kepemimpinan dinamis dalam perspektif manajemen

advertisement
Manajemen Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan
Achmad Chudori
Kepala MBI Amanatul Ummah Pacet Mojokerto
Abstract
Management and arrangement need a unique conviction in deciding
strategic steps. Leadership can be a reference in succeeding the
management in an institution. Therefore, leadership management in an
education institution becomes very significant along with a success
management based on the strategies that is adopted.
Keyword: leadership management, education institution
PENDAHULUAN
Perubahan yang dramatis tentang melubernya arus informasi, teknologi dan
ekonomi yang berbasis pengetahuan melahirkan paradigma baru di tempat
kerja, khususnya yang terkait dengan tipe kepemimpinan. Pada era
kompetisi ini sudah menjadi keniscayaan untuk menciptakan knowledge
workers, karena akan menjadikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan
dalam menghadapi pasar bebas. Hal ini berarti peranan kualitas sumber
daya manusia (SDM) sangat dominan untuk mencapai kesuksesan dunia
usaha. Pengembangan SDM sebagai human system dalam organisasi
merupakan instrumen kunci dalam sebuah organisasi usaha. Peningkatan
kualitas SDM sekaligus merupakan bentuk usaha meningkatkan daya tahan
dan daya saing organisasi terhadap ancaman lingkungan eksternal dan
dalam upaya meningkatkan daya inovasi guna menciptakan peluang pasar
baru.
Terdapat beberapa tipe kepemimpinan, yaitu tipe strongman, charismatic,
transformational, transactional, dan visionary leadership (Manz dan Sims,
2001). Berdasarkan pengalaman, dari kelima tipe kepemimpinan tersebut
masih memposisikan seorang pemimpin sebagai subjek utama yang lebih
aktif, pada sisi yang lain peran staf hanya menjadi follower. Segala
dinamika dan problem yang ada pada perusahaan sangat tergantung pada
kompetensi dari pemimpin yang bersangkutan dan kemampuan
mempengaruhi bawahan. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa seorang
pemimpin dituntut menjadi serba bisa (man power) dan memiliki
kredibilitas yang super.
Tuntutan tipe pemimpin yang serba bisa tersebut nampaknya sulit untuk
dipenuhi. Saat ini dunia usaha sedang menghadapi persaingan yang sangat
ketat, dan realitas baru yang kehadirannya semakin unpredictable. Dalam
kondisi demikian, setiap badan usaha dituntut agar secara cepat melakukan
60
Achmad Chudori
penyesuaian strategi dengan menyesuaikan pada perubahan lingkungan
bisnis yang menyertainya. Pemimpin harus melakukan kerjasama dengan
para staf, selalu berkoordinasi dalam setiap pengambilan keputusan.
Pemimpin dituntut memiliki sense of adaptation yang tinggi.
Pemimpin sebuah organisasi masa depan termasuk dalam lembaga
pendidikan harus menerapkan paradigma baru yang berperspektif
manajemen. Tingkat kerumitan dan persaingan yang semakin kompetitif,
serta adanya perubahan yang semakin cepat hendaknya disikapi dengan tipe
kepemimpinan yang dinamis. Kepemimpinan yang tidak lagi mengandalkan
kemampuan seorang leader saja, tapi lebih mengedepankan pembagian
kewenangan, tanggungjawab, dan kemandirian. Tipe kepemimpinan
dinamis merupakan paradigma baru dalam kepemimpinan organisasi
moderen yang berbasis manajemen. Berkaitan dengan urgensi sentuhan
manajemen pada sebuah lembaga, termasuk lembaga pendidikan, maka
tulisan ini menyajikan kaitan manajemen kepemimpinan dalam dunia
pendidikan.
Sistem Kepemimpinan Dinamis Berperspektif Manajemen
Chatell (1995) menegaskan bahwa organisasi masa depan adalah organisasi
yang inovatif, adaptif, dan merespon dengan cepat perubahan yang terjadi.
