BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi isu utama dalam pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun global. Hal ini didorong karena semakin besarnya tuntutan terhadap organisasi pelayanan kesehatan untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan secara prima terhadap konsumen. Dalam pengembangan masyarakat yang semakin kritis, maka mutu pelayanan akan menjadi sorotan baik untuk pelayanan medis, maupun bentuk pelayanan lainnya. Pengertian mutu pelayanan kesehatan itu sendiri menurut WHO 1988 adalah penampilan yang pantas atau sesuai yang berhubungan dengan standarstandar dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Anonim, 2011). Azwar (1996) mengatakan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan peraturan UndangUndang No. 23 Tahun 1999 tentang 1 Pelayanan Kesehatan. Agar 2 penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya; tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu (Muda, 2008). Rumah sakit sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan telah mengalami banyak kemajuan, dimana salah satunya dapat dilihat dari jumlah rumah sakit yang semakin bertambah. Jumlah rumah sakit Indonesia sendiri cenderung meningkat dari tahun 2003-2008, dimana rumah sakit yang sering mengalami peningkatan pada periode tersebut adalah rumah sakit milik Pemerintah Propinsi/Kab/Kota serta rumah sakit swasta. Sampai dengan tahun 2008, jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai angka 1.320 buah. Diantara 1.320 rumah sakit tersebut, 653 buah merupakan rumah sakit swasta, 446 buah rumah sakit Pem.Propinsi/Kab/Kota, 112 buah rumah sakit TNI/ Polri, 78 buah rumah sakit BUMN, 31 buah rumah sakit yang dimiliki oleh departemen kesehatan (Azhary, 2009). Sedangkan untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur sendiri sampai tahun 2008 memiliki rumah sakit sebanyak 35 buah yang terdiri dari 33 buah rumah sakit umum dan 2 buah rumah sakit khusus (Pemprov NTT, 2009). Selain memperhatikan jumlah rumah sakit yang dari waktu ke waktu terus bertambah, hal lain yang harus lebih diperhatikan adalah bagaimana mutu dari rumah sakit tersebut. Apalah gunanya suatu tempat memiliki banyak rumah sakit, tetapi mutu pelayanannya tidak bagus. Oleh karena itu, pemerintah atau 3 para pemilik rumah sakit haruslah terus memperhatikan dan meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek-aspek sebagai berikut : aspek klinis (pelayanan dokter, perawat dan terkait teknis medis), aspek efisiensi dan efektifitas pelayanan, keselamatan pasien, dan kepuasan pasien. Beberapa indikator untuk mengetahui mutu efisiensi rumah sakit antara lain : pemanfaatan tempat tidur, pemanfaatan tenaga, pemanfaatan penunjang medik, dan keuangan. Indikator pemanfaatan tempat tidur sendiri yang mudah kita lihat dan kita ketahui adalah melalui angka BOR/ Bed Occupancy Rate, BTO/ Bed Turn Over, ALOS/ Average Length Of Stay, TOI/ Turn Over Interval (Sabarguna, 2004). Selama periode tahun 2004-2006, rumah sakit Indonesia mengalami peningkatan dalam hal rata-rata pemanfaatan tempat tidur (BOR). Pada tahun 2004 rata-rata nilai BOR nasional adalah sebesar 55,6%, tahun 2005 rata-rata BOR nasional sebesar 56,2%, dan BOR nasional tahun 2006 sebesar 57%. Selain itu, untuk rata-rata lama hari perawatan (LOS) nasional secara umum cenderung fluktuatif. Rata-rata nilai LOS nasional pada tahun 2004 adalah 4,4 hari, rata-rata LOS nasional tahun 2005 adalah 5,1 hari, dan pada tahun 2006 rata-rata LOS nasional adalah 4 hari (Depkes RI, 2008). Angka pemanfaatan tempat tidur (BOR) dan lama hari perawatan (LOS) di setiap propinsi mengalami perbedaan antara satu dengan yang lain. Selain itu, dari tahun ke tahun angka-angka tersebut mengalami perubahan, baik 4 penurunan maupun peningkatan. Untuk propinsi Nusa Tenggara Timur sendiri rata –rata angka pemanfaatan tempat tidur (BOR) cenderung fluktuatif, dimana angka BOR pada tahun 2004 adalah 58,10 %, angka BOR tahun 2005 adalah 89,60 %, dan BOR pada tahun 2006 adalah 57,30 %. Selain itu, rata-rata lama hari perawatan (LOS) untuk wilayah Nusa Tenggara Timur mengalami sedikit peningkatan, dimana rata-rata LOS pada tahun 2004 adalah 3,90 hari, rata-rata LOS pada tahun 2005 adalah 4 hari, dan rata-rata LOS pada tahun 2006 adalah 4,30 hari (Depkes