002. To Steal Or Not To Steal: Firm Attributes, Legal Environment, And Valuation. http://papers.ssrn.com, diakses Desember 2007. Eduardus Tandelilin. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Hamonangan Siallagan dan Mas’ud Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba Dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi, IX. ___________________. 2007. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kualitas Laba. Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol. 7, No. 1 (April): pp. 1-14. Harmanto Edy D. 2004. Masih Banyak Perusahaan Publik Yang Tidak Bersedia Disurvei Tata Kelola Perusahaannya. Majalah SWA Sembada, No. 04/XX/19 Februari – 3 Maret 2004: pp. 23. Herwidayatno. 2000. Impementasi Good Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik Indonesia. Majalah Usahawan, No.10/XXIX (Oktober): pp. 25-32. http://www.finance.yahoo.com, diakses Desember 2007 – Maret 2008. http://www.iicg.org, diakses 12 Januari 2008. http://www.fcgi.or.id, diakses 10 Januari 2008. Ishak Rafick. 2002. Menggugat Fungsi Komisaris Independen. Majalah SWA Sembada, No. 15/XVII/15 Juli – 7 Agustus 2004: pp. 23. Johnson, Simon; P. Boone; A. Breach; dan E. Friedman. 2000. Corporate Governance in Asian Financial Crisis. Journal of Financial Economics, Vol. 58: pp. 141186. Jogiyanto Hartono. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE. 29 Klapper, Leora F. and I. Love. 2002. Corporate Governance, Investor Protection, And Performance in Emerging Markets. World Bank Working Paper, http://papers.ssrn.com, diakses Desember 2007. Luhukay, Jos. 2002. Tata Pamong dan Nilai Perusahaan. Warta Ekonomi, No. 21/XIV/2 September. Luciana Spica Almilia dan Lailul Sifa. 2006. Reaksi Pasar Publikasi Corporate Governance Perception Index Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi, IX. Majalah SWA Sembada No.09/XXI/28 April-11 Mei 2005. Majalah SWA Sembada No.26/XXII/11-20 Desember 2006. Majalah SWA Sembada No.01/XXIV/9-23 Januari 2008. Mitton, T. 2002. A Cross-Firm Analysis of The Impact of Corporate Governance on The East Asian Financial Crisis. Journal of Financial Economics, hal. OECD 1999. OECD Principles of Corporate Governance. Octalliana Ongko. 2007. “Analisis Perbedaan Pergerakan Harga Saham Sebelum dan Sesudah Pengumuman Peringkat Corporate Governance Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta 2005-2006”, Skripsi Sarjana tak diterbitkan. Unika Widya Mandala Surabaya. Rachmad Widianto. 2007. “Pengaruh Publikasi Laporan Keuangan Terhadap Volume Perdagangan Saham Berdasarkan Ukuran Perusahaan”, Skripsi Sarjana tak diterbitkan, STIE Perbanas Surabaya. Ridwan Khairandy dan Camelia Malik. 2007. Good Corporate Governance: Perkembangan dan Impelementasi di Indonesia Dalam Perspektif Hukum. Jogjakarta: Total Media. Sekar Mayangsari dan Murtanto. 2002. Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap Pembentukan Komite Audit. Proceeding Simposium Surviving Strategies to Cope with The Future, Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (FE UAJY). 30 Singgih Santoso. 2001. SPSS VS 10: Mengolah Data Secara Profesional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sri H. Sulistyanto dan Linggar Y. Nugraheni. 2002. Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan Di Indonesia. Working Paper. ______________. 2003. Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat? (http://re-searchengines.com/sulistyanto1.html, diakses 12 Pebruari 2008). ______________ dan Yusni Warastuti. 2004. Good Corporate Governance: Harapan Dan Tantangan. Jurnal Studi Bisnis, Vol. 2 No. 1: pp. 53 -60. Sri Lestari dan Imam Subekti. 2003. Asosiasi Antara Pengumuman Kabinet Baru Tanggal 23 Agustus 2000 Dengan Stock Price dan Trading Volume Activity Di Bursa Efek Jakarta. TEMA, Vol. III No.1 (Maret): pp. 59-80. Sunarto. 2003. Corporate Governance dan Kinerja Saham. Fokus Ekonomi, Vol.2 No.3: pp 240-257. Teguh Boeradisasta. 2005. GCG, Antibiotik Yang Ditakuti Perusahaan. Majalah SWA Sembada, No.9/XXI (April): pp. 26-27. Teguh S. Pambudi. 2008. GCG, Daya Saing, dan Keberlanjutan. SWA Online, 9 Januari 2008, diakses April 2008. Thomas S. Kaihatu. 