Statemen tersebut memberi pemahaman bahwa eksistensi organisasi sangat
dipengaruhi oleh kemampuan organisasi mendinamisasikan potensi yang
dimilikinya. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Hamel (1995)
bahwa organisasi di masa mendatang memerlukan pemimpin yang mampu
meramu visi dan misi, sumberdaya manusia dan strategi bersaing yang
bersifat kreatif dan inovatif agar dapat menjadi organisasi kelas dunia. Para
pemimpin sebagai pencipta visi dan misi harus dapat memotivasi serta
memberdayakan SDM yang tersedia sebagai kunci untuk menjadi leader of
company.
Pemimpin masa depan harus mampu menciptakan mekanisme bagi
pengembangan budaya organisasi dan mampu membentuk SDM yang
memiliki kompetensi diri. Choo (1999) mengemukakan bahwa organisasi
ke depan adalah knowing organization. Sebuah organisasi harus memiliki
kapabilitas untuk beradaptasi cepat dan mengambil tindakan yang tepat
dengan menggerakkan organisasi ke arah kemajuan yang diinginkan. Jadi
eksistensi organisasi di masa mendatang dipengaruhi oleh kemampuan
adaptasi terhadap perubahan lingkungan, pemilikan core competence,
kemampuan menangani diversitas dan membentuk organisasi sebagai
knowing organization.
Manz dan Sims (2001) mengemukakan bahwa pengetahuan para staf
menjadi kebutuhan utama bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan
yang semakin kompetitif. Memiliki SDM yang berkompetensi tinggi sesuai
dengan kebutuhan konsumen dan kemampuan organisasi, merupakan
prasyarat hadirnya inovasi-inovasi yang bernilai tinggi. Keadaan ini dapat
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
Manajemen Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan
61
terwujud bila terdapat pemimpin yang memiliki sistem manajemen yang
berorientasi pada pemberdayaan. Pemimpin harus mampu menggerakkan
SDM yang dipimpin dapat memimpin dirinya sendiri untuk berkarya, tidak
selalu menunggu perintah pimpinan, memiliki tanggungjawab dan
kemandirian.
Pemberdayaan terhadap SDM berfungsi sebagai minyak pelumas untuk
mewujudkan karya berdasar pada kompetensi yang dimiliki. Hal ini
bermakna, para SDM diberi kewenangan yang diperlukan untuk mengambil
keputusan-keputusan dan kebebasan untuk memimpin dirinya sendiri, serta
diberi dukungan untuk menangani pekerjaan yang dipercayakan dengan
kewenangan yang cukup. Kepemimpinan yang memposisikan SDM sebagai
individu yang berdaya akan berimplikasi pada munculnya struktur
organisasi yang memberi peluang pada fleksibilitas pengambilan keputusan
dan sistem kerja menjadi networked organization.
Pemimpin Superleadership
Pada masa mendatang, sebuah organisasi akan mengalami dinamika bila
setiap individu (staf) mampu memimpin dirinya sendiri (self leadership).
Self leadership adalah pencarian yang luas mengenai strategi diri yang
terfokus pada perilaku, pemikiran dan perasaan yang digunakan untuk
mempengaruhi dirinya sendiri.
Pemimpin yang berusaha membuat bawahan mampu melakukan self
leadership disebut pemimpin superleadership. Pemimpin leadership adalah
pemimpin yang mendesain sistem dan mengajarkan pada para bawahan
menjadi self leadership. Pemimpin superleadership memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) high long term performance, (2) short term
cofusion/frustration, (3) high follower self confidence, (4) high follower
development, (5) very high flexibility, (6) high innovation, (7) ability to
work in absence of leader, (8) team work.