RI, 2006-2008 ) Setelah melihat angka pemanfaatan tempat tidur secara nasional dan angka pemanfaatan tempat tidur untuk Propinsi NTT, berikut adalah nilai indikator pemakaian tempat tidur dari Rumah Sakit Umum Daerah Ruteng yang merupakan tempat penelitian ini akan berlangsung : Tabel 1 Indikator Pemakaian Tempat Tidur RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai, NTT Indikator BOR BTO TOI ALOS NDR 2008 85,33 % 75 kali 2 hari 4 hari 164 orang 2009 73,83 % 76 kali 2 hari 3 hari 150 orang 2010 57 % 65 kali 2 hari 3 hari 146 orang GDR 135 orang 206 orang 141 orang Sumber: Data Sekunder RSUD Ruteng, 2011 Standar DEPKES 60-85 % 40-50 kali 1-3 hari 6-9 hari 25/1000 penderita keluar 45/1000 penderita keluar 5 Dari tabel 1 di atas dapat kita lihat bahwa terjadi penurunan drastis angka BOR (Bed Occupancy Rate) selama tiga tahun terakhir. Hal ini bisa menjadi salah satu indikasi kurang baiknya mutu pelayanan di rumah sakit. Untuk nilai ALOS, BTO, TOI, NDR, dan GDR sudah memenuhi standar yang ditetapkan Depkes. Angka pemanfaatan tempat tidur seperti di atas adalah salah satu indikator yang mudah dilihat oleh masyarakat atau orang awam untuk memantau bagaimana mutu sebuah pelayanan rumah sakit. Kondisi lain yang menunjukkan masalah mutu yang dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kepuasan pasien di rumah sakit menurut Depkes RI tahun 1993 yakni adanya keluhan yang sering terdengar dari pihak pemakai pelayanan kesehatan yang biasanya menjadi sasaran adalah sikap petugas administrasi, sarana yang kurang memadai, kelambatan pelayanan, persediaan obat, tarif pelayanan, perawatan medis, dan lain-lain (Daeng, 2005). Telah dijelaskan sebelumnya dalam Sabarguna (2004) bahwa mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari empat aspek, dimana salah satunya adalah aspek kepuasan pasien. Indikator aspek kepuasan pasien salah satunya adalah adanya keluhan dari pasien dan keluarga. Penjelasan Sabarguna tentang indikator kepuasan pasien (keluhan dari pasien atau keluarga) didukung oleh teori atau pernyataan dari Depkes RI pada paragraf sebelumnya tentang masalah mutu. 6 RSUD Ruteng sendiri tidak luput dari adanya perkiraan bahwa terdapat masalah mutu pelayanan. Hal ini ditandai dengan adanya keluhan dari keluarga pasien tentang cara dan sikap pelayanan petugas rumah sakit (Harian Timor Express, 8 Desember 2009). Selain itu, timbul keluhan dari pihak Kalangan DPRD kabupaten Manggarai pada saat menyoroti kinerja dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Setda Manggarai. Kalangan Dewan ini mengeluhkan kualitas pelayanan di RSUD Ruteng yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat (Hans, 2009). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan dalam Depkes (1993) dimana keluhan masyarakat bisa berarti ada masalah kualitas pelayanan dalam suatu organisasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Metzner (1970) dikemukakan bahwa mutu pelayanan yang paling dianggap penting oleh pasien adalah efisiensi pelayanan kesehatan sebesar 45% , kemudian menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien sebesar 40% , pengetahuan ilmiah yang dimiliki dokter sebesar 40% , keterampilan yang dimiliki dokter sebesar 35% , serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien sebesar 35% (Pahirah, 2003). Hasil penelitian Tay (2008) tentang hubungan mutu pelayanan terhadap kepuasan pasien menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara prosedur penerimaan pasien, pelayanan perawat, dan kondisi unit perawatan terhadap kepuasan pasien, serta ada hubungan antara pelayanan dokter terhadap kepuasan pasien. 7 Banyak hal yang dapat kita lihat untuk menentukan atau menilai mutu sebuah layanan, termasuk rumah sakit. Sama halnya yang dikatakan dalam Sabarguna, 2004 bahwa mutu pelayanan dapat dilihat dari aspek klinis, efisiensi dan efektifitas pelayanan, keselamatan pasien, dan kepuasan pasien. Selain empat aspek yang dikatakan Sabarguna dalam menilai mutu pelayanan, masih banyak pendapat para ahli tentang mutu pelayanan salah satunya adalah Samsi Jacobalis. Jacobalis mengatakan bahwa mutu layanan rumah sakit dapat dilihat dari hal-hal berikut, yaitu : prosedur penerimaan pasien, pelayanan dokter, pelayanan perawat, kondisi unit perawatan dan catatan medik. Untuk