2006. Good Corporate Governance Dan Penerapannya Di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8 No. 1 (Maret): pp 19. Titik Aryati dan Nindhita Gita Mediyanti. 2005. Analisis Hubungan antara Struktur Corporate Governance dengan Nilai Perusahaan dan Kinerja Keuangan. Jurnal Ekonomi, No. 3/Th. XIV/30 (Juli – September): pp. 89 – 104 Zaenal Arifin. 2003. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Reaksi Harga Dan Volume Perdagangan Pada Saat Pengumuman Earnings. Simposium Nasional Akuntansi, VI. Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sepuluh Besar Dan Non Sepuluh Besar CGPI 2005-2008 31 Perusahaan Sepuluh Besar Kode Tahun 2005 PT Astra Internasional Tbk. PT Bank Central Asia Tbk. ASII BBCA PT Bank Niaga Tbk. PT Bank Permata Tbk. BNGA BNLI PT BFI Finance Indonesia Tbk. PT Astra Agro Lestari Tbk. BFIN PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Astra Graphia Tbk. BABP PT Kalbe Farma Tbk. KLBF Tahun 2006 PT Bank Niaga Tbk. PT Medco Energi Internasional Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Astra Internasional Tbk. PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Kalbe Farma Tbk. Perusahaan Non Sepuluh Besar Kode PT Adhi Karya (Persero) Tbk. PT Apexindo Pratama Duta Tbk. PT Bank Lippo Tbk. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. PT Kimia Farma (Persero) Tbk. PT Medco Energi Internasional Tbk. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. ADHI APEX BNGA MEDC PT Bank Permata Tbk. PT United Tractor Tbk. BNLI UNTR BMRI PT Dynaplast Tbk. DYNA ASII TLKM PT Indosat Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk. PT Bakrie & Brothers Tbk. ISAT BABP PT BFI Finance Indonesia Tbk. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk. PT Trimegah Securities Tbk. PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. BFIN AALI ASGR BBNI KLBF PT Astra Graphia Tbk. ASGR PT Apexindo Pratama Duta Tbk. APEX Tahun 2008 32 LPBN BMRI BBRI CMNP KAEF MEDC PTBA BNBR PTBA UNSP TRIM PJAA PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PT Bank Niaga Tbk. BMRI PT Adhi Karya (Persero) Tbk. PT United Tractor Tbk. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. PT Astra Graphia Tbk. ADHI PT Kalbe Farma Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Permata Tbk KLBF BBNI BNGA UNTR PTBA ASGR PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. PT Apexindo Pratama Duta Tbk. PT Indosat Tbk. PT Bakrie & Brothers Tbk. CMNP PT Panorama Sentrawisata Tbk. PT Trimegah Securities Tbk. WEHA PJAA APEX ISAT BNBR TRIM BNLI Sumber: Majalah SWA 2005-2008 Lampiran 2 Hasil Uji Beda Abnormal Return Sepuluh Besar dan Non Sepuluh Besar CGPI 2005-2008 Group Statistics dt_aar group AAR Sepuluh Besar AAR Non Sepuluh Besar N 11 11 33 Mean -.002055 -.000491 Std. Deviation .0137397 .0120143 Std. Error Mean .0041427 .0036224 Independent Sam ple s Te st dt_aar Equal variances Equal variances as sumed not as sumed .035 .854 -.284 -.284 20 19.650 .779 .779 Levene's Test for F Equality of Varianc es Sig. t-t est for Equality of t Means df Sig. (2-tailed) Mean Differenc e St d. Error Differenc e 95% Confidenc e Interval of the Differenc e Lower Upper -.0015636 -.0015636 .0055031 .0055031 -.0130428 .0099156 -.0130559 .0099287 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 13.00 for Windows Lampiran 3 Hasil Uji Beda Trading Volume Activity (TVA) Sepuluh Besar dan Non Sepuluh Besar CGPI 2005-2008 Group Statistics dt_tva group_1 TVA Sepuluh Besar TVA Non Sepuluh Besar N 11 11 34 Mean .0020445 .0023473 Std. Deviation .00060522 .00101760 Std. Error Mean .00018248 .00030682 Independent Sam ple s Te st dt_tva Equal variances Equal variances as sumed not as sumed 3.303 .084 -.848 -.848 20 16.288 .406 .409 Levene's Test for F Equality of Varianc es Sig. t-t est for Equality of t Means df Sig. (2-tailed) Mean Differenc e St d. Error Differenc e 95% Confidenc e Interval of the Differenc e Lower Upper Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 13.00 for Windows 35 -.00030273 -.00030273 .00035698 .00035698 -.00104738 .00044192 -.00105841 .00045295