Kepemimpinan superleadership, merupakan tipe kepemimpinan yang lebih
pada upaya mengarahkan bawahan atau pengikut untuk memimpin dirinya
sendiri. Tipe kepemimpinan seperti ini disebut pula sebagai pemimpin yang
memberdayakan (empowerment) orang lain. Pemimpin menjadi super
karena memiliki kekuatan dan kearifan terhadap semua orang dengan
membantu para bawahan atau pengikut untuk melepaskan diri dari belenggu
ketidakmampuan menyalurkan seluruh kemampuan dari pengikut dengan
baik. Pemimpin tipe ini berusaha melipatgandakan kekuatan yang dimiliki
melalui kekuatan orang lain. Tugas utama pemimpin adalah membantu
bawahan atau pengikut untuk mengembangkan self leadership pada dirinya
untuk disumbangkan kepada organisasi. Pemimpin mendorong para
bawahan atau pengikut untuk mau berinisiatif, bertanggung jawab, memiliki
rasa percaya diri, mampu menyusun sasaran sendiri, berpikir positif
terhadap peluang yang ada dan dapat menyelesaikan persoalan sendiri.
Pemimpin memancing dan menawarkan kepada individu untuk mengambil
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
62
Achmad Chudori
tanggung jawab dari pada memberii perintah. Satu tantangan yang dihadapi
pemimpin tipe ini adalah jaminan untuk memberikan fasilitas atau
dukungan baik berupa informasi dan pengetahuan untuk melatih karyawan
memiliki self leadership masing-masing. Di masa lalu posisi seorang
pemimpin secara tidak langsung menjadi sorotan, tetapi dengan
superleadership sorotan beralih kepada bawahan atau pengikut karena
justru bawahan atau pengikut yang diharapkan untuk banyak mengambil
peran sebagai pemimpin. Oleh karena itu, para bawahan akan cenderung
lebih diharapkan memiliki komitmen dan rasa memiliki (sense of belonging)
yang luar biasa terhadap pekerjaannya.
Hal yang sering membingungkan adalah kata pemberdayaan
(empowerment) dengan serba membolehkan (permissiveness). Sebenarnya
istilah tersebut merupakan dua hal yang sangat berbeda dalam kasus
superleadership. Karyawan yang berhasil terbentuk self leadership-nya
bukannya diijinkan atau memiliki hak istimewa, melainkan suatu kejelasan
atau penguatan terhadap fokus strategi melalui peningkatan kompetensi,
kepercayaan diri, pengetahuan dan informasi. Menjamin bahwa
pengetahuan informasi senantiasa tersedia dalam organisasi karena itu
merupakan wujud efektivitas dari keberhasilan superleaderhip. Pemimpin
di era hiperkompetisi seperti sekarang ini adalah pemimpin yang dapat
menciptakan sebuah organisasi yang bertumpu pada bawahan atau pengikut
yang memiliki self leadership. Organisasi dengan pemimpin dengan tipe
seperti ini akan mudah diidentifikasi melalui banyaknya proses inovasi dan
kemampuan individu bekerja tanpa pengawasan langsung. Hal ini
memungkinkan karena melalui self leadership membuat individu memiliki
rasa percaya diri yang lebih besar dan kemampuan untuk bekerja mandiri.
Pada era global yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi ini,
menuntut hadirnya tipe kepemimpinan yang lebih dinamis. Pemimpin harus
mempunyai tingkat adaptasi dan inovasi yang tinggi dalam upaya
menyesuaikan dengan perubahan lingungan yang demikian cepat.
Pemimpin dinamis adalah pemimpin yang mampu menggerakkan bawahan
sehingga memiliki kapabilitas self leadership. Pemimpin masa depan
idealnya memiliki visi dan misi sebagai acuan dalam bekerja sehingga
senantiasa melakukan pemberdayaan pada para bawahannya. Tipe
kepemimpinan yang dinamis lebih berorientasi pada teamwork dalam
menyelesaikan pekerjaan. Pada masa mendatang tipe kepemimpinan
dinamis perlu terus dikembangkan sehingga sistem organisasi kerja
perusahaan dapat beroperasi secara optimal.
Efektivitas Memimpin melalui Manajemen Pengendalian
Dewasa ini kajian tentang manajemen menduduki posisi vital dan penting
utamanya pada tata kelola kelembagaan. Pertumbuhan pengelolaan lembaga
baik perusahaan, organisasi, kelompok dan bahkan negara bangsa banyak
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
Manajemen Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan
63
mengadobsi sistem manajemen yang dikembangkan secara memadai sejak
era pasca perang dunia kedua.