penelitian kali ini, peneliti akan menggunakan dimensi mutu dari Samsi Jacobalis di atas dan hanya akan membatasi penelitian pada empat variabel yaitu : prosedur penerimaan pasien, pelayanan dokter, pelayanan perawat, kondisi unit perawatan. Prosedur penerimaan pasien menyangkut proses yang harus dilalui pasien di bagian administrasi atau loket rumah sakit. Bagian administrasi rumah sakit yang merupakan tempat pertama yang didatangi pasien dituntut untuk memberikan pelayanan baik dan bermutu. Bentuk pelayanan administrasi suatu rumah sakit akan menentukan bagaimana kesan awal bagi pasien tentang sebuah rumah sakit. Pada tahun 2010, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadakan survei terhadap 989 pasien peserta jaminan di 19 rumah sakit pemerintah dan swasta di kawasan Jabodetabek. Sekitar 70% responden masih mengeluhkan pelayanan rumah sakit, dimana keluhan terbanyak terkait dengan pelayanan 8 administrasi. Dari 989 total responden, 47,3 persen masih mengeluhkan pelayanan tersebut. Keluhan lainnya yang muncul terkait dengan pelayanan dokter, perawat, petugas rumah sakit lain, uang muka, penolakan rumah sakit, serta fasilitas dan sarana rumah sakit (Kompas, 2010). Faktor lain yang mempengaruhi mutu menurut Jacobalis adalah pelayanan dokter dan perawat. Dokter dan perawat memegang peranan penting dalam pelaksanaan pelayanan suatu rumah sakit. Dalam pelayanan kesehatan dokter dan perawatlah yang paling sering berinteraksi dengan pasien selama pasien berada di rumah sakit. Bisa dikatakan hidup dan mati pasien berada di tangan perawat dan dokter. Tanggung jawab yang besar ini menuntut para dokter dan perawat untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu. Melihat keadaan ini, saya mengambil pelayanan dokter dan perawat sebagai variabel yang diteliti. Selain itu juga memang terdapat masalah kurangnya tenaga dokter di RSUD Ruteng ini. Hal ini mungkin saja akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah catatan medik, tapi peneliti tidak mengambilnya sebagai salah satu variabel penelitian. Alasan peneliti tidak mengikutsertakan catatan medik sebagai salah satu variabel penelitian adalah karena peneliti memandang catatan medic sebagai suatu hal yang sangat sensitif yang mungkin dapat mendatangkan kesulitan pada saat penelitian berlangsung. Peneliti khawatir bahwa pihak rumah sakit dan pasien sendiri tidak bersedia menunjukkan catatan mediknya. Hal lain yang dipertimbangkan peneliti adalah 9 kurangnya pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam menganalisis isi rekam medis tersebut. Dengan memperhatikan latar belakang serta adanya masalah pada uraian di atas , maka peneliti merasa tertarik dan merasa perlu melakukan penelitian tentang mutu pelayanan di RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai khususnya bagian rawat inap. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari prosedur penerimaan pasien ? 2. Bagaimanakah gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari pelayanan dokter ? 3. Bagaimanakah gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari pelayanan perawat ? 4. Bagaimanakah gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari kondisi unit/ ruangan perawatan pasien ? 10 C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran mutu pelayanan kesehatan unit rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Ruteng Kabupaten Manggarai 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari prosedur penerimaan pasien. b. Mengetahui gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari pelayanan dokter. c. Mengetahui gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari pelayanan perawat. d. Mengetahui gambaran mutu pelayanan rawat inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai ditinjau dari kondisi unit/ ruangan perawatan pasien. 11 D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dan sebagai bahan rujukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya. 2. Manfaat Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan bagi pihak rumah sakit dan sebagai bahan acuan dalam menyusun dan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di masa mendatang. 3. Manfaat Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti tentang mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.