Saat kali pertama pertumbuhannya secara signifikan, Webber memberi
landasan mengelola lembaga dengan manajemen tradisonal. Struktur
organisasi dengan spirit pendelegasian menjadi sangat mengemuka,
sehingga perusahaan diasumsikan sebagai kumpulan individu yang terikat
oleh kesamaan visi dan tujuan umum perusahaan. Manajemen ala Webber
ini terus dipakai dan diperbaiki kegunaannya seiring tuntutan pengelolaan
perusahaan yang lebih baik.
Belakangan, setelah berakhirnya perang dunia kedua, Edward Demming
memberi landasan pengelolaan berikutnya dan berhasil menjadi peletak
dasar manajemen kualitas. Dasar manajemen kualitas yang berorientasi
pada perbaikan secara berkesinambungan makin berkembang pesat setelah
diadobsi oleh banyak perusahaan di banyak negara. Kaizen atau
continuously improvement dipandang berhasil di negara Jepang dan bahkan
mampu menyusul keberhasilan pengelolaan perusahaan Amerika.
Keunggulan pabrik elektronika, pabrik kain/tekstil, pabrik integrated circuit
(IC) untuk keperluan komponen penting radio, pabrik motor dan mobil
milik perusahaan di Jepang atas guru sekaligus rivalnya di Amerika
menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan perusahaan di Jepang lebih
efektif dan profesional dalam berorientasi pada output sekaligus outcome.
Pada perkembangan di Indonesia, apa yang menjadi prestasi di Jepang tak
kunjung membawa hasil signifikan. Ada banyak faktor yang mendasarinya
di antaranya adalah faktor budaya dan kelengkapan pengelolaan. Kata kunci
dari seluruh keberhasilan manajemen salah satunya terletak pada bagaimana
sistem kinerja dapat dikawal demi tercapainya tujuan organisasi.
Pertama-tama yang bisa dilakukan untuk memahami kinerja adalah dengan
mengemukakan pengertian manajemen, karena manajemen merupakan
proses untuk mengelola dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara
spesifik, maupun kehidupan manusia pada umumnya. Sebagai bahan untuk
memperjelas pengertian manajemen, mengutif pendapat Terry dalam
Hasibuan agaknya cukup relevan, bahwa “Manajemen merupakan suatu
proses yang khas terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
perngorganisasian , pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui
pemanfaatkan sumber-sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya”.
Namun begitu, manajemen menurut Hasibuan adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Di
kesempatan lain Sikula mengemukakan pengertian Manajemen sebagai
aktivitas-aktivitas
perencanaan,
pengorganisasian,
pengendalian,
penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
64
Achmad Chudori
mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan
sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien”.
Koontz dan O’Donnel mengartikan Manajemen sebagai usaha mencapai
suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer
mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi
perencanaan,
pengorganisasian,
penempatan,
pengarahan,
dan
pengendalian”.
Menurut definisi tersebut di atas, manajemen menitikberatkan pada usaha
pemanfaatan lain dalam pencapaian tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka orang di dalam organisasi harus jelas wewenang, tanggung jawab dan
tugas pekerjaannya. Berdasarkan pendapat di atas manajemen boleh
dimaknai sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seorang
pimpinan dengan bantuan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada secara efektif
dan efisien. Manajemen selanjutnya banyak dikaitkan dengan pengelolaan
secara profesional dengan penekanan pada pengendalian.
Selanjutnya, pengendalian sendiri dianggap cukup penting dalam tata kelola
perusahaan dan organisasi. Pengendalian dari seorang pimpinan merupakan
salah satu fungsi dari manajemen yang mempunyai peranan yang sangat
penting, dan oleh karena itu pelaksanaan pengendalian yang baik akan
memberikan sumbangan yang baik pula dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan
Adapun pengertian pengendalian menurut Koontz adalah pengukuran dan
perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang
telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara.
Pengertian pengendalian menurut Terry didefinisikan sebagai proses
penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan
yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan
perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu
selaras dengan standar.
Sementara itu, Strong mengartikan pengendalian adalah proses pengaturan
berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar pelaksanaan sesuai dengan
ketetapan-ketetapan dalam rencana. Dan, Hasibuan memaknai pengendalian
(controlling) sebagai kegiatan mengendalikan semua karyawan agar
mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengendalian merupakan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang
dilakukan oleh atasan atau pimpinan dalam suatu kegiatan organisasi
terhadap semua komponen organisasi dan sumber-sumber yang ada untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara terus-menerus
dan berkesinambungan agar semuanya dapat berfungsi secara maksimal
sehingga pencapaian tujuan dapat tercapai.
Dengan demikian pengendalian bukan hanya bertujuan untuk mencari
kesalahan-kesalahan akan tetapi berusaha untuk menghindar terjadinya
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
Manajemen Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan
65
penyimpangan-penyimpangan, jadi pengendalian dilakukan sejak proses
dimulai, sampai pengukuran hasil yang dicapai, dan pengendalian itu
diharapkan juga pemanfaatan semua unsur manajemen dapat efektif dan
efisien.
Dalam melaksanakan suatu pengendalian seorang pimpinan seharusnya
memperhatikan dan melaksanakan langkah-langkah dari pengendalian yang
merupakan unsur mendasar dari pengendalian, agar pelaksanaan kerja
mengarah kepada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Adapun langkah-langkah pengendalian tersebut menurut Hasibuan adalah
sebagai berikut : Menentukan standar-standar yang akan digunakan dasar
pengendalian. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai.
Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan
penyimpangan jika ada. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat
penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana
Idealnya, sasaran dan tujuan yang telah ditentukan ketika berlangsung
proses perencanaan dinyatakan dalam istilah yang jelas, dapat diukur
termasuk batas waktunya. Adapun standar tersebut meliputi kualitas dan
kuantitas produk, jam kerja, tingkat penyimpangan yang dapat diterima.
Jadi pengendalian yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat
sehingga dapat dipergunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan dan tujuan
dapat tercapai.
Seperti semua langkah pengendalian, pengukuran adalah proses yang
berulang-ulang dan berlangsung terus menerus, frekuensi pengukuran
tergantung pada tipe aktivitas yang diukur. Penetapan hasil kerja sebaiknya
dilaksanakan segera jagan sampai memakan waktu lama, bila jangka
waktunya panjang maka penyimpangan akan terlalu jauh dan semakin sulit
untuk diperbaiki. Untuk dapat menghindarkan jangan sampai terjadi hal
tersebut maka perlu segera dilakukan penetapan hasil kerja.
Penilaian hasil kerja dilakukan dengan membandingkan hasil yang
diperoleh pada standar yang ditetapkan. Jika standar jelas dan dapat
ditentukan secara tepat, apakah yang diinginkan dari pelaksanaan pekerjaan
tersebut, ini menyebabkan penilaian mudah dilakukan, dimana setiap
pekerjaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan standar yang ada dan
tujuan organisasi. Bila terdapat tidak kesesuaian antara pekerjaan dengan
hasil yang dicapai harus segera diperbaiki agar tidak terjadi penyimpangan
dalam pekerjaan.
Standar digunakan untuk mengukur hasil pelaksanaan kerja, bila terjadi
penyimpangan, tindakan koreksi harus secepat mungkin dilakukan. Karena
manajer yang baik akan tahu apa dan dimana penyimpangan terjadi, baik
yang dilakukan pekerja, maupun kelompok kerja. Langkah ini penting bila
standar tidak sesuai dan analisis menunjukkan ada tindakan yang
diperlukan, tindakan korektif dapat termasuk dalam perubahan dalam
satu/beberapa aktivitas operasi organisasi.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
66
Achmad Chudori
Fungsi Pengendalian (Contolling) adalah fungsi terakhir dari proses
manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan
proses manajemen, karena itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Pengendalian ini menurut Hasibuan berkaitan erat sekali dengan fungsi
perencanaan dan kedua fungsi ini merupakan hal yang saling mengisi,
karena pengendalian harus terlebih dahulu direncanakan. Pengendalian baru
dapat dilakukan jika ada rencana. Pelaksanaan rencana akan baik, jika
pengendalian dilakukan dengan baik. Serta tujuan baru dapat diketahui
tercapai dengan baik atau tidak setelah pengendalian atau penilaian
dilakukan
Dengan demikian peranan pengendalian ini sangat menentukan baik atau
buruknya pelaksanaan suatu rencana. Pada setiap kegiatan mempunyai arah
dan tujuan yang akan dicapai baik untuk jangka panjang maupun pendek.
Arah yang akan dituju merupakan rencana yang ditetapkan terlebih dahulu
sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan rencana tersebut. Tujuan
pengendalian menurut Hasibuan adalah sebagai berikut: 1) Supaya proses
pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari rencana. 2)
Melakukan tindakan perbaikan jika terdapat penyimpangan-penyimpangan.
3) Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencananya
Pengendalian bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan, tetapi
berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta
memperbaikinya jika terdapat kesalahan-kesalahan.
Seseorang manajer harus mempunyai berbagai cara untuk memastikan
bahwa semua fungsi manajemen dilaksanakan dengan baik hal ini dapat
diketahui melalui kontrol atau pengawas. Cara-cara pengendalian atau
pengawasan menurut Hasibuan dilakukan sebagai berikut: pengawasan
langsung, pengawasan tidak langsung, dan pengawasan berdasarkan
kekecualian. Pengendalian langsung adalah pengawasan yang dilakukan
sendiri secara langsung oleh seorang manajer. Manejer memeriksa
perkerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan
dengan benar dan hasil-hasilnya sesuai dengan yang dikehendakinya.
Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan
melalui laporan yang diberikan oleh bawahan. Laporan ini dapat berupa
lisan atau tulisan tentang pelaksanaan perkerjaan dan hasil-hasil yang telah
di capai. Pengawasan berdasarkan kekecualian adalah pengendalian yang
dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau
standar yang diharapkan. Pengendalian semacam ini dilakukan dengan cara
kombinasi langsung dan tidak langsung oleh manajer.
Pelaksanaan pengendalian dalam suatu organisasi dapat dicapai dengan
berbagai cara, hal ini tergantung pada objek yang dikendalikan. Lebih jauh
Hasibuan mengemukakan macam-macam pengendalian sebagai berikut:
pengendalian intern, pengendalian ekstern, pengendalian resmi dan
pengendalian Konsumen
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
Manajemen Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan
67
Pengendalian intern adalah pengendalian yang dilakukan oleh seorang
atasan kepada bawahannya. Cakupan dari pengendalian ini meliputi hal-hal
yang cukup luas baik pelaksanaan tugas, prosedur kerja, kedisiplinan
karyawan, dan lain-lainnya. Pengendalian ekstern adalah pengendalian yang
dilakukan oleh pihak luar, pengendalian ekstern ini dapat dilakukan secara
formal dan informal. Pengendalian resmi adalah pemeriksaan yang
dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan dapat dilakukan secara intern
maupun ekstern.
Pengendalian konsumen adalah penilaian yang dilakukan oleh masyarakat
atau konsumen, baik langsung maupun tidak langsung. Menurut Hasibuan
mengemukakan sifat dan waktu pengendalian sebagai berikut: Preventive
Control adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan
untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam
pelaksanaannya. Preventive Control ini dapat dilakukan dengan cara :
Menentukan proses pelaksanaan dalam pekerjaan. Membuat peraturan dan
pedoman pelaksanaan pekerjaan itu. Menjelaskan dan atau
mendemostrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu. Mengorganisasi segala
macam kegiatan. Menentukan jabatan, job description, authority, dan
responsibility bagi setiap individu karyawan. Menetapkan sistem koordinasi
pelaporan dan pemeriksaan. Menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang
membuat kesalahan.
Berikutnya adalah Repressive Control ini adalah pengendalian yang terbaik
karena dilakukan sebelum kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan
maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai
dengan yang diinginkan. Respressice Control ini dilakukan dengan cara
sebagi berikut : Membandingkan antara hasil dengan rencana. Menganalisis
sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari tindakan
perbaikannya. Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu
dikenakan sanksi hukuman kepadanya. Menilai kembali prosedur-prosedur
pelaksanaan yang ada.
Setelah pengendalian sudah optimal dilaksanakan, hal penting selanjutnya
yang harus diperhatikan adalah manajemen kinerja. Kinerja merupakan
suatu konstruk yang bersifat multidimensional, pengukurannya juga
bervariasi tergantung pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk
kinerja. Selanjutnya akan dikemukakan pengertian tentang kinerja menurut
Rogers bahwa kinerja adalah sebagai hasil kerja itu sendiri (outcomes of
work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap
tujuan-tujuan strategic organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi
ekonomi. Dan menurut Otley bahwa kinerja mengacu pada sesuatu yang
terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil
yang dicapai kerja tersebut. Di sisi lain, penilaian kinerja seperti yang
dikemukakan oleh Bejo Siswanto adalah suatu kegiatan yang dilakukan
manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
68
Achmad Chudori
membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deskripsi pekerjaan
dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.
Disamping membahas mengenai penilaian kinerja, maka akan diulas
kembali pengertian kinerja menurut Bernandin & Russell bahwa kinerja
atau Performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari
individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya.
Lebih jauh menurut Robertson pengukuran kinerja merupakan suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan, termasuk informasi atas efesiensi penggunaan sumber daya
dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa,
perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah : faktor personal/individual, faktor kepemimpinan, faktor tim,
faktor sistem dan faktor kontekstual (situasional)
Faktor individu mengacu pada pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai,
keterampilan (skill) mengacu pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan,
motivasi adalah dorongan dan semangat untuk melakukan kerja. Pengaruh
motivasi dalam pengukuran kinerja sangat penting karena motivasi berperan
untuk mengubah perilaku pekerja. Meliputi : pengetahuan, keterampilan
(skil), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki
oleh setiap individu.
Faktor kepemimpinan mengacu pada penetapan misi, visi dan tujuan
organisasi akan mendorong seseorang berperilaku tertentu untuk mencapai
misi, visi dan tujuan itu. Demikian juga penetapan deskripsi kerja, prosedur,
standar dan peraturan kerja akan mendorong pegawai untuk berperilaku
sesuai dengan ketentuan-ketentuan itu. Meliputi : kualitas dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan
manajer dan team leader.
Faktor tim mengacu pada bagaimana pegawai atau karyawan bekerja dalam
kelompok atau tim. Dalam organisasi model kerja tim, kinerja organisasi
tidak secara langsung terkait dengan kinerja individu, namun terkait dengan
kinerja tim atau kelompok. Meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang
diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota
tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
Faktor system mengacu pada bagaimana menciptakan sistem manajemen
kinerja yang optimal. Setiap pegawai dalam organisasi harus secara aktif
mencari umpan balik atas kinerja mereka. Hal itu meliputi : sistem kerja,
fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses
organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
Faktor kontekstual meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal
dan internal. Faktor lingkungan meliputi faktor ekonomi, social, politik,
keamanan dan hukum yang didalamnya organisasi beroperasi.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
Manajemen Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan
69
Selanjutnya, dalam manajemen kinerja harus melihat tipe-tipe kinerja.
Dilihat dari titik acuan penilaiannya terdapat paling kurang tiga tipe kriteria
penilaian performansi yang saling berbeda, yaitu : pertama Penilaian
performansi
berdasarkan
hasil
(Result-Based
Performance
Appraisal/Evaluation). Tipe kriteria performansi ini merumuskan
performansi pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau
mengukur hasil-hasil akhir (end results). Penilaian performansi berdasarkan
perilaku (Behavior Based Performance Appraisal/Evaluation). Tipe kriteria
performansi ini mengukur sarana (means) pencapaian sasaran (goals) dan
bukannya hasil akhir (end results).
Kedua adalah penilaian performansi berdasarkan judgment (Judgment
Based Performance Appraisal/Evaluation). Ini merupakan tipe kriteria
performansi yang menilai dan/atau mengevaluasi performansi kerja pekerja
berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, quantity of work, quality of
work, job knowledge, cooperation, initiative, reliability, interpersonal
competence, loyality, dependability, personal qualities dan yang sejenis
lainnya.
Dimensi-dimensi ini biasanya menjadi perhatian dari tipe kriteria yang satu
ini, yaitu : Quantity Of Work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu
periode waktu yang ditentukan. Quality Of Work : kualitas kerja yang
dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. Job
Knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilannya. Creativeness : keaslian gagasan-gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang timbul. Cooperation : kesediaan untuk bekerjasama dengan
orang lain (sesame anggota organisasi). Dependability : kesadaran dan dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja. Initiative : semangat
untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggungjawabnya. Personal Qualities ; menyangkut kepribadian,
kepemimpinan, keramah tamahan dan integritas pribadi.
Tipe kriteria performansi ini sering disebut sebagai metode tradisional,
karena telah lama dipakai dalam banyak organisasi baik di sektor public
maupun swasta.
Jika dilihat dari pengertian pengendalian, maka jelasnya pengendalian itu
dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Sedangkan pengertian kinerja yang dikemukakan oleh Rogers
adalah sebagai hasil kerja itu sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja
memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategic
organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi. Pengendalian
harus sering dilakukan karena adanya kecenderungan manusia berbuat
kesalahan tanpa unsur kesengajaan, disamping ada juga kecenderungan
disertai unsur kesengajaan yang bermotif keuntungan pribadi dengan
melakukan pelanggaran atau penyimpangan. Motif pelanggaran atau
penyimpangan tugas atau pekerjaan memang pada mulanya timbul karena
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
70
Achmad Chudori
faktor pendapatan yang sama sekali tidak memenuhi kebutuhan fisik
minimum namun melainkan berkembang kearah kebiasaan yang seakanakan telah membudaya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hal tersebut di atas, hubungan antara pengendalian dengan
manajemen kinerja adalah bahwa suatu organisasi dapat tercapai apabila
adanya kemampuan seseorang/pemimpin mengendalikan bawahannya untuk
bekerja sama dalam menyelesaikan serangkaian pekerjaan yang
dilaksanakan dengan cara kerja sama, baik antara pimpinan dengan
bawahan, sehingga tercipta suasana yang menyenangkan yang dapat
menghasilkan hasil yang optimal, yaitu yang sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya serta tepat pada waktunya.
Secara langsung manajemen kepemimpinan pada lembaga pendidikan
setidaknya perlu merujuk pada pengendalian yang saling berkaitan dengan
kinerja, terutama dalam hal kemampuan, pelaksanaan dan pengelolaan serta
tanggung jawab dalam kinerjanya. Pengendalian lazimnya harus
dilaksanakan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi tidak terkecuali
pada sebuah lembaga pendidikan. Dengan demikian, jika seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya diperuntukkan demi mencapai suatu sasaran,
maka diperlukan seorang pemimpin yang tegas, sehingga dalam
pelaksanaannya dapat dioptimalkan dengan baik sesuai dengan waktu yang
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Irawan dkk, Mendagangkan Sekolah (Jakarta: ICW, 2004);
Aepel, Timothy, 1997, "Not All Workers Find Idea of Empowerment as
Neat as It Sounds", The Wall Street Journal (September 8): A1
Bennis, Warren dan Robert Townsend. 1995. Reinventing Leadership.
Strategies to Empower the Organization. New York : William Morrow
and Company, Inc.
Chatell, A. 1995. Managing for The Future Mc. MilIan Press Ltd, London
Drucker, Peter F. 1996. Leader of the Future. Editor : Frances Hesselbeion,
Marshall Goldsmith, Richard Beckhard. San Francisco : Jossey Bass
Publishers.
Koutsoyiannis A., 1978, Theory of Economics, Harper Publisher, Inc., USA.
Meindl, J. R. 1990. On leadership: An alternative to the
conventional wisdom. In B. M. Staw & L. L. Cummings (Eds.),
Research in organizational behavior, vol. 12: 159-203.
Greenwich, CT: JAI Press.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 1, 2012:59-70
Download